Nyarwi The Freedom of The Press and Public Interest

Kebebasan Pers dan Kepentingan Publik

Nyarwi

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Jalan Sosio Justisia No.1, Bulaksumur, Yogyakarta 55281

HP. 081387110170, e-mail: [email protected]

Abstract

Post New Order Regime Soeharto, the media took rule as a four estate of Indonesian democracy. How are the local dynamic between press freedom and public interest in Province of Nangroe Aceh Daarussalam (NAD) facing the Qonun Media Islam? This paper will elaborate on dynamic contestation of press freedom and public interest based on local study case in Province of Nangroe Aceh Daarussalam challenging the three important thing: (1) the contestation of press freedom as a part modern democratic values in the field of decentralization and special autonomy of Province NAD; (2) the dynamic contestation of press freedom and public interest’s concept between goverment’s actor, political parties, media and civil society; (3) the contesta- tion between press freedom as part of modern democratic concept and local Islamic law as well as regulated by UU PA. Based on case method, I concluded that the root contestation of press fredom and public interest based on; (1) different intrepretation of democratic values and local Islamic Law among local government, political parties, media and civil society; (2) paradoxs between the regulation of democratic decentralization and special authonomy of Nangroe Aceh Daarussalam Province and National Media Regulation System.

Abstrak

Pasca rezimOrde Baru Soeharto, media memiliki peran penting sebagaipilar keempat demokrasi di Indonesia. Dinamika antara kebebasan pers dan kepentingan publik di level lokal terkait dengan rencana pemberlakuan Qonun Media Islami di Propinsi NangroeAceh Daarussalam (NAD). Penelitian ini hendak mengelaborasi tiga hal penting: (1) kontestasi kebebasan pers sebagai salah satu bagian dari nilai-nilai demokrasi—dalam arena dan desentrasi dan otonomi khusus di Propinsi NAD; (2) kontestasi konsep kebebasan pers dan kepentingan publik antara aktor Negara atau Pemerintah Daerah, partai politik (parpol), civil society; (3) kontestasi kebebasan pers dan syariat Islam lokal sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA). Dengan menggunakan metode studi kasus, saya menyimpulkan bahwa akar kontestasi antara kebebasan pers dan kepentingan publik bersumber dari dua hal: (1) adanya interpretasi dan sudut pandang yang berbeda terhadap nilai-nilai demokrasi dan nilai syariat Islam antara Negara atau Pemerintah Daerah, parpol, media dan masyarakat sipil; (2) adanya paradoks regulasi yang mengatur sistem desentralisasi dan otonomi khusus di Propinsi NAD dan regulasi sistem media nasional.

Kata kunci: kebebasan pers, kepentingan publik, qonun media Islami

2 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 9, Nomor 1, Januari - April 2011, halaman 1 - 15

Pendahuluan

gaimana kontestasi kebebasan pers dan kepen- tingan publik seiring dengan pemberlakukan

Kebebasan pers merupakan salah satu Qanun Media Islami di Propinsi Nangroe Aceh prasarat mendasar dalam demokratisasi. Kebe- Daarussalam (NAD)? basan pers, kepentingan publik dapat direpresen-

Penelitian ini hendak mengelaborasi tiga tasikan melalui media secara demokratis. Tafsir hal penting yaitu; Pertama, kontestasi antara ke- tentang kebebasan pers dalam negara demokrasi bebasan pers sebagai arena bagian nilai-nilai de- ini menyimpan berbagai dilema. Kebebasan pers mokrasi dalam arena desentralisasi dan otonomi dalam praktiknya justru dianggap belum sepenuh- khusus di Propinsi Nangroe Aceh Daarussalam; nya sejalan dengan kepentingan publik.

Kedua, kontestasi antara kebebasan pers dan Pada konteks inilah persoalan interpretasi kepentingan publik terkait dengan pemberlakuan konsep, praktik kebebasan pers (press freedom), Qonun Media Islami di Propinsi Nangroe Aceh dan kepentingan public (public interest) semakin Daarussalam; Ketiga, paradoks regulasi konsep mengemuka. Masing-masing aktor dan pelaku kebebasan pers dan kepentingan publik di Propinsi dalam industrimedia dan publik seringkalimemiliki NAD berdasarkan UU No.11 Tahun 2006 tentang pemahaman, interpretasi, dan konseptualisasi yang PemerintahanAceh dengan UU No.40 Tahun 1999 berbeda tentang kebebasan pers dan kepentingan tentang Pers dan UU No.32 tentang Penyiaran? publik tersebut. Konseptualisasi, interpretasi, pe-

mahaman, dan praktik kebebasan pers serta aktu- Dilema Kebebasan Pers dan Kepentingan alisasikepentingan publik ini dipengaruhi oleh seja- Publik

rah, kebudayaan, dan perkembangan demokrasi Konsep kebebasan pers sering berben- di suatu wilayah masing-masing.

turan dengan kepentingan publik; Pertama, pene- Peristiwa yang berkembang diAceh, men- litian yang dilakukan oleh Pearson (2007) diAus- jadi menarik karena media, publik, elit politik, dan tralia menunjukkan bagaimana kebebasan pers kalangan tokoh masyarakat memiliki konsep- sering berbenturan dengan hak-hak individu seperti tualisasi, interpretasi, pemahamandan praktik yang reputasi personal, privasi dan juga isu-isu krusial beragam tentang kebebasan pers serta kepen- menyangkut keamanan nasional. Dalam kenya- tingan publik Aceh terutama pasca ditetapkannya taannya yang ada adalah sebuah retorika tentang UU No. 11 tahun 2007 tentang PemerintahanAceh kebebasan pers yang konon sejalan dengan kepen- dan rencana penyusunan qonun media atau pers tingan publik dibandingkan dengan praktik ke- Islami.

bebasan pers yang benar-benar memperjuang- Kontestasi kebebasan pers dan kepen- kan kepentingan publik. tingan publik pasca reformasi semakin menguat di

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Propinsi NangroeAceh Daarussalam. Persepsi dan Kaarle Nordenstreng (2007) mengkaji bagaimana interpretasi yang melahirkan konseptualisasi dan kebebasan pers sering hadir sebagai sebuah mitos praktik kebebasan pers ini semakin terlihat setelah belaka dalam negara demokrasi. Nordenstreng rencana penyusunan “qonun” (peraturan daerah) (2007) mengelaborasi bagaimana konsep kebe- mengenai media yang merepresentasikan nilai-nilai basan pers terkait dengan tiga hal; (1) bagaimana Islam. Dengan kata lain, nilai-nilai Islam bagi ma- perkembangan konsep kebebasan pers yang dika- syarakat Aceh telah dianggap sebagai nilai utama itkan dengan paham liberalisme yang menge- dan bersama (common values) serta nilai-nilai depankan “free marketplace of ideas”; (2) ko- universal yang merepresentasikan kepentingan mitmen UNESCO dalam menjalankan misinya publik. Konsekuensinya muncul sejumlah pan- mempromosikan kebebasan informasi; (3) Dekla- dangan agar nilai-nilai tersebut mewarnai praktik rasi universal Hak Asasi Manusia yang membe- kebebasan pers sesuai dengan syariat Islam dan rikan jaminan terhadap kebebasan pers dan ke- adat-istiadat atau kebudayaan masyarakat Aceh. bebasan informasi. Menurut Nordenstreng (2007),

Mengacu pada latar belakang tersebut, konsep kebebasan yang melekat pada institusi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ba- media merupakan konsep yang problematis terkait Mengacu pada latar belakang tersebut, konsep kebebasan yang melekat pada institusi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ba- media merupakan konsep yang problematis terkait

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Bonnie Brennen (2000) juga mengelaborasi se- putar pemikiran Louis Althusser terkait dengan komunikasi dan kebebasan. Menurut Brennen (2000), pemahamanAlthusser tentang kebebasan merupakan sebuah kreasi ideologi yang tidak hanya dimaksudkan untuk memberikan peran ideologi tertentu dalam melahirkan konstruksi hubungan sosial yang bersifat khusus, akan tetapi sebagai dasar untuk menanyakan kompleksitas saling pengaruh antara media, masyarakat, dan nilai-nilai kebebasan itu sendiri. Kepentingan publik pada mulanya merupakan legitimasi dasar yang melahirkan adanya kebebasan pers. Dalam prak- tiknya, atas nama kepentingan publik, negara atau pemerintahan juga sering membatasi kebebasan pers. Negara menggunakan media sebagai arena propaganda yang dimaksudkan untuk menjaga kepentingan publik.

Publik menjadi kata yang terbuka untuk diintrepretasikan. Negara atau pemerintah, ma- syarakat, dan media bisa mendapatkan legitimasi atas hak dan tindakannya atas nama publik dan kepentingan publik. Konsep kepentingan publik membuka ruang interpretasi yang beragam antara negara, individu, dan masyarakat, termasuk juga oleh media.

Ada sejumlah definisi yang terus menjadi kontroversi dalam memaknai konsep publik. Menurut Wolfgang Donsbach and Michael W. Traugott (2008:1) konsep publik sudah lama dielaborasi oleh para ilmuwan sosial, humaniora, filsafat dan ilmuwan politik. Jurgen Habermas (1962) mengemukakan empat sudut pandang dalammendefinisikan publik;(1) dari aspek hukum (judicial), terkait dengan hak dan akses publik; (2) dari aspek politik, terkait dengan kepentingan publik (public interest); (3) dari aspek represen- tasional, terkait dengan peristiwa yang mencer- minkan eksistensi publik; dan (4) dari aspek ko-

munikasi, terkait dengan tindakan komunikasiyang dilakukan dari, oleh, dan untuk publik.

Negara demokrasi selalu hadir dengan kebebasan pers untuk mengawal kepentingan publik. Media dan publik menjadi dua sisi mata uang yang saling melekat. Menurut Thomas Meyer, ada tiga dimensi terkait dengan pola relasi antara media dan publik yaitu; Pertama, media dapat menjadi ruang publik bagi terjadinya interaksi politik ikut mempengaruhi pembentukan sistem komunikasi politik di kalangan publik. Pemben- tukan karakter dan agenda politik berlangsung yang secara terbuka; Kedua, media tidak hanya menjadi cermin dari kehidupan politik tetapi melakukan generalisasi realitas politik, meng- konstruksi realitas politik sebagai sesuatu yang bersifat kompleks dan mengundang antusiasme respon publik; Ketiga, konstruksi realitas media atas dunia politik secara aktif akan memperkuat komitmen pencapaian tujuanpolitik idealdaripartai politik atau politisi dan kontrol publik yang tajam atas proses itu (Meyer, 2002).

Kontestasi Kebebasan Pers dan Kepentingan Publik

Media massa di manapun memiliki tanggung jawab esensial bagi kehidupan sosial, budaya dan politik yang semestinya memberikan manfaat positif bagi publik (McQuail, 1992:70- 71). David Croteau and William Hoynes(2000 :

20) menjelaskan ada tiga model pola relasi media terkait dengan institusi publik yaitu; Pertama, model pola relasiantar intsitusi, misalnya interaksi antara industri media dan pemerintah; Kedua, model pola relasi yang berlangsung didalam insti- tusi, dalam hal ini melibatkan interaksi peran dan posisi masing-masing bagian atau unit dalam insti- tusi media dan supporting system media. Ketiga, model pola relasi antara institusi-institusi dengan masing-masing individu yang menjadi bagian dari kelompok-kelompok sosial, termasuk di sini an- tara media dan audiens.

Menurut David Croteau and William Hoynes (2000 : 22-23), ada tiga arena pola hu- bungan institusi media dan lingkungan industri me- dia yaitu; Pertama, model pola hubungan yang berkembang antar institusi. Sejumlah pertanyaan

Nyarwi, Kebebasan Pers dan Kepentingan Publik

4 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 9, Nomor 1, Januari - April 2011, halaman 1 - 15

penting disini misalnya, bagaimana institusidi luar Sebaliknya, ruang publik model diskursif adalah media—seperti pemerintah, civil society, parpol ruang publik ideal di mana kebebasan diskursus dan korporasi mempengaruhi industri media? dalam ruang publik didukung oleh adanya egali- Bagaimana industri media juga mempengaruhi tarian dan kesetaraan antar aktor yang ada di institusi di luar media—seperti pemerintah civil dalamnya. society, parpol, dan korporasi?

Ruang publik model diskursif ini sebe- Kedua, model pola hubungan yang ber- narnya merupakan ruang publik yang idealdi mana kembang di dalam institusi. Dalam hal ini struktur kebebasan pers akan terjamin dan akan cenderung industri media mempengaruhi produk kerja dan sejalan dengan kepentingan publik. Model seperti juga individu pekerja media? Bagaimana produk ini sangat sulit diwujudkan. Hal yang sering hadir kerja dan individu pekerja media mempengaruhi dalam negara demokrasi adalah ruang publik struktur industri media tersebut?

model liberal di mana masih membuka ruang ada- Ketiga, model pola hubungan yang ber- nya dominasi arus kekuasaan yang bersumber dari kembang antara institusimedia dan publik. Dalam nilai-nilai tertentu—baik ekonomi, politik, agama, hal ini, bagaimana industri-industri media mempe- adat dan lain-lain—kian mendominasi dalam ngaruhi audiens melaluisejumlah pesan, berita atau diskursus di ruang publik tersebut. program-program tayangan yang disampaikan?

Peristiwa yang berlangsung di Aceh Bagaimana kalangan audiens tersebut menafsirkan merupakan pembahasan yang terkait dengan feno- dan menggunakan pesan, berita atau program- mena tersebut. Dalam konteks ini kebebasan pers program tayangan yang disampaikan?

yang merupakan nilai-nilai universal sebagai Secara umum, keduanya berlangsung da- prasyarat utama demokrasi mendapatkan beragam lam pengaruh tarikan arus kuat dua mainstream tanggapan dari nilai-nilai yang dianggap dominan utama yaitu Market Model dan Public Sphere di wilayah tersebut, yaitu nilai-nilai Islam. Muncul- Model. Dua kecenderungan orientasi antara nya sejumlah gagasantentang kemungkinan adanya public sphere model dan market model yang di- qonun (perda) yang mengatur media IslamidiAceh tunjukkan dengan sembilan indikator di atas men- menunjukkan tidak menutup kemungkinan adanya jadi hal dilematis dalam menjamin kelangsungan potensi benturan adanya kebebasan pers dan kebebasan pers dan kepentingan publik.

kepentingan publik diAceh. Konstruksi kebebasan pers dan kepen-

tingan publik yang hadir dalam sebuah negara de- Metode Penelitian

mokrasi tergantung pada bagaimana kondisi ruang publik yang tercipta di dalamnya (Seyla Benhabib

Penelitian ini menggunakan metode studi dalam Craig Calhoun, 1992:73). Menurut Craig kasus. Sebagai salah satu metode dalam ranah Calhoun ada tiga modelkecenderungan konstruksi metode penelitian kualitatif, Bogdan dan Taylor ruang publik; (1) konsep ruang public agonistic menjelaskan bahwa metode penelitian ini dapat (agonistic concept of public sphere); (2) model menghasilkan data deskripsi dari fenomena yang ruang publik liberal (liberal model of public diamati. Selain itu, metode penelitian ini dimaksud- sphere) dan (3) ruang publik diskursif (discursive kan untuk memahami gejala sosial secara holistik. model of public sphere) (Seyla Benhabib, Metode penelitian kualitatif juga dimaksudkan 1992:74-98).

untuk memahami fenomena sosial dengan menge- Ruang public agonistic biasanya eksis laborasi alasan tindakan sosial atau makna sosial dalam rezim otoriter, sedangkan ruang publik (reasons, social meanning) (Moleong, 2010:4). modelliberaldan ruang publik modeldiskursifhadir

Metode penelitian studikasus ini digunakan dalam rezim demokratis. Ruang publik liberal untuk menjelaskan pada aspek how dan why (Yin, ditandai dengan kebebasan diskursus dalam ruang 1996: 1). Pada fenomena ini; Pertama, bagaimana publik, namun tidak ada garansi terhadap aspek kontestasi kebebasan pers dan kepentingan publik egalitarian dan kesetaraan antara aktor atau warga seiring dengan rencana pemberlakuan Qonun negara dalam berdiskursus dalam ruang publik. Media Islami di Propinsi Nangroe Aceh Daarus-

Nyarwi, Kebebasan Pers dan Kepentingan Publik

salam? Kedua, mengapa terjadikontestasi konsep kebebasan pers dan kepentingan publik di Propinsi 1. PENYUSUNAN DESAIN RISET

AWAL ( NARASUMBER DAN TOR

Nangroe Aceh Daarussalam? PERTANYAAN ) Adapun pengumpulan data penelitian ini

dilakukan dengan wawancara mendalam (depth

DESAIN

interview). Wawancara mendalam dilakukan ter- 2. DISKUSI DENGAN

RISET NARASUMBER UTAMA

hadap narasumber kunci (key informant). Infor- man kunci yang diwawancarai secara mendalam terdiri atas elit pengambil kebijakan dan orang

3. DESAIN RISET FINAL

yang paham tentang dunia pers di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Secara umum, proses dan ta- hapan riset ini terdiri atas tiga bagian besar. Gam-

bar 1 menyajikan proses dan tahapan riset. Wa- 4. WORKSHOP / PELATIHAN UNTUK

PEWAWANCARA

wancara dilakukan secara langsung dengan nara-

WAWANCARA

sumber. Ada lima jenis narasumber yang menjadi sumber data dalam penelitian ini. Pertama, pekerja

5. WAWANCARA LAPANGAN

media atau jurnalis. Kedua, pejabat pemerintah yang terkait penyusunan dan pengambilan kebi- jakan serta pelaksanaan Perda Qonun Media

Islami. Ketiga, kalangan Dewan Perwakilan 6. KODING DAN REKAP DATA Rakyat Daerah (DPRD)Aceh yang terkait dengan

ANALISIS

proses penyusunan Perda Qonun Media Islam. DATA Keempat, tokoh masyarakat dan tokoh agama di

7. ANALISIS DAN PENULISAN LAPORAN

Aceh. Kelima, para akademisi dan pengamat media, komunikasi dan kebudayaan di Nangroe

Gambar 1. BaganAlir Proses dan Tahapan Riset

Aceh Daarussalam. Masing-masing narasumber berjumlah empat orang. Semua informan kunci kalangan pendukung penerapan syariat Islam di yang diwawancarai adalah 20 orang narasumber Aceh. Berpijak dari UU No.44 tahun 1999 ini penting di NangroeAceh Darussalam (NAD).

kemudian melahirkan serangkaian peratutan dae- rah lainnya. Peraturan daerah yang lahir kemudian

Hasil Penelitian dan Pembahasan

seperti Peraturan Daerah No. 3 tahun 2000 ten- tang Majelis Permusyawaratan Ulama, yang diun-

Kontestasi Nilai-Nilai Demokrasi dalam dangkan pada tanggal 22 Juni 2000. Selain itu,

Arena Desentralisasi dan Otonomi Khusus

Peraturan Daerah No.5 tahun 2000 tentang pe- laksanaan syariat Islam yang diundangkan pada

Pasca disahkannya Undang-Undang (UU) tanggal 25 Agustus 2000. Bersamaan dengan No.11 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Aceh, perda tersebut, lahir pula Perda no.6 tahun 2000 euforia qonun (perda) terus berlangsung diAceh. tentang penyelenggaraan pendidikan dan juga Dengan adanya UUPAtersebut, keistimewaan dan Perda No.7 tahun 2000 tentang penyelenggaraan kekhususan Aceh ditafsirkan telah mendapatkan kehidupan adat (Panggabean, 2006). payung hukum yang kuat untuk menjalankan tata

Langkah pengundangan UU No.44 tahun pemerintahan dan juga pemberlakukan syariat 1999 oleh pemerintah pusat dinilai belum berhasil Islam diAceh.

memenuhi aspirasi masyarakat Aceh. Maka dua Pasca reformasi pemerintah pusat pernah tahun kemudian, Pemerintah Pusat mengeluarkan mengeluarkan UU No.44 tahun 1999 tentang pe- UU No.18 tahun 2001 tentang Provinsi Nangroe nyelenggaraan keistimewaan Provinsi Daerah Aceh Darussalam(NAD). UU ini mengatur lebih

IstimewaAceh. UU ini bermula daripengajuan usul jauh tentang otonomi khusus bagi NAD. Bebe- inisiatif anggota DPR asal Aceh. Pemberlakuan rapa hal yang diatur seperti Mahkamah Syariat, UU No. 44 tahun 1999 disambut gembira oleh Qonun, Lambang Daerah, Zakat sebagai pema-

6 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 9, Nomor 1, Januari - April 2011, halaman 1 - 15

sukan daerah, kepolisian dengan ciri khas Aceh, rangan Minuman Khamar dan Sejenisnya. Ketu- Kepemimpinan Adat dan lainnya. UU ini diun- juh, Qonun No.13 tahun 2003 tentang Maisir dangkan pada tanggal 9 Agustus 2001. Kebera- (Perjudian). Kedelapan, Qonun No.14 tahun daan UU ini dinilai menjadi pendorong yang mela- 2003 tentang Khalwat (Mesum). Kesembilan, tarbelakangi pengimplementasian syariat Islam Qonun Provinsi NAD No.7 tahun 2004 tentang dalam bentuk yang luas—sering disebut dengan Pengelolaan Zakat. Kesepuluh, Qonun No.11 “pelaksanaan syariat Islam secara kaffah”.

tahun 2004 tentang tugas fungsional Kepolisian Panggabean (2006) melihat bahwa NAD. berdasarkan tinjauan dari berbagai qonun dan

Pada awal Maret 2003, pengadilan agama rancangan qonun yang hendak disusun di Aceh di NAD dikonversi menjadi Mahkamah Syariat. memperlihatkan adanya ambisi legislatif untuk Mahkamah ini dibentuk berdasarkan Keppres memasukkan dan mengatur konsepsi syariat Is- No.11 tahun 2003, dan UU NAD No.18 tahun lam ke dalam legislasi. Pendifinisian syariat Islam 2001, yang selanjutnya diatur dalam Qonun secara luas—yakni tuntutan ajaran Islam dalam No.10 tahun 2002. Adapun jumlah mahkamah segala aspek kehidupan—menjadikan kekuatan syariat yang diresmikan pada waktu itu ada 20 justifikasi bagi agenda kalangan legislatif. Kalangan buah, yaitu: Mahkamah Syariat Provinsi, Mah- legislatif belum memikirkan apakah berbagai kamah Syariat Banda Aceh, Janto, Sigli, Lhok- ketentuan yang dibuat mampu diterapkan atau sukon, Lhokseumawe, Calang, Meulaboh, selaras dengan kehendak dan kondisi aktual ma- Kutacane, Tapak Tuan, Bireun, Pidie, Kuala syarakat Aceh.

Simpang, Sinabang, Singkil, Meuredu, Langsa, Berdasarkan UU No.18 tahun 2001, be- Takengon, Sabang, dan Blang-kajeren. berapa institusi birokrasidibentuk melalui sejumlah

Wacana penerapan Mahkamah Syariat perda. Dinas Syariat Islam Provinsi NAD dibentuk tersebut menyurut ketika Pemerintah Pusat kembali berdasarkan Perda No.33 tahun 2001. Dinas ini menerapkan Operasi Militer terpadu dengan bertugas sebagai penanggung jawab perencanaan Pemerintahan Darurat Militer di NAD pada tanggal dan pelaksanaan syariat Islam di NAD, terutama

19 Mei 2003. Gerakan separatisme GAM yang dalam kaitannya dengan penyiapan rancangan semakin meluas, dan gagalnya serangkaian upaya qonun pengamalan syariat Islam, pembentukan perundingan RI-GAM—yang dikenal sebagai mahkamah syariat di seluruh Aceh, penyiapan kesepakatan Penghentian Permusuhan (CoHA, tenaga dan sarananya,membantu dan menata pe- Cessation of Hostilities Agreement)—menye- nyelenggaraan peribadatan, mengawasi pelak- babkan Pemerintahan RI mengambil keputusan sanaan syariat Islamserta memberi bimbingan dan tersebut. penyuluhan tentang pelaksanaan syariat Islam.

Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Selain itu, Pemerintah NAD juga membentuk Yudhoyono-Jusuf Kalla (SBY-JK) Operasi Militer Bagian syariat Islam di Kantor Gubernur dan terpadu dengan Pemerintahan Darurat Militer di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bap- NAD berakhir setelah disepakatinya MoU Hel- peda) Provinsi.

sinki. Pemerintah pusat kemudian merespon MoU Setelah berlakunya UU No.18 tahun 2001 Helsinki tersebut dengan kebijakan otonomi khu- muncul beberapa perda dan qonun. Pertama, sus untuk NAD melaluipayung hukummelalui UU Perda No.5 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan No.11 tahun 2007 tentang Pemerintahan Aceh Syariat Islam. Kedua, Perda No.6 tahun 2000 (UUPA). Pilkada langsung kemudian digelar untuk tentang penyelenggaraan pendidikan. Ketiga, menghasilkan para kepala daerah atau wakil ke- Perda No.7 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan pala daerah diAceh, baik pada level propinsi, dan Kehidupan Adat. Keempat, Qonun no.10 tahun kabupaten atau kota. 2002 tentang Mahkamah Syariat. Kelima, Qonun

Euforia qonun terkait dengan pelaksanaan No.11 tahun 2002 tentang Pelaksanaan syariat Is- syariat IslamdiAceh juga terus berlanjut. Kalangan lam bidang Aqidah, Ibadah, dan Syiar Islam. legislatif di Aceh terus bekerja untuk menyusun Keenam, Qonun No.12 tahun 2002 tentang La- sejumlah Qonun yang dianggap sangat diperlukan

Nyarwi, Kebebasan Pers dan Kepentingan Publik

Keputusan presiden No 11

UU No.18 tahun 2001 tentang Provinsi Nangroe

Tahun 2003

Aceh Darussalam(NAD)

Dinas Syariat Islam Provinsi NAD dibentuk berdasarkan Perda No.33 tahun 2001 Majelis Permusyawaratan Ulama dibentuk berdasarkan Perd No.3 tahun 2000 Perda No.5 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syariat

Islam Perda No.6 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Perda No.7 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan

Kehidupan Adat Qonun No.11 tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam bidang Aqidah, Ibadah, dan Syiar Islam

Qonun No.12 tahun 2002 tentang Larangan Minuman Khamar dan Sejenisnya

Qonun No.13 tahun 2003 tentang Maisir (Perjudian) Qonun No.14 tahun 2003 tentang Khalwat (Mesum) Qonun Provinsi NAD No.7 tahun 2004 tentang Pengelolaan

Zakat. Qonun No.11 tahun 2004 tentangtugas fungsional Kepolisian

NAD Qonun no.10 tahun 2002 : Pengadilan agama di NAD

dikonversi menjadi Mahkamah Syariat (Ada 20 Mahkamah Syariat)

Gambar 2. Adaptasi dan Tantangan Khusus Kepolisian di Aceh Sumber : diadaptasi dari Panggabean (2006:12-25).

bagi masa depan NAD. Dari rancangan qonun Kontestasi Nilai-Nilai Demokrasi dan Nilai- yang ada ini diAceh hingga 2007, setidaknya ada Nilai Islam di Aceh

tiga rencana. Pertama, qonun tentang pember- dayaan masyarakat di bidang komunikasi dan

Secara normatif, nilai-nilai demokrasi sistem informasi. Kedua, qonun yang secara spe- memilikiketerkaitan erat dengan sistemkomunikasi sifik terkait dengan pers dan penyiaran islami. yang berkembang pada suatu negara atau wilayah Ketiga, qonun tentang transparansi penyelenggara tertentu. Sistem komunikasiini terutama dicermin- pemerintah dan partisipasi masyarakat.

kan daripayung hukumregulasi yang menjadidasar Sebagai produk regulasi ketiga UU ter- penyelenggaraan kinerja pers di masing-masing sebut memiliki kedudukan yang setara. Namun wilayah atau negara tertentu. Persoalan kemudian secara kewilayahan (teritori) UU No.11 tahun munculketika munculpayung hukumyang berbeda 2007 memiliki otoritas yang penuh di dalam me- antara suatu negara dengan daerah tertentu—yang mayungi pelaksanaan otonomi khusus di Aceh. menjadi bagian dari negara tersebut—dalam Sementara dalam UU No.40 tahun 1999 dan UU menyikapi kebebasan pers dan perannya dalam No.32 di dalamnya tidak memberikan aturan pe- demokrasi. ngecualian pada daerah-daerah yang menjalan-

Di luar faktor regulasi, konsepsi (struktur kan otonomi khusus. Sisi lain, qonun media Islami pemikiran) dan praktik(struktur tindakan) yang dianggap tetap penting untuk disusun dan memi- terjadi dalam ruang publik dalam merespons liki legitimasi yang kuat karena sesuai dengan UU kebebasan pers sangat beragam. Konsepsi dan No.11 tahun 2007 tentang Pemerintahan Aceh. praktik dalamruang publik pada levelnasional dan Konflik interpretasi pemberlakuan regulasi akan lokal ini dalam banyak hal ternyata berbenturan kian kentara, apalagijika nantinya terjadi benturan dan tidak sejalan dengan nilai-nilai dasar yang telah atau gesekan kepentingan antara kebasan pers disepakati secara nasional (national value). Per- atau media dan kepentingan publik diAceh.

soalan tersebut kian rumit ketika pasca reformasi,

8 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 9, Nomor 1, Januari - April 2011, halaman 1 - 15

UU No.11 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Aceh(UU PA)

Rencana qanun tentang pemberdayaan masyarakat di bidang komunikasi dan sistem informasi

Rencana qanun yang secara spesifik terkait dengan pers dan penyiaran islami

Rencana qanun tentang transparansi penyelenggara pemerintah dan partisipasi masyarakat

Gambar 3. Hasil wawancara dengan DPRA dan DPRD Aceh.

kebijakan desentralisasi dan otonomi selama Dinamika kebebasan pers dan kepentingan beberapa tahun digulirkan di Indonesia ternyata publik yang berkembangan diAceh tentu banyak

menyuburkan dominasi nilai-nilai lokal (local dipengaruhi oleh ketiga faktor di atas. Pasca refor- values) tertentu di daerah.

masi, Aceh mendapatkan perlakuan politik yang Ada beberapa faktor yang terkait dengan berbeda oleh masing-masing masa pemerintahan,

kontestasi nilai-nilai demokrasi nasional dan nilai- sejak Pemerintahan Habibie, hingga pemerintahan nilai demokrasi lokal. Pertama, pola kebijakan SBY-JK. Pada masa pemerintahan SBY-JK, dan status otonomi daerah ternyata memiliki im- tercapai adanya Memorandum of Understand- plikasi yang beragam, ada daerah dengan status ing (MoU) Helsinki. Pemerintah pusat kemudian istimewa dan otonomi khusus (seperti aceh), dae- merespon MoU Helsinki tersebut dengan ke- rah dengan status otonomi khusus (seperti Papua), bijakan otonomi khusus untuk NAD melalui daerah dengan status daerah istimewa dengan payung hukum UU PemerintahanAceh. otonomi (DKI Jakarta dan DIY) dan daerah de-

Di luar persoalan kesepakatan politik ngan status otonomi (semua daerah diluar daerah- antara elit politik dan nasional dan elit NAD daerah di atas). Status yang berbeda tersebut me- tersebut, ternyata melahirkan beragam intrepretasi

miliki sejumlah payung hukum yang berbeda juga. terhadap UU PA.Termasuk di dalamnya muncul Daerah yang memilikistatus otonomi khusus diatur gagasan pembentukan qonun berkaitan dengan dengan UU otonomikhusus, sepertiAceh dengan media Islami di Aceh. Berikut dialektika peni- UU Pemerintahan Aceh.

laian kebebasan pers dan kepentingan publik di Kedua, interaksi dan strukturasi nilai-nilai Aceh.

lokal yang berkembang di masing-masing wilayah Ada beragam penilaian terhadap kebe- atau daerah. Dalam hal ini, apakah interaksi dan basan pers di Aceh. Hingga saat ini, tampak ke-

strukturasi tersebut menghasilkan local values bebasan pers diAceh tetap berjalan. Akan tetapi yang bersifat pluralistik dan sejalan dengan na- kebebasan yang dimiliki oleh masyarakat media tional values. Atau justru interaksi dan strukturasi di Aceh harus mempertimbangkan situasi, nilai tersebut menghasilkan local values yang bersifat yang ada yang dianut oleh masyarakat lokal. Kare- monopolistik dan dominatif.

na masyarakat Aceh masih memegang nilai adat, Ketiga, sejarah politik dan kekuasaan nilai budaya dan juga nilai-nilai yang bersumber masing-masing daerah atau wilayah di dalam dari nilai syariat itu nilai yang tidak bisa ditinggal- berinteraksi dengan pusat kekuasaan politik. Fak- kan oleh masyarakat Aceh. tor ketiga ini, seringkali menjadi persoalan yang

Praktik kebebasan pers di Aceh ditandai sangat sensitif, karena sejarah politik dan sikap dengan beberapa hal. Pertama, bagaimana me-

politik kalangan elit politik lokal dan nasional dia menggunakan kebebasan pers. Ada beragam berpengaruh besar bagi perkembangan persepsi respons terhadap bagaimana media menggunakan dan perkembangan nilai-nilai dan identitas politik kebebasan pers. Pandangan ini didasarkan pada publik masing-masing daerah.

asumsi bahwa Media diAceh tidak sama dengan

Nyarwi, Kebebasan Pers dan Kepentingan Publik

media nasional. Ada nilai-nilai tertentu yang men- pers diAceh masih ada batasan sesuai dengan UU jadi dasar etis tidaknya sebuah fakta kebebasan. yang digunakan. Kebebasan tetap diberikan kebebasan namun ada

Kedua, bagaimana pola penggunaan kontrol dari masyarakat. Senada dengan Syah- kebebasan pers oleh media. Tampak memang ada rizal, Mini juga berpendapat bahwa kebebasan kemajuan kebebasan pers, dibandingkan dengan

UUD 1945 Hasil

Peraturan Pemerintah

Amandemen Tahun

Keputusan Presiden atau

Peraturan Presiden Peratuan Menteri atau Kementerian

UU No.20 Tahun

UU No.32 Tahun

A UU No.11 Tahun

Aceh(UU PA) B

Rencana qanun tentang pemberdayaan masyarakat di

C bidang komunikasi dan sistem informasi

Rencana qanun yang secara spesifik terkait dengan pers D dan penyiaran islami

Rencana qanun tentang transparansi penyelenggara pemerintah dan partisipasi masyarakat

Gambar 4. Peraturan Pemerintah tentang Rencana Qanun

Keterangan : -

A = Problem (intrepretasi) relasi antara UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran dengan UU No. 11 tahun 2007 tentang Pemerintahan Aceh, dan sebaliknya. -

B = Problem (intrepretasi) relasi antara UU No.40 tahun 1999 tentang Pers dengan UU No.11 tahun 2007 tentang Pemerintahan Aceh, dan sebaliknya. -

C = Problem (intrepretasi) relasi antara UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran dengan rencana qonun tentang pemberdayaan masyarakat di bidang komunikasi dan sistem informasi, rencana qonun yang secara spesifik terkait dengan pers dan penyiaran islami dan rencana qonun tentang transparansi penyelenggara pemerintah dan partisipasi masyarakat, dan sebaliknya.

- D = Problem (intrepretasi) relasi antara UU No.40 tahun 1999 tentang Pers dengan rencana qonun tentang pemberdayaan masyarakat di bidang komunikasi dan sistem informasi, rencana qonun yang secara spesifik terkait dengan pers dan penyiaran islami dan rencana qonun tentang transparansi penyelenggara pemerintah dan partisipasi masyarakat, dan sebaliknya.

- E = Problem (intrepretasi) relasi (kewenangan) antara Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden/ Peraturan Presiden,dan Peraturan Menteri/Kementerian dengan UU No.11 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Aceh. -

F = Problem (intrepretasi) relasi (kewenangan) antara Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden/ Peraturan Presiden,dan Peraturan Menteri/Kementerian dengan rencana qonun tentang pemberdayaan masyarakat di bidang komunikasi dan sistem informasi.

- G = Problem (intrepretasi) relasi (kewenangan) antara Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden/ Peraturan Presiden,dan Peraturan Menteri/Kementerian rencana qonun yang secara spesifik terkait dengan pers dan penyiaran islami.

- H = Problem (intrepretasi) relasi (kewenangan) antara Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden/ Peraturan Presiden,dan Peraturan Menteri/Kementerian rencana qonun tentang transparansi penyelenggara pemerintah dan partisipasi masyarakat, dan sebaliknya

10 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 9, Nomor 1, Januari - April 2011, halaman 1 - 15

masa sebelumnya. Namun ada beberapa yang penilaian. Ada juga kalangan masyarakat yang mendapatkan tempat pemberitaan di media ada media pemberlakuan qonun media Islami akan juga yang tidak mendapatkan tempat pemberitaan. mendorong kemunduran bagi media-media yang Sehingga terkesan tidak seimbang.

ada diAceh.

Ada beberapa penilaian tentang kemajuan Keempat, darikalangan pemda. Kalangan dan kemunduran kebebasan pers di Aceh, se- pemda menilai bahwa seandainya qonun media andainya rencana pembuatan qonun mengenai Islami tersebut diberlakukan, dampak kemajuan media itu benar-benar terlaksana. Pertama, dari dan kemunduran bagi Aceh masih belum dapat kalangan parpol dan legislatif. Sebagian kalangan dinilai, karena mayoritas masyarakat Aceh belum ini mengaku belum tahu persis bagaimana masa mengetahui isi draft qonun tersebut. Kalangan depan kebebasan pers diAceh, seandainya qonun Pemda lainnya berpendapat seandainya qonun tersebut benar-benar dilaksanakan. Sebagian tersebut benar-benar dilaksanakan tidak akan kalangan lainnya beranggapan bahwa jika qonun menimbulkan masalah sejauh berisi tentang hal- media Islami tersebut dapat diwujudkan maka hal yang positif bagi kemajuan masyarakat Aceh. media di Aceh dapat berperan aktif dalam pem- Hal yang diatur dalam qonun tersebut harus berisi baharuan masyarakat. Kalangan ini juga berpen- hal-hal yang dapat disepakati bersama oleh ma- dapat bahwa seandainya qonun media Islami syarakat Aceh. tersebut dilaksanakan tidak akan memberikan

Penilaian tentang perlutidaknya ada aturan dampak bagi kehidupan media nasional, karena lain mengenai media diAceh selain UU Pers dan qonun tersebut ditujukan hanya untuk mengatur UU Penyiaran di Aceh datang dari berbagai ka- media-media lokal yang ada diAceh.

langan. Pertama, penilaian dari kalangan parpol Kedua, dari kalangan jurnalis berpendapat dan legislatif. Ada beberapa pendapat yang ber- bahwa seandainya rencana pembuatan qonun kembang di kalangan ini. Sebagian kalangan ini mengenai media itu benar-benar terlaksana maka berpendapat bahwa keseluruhan UU Media dan hal ini menjadisebuah kemunduran bagikebebasan Pers yang ada di Aceh harus sama dengan yang pers diAceh.Ada juga kalangan jurnalis yang me- berlaku secara nasional, karena Aceh merupakan nilai bahwa seandainya rencana pembuatan qonun bagian dari Indonesia. Kalangan parpol dan le- mengenai media itu benar-benar terlaksana per- gislaif lainnya berpendapat berbeda. Menurut kembangan kebebasan pers diAceh belum dapat mereka, Aceh harus bisa membuat UU Media dan dinilai. Hal ini karena mayoritas kalangan jurnalis Pers yang berbeda berdasarkan penjabaran UU belum mengetahui batasan-batasan apa saja yang No.11 tahun 2007 tentang Pemerintahan Aceh. ditentukan dalam qonun media Islami tersebut.

Kedua, kalangan jurnalis berpendapat Ketiga, dari kalangan masyarakat. Ada bahwa aturan lain mengenai media diAceh selain beberapa pendapat yang berkembang di kalangan UU Pers dan UU Penyiaran dinilai tidak perlu. Hal masyarakat seandainya qonun tersebut benar- yang lebih penting dilakukan diAceh saat ini adalah benar dilaksanakan diAceh. Sebagian kalangan melakukan sosialisasi UU Pers dan UU Penyiaran masyarakat berpendapat bahwa jika qonun secara meluas. Adanya ide penyusunan qonun tersebut dilaksanakan diAceh maka hal tersebut media Islami dikhawatirkan akan mempersempit dinilai akan memberikan kemajuan bagi ma- substansi niliai-nilai Islam dan syariat Islam yang syarakat Aceh. Namun potensi kemajuan tersebut dijalankan di Aceh. Ada juga sebagian kalangan sangat tergantung pada masyarakat Aceh sendiri. jurnalis yang berpendapat bahwa aturan lain

Kalangan masyarakat lainnya menilai diperlukan untuk mengatur pers yang Islami di belum dapat memprediksi apakah ketika qonun Aceh. Alasannya, aturan tersebut dimaksudkan tersebut diberlakukan merupakan kemajuan atau untuk menjaga kekhasanAceh,budaya Aceh dan kemunduran bagiAceh. Sebab, penilaian tentang syariat Islami diAceh. kemajuan atau kemunduran setelah pemberla-

Ketiga, kalangan masyarakat berpen- kukan qonun media Islami tersebut sangat dipe- dapat bahwa aturan lain mengenai media diAceh ngaruhi oleh indikator yang digunakan dalam selain UU Pers dan UU Penyiaran dinilai tidak per-

11

lu. UU Pers dan UU Penyiaran dinilai sudah cukup dalam mengatur kehidupan media diAceh. Bahkan kedua UU tersebut hingga saat ini dinilai belum dijalankan di Aceh. Kendati demikian, ada juga kalangan masyarakat lainnya yang berpendapat bahwa aturan lain—selain UU Pers dan UU penyi- aran—tetap diperlukan.Alasannya, secara konsti- tusi, NAD merupakan teritorial syariat Islam. Ke- beradaan qonun media Islamidianggap tetap dibu- tuhkan karena sesuai dengan kekhususan daerah Aceh.

Keempat, kalangan Pemda menilai bahwa aturan lain mengenai media diAceh selain UU Pers dan UU Penyiaran dinilai sangat tergantung pada kebutuhan yang ada diAceh. Jika kedua UU ter- sebut dirasa cukup oleh masyarakat Aceh, maka qonun media Islamitidak lagi dibutuhkan. Namun jika masyarakat Aceh merasa perlu adanya qonun media Islami, maka bisa saja qonun media Islami disusun. Selain dari faktor tersebut, faktor per- setujuan pemerintah pusat dinilai juga sangat menentukan. Dalam hal ini, jika pemerintah pusat menyetujui adanya qonun media Islami,maka keberadaan qonun media Islami tersebut bisa saja disahkan. Namun jika pemerintah pusat tidak me- nyetujui maka qonun tersebut dianggap tidak perlu. Ada juga kalangan Pemda yang menilai bahwa qonun media Islami tetap diperlukan diAceh. Se- bab, Aceh dianggap sebagai daerah khusus yang berdasarkan syariat Islam.

Tantangan dan Paradoks Konsep Media Islami

Gagasan pentingnya mengenai qonun me- dia Islami ada beberapa faktor. Pertama, alasan yang sifatnya theologis yang di dasarkan pada ajaran Islam. Kedua, alasan karena faktor sosio- psikologis. Pengelolaan media lokal masih me- mungkinkan untuk dilakukan dengan baik, agar mengedepankan kepentingan publik. Hal ini bi- sa dilakukan dengan upaya-upaya koreksi atau mengawal di redaksional. Namun upaya-upaya tersebut semakin sulit dilakukan terhadap sebuah media yang pusatnya di Jakarta atau di berbagai belahan dunia. Karena ketika memasuki era glo- bal itu, tidak ada lagi batas-batas. Ketiga, karena tuntutan konstitusi. Terbukti di dalam agenda sosialisasi UUPA yang dilakukan oleh DPRA,

alasan penyusunan qonun tersebut selalu dise- butkan sesuai dengan tuntutan undang-undang. Dalam hal ini, keberadaan qonun media Islami dianggap menjadi tuntutan dari diberlakukannya UUPA. Kendatipun belum nampak adanya ke- inginan masyarakat tentang pentingnya qonun media Islami, namun banyak kalangan elit yang berpendapat bahwa keberadaan qonun tersebut merupakan tuntutan konstitusi dalam UUPA (Undang-Undang Pemerintahan Aceh). Bahkan agenda tersebut diagendakan dapat terlaksana tapi dalam prolega tahun 2008. Keempat, alasan faktor kultural. Penyusunan qonun media tersebut dianggap sangat mendukung bagi pemberlakuan syariat Islam diAceh.Adanya qonun media Islami dianggap sangat penting agar media tidak menyajikan hal-hal yang dilarang dalam Islam. Dengan adanya qonun tersebut diharapkan me- dia mampu menyesuaikan diri dengan syariat Is- lam yang dijalankan oleh masyarakat Aceh. Kelima, alasan faktor kepentingan pendidikan. Alasannya, untuk peningkatan pembangunan kualitas pendidikan di kalangan masyarakat Aceh, diperlukan seleksi terhadap substansi yang disajikan oleh media. Kendatipun hal tersebut sulit untuk dila-kukan—karena media sudah begitu glo- bal—namun yang terpenting adalah bagaimana melakukan kontrol terhadap substansi media. Hal ini terutama perlu dilakukan terkait dengan substansi-substansi media yang memberi dampak negatif kepada anak-anak dari segi pendidikan.

Ada beragamtantangandan masalah utama kebebasan pers diAceh. Pertama, problem trans- paransi. Idealnya Media diAceh seharusnya me- nyampaikan informasi yang benar kepada masya- rakat.Artinya semua informasi itu dibuka dan tidak ada yang ditutup-tutupi. Kedua, sikap dan kehati- hatian yang dilakukan oleh kalangan media dalam membuat berita. Ketiga, potensi kontrol dari pe- nguasa,terkait dengan politik pemberitaan.

Keberaan kode etik jurnalistik dalam mengatur kebebasan pers diAceh dianggap masih relevan dan memadai, kendatipun pelaksanaan kode etik jurnalistik ini perlu mempertimbangkan sejumlah konsekueni. Kode etik ini dianggap tidak membawa dampak negatif bagi masyarakat Aceh karena sifatnya yang universal. Selain dari aspek media yang menjalankan kode etik dan UU Pers, keberadaan masyarakat juga dianggap masih

Nyarwi, Kebebasan Pers dan Kepentingan Publik

12 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 9, Nomor 1, Januari - April 2011, halaman 1 - 15

penting di dalammengontrol pelaksanaan UU Pers nunnya yang hendak diselesaikan sampai dengan dan kode etik yang dipraktekkan oleh media di periode 2007-2012, memuat tiga hal tersebut. Dari Aceh. Pendapat yang lain juga muncul tentang rancangan qonun yang ada inidiAcehhingga 2007, relevansi dan kemampuan UU Pers dan kode etik ada tiga qonun yang berbicara masalah itu. Per- jurnalistik di dalam mengatur kebebasan pers di tama, qonun tentang pemberdayaan masyarakat Aceh. Tidak semua kalangan memiliki interpretasi di bidang komunikasidan sistem informasi. Kedua, yang sama terhadap kode etik dan UU Pers. Selain qonun yang secara spesifik terkait dengan pers itu, tidak semua orang Aceh juga percaya dengan dan penyiaran islami. Ketiga, qonun tentang trans- UU Pers. Kecurigaan masih muncul terkait dengan paransi penyelenggara pemerintah dan partisipasi kepentingan media dan kepentingan politik lainnya masyarakat. Menurut H. Raihan Iskandar, dari termasuk juga kepentingan otoritas agama.

ketiga qonun tersebut hal yang diharapkan adalah Pemahaman menganai nilai-nilai Islam dan adanya iklim transparansi informasi dan dalam konsep “media Islami” merupakan dua faktor bingkai syariat islam yang dalam UUPA yang sangat menentukan pentingtidaknya qonun

Terdapat sejumlah penilaian mengenai disusun,bagaimana qonun disusun dan apa saja kelebihan dan kekurangan perkembangan usulan materi yang dimuat daam qonun tersebut. Terkait qonun di Aceh. Penilaian tersebut berasal dari dengan pemahaman mengenai konsep “media kalangan Pemda, DPRA, Civil Society dan Ma- Islami” tampak cenderung dirumuskan, dan syarakat. Di kalangan Pemda kehadiran qonun dipahami dalam konteks normatif. Pemahaman tersebut dianggap memiliki sejumlah kelebihan. dan konsep mengenai “media Islami” juga dia- Kehadiran qonun tersebut dinilai akan lebih sin- nggap masih belum jelas. Ketidakjelasan ini sama kron dengan adanya ketentuan pemberlakuan dengan apa yang dimaksudkan dengan konsep syariat Islam dan juga penting dalam menunjang syariat Islam.

pembangunan pendidikan. Melalui kehadiran Adanya rencana pers islami itu tidak ter- qonun tersebut diharapkan masyarakat Aceh men- lepas dari pelaksanaan syariat islam. Pers islami dapat informasi-informasi media yang sesuai bukan hal yang sangat penting untuk saat ini di dengan syraiat Islami. Selain itu, keberadaan Aceh, namun hal yang dianggap jauh lebih penting qonun media Islami tersebut juga diharapkan, adalah pers dapat bekerja lebih independent dan berita-berita yang beredar di masyarakat meru- diberikan kebebasan dan tidak mewakili kepen- pakan sebuah kebenaran yang pasti dan tidak tingan tertentu. Pers yang mampu independen dan menimbulkan fitnah. memenuhi hak rakyat dengan berpihak kepada

Kehadiran Qonun Media Islami juga di- rakyat lebih dibutuhkan di Aceh, dibandingkan harapkan memberikan perimbangan kepada pers yang berkepentingan politik tertentu. Pers pemberitaan yang dilakukan oleh media-media Islami dianggap mencerminkan kepentingan lainnya yang ada di luar Aceh. Perimbangan infor- tertentu.

masi atau pemberitaan di sini baik terhadap me- Hal yang terpenting dibutuhkan bagi dia-media nasional maupun media internasional perkembangan diAceh adalah bagaimana media yang dikonsumsi masyarakatAceh. Melalui qonun memberikan perhatian pada tiga hal. Pertama, media Islami tersebut diharapkan media-media terkait dengan masalah pemberdayaan di bidang yang ada diAceh mampu menyajikan berita-berita komunikasi dan sistem informasi. Kedua, bagai- sesuai dengan kebutuhan masyarakat Aceh dan mana supaya publik ini bisa mendapatkan infor- memberikan manfaat nyata kepada masyarakat masi yang utuh dan akurat dari pemerintah daerah. Aceh. Termasuk dalam hal ini terinformasikannya hal-hal

Di kalangan legislatif (DPRD atau DPRA) apa saja yang harus dilakukan oleh pemerintah ada beberapa penilaian yang berkembang. Kebe- daerah. Ketiga, media menyampaikan pembe- radaan qonun media Islami dianggap tidak perlu, ritaan yang berisi respon bagaimana yang harus karena tidak memberikan manfaat nyata kepada dilakukan oleh masyarakat secara umum.

masyarakat Aceh. Keberadaan qonun media Ketiga hal tersebut menjadi perhatian Islami diyakini tetap dapat memberikan manfataat cukup tinggi dari DPRA itu sendiri. Rencana qa- kepada masyarakat. Asumsinya adanya qonun

Nyarwi, Kebebasan Pers dan Kepentingan Publik

tersebut diharapkan mampu menghadirkan ke- batasan kepentingan pers dan agama seperti tidak hidupan pers diAceh yang mengedepankan nilai- menyebar fitnah dan lain-lain lebih jelas dapat nilai Islam dan mampu mendidik masyarakat se- diatur. hingga melahirkan generasi yang sehat. Dalam

Kedua, keberadaan qonun media Islami jangka panjang diharapkan melalui qonun tersebut, juga dianggap bisa menjadi payung hukum bagi diharapkan mampu melahirkan pemikiran ma- pemenuhan berita-berita tentang (syariat) Islam di syarakat sebagaimana tatanan masyarakat madani. Aceh. Dengan adanya qonun tersebut, diasum- Dalam kehidupan publik, masyarakat diharapkan sikan kebutuhan-kebutuhan masyarakat Aceh lebih tahu hak-haknya dan mengerti bagaimana tentang informasi (syariat) Islam dapat dipenuhi. menuntut dan menggunakan haknya. Karena Sisi lain, media juga memberikan tempat bagi dalam tatanan masyarakat madani, keterbukaan pemberitaan atau informasi tentang pelaksanaan informasi publik dapat dijalankan sebagaimana (syariat atau nilai-nilai) Islam kepada masyarakat aturan-aturan yang ada.

Aceh.

Sementara itu, di kalangan civil society Ketiga, keberadaan qonun tersebut dinilai ada beberapa pandangan terkait dengan rencana dapat membantu pengembangan pelaksanaan pemberlakuan qonun media Islami. Keberadaan syariat Islam diAceh. Dalam hal ini opini dan syiar qonun media Islamidinilai tidak akan memberikan syariat Islam diharapkan lebih mendapatkan manfaat untuk publik. Keberadaan pers ketika tempat (space) di media yang ada diAceh. Hal ini berinteraksi dengan publik dinilai sudah memadai dianggap penting karena adanya anggapan dimana diatur dalam UU No 40 tahun 1999. Yang dibu- masih banyak masyarakat Aceh yang belum me- tuhkan diAceh saat ini bukanlah lahirnya qonun mahami syariat Islam. media Islami, namun kegiatan sosialisasi UU ter-

Sedangkan penilaian dan tanggapan yang sebut kepada masyarakat.

muncul dari kalangan partai politik terhadap qonun Qonun disusun sesuai dengan syariat islam media Islami adalah sebagai berikut. Pertama, itu otomatis dimaksudkan untuk membantu pe- qonun media Islami dianggap lebih banyak mem- laksanaan syariat Islam. Tujuan ini dinilai mengan- berikan manfaat dibandingkan dengan media yang dung berbagai kerancuan karena ketidakjelasan cenderung liberal. Mengacu ke beberapa negara konsep syariat Islam seperti apa yang hendak di- (dengan mayoritas berpenduduk) Islam di Iran dan jalankan diAceh. Berbagai kelemahan akan mun- Malaysia, kebebasan pers perlu diatur agar tidak cul apabila salah dalam penyusunannya akan me- melanggar syariat Islam. lahirkan qonun yang tidak sempurna.

Kedua, qonun media Islami dianggap Alasan lainnya, kelebihan dan kekurangan sudah sesuai dengan UU yang ada dan tuntutan qonun belum dapat dilihat karena belum jelas publik Aceh terhadap kecenderungan isi dan ta- ketentuan-ketentuan tentang media Islami yang yangan media yang menyajikan nilai-nilai(syariat) dimaksudkan oleh qonun tersebut. Dalam hal apa- Islam. Tayangan yang terlalu bebas dan penuh de- kah sekedar pe-label-an dan penggunaan istilah- ngan pornografi dan pornoaksi dianggap sebagai istilah jurnalistik media Islami, atau tata cara yang ancaman moral yang membahayakan masyarakat Islami, atau nilai-nilai yang Islami. Ketidakjelasan Aceh. membuat banyak kalangan civil society menjadi

Secara umum, kebebasan pers berten- tidak yakin dengan kejelasan pelaksanaan qonun tangan dengan kepentingan publik diAceh nampak media Islami tersebut.

Dokumen yang terkait

KARATERISTIK KIMIA DAN ORGANOLEPTIK INSTAN SAGU (Metroxylon SP) SEBAGAI MAKANAN BERKALORI TINGGI Chemical Charateristics and Organoleptic of Instant Sago (Metroxylon Sp) as High-Calorie Food

0 0 12

OPTIMASI BAHAN PENUTUP BENIH DALAM BUDIDAYA TANAM LANGSUNG TRUE SHALLOT SEED (TSS) Optimising of Seed Covering Materials on Direct Sowing Cultivation of True Shallot Seed

0 0 8

PENGGUNAAN KLON ENTRES SAMBUNG PUCUK DENGAN LAMA PERENDAMAN AIR KELAPA MUDA TERHADAP PERSENTASE DAN TINGGI TANAMAN KAKAO The Use of Shoot Graft Entres Clones With Soaking Time of Young Coconut Water to The Percentage and Height of Cocoa Plants

0 0 7

SUBTITUSI PAKAN TEPUNG DAUN KELOR TERHADAP PERTUMBUHAN SINTASAN DAN KONVERSI PAKAN BENIH IKAN NILA Moringa Leaf Subtitution Flour Feed on The Growth and Conversion Feed Survival The Tilapia Fish

0 0 5

IDENTIFIKASI KOMBINASI BIOCHAR DAN KOMPOS LIMBAH TANAMAN PANGAN TERHADAP DINAMIKA SIFAT KIMIA TANAH Identification of Combination Biochar and Compost of Food Crop Waste on The Dynamics of Land Chemical Properties

0 0 9

PENGARUH SUHU DAN WAKTU EKSTRAKSI IKAN TOMAN (Channa micropeltes) MENJADI SERBUK ALBUMIN The Effect of Temperature and Time of Extraction Toman Fish (Channa micropeltes) become to Albumin Powder

0 1 13

PENENTUAN STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) PADA DODOL JEWAWUT Determination of Standard Operating Procedure (SOP) on Dodol Millet

0 1 7

A prototype Web-based implementation of the QEST model

0 0 11

AN ANALYSIS OF NUMBER SENSE AND MENTAL COMPUTATION IN THE LEARNING OF MATHEMATICS Parmjit Singh Aperapar, Teoh Sian Hoon Faculty of Education, Universiti Teknologi MARA, Malaysia

0 0 7

VISUALIZATION MULTIMULTIMEDIA TO ENHANCE CONCEPTS UNDERSTANDING AND GENERIC SCIENCE SKILLS OF VOCATIONAL HIGH SCHOOL STUDENTS ON THE HYDROCARBONS CONCEPT Irvan Permana1 and Ijang Rohman2

0 0 10