FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WARA UTARA KOTA PALOPO | Karya Tulis Ilmiah

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 0:25:01 2017 / +0000 GMT

FAKTOR ? FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WARA UTARA
KOTA PALOPO
LINK DOWNLOAD [780.47 KB]
FAKTOR ? FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
WARA UTARA KOTA PALOPO
TAHUN 2011
?Factors Associated With The Incident Pulmonary Tuberculosis
In The Working Area North Wara Health Centres
Palopo City Year 2011?
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan Program studi
S-I Keperawatan di STIKES Bhakti Pertiwi Luwu Raya Palopo
OLEH :
APRIANTO
SK.07.02.003
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

BHAKTI PERTIWI LUWU RAYA ? PALOPO
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis telah menginfeksi sekitar sepertiga penduduk dunia. Lamporan WHO bahwa sekitar 8 juta penduduk dunia diserang
tuberkulosis. Tiga juta kematian per tahun di negara berkembang, dan diperkirakan kematian diantaranya disebabkan oleh penyakit
tuberkulosis. Tuberkulosis membunuh hampir 1 juta wanita per tahun (Harian Kompas, 2004).
Penyakit tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi menular yang masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia
termasuk Indonesia. World Health Organization (WHO) dalam Annual Report on Global TB Control 2003 menyatakan terdapat 22
negara dikategorikan sebagai high-burden countries terhadap TB. Indonesia termasuk peringkat ketiga setelah India dan China
dalam menyumbang TB di dunia. Menurut WHO estimasi insidence rate untuk pemeriksaan dahak didapatkan basil tahan asam
(BTA) positif adalah 115 per 100.000 (WHO,2003).
Sejak tahun 1990-an WHO dan International Union Agains Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD) telah mengembangkan
strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi Directly Observed Treatment Shortcourse chemotherapy (DOTS) dan
telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (cost-efective). Penerapan strategi DOTS secara
baik, disamping secara cepat menekan penularan, juga mencegah berkembangnya Multi Drugs Resistance Tuberculosis (MDR-TB).
Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien menular. Menemukan dan
menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB. WHO telah merekomendasikan strategi

DOTS sebagai strategi dalam penanggulangan TB sejak tahun 1995 (Depkes RI, 2007).
Sejak tahun 2000 Indonesia telah berhasil mencapai dan mempertahankan angka kesembuhan sesuai dengan target global, yaitu
minimal 85% penemuan kasus TB di Indonesia pada tahun 2006 adalah 76%. Keberhasilan pengobatan TB dengan DOTS pada
tahun 2004 adalah 83% dan meningkat menjadi 91% pada tahun 2005 (Depkes RI, 2008).
Resiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberkulosis Infection = ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi
antara 1-2%. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1% berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 orang akan terinfeksi. Sebagian
besar dari orang yang terinfeksi tidak akan terjadi penderita tuberkulosis, hanya 10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi
penderita tuberkulosis. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita tuberkulosis adalah daya tahan tubuh
rendah, diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS disamping faktor pelayanan kesehatan yang belum memadai,(Sulianti,2007).
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001 estimasi prevalensi angka kesakitan di Indonesia sebesar 8 per 1000
penduduk berdasarkan gejala tanpa pemeriksaan laboratorium. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 1/13 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 0:25:01 2017 / +0000 GMT

2001 TB menduduki ranking ketiga sebagai penyebab kematian (9,4% dari total kematian) setelah penyakit sistem sirkulasi dan

sistem pernafasan. Hasil survei prevalensi tuberkulosis di Indonesia tahun 2004 menunjukan bahwa angka prevalensi tuberkulosis
Basil Tahan Asam (BTA) positif secara nasional 110 per 100.000 penduduk (Depkes RI, 2007).
Berdasarkan data Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2001 bahwa TBC tahun 1997 sebanyak 39.458 kasus, tahun 1998
mengalami peningkatan menjadi 47.023 kasus, tahun 1999 menurun menjadi 42.105 kasus dan menurun lagi pada tahun 2000
menjadi 23.876 kasus. Walaupun terjadi penurunan penderita tuberkulosis paru tetapi jumlah kasus di atas masih cukup tinggi dan
masih dapat terjadi peningkatan kembali jumlah kasus, jika kesadaran masyarakat masih rendah tentang upaya-upaya pencegahan
dan penanggulangan penyakit tuberkulosis paru.
Penyakit tuberkulosis paru merupakan fenomena gunung es, karena kebanyakan masyarakat mengetahui dirinya menderita TBC
setelah datang berobat di tempat pelayanan kesehatan. Tetapi masyarakat yang tidak datang berobat di tempat pelayanan kesehatan
karena berbagai faktor (sosial budaya, ekonomi, pengetahuan), walaupun sudah menderita TBC tetapi belum diketahui atau tidak
terdaftar sebagai penderita TBC, akibatnya penderita TBC tersebut dapat menjadi kantong-kantong penularan pada masa sekarang
dan masa yang akan datang. (Taufan, 2007).
Berdasarkan data di atas, penulis ingin mengadakan penelitian tentang Faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru di
Puskesmas Wara Utara
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan masalah penelitian, sebagai berikut :
1. Apakah ada hubungan Tingkat Pengetahuan dengan kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Wara Utara palopo tahun
2011 ?
2. Apakah ada hubungan Jenis pekerjaan dengan kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Wara Utara palopo tahun 2011 ?
3. Apakah ada hubungan Kepadatan Hunian dengan kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Wara Utara palopo tahun 2011 ?

4. Apakah ada hubungan Kondisi Rumah dengan kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Wara Utara tahun 2011 ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui faktor yang Berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru di Puskesmas wara utara.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui hubungan Tingkat pengetahuan dengan kejadian TB paru.
b. Untuk mengetahui hubungan Jenis Pekerjaan dengan kejadian TB paru.
c. Untuk mengetahui hubungan Kepadatan Hunian dengan kejadian TB paru.
d. Untuk mengetahui hubungan Kondisi Rumah dengan kejadian TB paru.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat institusi
a. Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi Jurusan Keperawatan Stikes Bhakti Pertiwiw Luwu Raya palopo selaku tempat
kami menimbah ilmu.
b. Merupakan informasi bagi Puskesmas Wara Utara.
2. Manfaat ilmiah
a. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan
b. Merupakan salah satu bahan bacaan bagi peneliti berikutnya
3. Manfaat praktis
a. Merupakan pengalaman berharga bagi penulis
b. Akan bermanfaat bagi orang lain

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang Penyakit Tuberkulosis Paru
1. Pengertian penyakit tuberkulosis paru
Penyakit tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronik jaringan paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman
Mycrobacterium Tuberculosis biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernafasan ke dalam paru-paru. Kemudian
kuman Mycrobacterium Tuberculosis dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lain melalui sistim peredaran darah, sistim saluran
limfe, melalui saluran nafas (bronchus) atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. (Depkes RI, 2002).
Penularan penyakit ini dapat terjadi secara langsung dari semprotan droplet pada waktu bersin, batuk, meludah, menyanyi atau

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 2/13 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 0:25:01 2017 / +0000 GMT

berbicara (biasanya pada jarak ? 1 meter), maupun secara tidak langsung melalui dahak penderita yang mengandung
Mycrobacterium Tuberculosis yang dibuang sembarangan dan tercampur dengan partikel debu dalam kondisi tertentu, kuman
dihembuskan oleh angin sehingga terhirup oleh orang lain yang tidak menderita tuberkulosis paru.

Penyakit ini juga dapat menular kepada orang lain melalui orang yang pernah kontak dengan penderita tuberkulosis paru tetapi orang
ini belum menampakkan gejala klinis tuberkulosis paru pada saat itu (carier).
Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu taha terhadap asam pada pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula
sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam
ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.
2. Penyebab penyakit tuberkulosis paru
Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang
dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert
Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit
TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP).
3. Patogenesis
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya,
sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana.
Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di Paru, yang mengakibatkan peradangan di
dalam paru, saluran linfe akan membawa kuma TB ke kelenjar linfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer.
Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu.
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada
umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa
kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu mengehentikan

perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi,
yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin, karena kuman bersifat dormant artinya kuman dapat
bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif lagi. Sifat lain kuman ini adalah aerob, artinya lebih menyenangi jaringan yang
tinggi kandungan oksigennya yaitu paru-paru (Soeparman, dkk, 1999). Masa inkubasi penyakit tuberkulosis paru antara 4-6 minggu
( Indan Entjang, 2003 ).
4. Cara penularan
Penularan penyakit TBC biasanya melalui udara yang tercemar oleh Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan/ dikeluarkan oleh
si penderita TBC saat batuk, dimana pada anak-anak umumnya sumber infeksi adalah berasal dari orang dewasa yang menderita
TBC. Bakteri ini masuk kedalam paru-paru dan berkumpul hingga berkembang menjadi banyak (terutama pada orang yang memiliki
daya tahan tubuh rendah), Bahkan bakteri ini pula dapat mengalami penyebaran melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening
sehingga menyebabkan terinfeksinya organ tubuh yang lain seperti otak, ginjal, saluran cerna, tulang, kelenjar getah bening dan
lainnya meski yang paling banyak adalah organ paru.
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk
globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan
dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi
jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai
tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.
Gambat 1. Proses terjadinya penularan penyakit TB Paru
Masuknya Mikobakterium tuberkulosa kedalam organ paru menyebabkan infeksi pada paru-paru, dimana segeralah terjadi

pertumbuhan koloni bakteri yang berbentuk bulat (globular). Dengan reaksi imunologis, sel-sel pada dinding paru berusaha
menghambat bakteri TBC ini melalui mekanisme alamianya membentuk jaringan parut. Akibatnya bakteri TBC tersebut akan
berdiam/istirahat (dormant) seperti yang tampak sebagai tuberkel pada pemeriksaan X-ray atau photo rontgen.
5. Klasifikasi penyakit tuberkulosis paru
a. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis Paru adalah tuberkulosis yang menyarang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru).
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB paru dibagi dalam :

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 3/13 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 0:25:01 2017 / +0000 GMT

1) Tuberkulosis Paru BTA positif
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto roentgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto roentgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis tidak aktif.

b. Tuberkulosis ekstra paru
Adalah Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung, kelenjer limfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing alat kelamin dan lain-lain.
TB ekstra paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya yaitu:
1) TB ekstra paru ringan
Misalnya : TB kelenjer limphe, pleuritis eksudativa unilateral tulang, sendi, dan kelenjer adrenal.
2) TB ekstra berat
Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa dupleks, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran
kencing dan alat kelamin.( Depkes, 2002 ).
6. Gejala Penyakit TBC
Gejala penyakit TBC digolongkan menjadi dua bagian, yaitu gejala umum dan gejala khusus. Sulitnya mendeteksi dan menegakkan
diagnosa TBC adalah disebabkan gambaran secara klinis dari si penderita yang tidak khas, terutama pada kasus-kasus baru.
a. Gejala umum (Sistemik)
1) Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
2) Penurunan nafsu makan dan berat badan.
3) Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
4) Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
b. Gejala khusus (Khas)
1) Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru)

akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara ?mengi?, suara nafas melemah yang disertai
sesak.
2) Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
3) Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara
pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
4) Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya
adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Pada penderita usia anak-anak apabila tidak menimbulkan gejala, Maka TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan
pasien TBC dewasa. Sekitar 30-50% anak-anak yang terjadi kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji
tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan ? 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif,
dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
7. Penegakan Diagnosis pada TBC
Apabila seseorang dicurigai menderita atau tertular penyakit TBC, Maka ada beberapa hal pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk
memeberikan diagnosa yang tepat antara lain :
a. Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
b. Pemeriksaan fisik secara langsung.
c. Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
d. Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
e. Rontgen dada (thorax photo).
f. Uji tuberkulin.

8. Epidemiologi penyakit tuberkulosis paru
Semua manusia di dunia ini dapat terinfeksi kuman tuberkulosis paru, orang muda dan tua, laki-laki dan perempuan, kaya dan
miskin dapat menderita penyakit tuberkulosis paru. Kuman tuberkulosis tidak pernah memilih induk semangnya dan siapa saja,
kapan saja, dan dimana saja. Daya tahan tubuh yang rendah tidak dapat melawan kuman sehingga kuman akan berkembang.
lebih tinggi dari kematian wanita akibat proses kehamilan dan persalinan dan tuberkulosis paru membunuh 100.000 anak setiap

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 4/13 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 0:25:01 2017 / +0000 GMT

tahunnya khusus untuk Indonesia (Kompas, 2004). Tuberkulosis paru menyerang sebagian besar penderita termasuk dalam
kelompok usia produktif, yaitu antara 20-49 tahun (Suyudi, 1994).
B. Tinjauan Umum Tentang Puskesmas
1. Pengertian
Puskesmas adalah merupakan pusat pengembangan, pembinaan dan pelayanan sekaligus merupakan pos pelyanan terdepan dalam
membangun kesehatan masyarakat yang menyelenggarakan kegiatannya secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan kepada
masyarakat yang bertempat tinggal dalam wilayah tertentu (Depkes RI, 1991).
2. Kegitan pokok Puskesmas
Sesuai dengan kemampuan tenaga maupun fasilitas yang berbeda-beda, kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh sebuah puskesmas
akan berbeda pula. Namun demikian, kegiatan pokok puskesmas yang seharusnya dilaksanakan adalah sebagai berikut :
kesejahteraan ibu dan anak, keluarga berencana, peningkatan gizi, kesehatan lingkungan, pencegahan dan pemberantasan penyakit
khususnya melalui program imunisasi dan pengamatan penyakit, penyuluhan kesehatan, pengobatan termasuk penanggulangan
kecelakaan, perawatan kesehatan, kesehatan kerja, kesehatan sekolah dan olah raga, kesehatan gigi mulut, mata, dan jiwa,
pemeriksaan laboratorium sederhana, kesehatan usia lanjut, pembinaan pengobatan tradisional, dan pencataan dan pelaporan dalam
rangka informasi kesehatan.
Pelaksanaan kegiatan pokok puskesmas diarahkan kepada keluarga sebagai satuan masyarakat terkecil. Dengan perkataan lain,
kegiatan pokok puskesmas ditujukan untuk kepentingan keluarga sebagai bagian dari masyarakat wilayah kerjanya. Setiap pokok
kegiatan puskesmas dilaksanakan dengan pendekatan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (Depkes RI, 1990).
C. Struktur Puskesmas
Susunan organisasi Puskesmas terdiri dari :
a. Unsur pimpinan : Kepala Puskesmas
b. Unsur pembantu pimpinan : Urusan Tata Usaha
c. Unsur Pelaksana
1) Unit yang terdiri dari tenaga/pegawai dalam jabatan fungsional
2) Jumlah unit tergantung kepada kegiatan, tenaga dan fasilitas masing-masing
3) Unit-unit terdiri dari :
a) Unit I
Mempunyai tugas melaksanakan kegiatan kesejahteraan ibu dan anak, keluarga berencana dan perbaikan gizi
b) Unit II
Mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pencegahan dan pemberantasan penyakit, khususnya imunisasi, kesehatan lingkungan,
dan laboratorium sederhana.
c) Unit III
Mempunyai tugas melaksanakan kegiatan kesehatan gigi dan mulut, kesehatan tenaga kerja dan manula
d) Unit IV
Mempunyai tugas melaksanakan kegiatan perawatan kesehatan masyarakat, kesehatan sekolah dan olah raga, kesehatan jiwa dan
kesehatan mata, dan kesehatan khusus lainnya
e) Unit V
Mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pembinaan dan pengembangan upaya kesehatan masyarakat
f) Unit VI
Mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pengobatan rawat jalan dan rawat inap
g) Unit VII
Mempunyai tugas melaksanakan kefarmasian
D. Kedudukan dan Fungsi
Kedudukan dalam bidang administrasi, puskesmas merupakan Pemda tingkat II dan tanggung jawab langsung baik secara teknis
medis maupun secara administratif kepada dinas kesehatan tingkat II.
Dalam hirarki pelayanan kesehatan, sesuai SKN maka puskesmas berkedudukan pada tingkat fasilitas pelayanan kesehatan pertama.
Sebagai pusat pengembangan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya
dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk hidup seehat.
Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya. Untuk melaksanakan
kegiatan tersebut puskesmas melakukan kegiatan

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 5/13 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 0:25:01 2017 / +0000 GMT

E. Stratifikasi Puskesmas
Upaya melakasanakan penilaian prestasi kerja puskesmas, dalam rangka pengembangan fungsi puskesmas sehingga pembinaan
dapat dilaksanakan lebih terarah. Hal ini diharapkan dapat menimbulkan gairah kerja, rasa tanggung jawab dan kreatifitas kerja yang
dinamis melalui pengembangan falsafah mawas diri.
Ruang lingkup stratifikasi puskesmas dikelompokkan dalam 4 aspek yaitu :
1. Hasil kegiatan puskesmas dalam bentuk cakupan dalam masing - masing kegiatan.
2. Hasil dan cara pelaksanaan manajemen kesehatan.
3. Sumber daya yang tersedia di puskesmas.
4. Keadaan lingkungan yang mempengaruhi pencapaian hasil kegiatan puskesmas.
Dalam jangka pola pembinaan melalui stratifikasi puskesmas akan terus ditingkatkan ruang lingkupnya sehingga meliputi seluruh
kegiatan yang menjadi tanggung jawab puskesmas dalam wilayah kerjanya, termasuk kegiatan adalah dalam rangka membina usaha
kesehatan swasta.
1. Tinjauan Umum tentang Pengetahuan
Menurut Notoadmojo (2003:121) menyatakan bahwa, manusia sebagai ciptaan Tuhan yang sempurna,dalam memahami alam
sekitarnya terjdi proses bertingkat dari pengetahuan,ilmu dan filsafat.Pengetahuan sendiri merupakan hasil dari tahu manusia dan ini
terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga.
Pengetahuan merupakan Domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Over behavion). Sebelum sesorang
mengadopsi perilaku ,ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau keluarganya.Indikator
yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi:
a. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit
b. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat.
c. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan.
Pengetahuan yang tercakup dalam Domain Koognitif mempunyai 6 (enam) tingkatan yaitu:
a. Tahu (Know)
Tahu merupakan tingkat pengetahuan paling rendah.tahu artinya dapat mengingat suatu materi yang telah dipelajari.kata kerja yang
untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan menyatakan
dan sebagainya.
b. Memahami (Comprehension)
kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui serta dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar.
c. Aplikasi (Application)
Kemampuan untuk menggunakan materi yang sudah dipelajari pada situasi atau kondisi real seperti menggunakan rumus, hukum,
metode, prinsip dan lain sebagainya dalam situasi nyata.
d. Analisis (Analysis)
Kemampuan Untuk menjabarkan materi materi atau suatu objek dalam komponen-komponen, tetapu dalam satu struktur organisasi
dan masih ada kaitannya satu sama lainnya. Misalnya dapat membedakan, memisahkan, mengelompokkan, menggambarkan dan
sebagianya.
e. Sintesis (Synthesis)
Kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (Evalution)
Rai suatu materi atau objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun sendiri.
Pengukuran Pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur
dari subjek penelitian atau pasien.
2. Tinjauan Umum Tentang Jenis pekerjaan.
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu
paparan partikel debu di daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan kronis udara
yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB Paru.
Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatan keluarga yang akan mempunyai dampak terhadap pola hidup
sehari-hari diantara konsumsi makanan, pemeliharaan kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 6/13 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 0:25:01 2017 / +0000 GMT

(kontruksi rumah). Kepala keluarga yang mempunyai pendapatan dibawah UMR akan mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi
yang tidak sesuai dengan kebutuhan bagi setiap anggota keluarga sehingga mempunyai status gizi yang kurang dan akan
memudahkan untuk terkena penyakit infeksi diantaranya TB Paru. Dalam hal jenis kontruksi rumah dengan mempunyai pendapatan
yang kurang maka kontruksi rumah yang dimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga akan mempermudah terjadinya
penularan penyakit TB.( Nur Nasri Noor, 2004 )
Hubungan antara jenis pekerjaan dengan distribusi dan frekuensi masalah kesehatan telah sejak lama diketahui. Pekerjaan lebih
banyak dilihat dari kemungkinan keterpaparan khusus dan derajat keterpaparan tersebut serta besarnya risiko menurut sifat sosial
ekonomi karyawan pada pekerjaan tertentu (Nur Nasri Noor, 2004).
3. Tinjauan Umum Tentang Kepadatan hunian
Beberapa Persyaratan Suatu rumah agar dapat menjamin kesehatan penghuninya, baik secara fisik maupun psikoklogis antara lain
menyangkut : ventilasi, kelembaban, pencahayaan kamarisasi dan kepadatan hunian. Semakin banyak penghuni suatu rumah
semakin menuntut ruangan yang banyak dan luas, misalnya kamar tidur.
Sutoyo (1995), mengemukakan perumahan yang padat akan menimbulkan masalah-masalah kesehatan diantaranya beberapa
penyakit menular, sepertibTB paru. Menurutnya, suatu rumah tinggal dinyatakan padat penghuninya baik volume ruangan dalam
rumah dibanding dengan jumlah penghuninya kurang dari 2,75 M. Jadi dalam hal ini selain panjang dan lebar ruangan juga perlu
diperhatikan tinggi ruangan dalam sebuah rumah, misalnya dengan menggunakan ukuran 3 x 3 minimal 2,75 M per orang penghuni.
Dengan demikian diharapkan dapat memenuhi kebutuhan penghuninya terhadap volume udara yang bersih dan menjamin
kenyamanan dalam aktivitas sehari-hari.
Dari segi penularan penyakit, kepadatan hunian rumah juga sangat berperan, terutama penyakit-penyakit yang disebarkan lewat
udara seperti penyakit infeksi saluran pernapasan. Dalam rumah dengan penghuni yang padat, penularan penyakit sangat mudah
terjadi bilah salah satu atau beberapa orang penghuninya penderita suatu penyakit, karena adanya kontak yang sangat erat antar
penghuninya.
Pada beberapa penelitian sebelumnya ditemukan adanya hubungan adanya hubungan yang bermakna antara kepadatan hunian rumah
dengan kejadian TB Paru, seperti penelitian yang dilakukan oleh Muh. Nawir tahun 1994, salvato dalam Rahardi tahun 2002
demikian juga pada penelitian yang dilakukan oleh parhan di Gorontalo tahun 2004.
4. Tinjauan Umum Tentang Kondisi Rumah
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TBC. Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat
perkembang biakan kuman.Lantai dan dinding yag sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan
sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium tuberculosis ( Dr. Andi, 2007 ).
Adapun Kondisi-kondisi Rumah yang sangat perlu diperhatikan dalam hal pencegahan terjadinya penularan penyakit TB Paru
adalah sebagai berikut :
1. Lantai
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lanai bangunan tersebut harus disesuaikan
dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan perjubelan
(overcrowded). Hal ini tidak sehat, sebab di samping menyebabkan kurangnya konsumsi O2 juga bila salah satu anggota keluarga
terkene penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain. Luas bangunan yang optimum adalah apabila
dapat menyediakan 2,5 ? 3 m2 untuk tiap orang (tiap anggota keluarga).
2. Dinding
Dinding tembok sangat baik, namun disamping mahal tembok sebenarnya kurang cocok untuk daerah tropis, lebih-lebih bila
ventilasinya tidak cukup. Dinding rumah di daerah tropis khususnya di pedesaan lebih baik dinding atau papan. Sebab meskipun
jendela tidak cukup, maka lubang-lubang pada dinding atau papan tersebut dapat merupakan ventilasi, dan dapat menambah
penerangan alamiah.
3. Atap Genteng
Atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Disamping atap genteng cocok untuk daerah tropis,
juga dapat terjangkau oleh masyarakat dan bahkan masyarakat dapat membuatnya sendiri. Namun demikian, banyak masyarakat
pedesaan yang tidak mampu untuk itu, maka atap daun rumbai atau daun kelapa pun dapat dipertahankan. Atap seng ataupun asbes
tidak cocok untuk rumah pedesaan, di samping mahal juga menimbulkan suhu panas didalam rumah.
4. Lain-lain (tiang, kaso dan reng)
Katu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng adalah umum di pedesaan. Menurut pengalaman bahan-bahan ini tahan lama. Tapi
perlu diperhatikan bahwa lubang-lubang bambu merupakan sarang tikus yang baik. Untuk menghindari ini cara memotongnya barus

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 7/13 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 0:25:01 2017 / +0000 GMT

menurut ruas-ruas bambu tersebut, maka lubang pada ujung-ujung bambu yang digunakan untuk kaso tersebut ditutup dengan kayu.
5. Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap
segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan
menyebabkan O2 didalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat.disamping itu
tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara didalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan dari kulit
dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri, patogen (bakteri-bakteri penyebab
penyakit.)
6. Cahaya
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk kedalam
ruangan rumah, terutama cahaya matahari di samping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup
dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya didalam rumah akan menyebabkan silau, dam akhirnya
dapat merusakan mata.
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti
Penyakit tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronik jaringan paru yang disebabkan oleh kuman berbentuk batang yang disebut
Mycobacterium Tuberculosis.
Penularan penyakit ini dapat terjadi secara langsung dari semprotan droplet pada waktu bersin, batuk, meludah, menyanyi atau
berbicara (biasanya pada jarak ? 1 meter), maupun secara tidak langsung melalui dahak penderita yang mengandung Mycobacterium
Tuberculosis yang di buang sembarangan dan tercampur dengan partikel debu dalam kondisi tertentu kuman dihembuskan oleh
angin sehingga terhirup oleh orang lain yang tidak menderita tuberkulosis paru.
Pemberantasan penyakit tuberkulosis paru dapat dilakukan dengan cara memutuskan penularannya. Dengan terputusnya rantai
penularannya berarti akan dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan kejadian tuberkulosis paru. Dengan demikian maka
sumber infeksi dapat dihilangkan. Akan tetapi usaha tersebut tidak semudah kita mengatakannya, karena dalam proses terjadinya
penyakit tuberkulosis paru sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satu diantaranya adalah tingkat sosial ekonomi.
Mengingat penyakit tuberkulosis paru merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia dan belum dilaksanakan pemberantasan
secara menyeluruh maka sangat diperlukan suatu upaya swasembada masyarakat yang dapat mendukung pemberantasan
tuberkulosis paru yaitu peningkatan kesehatan lingkungan, memperlihatkan aspek sosial ekonomi dan perilaku hidup sehat yang
berkaitan dengan terjadinya tuberkulosis .
Terjadinya tuberkulosis paru berhubungan dengan beberapa faktor, yaitu : Pengetahuan, keteraturan minum obat, pekerjaan,
pendapatan, jenis kelamin, kebiasaan merokok, kepadatan hunian.
Secara sistematik uraian variabel yang diteliti berdasarkan tujuan penelitian sebagai berikut :
1. Pengetahuan
Tingkat pengetahuan dalam penelitian ini adalah tingkat pemahaman pasien tentang penyakit TB paru yang mencakup antara lain
pengertian penyakit TB paru, penyebab, gejala utama, cara penularan, pencarian pengobatan pencegahan dan komplikasi TB paru di
Wilayah kerja Puskesmas Wara Utara tahun 2010 yang dinilai dari kemampuan penderita menjawab pertanyaan dalam kuesioner.
2. Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu
paparan partikel debu di daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan kronis udara
yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB Paru.
3. Kepadatan Hunian
Yang dimaksud kepadatan hunian dalam penelitian adalah apabila jumlah luas ruangan atau Luas lantai bangunan rumah harus
cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar
tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu
anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.
4. Kondisi Rumah
salah satu faktor resiko penularan penyakit TBC adalah kondisi Rumah yang tidak sehat. Oleh karena ada beberapa hal yang
mempengaruhi ditinjau dari segi Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman.Lantai dan dinding yag
sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 8/13 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 0:25:01 2017 / +0000 GMT

kuman Mycrobacterium tuberculosis ( Dr. Andi, 2007 ).
B. Pola Pikir Variabel Yang Diteliti
Berdasarkan konsep pemikiran di atas, dikemukakan bagan kerangka konsep dari variabel independen, sebagai berikut :
Bagan Kerangka Konsep
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
Gambar 1. Faktor Yang Hubungan Dengan Kejadian Tuberkulosis
C. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif
1. Tuberkulosis paru
Yang dimaksud dengan tuberkulosis paru dalam penelitian ini adalah pasien yang berdasarkan kartu status dinyatakan menderita
tuberkulosis paru.
Kriteria objektif :
a. Menderita : Bila pasien didiagnosa menurut kartu status menderita tuberkulosis paru BTA (+)
b. Tidak menderita : Bila pasien didiagnosa menurut kartu status menderita tuberkulosis paru BTA (-)
2. Pengetahuan
Tingkat pengetahuan dalam penelitian ini adalah tingkat pemahaman Pasien tentang penyakit TB paru yang mencakup antara lain
pengertian penyakit TB paru, penyebab, gejala utama, cara penularan, pencaharian pengobatan pencegahan komplikasi TB paru di
Wilayah kerja Puskesmas Wara Utara tahun 2011 yang dinilai dari kemampuan penderita menjawab pertanyaan dalam kuesioner.
Kriteria Objektif
Kriteria pengetahuan mengacu pada skala Guttman, yang terdiri dari dua kategori yaitu cukup dan kurang, dimana setiap jawaban
yang benar diberi nilai 1 dan jawaban yang salah diberi 0, sebagai berikut :
Kurang : Bila jawaban pasien < 50 % atas pertanyaan tentang
TB paru yang telah disusun dan diberi skoor.
Cukup : Bila Jawaban pasien ? 50 % atas pertanyaan tentang
TB paru yang telah disusun dan diberi skor.
3. Jenis pekerjaan
Yang dimaksud dengan jenis pekerjaan dalam penelitian ini adalah rutinitas penderita sehari-hari yang dapat menghasilkan (income)
Kriteria Objektif
a. Bekerja : Bila pasien mempunyai pekerjaan dan penghasilan secara ekonomi
b. Tidak Bekerja : Bila pasien mempunyai Tidak mempunyai pekerjaan dan penghasilan secara ekonomi
4. Kepadatan hunian
Yang dimaksud kepadatan hunian dalam penelitian ini adalah perbandingan volume seluruh ruangan dengan penghuninya( tidak
termasuk kamar mandi/AC ) pada rumah pasien di wilayah kerja puskesmas wara utara 2011
Kriteria objektif :
Hunian Padat : Bila volume ruangan pada rumah pasien
< 2,75 M perorang penghuni,sesuai hasil Observasi Hunian tidak dapat : Bila volume ruangan pada rumah pasien lebih ? 2,75 M
perorang penghuni,sesuai hasil Observasi 5. Kondisi rumah kondisi rumah dalam penelitian ini adalah adalah suasana hunian yang
di tempati oleh sipenderita. Kriteria objektif : Memenuhi syarat : apabila kondisi rumah memiliki lantai,
Atap,dinding,ventilasi,pencahayaan yang Memadai. Tidak memenuhi syarat : Apabila tidak memenuhi kriteria diatas. D. Hipotesis
Penelitian Hipotesis alternative ( Ha ) a. Ada hubungan tingkat pengetahuan dengan kejadian TB paru b. Ada hubungan Pekerjaan
dengan kejadian TB paru c. Ada hubungan tingkat Kepadatan hunian dengan kejadian TB paru d. Ada hubungan Kondisi Rumah
dengan kejadian TB paru BAB IV METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah
observasional analitik dengan pendekatan Cross Sectional Study, dimana data yang menyangkut variabel independen dan dependen
diteliti dalam waktu yang bersamaan. B. Lokasi Penelitian Tempat Penelitian ini dilaksanakan diwilaya kerja Puskesmas wara utara
kota palopo C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita TB paru yang berada di
puskesmas wara utara yang berkunjung pada tahun 2011. 2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah semua pasien yang
menderita tuberkulosis paru di wilaya kerja Puskesmas wara utara kota palopo yang berkunjung pada bulan April-juni tahun 2011
yang diambil melalui metode porpossive sampling D. Cara Pengumpulan Data 1. Data primer, diperoleh dengan wawancara
langsung pada pasien dengan menggunakan kuesioner 2. Data sekunder, diperoleh dari instansi terkait 3. Observasi, kondisi rumah

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 9/13 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 0:25:01 2017 / +0000 GMT

dan kepadatan hunian E. Pengolahan dan Penyajian Data Data yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan komputer Program
SPSS, penyajian data dilakukan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. F. Analisa Data Hipotesis yang diuji adalah hipotesis nol
(Ho) dengan derajat kemaknaan (?) 0,05. Uji statistik yang digunakan adalah Chi-Square dengan koreksi Yates untuk tabel 2 x 2.
Tabel 1 Analisis statistik Variabel Independen Variabel Dependen Jumlah Kategori 1 Kategori 2 Kategori 1 Kategori 2 A c B D a +
b c + d a + c b + d a+b+c+d Rumus koreksi Yates¬: Interpretasi Jika X2 hitung lebih besar dari X2 tabel maka Ho ditolak dan Ha
diterima. BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian Penelitian ini dilaksanakan diwilaya kerja
puskesmas wara utara palopo selama 1 bulan sampel sebanyak 18 pasien. Pasien selanjutnya di olah dan dianalisis yang disesuaikan
dengan tujuan penelitian hasil analisis data di sajikan dalam bentuk table yang di lengkapi dengan penjelasan sebagai berikut: 1.
Analisis univariat a. Jenis kelamin Table 5,1 distribus frekuensi jenis kelamin penderita TB paru di wilaya Puskesmas Wara Utaara
Kota Palopo Tahun 2011 Jenis kelamin Frekeunsi Presentase Laki ? laki perempuan 11 7 61.1 38.9 jumlah 18 100 Sumber data
primer 2011 Table 1 menunjukan bahwa penderita TB paru di wilaya kerja pusekesma wara utara kota palopo jenis kelamin
Laki-laki 61.1%, dan jenis kelamin perempuan sebanyak 38.9%. b. Tingkat pengetahuan Table 5,2 distribusi frekuensi tinkat
pengetahuan penderita TB paru diwllaya Puskesmas Wara Utara Kota Palopo Tahun 2011 Tingakat pengetahuan Frekeunsi
Presentase Cukup Kurang 16 2 88.9 11.1 Jumlah 18 100 Sumber data primer 2011 Table 2 menunjukan bahwa pengetahuan TB paru
di wilaya kerja puskesmas wara kota palopo cukup sebanyak 88.9%, dan pengetahuan TB paru kurang sebanyak 11.1% c. Pekerjaan
Table 5,3 distribusi frekuensi jenis pekerjaan penderita TB paru di wilayah Puskesmas Wara Utara Kota Palopo Tahun 2011 Jenis
pekerjaan Frekeunsi Presentase PNS Wirasuasta Sopir Petani IRT 1 11 2 1 3 5.6 61.1 11.1 5.6 16.7 Jumlah 18 100 Sumber data
primer 2011 Table 3 menunjukan bahwa jenis pekerjaan wirasuasta di wilaya kerja puskesmas wara utara kota palopo tertinggi
sebanyak 61.1%dan jenis pekerjaan petani terendah sebanyak 5.6% d. Kepadatan hunian Table 5.4 distribusi frekuensi kepadatan
hunian penderita TB paru di wilaya kerja Puskesmas Wara Utara Kota Palopo Tahun 2011 Kondisi rumah Frekeunsi Presentase
padat tidak padat 12 6 66,7 33,3 Jumlah 18 100 Sumber data primer 2011 Table 5 menunjukan bahwa kepadatan hunian di
puskesmas wara utara kota palopo yang padat sebanyak 66.7%, dan tidak padat 33.3% e. Kondisi rumah Table 5.5 distribusi
frekuensi kondisi rumah penderita TB paru di wilaya kerja Puskesmas Wara Utara Kota Palopo Tahun 2011 Kondisi rumah
Frekeunsi Presentase Tidak memenuhi syarat Memenuhi syarat 13 5 72.2 27.8 Jumlah 18 100 Sumber data primer 2011 Table 5
menunjukan bahwa kondisi rumah di wilaya kerja puskesmas wra utara kota palopo tidak memenuhi syarat sebanyak 72.2%, dan
memenuhi syarat sebanyak 27.8% f. Kejadian TB paru Table 5.6 distribusi frekuensi kejadian penderita TB paru di wilaya kerja
Puskesmas Wara Utara Kota Palopo Tahun 2011 Kejadian TB paru Frekeunsi Presentase TB paru Bukan TB paru 15 3 83.3 16.7
Jumlah 18 100 Sumber data primer 2011 Table 6 menunjukan bahwa kejadian TB paru di wilaya kerja di puskesmas wara utara kota
palopo TB paru sebanyak 83.3% dan bukan penderita TB paru sebanyak 16.7% 2. Analisii bivariat a. Hubungan pengetahuan
dengan kejadian TB paru Table 5.7 hubungan pengetahuan dengan kejadian penderita TB paru di Wilayah Kerja Puskesmas Wara
Utara Kota Palopo Tahun 2011 Pengetahuan Kejadian TB paru jumlah (p) Tb paru Bukan TB paru f % f % Kurang Cukup 2 13 13,3
86,7 0 3 0 100 2 16 0.502 Jumlah 15 100 3 100 18 Sumber data primer 2011 Table 7 menunjukan bahwa dari 16 pasein TB paru
dengan pengetahuan TB Paru terdpat 86.7% yang status bukan penderita TB Paru 100 sedangkan dari 2 pasien TB Paru dengan
pengetahuan TB Paru terdapat 13.3 status bukan pasien 0. Hal ini berdasarkan hasil analisa statistic menunjukan nilai p (0.502) >
0.05 yang berarti tidak ada hubungan pengetahuan dengan TB Paru
b. Hubungan jenis pekerjaan dengan kejadian TB paru
Table 5.8 hubungan jenis pekerjaan dengan kejadian penderita TB paru di wllaya kerja puskesmas wara utaara kota palopo Tahun
2011
Jenis
pekerjaan
Kejadian TB paru Jumlah
(p)
Tb paru Bukan TB paru
f%f%
bekerja
tidak bekerja 14
1 93.3
6.7 0
30
100 14

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 10/13 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 0:25:01 2017 / +0000 GMT

4
0.000
Jumlah 15 100 3 100 18
Sumber data primer 2011
Table 8 menunjukan bahwa 14 penderita TB Paru dengan jenis pekerjaan TB Paru 93.3 status bukan TB Paru 0 sedangkan dari 4
penderita TB Parudengan jenis pekerjaan terdapat 6.7 status bukan penderita TB Paru 100. Hal ini berdasarkan hasil analisa statistic
menunjukan nilai p (0.000) < 0.05 yang berarti ada hubungan pekerjaan dengan TB Paru c. Hubungan kepadatan hunian dengan
kejadian TB paru Table 5.9 hubungan kepadatan hunian dengan kejadian penderita TB paru di wllaya kerja puskesmas wara utaara
kota palopo Tahun 2011 Kepadatan hunian Kejadian TB paru jumlah (p) Tb paru Bukan TB paru f % f % padat tidak padat 10 5
66.7 33.3 2 1 66.7 33.3 12 6 1.000 Jumlah 15 100 3 100 18 Sumber data primer 2011 Table 9 menunjukan bahwa 12 penderita TB
Paru dengan kepadatan hunian penderita 66.7 status bukan TB Paru 66.7 sedangkan dari 6 penderita TB Paru dan kepadatan hunian
terdapat 100 status bukan pasien TB Paru 100. Hal ini berdasarkan hasil analisa statistic menunjukan nilai p (1.000) > 0.05 yang
berarti tidak ada hubungan kepadatan hunian dengan TB Paru
d. Hubungan kondisi rumah dengan kejadian TB paru
Table 5.10 hubungan kondusi rumah dengan kejadian penderita TB paru di wllaya kerja puskesmas wara utaara kota palopo Tahun
2011
Kondisi
rumah
Kejadian TB paru
jumlah
(p)
Tb paru Bukan TB paru
f%f%
Tidak memenuhi syrat
Memenuhi syarat 13
2 86.7
13.3 0
30
100 13
5
0.002
Jumlah 15 100 3 100 18
Sumber data primer 2011
Table 9 menunjukan bahwa 13 penderita TB Paru dengan kondisi rumah penderita 86.7 status bukan penderita TB Paru 0
sedangakan dari 5 penderita TB Paru dengan kondisi rumah terdapat 13.3 status bukan penderita TB Paru 100. Hal ini berdasarkan
hasil analisa statistic menunjukan nilai p (0.002) < 0.05 yang berarti ada hubungan kondisi rumah dengan TB Paru B. Pembahasan 1.
Hubungan pengetahuan dengan kejadian penderita TB paru Menurut Notoadmojo (2003:121) menyatakan bahwa,manusia sebagai
ciptaan Tuhan yang sempurna,dalam memahami alam sekitarnya terjdi proses bertingkat dari pengetahuan,ilmu dan
filsafat.Pengetahuan sendiri merupakan hasil dari tahu manusia dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu
objek tertentu.sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 16
pasein TB paru dengan pengetahuan TB Paru terdapat 86.7% yang status bukan penderita TB Paru 100 sedangkan dari 2 pasien TB
Paru dengan pengetahuan TB Paru terdapat 13.3 status bukan pasien 0. Hasil analisa statistic dengan menguanakan Chi-square
menunjukan nilai p (0.502) > 0.05 yang berarti tidak ada hubungan pengetahuan dengan TB Paru.
Gambaran pengetahuan tentang TB Paru di wilayah kerja puskesmas wara utara kota palopo masih sangat kurang. Khusus bagi
penderita TB Paru pengetahuan tentang TB Paru sudah sangat baik karna setiap penderita yang datang di puskesmas diberikan
penyuluhan kurang lebih selama 1 jam
Hasil peneltian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Maryam M.Nur tahun 2008 yang menyatakan bahwa ada pengaruh
pendidikan terhadap TB Paru.
2. Hubungan jenis pekerjaan dengan kejadian penderita TB paru
Hasil penelitian menunjukan bahwa 14 penderita TB Paru dengan jenis pekerjaan TB Paru 93.3 status bukan TB Paru 0 sedangkan

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 11/13 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 0:25:01 2017 / +0000 GMT

dari 4 penderita TB Parudengan jenis pekerjaan terdapat 6.7 status bukan penderita TB Paru 100.
Hal ini berdasarkan hasil analisis statistic menunjukan nilai p (0.000) < 0.05 yang berarti ada hubungan pekerjaan dengan TB Paru
Penderita TB Paru di wilaya kerja puskesmas wara utara mempunyai pendapatan yang bersumber dari pegawai sipil, sopir dan
wirasuasta. Hasil penelitian yang lain dilakukan Alprida. S Tahun 2009 juga mengemukakan bahwa ada hubungan pekerjaan dengan
TB Paru 3. Hubungan kepadatan hunian dengan kejadian penderita TB paru Hasil penelitian menunjukan bahwa 12 penderita TB
Paru dengan kepadatan hunian penderita 66.7 status bukan TB Paru 66.7 sedangkan dari 6 penderita TB Paru dan kepadatan hunian
terdapat 100 status bukan pasien TB Paru 100. Hasil analisis statistic menunjukan nilai p (1.000) > 0.05 yang berarti tidak ada
hubungan kepadatan hunian dengan TB Paru.
Hasil peneltian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Maryam M.Nur tahun 2008 bahwa tidak hubungan kepadatan hunian dengan
TB Paru.
4. Hubungan kondusi rumah dengan kejadian penderita TB paru
Menunjukan bahwa 13 penderita TB Paru dengan kondisi rumah penderita 86.7 status bukan penderita TB Paru 0 sedangakan dari 5
penderita TB Paru dengan kondisi rumah terdapat 13.3 status bukan penderita TB Paru 100.
Hasil analisa statistic menunjukan nilai p (0.002) < 0.05 yang berarti ada hubungan kondisi rumah dengan TB Paru Penelitian ini
sejalan dengan penelitian Alprida.S tahun 2009 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Tidak ada hubungan
pengetahuan dengan TB Paru dengan hasil analisa statistic uji Chi-Square menunjukan nilai p (0.502) > 0.05
2. Ada hubungan pekerjaan dengan TB Paru dengan hasil analisa statistic uji Chi-Square menunjukan nilai p (0.000) > 0.05
3. Tidak ada hubungan kepadatan hunian dengan TB Paru dengan hasil analisa statistic uji Chi-Square menunjukan nilai p (1.000) >
0.05
4. Ada hubungan kondisi rumah dengan TB paru dengan hasil analisa statistic uji Chi-Square menunjukan nilai p (0.002) > 0.05
5. Lama penelitian april ? juni tahun 2011
B. Saran
1. Kepada puskesmas agar kiranya memberikan penyuluhan kepada masyarakat di wilaya kerjanya sebagai usaha preventif terhadap
penyakit TB Paru
2. Kepada penderita TB Paru agar mengurangi aktivitas untuk mengurangi terjadinya TB Paru lebih para dan juga menghindari
kontak lebih dekat kepada keluarga dan orang lain untuk mengindari penularan.
3. Kepada pembaca dan semua masyarakat agar memperbaiki kondisi rumah. Berdasarkan teori sinar ultra violet dapat membunuh
kuman TB Paru, oleh karna itu disarankan agar setiap rumah mempunyai ventilasi

Dokumen yang terkait

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT CHIKUNGUNYA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Chikungunya Di Wilayah Kerja Puskesmas Jaten Kabupaten Karanganyar.

0 2 17

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KUSTA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUNAN Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kusta Di Wilayah Kerja Puskesmas Kabunan Kabupaten Pemalang.

0 1 16

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KUSTA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUNAN Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kusta Di Wilayah Kerja Puskesmas Kabunan Kabupaten Pemalang.

0 1 14

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PADA USIA KERJA DI Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Tuberkulosis Pada Usia Kerja Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo.

0 2 16

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PADA USIA KERJA DI Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Tuberkulosis Pada Usia Kerja Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo.

0 1 19

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ANDALAS TAHUN 2013.

0 6 8

Faktor Lingkungan Rumah yang Berhubungan dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Bandarharjo Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang Tahun 2011,.

0 0 1

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WARA UTARA KOTA PALOPO | Karya Tulis Ilmiah

7 25 46

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MACCINI SAWAH KOTA MAKASSAR TAHUN 2012

0 0 79

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESEMBUHAN PENDERITA TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JATILAWANG

0 2 17