Analisis Profil Protein dan Asam Amino Sarang Walet Putih (Collocalia fuciphago) dengan Menggunakan SDS-PAGE dan KCKT

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ANALISIS PROFIL PROTEIN DAN ASAM AMINO

SARANG BURUNG WALET PUTIH (Collocalia

fuciphago) DENGAN MENGGUNAKAN SDS-PAGE

DAN KCKT

SKRIPSI

METHAREZQI SUCI ARSIH

1110102000024

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JULI 2014


(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ANALISIS PROFIL PROTEIN DAN ASAM AMINO

SARANG BURUNG WALET PUTIH (Collocalia

fuciphago) DENGAN MENGGUNAKAN SDS-PAGE

DAN KCKT

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

METHAREZQI SUCI ARSIH

1110102000024

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI


(3)

(4)

(5)

(6)

vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ABSTRAK

Nama : Metharezqi Suci Arsih Program Studi : Farmasi

Judul : Analisis Profil Protein dan Asam Amino Sarang Walet Putih (Collocalia fuciphago) dengan Menggunakan SDS-PAGE dan KCKT

Sarang burung walet terbuat dari saliva burung walet jantan (Collocalia fuciphago) sering dikonsumsi sebagai makanan kesehatan karena memiliki efek yang baik terhadap kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar dan profil protein serta asam amino pada sarang burung walet putih. Analisis profil protein dengan SDS-PAGE menunjukkan bahwa terdapat enam pita protein dengan berat molekul masing-masing sebesar 96,6276 kDa, 67,0907 kDa, 48,5096 kDa, 10,8217 kDa, 9,5826 kDa, dan 7,5137 kDa. Pengukuran kadar protein dengan metode semi-mikro Kjeldahl menghasilkan kandungan protein sebesar 50,176%. Sedangkan untuk analisis asam amino dengan KCKT menunjukkan terdapat 16 asam amino yang terdiri dari sembilan jenis asam amino esensial dan tujuh jenis asam amino nonesensial dengan kandungan total sebesar 40,310%. Kadar sembilan asam amino esensial yaitu histidin 1,718%, arginin 3,037%, treonin 2,810%, valin 3,677%, metionin 0,426%, lisin 2,121%, isoleusin 1,562%, leusin 3,245%, dan fenilalanin 2,987%. Sedangkan kadar tujuh asam amino non esensial yaitu asam aspartat 4,140%, serin 2,944%, asam glutamat 3,276%, glisin 1,799%, alanin 1,718%, prolin 3,330%, dan tirosin 2,044%

Kata kunci : Sarang Burung Walet Putih (Collocalia fuciphago), Protein, Asam Amino, SDS-PAGE, KCKT


(7)

vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ABSTRACT

Name : Metharezqi Suci Arsih Program Study : Pharmacy

Judul : Analysis of Protein Profile and Amino Acid of White Edible Bird’s Nest (Collocalia fuciphago) Using SDS-PAGE and HPLC

Edible Bird’s Nest which made of male swiftlets’saliva (Collocalia fuciphago) is widely consumed as a health food due to its good effects for human health. The aim of this research was to determine profile and concentration of protein and amino acids on white edible bird’s nest. Analysis of protein profile used SDS-PAGE indicated six molecular weight respectively 96,6276 kDa, 67,0907 kDa, 48,5096 kDa, 10,8217 kDa, 9,5826 kDa, and 7,5137 kDa. Measurement of protein concentration using semi-mikro Kjeldahl method has been showed protein concentration by 50,176%. As for amino acids, white edible bird’s nest (Collocalia fuciphago) were analyzed using HPLC. The results indicated white edible bird’s nest has 16 amino acids with total concentration 40,310%. There were nine essential amino acids, they are histidine 1,718%, arginine 3,037%, threonine 2,810%, valine 3,677%, methionine 0,426%, lysin 2,121%, isoleucine 1,562%, leucine 3,245%, phenylalanine 2,987%, and seven non essential amino acids, aspartic acid 4,140%, serine 2,944%, glutamic acid 3,276%, glycine 1,799%, alanine 1,718%, proline 3,330%, and tyrosine 2,044%.

Keywords : Edible Bird’s Nest (Collocalia fuciphago), Protein, Amino Acid, SDS-PAGE, HPLC


(8)

viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil`alamiin, segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat dan ridho-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Profil Protein dan Asam Amino Sarang Burung Walet Putih (Collocalia fuciphago) dengan Menggunakan SDS-PAGE dan KCKT” bertujuan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa, keberhasilan pengerjaan penelitian, penulisan dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan serta do’a dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan hingga skripsi ini selesai. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada: 1. Lina Elfita, M.Si., Apt dan Prof. Dr. Atiek Soemiati, M.S., Apt., selaku dosen

pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, waktu, tenaga dan dukungan dalam penelitian ini.

2. Prof. Dr. (hc) dr. M. K. Tadjudin, Sp.And., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt., selaku pembimbing akademik.

5. Seluruh dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah atas ilmu pengetahuan dan motivasi yang diberikan kepada penulis selama masa perkuliahan.

6. Keluarga Besar Program Studi Farmasi FKIK dan Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan selama penulis melakukan penelitian.


(9)

ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 7. Kakak-kakak laboran Pusat Laboratorium Terpadu dan laboratorium FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kak Prita, Kak Pipit, Kak Eris, Kak Rani, dan Kak Anis atas kerjasamanya selama penelitian berlangsung.

8. Kedua orang tua tercinta, ayahanda Yusuf Jumarhanoka Karnon dan ibunda Dra. Nuryati yang selalu memberikan cinta, kasih sayang, dukungan baik moril dan materil, serta do’a yang tiada henti. Terima kasih bapak dan ibu. Tiada apapun di dunia ini yang dapat membalas semua kebaikan yang telah kalian berikan, semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dengan surga-Nya.

9. Kakak-kakak dan adik tersayang, Metharum Nur Arsih, S.E., Kemas Muhammad Fahreza, S.T., Methasona Dian Arsih, Yudhi Eka Putra, ST., dan Methaswari Fadillah Arsih yang selalu memberikan do’a dan dukungan sehingga penelitian ini berjalan dengan lancar.

10. Keponakan-keponakan tersayang, Fahmi Kurnia Azzuhri, Nyimas Jasmine Khairunnisa, dan Sekar Ayu Larasati.

11. Sahabat-sahabat penulis, Delvina Ginting, S.Far., Adina Siti Maryam Talogo, Liana Puspita Cahyaningrum, Mayta Ravika, Syarifatul Mufidah, dan Diah Azizah yang selalu saling memberikan bantuan, dukungan dan semangat selama masa perkuliahan dan selama menyelesaikan penelitian masing-masing.

12. Sahabat dari SMA hingga sekarang, Yeyen Armelianti, A.Md., yang selalu berkenan mendengarkan segala keluh kesah dan memberikan doa dan dukungan pada penulis.

13. Teman-teman seperjuangan Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2010, atas kebersamaan selama empat tahun ini. Semoga silaturahim tetap terjalin dan semoga rahmat Allah SWT selalu menyertai langkah kita.

14. Kakak-kakak dan adik-adik kelas Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis.

15. Pengurus BEM Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Periode 2012-2013, yang telah memberikan ilmu dan pengalaman yang bermanfaat kepada penulis.


(10)

x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 16. Serta pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah

memberikan dukungan hingga skripsi ini selesai.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Aamiin Ya Rabbal Alamin.

Ciputat, Juli 2014


(11)

xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS

AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Metharezqi Suci Arsih NIM : 1110102000024 Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jenis Karya : Skripsi

demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul:

ANALISIS PROFIL PROTEIN DAN ASAM AMINO SARANG BURUNG WALET PUTIH (Collocalia fuciphago) DENGAN MENGGUNAKAN

SDS-PAGE DAN KCKT

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di: Ciputat Pada tanggal: 11 Juli 2014

Yang menyatakan,


(12)

xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

DAFTAR ISTILAH ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Sarang Burung Walet ... 5

2.1.1 Klasifikasi Burung Walet Putih (Collocalia fuciphago) ... 5

2.1.2 Morfologi Sarang Burung Walet ... 6

2.1.3 Kandungan Kimia ... 7

2.1.4 Khasiat dan Kandungan ... 8

2.2 Protein ... 9

2.2.1 Struktur Protein ... 9

2.2.2 Fungsi Protein ... 11

2.2.3 Pengukuran Kadar Protein ... 11

2.2.4 Analisis Profil Protein ... 14

2.2.5 Sodium Dodecyl Sulfate-Polyacrilamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) ... 15

2.3 Asam Amino ... 16

2.3.1 Analisis Profil Asam Amino ... 17

2.3.2 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 19

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 19

3.2.1 Alat Penelitian ... 19

3.2.2 Bahan Penelitian ... 19

3.3 Prosedur Penelitian ... 20

3.3.1 Perolehan Sampel ... 20

3.3.2 Determinasi Sampel ... 20


(13)

xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3.3.4 Analisis Profil Protein dengan Menggunakan

SDS-PAGE ... 20

3.3.5 Pengukuran Kadar Protein dengan Metode Semi-mikro Kjeldahl ... 22

3.3.6 Analisis Asam Amino dengan Menggunakan KCKT ... 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1 Determinasi Sampel ... 24

4.2 Ekstraksi Protein pada Sampel ... 24

4.3 Analisis Profil Protein dengan Menggunakan SDS-PAGE ... 24

4.4 Pengukuran Kadar Protein dengan Metode Semi-mikro Kjeldahl ... 27

4.5 Analisis Asam Amino dengan Menggunakan KCKT ... 30

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

5.1 Kesimpulan ... 34

5.2 Saran ... 34


(14)

xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Morfologi Sarang Walet ... 7

Gambar 2.2 Struktur Primer Protein ... 10

Gambar 2.3 Struktur Sekunder Protein ... 10

Gambar 2.4 Struktur Protein ... 11

Gambar 2.5 Pemisahan Protein dengan SDS-PAGE ... 15

Gambar 2.6 Struktur Kimia SDS ... 15

Gambar 2.7 Pemutusan Ikatan Disulfida Protein oleh SDS ... 16

Gambar 2.8 Struktur Umum Asam Amino ... 16

Gambar 2.9 Skema Alat KCKT ... 18

Gambar 4.1 Hasil Analisis SDS-PAGE Ekstrak Sarang Burung Putih ... 26


(15)

xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Kandungan Kimia Sarang Walet Putih, Sarang Walet

Merah, Rumput Laut Merah dan Jamur Tremella ... 7 Tabel 2.2 Kandungan Asam Amino pada Sarang Burung Walet

Rumah dan Sarang Burung Walet Gua ... 8 Tabel 2.3 Faktor Konversi untuk Mengkonversi Persen Nitrogen

Menjadi Protein ... 12 Tabel 4.1 Kadar Asam Amino dalam Sarang Burung Walet Putih ... 31


(16)

xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Alur Penelitian ... 41

Lampiran 2. Hasil Determinasi Sarang Burung Walet Putih ... 42

Lampiran 3. Reagent SDS-PAGE ... 43

Lampiran 4. Data Terkait Analisis Profil Protein dengan SDS-PAGE ... 45

Lampiran 5. Data Pengukuran Kadar Protein Sarang Burung Walet Putih (Collocalia fuciphago) dengan Metode Semi-mikro Kjeldahl ... 47

Lampiran 6. Kromatogram Standar Asam Amino ... 48

Lampiran 7. Kromatogram Asam Amino Sampel ... 49

Lampiran 8. Perhitungan Kandungan Asam Amino ... 51


(17)

xvii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR ISTILAH

AABA : Alpha Amino Butyric Acid

AOAC : Association of Analytical Communities

APS : Amonium Per Sulfat

KCKT : Kromatografi Cair Kinerja Tinggi HAD : Hexadecenoic Acid

HPLC : High Performance Liquid Chromatography

ODA : 9-Octadecenoic Acid

SDS : Sodium Dodecyl Sulfate

SDS-PAGE : Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrilamide Gel Electrophoresis


(18)

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sarang burung walet terbuat dari saliva burung walet jantan (Collocalia fuciphago) yang disekresikan oleh kelenjar ludah burung walet (Liu et al., 2012). Sarang burung walet sering dikonsumsi sebagai makanan kesehatan karena memiliki efek yang baik terhadap kesehatan manusia dan telah dianggap sebagai salah satu makanan yang paling berharga oleh bangsa Cina selama ribuan tahun. Konsumsi sarang burung walet oleh manusia merupakan simbol kekayaan, kekuasaan, dan martabat, serta digunakan dalam pengobatan tradisional Cina pada Dinasti Tang pada tahun 618-907 M dan Dinasti Sung pada tahun 960-1279 M (Marcone, 2005). Mayoritas sarang burung walet yang dapat dimakan berasal dari dua spesies, yaitu burung walet putih (Aerodramus fuciphagus

atau Collocalia fuciphago) dan burung walet hitam (Aerodramus maximus

atau Collocalia maximus), yang habitatnya di sekitar Kepulauan Nicobar di Samudera Hindia hingga di gua pinggir laut di daerah pesisir Thailand, Vietnam, Indonesia, Kalimantan dan Kepulauan Palawan di Filipina (Marcone, 2005).

Lebih dari 75% kebutuhan dunia akan sarang burung walet dipenuhi oleh Indonesia. Sisanya dipenuhi oleh Vietnam, Thailand, Malaysia, Myanmar, Cina bagian Selatan, dan Filipina (Panduan Lengkap Walet, 2011). Hal ini menyebabkan sarang burung walet menjadi komoditi ekspor yang cukup menjanjikan bagi Indonesia. Sayangnya, sarang burung walet hanya diekspor tanpa dimanfaatkan oleh penduduk Indonesia. Padahal dari penelitian yang dilakukan oleh Hamzah et al. (2013), sarang burung walet dari Indonesia memiliki kandungan protein yang tinggi, yaitu sekitar 59,8%-65,8%. Selain itu, nutrisi dalam sarang burung walet yang berasal dari beberapa lokasi geografi yang berbeda memiliki perbedaan kandungan yang tidak signifikan, dimana protein tetap paling tinggi


(19)

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kandungannya. Perbedaan kandungan nutrisi dapat dipengaruhi oleh jenis makanan yang dimakan oleh burung walet (Marcone, 2005).

Sarang burung walet dibangun hampir secara eksklusif oleh burung walet jantan seberat 7-20 g selama sekitar 35 hari. Bahan pembangun sarang burung walet terdiri dari zat lengket yang terdapat pada air liur yang disekresikan dari dua kelenjar ludah sublingual burung walet (Goh et al., 2001). Sarang burung walet yang berbentuk setengah mangkuk, dengan berat 1-2 kali berat tubuh burung walet, biasanya melekat pada dinding cekung pedalaman atau gua pantai (Koon & Cranbook, 2002). Sarang burung walet dapat diambil atau dipanen jika keadaannya sudah memungkinkan untuk dipetik. Hal ini dikaitkan dengan beberapa faktor, yaitu musim, keadaan walet, dan kualitas sarang burung walet. Untuk melakukan pemetikan, cara dan ketentuannya perlu diketahui agar hasil yang diperoleh bisa memenuhi mutu sarang burung walet yang baik (Panduan Lengkap Walet, 2011).

Penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan bahwa sarang burung walet memiliki beberapa manfaat, antara lain memiliki efek menghambat hemaglutinasi terhadap virus influenza (Howe, 1961; Howe, Lee, & Rose, 1960) dan sebagai faktor pertumbuhan epidermal burung (Kong et al., 1987; Ng, Chan, & Kong, 1986). Selain itu, Matsukawa (2011) menemukan bahwa pemberian oral ekstrak sarang burung walet meningkatkan kekuatan tulang dan kadar kalsium. Berdasarkan hasil tersebut, protein diperkirakan sebagai faktor kunci, karena protein merupakan zat utama yang berperan dalam aktivitas kehidupan (Liu et al., 2012). Adapun nutrisi yang terkandung dalam sarang burung walet berupa protein yang berkisar 59,8-65,4%, karbohidrat 8,5-65,4%, dan lemak 0,01-0,07%. Sedangkan kadar air dan abu yang dimiliki sarang burung walet sebesar 5,58-13,88% (Hamzah et al., 2013).

Meskipun protein merupakan komponen terbesar dari sarang burung walet, sedikit sekali penelitian yang fokus pada profil protein sarang burung walet. Berbagai aktivitas yang dimiliki sarang burung walet


(20)

3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah diteliti oleh peneliti terdahulu dan tersebarnya budidaya walet di berbagai daerah di Indonesia telah mendorong peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut terhadap profil protein dan asam amino sarang burung walet yang diperoleh dari salah satu daerah di Indonesia, yaitu daerah Kediri di Jawa Timur. Penelitian ini merupakan penelitian awal di Indonesia yang nantinya akan dilanjutkan dengan sampel sarang burung walet yang berasal dari sumber yang berbeda di Indonesia untuk melihat pengaruh letak geografi terhadap profil protein dan asam amino sarang burung walet.

Pada penelitian ini, akan dilakukan analisis profil protein dan asam amino dari sarang burung walet dengan menggunakan sodium dodecyl sulfate polyacrilamide gel electrophoresis (SDS-PAGE) dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Sarang burung walet yang digunakan sebagai sampel adalah sarang walet putih berasal dari air liur burung walet putih (Collocalia fuciphago) yang diperoleh dari daerah Kediri, Jawa Timur. Analisis profil protein dilakukan dengan menggunakan SDS-PAGE. Identifikasi dengan SDS-PAGE merupakan teknik elektroforesis yang menggunakan gel poliakrilamida yang bertujuan untuk memisahkan protein dalam sampel berdasarkan berat molekul (Janson et al., 1998). SDS-PAGE umum digunakan untuk analisis profil protein. Selanjutnya penetapan kadar protein dari sarang burung walet dilakukan dengan metode semi-mikro Kjeldahl. Semi-mikro Kjeldahl merupakan metode yang umum digunakan untuk menentukan kadar protein pada pangan dalam jumlah yang besar. Untuk analisis asam amino dilakukan dengan menggunakan KCKT, dimana KCKT umum digunakan untuk analisis profil dan kadar asam amino.

Hasil analisis profil protein dan asam amino sarang burung walet diharapkan dapat menjadi informasi awal bagi pengembangan sarang burung walet dan memberi acuan bagi peneliti selanjutnya mengenai profil protein dan asam amino sarang burung walet berdasarkan letak geografisnya di daerah-daerah di Indonesia.


(21)

4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1.2 Perumusan Masalah

Dalam penelitian ini, yang menjadi perumusan masalah adalah:

1. Bagaimana profil protein pada sarang burung walet yang dianalisis menggunakan SDS-PAGE?

2. Berapa kadar protein yang terkandung dalam sarang burung walet dengan metode semi-mikro Kjeldahl?

3. Bagaimana profil dan kadar asam amino pada sarang burung walet yang dianalisis menggunakan metode KCKT?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui profil protein dan asam amino yang terkandung dalam sarang burung walet putih asal Kediri, Jawa Timur, Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi ilmiah mengenai profil protein dan asam amino pada sarang burung walet agar dapat menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya mengenai profil protein dan asam amino sarang burung walet dari daerah Kediri, Jawa Timur, Indonesia.


(22)

5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sarang Burung Walet

Sarang burung walet terbuat dari saliva burung walet yang disekresikan oleh kelenjar ludah burung walet (Liu et al., 2012). Sebagai bahan makanan, sarang burung walet mengandung gizi yang lengkap dengan nilai yang tinggi. Sarang burung walet mengandung kalori, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, vitamin, dan mineral. Asam amino yang dikandung dalam sarang walet juga lengkap, mulai dari asam amino esensial, asam amino semiesensial, dan asam amino nonesensial. Sarang walet juga berkhasiat sebagai obat. Zat yang terkandung dalam sarang walet antara lain ODA (9-octadecenoic acid) dan HAD (hexadecenoic acid). Zat ini digunakan tubuh untuk meningkatkan stamina (Panduan Lengkap Walet, 2011).

2.1.1 Klasifikasi Burung Walet Putih (Collocalia fuciphago)

Berdasarkan ilmu taksonomi, klasifikasi burung walet penghasil sarang walet putih adalah sebagai berikut (Panduan Lengkap Walet, 2011):

Kingdom : Animal Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Aves

Ordo : Apodiformes Famili : Apodidae Genus : Aerodramus


(23)

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.1.2 Morfologi Sarang Burung Walet

Sarang burung walet terdiri dari beberapa bagian, yaitu kaki sarang, fondasi sarang, dinding sarang, bibir sarang, dan dasar sarang. Kaki sarang terletak di kedua ujung sarang walet. Jarak antarkaki berkisar 6-10 cm, tergantung ukuran sarang. Kaki sarang dibangun dari air liur yang bertumpuk-tumpuk dan tidak beraturan karena berfungsi sebagai paku yang menempel pada papan sirip dan tempat sarang menggantung. Kedua kaki sarang dihubungkan oleh fondasi sarang. Fondasi sarang juga menempel pada papan sirip. Fungsi fondasi adalah untuk mendukung kaki dalam memperkuat sarang (Panduan Lengkap Walet, 2011).

Dasar sarang merupakan bagian alas sarang sebagai tempat untuk bertelur, mengeram, dan kasur bagi anak walet (piyik). Pada bagian ini, terdapat rongga yang suhunya lebih hangat dan berguna saat pengeraman. Akan tetapi, bagian rongga ini sering dijadikan oleh kutu busuk atau kepinding untuk berkembang biak. Di dasar sarang ini pula, banyak pecahan cangkang telur yang terselip (Panduan Lengkap Walet, 2011).

Dinding sarang berbentuk lekukan, seperti mangkuk dan berfungsi untuk menampung telur atau piyik. Ukuran dinding sarang bervariasi, berkisar 2-5 cm dengan ketebalan 1-2 mm. Dinding sarang dibangun dari serat-serat air liur yang sejajar dan melekat satu sama lain. Oleh karena serat yang sejajar dan jalinan serat padat dan kuat maka dinding sarang mampu menampung telur atau piyik (Panduan Lengkap Walet, 2011).

Bibir sarang merupakan bagian luar dari sarang yang berbentuk huruf U, seperti setengah lingkaran. Ketebalan bibir sarang sekitar 1-2 mm untuk bagian muka, sedangkan ketebalan bagian samping yang menghubungkan bagian kaki lebih besar. Fungsi bibir sarang yaitu sebagai batas sehingga telur atau piyik tidak mudah jatuh dari sarang. Selain itu, bibir sarang juga merupakan tempat untuk induk menggantung menyuapi piyik (Panduan Lengkap Walet, 2011).


(24)

7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 2.1 Morfologi Sarang Walet

Sumber: Panduan Lengkap Walet, 2011

2.1.3 Kandungan Kimia

Tabel 2.1 Kandungan Kimia Sarang Burung Walet Putih, Sarang Burung Walet Merah, Rumput Laut Merah dan Jamur Tremella.

Sarang walet putih Sarang walet merah Rumput laut merah Jamur Tremella

Kadar air (%) 7,50 8,00 44,63 4,50

Kadar abu (%) 2,10 2,10 33,94 7,64

Lemak (%) 0,14 1,28 2,32 2,22

Protein (%) 62,0 63,00 0,40 8,60

Karbohidrat (%) 27,26 25,62 18,71 77,04 Analisis unsur (ppm)

Natrium 650 700 50,350 180

Kalium 110 165 31,64 26,440

Kalsium 1298 798 1840 190

Magnesium 330 500 6100 520

Fosfor 40 45 90 4060

Besi 30 60 20 20

Analisis asam lemak (%) (P) Palmitat C16:0 23 26

(O) Stearat C18:0 29 26

(L) Linoleat C18:1 22 22 (Ln) Linolenat

C18:2 26 26

Triasilgliserol (%)

PPO 16 14

OOL 13 15

PLnLn 19 18

Monogliserida 31 27

Digliserida 21 26


(25)

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tabel 2.2 Kandungan Asam Amino pada Sarang Burung Walet Rumah

dan Sarang Burung Walet Gua

Asam amino

Mean dan standar deviasi (% w/w) Sarang burung walet

rumah (%)

Sarang burung walet gua (%)

Asam aspartat 4,64 ± 0,57 4,94 ± 0,22

Serin 4,16 ± 0,39 4,57 ± 0,63

Asam glutamat 3,75 ± 0,52 3,83 ± 0,25

Glisin 1,80 ± 0,18 1,83 ± 0,15

Histidin 1,82 ± 0,14 1,59 ± 0,24

Arginin 3,27 ± 0,28 3,56 ± 0,44

Treonini 3,15 ± 0,30 3,34 ± 0,44

Alanin 1,34 ± 0,16 1,68 ± 0,07

Prolin 3,39 ± 0,35 3,57 ± 0,36

Sistein 0,73 ± 0,06 0,46 ± 0,02

Tirosin 2,49 ± 0,19 2,41 ± 0,32

Valin 3,51 ± 0,35 3,53 ± 0,40

Metionin 0,27 ± 0,02 0,20 ± 0,01

Lisin 2,30 ± 0,30 1,79 ± 0,24

Isoleusin 1,62 ± 0,17 1,72 ± 0,18

Leusin 3,32 ± 0,34 3,48 ± 0,29

Fenilalanin 2,68 ± 0,21 2,67 ± 0,30

Sumber: Ismail et al., 2013.

2.1.4 Khasiat dan Kandungan

Sarang burung walet merupakan makanan berkhasiat yang dihormati oleh bangsa Cina yang telah terbukti memiliki nutrisi yang baik (protein larut air, karbohidrat, besi, garam inorganik, dan serat) dan manfaat dari sisi medis (anti-aging, antikanker, dan meningkatkan imunitas. Sarang walet dari genus Aerodramus mengandung lemak (0,14-1,28%), abu (2,1%), karbohidrat (25,62-27,26%), dan protein (62-63%) (Marcone, 2005).

Salah satu glikonutrien utama pada sarang walet adalah sialic acid

(9%) (Colombo et al., 2003; Kathan dan Weeks, 1969). Sialic acid

memiliki peran penting pada perkembangan neurologi dan intelektual pada bayi (Chau et al., 2003). Selain itu, sialic acid juga mempengaruhi hambatan aliran lendir untuk mengusir bakteri, virus dan mikroba


(26)

9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berbahaya. Dalam hal kandungan nutrisi, komponen utama dari sarang burung walet meliputi protein yang larut dalam air, karbohidrat, elemen seperti kalsium, fosfor, besi, natrium, dan kalium dan asam amino yang memainkan peran penting dalam meningkatkan kekuatan tubuh. Sarang burung walet mengandung jumlah tertinggi dari kalsium dan natrium dibandingkan dengan mineral lain. Telah dilaporkan bahwa jumlah kandungan kalsium dalam olahan sarang burung walet berkisar antara 503,6 sampai 2071,3 mg/g dan natrium konten berkisar antara 39,8 sampai 509,6 mg/g yang lebih tinggi dari mineral lainnya (Norhayati et al., 2010).

Selain manfaat di atas, sarang burung walet terbukti dapat menghambat hemaglutinasi terhadap virus influenza (Howe, 1961; Howe, Lee, & Rose, 1960) dan sebagai faktor pertumbuhan epidermal burung (Kong et al., 1987; Ng, Chan & Kong, 1986). Selain itu, Matsukawa (2011) menemukan bahwa pemberian oral ekstrak sarang burung walet meningkatkan kekuatan tulang dan kadar kalsium tulang.

2.2 Protein

Protein adalah molekul makro yang mempunyai berat molekul antara lima ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantai-rantai asam amino yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Asam amino yang terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen; beberapa asam amino disamping itu mengandung unsur-unsur fosfor, besi, iodium, dan cobalt. Unsur nitrogen adalah unsur utama protein, karena terdapat di dalam semua protein akan tetapi tidak terdapat di dalam karbohidrat dan lemak. Unsur nitrogen merupakan 16% dari berat protein. Molekul protein lebih kompleks daripada karbohidrat dan lemak dalam hal berat molekul dan keanekaragaman unit-unit asam amino yang membentuknya (Almatsier, 1989).

2.2.1 Struktur Protein

Molekul protein merupakan rantai panjang yang tersusun oleh mata rantai asam-asam amino. Dalam molekul protein, asam-asam amino saling


(27)

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dirangkaikan melalui reaksi gugusan karboksil asam amino yang satu dengan gugusan amino dari asam amino yang lain, sehingga terjadi ikatan yang disebut ikatan peptida. Bila tiga molekul asam amino berikatan, disebut tripeptida dan bila lebih banyak lagi disebut polipeptida. Polipeptida yang hanya terdiri dari sejumlah beberapa molekul asam amino disebut oligopeptida. Molekul protein adalah suatu polipeptida, dimana sejumlah besar asam-asam aminonya saling dipertautkan dengan ikatan peptida tersebut (Gaman, 1992).

Berdasarkan strukturnya, protein dibentuk oleh:

1. Struktur primer, dibentuk oleh ikatan peptida antar asam amino. Struktur ini mengacu pada jumlah, jenis, serta urutan asam amino yang membentuk rantai polipeptida.

Gambar 2.2 Struktur primer protein Sumber: Brown, 2002.

2. Struktur sekunder, dibentuk oleh ikatan hidrogen intramolekular yang terjadi di antara oksigen karbonil dan nitrogen amida pada perangkat peptida.

Gambar 2.3Struktur sekunder protein; (a) α helix; (b) β sheet

Sumber:Brown, 2002.

3. Struktur tersier, merupakan rangkaian molekular yang menggambarkan bentuk keseluruhan dari protein.


(28)

11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4. Struktur kuartener dibentuk oleh beberapa polipeptida yang berikatan

satu sama lain tidak secara kovalen (Bintang, 2010).

Gambar 2.4 Struktur protein; (a) struktur tersier; (b) struktur kuartener Sumber: Russel, 2010.

2.2.2 Fungsi Protein

Berdasarkan fungsi biologinya, protein dapat diklasifikasikan sebagai enzim (dehidrogenase, kinase), protein penyimpanan (feritin, mioglobin), protein pengatur (protein pengikat DNA, hormon peptida), protein struktural (kolagen, proteoglikan), protein pelindung (faktor pembekuan darah, imunoglobulin), protein pengangkut (hemoglobin, lipoprotein plasma), dan protein kontraktil/motil (aktin, tubulin) (Murray, 2003). Protein yang mempunyai fungsi sebagai media perambatan impuls saraf ini biasanya berbentuk reseptor; misalnya rodopsin, suatu protein yang bertindak sebagai reseptor penerima warna atau cahaya pada sel – sel mata (Winarno, 1997).

2.2.3 Pengukuran Kadar Protein

Metode Kjeldahl pertama kali dikembangkan pada tahun 1883 oleh Johann Kjeldahl. Metode penetapan kadar protein dengan metode ini sangat umum digunakan untuk menentukan kandungan protein dalam bahan pangan. Metode ini didasarkan pada pengukuran kadar nitrogen total yang ada di dalam sampel. Kandungan protein dapat dihitung dengan mengasumsikan rasio tertentu antara protein terhadap nitrogen untuk produk tertentu yang dianalisis. Karena unsur nitrogen bukan hanya berasal dari protein, maka metode ini umumnya didasarkan pada asumsi


(29)

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bahwa kadar nitrogen di dalam protein sekitar 16%. Oleh karena itu, untuk mengubah dari kadar nitrogen ke dalam kadar protein, sering digunakan angka faktor konversi sebesar 100/16 atau 6,25. Namun demikian, untuk beberapa jenis bahan pangan faktor konversi yang digunakan berbeda (Andarwulan, Kusnandar dan Herawati, 2011).

Tabel 2.3 Faktor Konversi untuk Mengkonversi Persen Nitrogen Menjadi Protein

Jenis pangan X (% N dalam protein)

Faktor konversi F (100/X)

Campuran 16,00 6,25

Daging 16,00 6,25

Maizena 16,00 6,25

Roti, gandum,

makaroni, bakmi 16,00 6,25

Susu dan produk susu 1566 6,38

Tepung 17,54 5,70

Telur 14,97 6,68

Gelatin 18,02 5,55

Kedelai 17,51 5,71

Beras 16,81 5,95

Kacang tanah 18,32 5,46

Sumber: Andarwulan, Kusnandar dan Herawati, 2011.

Dalam penetapan protein metode Kjeldahl, sampel yang akan dianalisis harus dihancurkan (destruksi) dahulu secara sempurna, sehingga seluruh karbon dan hidrogen teroksidasi dan nitrogen diubah menjadi amonium sulfat. Proses penghancuran ini dilakukan dengan menambahkan asam sulfat ke dalam sampel dan proses pemanasan pada suhu tinggi, sehingga dihasilkan larutan berwarna jernih yang mengandung amonium sulfat. Untuk mempercepat proses penghancuran ini, ditambahkan juga katalisator. Selanjutnya, amonium sulfat dinetralkan dengan menggunakan alkali pekat dan didestilasi, destilat ditampung ke dalam beaker yang berisi larutan asam borat. Ion borat ini kemudian dititrasi dengan menggunakan asam klorida. Hasil yang diperoleh merupakan kandungan protein kasar disebabkan nitrogen yang terukur bukan hanya dari protein tetapi juga dari komponen nonprotein yang mengandung nitrogen. (Andarwulan, Kusnandar dan Herawati, 2011).


(30)

13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (a) Tahap penghancuran (destruksi)

Tahap penghancuran (destruksi) dilakukan dengan menambahkan asam kuat, yaitu asam sulfat dan dilakukan proses pemanasan pada suhu sekitar 370⁰C. Tahap ini sangat penting karena akan membebaskan nitrogen dari sampel. Supaya proses penghancuran ini berjalan sempurna dan berjalan lebih cepat, maka sering ditambahkan seperti merkuri oksida (HgO). Dalam metode AOAC 988.05, campuran tembaga (Cu) dan titanium (Ti) dioksida juga telah digunakan dalam proses destruksi pada analisis protein. Untuk mempercepat proses destruksi ini, juga ditambahkan potasium sulfat yang berperan untuk meningkatkan titik didih asam sulfat. Selama proses destruksi ini, nitrogen akan bereaksi dengan asam sulfat menghasilkan amonium sulfat.

Reaksi yang terjadi selama proses destruksi adalah sebagai berikut: Pemanasan

N (contoh) + H2SO4 (NH4)2SO4 Katalis

(b) Netralisasi dan destilasi

Setelah proses destruksi selesai, larutan yang mengandung amonium sulfat diperlukan dengan penambahan alkali (NaOH) pekat untuk menetralkan asam sulfat. Dengan adanya larutan NaOH pekat ini, maka amonium sulfat akan dipecah menjadi gas amoniak. Dengan melalui proses destilasi, gas amoniak ini kemudian akan menguap ditangkap oleh asam borat (H3BO3).

(c) Titrasi

Dalam tahap titrasi, senyawa NH4H2BO3 dititrasi dengan menggunakan asam klorida encer (0,02 N), sehingga asam borat terlepas kembali dan terbentuk amonium klorida. Jumlah asam klorida yang digunakan untuk titrasi setara dengan jumlah gas NH3 yang dibebaskan dari proses titrasi. Reaksi yang terjadi selama proses titrasi adalah sebagai berikut (Andarwulan, Kusnandar dan Herawati, 2011):


(31)

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Rumus kadar protein:

Kadar Pr otein ( %) =

100% 100% x F Keterangan:

N = Normalitas/kadar HCl

F = faktor konversi (Sudarmadji, 1989)

2.2.4 Analisis Profil Protein

Pemisahan protein merupakan tahap yang harus dilakukan untuk mempelajari sifat dan fungsi protein. Protein dapat dipisahkan dari protein jenis lain atau dari molekul lain berdasarkan ukuran, kelarutan, muatan, dan afinitas ikatan (Nelson, 2004). Salah satu teknis yang digunakan untuk melihat profil protein dan menentukan bobot molekulnya menggunakan SDS-PAGE (Stryer, 1995).

Elektroforesis adalah suatu teknik pemisahan molekul selular berdasarkan ukurannya, dengan menggunakan medan listrik yang dialirkan pada suatu medium yang mengandung sampel yang akan dipisahkan. Jika molekul yang bermuatan negatif dilewatkan melalui satu medium, misalnya gel agarosa, kemudian dialiri arus listrik dari satu kutub ke kutub yang berlawanan muatannya, maka molekul tersebut akan bergerak dari kutub negatif ke kutub positif. Kecepatan gerak molekul tersebut tergantung pada rasio muatan terhadap massanya, serta tergantung pula pada bentuk molekulnya (Yuwono, 2005).

Kegunaan elektroforesis antara lain, (1) menentukan berat molekul, (2) mendeteksi terjadinya pemalsuan bahan, (3) mendeteksi terjadinya kerusakan bahan seperti protein dalam pengolahan dan penyimpanan, (4) memisahkan spesies molekul yang berbeda secara kualitatif maupun kuantitatif, yang selanjutnya masing-masing spesies dapat dianalisis, (5) menetapkan titik isoelektrik protein (Yuwono, 2005).


(32)

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 2.5 Pemisahan Protein dengan SDS-PAGE

Sumber: Stryer, 1995.

2.2.5 Sodium Dodecyl Sulfate-Polyacrilamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) Salah satu jenis elektroforesis yang digunakan secara luas pada saat ini adalah sodium dodecyl sulfate-polyacrilamide gel electrophoresis

(SDS-PAGE). Pemisahan protein dengan metode SDS-PAGE bertujuan untuk memisahkan protein dalam sampel berdasarkan berat molekul. Prinsip dasar SDS-PAGE adalah denaturasi protein oleh sodium dedosil sulfat yang dilanjutkan dengan pemisahan molekul berdasarkan berat molekulnya dengan metode elektroforesis yang menggunakan gel, dalam hal ini yang digunakan adalah poliakrilamid (Janson et al., 1998).

Gambar 2.6 Struktur Kimia SDS

Sumber: http://chemistry.about.com/od/factsstructures/ig/Chemical-Structures---S/Sodium-Dodecyl-Sulfate.htm

SDS-PAGE dilakukan pada pH netral menggunakan SDS dan beta-merkaptoetanol. SDS merupakan deterjen anionik yang bersama dengan beta-merkaptoetanol dan pemanasan merusak struktur tiga dimensi protein. Hal ini disebabkan oleh terpecahnya ikatan disulfida yang selanjutnya tereduksi menjadi gugus-gugus sulfihidril (Janson et al., 1998). SDS-PAGE dilakukan pada medan gerak vertikal dan pembuatannya lebih sulit dibanding elektroforesis gel agarosa, karena


(33)

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta biasanya digunakan poliakrilamid dengan resolusi yang tinggi dan membutuhkan biaya yang lebih mahal serta preparasi yang lebih lama. SDS-PAGE dapat memisahkan protein dengan ukuran 5—200 kDa (Konservasi Biodiversitas Raja4, 2012).

Gambar 2.7 Pemutusan ikatan disulfida protein oleh SDS

Sumber: http://www.bio-rad.com/en-id/applications-technologies/protein-electrophoresis-methods

2.3 Asam Amino

Asam amino merupakan unit dasar struktur protein. Suatu asam amino α terdiri dari gugus amino, gugus karboksil, atom H dan gugus R tertentu, yang semuanya terikat pada atom karbon α. Atom karbon ini

disebut α karena bersebelahan dengan gugus karboksil (asam). Gugus R menyatakan rantai samping (Stryer, 1995).

Gambar 2.8 Struktur umum asam amino Sumber: Nelson dan Cox, 2004.

Berdasarkan polaritas gugus R, asam amino dibedakan menjadi 4 golongan yaitu (1) asam amino dengan gugus-R yang bersifat non polar, seperti alanin, leusin, isoleusin, valin, prolin, fenilalanin, triftopan, dan metionin, (2) asam amino dengan gugus –R polar tidak bermuatan, seperti


(34)

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serin, treonin, tirosin, aspargin, glutamin, sistein dan glisin, (3) asam amino dengan gugus –R bermuatan positif, seperti lisin, arginin, histidin, dan (4) asam amino dengan gugus –R bermuatan negatif, seperti asam aspartat dan asam glutamat (Bodanszky, 1993; Sumarno et al., 2002).

2.3.1 Analisis Profil Asam Amino

Pemisahan kromatografi kolom klasik secara khas dilakukan dengan menggunakan kolom kaca yang dikemas bersama suatu penyangga kompresibel sehingga menghindarkan diperlukannya penggunaan tekanan tinggi. Pemisahan dengan cara ini menuntut kecepatan alir pelarut dan karenanya, kecepatan analisis, yang lebih tinggi. Ada dua pilihan untuk pemeriksaan analisis. Asam amino dapat direaksikan dengan reagen yang memudahkan deteksi dan penentuan kuantitas sebelum, atau sesudah KCKT. Deteksi pasca-kolom umumnya menggunakan ninhidrin, yang dengan asam amino akan membentuk warna ungu. Meskipun demikian, metode deteksi pasca-kolom ini sekarang diganti dengan pereaksi campuran asam-asam amino dengan reagen seperto 6-aminokuinolil-N-hidroksisuksinimidil karbamat (AQC) sebelum KCKT; reaksi ini akan membentuk derivat asam amino fluoresen yang menyerap sinar UV. Sensitivitas pendekatan pasca-kolom ini memungkinkan analisis material dengan jumlah pikomolar yaitu, umumnya 1-2 µg protein murni atau 0,2 µg peptida pendek (Rodwell, 2003).

2.3.2 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

KCKT secara mendasar merupakan perkembangan tingkat tinggi dari kromatografi kolom. KCKT adalah kromatografi yang dikembangkan menggunakan cairan sebagai fase gerak baik cairan polar maupun cairan nonpolar, dan bekerja pada tekanan tinggi (Adnan, 1997). KCKT merupakan suatu cara pemisahan komponen dari suatu campuran berdasarkan perbedaan distribusi/absorbsi/adsorbsi komponen di antara dua fase yang berbeda, yaitu fase diam dan fase gerak (Salamah, 1997).


(35)

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 2.9 Skema alat KCKT

Sumber: NMSU Board of Regents, 2006.

Pelarut yang biasanya digunakan pada KCKT adalah air, metanol, asetonitril, kloroform, dan pelarut lainnya yang berada dalam keadaan murni (HPLC grade). Pelarut-pelarut tersebut sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu dengan kertas saring milipore (0,45 mm) dan harus dihilangkan gasnya (degassing). Komponen utama alat yang dipakai dalam KCKT antara lain (1) reservoir zat pelarut untuk fase gerak; (2) pompa; (3) injektor; (4) kolom; (5) detektor, dan (6) rekorder (Adnan, 1997). Jantung dari peralatan KCKT adalah kolom dimana terdapat fase diam dan terjadi pemisahan komponen antara fase diam dan fase bergerak yang dialirkan dengan bantuan pompa (Salamah, 1997).


(36)

19 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Pangan Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Laboratorium PT. Saraswanti Indo Genetech Bogor, Laboratorium Penelitian II, dan Laboratorium Kesehatan Lingkungan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berlangsung sejak bulan Maret hingga Juni 2014.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat Penelitian

Satu set alat elektroforesis (Bio-Rad), satu set perangkat KCKT (Waters tipe Breeze), alat destilasi lengkap dengan erlenmeyer berpenampung berukuran 250 mL, buret 50 mL, pemanas Kjeldahl lengkap yang dihubungkan dengan pengisap uap melalui aspirator, labu Kjeldahl berukuran 50 mL, freeze dry, mikropipet beserta tip, erlenmeyer, labu ukur, sentrifuge Eppendorf 5417R beserta tabungnya, waterbath ultrasonic

(Branson), peralatan gelas, pinset, spatula, syringe, batang pengaduk, vial, timbangan analitik (Wiggen Hauser), pipet volumetrik, pipet tetes.

3.2.2 Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sarang burung walet (diperoleh dari Kediri, Jawa Timur), standar berat molekul protein (Bio-Rad Prestained SDS-PAGE Standars Broad Range), commasie brilliant blue, larutan 30% akrilamid, larutan 0,8% bisakrilamid, buffer Tris-HCL 1,5 M pH 8,8, buffer Tris-HCL 0,5 M pH 6,8, larutan 10% ammonium persulfat (APS), larutan 10% (w/v) sodium dodesil sulfat (SDS), tetramethylethylenediamine (TEMED), sample buffer, dapar elektroforesis, katalisator (campuran dari 0,8 gram CuSO4, 0,1 gram SeO2, dan 4 gram K2SO4), larutan H2SO4 pekat, larutan NaOH 30%, larutan asam borat 2%, larutan HCl 0,05 N, indikator Bromcresol Green + Methyl


(37)

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Red (BCG+MR), indikator fenolftalein (PP), metanol teknis, larutan HCl 6N, internal standar AABA (alpha amino butyric acid), AccQ•Tag Reagen Kit dari Waters, reagen kit terdiri dari Waters AccQ-Tag. Fluor Borate Buffer, Waters AccQ•Tag Fluor Reagen serbuk (6-aminoquinolil-Nhidroksi-suksinimidil karbamat–AQC), Waters AccQ•Tag Fluor Reagen Diluen, dan Hidrolisat Asam Amino Standar dari Waters, asetonitril grade

HPLC, aquabides.

3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Perolehan Sampel

Bahan yang digunakan adalah sarang burung walet putih yang diperoleh dari daerah Kediri, Jawa Timur.

3.3.2 Determinasi Sampel

Sampel sarang walet putih yang diperoleh dari Kediri, Jawa Timur, dideterminasi di Herbarium Bogoriense, Puslit Biologi Bidang Zoologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong, Bogor, Jawa Barat.

3.3.3 Ekstraksi Protein pada Sampel (Liu et al., 2012)

Sampel yang telah dideterminasi, dibersihkan dari bulu burung walet yang menempel pada sampel dengan menggunakan pinset. Setelah sampel bersih, sampel dihaluskan dengan menggunakan lumpang dan alu. Sebanyak 1 gram sampel dilarutkan dengan 50 mL aquabides lalu disonikasi selama 30 menit dan disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 30 menit. Supernatan yang diperoleh dikeringkan dengan metode pengeringan freeze dry dan disimpan pada suhu -20⁰C (Liu et al, 2012).

3.3.4 Analisis Profil Protein dengan Menggunakan SDS-PAGE

Profil protein dianalisis menggunakan SDS-PAGE berdasarkan metode Laemmli dalam Coligan et al. (1995) dengan sistem buffer


(38)

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta digunakan sebesar 12%. Gel poliakrilamid yang telah dibuat dengan komposisi tertentu (dapat dilihat pada lampiran 3), dicetak diantara dua buah lempeng kaca. Larutan separating gel yang telah dibuat, dimasukkan ke dalam cetakan gel dengan menggunakan mikropipet sampai batas tertentu, kemudian ditambahkan dengan aquades sampai penuh agar permukaan gel rata. Setelah gel mengering, aquades dibuang dan sisa air pada cetakan gel diserap dengan kertas saring. Larutan stacking gel yang telah dibuat, dimasukkan ke dalam cetakan. Permukaan gel dipasang sisir, lalu didiamkan sampai gel mengeras. Setelah gel keras, sisir dilepaskan dan cetakan gel dipindahkan ke perangkat elektroforesis kemudian running buffer dimasukkan ke dalam alat elektroforesis hingga gel terendam.

Ekstrak protein sarang burung walet putih yang telah disiapkan, dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf dan ditambahkan dengan sample buffer dengan perbandingan 1:1, 1:2, dan 2:1. Ketiga tabung dipanaskan pada suhu 100⁰C selama 5 menit. Elektroforesis dilakukan dengan cara 5 µ l marker protein dimasukkan ke sumur pertama dan 10 µ L campuran ekstrak protein sarang walet dan sample buffer dengan perbandingan yang telah ditentukan, dimasukkan ke dalam sumur berikutnya yang telah dicetak pada gel poliakrilamid, kemudian alat elektroforesis dihubungkan ke power supply dengan tegangan 175 V hingga sampel mencapai bagian dasar gel.

Setelah elektroforesis selesai, gel dikeluarkan dari cetakan dan divisualisasi menggunakan larutan pewarna/staining yaitu comassie brilliant blue selama satu jam dan digoyangkan dengan shaker. Gel lalu dicuci dengan larutan destaining tiga kali masing-masing selama satu jam. Identifikasi dan analisis SDS-PAGE dilakukan dengan cara membandingkan pita protein yang tampak setelah proses pemisahan dengan protein standar. Bobot molekul masing-masing protein ditentukan dengan cara menghitung nilai Rf dari masing-masing pita protein yang tampak, lalu dibuat kurva standar hubungan antara log BM dengan Rf dari protein standar sehingga nilai BM protein sampel dapat dihitung.


(39)

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3.3.5 Pengukuran Kadar Protein dengan Metode Semi-mikro Kjeldahl (SNI

01-2782-1998)

Sebelum sampel dianalisis, terlebih dahulu dilakukan standarisasi HCl. Standarisasi dilakukan dengan mentitrasi HCl dengan 10 mL natrium tetraborat 0,05 N. Pengukuran kadar protein dimulai dengan tahap destruksi. Sebanyak 0,5 gram sarang burung walet putih yang telah dibersihkan dan dihaluskan, dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, lalu ditambahkan 2 gram katalisator (campuran dari 0,8 gram CuSO4, 0,1 gram SeO2, dan 4 gram K2SO4) dan 25 mL H2SO4 pekat. Labu Kjeldahl tersebut kemudian dididihkan di atas pemanas listrik selama 1,5 jam sampai cairan menjadi jernih kehijauan, kemudian didinginkan.

Setelah larutan hasil destruksi dalam labu Kjeldahl dingin, larutan ditambah aquabides hingga volume mencapai 100 mL. Sebanyak 12,5 mL larutan dipipet lalu dimasukkan ke dalam labu destilasi kemudian ditambah dengan 12,5 mL NaOH 30% dan tiga tetes indikator Bromcresol Green + Methyl Red (BCG+MR). Destilat ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 12,5 mL larutan asam borat 2% dan tiga tetes indikator PP. Destilat yang tertampung di dalam erlenmeyer kemudian dititrasi dengan menggunakan larutan HCl 0,05 N sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi merah muda. Penetapan kadar protein dilakukan secara triplo. Kadar protein dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar Pr otein ( %) = x 100% x F Keterangan:

N = Normalitas HCl

F = faktor konversi (Sudarmadji, 1989)

3.3.6 Analisis Asam Amino dengan Menggunakan KCKT (Ismail et al., 2013) Sebelum sampel dianalisis, terlebih dahulu dilakukan penyuntikan larutan standar asam amino untuk mengetahui waktu retensi setiap kromatogram yang muncul. Standar asam amino dipipet sebanyak 40 µ L lalu ditambahkan 40 µL internal standar AABA dan 920 µL aquabides. Larutan tersebut dihomogenkan. Setelah homogen, larutan dipipet


(40)

23

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebanyak 10 µL kemudian ditambah dengan 7 µL AccQ-Fluor Borate, dihomogenkan dengan menggunakan vortex, lalu ditambah dengan 20 µL

reagent Fluor A dan dihomogenkan lagi. Setelah homogen, larutan didiamkan selama satu menit dan diinkubasi pada suhu 55⁰C selama sepuluh menit. Setelah inkubasi selesai, larutan standar disuntikkan ke KCKT dengan menggunakan kolom C18, temperatur 37⁰C, fase gerak asetonitril 60% dan AccqTag Eluent A dengan sistem gradien komposisi, detektor fluorescence, laju alir 1 mL/menit dan volume penyuntikan 5µL.

Setelah diperoleh kromatogram larutan standar asam amino, sebanyak 0,5 g sarang burung walet putih yang telah dibersihkan dan dihaluskan, ditambahkan dengan 5 mL HCl 6N. Campuran divortex, lalu dialiri dengan gas nitrogen dan dihidrolisis pada suhu 110⁰C selama 22 jam. Hidrolisat yang diperoleh didinginkan pada suhu kamar, lalu dipindahkan ke labu ukur 100 mL, dan ditambahkan aquabides sampai tanda batas. Sampel disaring dengan filter 0,45μm. Filtrat dipipet sebanyak

500 μL lalu ditambah dengan 40 μL AABA ± 460 μL aquabides. Larutan dipipet sebanyak 10 μL, lalu ditambah dengan 70 μL AccQ-Fluor Borate, vortex. Setelah divortex, larutan ditambah dengan 20 μL reagen fluor A, lalu divortex lagi dan didiamkan selama 1 menit. Larutan sampel diinkubasi selama 10 menit pada suhu 55⁰C, lalu disuntikkan pada KCKT dengan kondisi kromatografi yang sama seperti saat penyuntikan larutan standar asam amino.

Kadar asam amino dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Asam amino (%) =

ar ea sampel

ar ea AABA sampel x Cstd mol

µL x BM gr

mol x FP (µL) ar ea standar

ar ea AABA standar x bobot sampel ( gr am)

x 100%

Keterangan:

 Cstd = Konsentrasi standar µ

 BM = Berat molekul


(41)

24 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Determinasi Sampel

Sampel sarang burung walet putih yang diperoleh dari Kediri, Jawa Timur dideterminasi di Herbarium Bogoriense, Puslit Biologi Bidang Zoologi LIPI Cibinong, Bogor, Jawa Barat, dimana hasil menunjukkan bahwa sampel benar merupakan sarang burung walet putih dari burung walet putih (Collocalia fuciphago). Determinasi dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi sampel. Hasil determinasi dapat dilihat pada lampiran 2.

4.2 Ekstraksi Protein pada Sampel

Proses ekstraksi dilakukan setelah sampel dibersihkan dari bulu burung walet yang menempel kemudian dihaluskan. Sebanyak 1 gram sampel dilarutkan dalam 50 mL aquabidest, kemudian disonikasi selama 30 menit untuk memecah ikatan antar molekul dan merusak sel sehingga menyebabkan protein di dalam sel akan keluar (Lacoma, 2009). Hasil sonikasi kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 30 menit untuk memisahkan substansi berdasarkan berat molekul sehingga larutan protein dapat dipisahkan dengan endapan (Holme and Peck, 1993). Larutan protein yang diperoleh dipekatkan dengan cara pengeringan freeze dry selama 9 jam yang kemudian disimpan pada suhu -20⁰C. Dari hasil ekstraksi diperoleh sebanyak 32 mL larutan protein hasil sentrifugasi dan 0,4 mg ekstrak kering protein.

4.3 Analisis Profil Protein dengan Menggunakan SDS-PAGE

Profil protein sarang burung walet putih dianalisis dengan teknik elektroforesis menggunakan gel poliakrilamid. Prinsip dari SDS-PAGE adalah dengan memanfaatkan perbedaan kemampuan migrasi masing-masing molekul protein. Kemampuan migrasi tiap molekul akan berbeda disebabkan perbedaan berat molekul protein. Pemisahan protein dengan


(42)

25

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta elektroforesis gel poliakrilamid dapat dilakukan dengan menambahkan detergen ionik dan menambahkan tahap denaturasi (Kurniati dan Wanadi, 2001). Pada proses persiapan sampel, sampel ditambahkan dengan suatu detergen anionik, sodium dodesil sulfat (SDS). Sebelum elektroforesis, sampel yang akan dipisahkan dilarutkan terlebih dahulu dalam suatu dapar yang mengandung Tris-HCl, SDS, gliserol, bromfenol biru, dan merkaptoetanol.

Tujuan penggunaan SDS dan merkaptoetanol disertai dengan pemanasan akan memecah struktur tiga dimensi dari protein, terutama ikatan disulfida menjadi subunit-subunit polipeptida secara individual. SDS juga membungkus rantai protein yang terikat dengan muatan negatif yang sama membentuk kompleks SDS-protein. Kompleks SDS-protein memiliki densitas muatan yang identik dan bergerak pada gel hanya berdasarkan ukuran protein (Wijaya dan Rohman 2005; Fatmawati et al., 2009). Oleh karena itu, kompleks SDS-protein yang lebih besar mempunyai mobilitas yang lebih rendah dibandingkan dengan kompleks SDS-protein yang lebih kecil (Fatmawati et al., 2009).

Adapun dalam penelitian, elektroforesis diatur dengan tegangan 175 V konstan dengan arus sebesar 400 mA. Pengaturan ini dapat dimodifikasi sesuai dengan keperluan percobaan. Pengaturan tersebut dipilih karena memberikan hasil yang paling baik berdasarkan percobaan-percobaan yang telah dilakukan. Elektroforesis dilakukan hingga sampel mencapai bagian dasar gel selama 50 menit.

Elektroforesis dilakukan terhadap ekstrak protein sarang burung walet dan menggunakan standar berat molekul pembanding (marker protein) Prestained SDS-PAGE Standards Broad Range dari Bio-Rad. Hasil perhitungan berat molekul sesuai kurva standar protein dari elektroforesis (Lampiran 4) menunjukkan terdapat beberapa pita protein yang tampak. Pita dari marker protein yang tampak adalah Myosin 198 kDa, BSA 57 kDa, soybean tripsin inhibitor 20 kDa, lysozime 15 kDa, dan aprotinin 6 kDa. Kurva standar yang dihasilkan dari marker protein tersebut memiliki persamaan linier Y = -1,743x + 5,390; r = 0,983.


(43)

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Diketahui bahwa Y adalah log bobot molekul protein dan x adalah Rf (nisbah bagi antara migrasi pita protein sampel dengan migrasi pita protein

marker).

Berdasarkan hasil elektroforesis, ekstrak protein sarang burung walet putih menunjukkan pemisahan sebanyak enam pita protein. Pita-pita protein yang tampak memiliki berat molekul sebesar 96,6276 kDa, 67,0907 kDa, 48,5096 kDa, 10,8217 kDa, 9,5826 kDa, dan 7,5137 kDa. Pita protein muncul baik dari perbandingan 1:1, 1:2, dan 2:1. Tetapi dapat dilihat bahwa pita protein dari perbandingan 2:1 sedikit lebih jelas dibanding perbandingan 1:1 dan 1:2. Hal ini dipengaruhi oleh volume pemipetan sampel yang lebih banyak.

Gambar 4.1 Hasil analisis SDS-PAGE ekstrak sarang burung walet putih Keterangan: 1 = marker protein Prestained SDS-PAGE standards Board Range dari

Bio-Rad; 2 dan 3 = Ekstrak protein sarang burung walet putih dan sample buffer dengan perbandingan 1:1; 4 dan 5 = Ekstrak protein sarang burung walet putih dan sample buffer

dengan perbandingan 1:2; 6 dan 7 = Ekstrak protein sarang burung walet putih dan sample buffer dengan perbandingan 2:1

Hasil analisis profil protein dengan menggunakan SDS-PAGE dari penelitian ini menunjukkan perbedaan berat molekul protein yang muncul dibandingkan dengan hasil penelitian Liu et al. pada tahun 2012 dan Elfita pada tahun 2013. Penelitian ini menunjukkan adanya enam pita protein yang muncul, yaitu 96,6276 kDa, 67,0907 kDa, 48,5096 kDa, 10,8217

1 2 3 4 5 6 7

198 kDa

15 kDa 20 kDa 57 kDa

6 kDa

96,6276 kDa 67,0907 kDa 48,5096 kDa

10,8217 kDa 9,5826 kDa 7,5137 kDa


(44)

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kDa, dan 7,5137 kDa. Sedangkan penelitian Liu et al. menunjukkan bahwa protein dari sarang burung walet yang berasal dari Malaysia, Thailand, Indonesia, dan Vietnam memiliki berat molekul yang berkisar antara 128 kDa – 20 kDa. Begitu pula dengan hasil penelitian Elfita tahun 2013 yang menunjukkan bahwa sarang burung walet yang berasal dari Painan, Sumatera Barat, memiliki protein dengan berat molekul 147,2 kDa, 142,4 kDa, 133,4 kDa, 73,3 kDa, 66,2 kDa, dan 37,7 kDa.

Perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan cara preparasi perolehan ekstrak protein yang dilakukan dan perbedaan daerah asal sampel. Liu et al. melakukan pemisahan protein berdasarkan titik isoelektrik protein dengan metode Liquid-phase Isoelectric Focusing

(LIEF) setelah sampel dikeringkan dengan metode pengeringan freeze dry

dan dianalisis dengan elektroforesis dua dimensi. Metode LIEF digunakan untuk mengurangi kompleksitas protein pada sarang burung walet dan memperjelas pemisahan protein yang jumlahnya sedikit pada saat elektroforesis. Sedangkan Elfita pada saat ekstraksi menggunakan membran dialisis 3500 cutoff molecular weight sebelum dikeringkan dengan metode pengeringan freeze dry.

4.4 Pengukuran Kadar Protein dengan Metode Semi-mikro Kjeldahl

Pengukuran kadar kandungan protein yang terdapat dalam sarang burung walet putih (Collocalia fuciphago) ditentukan dengan menggunakan metode semi-mikro Kjeldahl. Metode ini didasarkan pada pengukuran kadar nitrogen total yang ada di dalam sampel. Kandungan protein dihitung dengan mengasumsikan rasio tertentu antara protein terhadap nitrogen untuk produk tertentu yang dianalisis (Andarwulan, Kusnandar dan Herawati, 2011).

Penentuan kadar protein metode Kjeldahl terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Tahap destruksi dilakukan hingga seluruh karbon dan hidrogen teroksidasi dan nitrogen diubah menjadi amonium sulfat (larutan berwarna jernih). Pada tahap destilasi, amonium sulfat akan dipecah menjadi gas amoniak yang akan menguap lalu


(45)

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ditangkap oleh asam. Dalam tahap titrasi, senyawa NH4H2BO3 dititrasi dengan menggunakan asam klorida encer, sehingga asam borat terlepas kembali dan terbentuk amonium klorida. Jumlah asam klorida yang digunakan untuk titrasi setara dengan jumlah gas NH3 yang dibebaskan dari proses titrasi (Andarwulan, Kusnandar dan Herawati, 2011).

Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode semi-mikro Kjeldahl karena dalam metode ini sampel tidak diekstraksi terlebih dahulu sehingga semua protein dapat terukur kadarnya. Selain itu, metode ini masih merupakan metode standar untuk penentuan kadar protein dan memiliki pedoman standar nasional, yaitu SNI 01-2782-1998. Metode Kjeldahl tidak menghitung kadar protein secara langsung, diperlukan faktor konversi (F) untuk menghitung kadar protein total dan kadar nitrogen. Faktor konversi 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16% nitrogen.

Berbeda dengan metode pengukuran kadar protein dengan metode Lowry dan metode Bradford, dimana sampel harus diekstraksi sebelum diukur kadar proteinnya, sehingga ada kemungkinan di dalam sampel masih terdapat protein yang tidak terekstraksi dan menyebabkan kadar protein yang terukur menjadi lebih kecil. Elfita pada tahun 2013 telah membandingkan pengukuran kadar protein pada sarang burung walet dengan metode semi-mikro Kjeldahl dan metode Lowry, hasilnya menunjukkan bahwa kadar protein pada sarang burung walet yang diukur dengan metode Lowry jauh lebih kecil dibandingkan dengan metode semi-mikro Kjeldahl.

Pada penelitian ini, HCl distandarisasi terlebih dahulu dengan 10 mL natrium tetraborat 0,05 N, sehingga konsentrasi HCl yang diperoleh sebesar 0,066 N. Standarisasi dilakukan karena HCl merupakan larutan baku sekunder yang sifatnya tidak stabil. Data titrasi standarisasi HCl dengan natrium tetraborat dapat dilihat pada lampiran 5.

Tahap destruksi dengan H2SO4 pekat dan katalisator yang terdiri dari campuran CuSO4, SeO2 dan K2SO4 membutuhkan waktu selama 2 jam hingga larutan berwarna kehijauan. Selama tahap destruksi, unsur


(46)

29

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta karbon dan hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2, dan H2O. Sedangkan nitrogen akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Katalisator berperan untuk mempercepat proses destruksi. Dengan penambahan katalisator, titik didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berlangsung lebih cepat. Reaksi yang terjadi yaitu sebagai berikut:

N(Sampel) + H2SO4 (NH4)2SO4 + H2O + CO2 + matriks sampel lainnya Setelah proses destruksi selesai, larutan didinginkan dahulu, baru kemudian diencerkan dengan aquabides hingga volume mencapai 100 mL. Sebanyak 12,5 mL hasil destruksi dipipet dan dicampur dengan 12,5 mL NaOH dan 3 tetes indikator BCG-MR, kemudian didestilasi dengan 12,5 mL asam borat yang diberi indikator PP selama 30 menit hingga warna larutan berubah menjadi biru muda. Dengan adanya NaOH pekat, asam sulfat dinetralkan dan ammonium sulfat dipecah menjadi gas amoniak. Proses destilasi menyebabkan gas amoniak menguap dan ditangkap oleh asam borat (H3BO3) sehingga terbentuk senyawa NH4H2BO3. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:

(NH4)2SO4 + 2 NaOH  2NH3 + Na2SO4 + 2 H2O Setelah destilasi selesai, asam borat yang telah mengandung ammonia segera dititrasi dengan HCl. Reaksi yang terjadi yaitu sebagai berikut:

NH3 + H3BO3  NH4H2BO3 + H3BO3 2 NH4H2BO3 + 2 HCl  2 NH4Cl + 2 H3BO3

Setelah diperoleh volume rata-rata HCl dari hasil titrasi (data dapat dilihat di lampiran 5), kadar protein dapat dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan protein metode Kjeldahl sehingga diperoleh kadar protein rata-rata pada sarang burung walet putih sebesar 50,176%. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hamzah et al. pada tahun 2013 yang mendapatkan kadar protein pada sarang burung walet dari pulau Jawa sebesar 59,8% dan penelitian Elfita tahun 2013 dimana kadar sarang burung walet dari Painan, Sumatera Barat memiliki kadar protein sebesar 55,62%.


(47)

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Perbedaan kadar protein yang diperoleh dapat disebabkan karena perbedaan daerah asal sampel. Tingginya kadar protein merupakan indikator bahwa lingkungan habitat burung walet merupakan lingkungan yang baik bagi burung walet untuk hidup memperoleh makanan (Marcone, 2005).

4.5 Analisis Asam Amino Sarang Burung Walet Putih dengan KCKT

Asam amino esensial sangat dibutuhkan oleh manusia karena tidak dapat disintetis sendiri oleh tubuh. Semakin lengkap dan tinggi kandungan gizi asam amino dalam biji maka nilai gizi semakin baik dan diharapkan dapat menyamai protein hewani (Richana, 2000).

Analisis asam amino dilakukan untuk menduga jenis dan kadar asam amino yang terdapat sarang burung walet putih (Collocalia fuciphago) yang sudah dihaluskan. Analisis asam amino diawali dengan hidrolisis. Pada tahap ini, hidrolisis sempurna rantai polipeptida dilakukan dengan pelarut HCl 6 N pada suhu 110⁰C selama 22 jam. HCl digunakan untuk hidrolisis karena HCl dapat memecah ikatan peptida secara sempurna dan dapat dengan mudah hilang dari hidrolisat dengan adanya penguapan (Masuda dan Dohmae, 2011). Setelah larutan dihidrolisis, hidrolisat yang diperoleh kemudian didinginkan pada suhu kamar dan ditera volumenya dengan aquabidest kemudian disaring. Sampel asam amino ditambahkan dengan AABA (Alpha amino butyric acid) sebagai internal standar dan digenapkan volumenya dengan aquabidest. Penambahan larutan standar internal digunakan untuk mengoreksi hilangnya residu asam amino selama proses hidrolisis karena aliran atau penghancuran.

Sampel diderivatisasi dengan reagen AQC (6-aminoquinolyl-Nhidroxysucsinimidil carbamate) yang sering dilakukan secara prakolom diikuti oleh pemisahan fase terbalik KCKT dengan menggunakan detektor fluoresensi. Penderivat AQC merupakan penderivat yang paling stabil dibandingkan dengan agen penderivat yang lainnya. Agen penderivat AQC dapat bereaksi dengan asam amino primer dan asam amino sekunder dan


(48)

31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menghasilkan derivat fluoresen dengan eksitasi 250 nm dan emisi 395 nm (Bosch et al., 2006; Eriksson et al., 2009). Kelebihan reagen AQC dapat bereaksi dengan air dan membentuk 6-aminoquinolin (AMQ), N-hidroksi suksinimidi (NHS) dan karbondioksida (CO2) (Salazar et al., 2012). AMQ bereaksi sangat lambat dengan reagen AQC berlebih membentuk bis-aminoquinolin urea. Produk-produk samping tidak mengganggu identifikasi dan kuantifikasi dari asam amino.

Tabel 4.1 Kadar Asam Amino dalam Sarang Burung Walet Putih No Asam Amino Kandungan Asam Amino (perlakuan duplo) (%)

1 2 Rata-rata

1 Asam aspartat 4,167 4,113 4,140

2 Serin 2,965 2,923 2,944

3 Asam glutamat 3,303 3,248 3,276

4 Glisin 1,816 1,782 1,799

5 Histidin 1,739 1,697 1,718

6 Arginin 3,055 3,019 3,037

7 Treonin 2,818 2,801 2,810

8 Alanin 1,194 1,199 1,197

9 Prolin 3,332 3,327 3,330

10 Tirosin 2,048 2,040 2,044

11 Valin 3,699 3,655 3,677

12 Metionin 0,422 0,430 0,426

13 Lisin HCl 2,155 2,087 2,121

14 Isoleusin 1,573 1,551 1,562

15 Leusin 37,267 3,222 3,245

16 Fenilalanin 3,008 2,965 2,987

Total 40,561 40,059 40,310

Pengujian asam amino pada sarang burung walet putih menghasilkan hampir semua jenis asam amino esensial dan nonesensial, kecuali triptofan dan sistein. Triptofan tidak stabil dalam lingkungan asam, sehingga rusak dalam hidrolisis asam. Dengan hidrolisis asam ini serin dan treonin akan mengalami kerusakan sebagian, sedangkan asparagin dan glutamin akan terhidrolisa sempurna menjadi asam aspartat dan asam glutamat dengan membebaskan ion amonium (Linder, 1992; Sumarno et al., 2002).


(49)

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Hasil analisis asam amino dari sarang burung walet putih dengan menggunakan KCKT menunjukkan bahwa sarang burung walet putih mengandung 16 jenis asam amino yang terdiri dari sembilan jenis asam amino esensial dan tujuh jenis asam amino nonesensial dengan kandungan total rata-rata sebesar 40,310%. Kadar sembilan asam amino esensial yang terkandung dalam sarang burung walet putih yaitu histidin 1,718%, arginin 3,037%, treonin 2,810%, valin 3,677%, metionin 0,426%, lisin 2,121%, isoleusin 1,562%, leusin 3,245%, dan fenilalanin 2,987%. Sedangkan kadar tujuh asam amino nonesensial yang terkandung dalam sarang burung walet putih yaitu asam aspartat 4,140%, serin 2,944%, asam glutamat 3,276%, glisin 1,799%, alanin 1,718%, prolin 3,330%, dan tirosin 2,044%. Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa asam amino esensial dan nonesensial yang paling tinggi kandungannya dalam sarang burung walet putih (Collocalia fuciphago) adalah valin 3,677% dan asam aspartat 4,140%.

Valin tergolong asam amino rantai bercabang, memiliki efek menstimulasi metabolisme otot, perbaikan jaringan, dan menjaga keseimbangan nitrogen di dalam tubuh. Selain itu, valin juga menstimulasi sistem saraf pusat dan berperan penting dalam fungsi mental. Sementara itu, asam aspartat merupakan asam amino yang bersifat asam, digolongkan sebagan asam karboksilat. Asam aspartat merupakan bahan bakar utama sel-sel otak bersama glukosa dan mampu mengurangi ketergantungan alkohol dan menstabilkan kesehatan mental. (Harli, 2008).

Hasil analisis asam amino pada penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Ismail et al. (2013) dan Elfita pada tahun 2013. Ismail et al.

pada penelitiannya mendapatkan bahwa asam amino esensial dan nonesensial dengan kandungan tertinggi pada sarang burung walet asal Selangor dan Pulau Borneo adalah valin dan asam aspartat dengan kadar masing-masing sebesar 3,51 ± 0,35% 4,64 ± 0,57%. Sedangkan hasil penelitian Elfita menunjukkan bahwa asam amino esensial dan nonesensial yang paling tinggi kadarnya pada sarang burung walet asal Painan, Sumatera Barat, adalah fenilalanin dan serin dengan kadar masing-masing


(50)

33

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebesar 4,486% dan 4,556%. Perbedaan ini dapat disebabkan karena perbedaan letak geografis burung walet dan masa panen sarang burung walet yang mempengaruhi asupan nutrisi burung walet.


(51)

34 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Analisis profil protein pada sarang burung walet putih (Collocalia fuciphago) dengan menggunakan SDS-PAGE menunjukkan bahwa terdapat enam pita protein yang muncul dengan bobot molekul masing-masing sebesar 96,6276 kDa, 67,0907 kDa, 48,5096 kDa, 10,8217 kDa, 9,5826 kDa, dan 7,5137 kDa.

2. Hasil penentuan kadar protein menggunakan metode semi-mikro Kjeldahl menunjukkan bahwa pada sarang burung walet putih (Collocalia fuciphago) memiliki kandungan protein sebesar 50,176%. 3. Asam amino yang terkandung dalam sarang burung walet putih

(Collocalia fuciphago) yang dianalisis dengan menggunakan KCKT menunjukkan bahwa terdapat 16 jenis asam amino yang terdiri dari sembilan jenis asam amino esensial dan tujuh jenis asam amino nonesensial dengan kandungan total sebesar 40,310%. Kadar sembilan asam amino esensial yang terkandung dalam sarang burung walet putih yaitu histidin 1,718%, arginin 3,037%, treonin 2,810%, valin 3,677%, metionin 0,426%, lisin 2,121%, isoleusin 1,562%, leusin 3,245%, dan fenilalanin 2,987%. Sedangkan kadar tujuh asam amino nonesensial yang terkandung dalam sarang burung walet putih yaitu asam aspartat 4,140%, serin 2,944%, asam glutamat 3,276%, glisin 1,799%, alanin 1,718%, prolin 3,330%, dan tirosin 2,044%.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan pengukuran kadar protein dengan metode lain untuk mengetahui metode yang terbaik untuk mengukur kadar protein dalam sarang burung walet.


(52)

35

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Analisis profil protein dan asam amino sarang burung walet dapat dilanjutkan dengan sarang burung walet yang berasal dari daerah yang berbeda di Indonesia.


(53)

36 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M. 1997. Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan.

Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

Almatsier, S. 1989. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Penerbit Gramedia.

Andarwulan, Nuri, Feri Kusnandar, Dian Herawati. 2011. Analisis Pangan. Jakarta: Dian Rakyat.

Bintang, Maria. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Erlangga. Hal: 99, 103-106.

Bodanszky, M. 1993. Chemistry of Peptide. Berlin: Spinger-Verlag. Hal: 47-52.

Bosch L, Alegria A, Farre R. 2006. Application of the 6-Aminoquinolyl-Nhydroxysccinimidil Carbamate (AQC) Reagent to the RP-HPLC Determination of Amino Acid in Infant Foods. J.Chromatogr B Analyt Technol Biomed Life Sci. 831 (1-2):176-183.

Brown, T.A. 2002. DNA in Genomes, 2nd Ed. Manchester, UK: Garland Science.

Buletin Konservasi Biodiversitas Raja4 Edisi Oktober 2012. Universitas Negeri Papua.

Chau, Q., S.B. Cantor, E. Caramel, M. Hicks, D. Kurtin, T. Grover dan L.S. Elting. 2003. Cost effectiveness of the bird‟s nest filter for preventing pulmonary embolism among patients with malignant brain tumors and deep venous thrombosis of the lower extremities. Support Care Cancer, 11: 795-799.

Colombo, J.P., C. Garcia-Rodenas, P.R. Guesry dan J.Rey. 2003. Potential effects of supplementation with amino acids, choline or sialic acid on cognitive development in young infants. Acta Paediatr Suppl, 46: 92.


(54)

37

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Coligan, J, Dunn, B, Ploengh, H, Speicher, D, and Wingfield, P. 2007. Current Protocols in Protein Sciences. Vol. 1. New York: John Willey & Sons Inc. Pub. Hal: 332-340.

Elfita, Lina. 2013. Analisis Profil Protein dan Asam Amino Sarang Burung Walet (Collocalia fuciphago) Asal Painan. Laporan Penelitian Individu Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Eriksson J, Janasson S, Papaefthimiou D, Rasmussen U and bergman B. 2009.

Improving Derivatization Efficiency of BMAA Utilizing AccQ-Tag in a Complex Cyanobacterial Matrix. Departement of Botany, Stockholm University. 36:43-48.

Gaman, P.M. 1992. Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Goh, D. L. M., Chua, K.-Y., Chew, F.-T., Seow, T. K., Ou, K. L., Yi, F. C., dan Lee, B. W. 2001. Immunochemical characterization of edible bird’s nest allergens. Journal of Allergy and Clinical Immunology, 107(6), 1082– 1088.

Harli M. (2008). Asam Amino Esensial. http://www.suparmas.com. Diakses tanggal 28 Juni 2014 pukul: 21:00.

Hamzah, Zainab, Nur H.I., Sarojini J., Kamaruddin H., Othman H., dan Boon-Beng Lee. 2013. Nutritional properties of edible bird nest. Journal of Asian Scientific Research, 3(6), 600-607.

Howe, C., Lee, L. T., dan Rose, H. M. 1961. Collocalia mucoid: a substrate for Myxovirus neuraminidase. Archives of Biochemistry and Biophysics, 95, 512–520.

Howe, C., Lee, L. T., dan Rose, H. M. 1960. Influenza virus sialidase. Nature, 188, 251–252.

Holme, D.J and Peck Hazel. 1993. Analytical Biochemistry Second Edition, Longman Scientific & Technical. New York.


(55)

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ismail, Azilawati M., Aina Amin, Dzulkifly M.H., dan Amin Ismail. 2013. Using amino acids composition combined with principle component analysist differentiate house and cave bird’s nests. Current Trends in Technology and Science, Volume II, Issue VI.

International Organization for Standardization (ISO) 1871-2009. 2009. Food and feed products - General guidelines for the determination of nitrogen by the Kjeldahl method.

Janson, J.C dan Ryden, L. 1998. Protein Purification: Principles, High Resolution Methodes, and Applications, 2nd Edition. John Willey & Sons Inc. Pub. Hal: 464-484.

Kathan, R.H. dan D.I. Weeks. 1969. Structure studies of collocalia mucoid . I. Carbohydrate and amino acid composition. Arch Biochem Biophys, 134: 572-576.

Kong, Y. C., Keung, W. M., Tip, T. T., Ko, K. K., Tsao, S. W., dan Ng, M. H. 1987. Evidence that epidermal growth factor is present in Swiflet’s (Collocalia) nest. Comparative Biochemistry and Physiology, 87(2), 221– 226.

Koon, L.C. 2000. Features-bird‟s nest soup-market demand for this expensive gastronomic delicacy threatens the aptly named edible-nest swiflet with extinction in the east. Wildlife Conservation, 103(1), 30-35.

Koon, L. C., dan Cranbrook. 2002. Earl ofSwiftlets of Borneo – Builders of edible nests (pp. 1–171). Sabah, Malaysia: Natural History Publication (Borneo) SDN., B.H.D.

Lacoma, Tyler. How Does Sonication Work?. Diakses dari: http://www.ehow.com/how-does_5171302_sonication-work.html. Diakses tanggal 30 Juni 2014 pukul 07.55.


(1)

Tabel Bobot Molekul Protein Sampel

d (cm) Rf Log BM BM (kDa)

1,15 0,2323 4,9851 96,6276

1,6 0,3232 4,8267 67,0907

2 0,4040 4,6858 48,5096

3,85 0,7778 4,034 10,8217

4 0,8081 3,9815 9,5826

4,3 0,8687 3,8758 7,5137

Loading dye (cm) 4,95

Lampiran 5. Data Pengukuran Kadar Protein Sarang Burung Walet Putih (Collocalia fuciphago) dengan Metode Semi-mikro Kjeldahl


(2)

47

1. Tabel Data Standarisasi HCl dengan Natrium Tetraborat

Volume awal HCl (mL) Volume akhir HCl (mL) Volume HCl (mL)

14,70 22,20 7,5

22,20 29,80 7,6

29,80 37,30 7,5

Volume HCl rata-rata (mL) 7,53

V1 x N1 = V2 x N2

10 mL x 0,05 N = 7,53 mL x N2

N2 = ,

,

N2 = 0,066 N

2. Tabel Data Titrasi HCl 0,066 N dengan Sampel

Volume awal HCl (mL) Volume akhir HCl (mL) Volume HCl (mL)

18,00 23,20 5,2

23,40 28,80 5,4

8 13,7 5,7

Volume HCl rata-rata (mL) 5,433

3. Perhitungan Kadar Protein Sampel

Dalam 12,5 mL, sampel yang terkandung sebanyak: 12,5 mL

100 mLx 500,5 mg = 62,5625 mg

[ Kadar N] % = volume r ata−r ata HCl x N HCl x Ar N

mg sampel 100%

= 5,433 0,066 14,007

62,5625 100%

= 8,028%

Kadar protein = 8,028% x F = 8,028% x 6,25 = 50,176%


(3)

No Peak Name RT Area % Area Height Amount

1 AMQ 9,722 453613 0,70 21064 1,000

2 Asam aspartat 11,873 1436755 2,22 94494 100,000 3 Serin 13,135 1958013 3,02 117063 100,000 4 Asam Glutamat 13,990 1652061 2,55 98542 100,000 5 Glisin 15,083 1673126 2,58 93212 100,000 6 Histidin 15,667 2930881 4,53 157846 100,000

7 NH3 16,771 2286787 3,53 83657 1,000

8 Arginin 19,418 2388217 3,69 160662 100,000 9 Treonin 19,921 2736413 4,23 164664 100,000 10 Alanin 21,291 2699670 4,17 142248 100,000 11 Prolin 23,776 1475239 2,28 107280 100,000

12 AABA 25,175 3952582 6,10 315703 1,000

13 Sistein 27,083 56666 0,09 8646 50,000

14 Tirosin 27,253 3738079 5,77 354133 100,000 15 Valine 28,239 4883174 7,54 417634 100,000 16 Methionin 28,687 4582136 7,08 387415 100,000 17 Lisin HCl 30,907 2316838 3,58 210196 100,000 18 Isoleusin 31,581 6667636 10,30 541112 100,000 19 Leusin 32,022 7209253 11,14 540878 100,000 20 Fenilalanin 32,869 9646888 14,90 768256 100,000 21 Triptofan 33,395

Total 64744029,32


(4)

49

No Peak Name RT Area % Area Height Amount

1 AMQ 9,719 451972 0,32 21642 0,996

2 Asam aspartat 11,877 4939546 3,49 327664 343,799 3 Serin 13,147 6058879 4,28 269325 309,440 4 Asam Glutamat 13,988 4057598 2,87 247104 245,608 5 Glisin 15,086 4420115 3,12 241546 264,183 6 Histidin 15,671 3565683 2,52 191417 121,659

7 NH3 16,769 18199829 12,86 657088 7,959

8 Arginin 19,407 4602621 3,25 319168 192,722 9 Treonin 19,918 7158409 5,06 428537 261,598 10 Alanin 21,228 4042047 2,86 230747 149,724 11 Prolin 23,768 4743766 3,35 347306 321,559

12 AABA 25,175 5442888 3,85 442104 1,377

13 Sistein 26,998

14 Tirosin 27,258 4682516 3,31 457071 125,265 15 Valine 28,240 16951647 11,98 1444154 347,144 16 Methionin 28,667 1468848 1,04 108646 32,056 17 Lisin HCl 30,907 2945300 2,08 276592 127,126 18 Isoleusin 31,582 8772547 6,20 712547 131,569 19 Leusin 32,022 19703588 13,93 1471521 273,310 20 Fenilalanin 32,869 19263112 13,62 1521737 199,682 21 Triptofan 33,395

Total 141470909,74


(5)

No Peak Name RT Area % Area Height Amount

1 AMQ 9,719 419493 0,30 21041 0,925

2 Asam aspartat 11,877 4939546 3,50 327664 343,799 3 Serin 13,147 6065368 4,29 369415 309,772 4 Asam Glutamat 13,988 4072218 2,88 247403 246,493 5 Glisin 15,086 4443457 3,14 242118 265,578 6 Histidin 15,671 3606811 2,55 192134 123,062

7 NH3 16,769 18336804 12,97 658078 8,019

8 Arginin 19,407 4596227 3,25 318997 192,454 9 Treonin 19,918 7107871 5,03 428045 259,751 10 Alanin 21,228 3974259 2,81 229053 147,213 11 Prolin 23,768 4688359 3,32 346920 317,803

12 AABA 25,175 5358405 3,79 440881 1,356

13 Sistein 26,998

14 Tirosin 27,258 4638649 3,28 456556 124,092 15 Valine 28,240 16929064 11,98 1443493 346,682 16 Methionin 28,667 1422134 1,01 107732 31,036 17 Lisin HCl 30,907 2945300 2,08 276592 127,126 18 Isoleusin 31,582 8779187 6,21 712770 131,669 19 Leusin 32,022 19718300 13,95 1471794 273,514 20 Fenilalanin 32,869 19288715 13,65 1522108 199,948 21 Triptofan 33,395

Total 141330168,89


(6)

51

No Asam Amino Berat Molekul

Kandungan Asam Amino (perlakuan duplo) (%)

1 2 Rata-rata

1 Asam aspartat 133,1 4,167 4,113 4,140

2 Serin 105,9 2,965 2,923 2,944

3 Asam glutamat 147,13 3,303 3,248 3,276

4 Glisin 75,07 1,816 1,782 1,799

5 Histidin 155,16 1,739 1,697 1,718

6 Arginin 174,29 3,055 3,019 3,037

7 Treonin 119,12 2,818 2,801 2,810

8 Alanin 89,1 1,194 1,199 1,197

9 Prolin 115,13 3,332 3,327 3,330

10 Tirosin 181,19 2,048 2,040 2,044

11 Valin 117,15 3,699 3,655 3,677

12 Metionin 149,21 0,422 0,430 0,426

13 Lisin HCl 182,65 2,155 2,087 2,121

14 Isoleusin 131,18 1,573 1,551 1,562

15 Leusin 131,18 3,267 3,222 3,245

16 Fenilalanin 165,19 3,008 2,965 2,987

Total 40,561 40,059 40,310

Contoh perhitungan: % Asam aspartat

=

µ (µ )

( ) x 100%

=

µ , (µ )

, ( ) x 100%

= 4,167%