perda no 18 tahun 2010 ttg pajak sarang burung walet

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI
NOMOR 18 TAHUN

2010

TENTANG

PAJAK SARANG BURUNG WALET

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI NGAWI,
Menimbang : a.

bahwa dengan telah diundangkannya Undang-undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan guna
pemerataan pembangunan yang didanai dari sumber pendapatan asli
daerah bagi masyarakat dapat dinikmati, maka perlu pengenaan pajak
sarang burung walet yang merupakan komoditi bahan pangan yang
mempunyai nilai jual yang tinggi dapat digunakan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat ;


b.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pajak Sarang
Burung Walet.

: 1.

Undang–undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerahdaerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Lembaran
Negara Tahun 1950 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 9) ;

2.

Undang–undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 34319) ;

3.

Undang–undang Nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak

Negara dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3686) sebagaimana telah diubah
beberapakali terakhir dengan Undang–undang Nomor 19 Tahun 2000
(Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 129, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3987) ;

4.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851) ;

5.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286) ;

Mengingat


2
6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4355) ;
7. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389) ;
8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4844) ;
9. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438) ;
10. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5049) ;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1994 tentang Pemburuan Satwa Burung

(Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3542);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan
Satwa Liar (Lembaran Negara tahun 1999 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3803) ;
13. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4575) ;
14. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4593) ;
16. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan
Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5161) ;
17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 59 Tahun 2007 ;
18. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 74 Tahun 1999 tentang Pedoman
Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet ;
19. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Ngawi Nomor 7 Tahun 1987
tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Kabupaten
Daerah Tingkat II Ngawi ;
20. Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 07 Tahun 2007 tentang Pokok-pokok
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2007
Nomor 07) ;
21. Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2008 Nomor 08).

3
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NGAWI
dan
BUPATI NGAWI
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET
BAB I

KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1.

Kabupaten adalah Kabupaten Ngawi.

2.

Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten Ngawi.

3.

Bupati adalah Bupati Ngawi.

4.

Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset yang selanjutnya
disebut Dinas adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan
Aset Kabupaten Ngawi dalam hal ini selaku dinas pemungut pajak

sarang burung wallet.

5.

Pejabat yang ditunjuk adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu di
bidang perpajakan daerah sesuai dengan peraturan perundang–
undangan yang berlaku.

6.

Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer,
Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN ) atau Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun,
firma, kongsi, Koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi masa,organisasi social politik, atau organisasi
lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi
kolektif dan bentuk usaha tetap.;


7.

Burung Walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu
collocalia fuchliap haga, collocalia maxina, collocaliaesculanta, dan
collocalia linchi;

8.

Pajak Sarang Burung Walet, adalah Pajak atas kegiatan pengambilan
dan/atau pengusahaan sarang burung walet.

9.

Pengusahaan sarang burung walet, adalah bentuk kegiatan
pengambilan sarang burung walet di habitat alami dan di luar habitat
alami.

10.

Habitat alami burung walet, adalah lingkungan tempat burung walet

yang hidup dan berkembang secara alami.

11.

Di luar habitat alami burung walet, adalah lingkungan tempat burung
walet yang hidup dan berkembang serta diusahakan dan dibudidayakan.

4
12. Lokasi, adalah kawasan atau tempat tertentu di mana terdapat sarang burung walet dan
burung sriti baik pada habitat alami maupun di luar habitat alami.
13. Kawasan Hutan Negara, adalah kawasan hutan lindung, hutan produksi, kawasan
suaka alam dan kawasan pelestarian alam.
14. Kawasan konservasi, adalah kawasan yang dilindungi atau dilestarikan.
15. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD, adalah surat
yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau
pembayaran pajak, obyek pajak dan atau bukan obyek pajak dan atau harta dan
kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan Daerah.
16. Surat Setoran Pajak Daerah, yang selajutnya disingkat SSPD adalah surat yang oleh
Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak ke Kas
Umum Daerah atau ke tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Bupati.

17. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD, adalah surat
ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak.
18. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB
adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah
kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.
19. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat
SKPDKBT, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah
pajak yang telah ditetapkan.
20. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB, adalah
surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena
jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya
terutang.
21. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil yang selanjutnya disingkat SKPDN, adalah surat
ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah
kredit pajak, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
22. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD, adalah surat untuk
melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.
23. Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak yang selanjutnya disingkat SPMKP, adalah
Surat Perintah Bupati kepada Kas Daerah untuk membayar pengembalian kelebihan

pajak.
24. Kas Umum Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh kepala
daerah untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh
pengeluaran daerah.

BAB II
LOKASI SARANG BURUNG WALET DAN PENGUSAHAANNYA
Pasal 2
(1)

Lokasi Sarang Burung Walet berada di :
a. Habitat alami ;
b. Di luar habitat alami.

(2)

Sarang Burung Walet yang berada di habitat alami meliputi :
a. Kawasan Hutan Negara ;
b. Kawasan Konservasi ;
c. Goa alam dan atau di luar kawasan yang tidak dibebani hak milik perorangan dan
atau adat.

5
(3)

Sarang Burung Walet yang berada di luar habitat alami meliputi ;
a. Bangunan ;
b. Rumah atau Gedung.

BAB III
NAMA, OBJEK, DAN SUBJEK PAJAK
Pasal 3
(1)

Dengan nama Pajak Sarang Burung Walet dipungut pajak atas kegiatan pengambilan
dan/atau pengusahaan sarang burung walet.

(2)

Obyek Pajak Sarang Burung walet adalah setiap pengambilan dan/atau pengusahaan
sarang burung walet.

(3)

Tidak termasuk obyek pajak sarang burung walet adalah :
a. Pengambilan sarang burung walet yang telah dikenakan Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNPB).
b. Kegiatan pengambilan sarang burung walet yang dipergunakan untuk tujuan
penelitian ilmiah dengan volume pengambilan tidak melebihi 100 (seratus) gram.
Pasal 4

(1)

Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau
mengusahakan sarang burung walet.

(2)

Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambil dan/atau
mengusahakan sarang burung walet.
Pasal 5

(1)

Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) diwajibkan mengisi daftar
isian dengan benar dan jelas.

(2)

Daftar Isian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat keterangan-keterangan
sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

nama dan alamat Wajib Pajak ;
alamat wajib pajak ;
tempat atau lokasi pengusahaan sarang burung walet ;
tanggal dimulai pengusahaan sarang burung walet ;
tanggal bulan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet ;
hasil pada setiap pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet diisi
setelah pengambilan atau pemanenan ;
keterangan tentang harga jual per-kilogram pada saat pengambilan dan/atau
pengusahaan ;
lain-lain keterangan yang dianggap perlu.
Pasal 6

(1)

Setiap Wajib Pajak yang akan melakukan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang
burung walet wajib untuk memberitahukan kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.

(2)

Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan paling lambat 5
(lima) hari sebelum pelaksanaan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung
walet.

6
(3)

Pemerintah berhak melihat dan meninjau untuk kepentingan supervisi atau untuk
kepentingan ilmiah sarang burung wallet.
BAB IV
DASAR PENGENAAN, TARIF DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK
Pasal 7

(1)

Dasar pengenaan pajak adalah nilai jual sarang burung walet.

(2)

Nilai jual sarang burung walet sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dihitung
berdasarkan volume sarang burung walet dikalikan dengan harga pasaran umum pada
saat pengambilan dan/atau pengusahaan.
Pasal 8

Tarif Pajak sarang burung walet ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen).
Pasal 9
Besaran pokok Pajak Sarang Burung Walet yang terutang dihitung dengan cara mengalikan
tarif sebagaimana di maksud dalam Pasal 8 dengan dasar pengenaan pajak perkalian antara
harga pasaran umum Sarang Burung Walet yang berlaku di daerah yang bersangkutan
dengan volume Sarang Burung Walet.
BAB V
WILAYAH PEMUNGUTAN PAJAK
Pasal 10
Pajak Sarang Burung Walet dipungut di wilayah Daerah.
BAB VI
MASA PAJAK, SAAT PAJAK TERUTANG DAN
SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH
Pasal 11
Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan kalender.
Pasal 12
Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat pengambilan dan/atau pengusahaan
sarang burung walet atau sejak diterbitkannya SKPD.

7
BAB VII
PEMUNGUTAN PAJAK
Bagian Kesatu
Tata Cara Pemungutan
Pasal 13
(1)
(2)

(3)
(4)
(5)

Pemungutan Pajak dilarang diborongkan.
Setiap Wajib Pajak wajib membayar Pajak yang terutang berdasarkan surat ketetapan
pajak atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak berdasarkan peraturan perundangundangan perpajakan.
Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan berdasarkan penetapan Kepala
Daerah dibayar dengan menggunakan SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan.
Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa karcis
dan nota perhitungan.
Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar dengan
menggunakan SPTPD, SKPDKB, dan/atau SKPDKBT.
Pasal 14

(1)

Wajib Pajak yang membayar sendiri, SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (5) digunakan wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan dan menetapkan
besarnya jumlah pajak sendiri yang terutang.

(2)

Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Bupati dapat
menerbitkan:
a. SKPDKB dalam hal:
1. jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang
tidak atau kurang dibayar;
2. jika SPTPD tidak disampaikan kepada Bupati dalam jangka waktu tertentu dan
setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana
ditentukan dalam surat teguran;
3. jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung
secara jabatan.
b. SKPDKBT jika ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap
yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang.
c. SKPDN jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak
atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 2 dikenakan sanksi administratif berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat
dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat
terutangnya pajak.

(3)

(4)

SKPDKBT sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b diterbitkan apabila ditemukan
data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan
jumlah pajak yang terutang, akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan
sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.

(5)

Kenaikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak dikenakan apabila wajib pajak
melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

(6)

SKPDN sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c diterbitkan apabila jumlah pajak
yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan
tidak ada kredit pajak.

8
(7)

Apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a dan huruf b atau tidak sepenuhnya
dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menertibkan STPD
ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) per bulan.

(8)

Penambahan jumlah pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak
dikenakan apabila wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan pemeriksaan.
Bagian Kedua
Tata Cara Pembayaran
Pasal 15

(1)

(2)

(3)

(4)

Bupati atau Pejabat menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran
pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja
setelah saat terutangnya pajak.
SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, dan Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah Pajak yang harus dibayar
bertambah merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu
paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
Bupati atau Pejabat yang ditunjuk atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi
persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk
mengangsur atau menunda pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2%
(dua persen) sebulan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran, penyetoran, tempat
pembayaran, angsuran, dan penundaan pembayaran pajak diatur dengan Peraturan
Bupati,
Pasal 16

(1)

Pembayaran Pajak dilakukan di Kas Umum Daerah atau di tempat lain yang ditunjuk
oleh Bupati dan/atau Pejabat yang ditunjuk sesuai dengan waktu yang tercantum dalam
SPTPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD.

(2)

Apabila pembayaran Pajak dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan
pajak harus disetor ke Kas Daerah paling lambat 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam
atau dalam waktu yang ditentukan oleh Bupati.

(3)

Pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilakuan
dengan menggunakan SSPD.
Pasal 17

(1)

Pembayaran Pajak dilakukan sekaligus atau lunas.

(2)

Bupati dan/atau Pejabat yang ditunjuk dapat memberikan persetujuan kepada Wajib
Pajak untuk mengangsur pajak terutang dalam kurun waktu tertentu, setelah memenuhi
persyaratan yang ditentukan.

(3)

Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus dilakukan
secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) per
bulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.

(4)

Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak
untuk menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang ditentukan setelah
memenuhi persyaratan yang ditentukan dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua
persen) per bulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.

9
(5)

Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara
pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan
ayat (4), ditetapkan oleh Bupati.
Pasal 18

(1)

Setiap pembayaran pajak diberikan tanda bukti pembayaran dan dicatat dalam buku
penerimaan.

(2)

Bentuk, jenis, isi, ukuran tanda bukti pembayaran dan buku penerimaan pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Bupati atau Pejabat yang
ditunjuk.
Bagian Ketiga
Tata Cara Penagihan
Pasal 19

(1)

(2)

Bupati dapat menerbitkan STPD jika :
a. pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar ;
b. dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah
tulis dan/atau salah hitung ;
c. wajib pajak dikenakan sanksi adminitratif berupa bunga dan/atau denda.
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak
terutangnya pajak.
Pasal 20

(1)

(2)

Pajak terutang berdasarkan SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan,
Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang tidak atau kurang dibayar oleh
Wajib Pajak pada Waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.
Penagihan pajak dengan Surat Paksa dilaksanakan menurut peraturan perundang –
undangan.

Pasal 21
(1)

Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat Lain yang sejenis sebagai awal
tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo
pembayaran.

(2)

Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan
atau Surat Lain yang sejenis, wajib pajak harus melunasi pajak yang terutang.

(3)

Surat Teguran, Surat Peringatan atau Surat Lain yang sejenis sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dikeluarkan oleh Pejabat yang ditunjuk.
Pasal 22

(1)

Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu
sebagaimana ditentukan dalan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat Lain
yang sejenis, jumlah pajak yang harus dibayar ditagih dengan Surat Paksa.

(2)

Pejabat yang ditunjuk menerbitkan Surat Paksa segera setelah lewat 21 (dua puluh
satu) hari sejak tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat Lain yang
sejenis.

10

Pasal 23
Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 (dua kali dua
puluh empat) jam sesudah tanggal pemberitahuan Surat Paksa, Pejabat yang ditunjuk
segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.

Pasal 24
Setelah dilakukan penyitaan dan Wajib Pajak belum juga melunasi utang pajaknya, setelah
lewat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan,
Pejabat yang ditunjuk mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada Kantor
Pelelangan Negara.
Pasal 25
Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam dan tempat pelaksanaan
lelang, Juru Sita memberitahukan dengan segera secara tertulis kepada Wajib Pajak.
Pasal 26
Bentuk, jenis, dan isi formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan penagihan pajak
daerah ditetapkan oleh Bupati Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk.

BAB VIII
PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN PAJAK
Pasal 27
(1)

Bupati atau Pejabat yang ditunjuk berdasarkan permohonan wajib pajak dapat
memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak dengan disertai alasanalasan yang ilmiah dan wajar.

(2)

Wajib pajak yang mendapatkan pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diumumkan di mass media.

(3)

Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan oleh Bupati.
BAB IX
TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN DAN
PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 28

(1)

Bupati atau Pejabat yang ditunjuk, atas dasar permohonan Wajib Pajak dapat :
a. Membetulkan SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD yang dalam
penerbitannya terhadap kesalahan tulisan, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan
dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah ;
b. Membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak yang tidak benar ;
c. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan
kenaikan pajak yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena
kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya.

11
(2)

Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau
pengurangan sanksi administrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disampaikan secara tertulis oleh Wajib
Pajak kepada Bupati, paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya
SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD dengan memberikan alasan yang jelas.

(3)

Bupati atau Pejabat yang ditunjuk, paling lama 3 (tiga) bulan sejak surat permohonan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diterima, sudah harus memberikan keputusan.

(4)

Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
Bupati atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan
pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan, dan penghapusan atau
pengurangan sanksi administrasi dianggap dikabulkan.
BAB X
KEBERATAN DAN BANDING
Pasal 29

(1)

Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau Pejabat yang
ditunjuk atas suatu :
a. SKPD ;
b. SKPDKB ;
c. SKPDKBT ;
d. SKPDLB ;
e. SKPDN.

(2)

Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disampaikan
secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan disertai alasan yang jelas dapat
membuktikan ketidak benaran pajak tersebut, paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal
SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, dan SKPDN diterima oleh Wajib Pajak, kecuali
apabila wajib pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi
karena keadaan diluar kekuasaannya.

(3)

Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan
sejak tanggal surat permohonan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
diterima, harus sudah memberikan keputusan, permohonan keberatan dianggap
dikabulkan.

(4)

Apabila setelah lewat waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan
keberatan dianggap dikabulkan.

(5)

Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak menunda kewajiban
membayar pajak.

(6)

Keputusan Bupati atau Pejabat yang ditunjuk atas keberatan dapat berupa menerima
seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya pajak yang terutang.
Pasal 30

(1)

Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang
ditetapkan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.

(2)

Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis dalam
Bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak
keputusan keberatan diterima dengan dilampiri salinan surat keputusan tersebut.

12
(3)

Pengajuan banding sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak menunda kewajiban
membayar kewajiban pajak dan pelaksanaan penagihan.
Pasal 31

Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 atau banding
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan
pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen)
per bulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

BAB XI
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 32
(1)

Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk secara tertulis dengan menyebutkan
sekurang-kurangnya memuat :
a.
b.
c.
d.

Nama dan alamat Wajib Pajak ;
Masa Pajak ;
Besarnya kelebihan pembayaran Pajak ;
Alasan yang jelas.

(2)

Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan
sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memberikan keputusan.

(3)

Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilampaui, Bupati atau
Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalan
jangka waktu paling lama 1 (satu ) tahun.

(4)

Apabila Wajib Pajak mempunyai hutang pajak lainnya kelebihan pembayaran pajak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih
dahulu utang pajak dimaksud.

(5)

Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua)
bulan sejak diterbitkannya SKPDLB dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar
Kelebihan Pajak SKPDLB.

(6)

Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat waktu 2
(dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, Bupati atau Pejabat yang ditunjuk
memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas keterlambatan
pembayaran kelebihan pajak.

(7)

Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XII
KADALUWARSA
Pasal 33

(1)

Hak untuk melakukan penagihan pajak, kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu
5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak
melakukan tindak pidana dibidang perpajakan daerah.

13
(2)

(3)

Kedaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tertangguh
apabila :
a. telah diterbitkannya surat teguran dan surat paksa atau ;
b. pengakuan hutang pajak dari Wajib Pajak baik langsung ataupun tidak langsunG.
Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a,
kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya surat teguran tersebut.

(4)

Pengakuan utang Pajak secara langsung sebagimana dimaksud pada ayat (2) huruf b,
adalah Wajib Pajak dengan kesadaranya menyatakan masih mempunyai utang pajak
dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.

(5)

Pengakuan utang Pajak secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b, dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran dan penundaan
pembayaran dan permohonan keberatan Wajib Pajak.
Pasal 34

(1)

Piutang Pajak yang tidak mungkin ditagih tapi karena hak untuk melakukan penagihan
sudah kedaluarsa dapat dihapuskan.

(2)

Kepala Daerah dapat menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Pajak Kabupaten
yang sudah kedaluarsa sebagaimana dimaksud ayat (1).

(3)

Tata cara penghapusan piutang pajak yang sudah kedaluarsa diatur dengan Peraturan
Bupati.
BAB XIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 35

(1)

Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi
dengan tidak benar atau tidak lengkap atau tidak melampirkan keterangan yang tidak
benar sehingga merugikan Keuangan Daerah dapat dipidana kurungan paling lama 1
(satu) tahun dan atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang;

(2)

Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan
tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga
merugikan Keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2
(dua) tahun dan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah Pajak yang terutang.

(3)

Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah pelanggaran.

(4)

Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan penerimaan
negara.
Pasal 36

Tindak pidana sebagimana dimaksud dalam pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) tidak dituntut
setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) Tahun sejak saat terutangnya pajak atau
berakhinya Masa Pajak.

14
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 37
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi
Nomor 7 Tahun 2002 tentang Pajak Pengusahaan Sarang Burung Walet (Lembaran Daerah
Kabupaten Ngawi Tahun 2002 Nomor 07), dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.

Pasal 38
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Ngawi.

Ditetapkan di Ngawi
pada tanggal 30 Desember 2010
BUPATI NGAWI,
ttd
BUDI SULISTYONO

Diundangkan di Ngawi
pada tanggal 30 Desember 2010
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN NGAWI,

ttd

MAS AGOES NIRBITO MOENASI WASONO
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NGAWI TAHUN 2010 NOMOR 18