PENGARUH KONDISI EKONOMI MAKRO DAN PROSES MANAJEMEN RISIKO KREDIT TERHADAP NON-PERFORMING LOAN (Studi Kasus pada Bank X)
PENGARUH KONDISI EKONOMI MAKRO DAN PROSES MANAJEMEN RISIKO KREDIT TERHADAP NON-PERFORMING LOAN (Studi Kasus pada Bank X)
Arif Rahman Hakim
Jurusan Studi Pembangunan Universitas Brawijaya hakimbasroen@gmail.com ABSTRACT
Commercial banks is one of the vital industries within a modern economic system. The industry bridges the demands and supplies of money as the most important factor of production in the system. In line with its crucial role, bank’s failure may impose a financial crisis within the system when it take place in a
systemic way. One of the most common causes for this failure is the high rate of non-performing loan (NPL), a condition where the debtors fail to pay money they borrow from a bank. In spite of the fact that this fail is caused by the dissatisfactory performance of the borrower, external factor such as macroeconomic condition and the internal banking system factor such as credit risk management appear to be the common factors to the crisis. This research tries to reveal the influence of macroeconomic condition and the process of credit risk management on the level of bank’s non performing loan by using a statistics modelling test. While the most of studies in the macroeconomics fields focuse the analysis on the secondary time series data, the current research employs primary data from questionnaire to take a c loser look the perception of bank’s credit analists on the macroeconomic, credit management and NPL issues. The result taken from a case study in Bank X shows that there is a significat impact of macroeconomic condition, whether directly and indirectly through variable credit risk management process, on the degree of bank’s non-performing loan.
Keywords: macroeconomic, credit management, non-performing loan
ABSTRAK
Industri perbankan komersial merupakan salah satu institusi sentral dalam sistem perekonomian. Industri ini mempertemukan permintaan dan penawaran uang sebagai salah satu faktor produksi dalam sistem perekonomian. Perbankan menjadi isu krusial dalam perekonomian karena kegagalan kinerja sebuah bank dalam sistem perekonomian bisa berdampak pada krisis keuangan jika dampak yang dihasilkan bersifat sistemik. Pada umumnya penyebab kegagalan kinerja perbankan disebabkan oleh tingginya tingkat non-performing loan (NPL) atau gagal bayar oleh para debitur. Faktor gagal bayar ini disamping karena kondisi internal kreditur dapat pula disebabkan oleh faktor eksternal seperti kondisi ekonomi makro atau faktor internal industri perbankan seperti proses manajemen risiko kredit yang diterapkan oleh industri perbankan. Penelitian ini berupaya untuk mengungkap pengaruh kondisi ekonomi makro dan proses manajemen risiko kredit melalui uji model dengan menggunakan perangkat analisis jalur (path analysis) terhadap NPL. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya pada kajian ekonomi makro yang lebih banyak menggunakan data sekunder time series, data pada penelitian ini bersumber dari kuesioner untuk mengukur persepsi analis kredit industri perbankan dengan mengambil studi kasus di Bank X. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dari kondisi ekonomi makro baik secara langsung maupun secara tidak langsung melalui variabel proses manajemen risiko kredit terhadap tingkat NPL
Kata kunci: Ekonomi makro, manajemen kredit, non-performing loan
PENDAHULUAN
seperti misalnya lemahnya sistem pengawasan Salah satu pokok permasalahan dalam studi
kredit atau pelonggaran terhadap syarat-syarat ekonomi makro adalah masalah stabilisasi
kredit, dapat merupakan pemicu terjadinya ekonomi dimana lembaga keuangan khususnya
krisis perbankan.
perbankan menjadi sektor penting dalam Penelitian ini menguji kondisi ekonomi mewujudkan stabilitas dan pertumbuhan
makro yang dalam penelitian ini dikategorikan ekonomi suatu negara. Beberapa krisis
sebagai faktor ekternal dan manajemen proses keuangan dunia yang baru-baru ini berlangsung
risiko kredit yang dikategorikan sebagai faktor telah menunjukkan bahwa krisis perbankan
internal dalam mempengaruhi tingkat non dapat menjadi pengganggu tatanan sebuah
performing loans (NPL) pada industri perekonomian (Agnello & Sousa, 2011). Hal ini
perbankan. Hal ini bermakna bahwa penelitian telah menarik penelitian-penelitian di bidang
ini berupaya untuk mengisi gap atas berbagai ilmu ekonomi untuk memahami faktor-faktor
penelitian yang menyebutkan bahwa NPL pada yang berpotensi memicu krisis perbankan.
perbankan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi Diantara berbagai hipotesis tentang penyebab
makro (Castro, 2013; Demirguc-Kunt & krisis perbankan, kondisi ekonomi makro
Detragiache, 1998; Aviliani et al., 2015) dengan dianggap sebagai faktor yang memainkan peran
menambahkan proses manajemen kredit penting atas krisis perbankan ini (Castro, 2013).
sebagai cerminan kondisi internal struktur Teorisasi tentang hubungan antara kondisi
kelembagaan perbankan sebagai variabel ekonomi makro dengan krisis perbankan pada
mediasi berdasarkan teori beberapa peneliti umumnya menyatakan bahwa kondisi-kondisi
terdahulu, diantaranya Llewellin (2002) dan perekonomian yang tidak menguntungkan,
Abid et al. (2014).
seperti halnya tingkat pertumbuhan yang lemah Survey Bank Indonesia tahun 2016, atau bahkan negatif, tingkat pengangguran yang
menunjukkan adanya peningkatan pertumbuhan tinggi, suku bunga tinggi, dan laju injflasi
kredit sebesar 2,2 persen (yoy) pada tahun 2016 tinggi, merupakan situasi yang kondusif bagi
dari realisasi tahun 2015 sebesar 9,8 persen terjadinya krisis perbankan (Castro, 2013;
(yoy). Optimisme peningkatan pertumbuhan Demirguc-Kunt &
kredit didasari dengan peningkatan dari total Berdasakan pengalaman-pengalaman pada
Detragiache, 1998).
kredit yang meningkat dari 1.183.333 milliar krisis perbankan dapat dicermati pula bahwa
rupiah pada tahun 2014 menjadi 1.234.742 krisis-krisis yang terjadi pada perbankan
milliar rupiah pada tahun 2015 atau mengalami seringkali diawali dengan adanya perubahan
peningkatan sebesar 4,16%. Namun demikian, kondisi lingkungan ekonomi makro yang
peningkatan penyaluran kredit ini ternyata juga bergerak dari kondisi stabil atau tumbuh positif
diikuti dengan meningkatnya tingkat NPL ke arah resesi. Hal ini menguatkan pendapat
(gambar 1). Realitas ini memunculkan Llewellin (2002) melalui ulasannya yang
perspektif tentang diperlukannya sebuah menyatakan bahwa setiap krisis perbankan
langkah penanganan manajemen risiko kredit merupakan hasil dari interaksi antara kondisi
yang lebih efektif karena tingginya NPL ekonomi, keuangan dan struktur lembaga yang
dipandang sebagai indikator buruknya kinerja sedang melemah.
perbankan dan berdampak negatif bagi Bertolak dari pandangan Llewellin (2002),
perekonomian suatu negara, terutama negara dapat dicermati bahwa kondisi makro ekonomi
yang sedang membangun seperti Indonesia. dan situasi keuangan makro merupakan faktor
Bila permasalahan kredit perbankan yang yang kemungkinan memiliki peran dominan
mengalami gagal bayar cukup tinggi maka akan dalam menentukan kinerja perbankan yang
berdampak pada terjadinya krisis perbankan sehat. Namun demikian, disebutkan pula bahwa
(Abid et al., 2014), yang berpotensi pada struktur kelembagaan yang sedang melemah
terganggunya sistem keuangan dan selanjutnya mungkin juga memberikan kontribusi bagi
dapat berakibat pada krisis finansial (Mankiew, krisis perbankan. Dalam hal ini, perbankan
memiliki kemungkinan untuk mengalami kesulitan likuiditas atau bahkan kebangkrutan yang disebabkan karena tingginya angka pinjaman yang mengalami kemacetan (Castro, 2013). Dapat dilihat disini bahwa struktur dalam kelembagaan bank yang sedang melemah
Gambar 1 Pertumbuhan Total Kredit dan NPL di Indonesia Tahun 2015
Sumber: Bank Indonesia (2016)
Disamping risiko kredit sebagaimana telah dikemukakan di atas, beberapa penelitian menunjukkan bahwa NPL juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi makro (Dimitrios et al., 2016; Louzis et al., 2012; Abid et. Al., 2014). Dimitrios et al. (2016) melakukan studi tentang determinan NPL yang dibedakan atas tiga kelompok faktor. Faktor yang pertama adalah kondisi internal kreditur yang dalam hal ini menunjukkan tingkat efisiensi manajerial bank. Faktor ini diukur melalui indikator tingkat ROA dan ROE institusi perbankan yang diteliti. Faktor kedua adalah faktor yang terkait dengan kondisi ekonomi makro yang diukur melalui rasio pengangguran, tingkat pertumbuhan ekonomi, dan tingkat inflasi yang berlaku. Sedangkan faktor ketiga yang dianggap mempengaruhi NPL adalah faktor-faktor yang terkait dengan regulasi perpajakan yang dalam hal ini diukur melalui tarif pajak yang berlaku dan besaran anggaran pemerintah yang berasal dari penerimaan pajak. Namun demikian, telaah lebih lanjut dan dalam setting yang berbeda tentang pengaruh kondisi makro ekonomi terhadap NPL perlu tetap dilakukan karena beberapa penelitian yang lain menunjukkan adanya perbedaan tingkat pengaruh dalam kategori kredit yang berbeda (Louzis et al., 2012).
Berdasarkan atas pemaparan di atas, penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis
menggambarkan hubungan antara kondisi ekonomi makro, proses manajemen risiko kredit, dan tingkat NPL. Analisis dilakukan dalam konteks kredit yang dikeluarkan oleh bank komersial dengan berfokus pada pandangan atau persepsi para analis kredit pada
bank komersial terhadap variabel-variabel yang diteliti. Studi persepsi analis kredit terhadap variabel-variabel yang diteliti ini merupakan studi yang menarik mengingat banyak studi tentang hubungan antara kondisi ekonomi makro dengan kinerja perbankan selama ini lebih banyak menggunakan data sekunder time series . Persepsi para analis kredit terhadap kondisi ekonomi makro ini menjadi pokok bahasan yang krusial mengingat rekomendasi dari analis kredit merupakan poin terpenting bagi pengambil keputusan untuk memberikan kredit terhadap debitur.
Penelitian ini merupakan studi kasus di Bank X. Penelitian terhadap analis pada Bank X ini menarik untuk dilakukan karena kondisi yang dialami oleh bank ini memiliki kesamaan dengan gap yang terjadi antara teori dan praktik sebagaimana telah dikemukakan di atas. Pandangan Castro (2013) dan Demirguc-Kunt & Detragiache (1998) menyebutkan bahwa terdapat korelasi yang negatif antara kondisi ekonomi makro dengan tingkat risiko kredit dan krisis perbankan. Artinya, jika kondisi makro ekonomi membaik dan menguntungkan, maka akan mendorong pertumbuhan kredit dengan tingkat risiko gagal bayar yang rendah. Pada sisi yang lain, data yang tersedia pada Bank Indonesia (2016) sebagaimana tertuang pada gambar 1 menunjukkan kondisi tahun 2015 yang mengalami peningkatan jumlah kredit, tetapi diikuti pula oleh peningkatan NPL. Sementara itu rilis Kementerian Keuangan menyebutkan bahwa kondisi ekonomi makro dan kinerja APBN pada tahun 2015 relatif baik (www.kemenkeu.go.id/berita). Dalam analisis jangka pendek untuk tahun 2015, kondisi di Indonesia ini mengandung arti bahwa pada kondisi ekonomi makro yang relatif baik, jumlah kredit melalui perbankan mengalami kenaikan, namun tingkat NPL juga semakin tinggi. Dalam konteks ini berarti kondisi ekonomi makro akan berkorelasi secara positif dengan tingkat NPL.
LATAR BELAKANG TEORI DAN HIPOTESIS Kondisi Ekonomi Makro dan Proses Manajemen Kredit
Ekonomi makro merupakan bagian dari kajian bidang ilmu ekonomi yang di dalamnya mempelajari bagaimana mekanisme kerja perekonomian sebagai suatu sistem kerja secara menyeluruh (Samuelson dan Nordhaus, 1996).
s-14 Jan
-15 F e b -15 Mar
-15
A p r-15
total kredit
NPL
Pokok permasalahan dalam studi ekonomi makro adalah masalah stabilisasi ekonomi. Dalam hal ini, lembaga keuangan khususnya perbankan menjadi sektor penting dalam mewujudkan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Beberapa krisis keuangan dunia yang baru-baru ini berlangsung telah menunjukkan bahwa krisis perbankan dapat menjadi pengganggu tatanan sebuah perekonomian (Agnello & Sousa, 2011). Hal ini telah menarik penelitian-penelitian di bidang ilmu ekonomi untuk memahami faktor-faktor yang berpotensi memicu krisis perbankan. Diantara berbagai hipotesis tentang penyebab krisis perbankan, kondisi ekonomi makro dianggap sebagai faktor yang memainkan peran penting atas krisis perbankan ini (Castro, 2013).
Dalam proses perekonomian modern, bank merupakan salah satu bentuk badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediaries), dimana perantara keuangan ini berarti menyalurkan dana dari pihak yang kelebihan dana kepada pihak yang membutuhkan dana (Dendawijaya, 2003). Dalam hal ini, pemberian kredit merupakan salah satu aktivitas paling penting bagi dunia perbankan, disamping aktivitas utama lainnya untuk menghimpun dana dari masyarakat yang berupa tabungan. Dalam konteks ini, Heffernan (2005) menyebutkan bahwa ketersedian produk tabungan dan kredit menjadi pembeda usaha perbankan dari jasa keuangan lainnya. Dalam Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 dijelaskan tentang pengertian kegiatan perbankan yaitu usaha perbankan yang meliputi tiga kegiatan, terdiri dari penghimpunan dana, penyaluran dana, dan pemberian jasa bank lainnya. Penghimpunan dan penyaluran dana merupakan kegiatan pokok bank dalam menjalankan peran utamanya sebagai lembaga intermediasi. Selain menjalankan fungsi utamanya, perbankan juga memiliki peran yang strategis bagi perkembangan ekonomi suatu negara (Aviliani et.al, 2015).
Dalam menjalankan peran utamanya, dunia perbankan malakukan dua kegiatan yaitu deposit (tabungan) dan lending (kredit). Heffernan (2005) menjelaskan bahwa deposit merupakan sebentuk kewaijiban (liabilities) bagi perbankan, sehingga perlu dikelola dengan baik
jika perbankan
menginginkan
maksimalisasi keuntungan. Pada sisi yang lain, Miskhin (2004) menjelaskan bahwa kredit merupakan core business dan merupakan
penghasil aset produktif dalam dunia perbankan.
Terdapat tiga pendekatan secara umum dalam pemberian kredit, yaitu pendekatan struktural, pendekatan statistik, dan pendekatan penilaian ahli atau penilaian subjective. Pendekatan ketiga yang dipandang oleh Ibtissem dan Bouri (2013) sebagai pendekatan yang lebih baik mensyaratkan pemberi kredit untuk melakukan penialaian terhadap calon penerima kredit yang layak berdasarkan pengalaman dari pemberi kredit sesuai dengan aturan evaluasi kredit yang tertuang dalam prinsip 5C. Dikatakan sebagai pendekatan yang lebih baik dari dua pendekatan lainnya karena pendekatan subjective ini tidak hanya berdasar pada history data tetapi juga pada data internal lain dari calon debitur yang tidak terlalu sulit untuk mendapatkannya (Ibtissem dan Bouri, 2013), misal kecukupan modal, nilai asset, kinerja usaha yang sedang dijalankan, dan informasi lain terkait dengan calon debitur.
Namun, dalam keputusan pemberian kredit kedekatan pelanggan dengan manajer dan sejarah kredit yang baik juga berpengaruh (Heffernan, 2005). Setelah memberi keputusan tersebut,
pemberi keputusan harus bertanggungjawab dan menanggapi tuntutan untuk kredit yang timbul dari pelanggan yang mendadak berubah karena adanya fleksibelitas yang muncul (Rose dan Hudgins, 2013). Untuk memberi keputusan bahwa seorang nasabah ini berhak memperoleh kredit digunakkan berbagai metode, salah satunya adalah prinsip 5C (Karsh, 2014). Peavler (2013) dan Sinkey (2002) menjelaskan bahwa prinsip 5C merupakan cara evaluating
credit worthiness dengan menggunakan beberapa macam faktor yang dikategorikan secara umum, yaitu Capacity, Capital, Collateral, Conditions , dan Character. Prinsip ini muncul dikarenakan banyaknya pengajuan kredit dari nasabah. Persyaratan kredit ini menurut Ross, Westerfield & Jordan (2008) menentukan jangka waktu kredit dan suku bunga yang akan diberikan. Jangka waktu kredit mengacu pada periode waktu atas kredit yang diberikan. Panjang periode kredit dipengaruhi oleh nilai jaminan, risiko kredit, dan persaingan pasar. Moti, et al (2012) menjelaskan bahwa dalam pemberian kredit mengetahui nasabah sesuai prinsip 5C dapat menghindari terjadinya NPL.
Mohamad et al. (2015) menemukan bahwa manajemen risiko kredit memiliki peranan yang penting dikarenakan dalam pembuatan Mohamad et al. (2015) menemukan bahwa manajemen risiko kredit memiliki peranan yang penting dikarenakan dalam pembuatan
berfungsi dengan baik dapat mempercepat sistem
pertumbuhan ekonomi, sementara yang tidak manajemen risiko kredit. Selama membuat
keamanan
two-dimension atas
berfungsi dengan baik akan menghambat keputusan pembiayaan, dibutuhkan informasi
kemajuan ekonomi bahkan memperburuk tentang pelanggan, dimana tiap bank memiliki
kemiskinan pada negara yang sedang prioritas yang berbeda. Dalam penelitian
membangun (Richard et al., 2008). Mohamad et al. (2015) ini terdapat 5 responden,
Louzis et.al (2012) mengemukakan satu
diantara beberapa faktor penentu timbulnya berdasarkan character yang dimiliki peminjam
4 diantaranya menutamakan
peniliaian
NPL adalah faktor Ekonomi Makro. Dalam dan 1 berdasarkan collateral.
beberapa literatur yang membahas mengenai Kerangka konseptual yang dikembangkan
kondisi ekonomi dan dampaknya terhadap oleh Richard et al. (2008) dalam setting industri
kualitas kredit menjelaskan terdapat fase perbankan komersial di Tanzania juga
dimana NPL relatif rendah serta relatif menunjukkan pentingnya sistem manajemen
meningkat. Secara sederhana dapat dijelaskan risiko kredit untuk mengurangi risiko gagal
bahwa pada saat ekonomi mengalami reses bayar pada industri perbankan. Dalam
maka terdapat indikasi peningkatan NPL begitu pandangan Richard et al. (2008), prinsip 5C
juga sebaliknya. Peningkatan NPL diakibatkan merupakan faktor penting dalam pengelolaan
berkurangnya seluruh kegiatan konsumsi risiko kredit perbankan, namun demikian,
ataupun investasi yang berakibat menurunnya dianggap belum mencukupi untuk mengurangi
kualitas peminjam.
risiko gagal bayar secara optimal. Dengan Lawrence (1995) sebagaimana dikutip oleh demikian, faktor lain diperlukan sebagai
Louzis et.al (2012) menjelaskan tentang teori pelengkap terhadap prinsip 5C yang merupakan
model life-cycle consumption. Model ini assessment dalam keputusan pemberian kredit.
menyatakan bahwa calon peminjam/ peminjam Dalam hal ini, proses manajemen risiko kredit
dengan pendapatan rendah masuk dalam harus mencakup tidak hanya aspek assessment-
kategori yang cukup berisiko. Teori ini nya saja, tetapi harus mempertimbangkan pula
berpendapat bahwa kemungkinan suatu kredit aspek monitoring dan supervisi, serta aspek
mengalami gagal bayar tergantung pada kontrol terhadap kinerja debitur. Dengan
pendapatan dan tingkat pengangguran dan demikian, maka proses manajemen risiko kredit
disebabkan pula oleh tingginya ketidakpastian dipandang sebagai variabel yang lebih dapat
mengenai kondisi ekonomi di masa yang akan dikontrol untuk menekan angka non-
datang dan suku bunga kredit. performing loan pada industri perbankan
Banyak penelitian terdahulu yang dibandingkan dengan variabel ekonomi makro
menunjukkan fakta bahwa kondisi ekonomi (Louzis et al., 2012; Dimitrios et al., 2016; Abid
makro sebuah negara memiliki peran yang et al., 2013).
penting sebagai determinan kinerja institusi Hipotesis 1: Kondisi
perbankan yang beroperasi pada sistem berpengaruh terhadap proses
ekonomi
makro
keuangan negara tersebut. Hasil penelitian manajemen risiko kredit.
Aviliani et al. (2015) menunjukkan bahwa kondisi ekonomi makro memiliki pengaruh
Kondisi Ekonomi Makro dan Tingkat NPL
yang cukup kuat dalam menentukan kinerja Dalam konteks perekonomian sebuah
institusi perbankan di Indonesia. Hasil negara, institusi perbankan, yang dalam konteks
penelitian tersebut konsisten dengan teori-teori penelitian ini adalah bank-bank komersial,
keuangan makro yang menyebutkan keterkaitan memiliki peran yang krusial terutama bagi
variabel ekonomi makro dengan kinerja sektor pembangunan perekonomian di negara
perbankan. Indikator ekonomi makro yang berkembang. Hal ini disebabkan karena banyak
sering digunakan untuk melihat pengaruhnya pelaku ekonomi kecil dan menengah di negara-
terhadap kinerja perbankan diantaranya adalah negara sedang membangun ini tidak memiliki
suku Bunga domestik, nilai tukar, dan aktivitas- akses terhadap pasar modal, sehingga
aktivitas di pasar modal (Aviliani et al., 2015). keberadaan bank-bank komersial sangat
Hipotesis 2: Kondisi ekonomi makro diperlukan untuk memberikan dukungan
berpengaruh positif terhadap NPL pendanaan. Beberapa penelitian terdahulu yang telah
dilakukan
menunjukkan
bahwa
Proses Manajemen Risiko Kredit sebagai
manajemen risiko kredit yang efektif
Determinan NPL
menyebabkan terjadinya krisis perbankan, dan Beberapa
sistem manajemen risiko yang tidak memadai menunjukkan adanya peran penting dari
penelitian
terdahulu
yang pada akhirnya menyebabkan krisis manajemen risiko kredit yang efektif guna
keuangan. Hasil penelitian Kithinji (2010) membantu
bahkan menunjukkan bahwa bagian yang lebih kegagalan dan membatasi ketidakpastian
mengurangi
kemungkinan
besar dari keuntungan bank tidak begitu pencapaian kinerja keuangan yang diperlukan
dipengaruhi oleh variabel lain selain kredit dan (e.g. Llewellin, 2002; Abid et al., 2014).
kredit bermasalah. Selanjutnya Boahene, Dasah Sebagian besar penelitian mendukung gagasan
dan Agyei (2012) menguji hubungan antara bahwa adanya hubungan positif antara
risiko kredit dan profitabilitas bank, dan manajemen risiko kredit yang efektif dan
menemukan hubungan positif antara risiko profitabilitas bank. Sebelum mendiskusikan
kredit dan profitabilitas bank. tentang pengaruh manajemen kredit terhadap
Beberapa penelitian lain juga menunjukkan keuntungan bank, batasan tentang definisi
tingkat urgensi manajemen risiko kredit untuk manajemen kredit perlu untuk diperjelas.
bank melalui Terdapat beberapa definisi yang diberikan
menunjang
kinerja
kemampuannya untuk menekan NPL. Gakure, tentang manajemen kredit oleh para ahli
Ngugi, Ndwiga dan Waithaka (2012) ekonomi. Mirach (2010), sebagai contoh,
menyelidiki efek dari teknik manajemen risiko menjelaskan bahwa manajemen
kredit pada kinerja bank dari pinjaman tanpa merupakan pelaksanaan dan maintance dari
kredit
anggunan. Mereka menyimpulkan bahwa risiko beberapa kebijakan dan prosedur untuk
keuangan dalam organisasi perbankan mungkin meminimalkan modal yang terikat dengan
mengakibatkan kendala kerugian pada debitur dan untuk meminimalkan kredit macet.
kemampuan bank untuk memenuhi tujuan Dapat dikatakan bahwa manajemen kredit
bisnisnya. Poudel (2012) mengeksplorasi merupakan pengelolaan keuangan dengan
berbagai indikator manajemen risiko kredit tujuan agar kredit yang disalurkan menjadi
yang mempengaruhi kinerja keuangan bank modal dari kreditur dan fungsi dari manajemen
menemukan bahwa indikator yang paling kredit juga mendorong efisien dimana kredit
terpengaruh dalam kinerja keuangan perbankan menjadi alat yang sangat baik untuk bisnis agar
adalah tingkat gagal bayarnya. Nawaz dan tetap stabil secara finansial.
Munir (2012) menemukan bahwa manajemen Fungsi manajemen kredit ini tentu perlu
risiko kredit berpengaruh terhadap profitabilitas didukung dengan adanya manajemen risiko
bank, dan mereka menyarankan bahwa kredit yang efektif. Lapteva (2009) menjelaskan
berhati-hati dalam bahwa manajemen kredit yang efektif tidak
manajemen
harus
menyiapkan kebijakan kredit yang mungkin terlepaskan dari perkembangan teknologi
negatif terhadap perbankan, dimana akan meningkatkan
tidak
berpengaruh
profitabilitas. Idowu dan Awoyemi (2014) kecepatan dalam membuat keputusan dan
mengungkapkan bahwa manajemen risiko mendorong pengurangan biaya pengawasan
kredit berpengaruh terhadap profitabilitas bank. risiko kredit. Risiko kredit merupakan salah
Dari berbagai penelitian tersebut dapat dilihat satu risiko yang signifikan dalam kegiatan
bahwa manajemen kredit yang benar dapat perbankan yang muncul akibat sifat kegiatan
menyelamatkan bisnis perbankan tersebut dan yang dilakukan institusi perbankan. Berkaitan
dibutuhkan penilaian nasabah yang saksama, dengan NPL ini, Gestel & Baesems (2008)
sehingga mengurangi kredit macet yang akan bahkan secara tegas menyebut bahwa gagal
terjadi.
bayar dari sedikit nasabah dapat mengakibatkan Hipotesis 3: Manajemen risiko kredit kerugian yang sangat besar bagi bank.
berpengaruh langsung terhadap NPL Hakim dan Neaime (2001) mencoba untuk menguji pengaruh likuiditas, kredit, dan modal
METODE PENELITIAN
pada kinerja bank di bank Mesir dan Lebanon; Penelitian ini berupaya mengungkapkan mereka
dan menjelaskan hubungan antara kondisi manajemen risiko merupakan kegiatan yang
ekonomi makro, proses manajemen risiko strategis sedemikian mempengaruhi penerapan
kredit dan tingkat NPL, sedemikian penelitian aturan-aturan dan hukum perbankan. Njanike
ini dapat dikategorikan sebagai penelitian (2009) menemukan bahwa tidak adanya
eksplanatori. Penelitian ini menggunakan eksplanatori. Penelitian ini menggunakan
dalam penelitian ini adalah karyawan yang memberikan gambaran mengenai suatu gejala
sedang bertugas atau pernah bertugas di bagian atau fenomena secara lebih mendetail dan
kredit dalam hal ini yaitu analis kredit. mendalam serta lebih menekankan pada
Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini pengujian teori-teori melalui pengukuran
menggunakan formula slovin (dalam Solimun, variabel-variabel penelitian dengan angka dan
2002) yang berdasarkan hasil perhitungan melakukan analisis data dengan prosedur
jumlah sampel ditentukan sebanyak 115,8 dan statistik (Indriantoro dan Supomo, 2002).
dibulatkan menjadi 116 responden. Selanjutnya Dengan demikian, tujuan utama dari penelitian
responden yang dipilih adalah mereka yang ini adalah menjawab pertanyaan tentang kondisi
pada kurun waktu tahun 2015-2016 melakukan saat ini dari obyek yang diteliti yakni persepsi
assessment pengajuan kredit dan monitoring analis kredit pada Bank X terkait dengan
atas kredit yang sedang berjalan. kondisi makro ekonomi, proses manajemen
Penelitian ini menggunakan skala Likert kredit, dan NPL dalam rentang waktu tahun
dengan interval penilaian setiap jawaban 2015-2016. Data yang digunakan dalam
responden dari angka 1 (sangat tidak setuju) penelitian ini diambil secara langsung dari Bank
sampai angka 5 (sangat setuju). Skala Likert
X, dengan metode pengumpulan data yang sering digunakan sebagai perangkat untuk digunakan yaitu: (1) Kuesioner, yang
mengukur sikap, pendapat, dan persepsi memberikan tanggung jawab kepada responden
seseorang atau sekelompok orang tentang untuk membaca dan menjawab pertanyaan, dan
fenomena sosial (Indriantoro dan Supomo, (2) Wawancara yang menggunakan pertanyaan
2002). Variabel-variabel yang akan diukur secara lisan kepada responden. Dalam
berdasarkan persepsi responden dalam penelitian ini metode pengumpulan data utama
penelitian ini dikemukakan pada tabel 1, yang digunakan adalah kuesioner, sedangkan
selanjutnya dijabarkan menjadi indikator- untuk metode pengumpulan data yang lainnya
indikator yang dijadikan titik tolak dalam seperti wawancara hanya ditujukan sebagai
penyusunan butir-butir instrumen yang berupa penunjang dalam melengkapi data utama.
pernyataan dalam kuesioner. Teknik pengambilan sampel dalam
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
penelitian ini adalah analisis jalur, yakni metode metode pusposive sampling. Responden dalam
yang digunakan untuk melihat dampak penelitian ini adalah analis kredit pada Bank X
langsung atau tidak langsung dari suatu variabel dengan beberapa kriteria tertentu. Responden
yang dihipotesiskan sebagai peubah terhadap dengan kategori tertentu ini dipilih sebagai
variabel yang diposisikan
sampel karena peneliti menganggap bahwa responden-responden
informasi yang diperlukan bagi penelitian
Variabel, Indikator, dan pernyataan kuesioner
(Hasan, 2000). Terdapat dua jenis sampel dalam
purposive sampling yaitu judgement Sampling
1. Mendukung iklim
dan quota sampling. Pada jenis yang pertama
usaha sektor riil.
2. Tidak berpotensi
sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti
Inflasi
menimbulkan kredit
bahwa dia adalah pihak yang paling baik untuk
2015-2016
macet.
dijadikan sampel penelitiannya. Sedangkan
3. Indeks Harga
jenis kedua adalah bentuk dari sampel
Kondisi
Konsumen relatif
distratifikasikan secara proporsional, namun
Ekonomi
stabil
tidak dipilih secara acak melainkan secara
Makro (X)
4. Mendukung iklim
kebetulan saja.
usaha sektor riil
Dalam penelitian ini jenis purposive
(Abid et al.,
5. Mendorong
sampling yang digunakan adalah Judgement
2014; Louzis
pertumbuhan usaha-
Sampling . Hal ini lebih didasarkan pada
et al., 2012)
Suku
usaha baru.
penilaian peneliti bahwa analis kredit
bunga
6. Mendorong
merupakan pihak yang paling tepat untuk penawaran kredit
2015-2016
pada proyek
dijadikan sampel penelitiannya, karena mereka
investasi dengan
mempunyai rich information atas persoalan
harapan keuntungan
kredit pada institusi perbankan. Adapun yang
yang tinggi
Proses
1. Condition
variabel-variabel yang diteliti. Untuk menjamin
Manajemen
Assessment 2. Capital
keabsahan instrument yang digunakan, maka
Risiko
3. Character
dilakukan uji validitas dan reeliabilitas atas
Kredit (Y1)
instrument dengan cara diuji cobakan sebanyak
4. Visitasi debitur
20 kuesioner kepada responden. Idrus (2009)
(Richard et
Monitoring Monitoring terhadap
menyebutkan bahwa sebuah instrumen dapat
al., 2008;
akun debitur
Abid et al.,
6. Pembaruan file dinyatakan valid apabila mampu benar-benar
2014; Louzis
kredit debitur
mengukur apa yang seharusnya diukur, serta
et al., 2012)
dapat mengungkapkan data dari variabel yang
1. Penyaluran kredit
akan diteliti secara tepat. Dalam penelitian
berisiko
kuantitatif dengan kuesioner sebagai instrument
Risiko
menimbulkan NPL
penelitian, validitas instrument dapat dinilai
NPL (Y2)
NPL
Rekomendasi lelang
Kredit
dengan menggunakan korelasi product moment
(Louzis,
aset pada kredit
sebagai berikut:
penghapusan kredit berisiko meningkat
(Arikunto, 2006:170)
sebagai akibat. Konstruk dalam analisis jalur Setelah nilai r tersebut diperoleh, maka langkah membedakan variabel yang diteliti menjadi dua
selanjutnya yaitu membandingkan antara hasil jenis variabel yaitu eksogen yang merupakan nilai r perhitungan dengan tabel nilai kritis r variabel penyebab dan endogen atau variabel pada taraf signifikansi (α=0,3). Apabila nilai r akibat. Pola hubungan langsung dan tidak lebih besar dari 0,3 maka dikatakan valid, langsung yang dikembangkan dalam analisis namun jika r lebih kecil dari 0,3 maka dikatakan jalur harus didasarkan pada pertimbangan
tidak valid. Sejumlah 20 sampel kuesioner yang teoritis serta pengetahuan dari peneliti yang telah diisi oleh responden diajukan untuk uji ditampilkan dalam bentuk gambar (path
validitas ini dengan hasil yang disajikan dalam diagram ) yang berfungsi membantu dalam
tabel 2 sebagai berikut.
melakukan konseptualisasi masalah yang lebih kompleks
serta mempermudah
dalam
Tabel 2
mengidentifikasi implikasi empiris maupun
Hasil Uji Validitas Variabel
teoritis atas konstruk yang sedang diuji. Model
Variabel
Item
r hit Sig. Ket
model analisis jalur ini selanjutnya memiliki
X. 1 0.781 0.000 Valid
persamaan sub-struktural sebagai berikut:
Y Valid
1 = ρy1 . X + ε1
X. 2 0.686 0.000
Y 2 1 X. 3 0.587 0.001 = ρy2 . X + ρy2y1 Y Valid + ε2
Kondisi
Ekonomi Makro (X)
X. 4 0.673 0.000 Valid
Selanjutnya peranan
variabel
proses
X. 5 0.529 0.003 Valid
manajemen risiko kredit sebagai mediator
hubungan antara variabel kondisi ekonomi Valid Y makre dengan NPL dikalkulasi dengan rumus 1.1 0.481 0.007
X. 6 0.768 0.000
Valid
sebagai berikut:
Y 1.2 0.686 0.000 Valid
Proses
Indirect Effect (IE)
= ρX × ρY 2 Y 1 Manajemen
Y1 .3 0.708 0.000 Valid
Sedangkan pengaruh total dalam model (Total
Risiko Kredit
Y 1.4 0.475 0.008 Valid
Effect) dikalkulasi dengan rumus sebagai
(Y 1 )
Y 1.5 0.588 0.001 Valid
berikut:
Total Effect Valid (TE) = (ρY
Y 1.6 0.604 0.000
ρY
1 Y 2 ) + ρY 2 X Non Performing
Y 2.1 0.771 0.000 Valid
Valid
Loan (Y 2 )
Y 2.2 0.755 0.000 Valid Y 2.3 0.867
HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Instrumen
Hasil uji reliabilitas dalam penelitian ini Penelitian ini menggunakan kuesioner
menunjukkan bahwa kuesioner yang disusun sebagai instrumen untuk mendapatkan data
reliabel dalam menghasilkan data yang penelitian berupa persepsi analis kredit terhadap
diperlukan. Menurut Arikunto (2006) prinsip diperlukan. Menurut Arikunto (2006) prinsip
e 1 0,839
suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data jika
instrumen tersebut sudah baik. Dalam hal ini instrumen yang reliabel akan menunjukkan
e 2 0,79
konsistensi atas data yang diperolehnya. Secara
PMRK (Y 1 )
PY 1 X PY 1 Y 0,311* keseluruhan item bisa dilakukan dengan 2 menggunakan koefisien Alpha Cronbach
stratistik, cara menguji reliabilitas untuk
dengan rumus: PY 2 X
KEM (X)
2 k 1
tot
Gambar 2
Suatu instrumen dikatakan reliabel apabila
Diagram Hasil Analisis Jalur
memiliki koefisien reliabilitas sebesar ≥ 0,6
Keterangan:
(Maholtra 2009). Hasil uji reliabilitas
KEM : Kondisi Ekonomi Makro
ditampilkan dalam tabel 3 sebagai berikut : PMRK : Proses Manajemen Risiko Kredit
Tabel 3
NPL : Non-Performing Loan
Hasil Uji Reliabilitas
PY 1 X : Koefisien jalur variabel X 1 ke Y 1
Cronbach's Variabel
PY 2 X : Koefisien jalur variabel X 1 ke Y 2
Keterangan
Alpha
PY 1 Y 2 : Koefisien jalur variabel Y 1 ke Y 2
Kondisi Ekonomi Makro (X)
Model analisis
jalur memiliki
kemampuan untuk memberikan penjelasan
Risiko Kredit (Y 1 )
hubungan langsung dan tidak langsung atas
Non Performing
Reliabel
variabel yang sedang diteliti. Dalam hal ini,
Loan (Y 2 )
pengaruh tidak langsung atau Indirect
Effect (IE) mengukur besaran pengaruh
Diagram Hasil Analisis Jalur
variabel eksogen terhadap variabel endogen Gambar 2 menampilkan diagram hasil
analisis jalur secara keseluruhan dalam melalui variabel lain. Untuk mengetahui
penelitian ini, yang menunjukkan pengaruh pengaruh tidak langsung (IE) variabel signifikan dari masing-masing jalur yang
kondisi ekonomi makro terhadap variabel dilewati ketiga variabel. Pengaruh variabel
non-performing loan melalui variabel kondisi makro ekonomi terhadap proses
proses manajemen risiko kredit dapat manajemen risiko kredit adalah sebesar 0,402,
dilakukan dengan cara mengalikan hasil pengaruh variabel kondisi makro ekonomi
pengaruh langsung pada jalur yang dilewati. terhadap non-performing loan (NPL) sebesar
Tabel 4 berikut menjelaskan perhitungan 0,228, dan pengaruh variabel proses manajemen
statistika untuk melihat pengaruh tidak risiko kredit terhadap NPL sebesar 0,311.
langsung pada model yang diajukan.
Tabel 4
Pengaruh Tidak Langsung Variabel Kondisi
Makro Ekonomi terhadap Non-performing loan
melalui Proses Manajemen Risiko Kredit
Koefisie
Signifikans
Keteranga
n hitun
Berpengaru
h Signifikan
Hasil analisis jalur pengaruh kondisi makro = 0,333 atau 33,3% ekonomi (X) terhadap non-performing loan
Berdasarkan atas hasil perhitungan ketepatan (Y 2 ) melalui proses manajemen risiko kredit
model yang menunjukkan angka sebesar 33,3% (Y 1 ) dengan t hitung 2,663 dan lebih besar dari
ini, dapat diambil kesimpulan statistik bahwa t tabel (1,960) atau tingkat signifikansi 0,009
kontribusi model untuk menjelaskan hubungan lebih kecil dari alpha 5% menyatakan bahwa
struktural dari ketiga variabel yang diteliti terdapat pengaruh yang dari kondisi makro
adalah sebesar 33,3% dan sisanya sebesar ekonomi (X) terhadap non-performing loan
66,7% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak (Y 2 ) melalui proses manajemen risiko kredit
diajukan dalam model penelitian ini. (Y 1 ). Nilai koefisien 0,126 dan bertanda positif
Pengaruh kondisi ekonomi makro terhadap
signifikan menyatakan bahwa bentuk pengaruh
proses manajemen risiko kredit
kondisi makro ekonomi (X) terhadap non- Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa
performing loan (Y 2 ) melalui proses
ketiga variabel yang diuji dalam penelitian ini
saling berpengaruh secara signifikan. Variabel lurus dan signifikan yang berarti bahwa
manajemen risiko kredit (Y 1 ) adalah berbanding
kondisi ekonomi makro memiliki pengaruh peningkatan kondisi makro ekonomi (X) tentu
terhadap variabel proses manajemen risiko
kredit yang ditunjukkan oleh nilai koefisien secara signifikan seiring dengan proses
akan meningkatkan non-performing loan (Y 2 )
jalur (β) sebesar 0,402 dan signifikan dengan
probabilitas sebesar 0,000 (p<0,05). Koefisien meningkat.
manajemen risiko kredit (Y 1 ) yang juga
determinasi menunjukkan angka sebesar Disamping pengaruh langsung dan tidak
16,1%. Hasil uji ini menjelaskan bahwa terdapat langsung, dapat pula diidentifikasi pengaruh
pengaruh signifikan dari variabel kondisi total dari model yang sedang diuji. Pengaruh
ekonomi makro terhadap variabel proses total menunjukkan pengaruh secara menyeluh
manajemen risiko kredit dengan kontribusi dari berbagai hubungan antar variabel yang
sebesar 16,1%, dan pengaruh langsung sebesar sedang diteliti, dengan kata lain pengaruh total
0,402. Sedangkan pengaruh sebesar 83,9% atau Total Effect (TE) digunakan untuk
disebabkan oleh variabel-variabel lain diluar mengetahui
penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan kaseluruhan hubungan antar variabel dalam
bahwa variabel kondisi ekonomi makro sebuah model. Untuk mengetahui pengaruh
berpengaruh terhadap proses manajemen risiko total (TE) variabel kondisi makro ekonomi,
kredit.
proses manajemen risiko kredit dan non- Memperhatikan kompleksitas indikator- performing loan dapat dilihat melalui formulasi
indikator ekonomi makro (mis. Bucur & berikut:
Dragomirescu, 2014) maka penelitian ini TE = (PY 1 X x PY 2 Y 1 ) + PY 2 X mengajukan dua indikator saja untuk mengukur
TE = 0,126 + 0,228 kondisi ekonomi makro dalam konteks TE = 0,354
manajemen risiko kredit. Hal ini dilakukan Perhitungan pengaruh total menunjukkan angka
karena penelitian ini mencoba untuk mengukur sebesar 0,354. Angka tersebut bermakna bahwa
persepsi pihak yang berkepentingan terhadap pengaruh total variabel kondisi makro ekonomi
informasi-informasi tentang kondisi ekonomi dan proses manajemen risiko kredit terhadap
makro, dalam hal ini adalah para analis kredit non-performing loan sebesar 0,354.
sehingga digunakan hanya indikator-indikator yang paling sering digunakan oleh para analis.
Ketepatan Model
Penelitian yang dilakukan oleh Bucur dan Ketepatan model hipotesis dan data
Dragomirescu (2014) dilakukan dengan penelitian diukur dari hubungan koefisien
menelaah data sekunder time series selama determinasi (R 2 ) di kedua persamaan. Hasil
kurun waktu enam tahun dari tahun 2008 ketepatan model adalah:
Dengan menggunakan R 2 model
menggunakan data sekunder maka Bucur dan Dragomirescu
(2014) mampu untuk = 1 - (1 - 0,161) (1 - 0,205)
menganalisis lebih banyak indikator ekonomi = 1 - (0,839) (0,795)
makro. Namun demikian, penggunaan data = 1 - 0,667
sekunder pada umumnya bersifat lebih kaku dan tidak mampu merefleksikan persepsi dari sekunder pada umumnya bersifat lebih kaku dan tidak mampu merefleksikan persepsi dari
bahwa kondisi ekonomi makro yang penelitian ini berupaya untuk mengungkap
direfleksikan melalui inflasi dan suku bunga persepsi dari pengambil keputusan terkait
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap dengan rekomendasi kredit dengan mengukur
proses manajemen risiko kredit, penggunaan pandangan mereka terhadap kondisi ekonomi
hanya dua indikator saja mungkin tidak cukup makro pada periode tertentu. Dengan demikian,
komprehensif untuk menjelaskan keseluruhan untuk membuat ukuran persepsi responden
kondisi ekonomi makro. Dalam hal ini masih lebih akurat, maka penelitian ini hanya
terdapat peluang untuk melakukan studi mencoba untuk mengukur perspesi responden
lanjutan baik secara parsial maupun secara dengan menggunakan dua indikator saja yaitu
simultan yang melibatkan indikator-indikator tingkat inflasi dan tingkat suku bunga.
lain seperti GDP, indeks sumberdaya manusia, Pembatasan penggunaan indikator untuk
hutang publik, mengukur variabel kondisi ekonomi makro ini
belanja
pemerintah,
pengangguran dan indikator lain untuk dapat dilakukan, sebagaimana dikemukakan
ekonomi makro oleh beberapa penelitian terdahulu (Salas &
menjelaskan
kondisi
sebagaimana telah dilakukan pada penelitian Fumas, 2002; Abid et al., 2014; Aviliani et al.,
terdahulu (mis. Salas & Fumas, 2002; Louziz et 2015) yang menggunakan sebagian saja dari
al., 2012; Abid et al., 2014; Aviliani et al., 2015) berbagai indikator ekonomi makro yang dapat
dengan menggunakan data time series dalam digunakan untuk menjelaskan variabel ekonomi
penelitian dengan makro.
analisisnya.
Untuk
menggunakan data primer pengukuran persepsi Hasil analisis dalam penelitian ini
para pengambil keputusan, penelitian secara menunjukkan bahwa, meskipun kontribusi
parsial dengan indikator ekonomi makro yang kondisi ekonomi makro terhadap proses
berbeda dapat dilakukan terhadap sekelompok manajemen kredit adalah signifikan, namun
responden yang sama, untuk selanjutnya hasil para analis kredit pada rentang waktu 2015-
dari masing-masing studi dapat disintesiskan. 2016
tidak terlalu
ketat
dalam
mempertimbangkan kondisi ekonomi makro
Pengaruh kondisi ekonomi makro terhadap
pada proses assessment dan evaluasi kredit.
non-performing loan
Artinya, ketika para analis ini hendak Variabel kondisi makro ekonomi memiliki mengambil
pengaruh terhadap variabel non-performing manajemen
langkah pengetatan
proses
loan yang ditunjukkan oleh nilai koefisien jalur pertimbangan-pertimbangan lain yang dianggap
(β) sebesar 0,228, signifikan dengan jauh lebih penting misalnya perubahan situasi
probabilitas sebesar 0,014 (p<0,05) dan dan stabilitas politik, keamanan, dan tuntutan
koefisien determinasi sebesar 20,5%. Hasil uji untuk meningkatkan jumlah penyaluran kredit
ini menjelaskan bahwa terdapat pengaruh perbankan. Disamping asumsi-asumsi yang
signifikan dari variabel kondisi makro ekonomi telah dikemukakan sebelumnya, para analis
terhadap variabel non-performing loan dengan juga melihat pada kondisi kesehatan industri-
kontribusi sebesar 20,5%, dan pengaruh industri tertentu yang sedang dinilai.
langsung sebesar 0,228. Sedangkan pengaruh Hasil penelitian ini mendukung temuan
sebesar 79,5% disebabkan oleh variabel- dari penelitian yang dilakukan oleh Bekhet dan
variabel lain diluar penelitian ini. Hasil Eletter (2014) yang meneliti tentang model
penelitian ini menunjukkan bahwa variabel penilaian risiko kredit pada bank-bank
kondisi makro ekonomi berpengaruh terhadap komersial di Jordania. Perbedaan penelitian ini
non-performing loan .
dengan penelitian Bekhet dan Eletter (2014) Dalam penelitian terdahulu (mis. Aviliani terletak pada indikator yang digunakan untuk
et al, 2015; Washington, 2014) ditemukan menjelaskan faktor penentu risiko kredit. Pada
bahwa kondisi makro ekonomi berpengaruh penelitian Beket dan Eletter (2014) inflasi tidak
secara negatif terhadap kinerja kredit. Dalam dijadikan sebagai indikator untuk mengukur
hal ini apabila kondisi ekonomi makro risiko kredit, sedangkan faktor tingkat suku
membaik, maka terdapat kecenderungan bahwa bunga sebagai salah satu indikator yang
non-performing loan akan menurun. Penting digunakan, didapatkan memiliki pengaruh yang
untuk dicatat dalam penelitian-penelitian signifikan terhadap penilaian risiko kredit.
terdahulu ini adalah indikator yang digunakan tidak hanya inflasi dan tingkat suku bunga, terdahulu ini adalah indikator yang digunakan tidak hanya inflasi dan tingkat suku bunga,
memperkuat hasil temuan dari peneltian ini bahwa dengan adanya kenaikan tingkat suku bunga khususnya pada Bank X akan memacu peningkatan NPL terutama di dalam sektor kredit produktif, karena sektor-sektor produktif merupakan sektor yang paling rawan dalam menyumbang NPL dikarenakan pada usaha- usaha sektor produktif memiliki penghasilan yang tidak tetap. Hasil temuan ini berbeda dengan temuan dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Washington (2014) dan Mileris (2014) yang menyebutkan bahwa tingginya prosentase NPL lebih disebabkan karena diberlakukannya rezim floating rate pada sisi regulasi bank, sementara pada sisi lainnya banyak kredit konsumtif yang diambil oleh debitur dengan jumlah penghasilan tetap (fixed income ). Dengan demikian ketika terjadi kenaikan suku bunga, maka debitur tidak memiliki cadangan dana yang cukup untuk mengantisipasi kenaikan tingkat suku bunga tersebut.
Selanjutnya perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian Aviliani (2015) dan penelitian Washington (2014) lebih banyak terletak pada kombinasi indikator-indikator yang digunakan uintuk mengukur variabel ekonomi makro. Pada penelitian Washington (2014) yang dilakukan di Kenya, sebagai contoh,
pertumbuhan GDP memiliki peran yang lebih dominan dibandingkan indikator ekonomi makro yang lain, sedemikian dalam uji regresi dengan
ditemukan bahwa secara simultan variabel ekonomi makro memiliki pengaruh negatif terhadap NPL . Sedangkan hasil dari penelitian ini mendukung hasil uji parsial yang dilakukan oleh Washington (2014) yang menyebutkan bahwa tingkat inflasi dan tingkat suku bunga
memiliki pengaruh yang positif signifikan terhadap NPL.
Pengaruh Proses manajemen risiko kredit Terhadap Non-performing loan
Variabel proses manajemen risiko kredit memiliki pengaruh terhadap variabel non- performing loan yang ditunjukkan oleh nilai koefisien jalur (β) sebesar 0,311, signifikan dengan probabilitas sebesar 0,001 (p<0,05) dan koefisien determinasi sebesar 20,5%. Hasil uji ini menjelaskan bahwa terdapat pengaruh signifikan dari variabel proses manajemen risiko kredit terhadap variabel non-performing loan dengan kontribusi sebesar 20,5%, dan pengaruh langsung sebesar 0,311. Sedangkan pengaruh sebesar 79,5% disebabkan oleh variabel-variabel lain diluar penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel proses manajemen risiko kredit berpengaruh terhadap non-performing loan.
Beberapa
penelitian
terdahulu menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang berlawanan (adverse effect) antara manajemen risiko kredit dengan non-performing loan. Penelitian yang dilakukan oleh Aduda dan Gitonga (2011) pada perbankan di Kenya menunjukkan bahwa semakin meningkat penilaian (assessment) atas sebuah kredit, maka dapat membantu menurunkan tingkat NPL. Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Kodithuwakku (2015) pada bank-bank komersial di Srilanka menunjukkan hasil yang menunjukkan hubungan berlawanan antara manajemen risiko kredit dengan NPL. Kedua penelitian terdahulu ini (i.e. Aduda dan Gitonga, 2011 dan Kodithuwakku, 2015) menggunakan data primer dengan menyebar kuesioner terhadap responden kunci yang berhubungan
langsung
dengan proses pemberian kredit perbankan.