EFEK DALAM PRAKTEK PROFESSIONALDAN HASILNYA UNTUK KESEHATAN

TUGAS TAKE HOME
INTERPROFESSIONAL EDUCATION
“INTERPROFESSIONAL EDUCATION : EFEK DALAM PRAKTEK PROFESSIONAL
DAN HASILNYA UNTUK KESEHATAN”
Untuk memenuhi Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah : Interprofessional Education
Dosen Pengampu : Eri Yanuar, S.Kep., Ns.,M.N. Sc (LC)

Disusun oleh:
RESKI RAHMAWATI
NIM : 16/403466/PKU/16284

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016

HASIL TRANSKRIP

Pertanyaan utama untuk wawancara
1. Menurut anda, apa saja kolaborasi interprofessional yang sudah berjalan baik ditempat

anda bekerja ?
2. Menurut anda, apa permasalahan kolaborasi interprofesional di tempat anda bekerja ?
3. Menurut anda, bagaimana solusi untuk mengatasi permasalahn kolaborasi interprofesional
ditempat anda bekerja ?
Narasumber I
Nama

: dr. Hj. Jumhari Baco, MSc., SpA

Jabatan

: Penanggung Jawab PICU/NICU RSUD Bahteramas Prop. Sultra

Pangkat

: Gol. III D

Nip

: 198104032006042028


Transkrip Wawancara
Data Wawancara
Pewawancara : “Assalamu alaikum dok...!”sebelumnya terimakasih atas waktunya.
Saya ingin bertanya tentang apa yang dokter ketahui tentang kolaborasi
interprofessional ?
Narasumber : “Wallaikum salam. Oh iya, jadi kolaborasi interprofessional disini
dilihat dari catatan medis ada kolom terintegrasi antar profesi. Dalam penanganan
pasien kolaborasi dari dokter dan paramedis baik dari perawat, bidan, apotik dan gizi
dalam memberikan terapi pada pasien.
Pewawancara : “Bagaimana di bagian dokter bekerja khususnya pada pasien dengan
bayi BBLR’ ?
Narasumber : “Untuk kondisi di ruangan ini kolaborasi antara dokter dalam hal ini

spesialis anak, bidan dan perawat“
Pewawancara : “kolaborasi apa saja yang telah dijalankan?”
Narasumber : “oh ya, misalnya antara dokter dan perawat atau bidan pada
penanganan pemberian nutrisi pada pasien BBLR. Jadi dokter telah menentukan
berapa besar nutrisi dan kebutuhan energi dari bayi, nah yang memberikan adalah
bidannya contoh kasus dengan bayi BBLR 1500 kg dengan refleks isap belum bagus

jadi dokter menintruksikan penangan dengan OGT dan ASI 5 cc dan bidannya
memberikan. Dokter kembali mengevaluasi apakah penanganan yang diberikan,
apakah ada residu maka dosisnya diturunkan dengan mengavaluasi kembali !”
Pewawancara : “Apakah ada batasan batasan dalam kolaborai ?”
Narasumber : “Dalam kolaborasi ada namanya kompetensi masing masing profesi
nah kami biasa mendelegasikan tindakan yang dilakukan oleh dokter, ke paramedis ”
Pewawancara : “Apakah ada hambatan dalam melakukan kolaborasi“ ?.
Narasumber : “Sejauh ini Alhamdulillah tidak ada hambatan, intinya dalam
kolaborasi adalah komunikasi”
Pewawancara : “Adakah keuntungan dan kelemahan dalam melakukan kolaborasi ?“
Narasumber : “Banyak keuntungan dalam kolaborasi salah satunya itu adalah
mempercepat pelayanan pasien contohnya jika dokternya telat datang maka bisa
terlebih dahulu ditindaki oleh perawat dengan instruksi melalui telepon seperti kasus
dengan distres nafas maka segera dilakukan tindakan dengan pemberian oksigen dan
jika lebih parah maka kami instruksikan resusitasi sesuai dengan instruksi melalui
telepon sambil dokternya nanti akan menyusul. Kalau untuk kelemahan biasanya
karena mis komunikas, Jika komunikasi kurang baik maka yang terjadi kadang
kadang mis menagement oleh karena itu diminimalisir dengan SBR (komunikasi
melalui telepon) misalnya bidan atau perawat melaporkan kondisi pasien harus
menulis dilembaran SBR yakni S itu situation seperti contoh jika ada instruksi maka

perawatnya membacakan ulang apakah sesuai instruksi atau tidak”
Pewawancara : “Menurut ibu apakah kolaborasi telah berjalan baik dan seberapa
efektif kolaborasi interprofessional education yang telah dijalankan dalam melayani
pasien.?”
Narasumber :”Menurut saya cukup efektif dan berjalan baik sekali yah !! yakni
untuk safety pasien, keselamatan pasien dan tujuan penangan pasien yang cepat dan
sesuai yang diharapkan jadi sangat efektif. Kalau dihitung berapa persen efektif dan
tidak harusnya dilakukan perbandingan tuh !! (sambil tersenyum) jadi dilihat sebelum
dan sesudah kolaborasi dilihat tingkat kemajuannya berapa!!, kemudian dapat dilihat
melalui angket kepuasaan pasien kan kepuasaan keluarga pasien juga ”
Pewawancara : “Pertanyaan terakhir bu, kembali kepermasalahan kalau untuk

kualitas perawat dan bidan, adakah permasalahn yang dihadapi dalam melakukan
tindakan kolaborasi ?”
Narasumber : “oh iya jelas, karena jika ia belum terampil dan menerima pelatihan
seperti kami instruksikan untuk lakukan resusitasi dan ia belum begitu terampil maka
akan mempengaruhi kualitas pelayanan sehingga RSUD Bahteramas itu kan masuk
PONEK pelayanan obstetrik neonatal emergency komprensif namanya yah !!! jadi
kolaborasi antara obstetrik dan neonatal jadi bidan bidan dilakukan pelatihan. intinya
itu peningkatan ilmu dan keterampilan secara berkala.

Pewawancara : “misalnya kualitas perawat kurang memadai solusi apa untuk
mengatasi permasalahan kolaborasi interprofesional ditempat ibu bekerja ?”
Narasumber : “ oh iya solusi dari kami yaitu dengan kami lakukan bimbingan
khusus dan pelatihan khusus seperti kemarin saya mengikuti pelatihan mengenai
PONEK, Thermoregulasi, Resusitasi, hipoglikemia di Jakarta dan pada saat saya
kembali, saya sharing ilmu dan keterampilan yang saya peroleh kepada bidan dan
perawatnya kemudian dilakukan uji coba atau latihan ulang “
Pewawancara : “(mengangguk dan tersenyum). Iya bu. Itu saja yang dapat saya
tanyakan. terima kasih bu, atas waktu dan wawancaranya.
Narasumber : “iya Sama sama”

Narasumber II
Nama

: Hartati, S.Kep.,Ns

Alamat

: Jl. Balai Kota III No. 100 B Kel. Ponambea Kec. Kadia Kota Kendari
Sulawesi Tenggara


Jabatan

: Penanggung Jawab ( Kepala Perawatan ) Ruangan PICU/NICU RSUD
Bahteramas Prop. Sultra

Pangkat

: Gol. IV A

Nip

: 196708051992032014

No HP

:

Data Wawancara
Pewawancara : “Assalamu alaikum bu...!”terimakasih atas waktunya. Saya ingin

bertanya apa yang ibu ketahui tentang kolaborasi interprofessional ?
Narasumber : “Waalaikum salam. Sebenarnya interprofesional itu untuk di ruangan
saya yaitu kolaborasi antara dokter, perawat dan bidan, kemudian dengan profesi lain
seperti laboratorium dan radiologi” .
Pewawancara : “Bagaimana kolaborasi interprofesional di tempat ibu bekerja ?
Narasumber : “emmm.... berdasarkan prosedur yang ada, dokter mendelegasikan ke
perawat atau bidan yang melakukan kegiatan keperawatan untuk perawat atau bidan
dalam melakukan kegiatan itu selalu menerima delegasi seperti memberikan suntikan,
nah disini sebenarnya bukan tindakan keperawatan namun itu adalah tindakan medis
nah perawat menerima delegasi dalam bentuk kolaborasi.
Pewawancara : “Menurut ibu, Apa kontribusi yang diberikan selaku ibu sebagai
profesi perawat dalam kolaborasi interprofesional?”
Narasumber : “seperti perawatan inkubator, resusitasi pada bayi BBLR sampai
tindakan tindakan medis yang seharusnya merupakan tupoksi dari dokter penanggung
jawab misalnya resusitasi, infus, obat obatan didelegasikan ke perawat dan perawat
melaksanakan tentunya tidak lepas dari SPO.
Pewawancara : “Dapatkah ibu memberikan contoh kolaborasi dalam penanganan
bayi BBLR ?”
Narasumber : “oh iya, seperti pemasangan infus di umbilikus pada bayi yang
seharusnya itu merupakan tindakan medis dan dikerjakan oleh dokter namun

kenyataannya dokter terkadang tidak sempat sehingga dokter mendelegasikan ke
perawat tentu dalam bentuk kolaborasi
Pewawancara : “Apakah ada permasalahan dalam melakukan kolaborasi
interprofessional ?”.
Narasumber : “Terkadang juga ada seperti pemeriksaan laboratorium, nah bayi bayi

kecil atau bayi yang mengalami sakit berat itu harus dilakukan pemeriksaan
laboratorium, Petugas laboratorium menerima delegasi pemeriksaan dengan SOP
tertulis mulai dari A sampai Z namun pada saat pelaksanaan pengambilan terdapat
kendala. Contoh pada bayi prematur mengalami ikterik (kuning) pada pemeriksaan
laboratorium petugas lab mengambil darah tidak cukup sehingga pemeriksaan tidak
maksimal dan tidak akurat dan terkadang mengatakan hasilnya tidak ada, nah hal ini
adalah merupakan kendala”
Pewawancara : “solusi untuk mengatasi kendala tersebut ?“
Narasumber : “nah...biasanya dengan masalah darah yang kurang diperiksa tetap ada
jalan keluar. Dokter tidak langsung mengangkat diagnosa hiperbilirubin namun hanya
menuliskan diagnosa ikterus neonatorum karena kurang akuratnya pemeriksaan darah
oleh petugas laboratorium. Hal ini juga bukan unsur kesengajaan melainkan karena
kondisi bayi yang kecil, pembuluh darah kecil, volume darah juga sedikit jadi murni
bukan kesalahan petugas labnya juga.

Pewawancara : “Menurut ibu keuntungan dari kolaborasi interprofesional?”
Narasumber :”Menurut saya keuntungannya banyak yah sebab tujuan pelayanan
dapat berjalan maksimal dengan adanya kolaborasi. Dengan adanya delegasi maka
kita dapat terlindungi “.
Pewawancara : “untuk kerugiannya sendiri dalam kolaborasi interprofesional ?”
Narasumber : “oh iya terkadang kami ingin cepat bekerja melakukan tindakan
emergensy namun kami harus menunggu delegasi tertulis. Tetapi kadang ada
namanya pelaporan dengan sistem SBAR kita melaporkan kondisi pasien, tindakan
apa, kita bacakan kembali dengan jelas instruksi yang diberikan, jika dokter
mengatakan iya maka kita harus segera tindaki tanpa menunggu dokternya datang.
Pewawancara : “Menurut ibu seberapa efektif kolaborasi interprofessional yang
dilaksanakan ditempat ibu bekerja ?”
Narasumber : “Dengan adanya komunikasi efektif memang sangat membantu sekali
meskipun tidak 100 persen sebab komunikasi by phone kemungkinan masalah
telepon tidak diangkat atau jaringan yang tidak bagus. Namun dengan adanya
delegasi, sistem SBAR, dengan adanya kolaborasi. Kita melakukan kegiatan ada
payung hukum yang melindungi karena dalam melakukan tindakan apapun kita tetap
harus melaporkan ke dokter sebab dokter adalah orang yang paling bertanggung
jawab”
Pewawancara


:“Harapan

ibu

kedepannya

dalam

melakukan

kolaborasi

interprofesional baik untuk dokter, perawat dan lainnya?.
Narasumber : “Harapan saya, kita jalankan sesuai dengan SOP yang ada karena SOP
adalah standar alur kita bekerja bagaimana penghargaan disemua profesi. Semua

adalah tanggung jawab bersama, dokter dan perawat adalah partner jadi dokter jangan
pernah menganggap bahwa perawat dan bidan adalah orang yang dibelakang sebab
tanpa perawat dan bidan, Dokter tidak dapat bekerja sendiri. Jangan menilai dari segi

tingkat pendidikan namun lihat juga dari kemampuan atau keterampilan dari masing
masing profesi meskipun tingkat pendidikan bidan atau perawat cuman sekedar S1
namun dengan keterampilan yang tinggi maka permasalahan seperti tindakan
resusitasi dapat dilakukan jadi semua adalah partner (sambil tersenyum).
Pewawancara : “ iya bu, terima kasih atas waktu dan jawabannya”

Narasumber III
Nama

: Ninawati

Alamat

: Jl. Pattimura, Kel. Watulondo, Kec. Puwatu, Kota Kendari Sulawesi
Tenggara

Jabatan

: Bidang Pelaksana Kebidanan RSUD Bahteramas Propinsi Sulawesi
Tenggara

Pangkat

: Gol. II D

Nip

: 198909192011012011

No HP

: 08124820805

Data Wawancara
Pewawancara : “Assalamu alaikum bu...!”terimakasih atas waktunya. Baik bu Saya
ingin bertanya apa yang ibu ketahui tentang kolaborasi interprofessional ?
Narasumber : “Waalaikum salam. Ehmmm kolaborasi interprofesional yang biasa
kita lakukan itu adalah tindakan pemasangan infus, tindakan pemasangan OGT atau
NGT, penyuntikan mulai dari anti kejang dan resusitasi yang biasa di delegasikan
kepada bidan atau perawat” .
Pewawancara : “oh iya bu, nah untuk tindakan kolaborasi itu kan berarti ada delegasi
dari dokter bisakah ibu jelaskan bagaimana alur delegasi dari dokter ke profesi ibu
sebagai bidan ?”
Narasumber : “ biasanya jika ada pasien masuk dan akan dilakukan tindakan maka
kami melapor dengan memakai SBAR jadi dengan SBAR itu dokter meninstruksikan
misalnya penyuntikan antibiotik dengan dosis barapa ml gr/Kg Berat badan. Jadi
resepnya jika dokternya belum datang kami memakai obat emergency dengan
menyuntikan sesuai dosis yang diinstruksikan.
Pewawancara : “Adakah permasalahan

dalam

melaksanakan

kolaborasi

interprofessional ditempat ibu bekerja?”
Narasumber : “Permasalahannya banyak seperti jika pasien membutuhkan obat dan
obat emergency tidak ada dan kami bidan tidak boleh menulis resep jadi kami
meminta resep ke dokter UGD sehingga kami harus lagi ke UGD untuk meminta
resep yang telah ditulis oleh dokter.
Pewawancara : “selain itu ada permasalahan lain ?”
Narasumber : “oh iya, biasanya berasal dari pasien jadi pasien meminta resep harus
dengan melihat dokter secara langsung oleh karena itu dokter datang telat yah kami
memfasilitasi untuk mengambil resep ke dokter UGD sehingga pasien tidak merasa
capek lagi untuk ke UGD”.

Pewawancara : “Bagaimana solusi untuk mengatasi permasalahan yang muncul?”.
Narasumber : “Yah salah satunya kami langsung ke dokter UGD untuk mengambil
resep”
Pewawancara : “oh iya. Kontribusi apa yang diberikan pada saat melakukan
kolaborasi ?“
Narasumber : “iya untuk tindakan resusitasi jika dokternya ada. Kami hanya
membantu menyiapkan obat, alat. Dan biasanya jika kami konsul melalui telepon
dengan memakai SBAR dengan kasus disini dokternya belum melihat langsung
pasiennya nah dari dokter UGD hanya menuliskan diagnosis sianosis padahal
pasiennya sudah tahap sampai kejang jadi kami konsul ke dokter tentang kondisi
pasien dan diskusi apakah harus dipasangkan OGT, Oksigen, dan lain lain. Nah
dokter langsung mengintruksikan sesuai hasil penjelasan dari kami tentang kondisi
real yang kami laporkan”
Pewawancara : “Menurut ibu keuntungan dari kolaborasi interprofesional?”
Narasumber :”Menurut saya mempermudah sebagai contoh kami tidak perlu lagi
menunggu dokternya, jadi dengan adanya delegasi tindakan dapat segera dilakukan
baik perawat maupun bidan”.
Pewawancara : “untuk kelemahan sendiri dalam kolaborasi interprofesional menurut
ibu ?”
Narasumber : “oh iya untuk kasus resusitasi yang muncul permasalahan jika perawat
atau bidannya yang kurang terampil jadi dari segi kualitas bidan atau perawat itu
sendiri.
Pewawancara : “Menurut ibu seberapa efektif kolaborasi interprofessional yang
dilaksanakan ditempat ibu bekerja ?”
Narasumber : “Menurut saya sudah sangat efektif”.
Pewawancara :“Adakah saran atau harapan ibu dalam melakukan kolaborasi
interprofesional?.
Narasumber : “Menurut saya dan kami selaku bidan lebih baik jika ada dokter jaga
yang stand by. Sebab ada beberapa kasus yang harus ditindaki oleh dokter tidak dapat
didelegasikan. Contoh kasus resusitasi, resusitasi yang didelegasikan ke bidan hanya
sebatas sebelum pemberian obat seperti pemasangan infus sedangkan obat
antiefinefrin dokter yang seharusnya melakukan. Nah jika sampai kasus resusitasinya
tidak berhasil maka tindakan selanjutnya yaitu pemasangan sipet yang dilakukan
harus dokter. Jadi tidak semua tindakan harus dilakukan oleh bidan atau perawat”.
Pewawancara : “oh iya bu. Apakah ibu telah mengetahui bahwa delegasi tersebut
merupakan kolaborasi ?”
Narasumber : “tidak kepikiran sampai kesitu yang kami tahu bahwa pekerjaan ini
telah didelegasikan dan harus segera ditindak lanjuti untuk keamanan dan

keselamatan pasien atau bayi . itu saja”.
Pewawancara : “oh iya bu, terima kasih banyak atas waktu dan kesempatannya”.