Dongeng Bacaan Anak TK GuruPintar Bukit Merah

Bukit Merah
Dulu, Singapura pernah direpotkan oleh ikan todak. Ikan
bermoncong panjang dan tajam itu suka menyerang penduduk.
Tak terhitung berapa banyak penduduk yang luka-luka dan mati
akibat serangan ikan ganas itu.
Raja kemudian memerintahkan penglima perangnya untuk
menaklukkan

ikan-ikan

jahat

itu.

Maka,

dipersiapkanlah

sepasukan prajurit untuk membunuh ikan itu. Akan tetapi,
hampir semua prajurit itu mati di moncong Todak. Raja bingung
bagaimana menundukkan ikan itu.

Di tengah kebingungannya, Raja didatangi seorang anak
kecil.
“Mohon ampun, Paduka yang Mulia, bolehkah hamba
mengatakan sesuatu tentang ikan-ikan itu?”
“Katakanlah!”
“Ikan-ikan itu hanya bisa ditaklukkan dengan pagar pohon
pisang.”
“Apa maksudmu?”
Yang dimaksud anak kecil itu adalah pagar yang terbuat
dari batang pohon pisang. Pohon-pohon itu ditebang, dijajarkan,
kemudian direkatkan dengan cara ditusuk dengan bambo antara
yang satu dan lainnya hingga menyerupai pagar. Pagar itu
kemudian ditaruh di pinggir pantai, tempat ikan-ikan itu biasa
menyerang penduduk.
Raja kemudian memerintahkan Panglima untuk membuat
apa

yang

dilkatakan


anak

kecil

itu.

Diam-diam

Panglima

mengakui kepintaran si anak. Diam-diam pula dia membenci
anak kecil itu. Gagasan si anak membuat Panglima merasa bodoh
di hadapan Raja.
“Seharusnya

akulah

yang


mempunyai

gagasan

itu.

Bukankah aku panglima perang tertinggi? Masak aku kalah oleh
anaka kecil,” katanya dalam hati.

Keesokan harinya, selesailah pagar pohon pisang itu. Pagar
itu lalu ditaruh di tepi pantai sebagaimana yang dikatakana si
anak kecil.
Ternyata benar. Ikan-ikan yang menyerang pagar pohon
pisang itu tak bisa menarik kembali moncongnya. Mereka
mengelepar-gelepar sekuat tenaga, tetapi sia-sia. Moncong
mereka yang panjang dan tajam itu menancap kuat dan dalam
pada batang pohon pisang yang lunak itu. Akhirnya, dengan
mudah penduduk dapat membunuh ikan-ikan jahat itu.
Si anak pun diberi hadiah oleh Raja.
“Terima kasih. Kau sungguh-sungguh anak yang pintar,”

puji Raja.
Orang-orang bersuka cita.
Akan tetapi, panglima perang yang iri dan kesal karena
merasa tampak bodoh di hadapan Raja itu menghasut Raja.
“Baginda, anak kecil yang cerdas itu tampaknya bisa
menjadi ancaman jika dia besar nanti.”
“Maksudmu?”
“Siapa tahu, setelah besar nanti, dengan kepintarannya dia
berhasrat merebut tahta Paduka.”
Raja terhasut. Ia lalu memerintahkan Sang Panglima untuk
menyingkirkan anak itu.
Sang Panglima mendatangi rumah anak kecil itu dan
dengan licik membunuh anak tak berdosa itu. Anehnya, darah si
anak mengalir deras dan membasahi seluruh tanah bukit tempat
anak itu tinggal. Seluruh bukit menjadi merah. Orang-orang lalu
menyebut tempat itu Bukit Merah.