Analisis Unsur unsur Integrasi Vertikal

Makalah Hukum Persaingan Usaha
ANALISIS UNSUR-UNSUR INTEGRASI VERTIKAL
YANG DILARANG

Dosen Pengampu:
Dr. Paramita Prananingtyas, S.H., LLM.

Disusun oleh :
Anny Asiatun
Danik Rochmawati
Heni Anggraini
Halimatus Sa’adah
Muhammad Tizar A
Muhammad Ridwan
Yayuk Whindari
BSU HET-HKI

FAKULTAS HUKUM
MAGISTER ILMU HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2014


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pada proses produksi ada beberapa tahap yang harus dilalui mulai
dari pengumpulan bahan baku sampai menjadi barang setengah jadi
kemudian menjadi barang jadi. Proses produksi ini kemudian dilanjutkan
dengan distribusi dari distributor sampai ke konsumen akhir. Setiap tahap
yang dilalui mengandung margin antara harga dengan biaya produksi.
Dengan demikian konsumen akhir akan membayar sebuah produk dengan
harga yang merupakan akumulasi biaya produksi dan margin pada setiap
tahap yang dilalui.
Integrasi vertikal merupakan perjanjian yang bertujuan untuk
menguasai berapa unit usaha yang termasuk dalam rangkaian produksi
barang dan/atau jasa tertentu. Integrasi vertikal bisa dilakukan dengan
strategi penguasaan unit usaha produksi ke hulu dimana perusahaan
memiliki unit usaha hingga kepenyediaan bahan baku maupun ke hilir
dengan kepemilikan milik usaha hingga distribusi barang dan jasa hingga
kekonsumen akhir.

Integrasi vertikal

mampu

menurunkan

efek

negatif

berupa

membatasi margin ganda sehingga konsumen dapat diuntungkan karena
mendapatkan harga lebih murah. Perusahaan juga melalui pemanfaatan
efisiensi teknis dan efisiensi biaya akan mendapatkan laba yang lebih
besar. Namun demikian integrasi vertikal juga dapat menghambat
persaingan

usaha,


karena

dapat

meningkatkan

biaya

yang

harus

ditanggung pesaing untuk mengakses bahan baku atau jalur distribusi
yang dibutuhkan untuk menjual produknya. Dengan kata lain, integrasi
vertikal dapat menimbulkan hambatan dalam menciptakan persaingan
usaha sehat.
Beragam latar belakang dan alasan terjadinya integrasi vertikal
tersebut oleh pelaku usaha menyebabkan bahwa tidak semua integrasi
vertikal yang terjadi di pasar adalah integrasi vertikal yang anti persaingan
usaha sehingga dilarang. Artinya tidak semua integrasi vertikal itu

dilarang, perlu ada-ada unsur-unsur yang harus diperhatikan sehubungan
dengan memutuskan apakah integrasi vertikal itu dapat dilarang atau
tidak.

Penting kiranya untuk menganalisa faktor-faktor apa sajakah yang
dapat membuat sebuah integrasi vertikal itu dapat dikatan dilarang karena
bersifat anti persaingan usaha. Pada dasarnya beragam alasan terjadinya
integrasi vertikal itu, bahkan ada integrasi vertikal yang terbentuk secara
alami dalam pasar dikarenakan kebutuhan baik pelaku usaha maupun
konsumen untuk meminimalkan margin biaya suatu barang. Oleh karena
itulah penulis tertarik untuk membuat makalah ini yang berjudul “Analisis
unsur-unsur Integrasi Vertikal yang Dilarang”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di atas, penulis
membatasi pembahasan dalam makalah ini dengan perumusan masalah,
yakni sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep terjadinya terjadinya integrasi vertikal?
2. Apa saja hal-hal yang akan diperhatikan terkait dengan analisa
Integrasi Vertikal yang dilarang?
C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini
adalah:
1. Untuk

mengetahui

dan

menganalisa

bagaimana

latar

belakang

terjadinya integrasi vertikal.
2. Untuk mengetahui dan menganalisa apa saja hal-hal yang akan
diperhatikan terkait dengan analisa integrasi vertikal yang dilarang.
D. Manfaat Penulisan

Mengenai manfaat yang diharapkan dari penelitian ini dalam
kerangka teoritis diarahkan mempunyai kegunaan sebagai sumbangan
pemikiran bagi pemahaman ilmu pengetahuan di bidang hukum yaitu
berhubungan dengan hukum acara persaingan usaha serta bagaimana
Analisis unsur-unsur Integrasi Vertikal yang dilarang . Sedangkan secara
praktis

penulisan ini juga bermanfaat bagi masyarakat hukum, baik

mahasiswa, akademisi maupun praktisi hukum, semoga dapat menambah
referensi dan cakrawala berpikir mereka, demi membangun hukum ke
depan ke arah yang lebih baik.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Integrasi Vertikal
Pada proses produksi ada beberapa tahap yang harus dilalui mulai
dari pengumpulan bahan baku sampai menjadi barang setengah jadi
kemudian menjadi barang jadi. Proses produksi ini kemudian dilanjutkan

dengan distribusi dari distributor sampai ke konsumen akhir. Setiap tahap
yang dilalui mengandung margin antara harga dengan biaya produksi.
Dengan demikian konsumen akhir akan membayar sebuah produk dengan
harga yang merupakan akumulasi biaya produksi dan margin pada setiap
tahap yang dilalui.
Integrasi vertikal merupakan perjanjian yang bertujuan untuk
menguasai berapa unit usaha yang termasuk dalam rangkaian produksi
barang dan/atau jasa tertentu. Integrasi vertikal bisa dilakukan dengan
strategi penguasaan unit usaha produksi ke hulu dimana perusahaan
memiliki unit usaha hingga kepenyediaan bahan baku maupun ke hilir
dengan kepemilikan milik usaha hingga distribusi barang dan jasa hingga
kekonsumen akhir.
Integrasi vertikal

mampu

menurunkan

efek


negatif

berupa

membatasi margin ganda sehingga konsumen dapat diuntungkan karena
mendapatkan harga lebih murah. Perusahaan juga melalui pemanfaatan
efisiensi teknis dan efisiensi biaya akan mendapatkan laba yang lebih
besar. Namun demikian integrasi vertikal juga dapat menghambat
persaingan

usaha,

karena

dapat

meningkatkan

biaya


yang

harus

ditanggung pesaing untuk mengakses bahan baku atau jalur distribusi
yang dibutuhkan untuk menjual produknya. Dengan kata lain, integrasi
vertikal dapat menimbulkan hambatan dalam menciptakan persaingan
usaha sehat.
Undang-undang Nomor 5 Tahun1999 mengatur mengenai larangan
mengadakan perjanjian integrasi vertikal yaitu dalam Pasal 14, sebagai
berkut:
“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelak usaha
yang lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang
terrasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu atau
yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau
proses lanjutan baik dalam rangkaian langsung maupun tidak langsung,
yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan
atau merugikan masyarakat.”
Dari ketentuan dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
ini


kemudian

dihubungkan

dengan

penjelasannya

maka

jelasyang

dimaksud dengan “Integrasi Vertikal” adalah penguasaan produksi atas
sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian proses produksi atas

barang tertentu mulai dari hulu sampai hilir atau proses yang berlanjut
atas suatu layanan jasa tertentu oleh pelaku usaha tertentu.
B. Konsep Integrasi Vertikal
Dengan merujuk kepada ketentuan dalam peraturan KPPU No 5

Tahun 2010 maka integrasi vertikal merupakan perjanjian yang terjadi
antara beberapa pelaku usaha yang berada pada tahap produksi/operasi
dan/atau distribusi yang berbeda namun saling terkait.
Mekanisme hubungan antara satu kegiatan usaha dengan kegiatan
usaha lainnya yang bersifat integrasi vertikal dalam persfektif hukum
persaingan usaha khususnya Undang-undang Nomor 5 tahun 1999
digambarkan dalam suatu rnagkaian produksi/operasi yang merupakan
hasil pengelolaan atau proses lanjutan, baik dalam suatu rangkaian
langsung maupun tidak langsung.
Mekanisme hubungan kegiatan usaha yang bersifat vertikal tersebut
dapat dilihat pada skema produksi sebagai berikut yang menggambarkan
hubungan dari atas ke bawah, yang sering disebut dengan istilah dari hulu
(upstream) ke hilir (downstream).

Pemasok

Backward Integration

Manufactur/operasi
Distributor

Forward Integration

Pengecer Gambar 1. Skema Hubungan Vertikal
Berdasarkan skema di atas, tampak bahwa integrasi vertikal dapat
terjadi karena:
a. Antara satu pelaku usaha dengan pelaku usaha lain yang berperan
sebagai pemasok;
b. Antara satu pelaku usaha dengan pelaku usaha lain yang berperan
sebagai pembeli.
Misalnya ketika ada pelaku usaha memproduksi minyak goreng
memperluas cakupan usahanya dengan mengintegrasikan kegiataan
penyediaan CPO (Crude Palm Oil) yang merupakan bahan baku utama dari
produksi minyak goreng. Perusahaan minyak goreng tersebut memutuskan
untuk melakukan perjanjian yang mengikat dengan produsen CPO.
Tindakan perusahaan minyak goreng tersebut disebut sebagai integrasi
vertikal ke belakang atau ke hulu.

Sementara itu kegiatan usaha yang dikategorikan sebagai integrasi
vertikal ke hilir adalah apabila kegiatan tersebut mengintegrasikan
beberapa kegiatan yang mengarah pada penyediaan produk akhir. Sebagai
contoh ketika pelaku usaha yang memproduksi minyak goreng tersebut
memutuskan

untuk

memperluas

cakupan

usahanya

dengan

mengintegrasikan kegiatan distribusi minyak goreng dan toko swalayan
untuk menjual minyak goreng langsung ke konsumen akhir. Perjanjian yang
mengikat antara produsen minyak goreng dengan distributornya serta toko
swalayan digolongkan sebagai integrasi vertikal ke hilir.
Perjanjian yang mengikat antar pelaku usaha yang berada pada
rangkaian produksi yang berurutan dapat mengambil berbagai macam
bentuk. Dalam jangka menengah integrasi vertikal dapat dilakukan pelaku
usaha dengan mengikat diri pada:
a. Suatu penyewaan jangka panjang,
kepemilikan

yang

terjadi

dalam

adalah
proses

melalui
merger

perpindahan
dan

akuisisi.

Kepemilikan atau penguasaan aset perusahaan dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu:
1. Integrasi vertikal melalui

penguasaan

atau

seluruh

aset

perusahaan
2. Integrasi vertikal melalui penguasaan hanya atas sebagian aset
perusahaan
b. Joint Ventures
c. Kemitraan
Pelaku-pelaku usaha yang melakukan integrasi vertikal sebenarnya
tidak sedang saling bersaing di dalam pasar bersangkutan bersama,
sehingga perjanjian integrasi vertikal tidak memiliki pengaruh anti
persaingan secara langsung yang berakibat pada berkurangnya pesaing
horisontal.
Sebaliknya, berdadarkan prinsip dasar teori persaingan dan
dampak

ekonomi,

integrasi

vertikal

umumnya

ditujukan

untuk

meningkatkan efesiensi yang berakibat pada kedekatan kesejahteraan
konsumen akhir. Namun sebaliknya dapat pula menciptakan ekonomi biaya
tinggi/ineficiency, harga dan keuntungan tidak wajar melalui praktik anti
persaingan/monopoli.
C. Alasan Pelaku Usaha Melakukan Integrasi Vertikal
Terdapat beberapa alasan mengapa pelaku usaha melakukan
integrasi vertikal, diantaranya:
a. Efisiensi

Tujuan pelaku usaha melakukan efisiensi melalui integrasi vertikal
adalah mencapai harga yang bersaing dari produk atau jasa yang
dipasarkan.

Efisiensi

dari

integrasi

vertikal

dicapai

melalui

pengurangan penggunaan suatu proses/peralatan teknis (technical
efficiency), penghematan biaya transaksi (transaction cost), dan
pengurangan marjin ganda (double marginalization) atau secara
keseluruhan

meniadakan

biaya-biaya

yang

tidak

perlu

yang

sebenarnya dapat dihindari. Keunggulan teknis dapat dicapai melalui
perbaikan atau peningkatan teknologi sehingga proses manufaktur
atau proses operasi berjalan lebih efisien (penggunaan input yang lebih
kecil dengan hasil yang sama) dan atau lebih produktif (menghasilkan
output yang lebih besar dengan input yang sama).
Efisiensi lain yang dihasilkan dari integrasi

vertikal

adalah

berkurangnya biaya transaksi yang muncul akibat dari aktivitas
transaksi antar tingkatan produksi dan atau distribusi yang berbeda.
Dengan melakukan integrasi vertikal, biaya transaksi tersebut dapat
diinternalkan sehingga perusahaan dapat melakukan penghematan
biaya. Penghematan biaya transaksi tersebut antara lain muncul dari
penghematan biaya ekonomi dalam mencari pasokan bahan baku,
melakukan negosiasi, kontrak, dan pengawasan terhadap pemasok
atau distributor.
Efisiensi juga dapat muncul dari pengurangan marjin ganda yang
dilakukan oleh pelaku-pelaku usaha yang berada pada tingkatan
produksi dan atau distribusi yang saling terkait. Marjin ganda muncul
ketika perusahaan di tiap tingkatan produksi dan atau distribusi yang
berbeda menerapkan marjin untuk memaksimumkan keuntungan.
Dengan adanya integrasi vertikal marjin ganda dapat dihilangkan
dimana marjin hanya diterapkan oleh satu unit bisnis yang telah
melakukan integrasi vertikal.
Efisiensi yang dihasilkan dari kegiatan integrasi vertikal ini berdampak
pada biaya produksi dan biaya organisasi yang lebih rendah, sehingga
pelaku usaha dapat memproduksi barang dan jasa dengan kualitas
yang lebih baik dan biaya yang ditanggung masyarakat menjadi lebih
rendah. Keuntungan ini akan membuat kesejahteraan konsumen
menjadi lebih tinggi, yang merupakan tujuan dari Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999.
b. Kepastian bahan baku dan peningkatan akses ke konsumen

Salah satu tujuan pelaku usaha untuk melakukan integrasi vertikal
adalah upaya untuk mengurangi ketidakpastian pasokan bahan baku
yang dapat muncul. Pelaku usaha memutuskan untuk melakukan
integrasi vertikal ke hulu dengan maksud untuk mengontrol kepastian
pasokan bahan baku. Sedangkan keputusan untuk melakukan integrasi
vertikal ke hilir diarahkan untuk meningkatkan kontrol atas jejaring
distribusi dan pengecer agar akses terhadap konsumen meningkat.
c. Pelaku usaha dapat melakukan transfer pricing
Transfer pricing adalah saat pelaku usaha memberikan harga yang
lebih rendah kepada perusahaan yang terintegrasi dibawahnya dengan
tujuan

membuat

biaya

produksi

lebih

rendah

sehingga

akan

mengakibatkan harga jual yang lebih rendah dibanding pesaingnya
karena biaya produksi yang relatif lebih rendah. Tujuannya adalah
menekan biaya yang terjadi di level terbawah (dari unit ritel ke tangan
konsumen) yang akan menjadi relatif lebih rendah dibandingkan
dengan biaya produk yang tidak berasal dari proses integrasi vertikal.
Dari sisi mekanisme, tindakan transfer pricing merupakan aplikasi
konsep pengurangan marjin ganda yang telah dijelaskan sebelumnya
pada bagian

efisiensi. Pengurangan

marjin

ganda dikategorikan

sebagai efisiensi karena menguntungkan konsumen karena konsumen
membayar barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah.
Transfer pricing dapat memberikan keuntungan kepada pelaku usaha
yang melakukannya karena dapat meningkatkan volume penjualan.
Melalui integrasi vertikal, pelaku usaha juga dapat melakukan subsidi
silang antara perusahaannya. Manfaat subsidi silang didapat ketika
pelaku usaha yang terintegrasi membebankan transfer pricing kepada
anak perusahaannya yang berbeda (menjadi lebih murah) dibanding
dengan biaya yang dibebankan kepada pelaku usaha yang berada di
luar jaringannya. Kerugian akibat pembebanan harga subsidi atau
harga

yang

lebih

murah

tersebut

akan

dikompensasi

melalui

keuntungan penjualan bahan baku ke pelaku usaha yang bukan
merupakan jaringan integrasinya. Sementara pelaku usaha yang tidak
terintegrasi dengan perusahaan tersebut akan menderita kerugian (riil
maupun potensial) akibat adanya subsidi silang yang dilakukan oleh
perusahaan pesaing yang terintegrasi tersebut.
d. Mengurangi atau menghilangkan pesaing di pasar

kegiatan integrasi vertikal tidak memiliki dampak langsung terhadap
proses persaingan yang sedang berjalan di suatu pasar bersangkutan.
Namun demikian dalam beberapa kondisi, integrasi vertikal juga dapat
menimbulkan
langsung

permasalahan

pada

pasar

persaingan

bersangkutan

berupa

tertentu.

dampak

Dalam

tidak

perspektif

persaingan, perusahaan yang melakukan integrasi vertikal akan lebih
mudah mendapatkan kekuatan pasar (market power) karena lebih
efisien serta dapat menjadikan harga barang/jasa lebih murah dan
adanya jaminan distribusi. Oleh sebab itu perusahaan yang terintegrasi
secara vertikal akan mempunyai kemampuan lebih besar untuk
menciptakan hambatan bagi pesaingnya untuk masuk pasar. Dampak
anti persaingan yang muncul berasal dari penyalahgunaan market
power yang meningkat dan peningkatan potensi koordinasi melalui
harga ataupun output. Dampak anti persaingan yang muncul dari
integrasi vertikal akan dibandingkan
dengan efisiensi dan keuntungan lain yang dihasilkan. Tindakan
pengaturan akan diambil jika terbukti kegiatan integrasi vertikal
menghasilkan dampak anti-persaingan yang lebih besar dibanding
efisiensi dan keuntungan lainnya, sehingga menurunkan kesejahteraan
konsumen akhir
D. Pengaturan Mengenai Integrasi Vertikal
Selain ketentuan dalam Pasal 14 Undang-undang Nomor 5 Tahun
1999 pengaturan mengenai integrasi vertikal dapat juga ditemukan pada
berbagai pasal lainnya dalam undang-undang tersebut, yaitu:
1. Pasal 15 mengenai perjanjian tertutup. Integrasi vertikal dapat
dianggap melanggar ketentuan dalam Undang-undang Antimonopoli
apabila perjanjian tersebut mengakibatkan terjadinya pelanggaran
terhadap Pasal 15 yang memuat ketentuan bahwa pihak yang
menerima barang dibatasi dalam hal mendistribusikan barang dan jasa
atau diwajibkan membeli barnag tersebut.
2. Pasal 19 mengenai penguasaan pasar. Interasi vertikal dapat dilakukan
yaitu dengan menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan
kegiatan yang sama di pasar bersangkutan, mengenai konsumen atau
pelanggan pelaku usaha pesaingan, membatasi peredaran barang
dan/atau jasa dan praktik diskriminasi.

3. Pasal 26, dimana integrasi vertikal dapat dilakukan melalui rangkap
jabatan antar dua atau lebih perusahaan yang berada dalam satu
rangkaian produksi secara vertikal
4. Pasal 29, dimana integrasi vertikal dapat dilakukan melalui proses
penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan.
E. Integrasi Vertikal yang Dilarang
Pada awalnya munculnya integrasi vertikal karena pelaku usaha
ingin melakukan efisiensi baik dalam efisiensi biaya maupun efisiensi
rangkaian distribusi, demi meminimalkan margin biaya hingga dapat
mencapai

harga

akhir

dari

suatu

produk

yang

termurah

untuk

mnguntungkan konsumen akhir. Namun, dilain pihak perjanjian integrasi
vertikal juga dapat digunakan pelaku usaha dalam menguasai produksi
suatu barang, baik dari hulu maupun hilir yang merupakan sikap anti
persaingan usaha. Artinya perjanjian integrasi vertikal tidak serta merta
dapat dipersalahkan, kecuali memiliki dampak anti persaingan usaha yang
lebih besar dibanding dampak positif yang dihasilkannya.
Penguasaan produksi suatu produk dapat diartikan sebagai usaha
dari pelaku usaha untuk menguasai pasar. Terdapat dua kegiatan
penguasaan pasar yang paling terkait dengan perjanjian integrasi vertikal
yang dilarang, yaitu:
1. Menolak dan/atau

menghalangi

pelaku

usaha

tertentu

untuk

melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan;
2. Melakukan praktik diskriminisasi terhadap pelaku usaha tertentu.
Integrasi vertikal dapat mempengaruhi kinerja pasar dengan cara
mempengaruhi persaingan, baik dengan perusahaan yang sudah ada di
pasar atau perusahaan potensial yang akan masuk ke pasar. Integrasi
vertikal dapat menghasilkan hambatan untuk masuk ke pasar apabila
tingkat dari integrasi vertikal sangat besar, sehingga pendatang baru pada
suatu pasar hilir harus masuk ke pasar hulu secara bersamaan.
Perusahaan yang melakukan integrasi vertikal dapat membatasi
harga sebesar biaya produksi bahan bakunya, sehingga menghalangi
masuknya

pemain

baru

ke

pasar,

misalnya

dengan

memperbesar

kapasitas pasar. Ketika perusahaan potensial yang akan masuk dapat
dihalangi maka harga dapat diset ulang dengan tingkat harga lebih tinggi.
Dengan demikian kinerja pasar akan menurun, karena terhalangnya
pesaing potensial yang seharusnya masuk ke pasar.
F. Dampak Integrasi Vertikal

Integrasi vertikal dapat memiliki dampak positif yang dihasilkan dari
efisiensi dan dampak negatif yang dihasilkan dari perilaku anti persaingan
usaha. Analisis terhadap dampak anti persaingan usaha yang ditimbulkan
oleh perjanjian integrasi vertikal harus dilakukan secara hati-hati dan
seksama. Untuk membuktikan dugaan pelanggaran terhadap ketentuan
dalam Pasal 14 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, akan melakukan
beberapa tahapan pengujian. Prinsip pengujian yang dilakukan melalui
analisis 3 tahap, yaitu: (1) analisis kemampuan, (2) analisis insentif, (3)
analisis dampak konsumen.
Adapun dampak anti persaingan usaha yang muncul dari integrasi
vertikal sebagai berikut:
a. Dampak Unilateral
Penutupan akses bagi perusahaan asing merupakan bagian dari
strategi meningkatkan biaya pesaing. Dengan meningkatnya biaya
yang harus ditanggung perusahaan pesaing, maka perusahaan pesaing
harus menaikan harga produknya. Penutupan akses ini dapat diakukan
melalui strategi penutupan akses terhadap pasokan bahan baku
penting. Penutupan akses juga dapat dilakukan terhadap perusahaan
yang berperan sebagai pembeli. Penutupan akses di sektor hilir ini
ditujukan sebagai bagian strategi penurunan penjualan pesaing.
b. Dampak Koordinasi
Integrasi vertikan dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk
melakukan koordinasi, baik melalui harga, output, kapasitas maupun
kualitas.
Dengan demikian kegiatan integrasi vertikal dapat dilarang menurut
ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, yaitu:
a. Integrasi vertikal yang menutup akses terhadap pasokan barang
penting,
b. Integrsi vertikal yang menutup akses terhadap pembeli utama,
c. Integrasi vertikal yang digunakan sebagai sarana untuk koordinasi
kolusi.
G. Hal-hal

yang

Diperhatikan

Terkait

dengan

Analisa

Integrasi

Vertikal yang Dilarang.
Berdasarkan peraturan KPPU Nomor 5 Tahun 2010, terdapat hal-hal
yang akan diperhatikan terkait dengan analisa pelarangan integrasi
vertikal sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 14 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999, yaitu sebagai berikut
a. Analisa Struktur

Pada analisa pelarangan integrasi vertikal, pemahaman mengenai
struktur pasar dan posisi perusahaan yang terkait dalam perjanjian
integrasi vertikal dalam sebuah pasar merupakan langkah pertama
yang akan dilakukan oleh Komisi.
Komisi akan memulai analisis dengan menitikberatkan pada strutur
pasar dan aspek pasar lainnya yang berkaitan dengan perolehan dan
pengelolaan market power. Unsur-unsur pasar yang menjadi pokok
analisis sebagai berikut, namun tidak terbatas pada:
1. Pasar
Besarnya market power yang dimiliki oleh suatu perusahaan dapat
dilihat dari besarnya penguasaan pasar oleh perusahaan tersebut.
Indikator penguasaan pasar terletak pada besarnya pangsa pasar
perusahaan di pasar bersangkutan. Untuk menilai seberapa besar
tingkat dominasi yang dimiliki oleh perusahaan yang terintegrasi
vertikal diperlukan pendefinisian pasar bersangkutan yang tepat.
Cakupan pasar yang bersangkutan dapat dilihat dari dimensi produk
dan dimensi wilayah.
2. Tingkatan hambatan masuk
Market power yang dimiliki oleh perusahaan juga dapat dinilai
dengan tingkat hambatan masuk ke dalam pasar. Jika perusahaan
potensi dapat masuk ke dalam pasar tanpa kesulitan , maka
perusahaan potensial dapat menjadi pesaing perusahaan dominan
yang ada di pasar. Hal itu akan membatasi penyalahgunaan posisi
dominan

.

perjanjian

integrasi

vertikal

akan

menimbulkan

persaingan usaha yang tidak sehat apabila perusahaan yang
terintegrasi

vertikal

tersebut

melakukan

perbuatan

yang

menghambat masuknya perusahaan potensial ke dalam pasar.
3. Karakteristik produk dan biaya
Unsur yang menjadi pokok analisa misalnya apakah input yang
terintegrasi vertikal adalah input yang sangat penting , apakah
biaya

yang

dikeluarkan

untuk

memperoleh

input

tersebut

mendominasi penentuan harga pokok penjualan, dan apakah
terdapat alternatif lain untuk mendapatkan input tersebut.
b. Analisis biaya dan manfaat
Ada dua analisis biaya dan manfaat yang dipergunakan; pertama,
analisis biaya manfaat yang difokuskan pada biaya dan manfaat yang
diperoleh perusahaan; kedua, analisis niaya dan manfaat yang diperoleh
oleh masyarakat.

Analisis biaya manfaat yang diperoleh perusahaan, diperlukan untuk
melihat apakah strategi yang dilakukan perusahaan yang terintegrasi
vertikal untuk mengurangi tingkat persaingan usaha di pasar secara
ekonomi adalah rasional. Dalam hal ini komisi akan melakukan analisis
biaya manfaat ini untuk menilai apakah perusahaan yang terintegrasi
vertikal mempunyai insentif untuk melakukan tindakan penutupan akses
terhadap input.
Analisis biaya manfaat yang diperoleh oleh masyarakat dilakukan untuk
menilai apakah tindakan anti persaingan usaha yang dilakukan oelh
perusahaan yang terintegrasi vertikal memiliki dampak anti persaingan
usaha lebih besar dibanding dampak positif yang muncul dari adanya
efisiensi.

Analisis

ini

terutama

ditujukan

untuk

melihat

apakah

perusahaan yang terintegrasi vertikal telah melakukan perbuatan yang
mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat dan/atau merugikan
masyarakat.

BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari uraian di atas adalah
sebagai berikut:
1. Dengan merujuk kepada ketentuan dalam peraturan KPPU No 5 Tahun
2010 maka integrasi vertikal merupakan perjanjian yang terjadi antara
beberapa pelaku usaha yang berada pada tahap produksi/operasi
dan/atau distribusi yang berbeda namun saling terkait. Mekanisme
hubungan antara satu kegiatan usaha dengan kegiatan usaha lainnya
yang bersifat integrasi vertikal dalam persfektif hukum persaingan
usaha khususnya Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 digambarkan
dalam

suatu

rnagkaian

produksi/operasi

yang

merupakan

hasil

pengelolaan atau proses lanjutan, baik dalam suatu rangkaian langsung
maupun tidak langsung.Mekanisme hubungan kegiatan usaha yang
bersifat vertikal tersebut dapat dilihat pada skema produksi sebagai
berikut yang menggambarkan hubungan dari atas ke bawah, yang
sering

disebut

dengan

istilah

dari

hulu

(upstream)

ke

hilir

(downstream).
2. Berdasarkan peraturan KPPU Nomor 5 Tahun 2010, terdapat hal-hal
yang akan diperhatikan terkait dengan analisa pelarangan integrasi
vertikal sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 14 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999, yaitu sebagai berikut
a. Analisa Struktur
Pada analisa pelarangan integrasi vertikal, pemahaman mengenai
struktur pasar dan posisi perusahaan yang terkait dalam perjanjian
integrasi vertikal dalam sebuah pasar merupakan langkah pertama
yang akan dilakukan oleh Komisi.
Komisi akan memulai analisis dengan menitikberatkan pada strutur
pasar dan aspek pasar lainnya yang berkaitan dengan perolehan

dan pengelolaan market power. Unsur-unsur pasar yang menjadi
pokok analisis sebagai berikut, namun tidak terbatas pada:
1. Pasar
Besarnya market power yang dimiliki oleh suatu perusahaan dapat
dilihat dari besarnya penguasaan pasar oleh perusahaan tersebut.
Indikator penguasaan pasar terletak pada besarnya pangsa pasar
perusahaan di pasar bersangkutan. Untuk menilai seberapa besar
tingkat dominasi yang dimiliki oleh perusahaan yang terintegrasi
vertikal diperlukan pendefinisian pasar bersangkutan yang tepat.
Cakupan pasar yang bersangkutan dapat dilihat dari dimensi produk
dan dimensi wilayah.
2. Tingkatan hambatan masuk
Market power yang dimiliki oleh perusahaan juga dapat dinilai
dengan tingkat hambatan masuk ke dalam pasar. Jika perusahaan
potensi dapat masuk ke dalam pasar tanpa kesulitan , maka
perusahaan potensial dapat menjadi pesaing perusahaan dominan
yang ada di pasar. Hal itu akan membatasi penyalahgunaan posisi
dominan

.

perjanjian

integrasi

vertikal

akan

menimbulkan

persaingan usaha yang tidak sehat apabila perusahaan yang
terintegrasi

vertikal

tersebut

melakukan

perbuatan

yang

menghambat masuknya perusahaan potensial ke dalam pasar.
3. Karakteristik produk dan biaya
Unsur yang menjadi pokok analisa misalnya apakah input yang
terintegrasi vertikal adalah input yang sangat penting , apakah
biaya

yang

dikeluarkan

untuk

memperoleh

input

tersebut

mendominasi penentuan harga pokok penjualan, dan apakah
terdapat alternatif lain untuk mendapatkan input tersebut.
b. Analisis biaya dan manfaat
Ada dua analisis biaya dan manfaat yang dipergunakan; pertama,
analisis biaya manfaat yang difokuskan pada biaya dan manfaat
yang diperoleh perusahaan; kedua, analisis niaya dan manfaat
yang diperoleh oleh masyarakat.
Analisis biaya manfaat yang diperoleh perusahaan, diperlukan
untuk melihat apakah strategi yang dilakukan perusahaan yang
terintegrasi vertikal untuk mengurangi tingkat persaingan usaha di
pasar secara ekonomi adalah rasional. Dalam hal ini komisi akan
melakukan analisis biaya manfaat ini untuk menilai apakah
perusahaan yang terintegrasi vertikal mempunyai insentif untuk
melakukan tindakan penutupan akses terhadap input.

Analisis biaya manfaat yang diperoleh oleh masyarakat dilakukan
untuk menilai apakah tindakan anti persaingan usaha yang
dilakukan oelh perusahaan yang terintegrasi vertikal memiliki
dampak anti persaingan usaha lebih besar dibanding dampak
positif yang muncul dari adanya efisiensi. Analisis ini terutama
ditujukan untuk melihat apakah perusahaan yang terintegrasi
vertikal

telah

melakukan

perbuatan

yang

mengakibatkan

persaingan usaha tidak sehat dan/atau merugikan masyarakat.

DAFTAR BACAAN

http://www.kppu.go.id/docs/Pedoman/draft_pedoman_larangan_integrasi_vertik
al.pdf
Rahadi Usma, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Sinar Grafika, Jakarta:
2013.
Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha (Teori dan Praktiknya di
Indonesia). Rajawali Pers, Jakarta: 2010.

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63