ANALISIS TINGKAT KEBERLANJUTAN PROGRAM KAPAL INKAMINA (30 GT) DI DESA LABUAN BAJO KABUPATEN DONGGALA | Kadir | JSTT 6981 23325 1 PB

ANALISIS TINGKAT KEBERLANJUTAN PROGRAM KAPAL INKAMINA
(30 GT) DI DESA LABUAN BAJO KABUPATEN DONGGALA
Hendra Kadir1, Achmad Rizal dan Alimudin Laapo2
1

hendrakadir@gmail.com / Handphone : 081354441001
(Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu-Ilmu Pertanian Pascasarjana Universitas Tadulako)
2
(Dosen Program Studi Magister Ilmu-Ilmu Pertanian Pascasarjana Universitas Tadulako)

Abstract
The research aims at finding out status of sustainable level level on and sensitivity level on
Inka Mina Program (30 GT) at Labuan Bajo village Donggala Regency by using Rapfish program.
This program used multi-dimension score data. It also used sustainable indicators such as
economics, social, ecologic, technology and institutional. The research commenced from April to
June 2015 at Labuan Bajo village that already accepting Inka Mina ship (30 GT) with 78
respondents. They consisted of 6 sources, namely: 30 crew of ship, 8 apparatus of marine and
Fishery Board and regency, 4 securities, 20 sailormen non Inka Mina and 10 villagers. The
research results reveal that sustainable level for of the program generally reachead 70.60 percent.
Attribute of sustainable instigator collected and be at positive position showing a high effort
stability level. Specifically, it was viewed from each aspect the sustainable level on social aspect

reached 85.37 percent with sustainable level of learning, identity, pride, and indicating a high
stability. From economics, it was 85.37 percent with attributes such as salary payment period,
income, operational cost, acceptance (cashflow), benefits and showing high stability. From
technology aspect, it was 73.32 percent with attributes of whorkshop, boat, catching aid devices,
device effectiveness, and device appropiateness. On natural resources aspect, it was only 49.74
percent of equipments stock and catching parameter withn attribute of time and sailing distance
and stock availability but they alreadymshow high stability. The last aspect, institutional, reached
62.05 percent with attributes of government and non government suport. The government is Marine
and Fishery Board while non government is cooperation. Those attributes were already stable. The
position Inka Mina Program can be described that social aspect lied on the fifth level, aspects of
economics, technology, institutional lied on the fourth level whilw natural resources aspect is on
the third level: thus, kite pattern in still abviously seen.
Keywords: Inka Mina Program Sustainable Level
melalui ekspor, penerimaan negara bukan
pajak, maupun untuk pengentasan kemiskinan.
Brown (1999), Hart (1999) menjelaskan
bahwa pengertian dari istilah keberlanjutan
adalah suatu suatu kegiatan yang dapat
berlangsung secara terus menerus karena
berfungsinya berbagai aspek yang mendorong

kegiatan tersebut secara berkesinambungan.
Sebab itu maka pembangunan berkelanjutan,
sebagai acuan, tidak saja berkonsentrasi pada
isu-isu lingkungan tetapi tetapi juga pada
aspek-aspek ekonomi dan sosial.
Dengan
demikian suatu kegiatan yang mengeksploitasi
sumberdaya alam harus dapat didasari pada tiga

Pembangunan Perikanan Tangkap pada
hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, khususnya nelayan
dan sekaligus untuk menjaga kelestarian
sumberdaya ikan serta lingkungannya. Tujuan
tersebut diperluas cakupannya, sehingga tidak
hanya untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat
dan
menjaga
kelestarian

sumberdaya ikan, tetapi juga dengan
meningkatkan kontribusi Sub Sektor Perikanan
Tangkap terhadap pembangunan perekonomian
nasional (pro growth), dan membantu
mengatasi berbagai krisis, baik dalam bentuk
penyediaan lapangan kerja, penerimaan devisa

54

55 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 5 Nomor 3, Agustus 2016 hlm 54-64

aspek utama yakni aspek sosial, ekonomi, dan
lingkungan.
Sebelumnya, aspek ekologi, ekonomi,
dan sosial meupakan identitas yang terpisah
karena pendekatan produksi. Tetapi setelah
Konferensi Bumi di Rio de Jeneiro, dicetuskan
konsep pembangunan berkelanjutan yang
menandai dimulainya konsep baru yakni
integrasi ketiga aspek tersebut di atas

(deFreitas, 2000). Belakangan ini, konsep
berkelanjutan tidak saja diaplikasikan pada
suatu kawasan ekologis tetapi juga merambah
ke dunia usaha (Machino, 1999). Kotler and
Lee (2004) menyatakan bahwa dalam dunia
usaha, sebagai pengembangan dari ketiga aspek
yang disebutkan di atas, maka elemen penting
yang perlu diperhatikan yakni people, profit
and planet (masyarakat, laba dan lingkungan).
Pelibatan berbagai aspek bertujuan untuk
menciptakan kesamaan nilai (shared value)
sehingga harmonisasi hubungan manusia dan
lingkungannya dapat terwujud
Indikator salah satu keberhasilan
pemerintahan dapat dilihat dari seberapa besar
lapangan kerja bagi masyarakatnya dapat
diciptakan. Penciptaan lapangan kerja yang
tinggi akan berdampak pada peningkatan daya
beli masyarakat sehingga pada akhirnya
kesejahteraan masyarakat akan meningkat.

Salah satu langkah yang ditempuh pemerintah
baik bersifat nasional maupun regional salah
satunya yaitu dengan melaksanakan berbagai
program yang berbasis pada penanggulangan
kemiskinan.
Dengan terbitnya Inpres No. 1 tahun 2010
tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas
Pembangunan Nasional Tahun 2010 terdapat
program Ketahanan Pangan, dengan kegiatan
penyediaan kapal nelayan di berbagai daerah
melalui pembangunan kapal penangkap ikan
berukuran
>30 GT. Kegiatan tersebut
dilakukan
untuk
dapat
meningkatkan
produktivitas kapal dan pendapatan nelayan
serta secara parsial juga untuk menjaga perairan
ZEEI dan laut lepas.

INKAMINA (Instruksi Presiden Kapal
Minapolitan) merupakan Program bantuan

ISSN: 2089-8630

1000 kapal diatas 30 GT untuk nelayan kecil
yang dilaksanakan sejak akhir tahun 2010
mendukung Menteri Kelautan dan Perikanan
dalam upaya meningkatkan produksi perikanan
sebesar 353% sampai Tahun 2015 melalui
kebijakan minapolitan.
Salah satu provinsi yang memiliki potensi
perikanan yang cukup besar adalah Sulawesi
Tengah, dimana wilayahnya terdiri dari daratan
dengan luas 63.305 Km2 atau ± 36.47% luas
Pulau Sulawesi yang terdiri dari 1.402 pulau
dan perairan laut seluas 193.923,75 Km2. Luas
wilayahnya sekitar ± 110.000 km2. Provinsi ini
menjadikan hasil usaha perikanan dan kelautan
sebagi salah satu produk unggulan untuk

memacu peningkatan pendapatan asli daerah
(PAD). Selama ini, pembangunan sub sektor
perikanan dan kelautan di Sulawesi Tengah
hingga saat ini telah memperlihatkan kemajuan
yang nyata. Usaha perikanan tangkap menjadi
tumpuan dari sebagian besar komunitas nelayan
yang menempati wilayah pesisir Sulawesi
Tengah. Usaha perikanan tangkap ini
dikembangkan dari usaha yang sifatnya
tradisional menjadi usaha yang lebih
profesional,
sehingga
meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan hidup nelayan
serta memberikan kontribusi yang signifikan
dalam mengisi kas daerah.
Untuk provinsi Sulawesi Tengah pada
Tahun 2011 mendapat 5 unit kapal, Tahun 2012
mendapat 7 unit kapal, Tahun 2013 mendapat
15 unit kapal dan Tahun 2014 mendapat 18 unit

Kapal. Program bantuan kapal ini sebagian
berasal dari anggaran pemerintah daerah
melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) dan
sebagian dari Pemerintah Pusat melalui Dana
Tugas Pembantuan (TP).
Kabupaten Donggala adalah kabupaten
dengan jumlah nelayan terbanyak dari seluruh
kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi
Tengah (90,692 jiwa) (sumber: Dinas Kelautan
dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah)
dengan potensi perikanan yang sangat besar,
oleh karena itu Kabupaten Donggala
mendapatkan
alokasi
bantuan
Kapal
INKAMINA
(30
GT)
lebih

banyak

Hendra Kadir, dkk. Analisis Tingkat Keberlanjutan Program Kapal Inkamina ………………………………………56

dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Salah
satu desa yang meneriman dua unit kapal Inka
Mina adalah desa Labuan Bajo yang berada di
kecamatan Banawa Induk yang merupakan ibu
kota dari kabupaten Donggala.
Walaupun tujuan dan sasaran program
Bantuan Kapal INKAMINA (30 GT) telah
jelas, tetapi dalam pelaksanaannya di lapangan
masih terdapat berbagai permasalahan.
Permasalahan utama diantaranya : 1) Anggota
KUB calon penerima Kapal INKAMINA (30
GT) kebanyakan adalah nelayan yang semula
menggunakan perahu katinting dan kapal di
bawah 30 Gross Tone sehingga belum
berpengalaman menggunakan kapal 30 Gross
Tone. 2) Penerima bantuan Kapal INKAMINA

(30 GT) belum bisa maksimal dalam
memanfaatkan bantuan tersebut karena
besarnya biaya operasional yang diperlukan. 3)
Tidak adanya dampak bantuan Kapal
INKAMINA (30 GT) terhadap nelayan diluar
anggota KUB.
Tujuan penelitian adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui status keberlanjutan
Progrogram INKAMINA (30 GT) di Desa
Labuan Bajo Kecamatan Banawa Induk
Kabupaten Donggala ditinjau dari aspek
Ekonomi, Ekologi, Sosial dan Teknologi.
2. Untuk mengetahui tingkat sensifitas
Program Kapal INKAMINA (30 GT) di
Desa Labuan Bajo Kecamatan Banawa
Induk Kabupaten Donggala ditinjau dari
aspek Ekonomi, Ekologi, Sosial dan
Teknologi.
Adapun hasil dari penelitian ini
diharapkan bermanfaat sebagai berikut.

1) Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan
dapat
memberikan
kontribusi
bagi
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya
yang terkait dengan efektivitas dan dampak
dalam
penanggulangan
kemiskinan
khususnya untuk nelayan perikanan tangkap.
2) Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah
diharapkan dapat digunakan sebagai
pertimbangan bagi Pemerintah selanjutnya

dalam hal evaluasi pemberian bantuan
penanggulangan kemiskinan, sehingga dari
penelitian ini dapat disebarluaskan sebagai
upaya
mempercepat
peningkatan
kesejahteraan nelayan nantinya.
Dari aspek ekonomi, keberlanjutan usaha
harus didasari pada beberapa aspek antara lain:
1. Kesehatan keuangan;
2. Pengelolaan asset;
3. Faktor ekonomi yang lebih luas (makro);
Ketiga faktor di atas berperan dalam
menglola aspek sosial dan lingkungan;
Keempat faktor di atas mensyaratkan
pengelolaan usaha yang efektif. Sebab itu
dikatakan bahwa ada perbedaan antara aspek
finansial dan aspek ekonomi sekalipun kadangkadang penijauan terhadap keberlangsungan
ekonoi suatu usaha dapat ditinjau dari aspek
fiansialnya. Aspek fiansial aspek yang
mengatur aliran uang masuk dan keluar
sedangkan aspek ekonomi adalah aspek yang
mlihat hubungan keuntungan baik dari aspek
sosial termasuk keamanan dan aspek ekonomi
termasuk ketersediaan sumberdaya secara
keseluruhan (Doane and McGilliry, 2001)
METODE
Penelitian ini berlangsung dari Bulan
April 2015 sampai dengan Bulan Juni 2015
yang dilaksanakan di Desa Labuan Bajo
Kecamatan Banawa Kabupaten Donggala
sebagai salah satu desa yang menerima dua unit
kapal Inka Mina yaitu Inkamina 734 dan Inka
Mina 933.
Untuk
dapat
mengukur
tingkat
keberlanjutan dari operasi penangkapan ikan
kapal Inkamina di Desa Labuan, data yang
diperoleh kemudian dianalisis menggunakan
Program Rapfish.
Beberapa penelitian baik menyangkut isu
tentang keberlanjutan maupun penggunaan
metode rapfish telah pernah dilakukan
sebelumnya. Hartono dkk (2005) menyatakan
pengembangan metode Rapid Appraisal for
Fisheries (Rapfish) yang mulai diperkenalkan
oleh Fisheries Center, University of Columbia

57 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 5 Nomor 3, Agustus 2016 hlm 54-64

di tahun 1999 saat ini telah banyak dilakukan di
berbagai negara.
Pitcher dan Preikshot (2001) secara
khusus melakukan analisis tentang penggunaan
metode Rapfish dalam usaha perikanan.
Menurutnya, RAPFISH adalah suatu asesmen
baru yang menggunakan pendekatan multidisiplin untuk mengevaluasi keberlanjutan
suatu perikanan di suatu tempat pada suatu
juridiksi tertentu misalnya danau atau yang
lebih sempit spesies target ataupun suatu alat
tangkap dan kapal
Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data primer dan data sekunder. Data
primer dikumpulkan melalui teknik wawancara
terstruktur dan Diskusi Kelompok Fokus
(DKF) yang biasa disebut pula dengan focus
group discussion (FGD) terdapat enam sumber
data dengan total responden sebesar 78 orang.
Responden yang dipilih adalah responden yang
dianggap memiliki hubungan langsung dan/atau
tidak langsung terhadap keberadaan kapal Inka
Mina di lokasi penelitian. Adapun sumber data
dan jumlah responden dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
Perangkat Desa dan
Kecamatan (10)

Nelayan Setempat non
Inka Mina (20
responden)

Anak Buah Kapal Inka
Mina (30 responden)

Sumber Data
menyangkut
Kinerja
Operasional Kapal

Aparat Dinas Kelautan
dan Perikanan Propinsi
dan Kabupaten (8)
resonden)

Pelabuhan
Perikanan/Pendaratan
Ikan (4 responden)

Aparat Keamanan (4
responden)

Gambar 1. Sumber Data Primer dan Jumlah
Masing-Masing Responden

Berdasarka tujuan penelitian
maka
diagram kerangka pikir dapat digambarkan
sebagai berikut:

ISSN: 2089-8630

Sosial

Ekologi

Teknologi

Lembaga

Ekonomi

Apakah
masyarakat
dengan
sistem
sosial yang
ada
menerima
dan
mendukung
keberadaan
Program
Inkamina

Apakah
sumberdaya ikan
masih
tersedia
untuk dapat
mendukung
keberlanjut
an Program
Inkamina

Apakah
Program
Inkamina
dengan
kapal 30 ton
dan alat
tangkap
pukat cincin
dapat
bekerja
secara
optimal dan
efektif

Apakah
lembaga
pemerintah
dan non
pemerintah
cukup aktif
dalam
mendukung
keberlanjutan Program
Inkamina

Apakah
Program
Inkamina
cukup
profitable
untuk
dioperasikan secara
berkelanjutan

KEBERLANJUTAN PROGRAM INKAMINA

Gambar 2. Kerangka Pikir Keberlanjutan Prog.
Inkamina di Desa Labuan Bajo

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keberlanjutan Operasi Kapal Inkamina
Secara Umum
Kegiatan operasi penangkapan Kapal
Inkamina di Desa Labuan memiliki tingkat
keberlanjutan yang tergolong tinggi jika dilihat
dari lima aspek secara simultan.
Aspek
tersebut adalah aspek sosial, ekonomi,
ekologik, teknologi dan kelembagaan. Hal ini
dapat
terjadi
karena
persentase
keberlanjutannya adalah sebesar 70,60% serta
berada pada kondisi positif ditinjau dari
pemilihan atribut keberlanjutan. Keberhasilan
ini tidak lepas dari masih mendukungnya
semua dimensi keberlanjutan di atas dalam
operasional kegiatan Program Inkamina secara
menyeluruh di Desa Labuan.
Keberhasilan ini tidak lepas dari masih
mendukungnya semua dimensi keberlanjutan di
atas dalam operasional kegiatan Program
Inkamina secara menyeluruh di Desa Labuan.
Keberhasilan tersebut dicapai karena adanya 17
atribut yang diamati dan merupakan
pembangkit keberlanjutan.

Hendra Kadir, dkk. Analisis Tingkat Keberlanjutan Program Kapal Inkamina ………………………………………58

60
UP
40
70.60

20
BAD

0
0

GOOD
50

100

150

-20
-40
DOWN
-60

Sustainability

Attribute

Gabar 3. Tingkat Keberlanjutan Program
Inkamina di Desa Labuan
Kelembagaan…
Kelembagaan…
Jarak dan Waktu
Sumberdaya Alam…
Perbengkelan
Perahu
Alat Bantu…
Efektifitas Alat
Kesesuaian Alat…
Pendapatan (Waktu…
Pendapatan…
Biaya Operasional
Penerimaan…
Manfaat
Pembelajaran
Identitas
Kebanggan
0

yang berimplikasi pada relatif masih
terjangkaunya biaya operasion
penangkapan (IP 2,06) serta berfungsinya alatalat bantu penangkapan ikan (IP 2,14) seperti
rumpon yang digunakan.
Dari aspek sensitifitas, atribut penentu
keberlanjutan
operasi
Kapal
Inkamina
menunjukkan tingkat stabilitas yang tinggi.
Hal tersebut dapat dilihat dari hasil analisis
Monte Carlo, semua atribut cenderung
mengumpul di satu area dan tidak menyebar
atau bahkan memencil satu sama lain. Hal ini
berarti bahwa apabila semua atribut bekerja
sebagaimana adanya maka jika terjadi
perubahan pada salah satu atribut, tidak akan
mempengaruhi tingkat keberlanjutan dari
kegiatan Kapal Inkamina di Desa Labuan.
Tingkat sensitifitas dapat dilihat pada gambar
di bawah ini.
60
40
20
0
-20 0

50

100

150

-40
-60

Sustainability

Gambar 5. Analisis Sensitifitas Program
Inkamina di Desa Labuan Bajo
1

2

3

4

Gambar 4. Nilai Indeks Pembangkit
Keberlanjutan Program Inkamina di Desa
Labuan Bajo

Adapun atribut dengan nilai pembangkit
keberlanjutan yang tinggi, jika dilihat secara
hirarkis, adalah tersedianya perbengkelan yang
mudah diakses jika terjadi hal-hal yang perlu
mendapat perbaikan, khususnya pada perangkat
mesin kapal dan perangkat lain kelistrikan dan
navigasi.
Selanjutnya diikuti oleh atribut
daerah penangkapan ikan (fishing ground)
dengan Indeks Pembangkit (IP) sebesar 2,04

Terdapat beberapa atribut dengan Indeks
Pembangkit (IP) keberlanjutan program yang
relatif kecil dibandingkan yang lainnya (<
50%).
Atribut-atribut
tersebut
adalah
pembelajaran (IP1,31), keembagaan pendukung
(IP1,30), peneriman (cashflow) (IP0,80),
sumberdaya alam dan pendapatan masingmasing (IP 1,21), efektifitas alat (IP 1,27),
pendapatan dalam pengertian ketepatan
pembayaran gaji (due diligent) (IP 1,31),
kesesuaian alat (IP 1,32), dan kebanggaan (IP
1,45).

59 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 5 Nomor 3, Agustus 2016 hlm 54-64

Tingkat Keberlanjutan dari Aspek Sosial
dan Budaya
Tingkat keberlanjutan Program Inkamina
dari aspek sosial cukup tinggi yakni 85,37%.
Hal ini berarti bahwa tingkat penerimaan
masyarakat secara umum terhadap program ini
cukup baik.
Terdapat tiga atribut yang digunakan
untuk mengukur tingkat keberlanjutan program
ini dari aspek sosial
Selengkapnya dapat dilihat pada gambar
di bawah ini.
60
UP
40
20

85.37
BAD

0
0

GOOD
50

100

150

-20
-40
DOWN
-60

Sustainability

Gambar 6. Tingkat Keberlanjutan Program
Inkamina di Desa Labuan Bajo dari Aspek Sosial

Atribut tersebut adalah pembelajaran,
identitas dan kebanggaan. Ketiga atribut diatas
memperlihatkan
tingkat
pembangkitan
(leveraging)
keberlanjutan
yang
tinggi
sebagaimana dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.
Pembelajaran

14.62

Identitas

8.79

Kebanggan

10.38
0

5

10

15

20

Gambar 7. Indeks Pembangkit Keberlanjutan
Program Inkamina di Desa Labuan Bajo

Ketiga
atribut
sosial
ini
juga
menunjukkan tingkat kestabilan yang tinggi
karena plot sebaran Monte Carlo yang
cenderung mengumpul.
Hal ini sesuai

ISSN: 2089-8630

pendapat Doughlas (2000) bahwa ada
hubungan yang erat dan saling menguatkan
antara kebanggaan dan identitas. Semakin kuat
rasa memiliki semakin tinggi tingkat
kebanggan dan berarti pula semakin tebal
perasaan kebersamaan yang memupuk identitas
suatu kelompok masyarakat.
Tingkat Keberlanjutan dari Aspek Ekonomi
Secara umum, tingkat keberlanjutan
Program Inkamina dari aspek ekonomi
tergolong tinggi (72,77 %) atau hanya sedikit
lebih rendah dari tingkat keberlanjutan dari
aspek sosial (85,37 %) sebagaimana
diperlihatkan pada Gambar 6. Aspek ini
penting untuk diukur sebab sedikit banyaknya
memberikan gambaran tentang
kelayakan
sebuah kegiatan karena menyangkut ha-hal
yang berhubungan dengan faktor finansial.
Untuk mengukur tingkat keberlanjutan
dari aspek ini dilakukan pengukuran terhadap
beberapa atribut ekonomi (dalam konteks
ekonomi perusahaan) antara lain penggajian,
pendapatan,
pembiayaan
(operasional),
penerimaan (cash-flow), dan manfaat umum.
60
UP

40
20
0
-20 0

72.77

BAD
50

100

GOOD
150

-40
-60

DOWN
Sustainability

Gambar 8. Tingkat Keberlanjutan Program
Inkamina di Desa Labuan Bajo dari Aspek
Ekonomi

Gairah dan semangat bekerja bagi anak
buah kapal (ABK) sedikit banyaknya
ditentukan oleh seberapa sehat program ini dari
sudut kegiatan usaha. Seperti terlihat pada
gambar di bawah ini, biaya operasional yang
terjangkau merupakan faktor pembangkit
keberlanjutan yang paling utama dari kegiatan
ini yakni dengan indeks sebesar 6,39.

Hendra Kadir, dkk. Analisis Tingkat Keberlanjutan Program Kapal Inkamina ………………………………………60

Keterjangkauan ini tidak lepas dari penggunaan
biaya operasional yang efisien dimana salah
satu faktor penyebabnya adalah masih adanya
stok ikan yang bisa ditangkap pada daerahdaerah penangkapan ikan yang dituju. Selain
itu juga berhubungan dengan jarak tempuh dari
pangkalan
kapal
menuju
ke
daerah
penangkapan ikan yang relatif dekat atau ratarata hanya berjarak lima sampai dengan dua
puluh mil laut.
Pendapatan (Waktu…
Pendapatan (Penggajian)

3.57
4.72
6.39
3.86
4.84

Biaya Operasional
Penerimaan (Cashflow)
Manfaat

0

5

10

Gambar 9. Indeks Pembangkit Keberlanjutan
Program Inkamina dari Aspek Ekonomi

Dengan demikian maka sangat beralasan
bahwa ABK memperoleh pembayaran gaji
yang tepat waktu dan pendapatan yang sesuai
dengan kontrak perjanjian. Oleh sebab itu
maka kedua aspek ini merupakan pembangkit
keberlanjutan dengan indeks yang relatif tinggi
yakni masing-masing 3,57 dan 4,72.
Tingkat sensitifitas atribut dari aspek
ekonomi tergalong stabil sebagaimana dapat
dilihat dari Analisis Monte Carlo pada gambar
di bawah ini.
100

60

50

UP

40

0
-50

Adapun atribut pembangkit keberlanjutan yang
dipilih adalah perbengkelan dengan IP (2,95),
kapal (perahu) dengan IP (5,87), alat bantu
penangkapan dengan IP (7,09), jenis alat
tangkap (efektifitas) dengan IP (4,67) dan
kesesuaian alat tangkap dengan IP (0,83). Dari
gambaran indeks pembangkit dapat diketahui
bahwa tiga atribut yang berpengaruh kuat yakni
alat bantu penangkapan, kapal, dan jenis alat
tangkap yang digunakan.
Alat bantu penangkapan ikan (ABPI)
yang digunakan adalah rumpon.
Dengan
demikian terlihat bahwa ABPI sangat berperan
dalam mengefisienkan opeasi penangkapan
karena dapat mengumpulkan kelompok ikan ke
dalam suatu areal yang relatif lebih mudah
ditangkap. Hal juga mengefisienkan biaya
operasional dibandingkan dengan operasi yang
tidak menggunakan ABPI yang berimplikasi
postif pada aspek ekonomi sebagaimana
dijelaskan
sebelumnya.
Selanjutnya
penggunaan kapal berkonstruksi kayu juga
masih berperan dalam tingkat keberlanjutan
Pogram Inkamina. Salah satu keuntungan
menggunakan kapal kayu adalah biaya
perawatannya yang relatif lebih murah
dibandingkan kapal dengan konstruksi baja dan
fiber glass. Hanya saja, kapal kayu memiliki
umur ekonomis yang lebih rendah karena
persoalan pelapukan. Sementara itu, jenis alat
tangkap berupa pukat cincin dengan ukuran 400
X 50 M sesuai dengan ukuran kapal yang
berbobot mati 30 GT.
Dua faktor lain yang memiliki indeks
pembangkit yang kecil adalah perbengkelan
dan kesesuaian alat.

0

50

100

150

20
0

-100

Sustainability

Gambar 10. Analisis Sensitifitas Program
Inkamina dar Aspek Ekonomi di Desa Labuan
Bajo

Tingkat
Keberlanjutan
dari
Aspek
Teknologi
Dari
aspek
teknologi,
tingkat
keberlanjutan Program Kapal Inkamina
tergolong tinggi yakni sebesar 73,32 %.

-20

BAD
0

50

73.32 GOOD
100

150

-40
-60

DOWN
Sustainability

Gambar 11. Tingkat Keberlanjutan Program
Inkamina dari Aspek Teknologi di Desa Labuan
Bajo

61 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 5 Nomor 3, Agustus 2016 hlm 54-64

Perbengkelan

2.95

Perahu

5.87

Alat Bantu…

7.09

Afektifitas Alat

4.67

Kesesuaian Alat…

0.83

0

2

4

6

8

Secara umum aspek teknologi memiliki
tingkat kestabilan yang tinggi karena memiliki
sensitifitas atribut yang rendah menurut hasil
Analisis Monte Carlo sebagaimana dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.
60
40
20
0
0

50

berhubugan dengan tingginya ketidak pastian
level penangkapan ikan di Selat Makassar
(Pada Wilayah Perikanan Penangkapan 713
Sekat Makassar berdasarkan pembagian
wilayah perikanan tangkap Propinsi Sulawesi
Tengah).
60

Gambar 12. Indeks Pembangkit
KeberlanjutanProgram Inkamina Aspek
Teknologi di Desa Labuan bajo

-20

ISSN: 2089-8630

100

150

-40
-60
Sustainability

Gambar 13. Analisis Sensitifitas Program
Inkamina dari Aspek Teknologi di Desa Labuan
Bajo

Tingkat
Keberlanjutan
dari
Aspek
Ketersediaan Sumberdaya Alam
Keberlanjutan Program Inkamina dari
aspek sumberdaya alam khususnya sumberdaya
perikanan (ketersediaan stok) memiliki tingkat
yang sedang karena hanya sekitar 49,74 %. Hal
tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Rendahnya tingkat keberlanjutan dari aspek ini
sesuai dengan sifat sumberdaya ikan yang
penangkapannya bersifat perburuan (hunting)
sehingga masih tetap terdapat peluang gagal
tangkap.
Rendahnya
tingkat
keberlanjutan
Program Inkamina dai aspek sumberdaya alam

UP
49.74

40
20
0

BAD

-20 0

GOOD
50

-40
-60

100

150

DOWN
Sustainability

Gambar 14. Tingkat Keberlanjutan Program
Inkamina dari Aspek Sumberdaya Alam di Desa
Labuan bajo

Atribut yang digunakan dalam mengukur
keberlanjutan Program Inkamina dari aspek
sumberdaya alam adalah ketersediaan stok ikan
dan jarak daerah penangkapan ikan. Kedua
atribut ini hampir memiliki nilai pembangkit
keberlanjutan yang sama yakni masing-masing
50,25 dan 49,74 (Gambar 14). Dari nilai-nilai
indeks di atas jelas terlihat kedekatan hubungan
antara kedua atribut tersebut sehingga kedua
atribut tersebut sangat stabil satu sama lain
(plot cenderung mengumpul) sebagimana dapat
dilihat pada Gambar 15 tentang Analisis Monte
Carlo di bawah ini.

jarak dan Waktu
Melaut

50.25

Sumberdaya Alam
(Stock)

49.74

49

49.5

50

50.5

Gambar 15. Indeks Pembangkit Keberlanjutan
Pogram Inkamina dari Aspek Sumberdaya alam
di Desa Labuan bajo

Hendra Kadir, dkk. Analisis Tingkat Keberlanjutan Program Kapal Inkamina ………………………………………62

100
50
0
-50

0

50

-100

100

150

Sustainability

Gambr 16. Analisis Sensitifitas Program
Inkamina dari Aspek Sumberdaya Alam di Desa
Labuan Bajo

Tingkat
Keberlanjutan
dari
Aspek
Kelembagaan
Aspek kelembagaan memegang peranan
penting bagi setiap kegiatan usaha termasuk di
bidang perikanan. Untuk Program Inkamina,
tingkat keberlanjutan dari aspek kelembagaan
adalah sebesar 62,05 % yang berarti cukup
tinggi (Gambar 17). Atribut yang digunakan
untuk menguku keberlanjutan ini adalah
dukungan kelembagaan pemerintah dalam hal
ini Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi
Sulawesi Tengah dan kelembagaan non
pemerintah seperti dukungan koperasi.

pemerintah adalah karena akses kepada
birokrasi yang masih sulit serta kurangnya
tenaga penyuluh perikanan di bidang
penangkapan ikan. Sementara itu koperasi
dirasakan dapat membantu pada saat-saat sulit
secara cepat waktu. Namun demikian kedua
atribut ini cukup stabil (kurang sensitif terhadap
perubahan) sebagaimana terlihat dari hasil
Analisis Monte Carlo di bawah ini.
Kelembagaan
Pendukung
(Koperasi)

37.94

Kelembagaan
Pendukung
(Pemerintah)

19.47

0

20

40

Gambar 18. Indeks Pembangkit Keberlanjutan
Program Inkamina dari Aspek Kelembagaan
di Desa Labuan Bajo
60
40
20
0

60

-20 0
-40
-60

BAD

-60

GOOD
50

0

50

100

150

-40

62.05

20
0

-20

UP

40

100

Sustainability

150

DOWN
Sustainability

Gambar 17. Tingkat Keberlanjutan Program
Inkamina dari Aspek Kelembagaan di Desa
Labuan

Indeks pembangkit keberlanjutan bagi
kedua atribut tersebut adalah masing-masing
19,47 dan 37,94 (Gambar 18). Dukungan
kelembagaan non pemerintah dianggap lebih
kuat ketimbang dukungan pemerintah. Salah
satu penyebab dari rendahnya apresiasi
masyarakat terhadap lembaga pemerintah
relatif terhadap apresiasi kepada lembaga non

Gambar 19. Analisis Sensitifitas Program
Inkamina dari Aspek Kelembagaan
di Desa Labuan

Secara
ideal
ilustrasi
tentang
keberlanjutan
suatu
kegiatan
dapat
digambarkan sebagai suatu diagram layang
yang sempurna karena semua aspek atau
dimensi keberlanjutan bernilai ideal atau 100%.
Di lapangan kondisi ideal tersebut sulit untuk
bisa dicapai karena berbagai kendala dan
hambatan. Namun demikian, gambaran tentang
seberapa jauh suatu kegiatan dapat mengikuti
pola sempurna dapat diketahui dengan
menggunakan Analisis Rapfish. Dengan

63 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 5 Nomor 3, Agustus 2016 hlm 54-64

demikian seberapa jauh kedudukan Program
Inkamina Desa Labuan relatif terhadap kondisi
ideal dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Dengan gambaran ini terlihat bahwa aspek
ketersediaan sumberdaya alam perlu mendapat
perhatian (tingkat keberlanjutan di bawah
50%). Proses rekruitmen ikan ke dalam stoknya
di perairan laut tidak sesederhana kegiatan
budidaya. Sebab itu maka faktor-faktor yang
mengarah pada perlindungan sumberdaya ikan
perlu diupayakan dengan memerangi kegiatan
penangkapan
yang
bersifat
merusak
(destructive). Kegiatan-kegiatan yang bersifat
melindungi habitat ikan juga perlu digalakkan
terutama habitat pemijahan seperti hutan
mangrove dan terumbu karang.
Hal ini juga membuktikan bahwa tinjauan
keberlanjutan sangat memerlukan pelibatan
aspek secara menyeluruh dan bukannya parsial
(Mitchell, 2009).
Aspek Sosial

100 85.37
80
60
Aspek
40
62.05
Kelembagaan
20
0
Aspek 49.74
Sumberdaya
Alam

Aspek
Ekonomi
72.77
Real

73.32Aspek
Teknologi

ISSN: 2089-8630

tangkapan adalah hanya sekitar 49,74 %, dan
dari aspek kelembagaan adalah sebesar
62,05 %.
2. Dari aspek sensitifitas atribut penentu
keberlanutan operasi kapal Inka Mina
menunjukan tingkat stabilitas yang tinggi,
hal ini dapat dilihat dari hasil analisis Monte
Carlo, semua atribut cenderung mengumpul
di satu area dan tidak menyebar bahkan
memencil satu sama lain. Hal ini berarti
apabila semua atribut bekera sebagaimana
adanya maka jika terjadi perubahan pada
salah satu atribut, tidak akan mempengaruhi
tingkat keberlanjutan dari kegiatan Kapal
Inka Mina di desa Labuan Bajo.

Rekomendasi
Untuk lebih meningkatkan tingkat
keberlanjutan Program Inkamina maka
disarankan untuk lebih memperhatikan aspek
ketersediaan
sumberdaya
dengan
lebih
mengefisienkan operasi penangkapan antara
lain alat bantu penangkapan ikan, pencarian
lokasi daerah penangkapan ikan yang tidak
terlalu ramai serta peningkatan efektifitas
bantuan dan dukungan pemerintah seperti
penyediaan tenaga-tenaga penyuluh perikanan
tangkap yang memadai.
UCAPAN TERIMA KASIH

Gambar 20. Diagram Layang sebagai Gambaran
Posisi Keberlanjutan Program Inka Mina di Desa
Labuan Bajo

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
1. Secara umum tingkat keberlanjutan adalah
sebesar 70,60%, secara khusus, jika ditinjau
dari masing-masing aspek maka tingkat
keberlanjutan Program Inkamina dari aspek
sosial cukup tinggi yakni 85,37%, dari aspek
ekonomi adalah 72,77 %, dari aspek
teknologi tergolong tinggi yakni sebesar
73,32 %, aspek sumberdaya alam khususnya
ketersediaan stok dengan parameter hasil

Ucapan terima kasih yang sebesarbesarnya penulis sampaikan kepada Ir. Achmad
Rizal, M.App.Sc., Ph.D dan Dr. Alimudin
Laapo, S.P., M.Si yang selalu memberi
perhatian dengan penuh kesabaran, serta
melakukan bimbingan dengan penuh disiplin
baik secara langsung maupun tidak langsung
kepada penulis dalam menyelesaikan artikel ini.

Hendra Kadir, dkk. Analisis Tingkat Keberlanjutan Program Kapal Inkamina ………………………………………64

DAFTAR RUJUKAN
Brown, V. A. (1999).
Ground Truthing
Ecologically Sustainable Development.
In Constructing Local Environmental
Agenda, Susan Buckingham Heartfeld
and Susan Percy (ed.), pp 140 – 150.
Routledge, London;
De Freitas G. R., Christoph D. D. H.,
Bogoussslavsky J. 2000. Topographic
classification of ischemic stroke, in
Fisher M. (ed). Handbook of Clinical
Neurology, Vol. 93(3rd series). Elsevier
BV.
Doane, D. And McGillivry, A. (2001).
Economic Sustainability - The Business
of Staying in Business. Sigma Project.
Douglas, M. 2000. Sosial Identity and Pride.
Prantice Hall. New York
Hart, M. (1999) Guide to Sustainable
Community Indicators, (2 nd ed). Hart
Environmental Data. Nortn Andover,
LSA;

Hartono, T. T., Kodiran., M. A. Iqbal. Dan S.
Koeshendrajana. 2005. Pengembangan
teknik rapid appraisal for fisheries
(RAPFISH) untuk penentuan indikator
kenerja perikanan tangkap berkelanjutan
di indonesia. Buletin Ekonomi Perikanan
Voleme VI. No. 1. Hal 65-76.
Kotler, P and Lee, N. (2005). Corporate Social
Responsibiity – Doing the Most Good for
Your Company and Your Caus. John
Wiley and Sons. USA.
Machino, N. (2014).
The Concept of
Sustainable Development in the Context
of Environmental Assessment and
Management. Faculty of Social Sciences,
Mudland State University. USA.
Pitcher, T. J. dan Preikshot, D.B. (2001)
Rapfish: a rapid appraisal technique to
evaluate the sustainability status of fi
sheries. Fisheries Research 49 (3): 255270