PROS Dian Purnomo J, Agus S, Lusi S Analisis Kelayakan Desa Kalisari fulltext

3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014

Analisis Kelayakan Desa Kalisari sebagai Desa Wisata:Aspek Sosial
Ekonomi, Operasional dan Pemasaran
Dian Purnomo Jati
Staf Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Jenderal Soedirman

Agus Suroso
Staf Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Jenderal Soedirman

Lusi Suwandari
Staf Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Jenderal Soedirman

ABSTRACT
Kalisari is one of the villages that have qualified as innovative village in Banyumas.
Some characteristics of Kalisari have unique value and potential for further development.
The purpose of this study was to conduct a feasibility study on Kalisari village as a tourist

village based on socio-economic aspects, operational and marketing aspects. This research
used qualitative and descriptive analysis. Data collection techniques using focus group
discussions and depth interviews with villagers and stakeholders. The analysis showed that
the socio-economic conditions in Banyumas and Kalisari support the establishment of a
tourist village. The results of the feasibility study on the operational and marketing aspects
shows that the tourism model and existing market supporting the development of the
Kalisari Village as Tourist Village. The results of this study contribute to formulation of the
direction and strategy of tourism development in Banyumas.
Keywords: tourism, village, feasibility

PENDAHULUAN
Hasil penelitian Pengembangan Desa Inovatif di Kabupaten Banyumas tahun ke-1
menghasilkan temuan, diantara 331 desa yang tersebar di 17 kecamatan di Kabupaten Banyumas,
Desa Kalisari muncul sebagai desa yang paling layak untuk dikembangkan sebagai desa inovatif.
Proses penentuan tersebut menggabungkan metode kualitatif melalui Focus Group Discussion dan
kuantitatif melalui Analytical Hierarchy Process. Berdasar hasil tersebut, tim peneliti melakukan
survey lapangan di Desa Kalisari untuk menggali kondisi umum dan spesifik desa sehingga diketahui
karakteristik dan keunggulan yang bisa dioptimalkan secara masif di desa tersebut.
Desa Kalisari Kecamatan Cilongok secara historis dikenal sebagai sentra UMKM tahu dan
sebagian gula kelapa. Sejak 2008, Desa ini telah merintis desa mandiri energi dengan mengolah

limbah cair industri tahu menjadi biogas yang dimanfaatkan oleh masyarakat, dan sampai saat ini
Desa Kalisari memiliki 3 instalasi pengolah limbah yang bisa memenuhi kebutuhan energi sekitar 130
rumah tangga. Sedangkan limbah padat industri tahu juga sudah mulai dimanfaatkan sebagai olahan
makanan krupuk yang menambah nilai ekonomisnya. Perkembangan ini berdampak signifikan
terhadap lingkungan karena sudah tidak ada lagi limbah yang dibuang ke sungai dan dampaknya bagi
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana

454

3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014

pertanian padi diakui signifikan dalam meningkatkan produksi hasil panennya.
Dari sisi
kelembagaan, aparatur desa juga berperan penting secara internal sebagai motivator dan fasilitator,
dan secara eksternal dalam berkomunikasi dengan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari LPPM
Unsoed, Pemrov Jateng, dan Kementrian yang relevan/Ristek. Namun untuk menuju Kalisari sebagai
Desa Inovasi, perlu penguatan visi bersama dan penguatan kapasitas kelembagaan dan modal sosial
masyarakat, sehingga setiap upaya pengembangan benar-benar sejalan dan meningkatkan nilai

tambah. Berdasar penggalian data tahun ke-1, masih banyak potensi yang bisa dioptimalkan untuk
mendukung visi desa inovasi. Sebagai contoh, potensi pariwisata edukasi baik untuk sekolah maupun
wisatawan umum. Industri tahu dan pengolahan limbahnya memiliki nilai wisata edukasi yang tinggi
khususnya bagi siswa sekolah untuk menanamkan nilai-nilai kewirausahaan dan kepedulian terhadap
lingkungan. Sedangkan untuk wisatawan umum, lokasi desa Kalisari yang memiliki suasana khas
pedesaan dengan dukungan industri tahu memiliki nilai jual yang tinggi jika disertakan dan
dikomunikasikan dalam sebuah paket pariwisata di Kabupaten Banyumas.

TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah berkembangnya desa Kalisari sebagai desa
inovatif yang mampu mengoptimalkan sumber daya-sumber daya yang dimiliki. Tujuan khusus pada
penelitian ini adalah melakukan analisis kelayakan Desa Kalisari sebagai desa wisata dari perspektif
aspek sosial ekonomi, aspek operasional dan aspek pemasaran.

KAJIAN PUSTAKA
Desa Inovatif
Desa inovatif adalah desa yang mampu memanfaatkan potensinya dengan cara yang baru atau
berbeda, dan merupakan implementasi dari konsep pengembangan ekonomi lokal (PEL) yang
mendasarkan pertumbuhannya pada endogenous development, pengembangan desa yang benar-benar
bertumpu pada potensi sumber daya yang dimilikinya. Desa inovatif merupakan fenomena yang tidak

bisa dilepaskan dari konteks pembangunan perdesaan di Indonesia, sehingga kajian pada tingkat
internasional sejauh pengamatan dan pengetahuan peneliti belum pernah dilakukan. Setiap upaya
pengembangan pedesaan memiliki dasar filosofis dan orientasi (Clements, 1986). Desa inovatif
adalah gagasan yang dikembangkan oleh Badan Pengembangan Penelitian dan Pengembangan
Pemerintah Propinsi Jawa Tengah dalam mengembangkan perekonomian lokalnya. Gagasan inti
pengembangan pedesaan tersebut memiliki kemiripan dengan yang dikembangkan oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa (United Nation) di Afrika. Carr (2008) menyatakan bahwa Millenium Village Project
(MVP) adalah usaha yang dilakukan oleh proyek milenium UN untuk mengembangkan sarana pada
tingkat desa untuk memenuhi Millenium Development Goals (MDG).
Kegiatan tersebut
dideskripsikan sebagai strategi pengembangan pada tingkat komunitas yang terintegrasi untuk
memberantas kemiskinan di pedesaan dengan menggunakan pendekatan yang sifatnya bottomupapproach. MVP memiliki tiga tujuan utama. Pertama, mencari konsep yang teruji secara kuat
untuk mengintegrasikan, berbasis komunitas, dan intervensi berbiaya rendah, sebagai alat praktis
untuk mencapai tujuan pengembangan milenium (MDG) di pedesaan Afrika. Kedua, proyek tersebut
(MVP) berupaya mengindentifikasi sarana untuk mendorong intervensi-intervensi tersebut dalam
mendukung strategi pengembangan nasional dan regional yang fokus pada MDG. Ketiga, MVP
berupaya memperluas usahanya di atas 10 tahun untuk menguji lebih jauh penerapannya di Afrika dan
juga di tempat lain. MVP mensyaratkan keterlibatan komunitas secara aktif. Masyarakat pedesaan
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana


455

3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014

didorong untuk membingkai permasalahan yang menjadi perhatiannya dalam kerangka MDG.
Pembingkaian permasalahan lintas desa selanjutnya akan mendorong munculnya rancangan intervensi
untuk mencapai serangkaian tujuan bersama, serta sebagai metode yang potensial untuk membawa
permasalahan tersebut di tingkat nasional. Sehingga akan mempengaruhi pengambil kebijakan di
tingkat nasional yang semuanya berada dalam bingkai milleniun development goals (MDG).
Potensi Wisata
Pendit (1999: 21) menerangkan bahwa potensi wisata adalah berbagai sumber daya yang
terdapat di sebuah daerah tertentu yang bisa dikembangkan menjadi atraksi wisata. Dengan kata lain,
potensi wisata adalah berbagai sumber daya yang dimiliki oleh suatu tempat dan dapat dikembangkan
menjadi suatu atraksi wisata (tourist attraction) yang dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi
dengan tetap memperhatikan aspek-aspek lainnya.
Daya tarik atau atraksi wisata menurut Yoeti (2002:5) adalah segala sesuatu yang dapat
menarik wisatawan untuk berkunjung pada suatu daerah tujuan wisata, seperti: (a)Natural attraction:
landscape, seascape, beaches, climate and other geographical features of the destinations. (b)

Cultural attraction: history and folklore, religion, art and special events, festivals. (c) Social
attractions: the way of life, the resident populations, languages, opportunities for social encounters.
(d) Built attraction: building, historic and modern architecture, monument, parks, gardens, marinas,
etc.
Lebih lanjut Cooper dkk (1995: 81) mengemukakan bahwa terdapat 4 (empat) komponen yang
harus dimiliki oleh sebuah daya tarik wisata, yaitu: 1) Atraksi (attractions), seperti alam yang
menarik, kebudayaan daerah yang menawan dan seni pertunjukkan. 2) Aksesibilitas (accessibilities)
seperti transportasi lokal dan adanya terminal. 3) Amenitas atau fasilitas (amenities) seperti
tersedianya akomodasi, rumah makan, dan agen perjalanan. 4) Ancillary services yaitu organisasi
kepariwisataan yang dibutuhkan untuk pelayanan wisatawan seperti destination marketing
management organization, conventional and visitor bureau.
Paket Wisata
Sehubungan dengan komponen -komponen paket wisata yang bersifat fragmented supply
versus composite demand , Yoeti (2002:8) menjelaskan bahwa produk industri pariwisata itu
merupakan kumpulan dari beberapa produk perusahaan -perusahaan sebagai penyedia jasa yang
satu dengan lain berpisah ( fragmented supply ) dan berbeda dalam hal lokasi, fungsi, pemilik,
manajemen dan produk seperti hotel, sarana transportasi, restoran, obyek dan atraksi wisata dan
sejenisnya. Pada kenyataannya, permintaan suatu paket wisata selalu dalam bentuk kombinasi atau
campuran ( composite demand ) dari beberapa produk.
Lemahnya perencanaan dalam membuat paket wisata akan menimbulkan kendala kendala pada saat penye lenggaraannya, seperti wisatawan kelelahan, fasilitas yang dipilih tidak

sesuai dengan keinginan wisatawan, waktu tidak efisien. Akibatnya, wisatawan tidak puas
karena
apa yang diterima dengan yang diharapkan tidak sesuai, seperti yang dikemukakan oleh
Parasuraman (Tjiptono, 2002:60) bahwa apabila jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service
) sesuai dengan yang diharapkan ( expected service), maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan
memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan
sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang
diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan buruk. Kepuasan wisatawan inilah yang sangat perlu
diperhatikan ketika merencanakan paket wisata karena merupakan landasan wisatawan untuk
kembali lagi atau tidak ke biro perjalanan wisata. Paket wisata ditinjau dari perspektif ekonomi
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana

456

3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014

dapat dianggap sebagai suatu produk. Bentuk atau produk dari paket wisata merupakan penggabungan
atau pengemasan dari obyek dan atraksi wisata, akomodasi, transportasi, makanan dan lain -lain. Biro

Perjalanan Wisata (BPW) atau tour operator merencanakan komponen - komponen mana yang akan
dipilih dan dikemas untuk memenuhi kepuasan wisatawan. Pemilihan, pengemasan dan
penyusunan komponen -komponen wisata yang dilakukan oleh tour operator ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan wisatawan yang diwujudkan dalam suatu produk.
METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Pendekatan riset yang digunakan pada tahun ke-2 adalah pendekatan kualitatif. Pilihan
pendekatan disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan riset. Untuk tahun ke-2, peneliti akan menggali
format dan model pengembangan yang tepat sesuai dengan karakteristik Desa Kalisari, sehingga
pendekatan yang dinilai paling tepat adalah kualitatif.
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah di desa Kalisari Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas dan
dilaksanakan selama 5 (lima) bulan.
Populasi Penelitian
Populasi penelitian terdiri atas tokoh masyarakat desa Kalisari dan aparatur desa desa
Cilongok yang terdiri atas Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kasi Pemerintahan, Kasi Pembangunan,
Kepala Dusun, serta aparatur yang relevan di tingkat kedinasan di lingkungan Kabupaten Banyumas
(Bappeda, Disperindagkop, Dinpertanhutbun, Disnakan), dan anggota masyarakat yang tergabung
dalam kelompok usaha lokal.
Pengolahan Data

Data kuantitatif diolah menggunakan teknik rapid assessment dan analytical hierarchy
process. Data kualitatif akan diolah dengan menggunakan metode reduksi data, displai data dan
kategorisasi data yang didasarkan pada metode analisis komparasi. Data yang telah diolah akan
disajikan dalam bentuk teks naratif yakni suatu uraian yg sistematis, logis dan rasional sesuai dengan
urutan/posisi kepentingan data. Di samping itu data akan disajikan pula dalam bentuk matrik yakni
suatu penyajian data dalam bentuk tabel yang diisi dengan uraian kata-kata dengan hasil wawancara
maupun pengamatan.

PEMBAHASAN
Kelayakan Aspek Sosial Ekonomi
Kondisi geografis merupakan dasar dari penataan lingkungan. Lingkungan hidup yang
merupakan bagian penting dari ekosistim berfungsi sebagai penyangga kehidupan makhluk dibumi.
Sumber daya alam yang ada diarahkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
masyarakat.
Kabupaten Banyumas merupakan kabupaten yang terletak di bagian selatan propinsi Jawa
Tengah yang berbatasan dengan Kabupaten Kebumen, Banjarnegara, dan Purbalingga di sebelah
timur, Kabupaten Cilacap di sebelah selatan, Kabupaten Cilacap dan Brebes di sebelah barat serta
Kabupaten Tegal dan Pemalang di sebelah utara. Secara geografis Kabupaten Banyumas terletak pada
7°15' - 7°37' Lintang Selatan dan 108°17' - 109°27' Bujur Timur. Kabupaten Banyumas merupakan
Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

457

3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014

persimpangan jalur selatan pulau Jawa. Letak Kabupaten Banyumas yang strategis di persimpangan
jalur selatan Pulau Jawa menjadikan Kabupaten Banyumas khususnya Purwokerto menjadi ramai.
Jalan merupakan prasarana pengangkutan darat yang penting untuk memperlancar kegiatan
perekonomian. Makin meningkatnya usaha pembangunan akan menuntut peningkatan pembangunan
jalanuntuk memudahkan mobilitas pendudukdan memperlancar lalu lintas barang dari satu daerah ke
daerah yang lain. Jika dilihat dari panjang jalan kabupaten tahun 2012 yang mencapai 804,78 km
menurut jenis permukaannya terlihat bahwa seluruh jalan berupa permukaan aspal, sedangkan
menurut kondisi jalannya 179,61 km atau sebanyak 22,32 persen jalan kabupaten dalam kondisi rusak
baik rusak ringan maupun berat.
Kelayakan Aspek Operasional
Hasil Focus Group Discussion (FGD) menunjukkan bahwa mayoritas para stakeholders dari
Desa Kalisari sepakat terkait pentingnya mempersiapkan desa Kalisari sebagai desa wisata yang
berbasis pada sistem ekonomi masyarakat dan budaya lokal. Sistem ekonomi masyarakat yang

didominasi oleh pengrajin tahu menjadi daya tarik tersendiri karena menawarkan pengetahuan dan
pengalaman yang tidak mudah dijumpai oleh masyarakat umum saat ini. Meskipun tahu diproduksi
tidak hanya di desa Kalisari, tetapi hanya di desa Kalisari pengrajin secara alamiah membentuk
klaster-klaster produksi yang berkembang konon mulai dari era kolonial. Dilihat dari tingkat
ekonominya, masyarakat yang menekuni usaha tersebut juga secara umum berdaya secara ekonomi,
sehingga daya tarik sektor tersebut akan tetap menarik di masa depan.
Diperlukan identifikasi terkait potensi keberlangsungan hidup dari usaha pengolahan tahu di
Desa Kalisari. Hal tersebut merupakan faktor penting pendukung keberlanjutan pembentukan desa
wisata, mengingat atraksi dan pengalaman yang ditawarkan terkait erat dengan proses produksi dan
proses pengolahan limbah usaha pengolahan tahu di Desa Kalisari. Hasil pengumpulan data di
lapangan menunjukkan bahwa usaha pengolahan tahu di Desa Kalisari merupakan usaha yang
menguntungkan dan sudah ditekuni secara turun temurun. Permasalahan usaha yang dihadapi adalah
ketersediaan bahan baku. Kedelai yang digunakan merupakan kedelai impor, diperoleh dari Semarang
dan didistribusikan ke pasar-pasar di Banyumas. Para pemilik usaha tahu selanjutnya membeli bahan
baku dari pasar-pasar tersebut. Permasalahan utama yang dihadapi oleh pengusaha tahu Kalisari
adalah posisi tawar yang rendah di dalam menentukan harga kedelai. Hal ini menyebabkan mereka
harus menerima berapapun tingkat harga kedelai yang terjadi di pasaran. Berikut ini adalah komposisi
biaya produksi untuk komoditas tahu Kalisari;
Tabel 1.
Komposisi Biaya Produksi Tahu Kalisari
Biaya Produksi

Persentase

Biaya bahan baku

45 %

Biaya tenaga kerja

10 %

Biaya overhead (misal. BBM, Listrik, Telp) Sewa,
dll)
Margin Keuntungan

10%

Biaya
distribusi
(transportasi,
pergudangan)
Biaya
pemasaran/iklan

10%

Lainnya. Sebutkan:

25%

pengepakan,
-

Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana

458

3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014

TOTAL

100 %

Sumber: Data primer diolah
Berdasarkan tabel 1 di atas dapat diamati bahwa komposisi terbesar biaya produksi terdapat
pada biaya bahan baku yaitu sebesar 45%. Berikutnya biaya tenaga kerja dan biaya overhead masingmasing memiliki proporsi sebesar 10% dari total biaya produksi. Margin keuntungan yang diambil
oleh para pengrajin tahu relatif tinggi sebesar 25%. Tingkat margin keuntungan yang relatif tinggi
menunjukkan potensi keberlangsungan hidup usaha pengolahan tahu di Desa Kalisari masih relatif
tinggi. Proses produksi sekaligus proses pengolahan limbah yang menjadi bagian utama dari atraksi
dan pengalam yang ditawarkan berlangsung secara terus menerus. Terdapat bulan-bulan tertentu
dalam satu tahun dimana volume produksi meningkat seiring dengan permintaan yang ada.

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Tabel 2
Volume Produksi Tahu Kalisari
Bulan
Volume Produksi/Panen
Alasan
Januari
Sedang
Februari
Tinggi
Hajat di Bulan Maulud
Maret
Sedang
April
Sedang
Mei
Sedang
Juni
Sedang
Juli
Sedang
Agustus
Tinggi
Masa Ramadhan dan Hari Raya
September Tinggi
Masa Ramadhan dan Hari Raya
Oktober
Tinggi
Hajat di Bulan Dzulhijah
November Sedang
Desember
Sedang
Sumber: Data primer diolah

Hasil telaah aspek produksi menunjukkan bahwa proses pembuatan tahu Kalisari dari awal
hingga akhir merupakan potensi yang bisa dimanfaatkan sebagai aspek penunjang pengembangan
desa wisata. Pemanfaatan limbah pengolahan tahu baik limbah cair menjadi biogas atau limbah padat
menjadi kerupuk tahu merupakan hal menarik bermuatan edukatif yang bisa dikembangkan sebagai
salah satu isu di dalam desa wisata.
Hasil pemetaan di lapangan menunjukkan terdapat potensi produk wisata berupa atraksi
wisata yang bisa ditawarkan oleh Desa Kalisari yang memiliki nilai unik, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Social attraction, aktivitas mayoritas masyarakat Desa Kalisari sebagai pengusaha tahu
menawarkan sebuah atraksi dan pengalaman unik untuk melihat secara langsung proses
produksi tahu. Para pengunjung tidak hanya menjadi penonton, akan tetapi juga bisa terlibat
secara langsung di dalam proses pengolahan kedelai menjadi produk tahu. Atraksi sosial
lainnya yang ditawarkan adalah proses pengolahan limbah cair tahu menjadi biogas. Terdapat
sebuah instalasi khusus pengolah limbah di lokasi terbuka yang terhubung ke setiap produsen
tahu yang ada di Desa Kalisari. Instalasi khusus tersebut berfungsi untuk merubah limbah cair
tahu menjadi biogas yang selanjutnya dialirkan kembali ke rumah-rumah para produsen tahu
dalam bentuk biogas. Selanjutnya biogas tersebut dimanfaatkan kembali sebagai bahan bakar.
Berikutnya limbah padat tahu juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan pembuat kerupuk tahu
yang ditawarkan dengan berbagai varian rasa.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana

459

3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014

2. Cultural Attraction, kondisi sosial di Desa Kalisari yang masih didominasi oleh tatanan sosial
masyarakat pedesaan masih menyisakan sejumlah event, kuliner dan peralatan bernuansa
tradisional yang masih digunakan atau dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu. Atraksi
kultural tersebut diantaranya berbagai upacara adat terkait dengan masa tanam padi, masa
panen, upacara pernikahan, lengger Banyumasan, makanan khas Banyumas dan beberapa
peralatan pertanian yang khas di Banyumas. Atraksi sosial bernuansa adat Banyumasan dan
penggunaan bahasa Banyumasan yang khas menjadi pelengkap dari produk utama yang
ditawarkan oleh Desa Wisata Kalisari.
3. Natural Attraction, Desa Kalisari terletak di Kecamatan Cilongok dimana terdapat sebuah
daerah tujuan wisata lainnya berjarak tidak jauh yaitu Curug Cipendok. Penyusunan paket
wisata yang dilakukan akan menyertakan beberapa tujuan wisata lainnya di Wilayah Kabupaten
Banyumas sebagai bagian dari produk yang ditawarkan.
Kelayakan Aspek Pemasaran
Agar perjalanan wisata menjadi nyaman, aman dan dapat dijual, maka dikemas menjadi
suatu paket wisata di mana harganya telah mencakup biaya perjalanan, hotel ataupun fasilitas lainnya
yang memberikan kenyamanan bagi pembelinya (Suwantoro, 1997:15). Dengan kata lain, paket
wisata ini adalah suatu produk wisata yang merupakan suatu komposisi perjalanan yang disusun
dan dijual guna memberikan kemudahan dan kepraktisan dalam melakukan perjalanan wisata. Paket
wisata itu sendiri berdasarkan sifat pembuatannya dibedakan menjadi dua yaitu ready made tour dan
tailor made tour (Nuriata, 1992:36). Ready made tour adalah suatu produk paket wisata di mana
komponen-komponennya sudah ditetapkan, tidak dapat diubah - ubah dan dapat langsung dibeli oleh
wisatawan, dengan kata lain produk sewaktu -waktu dapat diselenggarakan. Berbeda dengan tailor
made tour yang sifat paket wisatanya dapat diubah - ubah komponen -komponennya sesuai dengan
kebutuhan dan keinginan konsumen. Gambar 1 menunjukkan paket wisata yang direncanakan secara
partisipatif diantara para pemangku kepentingan Desa Kalisari yang terdiri atas perangkat desa,
kelompok pengusaha tahu, perwakilan masyarakat, beberapa kepala desa di sekitar Desa Kalisari,
perguruan tinggi dan pemerintah daerah.
Gambar 1
Paket Wisata Desa Kalisari
Kota
Kedatangan

City Tour
Purwokerto

1. Berkeliling
menelusuri Kota
Purwokerto
2. Baturaden
3. Ruang terbuka

Atraksi Alam

Atraksi Sosial

1. Berkunjung ke
Curug Cipendog

1. Jalan-jalan pagi
menyusuri alam
pedesaan dan
persawahan yang
masih asri
2. Menyaksikan
proses
pembuatan tahu
3. Terlibat aktif di
dalam proses

Check Out

1. Diberikan
cindera mata
khas Banyumas/
Kalisari.
2. Buah tangan

Menuju Desa Wisata
Kalisari

1. Ritual
penyambutan
rombongan
2. Bermalam di
rumah khas adat
Banyumas
Atraksi Budaya

1. Menyaksikan
atraksi budaya
khas Banyumas:
Begalan, lengger.
2. Menyaksikan
contoh dan Bisnis
Fakultas Ekonomika
pelaksanaan
Universitas Kristen
Satya Wacana

460

3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014

Diidentifikasi juga beberapa sarana terkait penunjang pariwisata di Kabupaten Banyumas. Di
Kabupaten Banyumas terdapat 173 hotel/losmen yang tersebar di 12 kecamatan. Terdiri atas 9 hotel
berbintang dan 164 hotel non berbintang. Jumlah hotel terbanyak terdapat di Kecamatan Baturaden
yaitu sebanyak 111 buah (3 hotel berbintang dan 108 hotel non bintang).

Kecamatan

Tabel 3
Jumlah Hotel di Kabupaten Banyumas
Hotel
Hotel
Bintang
Non Bintang

Lumbir
Wangon
Jatilawang
Rawalo
Kebasen
Kemranjen
Sumpiuh
Tambak
Somagede
Kalibagor
Banyumas
Patikraja
Purwojati
Ajibarang
Gumelar
Pekuncen
Cilongok
Karanglewas
Kedungbanteng
Baturaden
Sumbang
Kembaran
Sokaraja
Purwokerto Selatan
Purwokerto Barat
Purwokerto Timur
Purwokerto Utara

5
2
1
1

2

1

1

2
1
3

108

1
1
1
2

1
16
5
16
6

Jumlah
0
5
0
2
0
1
1
0
0
0
2
0
0
2
0
0
2
1
0
111
0
0
2
17
6
18
6

Sumber: Banyumas Dalam Angka 2013
Jumlah pengunjung ke-14 obyek wisata di Kabupaten Banyumas mengalami peningkatan
dengan jumlah peningkatan pengunjung terbanyak adalah di Lokawisata Baturaden. Sedangkan 5
obyek wisata lainnya mengalami penurunan jumlah pengunjung.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana

461

3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014

Tabel 4
Jumlah Wisatawan di Kabupaten Banyumas

Tahun

Wisatawan
Mancanegara

Wisatawan Domestik

Jumlah

2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012

7.308
4.884
5.597
6.328
6.602
8.237
10.272
9.707
2.230
3.605
10.014

311.292
325.834
316.260
355.193
337.676
399.494
539.401
469.802
556.001
454.942
419.189

318.600
330.718
321.857
361.521
344.278
407.731
549.673
479.509
558.231
458.547
429.203

Sumber: Banyumas Dalam Angka 2013
Tabel 5
Jumlah Pengunjung Obyek Wisata di Kabupaten Banyumas
Obyek Wisata
Pengunjung
2008
2009
2010
2011

2012

Curug Cipendok
Telaga Sunyi
Pancuran Tiga
Pancuran Tujuh
Bumi Perkemahan Baturaden
Lokawisata Baturaden
Kalibacin
Wanawisata Baturaden
Curug Gede
Curug Ceheng
Museum Wayang Sendang Mas
THR Pangsar Soedirman
Masjid Saka Tunggal
Andgang Pangrenan

5.868
3.670
50.539
38.208
1.359
442.855
5.868
10.550
24.234
10.654
1.983
10.587
11.072
289.486

49.941
2.611
16.207
12.353
2.323
428.978
5.394
14.796
25.218
10.827
788
18.838
5.248

52.349
3.415
25.111
21.894
1.750
346.873
5.988
13.066
22.605
12.950
1.702
12.356
5.765

51.013
3.020
38.606
23.809
2.569
352.823
5.859
9.136
20.714
12.234
1.197
11.306
8.433

48.446
3.089
40.634
17.568
1.213
393.291
5.853
10.108
23.729
11.978
1.989
8.833
12.573
273.076

Sumber: Banyumas Dalam Angka 2013

Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana

462

3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014

SIMPULAN
Penilaian dari aspek sosial ekonomi menunjukkan bahwa posisi geografis Kabupaten
Banyumas yang menjadi jalur lintas dari arah barat ke tumur atau sebaliknya serta berbatasan dengan
lima kabupaten lainnya di Jawa Tengah. Letak Kabupaten Banyumas yang strategis di persimpangan
jalur selatan Pulau Jawa menjadikan Kabupaten Banyumas khususnya Purwokerto menjadi ramai. Hal
ini sangat mendukung perkembangan pariwisata di Kabupaten Banyumas tersebut. Penciptaan produk
jasa wisata terkait desa wisata dengan menawarkan pengalaman, event dan nuansa tradisional wilayah
pedesaan serta budaya Banyumasan merupakan produk yang unik dan bisa dikembangkan lebih lanjut
untuk menarik wisatawan. Jenis wisata yang ditawarkan cenderung bernuansa wisata edukasi dan
wisata budaya. Paket wisata yang ditawarkan sebaiknya bersifat fleksibel dan mengakomodasi
berbagai potensi yang ada di Wilayah Banyumas. Potensi kunjungan wisata yang sudah relatif tinggi
di Kabupaten Banyumas serta keberadaan perguruan tinggi dan sekolah di Kabupaten Banyumas
merupakan potensi pasar yang besar untuk digali lebih lanjut.

REKOMENDASI
Pemerintah Desa Kalisari sebaiknya menindaklanjuti identifikasi pemetaan potensi yang ada
dengan perencanaan bisnis yang lebih matang. Dukungan semua elemen masyarakat sangat
diperlukan di dalam mendukung perwujudan Desa Kalisari sebagai desa wisata. Diperlukan
koordinasi dengan pemerintah daerah, pemerintah desa di sekitar Desa Kalisari, biro-biro perjalanan
dan transportasi, pelaku usaha kuliner dan pengelola tujuan wisata lainnya di Kabupaten Banyumas
untuk melengkapi atraksi wisata yang ditawarkan. Penyusunan payung hukum berupa peraturan desa
atau pembentukan badan usaha milik desa bisa menjadi langkah awal pengelolaan Desa Wisata
Kalisari yang bersifat profesional.

Daftar Pustaka
Carr, E.R. 2008. The Millenium Village Project and African Development: Problems and Potentials.
Progress in Development Studies, 4, pp. 333-344.
Cooper, C., Fletcher, J., Gilbert, D. dan Wanhill, S. 1995. Tourism Principles and Practice. Pitman:
London.
Clements, P. 1986. A Conceptual Framework for Analyzing, Managing, and Evaluating Village
Development Projects. Sociologia Ruralis, Vol. XXVI, No.2, pp. 128-145.
Hanson, W.E., J.W. Cresswell., V.L. Plano Clark., K.S. Petska., & J.D. Cresswell. 2005. Mixed
Methods Research Designs in Counseling Psychology. Journal of Counseling Psychology,
Vol.52, No.2, pp. 224-235.
Johnson, T., D. Otto., & S. Deller. 2006. Community Policy Analysis Modeling Systems:
‘COMPAS’. Ames, Iowa: Blackwell Professional Publishing.
Kilkenny, M. 2010. Urban/Regional Economics and Rural Development. Journal of Regional
Science, Vol.50, No.1, pp.449-470.
Mieczkowski, Z. 1995. Environmental Issues of Tourism and Recreation. University Press Of
America, Maryland.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana

463

3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014

Nam, V.H., T. Sonobe., K. Otsuka. 2010. An Inquiry Into The Development Process of Village
Industries: The Case of A Knitwear Cluster in Northern Vietnam. Journal of Development
Studies, Vol. 46, No.2, pp.312-330.
Ngah, K., Z. Zakaria., J. Mustaffa., & N. Noordin. 2012. Regional Development Policies Practices in
the Rural Development Approach in Malaysia: A Case Study in Seberang Perai. Asian Social
Science, Vol.8, No.11, pp. 186-192.
Oakes, T. 2006. Cultural Strategies of Development: Implications for Village Governance in China.
The Pacific Review, Vol.19, No.1, March, pp. 13-37.
Pendit, Nyoman. (1999). Ilmu Pariwisata. Jakarta: Akademi Pariwisata Trisakti
Pike, A., A. Rodriquez-Pose., J. Tomaney. 2006. Local and Regional Development. Routledge, 270
Madison Ave, New York.
Scaffer, W. 1999. Regional Impact Models, in The Web Book of Regional Science, West Virginia
University, Regional Research Institute, http//www.rri.wvu.edu/WebBook/Schaffer/
Sillignakis, K.E. Rural Tourism: An Opportunity For Sustainable Development of Rural Areas.
Diakses dari www.sillignakis.com
Tjiptono, F. (2002) Manajemen Jasa .Yogyakarta: ANDI.
Wearing S., J. Neil J. 1999. Ecotourism: Impacts, Potentials and Possibilities. ButterworthHeinemann, London.
Yoeti, O.A. (2002) Perencanaan Strategis Pemasaran Daerah Tujuan Wisata . Jakarta:
Pradnya Paramita.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana

464