Reduksi Harmonisa Dengan Menggunakan Filter Pasif Single Tune dan Filter Matrix (Studi Kasus Pada Industri Pengolahan Plastik)

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1

Industri Pengolahan Pastik
PT. Guna Kemas Indah merupakan suatu perusahaan swasta yang bergerak

dibidang industri kemasan plastik (Thermorforming & Metalizing), yang berdiri pada
tanggal 29 maret 1988. Kantor pusat PT Guna Kemas Indah berkedudukan Jalan Pluit
Raya Selatan No.11 A-B, Jakarta Utara, Indonesia. PT. Guna Kemas Indah memiliki
pabrik yang berada di daerah Cikupa Tigaraksa, Tangerang. Pada awal berdirinya PT
Guna Kemas Indah hanya untuk memenuhi permintaan pasar di Pulau Jawa dan saat
ini sudah berkembang pesat menjadi suatu perusahaan industri plastik yang besar
dimana mempunyai beberapa cabang di Indonesia salah satunya adalah di kota
Medan, Sumatera Utara.
PT Guna Kemas Indah Cabang Medan didirikan pada tanggal 29 Maret 2008
di atas tanah seluas 1,25 Ha yang terletak di Jalan Industri No 11 Tanjung Merawa,
Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara. PT Guna Kemas Indah
memproduksi jenis-jenis cup plastik dan printing untuk proses thermoforming
sementara untuk produk loly dari proses injection molding dalam berbagai jenis

ukuran, bentuk, dan warna yang beraneka ragam sesuai permintaan pasar dan pesanan
pelanggan. Produk yang dihasilkan diberi label merk Teh Sisri, Aqua, Sindodes,
Mangga Jeruk, Joli dan lain-lain.

9
Universitas Sumatera Utara

10

Menurut UU No. 30/2007 tentang energi dan PP No. 70/2009 tentang
konservasi energi, definisi konservasi energi adalah upaya sistematis, terencana, dan
terpadu guna melestarikan sumber daya energi dalam negeri serta meningkatkan
efisiensi pemanfaatannya. Sedangkan efisiensi energi bisa diartikan sebagai upaya
mengurangi konsumsi energi yang dibutuhkan dalam menghasilkan suatu jenis
produk maupun jasa tanpa mengurangi kualitas dari produk dan jasa yang dihasilkan.
Efisiensi energi lebih ditekankan kepada Demand Side Management (DSM). Di
masyarakat umum kadang efisiensi energi diartikan juga sebagai penghematan energi
[9].
Menggunakan energi secara efisien bukan berarti pengguna energi haris
mengorbankan kenyamanan misalnya membaca buku diruangan gelap untuk

menghemat lampu atau mematikan seluruh AC di gedung demi menghemat biaya
listrik. Keberhasilan penggunaan energi secara efisien sangat dipengaruhi oleh
prilaku, kebiasaan, kedisiplinan dan kesadaran akan hemat energi; melakukan
perawatan dan perbaikan pada alat-alat pengkonsumsi energi menggunakan teknologi
yang efisien energi; mengaplikasikan teknologi proses produksi di industri yang
hemat energi dan lain-lain [9].
Seiring pertumbuhan ekonomi yang pesat serta bertambahnya gedung-gedung
di Indonesia, penerapan efisiensi energi di gedung-gedung yang sesuai Standar
Nasional Indonesia menjadi hal yang sangat penting. Pada umumnya, gedung di
negara tropis seperti Indonesia paling banyak menggunakan energi untuk system tata
udara (45-70%), sistem tata cahaya (10-20%), lift dan escalator (2-7%) serta alat-alat

Universitas Sumatera Utara

11

kantor dan elektronik (2-10%). Gedung yang boros energi bukan hanya mahal biaya
operasionalnya namun juga menghasilkan emisi gas rumah kaca yang merusak
lingkungan [9].
Beberapa langkah utama untuk meningkatkan efisiensi energi di gedung

adalah [9] :
1.

Peningkatan Performa Gedung
Upaya peningkatan performa gedung (performance upgrade) bertujuan
untuk mengidentifikasi secara keseluruhan masalah-masalah efisiensi energi,
tingkat kenyamanan dan produktifitas gedung lalu memperbaikinya.
Peningkatan performa gedung difokuskan pada perbaikan sistem dalam
gedung (sistem tata udara dan tata cahaya), operasional dan pemeliharaan
gedung.

2.

Retrofitting Gedung
Retrofitting merupakan proses merombak ulang sebuah bangunan, atau
sebagian dari bangunan, yang telah dibangun, guna memaksimalkan
performa gedung. Proses ini meliputi analisa kondisi gedung saat ini dan
implementasi solusi-solusi yang memungkinkan gedung untuk beroperasi
secara maksimal. Proses retrofitting meliputi beberapa pendekatan
terintegrasi yang terdiri dari ilmu-ilmu yang berbeda seperti arsitektur,

desain interior, mekanikan elektrikal, teknik bangunan dan keahlian lainnya.

Universitas Sumatera Utara

12

3.

Penggunaan Sistem, Peralatan dan Produk Hemat Energi
Agar hemat energi, gedung harus memiliki sistem operasional dan peralatan
yang juga hemat energi misalnya sistem HVAC (Heating, Ventilating and
Air Conditioning) yang efisien, pencahayaan alami yang maksimal serta
peralatan yang hemat energi.

Usaha untuk meningkatkan efisiensi energi listrik diantaranya dengan meningkatkan
faktor daya listrik. Faktor daya listrik rendah pada umumnya terjadi pada beban
induktif yaitu: motor induksi, lamput TL, lampu mercury, las listrik, transformator
dan sebagainya. Jika terjadi faktor daya rendah (pf < 0.9) maka tentunya akan
meningkatkan rugi daya, rugi tegangan, biaya, dan menurunkan efisiensi sistem serta
daya yang tersedia tidak dapat digunakan secara optimal.

Untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan peningkatan faktor daya
listrik dengan menggunakan peralatan listrik yang memiliki faktor daya listrik relatif
tinggi atau memperbaiki faktor daya listrik. Pada suatu jaringan listrik yang sudah
terlanjur memiliki faktor daya listrik rendah agar dapat menjadi tinggi, maka perlu
dilakukan perbaikan faktor daya. Hal inilah yang seharusnya disadari oleh
masyarakat, bahwa daya semu dapat ditekan penggunaannya, dengan memperbaiki
faktor daya, memperkecil nilai daya reaktif, sehingga diharapkan daya aktif sama
besarnya dengan daya semu yang digunakan atau dapat dikatakan mengupayakan
faktor daya mendekati angka 1.

Universitas Sumatera Utara

13

2.2

Faktor Daya
Faktor daya didefinisikan sebagai perbandingan antara daya aktif (P) dengan

daya semu (VI). Faktor daya menjadi pembanding antara baik buruknya kualitas daya

listrik. Untuk menentukan kebutuhan akan daya reaktif dapat digambarkan dalam
bentuk segitiga daya pada Gambar 2.1 berikut.

P (Watt)

Q2

S2 (VA)

Q1

S1 (VA)

Q (VAr)
Gambar 2.1 Segitiga Daya untuk Kebutuhan Daya Reaktif

Faktor daya pada umumnya dinyatakan dalam bentuk cos φ yang besarnya pada
Persamaan (2.1).



…………..............………………… (2.1)

Dimana:
cos φ : Faktor daya
P

: Daya aktif (Watt)

S

: Daya semu (VA)

Universitas Sumatera Utara

14

Untuk menentukan besaran daya semu (VA) pada Persamaan (2.2)
S = V . I ………………………….................................…….. (2.2)

Daya Aktif (Watt) pada Persamaan (2.3)

P = V . I . cos φ …………………..........................………… (2.3)

Daya Reaktif (VAR) pada Persamaan (2.4)
Q = V. I. sin φ ……………………..........................……….. (2.4)

Kebutuhan akan daya reaktif dapat dihitung untuk pemasangan kapasitor
memperbaiki faktor daya beban. Pada umumnya komponen daya aktif (P) konstan,
sedangkan daya semu (S) dan daya reaktif (Q) berubah sesuai dengan faktor daya
beban dapat dilihat pada Persamaan (2.5).

Daya reaktif (Q) = Daya aktif (P) x tan φ ………………. (2.5)

Dengan memperhatikan vektor segitiga daya pada Gambar 2.1 maka;

Daya reaktif pada PF awal yaitu pada Persamaan (2.6)
Q1 = p x tan φ1 ………………………...................……… (2.6)

Universitas Sumatera Utara

15


Daya reaktif pada PF diperbaiki yaitu pada Persamaan (2.7)
Q2 = P x tan φ2 ……………………………...................... (2.7)

Sehingga rating kapasitor yang diperlukan untuk memperbaiki faktor daya adalah
ΔQ = Q1 – Q2 atau pada Persamaan (2.8)
ΔQ = P (tan Q1 – tan Q2) ………..................……………. (2.8)

Terdapat perbedaan antara faktor daya pada kondisi gelombang terdistorsi
haarmonisa dan tidak terdistorsi harmonisa. Gelombang yang tidak terdistorsi
harmonisa akan berbentuk sinusoidal artinya dalam perhitungan faktor daya tidak
melibatkan frekuensi harmonisa baik pada gelombang tegangan maupun gelombang
arus. Sebaliknya gelombang tidak sinusoidal dalam bentuk keadaan terdistorsi maka
perhitungan faktor daya melibatkan frekuensi harmonisa pada gelombang tegangan
dan gelombang arus [10].
Peralatan ukur kualitas daya sekarang ini umumnya sudah dapat mendeteksi
displacement dan true power factor. Peralatan pembangkit harmonisa seperti
switching power supplies dan PWM memiliki displacement power factor mendekati
nilai 1 (satu), tetapi true power factor hanya bernilai 0,5 sampai 0,6.


Universitas Sumatera Utara

16

2.2.1

Faktor Daya Tanpa Harmonisa
Pada gelombang arus sinusoidal

atau gelombang tidak mengandung

harmonisa terdapat sudut phasa antara tegangan dan arus. Pada frekuensi
fundamental nilai faktor daya dapat juga diketahui dengan

menentukan

nilai

cosinus dari sudut phasanya atau perbandingan antara daya aktif dan daya
semu seperti terlihat pada Gambar 2.2 [11].


Gambar 2.2 Sudut Phasa Gelombang Tegangan dan Arus

Displacement Power Faktor (DPF) dari vektor segitiga daya merupakan perbandingan
antara daya aktif dan daya semu pada frekuensi fundamental yaitu Persamaan (2.9).

��

..............……………(2.9)

Dimana:
DPF

: Displacement power factor.

V1RMS

: Tegangan RMS pada frekuensi fundamental (Volt)

I1RMS

: Arus RMS pada frekuensi fundamental (Ampere).

Universitas Sumatera Utara

17

2.2.2

Faktor Daya Dengan Harmonisa
Pada kondisi gelombang arus tidak sinusoidal atau dalam kondisi

mengandung harmonisa, faktor daya tidak dapat dikatakan sebagai nilai cosinus dari
sudut phasanya seperti terlihat pada Gambar 2.3. Faktor daya kondisi gelombang
sinusoidal merupakan faktor daya dengan perhitungan akan melibatkan frekuensi
harmonisa pada gelombang tegangan dan gelombang arus. True Power Factor
merupakan perhitungan faktor daya yang terkait dengan jumlah daya aktif pada
frekuensi fundamental dan frekuensi harmonisa.

Gambar 2.3 Sudut Phasa Gelombang Tegangan dan Arus Kondisi Hamonisa [12]

True Power Factor (TPF) merupakan ratio perbandingan antara total jumlah daya
aktif (Pavg) pada semua frekuensi terhadap daya semu yaitu pada Persamaan (2.10).



Dimana:
TPF
THDI
DPF



...............................……..……………..(2.10)

: True power factor
: Total Harmonic Distortion untuk arus
: Displacement power factor.

Universitas Sumatera Utara

18

2.3

Harmonisa
Saat ini sebagian besar pemakaian beban listrik di masyarakat hampir 90%

memakai beban elektronika atau beban non linier.Pemakaian beban elektronika
diantaranya lampu penerangan hemat energi, TV, radio-tape, komputer, printer,
charger, pendingin ruangan inverter dan receiver. Beban non linier lain berupa
pemanas air, setrika dan pemasak nasi. Untuk pengkondisi udara jenis konvensional
dengan THD sebesar 0,39% dan faktor daya 0,99 dan untuk jenis pengkondisi udara
menggunakan inverter dengan THD 114,14 % dengan faktor daya 0,59 [13].
Dimana inverter adalah beban non linier yang merupakan komponen atau
peralatan listrik pembangkit harmonisa. Pengaruh yang ditimbulkan dari pemakaian
beban non linier tersebut yang mengakibatkan terdistorsinya gelombang tegangan
atau arus sumber daya listrik. Sehingga akan penurunan kualitas daya listrik yang
mengakibatkan pemanasan yang berlebihan pada penghantar, penurunan faktor daya,
terjadi resonansi jika pemasangan kapasitor, meningkatnya distorsi tegangan input,
kegagalan fungsi dari peralatan elektronik yang sensitif, menurunkan efisiensi dan
pemborosan energi listrik. Oleh karena itu, harmonisa yang ditimbulkan oleh beban
non linier perlu direduksi agar efek buruk tidak terjadi, dan tidak mengganggu kinerja
peralatan lain yang tersambung pada sumber yang sama. Pencegahan ini dapat
dilakukan dengan menggunakan filter harmonisa. Filter harmonisa selain untuk
meredam harmonisa juga untuk memperbaiki faktor daya.
Harmonisa merupakan pengoperasian listrik dari beban non linier sehingga
terbentuklah gelombang frekuensi tinggi yang merupakan kelipatan dari frekuensi

Universitas Sumatera Utara

19

dasar 50 Hz atau 60 Hz, sehingga bentuk gelombang arus maupun tegangan yang
idealnya adalah sinusoidal murni akan menjadi cacat, seperti terlihat pada Gambar
2.4 [2].

A

t

Gambar 2.4. Gelombang Sinusoidal dan Terditorsi

Harmonisa berdasarkan dari urutan ordenya adalah harmonisa ke 3,5,7,9,11 dan
seterusnya, seperti pada Gambar 2.5 [14].

Gambar 2.5 Urutan Orde Harmonisa

Universitas Sumatera Utara

20

Distorsi harmonisa dapat menimbulkan efek berbeda-beda yang terhubung
dengan jaringan listrik terutama karekteristik beban listrik itu sendiri. Harmonisa
juga dapat menyebabkan pemanasan yang lebih tinggi pada konduktor, trafo, ataupun
komponen listrik lainnya. Pemanasan yang berlebih dapat menurunkan daya tahan
komponen sehingga bisa menyebabkan kerusakan apabila harmonisa yang timbulkan
cukup besar.
Untuk menentukan besar total harmonic distortion (THD) dapat dilihat dari
perumusan analisa deret fourier, untuk tegangan dan arus dalam fungsi waktu seperti
pada Persamaan (2.11) dan (2.12) [2].

















……..………… (2.11)
………....……… (2.12)

Dimana:
v(t) = Tegangan dalam fungsi waktu (Volt)
i(t) = Arus dalam fungsi waktu (Ampere)
I0 = Arus sesaat (Ampere)
In = Arus Maksimum ke-n (Ampere)
V0 = Tegangan Sesaat (Volt)
Vn = Tegangan Maksimum ke-n (Volt)

Banyaknya penggunaan beban tidak linier pada sistem tenaga listrik membuat
arus menjadi sangat terdistorsi dengan persentase harmonisa arus, Tingginya
persentase kandungan harmonisa arus total harmonic distortion atau disingkat dengan
THD pada suatu sistem tenaga listrik dapat menyebabkan timbulnya beberapa

Universitas Sumatera Utara

21

persoalan harmonisa yang serius pada sistem listrik, menimbulkan berbagai macam
kerusakan pada peralatan listrik yang rentan dan menyebabkan penggunaan energi
listrik menjadi buruk [15, 16].
Distorsi harmonisa total disebut dengan Total Harmonic Distortion (THD)
adalah indeks yang menunjukkan total harmonisa dari gelombang tegangan atau arus
yang mengandung komponen individual harmonisa, yang dinyatakan dalam persen
terhadap komponen fundamentalnya [14]. THD untuk gelombang tegangan
dinyatakan dengan Persamaan (2.13):
√∑

…………….....….…(2.13)

Dimana :
THDv : Total Harmonisa distortion tegangan [ % ]
V1

: Tegangan fundamental

Vn

:Tegangan harmonisa ke n

n

: Orde harmonisa

THD untuk gelombang arus dinyatakan dengan Persamaan (2.14):
√∑

………….……….…..(2.14)

Dimana :
THDI : Total harmonisa distortion arus [ % ]
I1

: Arus fundamental

In

: Arus harmonisa ke n

n

: Orde Harmonisa

Universitas Sumatera Utara

22

Besar Individual Harmonic Distorsion (IHD) untuk tegangan dan arus dapat
dilihat pada Persamaan (2.15) dan (2.16).




2.4
















………………..…………. (2.15)

………………………....…. (2.16)

Harmonisa Pada Beban Non Linier

Beban non linier memberikan bentuk gelombang keluaran arus yang tidak
sebanding dengan tegangan dasar, sehingga gelombang arus maupun tegangan tidak
sama dengan gelombang masukannya, hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Arus Magnetisasi Non Linier Saturasi pada Saat Transformator Bekerja

Universitas Sumatera Utara

23

Harmonisa diproduksi oleh beberapa beban non linier atau alat yang
mengakibatkan arus tidak sinusoidal. Untuk menentukan besar Total Harmonic
Distortion (THD) dari perumusan analisa deret Fourier untuk tegangan dan arus
dalam fungsi waktu yaitu pada Persamaan (2.17) [17].
f(t) =
Dimana :
h

+∑

.….……......….(2.17)

+

: Orde harmonisa
: , frekuensi radial komponen fundamental
: ∫

dan

merupakan koefisien dari deret Fourier dengan Persamaan (2.18) dan

(2.19).

=





cos (

t) dt ……….…...…....…….(2.18)

sin (

t) dt.……………....…..……(2.19)

Karena arus berbentuk gelombang bolak-balik yang simetris, maka gelombang
tersebut memiliki fungsi ganjil, maka gelombang tersebut memiliki fungsi ganjil jika
f (t) = - f (-t), maka fungsi f (t) memiliki koefisien Persamaan (2.20) dan (2.21):
= 1……………..…………......................….………..(2.20)
=





) …...........……….……….(2.21)

Universitas Sumatera Utara

24

Sehingga deret Fourier dapat dituliskan pada Persamaan (2.22).

f(t) =

+

sin(

t+

)+…+

sin(

t) +

....(2.22)

Dimana :
: Komponen DC
: Nilai maksimum dari komponen fundamental
: Nilai maksimum dari komponen harmonisa orde-h
: Sudut agular komponem fundamental


: Konstanta (3,14)

Sedangkan analisa deret Fourier untuk tegangan dan arus dalam fungsi waktu
dengan Persamaan (2.23) dan (2.24) sebagai berikut:

v(t) =
Dimana :

+∑

)…....….…………....(2.23)

: Komponen DC dari gelombang tegangan (Volt)
: Sudut phasa komponen harmonic ke-n


Dimana :


: Nilai rms harmonik tegangan dari komponen ke-n

i(t) = � +∑

� cos (n

+

)……….….......……….(2.24)

: Arus DC (Ampere)

Universitas Sumatera Utara

25

Tegangan dan arus rms dari gelombang sinusoidal yaitu nilai puncak
gelombang dibagi √

dan secara deret Fourier untuk tegangan dan arus pada

Persamaan (2.25) dan (2.26):
v(t) = � + ∑

√ � Sin (

i(t) = � + ∑

√ � Sin

t+

t+

)……….........(2.25)

)……..………..(2.26)

Bagian DC (� dan � ) biasanya diabaikan untuk menyederhanakan perhitungan,
sedangkan �

dan �

adalah nilai RMS untuk harmonisa orde ke-n pada masing-

masing tegangan dan arus, maka nilai RMS dalam satu periode bentuk gelombang
sinusoidal murni dengan periode T didefenisikan pada Persamaan (2.27):
V(t) = � Sin
Nilai RMS tegangan (�



…………………..............................…..(2.27)

) pada Persamaan (2.28):

√ ∫ [�

]

………….............………...(2.28)

Dengan memasukkan Persamaan (2.27) ke dalam Persamaan (2.28), maka nilai RMS
tegangan pada Persamaan (2.29).



=√

=



………….…......................………….(2.29)

Universitas Sumatera Utara

26

Dengan cara yang sama diperoleh nilai RMS untuk arus pada Persamaan (2.30)
…………..............................……………(2.30)

I(t) = � Sin

Nilai RMS arus (IRMS) pada Persamaan (2.31).



=√

..………….…...............................………….(2.31)

Sehingga di dapat Persamaan (2.32).



=



……………..................................……………(2.32)

Dimana � dan � harga maksimum dari gelombang sinusoidal.

2.5

Standar Harmonisa IEEE 519-1992
Konsep harmonisa dengan simulasi pada Gambar 2.7, menjelaskan secara

visual agar lebih memahami proses distorsi gelombang sinusoidal menjadi non
sinusoidal yang diakibatkan oleh beban non linier [18].

Universitas Sumatera Utara

27

Gambar 2.7 Bentuk Gelombang Tegangan Distorsi dengan Beban Non Linier

Dalam Gambar 2.7 disimulasikan sebuah sistem dengan beban non linier yang
dapat diubah-ubah dayanya, dengan mengubah impedansi jaringan resistif (R) dan
induktif (L). Besar daya beban non linier yang menarik arus dari sumber melalui
impedansi jaringan sangat mempengaruhi distorsi gelombang tegangannya.
Pengukuran distorsi harmonik dilakukan pada titik PCC (Point of Common Coupling)
pada rel PCC sekunder transformator, selama periode dimana dampak permintaan
pelanggan maksimum, biasanya 15 sampai 30 menit seperti yang disarankan dalam
Standar IEEE 519-1992. Sumber daya yang kecil dengan permintaan relatif besar
akan cenderung menunjukkan distorsi gelombang yang lebih besar. Sumber yang
tetap untuk beroperasi pada arus permintaan rendah akan menunjukkan penurunan
distorsi gelombang. Batasan standar harmonisa tegangan IEEE 519-1992 yang
digunakan sebagai parameter batasan dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut.

Universitas Sumatera Utara

28

Tabel 2.1 Standar Harmonisa Tegangan IEEE 519-1992
Tegangan Bus
Pada PCC

Distorsi Tegangan
Individu (%)

Total Distorsi
Tegangan (%)

V ≤ 69 kV

3.0

1.5

69 kV < V ≤ 161 kV

1.0

5.0

V > 161 kV

2.5

1.5

Standar Harmonisa Arus sesuai IEEE 519-1992 dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Standar Harmonisa Arus IEEE 519-1992
Distorsi arus harmonisa maksimum dalam % dari
Isc/IL

< 11

11 ≤ h < 17

17 ≤ h < 23

23 ≤ h < 3

H ≥ 35

TDD

0.6
1.0
1.5
2.0
2.5

0.3
0.5
0.7
1.0
1.4

5.0
8.0
12.0
15.0
20.0

0.3
0.5
0.75
1.0
1.25

0.15
0.25
0.35
0.5
0.7

2.5
4.0
6.0
7.5
10.0

0.3
0.45

0.15
0.22

2.5
3.75

69 kV V
< 20
20 50
50 100
100 1000
1000

4.0
7.0
10.0
12.0
15.0

2.0
3.5
4.5
5.5
7.0

1.5
2.5
4.0
5.0
6.0
69 kV V 161kV

20
50 100
1000

2.0
3.5
5.0
6.0
7.0

1.0
1.75
2.25
2.75
3.5

0.75
1.25
2.0
2.5
3.0
V

2.0
3.5

1.0
1.75



0.75
1.25

Universitas Sumatera Utara

29

Dimana:
ISC : Arus maksimum hubung singkat pada Point of Common Coupling
(PCC).
IL

: Arus beban maksimum (komponen fundamental) pada PCC, semua
peralatan pembangkitan ditetapkan pada nilai ini, untuk berapapun
nilai Isc/IL sebenarnya.

TDD :Total demand distorsion adalah kandungan ratio harga RMS arus
harmonisa terhadap arus beban maksimum.

2.6

Reduksi Harmonisa
Banyak penelitian teknologi yang sudah dikembangkan untuk meredam

harmonisa yang sekaligus memperbaiki faktor daya sistem. Teknologi yang sudah
dikembangkan misalnya filter pasif dan filter aktif untuk meredam harmonisa dan
perbaikan faktor daya tersebut. Jenis filter pasif yang dikenal saat ini misalnya filter
single tune, second order, third order, C-type damped, dan D-type damped. Banyak
keunggulan dan kekurangan dari pemakaian jenis filter tersebut, dan hasil yang
diperoleh semua mengacu pada IEEE 519-1992, dimana nilai THD tidak boleh
melebihi 5%.
Pada dokumen IEEE 519-1992 menggambarkan bentuk gelombang yang
terdistorsi, dimana jumlah tegangan atau arus pada frekuensi fundamental dan
frekuensi ordo ke (n), yang disebabkan oleh peralatan elektronika atau beban non
linier [12]. Keberadaan Total Harmonic Distortion (THD) yang tinggi dan faktor daya
yang rendah dapat menambah pembebanan pemakaian daya listrik. Keberadaan

Universitas Sumatera Utara

30

harmonisa pada kualitas daya sudah ditentukan batas yang diijinkan, sesuai standar
internasional yaitu IEEE-519-1992 dan IEC 61000. Besar batasan THD yang
diizinkan tegangan harmonisa yaitu THD tegangan individu 3%, danTHD arus 5%
[19].
Dampak buruk yang ditimbulkan oleh harmonisa tinggi dan faktor daya
rendah yaitu [20]:
a. Pemakaian arus listrik semakin besar.
b. Kegagalan Kapasitor karena terjadi resonansi dan mengakibatkan
pembesaran amplitude harmonisa.
c. Besarnya rugi-rugi daya dan jatuh tegangan di jaringan.
d. Terjadi pemanasan pada penghantar sehingga memungkinkan terjadi
hubung singkat karena bertambahnya arus pusar, dan efek kulit.
e. Harmonisa dapat menimbulkan puratan piringan kWh meter akan lebih
cepat atau terjadi kesalahan ukur kWh meter.
f. Pemutus beban (MCB) dapat bekerja dibawah arus pengenalnya atau
mungkin tidak bekerja pada arus pengenal.

Harmonisa diproduksi oleh beberapa beban non linier atau alat yang
mengakibatkan arus non sinusoidal. Untuk menentukan besar Total Harmonic
Distortion (THD) dari perumusan analisa deret fourier untuk tegangan dan arus dalam
fungsi waktu [21], yaitu terlihat pada Persamaan (2.33) dan (2.34).

Universitas Sumatera Utara

31





Dimana :





……….……........ (2.33)



…………..……… (2.34)

v(t) = Tegangan dalam fungsi waktu (Volt)
i(t) = Arus dalam fungsi waktu (Ampere)
I0 = Arus sesaat (Ampere)
In = Arus Maksimum ke-n (Ampere)
V0 = Tegangan Sesaat (Volt)
Vn = Tegangan Maksimum ke-n (Volt)

Tegangan dan arus RMS dari gelombang sinusoidal yaitu nilai puncak gelombang
dibagi √2 dan secara deret fourier untuk tegangan dan arus yaitu pada Persamaan
(2.35) dan (2.36).








√∑
√∑




…………………….....……. (2.35)
……………………….....….. (2.36)

Pada umumnya untuk mengukur besar harmonisa yang disebut dengan Total
Harmonic Distortion (THD). Untuk THD tegangan dan arus didefenisikan sebagai
nilai RMS harmonisa urutan diatas frekuensi fundamental dibagi dengan nilai RMS
pada frekuensi fundamental dan tegangan dc diabaikan. Besar Total Harmonic
Distortion (THD) untuk tegangan dan arus [22], terlihat pada Persamaan (2.37) dan
(2.38).

Universitas Sumatera Utara

32

√∑

√∑









√∑

………….....………. (2.37)

√∑

………………..……… (2.38)

Arus RMS terhadap THDi dapat dilihat pada Persamaan (3.39).

2.7





……………………........….. (2.39)

Filter Pasif Single Tuned

2.7.1 Karakteristik Filter Pasif Single Tuned
Filter adalah suatu rangkaian yang dipergunakan untuk membuang tegangan
output pada frekwensi tertentu. Pada dasarnya filter dapat dikelompokkan
berdasarkan response (tanggapan) frekuensinya yaitu:
1. Band- Pass Filter.
2. High-Pass Filter.
3. Double Band-Pass Filter.
4. Composite.
Untuk membuat filter sering kali dihindari penggunaan induktor, terutama karena
ukurannya yang besar. Sehingga secara umum filter pasif hanya memanfaatkan
komponen R dan C.
Penggunaan filter pasif merupakan metode penyelesaian yang efektif dan
ekonomis untuk masalah harmonisa. Filter pasif sebagian besar didesain untuk

Universitas Sumatera Utara

33

memberikan bagian khusus untuk mengalihkan arus harmonisa yang tidak diinginkan
dalam sistem tenaga. Filter pasif banyak digunakan untuk mengkompensasi kerugian
daya reaktif akibat adanya harmonisa pada sistem tenaga. Rangkaian filter pasif
terdiri dari komponen R, L, dan C terlihat pada Gambar 2.8. Komponen utama yang
terdapat pada filter pasif adalah kapasitor dan induktor. Kapasitor dihubungkan seri
atau paralel untuk memperoleh sebuah total rating tegangan dan KVAr yang
diinginkan. Sedangkan induktor digunakan dalam rangkaian filter dirancang mampu
menahan selubung frekuensi tinggi yaitu efek kulit (skin effect) [22].

Arus

Beban

Filter
Pasif

Gambar 2.8 Rangkaian Filter Pasif

Ada beberapa jenis filter pasif yang umum beserta konfigurasi dan
impedansinya seperti pada Gambar 2.9 Filter Pasif Single Tuned adalah yang paling
umum digunakan. Dua buah filter single tuned akan memiliki karakteristik yang
mirip dengan filter double band-pass [23].

Universitas Sumatera Utara

34

Gambar 2.9 Jenis-jenis Filter Pasif

2.7.2

Perancangan Filter Pasif Single Tuned
Tipe filter pasif yang paling umum digunakan adalah single tuned filter. Filter

umum ini biasa digunakan pada tegangan rendah. Rangkaian filter ini mempunyai
impedansi yang rendah. Sebelum merancang suatu filter pasif, maka perlu diketahui
besarnya kebutuhan daya reaktif pada sistem. Daya reaktif sistem ini diperlukan
untuk menghitung besarnya nilai kapasitor yang diperlukan untuk memperbaiki
sistem tersebut.
Filter pasif single tuned adalah filter yang terdiri dari komponen-komponen
Resistor (R), Induktor (L) dan Kapasitor (C) yang terhubung secara seri ditunjukkan
pada Gambar 2.10. Filter pasif single tuned akan mempunyai impedansi yang kecil
pada frekuensi resonansi sehingga arus yang memiliki frekwensi yang sama dengan
frekwensi resonansi akan dibelokkan melalui filter. Untuk mengatasi harmonisa di

Universitas Sumatera Utara

35

dalam sistem tenaga listrik industri yang paling banyak digunakan adalah filter pasif
single tuned [24].

Gambar 2.10 Filter Pasif Single Tuned

Sebuah filter single tuned dapat mengurangi harmonisa tegangan (THDv) dan
harmonisa arus (THDi) sampai dengan 10-30%. Besarnya tahanan R dari induktor
dapat ditentukan oleh faktor kualitas dari induktor. Faktor kualitas (Q) adalah kualitas
listrik suatu induktor, secara matematis Q adalah perbandingan nilai reaktansi
induktif atau reaktansi kapasitif dengan tahanan R. Semakin besar nilai Q yang dipilih
maka semakin kecil nilai R dan semakin bagus kualitas dari filter dimana energi yang
dikonsumsi oleh filter akan semakin kecil, artinya rugi-rugi panas filter adalah kecil,
nilai faktor kualitas berkisar antara: 30 < Q < 100 [14].
Langkah – langkah menghitung filter pasif single tuned adalah sebagai berikut:
a. Menentukan ukuran kapasitas kapasitor (Qc) berdasarkan kebutuhan daya
reaktif untuk perbaikan faktor daya, ditunjukkan pada Persamaan (2.40)
[24].

Universitas Sumatera Utara

36

Qc = P{tan(cos-1pf1) - tan(cos-1pf2)}..................................(2.40)
Dimana :
P = Beban (kW)
pf1 = Faktor daya mula – mula diperbaiki
pf2 = faktor daya setelah diperbaiki
b. Menentukan reaktansi kapasitor (Xc), ditunjukkan pada Persamaan (2.41)
............................................................................ (2.41)
Dimana :
Xc = Reaktansi kapasitif (Ω)
V = Tegangan (Volt)
Qc = daya reaktif (VAR)

c. Menentukan Kapasitansi dari Kapasitor (C), ditunjukkan pada Persamaan
(2.42).
................................................................... (2.42)
Dimana :
C = Kapasitansi kapasitor (Farad)
= frekwensi fundamental (Hz)

d. Menentukan Reaktansi Induktif dari induktor (XL ), ditunjukkan pada
Persamaan (2.43).

Universitas Sumatera Utara

37

…...................................................................... (2.43)
Dimana :
hn = Harmonisa ordo ke n
XL = Reaktansi Induktif (Ω)
e. Menentukan induktansi dari induktor (L) ditunjukkan pada Persamaan
(2.44).
……............................................................... (2.44)
f. Menentukan reaktansi karakteristik dari filter (Xn), ditunjukkan pada
Persamaan (2.45).
Xn = hn XL ....................................................................... (2.45)
g. Menentukan tahanan (R) dari induktor ditunjukkan pada Persamaan
(2.46)
.......................................................................... (2.46)
Dimana :
R = Tahanan dari Induktor (Ω)
Q = Faktor kualitas dari filter pasif single tuned (VAr)

Besarnya impedansi Filter Pasif Single Tuned pada frekuensi fundamental ditunjukan
Persamaan (2.47) dan (2.48):

Universitas Sumatera Utara

38







…….......… (2.47)

……….................………. (2.48)

Saat resonansi terjadi nilai reaktansi induktif dan reaktansi kapasitif sama besar,
maka diperoleh impedansi filter pasif single tuned seperti pada Persamaan (2.49).

………………………………............................(2.49)
Persamaan (2.49) menunjukkan bahwa pada frekuensi resonansi, impedansi filter
pasif single tuned akan mempunyai impedansi yang sangat kecil, lebih kecil dari
impedansi beban yaitu sama dengan tahanan induktor R, sehingga arus harmonisa
yang mempunyai frekuensi yang sama dengan frekuensi resonansi akan dialirkan
atau dibelokkan melalui filter pasif single tuned dan tidak mengalir ke sistem.

2.8

Filter Matrix
Filter matrix ini merupakan gabungan dari filter pasif single tuned dan filter

reaktor yang memiliki dua buah induktor yang dihubungkan secara seri dengan
beban. Filter single tuned dihubungkan secara paralel diantara dua buah reaktor
tersebut. Keunggulan dari filter matrix ini mampu mengurangi arus harmonisa yang
disebabkan oleh beban non linier. Gambar 2.11 berikut menunjukkan rangkaian filter
matrix.

Universitas Sumatera Utara

39

Sumber
Tegangan

L2

L1

Beban Non
Linier

L3

R

C

Gambar 2.11 Rangkaian Komponen Filter Matrix

Filter matix ini mampu meredam harmonisa ke tiga, mengurangi arus netral,
mengurangi pembebanan transformator, melindungi sistem kelistrikan, dan
meningkatkan faktor daya [25].

Adapun Kelebihan menggunakan filter matrix yaitu:
a.

Penggunaan filter matrix lebih baik pada penyearah 6 pulsa, dibandingkan
dengan reaktor pada penyearah 12 Pulsa dan penyearah 18 Pulsa.

b.

Tanpa melakukan tuning pada filter matrix.

c.

Effisiensi tinggi.

d.

Mampu meredam harmonisa sampai 5%.

e.

Ukurannya kecil.

f.

Hemat.

Universitas Sumatera Utara

40

Kelebihan filter matrix dapat dilihat dari bentuk gelombang yang dihasilkan lebih
baik pada sistem penyearah 6 pulsa. Dibandingkan dengan menggunakan filter
reaktor pada penyearah 12 Pulsa dan penyearah 18 Pulsa. Seperti yang terlihat pada
Gambar 2.12.

6 pulsa dengan
filter matrix

12 pulsa dengan
filter Reaktor

18 pulsa dengan
filter Reaktor

Gambar 2.12 Bentuk Gelombang Filter Matrix Pada Penyearah 6 Pulsa dan Filter
Reactor Pada Penyearah 12 Pulsa dan 18 Pulsa [25]

2.8.1

Karakteristik Filter Matrix
Karakteristik penggunaan filter matrix sebagai filter harmonisa dan perbaikan

faktor daya terhadap beban sistem dapat dilihat pada Gambar 2.13 dan Gambar 2.14.
Karakteristik filter matrix tersebut terlihat bahwa persen beban non linier
menghasilkan harmonisa mendekati 100%.

Universitas Sumatera Utara

41

Pengaruh beban terhadap THD pada Impedansi filter 5%

% THD

% beban
Gambar 2.13 Karakteristik Harmonisa Terhadap Beban [25]

Faktor daya terhadap % beban

Faktor
Daya

% Beban
Gambar 2.14 Karakteristik Faktor Daya Terhadap Beban [25]

Untuk menentukan nilai reaktor yang dipasangkan secara seri dengan beban dapat
digunakan rumus pada Persamaan (2.50) berikut [26]:

Universitas Sumatera Utara

42



………….......................... (2.50)

Dimana :
% Z : persen impedansi yang akan dicapai yaitu 12%, 8%, 5%, dan 3%,
f : frekuensi fundamental (Hz)
L : induktansi kumparan (H)
I : arus beban (A)
V : tegangan sistem (V)

Besar THDI individu sebelum menggunakan filter matrix untuk penyearah 6
pulsa dengan reaktansi sistem sebesar 0,25% dan 0,5% pada beban penuh. Dapat
dilihat pada Tabel 2.3 terlihat bahwa kondisi reaktansi sistem 0,25% THDI yang
dihasilkan sangat tinggi dibandingkan dengan reaktansi sistem 0,5%.

Tabel 2.3 THDI Individu Terhadap Reaktansi Sistem
Sebelum Pemakaian Filter Matrix [27]
Harmonisa

Reaktansi sistem

Reaktansi sistem

ke

(0,25%)

0,5%

5th
7th
11th
13th
17th
19th
23rd
25th
THDI

102%
92%
26%
14%
10%
8.5%
7%
3%
141%

78%
58%
18%
10%
7%
6%
5%
2.3%
100%

Universitas Sumatera Utara

43

Dari Tabel 2.3 secara spektrum dapat digambarkan distribusi dari semua
amplitudo komponen harmonisa sebagai fungsi dari orde harmonisa yang
diilustrasikan

menggunakan

histogram.

Spektrum

harmonisa

merupakan

perbandingan arus atau tegangan pada frekuensi harmonisa terhadap arus atau
tegangan pada frekuensi fundamental. Spektrum digunakan sebagai dasar
perancangan filter untuk mengurangi harmonisa. Gambar spektrum harmonisa dari
Tabel 2.3 diperlihatkan pada Gambar 2.15.

Harmonisa Arus %

Spektrum Harmonisa sebelum di filter pada
reaktansi sistem 0,5%
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
5

7

11

13

17

19

23

25

Order harmonisa (n)

Gambar 2.15 Spektrum Arus Harmonisa Sebelum di Filter

Besar THDI individu setelah menggunakan filter matrix untuk penyearah 6
pulsa dengan impedansi filter matrix sebesar 3% dan 5% pada beban penuh dapat
dilihat pada Tabel 2.4. Dari tabel ini menunjukan bahwa semakin besar impedansi
filter matrix yang digunakan maka semakin kecil THDi yang dihasilkan.

Universitas Sumatera Utara

44

Tabel 2.4 THDI Individu Terhadap Impedansi Filter Matrix [27]
Impedansi Filter
matrix (3%)
39,0%
17,0%
7,0%
5,0%
3,0%
2,2%
1,5%
1,0%
44,0%

Harmonisa ke
5th
7th
11th
13th
17th
19th
23rd
25th
THDI

Impedansi Filter
matrix (5%)
32,0%
12,0%
5,8%
3,9%
2,2%
1,7%
1,0%
0,9%
35,0%

Dari Tabel 2.4 secara spektrum dapat digambarkan distribusi dari semua amplitudo
komponen harmonisa sebagai fungsi dari orde harmonisa yang diilustrasikan
menggunakan histogram seperti diperlihatkan pada Gambar 2.16.

Spektrum Harmonisa setelah di filter pada
impedansi filter matrix 5%

Harmonisa Arus %

35
30
25
20
15

10
5
0
5

7

11 13 17 19
Order harmonisa (n)

23

25

Gambar 2.16 Spektrum Arus Harmonisa Setelah di Filter

Universitas Sumatera Utara

45

Karakteristik THDI dan faktor daya yang terjadi lebih baik pada kondisi beban
yang mendekati maksimum dengan menggunakan filter matrix. Dimana semakin
besar beban yang mendekati maksimum (100%), maka nilai THD I semakin kecil dan
faktor daya semakin besar hampir mendekati 1.

2.8.2

Perancangan Filter Matrix
Filter matrix yang digunakan secara kontruksi terdiri dari dua buah induktor

yang dihubung seri dengan beban dan satu buah induktor dihubung seri dengan satu
buah kapasitor. Instalasi filter matrix sebaiknya dipasang pada bus beban dari sistem
kelistrikan atau pada bus PCC cabang yang ada beban pembangkit hamonisa seperti
ditunjukan pada Gambar 2.17.

Trafo 400KVA
20/0.4 KV
Bus PCC Utama

Z kabel

Z

Z

Z

R
L1
L3

Filter Matrix

C

L2
Bus PCC
Cabang

Beban lain

Beban non linier

Gambar 2.17 Diagram Satu Garis Jaringan Beban Non Linier dengan Filter Matrix

Universitas Sumatera Utara

46

Pemilihan rating filter matrix yang tepat untuk beban didasarkan pada satuan
Horse Power (HP). Aplikasi untuk beban pada tegangan rating 400 volt dapat
menggunakan rating filter matrix 480 VAC dengan daya beban yang sama dengan
effisiensi beban minimal 85%. Untuk menentukan rating filter matrix ditunjukkan
pada Persamaan (2.51):

Rating filter matrix (HP) = Daya beban non linier (HP) x 85% ..…….... (2.51)

Filter matrix melemahkan setiap frekuensi harmonisa, dan mengakibatkan
distorsi harmonisa menjadi rendah. Kinerja alat dalam kondisi operasi tegangan line
tidak seimbang tanpa beban dan untuk beban penuh lebih unggul dari pada semua
teknik filter pasif yang ada. Rugi-rugi daya pada filter matrix besarnya kurang dari
satu persen dari rating daya beban. Filter matrix ini tidak menimbulkan resonansi
terhadap reaktansi induktif sistem dan tidak menarik harmonisa dari beban non-linier
lain dalam sumber listrik yang sama.
Untuk menentukan nilai dua buah induktor yang dihubung seri dengan beban
yaitu induktor input dan induktor output dari Persamaan (2.50), maka didapat nilai
induktansi yaitu:

………………..…...................……...... (2.52)

Universitas Sumatera Utara

47

Dimana :

L : Nilai dua buah induktor Filter (H)
% Z : Impedansi reaktor yang di tentukan
V : Tegangan sistem (V)
f : Frekuensi fundamental (Hz)
I beban : Besar arus mengalir ke beban (A)

Dari rangkaian Gambar 2.17 bahwa nilai L didapat dari Persamaan (2.52) merupakan
jumlah nilai L1 dan L2 ditunjukkan pada Persamaan (2.53) yaitu:

L = L1 + L2 ………….…............………………….….

(2.53)

% Z yang dipilih tergantung besar impedansi reaktor yang diinginkan yaitu 12%, 8%,
5%, dan 3%, dimana nilai % Z induktor yang dipilih sesuai yang diinginkan sistem.
Semakin besar % Z yang dipilih, maka semakin besar impedansi induktor yang
terhubung seri dengan beban tersebut, dan semakin kecil harmonisa yang dihasilkan.
Untuk menentukan nilai induktor filter XL3 yang merupakan reaktansi induktif
pada filter pasif single-tuned yang dihubungkan secara seri dengan kapasitor. Untuk
menentukan besar reaktansi induktif XL3, maka perlu dilakukan penganalisaan dari
rangakaian ekivalen filter. Gambar rangkaian ekivalen dari Gambar 2.17 (rangkaian
ekivalen sistem) dengan menggunakan filter matrix seperti pada Gambar 2.18.

Universitas Sumatera Utara

48

Z Sistem

Z Filter matrix

Beban non linier

Gambar 2.18 Rangkaian Ekivalen Sistem dengan Filter Matrix

Dari Gambar 2.18 tersebut dapat diubah menjadi Gambar 2.19 untuk mengubah
rangkaian delta ke bintang seperti yang diperlihatkan pada Persamaan (2.54), (2.55),
dan (2.56)

j XL2

jXL1

jXLb
Z2
Z1

rb

jXL1
jXL3

Z2
jXL3

rc

ra
jXLa

Z3

jXLc
Z1

R1

Z3

Xc/j
R1

Gambar 2.19. Rangkaian Konversi Delta ke Bintang

Universitas Sumatera Utara

49



..................................... (2.54)



.................................... (2.55)



..................................... (2.56)

Dengan demikian dari bentuk Gambar 2.19 sistem rangkaian satu garis
dengan filter matrix dan setelah melakukan konversi dari rangkaian delta ke bintang
dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.20. Dimana: Vn merupakan sumber
tegangan harmonisa ke n; nXtrafo merupakan reaktansi transformator pada harmonisa
ke n; nXkabel merupakan reaktansi kabel pada harmonisa ke n; nXLa dan nXLb
merupakan reaktansi filter induktor input yang telah dikonversikan pada harmonisa
ke n; nXL2 merupakan reaktansi filter induktor output pada harmonisa ke n; nXLC
merupakan reaktansi filter pasif yang telah dikonversikan pada harmonisa ke n; Xc/n
merupakan reaktansi kampensator harmonisa ke n;

dan n merupakan frekuensi

harmonisa yang ditentukan.

Universitas Sumatera Utara

50

Reaktansi
Sistem
nX kabel

Reaktansi Filter matrix
ra

rb

nXLa

nXLb

Sumber
Harmonisa
nXL2

rc
nX trafo

Vn

nXLC
Xc/n

Gambar 2.20 Rangkaian Ekivalen Setelah Konversi Rangkaian Delta ke Bintang

Rangkaian Gambar 2.20 dengan mengabaikan nilai tahanan diperkenankan
oleh unsur-unsur yang tidak diperhitungkan kondisi resonansi. Harus menjadi catatan
bahwa nilai arus harmonisa adalah kecil dibandingkan rating arus transformator.
Karena frekuensi harmonisa tinggi pada transformator dan bank kapasitor membentuk
suatu rangkaian resonansi paralel. Penyederhanaan perumusan reaktansi ekivalen dari
Gambar 2.20 pada harmonisa ke n yaitu pada Persamaan (2.57) dan (2.58).

Jika
n Xp = n XL trafo + n XL kabel + n XLa……….................. (2.57)
dan
n Xr = n XLb + nXL2……………..………….................. (2.58)

Universitas Sumatera Utara

51

Sehingga rangkaian dengan mengabaikan tahanan (r) karena tidak dipengaruhi oleh
frekuensi dapat digambarkan seperti Gambar 2.21.

n Xr

n XLC

nXp

Vn
Xc/n

Gambar 2.21 Rangkaian Ekivalen dengan Sumber Tegangan Harmonisa

Maka reaktansi ekivalen total dari rangkaian Gambar 2.21 dapat dilihat pada
Persamaan (2.59) sebagai berikut:





� � ��
��
�� � �
��

….…………... (2.59)

Dimana :
Xt (n) : Reaktansi total pada orde ke n (�)
n

: Orde harmonisa

Xr : Jumlah reaktansi filter XLb dan XL2 (�)
Xp : Jumlah reaktansi transformator, reaktansi kabel dan reaktansi filter
XLa (�)

Universitas Sumatera Utara

52

XLC : Reaktansi Induktor filter (�)
XC : Reaktansi Kapasitor filter (�)

Pemasangan kapasitor disini sebagai perbaikan faktor daya dan diperkirakan
akan terjadi resonansi terhadap impedansi sistem, sehingga harus dipasangkan sebuah
induktor dengan nilai yang tepat. Induktor tersebut diserikan dengan kapasitor untuk
menghindari terjadinya resonansi yang mengakibatkan impedansi sistem sama
dengan nol, sehingga seolah-olah terjadi hubung singkat pada sistem tersebut.
Rangkaian ekivalen dengan sumber arus harmonisa dapat digambarkan seperti
Gambar 2.22.
Is

If
nXp

n XLC

In
Xc/n

Gambar 2.22 Rangkaian Ekivalen dengan Sumber Arus Harmonisa

Untuk menentukan nilai reaktansi induktor filter XLC dari rangkaian paralel Gambar
2.22 dapat diturunkan menjadi Persamaan (2.60) berikut :



��
� � ��
�� � �
��

……….................. (2.60)

Universitas Sumatera Utara

53

Jika kondisi resonansi paralel, pembilang (numerator) pada Persamaan (2.60) tersebut
sama dengan nol, maka untuk menentukan nilai XLc yang dihubungkan seri dengan
kapasitor [28], ditunjukkan pada Persamaan (2.61) yaitu :




��

………………………………..…

(2.61)

Untuk mengetahui harmonisa ke-n terjadi resonansi, maka dari Persamaan (2.60)
dengan kondisi penyebutnya (denominator) sama dengan nol yaitu pada persamaan
(2.62)
(�



�)

��

……................................... (2.62)

Dari Persamaan (2.62) didapat nilai n, dimana n yaitu harmonisa ke n terjadinya
resonansi yang ditunjukkan pada Persamaan (2.63)

�� ………...……..…………………... (2.63)
�� � �
Harus menjadi catatan bahwa frekuensi resonansi paralel akan bergeser ke arah
frekuensi harmonisa rendah dibandingkan rangkaian filter tanpa reaktansi induktor
(XLc). Oleh karena itu, ketika memilih induktor pada frekuensi resonansi harus tepat
untuk memenuhi harmonisa individu yang dipilih dalam hal ini yaitu harmonisa ke 5.
Jangan sampai pemilihan reaktansi induktor ini dapat meningkatkan distorsi tegangan
atau arus.

Universitas Sumatera Utara

54

2.9

Perhitungan Hubung Singkat
Dasar untuk menghitung arus hubung singkat dari Gambar 2.17 tanpa filter

matrix pada bus utama terlebih dahulu ditentukan besar impedansi transformator dan
impedansi kabel antara transformator dengan bus utama. Dalam menentukan
impedansi transformator ditentukan terlebih dahulu daya dan tegangan dasar (base)
sistem.





��
��

.........................................(2.62)

��

��

.........................................(2.61)

…..............................................(2.63)

KV ........................................................(2.64)
MVA
..........................................(2.65)




Pr
I

......................................................... (2.66)

Nilai Induktansi Transformator (L) pada frekuensi fundamental dapat dilihat pada
Persamaan (2.67)




........................................................(2.67)

Universitas Sumatera Utara

55

Arus hubung singkat pada bus PCC utama sesuai Gambar 2.17 dapat dilihat pada
Persamaan (2.68)




.......................................................................(2.68)

Dimana :
impedansi bus PCC utama (Z s) = impedansi transformator + impedansi saluran

Maka diperoleh perbandingan arus hubung singkat (ISC) dengan arus beban (IL) yang
disebut Short Circuit Ratio (SCR) seperti pada Persamaan (2.69)





I

.................................................. (2.69)
e

n

Universitas Sumatera Utara