TAP.COM - BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ... - SIMTAKP.UUI.AC.ID NANA SARI kti

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan catatan WHO, di dunia ada sekitar 50-80 juta pasangan
suami istri mempunyai problem Infertilitas dan setiap tahunnya muncul sekitar
2 juta pasangan infertil (ketidakmampuan mengandung atau menginduksi
konsepsi) baru. Tidak tertutup kemungkinan jumlah itu akan terus meningkat.
Berdasarkan penelitian dari setiap 100 pasangan, pada pasangan suami istri
yang sudah mempunyai anak dan mereka menginginkan anak kembali
seperempatnya atau 15% berada di bawah kesuburan normal.
Di Indonesia kejadian perempuan infertil 15% pada usia 30-34 tahun,
meningkat 30% pada usia 35-39 tahun, dan 55% pada usia 40-44 tahun. hasil
survei gagalnya kehamilan pada pasangan yang sudah menikah selama 12
bulan, 40% disebabkan infertilitas pada pria, 40% karena infertilitas pada
wanita, dan 10% dari pria dan wanita, 10% tidak diketahui penyebabnya.
pasangan usia subur (PUS) yang menderita infertilitas sebanyak 524 (5,1%)
PUS dari 10205 PUS. (Samsyiah, 2010).
Memiliki anak penting bagi semua masyarakat di dunia dan perkawinan

merupakan salah satu sarana untuk mendapat keturunan, dengan adanya
keturunan diharapkan dapat membangun keluarga yang aman, damai, sejahtera
dan bahagia sehingga pertumbuhan dan perkembangan anak sebagai generasi
penerus

dengan

(Manuaba,1999).

kualitas

sumber

daya

manusia

dapat

diandalkan.


2

Infertilitas (ketidakmampuan konsepsi atau memiliki anak) merupakan
sumber keluhan dan kecemasan pada pasangan. Walaupun Infertilitas tidak
berpengaruh pada aktivitas fisik dan tidak mengancam jiwa, bagi banyak
pasangan hal ini berdampak besar pada kehidupan keluarga (POGI,1996).
Selain itu faktor psikokultural mempengaruhi sikap pasangan terhadap masalah
ini, sehingga ada upaya-upaya irasional (alternatif, shinse, herbalisme, dll)
untuk mempunyai anak. Memang apa yang dilakukan pasangan tidak dapat
disalahkan sepenuhnya, karena ilmu kedokteran yang mutakhir sekalipun
belum dapat menjawab seluruh masalah Infertilitas secara memuaskan
(www.kompas.com 2007).
Program Keluarga Berencana (KB) menurut World Health Organization
(WHO) juga mencakup pelayanan pasangan infertilitas. Hal ini sesuai dengan
tujuan program Nasional Kependudukan dan Keluarga Berencana di Indonesia
yaitu “Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS)”. Oleh
karena itu kepada pasangan suami istri yang belum dikaruniai anak seyogyanya
juga diberikan pelayanan infertilitas agar mereka juga dapat mewujudkan
tujuan NKKBS bagi diri dan keluarga (Hartanto, 2002).

Penyebab utama Infertilitas dibeberapa Negara berkembang adalah
infeksi yang disebabkan karena kuman gonorrea dan clamydia. Infeksi tersebut
dapat menyebabkan penyakit radang panggul (PRP), penyumbatan tuba,
Infeksi postpartum dan post abortus pada wanita serta epididimitis pada lakilaki (POGI.1996). Seperti halnya penanggulangan penyakit pada umumnya,

3

usaha pertama yang selalu harus diusahakan adalah mencari penyebab
Infertilitas (www.kompas.com 2007).
Hasil survey sebuah website wanita menunjukan bahwa gagalnya
kehamilan pada pasangan menikah selama 12 bulan, 40 % nya disebabkan
Infertilitas pada pria, 40 % pada wanita dan 20 % lagi adalah kombinasi
keduanya.

Jadi

tidak

benar


anggapan

bahwa

kaum

wanita

lebih

bertanggungjawab terhadap kesulitan mendapatkan anak, bahkan penelitian
beberapa tahun terakhir ini, 50 % gangguan kesuburan disebabkan oleh pria
(Alia, 2005).
Evaluasi terhadap pria penderita infertilitas yang datang ke klinik
infertilitas bagian urologi RSUPN Cipto Mangunkusumo menunjukkan, 2025% penderita tidak diketahui penyebabnya. Penyebab terbanyak infertilitas
pria adalah pelebaran pembuluh darah balik atau vena disekitar buah zakar
yang disebut varikokel. Varikokel ditemukan pada 40% penderita. Temuan ini
tidak jauh berbeda dengan temuan salah satu pusat penanggulangan infertilitas
terkenal di Baylor College of Medicine, Amerika Serikat yaitu 42%. Penyebab
lain dari infertilitas pada pria adalah sumbatan/obstruksi pada saluran sperma.

Hal ini terjadi pada 15% penderita. Pada 20% sisanya, infertilitas diakibatkan
oleh berbagai faktor, misalnya gangguan hormon, kelainan bawaan, pengaruh
obat, gangguan ereksi/ejakulasi, radiasi, keracunan pestisida, gangguan
imunologi, operasi di daerah panggul dan lain-lain (www.kompas.com 2007).
Pada wanita penyebab infertilitas terbanyak adalah karena tertutupnya
saluran tuba sebanyak 30%, 25% disebabkan karena gangguan ovulasi,

4

masalah serviks sebanyak 15%, masalah-masalah endokrin seperti tumor
hipofisis dan kelainan kongenital juga dapat menyebabkan infertilitas pada
wanita, hal ini terjadi sebanyak 10% penderita (POGI,1996).
Menurut survey yang dilakukan peneliti di Yayasan Klinik Bersalin Hj.
Darnelis Zam Darussalam Banda Aceh jumlah Pasangan Usia Subur yang
bekunjung sebanyak 44 pasangan, dan survey permasalahan infertil sebanyak
29 pasangan mempunyai masalah infertil. Menurut survey dengan cara
wawancara pada Pasangan Usia Subur, pada Pasangan Usia Subur yang
berkunjung sebanyak 10 Pasangan Usia Subur, 8 diantaranya tidak mempunyai
pengetahuan tentang infertil karena alasan informasi, dan 2 orang mempunyai
pengetahuan tentang infertil karena alasan informasi.


B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dan pembahasan latar belakang diatas, maka dapat
dirumuskan

sebagai

berikut,

yaitu

“Faktor-Faktor

Apakah

Yang

Mempengaruhi Pengetahuan Pasangan Usia Subur Tentang Infertilitas Di
Yayasan Klinik Bersalin Hj. Darnelis Zam Darussalam Banda Aceh Tahun
2013?”

C. Tujuan Umum
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan Pasangan
Usia Subur tentang infertilitas di Yayasan Klinik Bersalin Hj. Darnelis Zam
Darussalam Banda Aceh tahun 2013.

5

2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan terhadap pengetahuan Pasangan
Usia Subur.
b. Untuk mengetahui pengaruh usia terhadap pengetahuan Pasangan Usia
Subur.
c. Untuk mengetahui pengaruh informasi terhadap pengetahuan Pasangan
Usia Subur.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Sebagai penerapan dalam mata kuliah metode penelitian dan menambah
pengetahuan serta pengalaman dalam meneliti.

2. Bagi petugas kesehatan
Sebagai sumbangan pemikiran tentang pasangan yang mengalami Infertil
ditinjau dari aspek pengetahuan tentang Infertilitas sehingga bidan dapat
memberikan bantuan berupa konseling atau bimbingan dengan demikian
meningkatkan mutu layanan reproduksi wanita.
3. Bagi institusi pendidikan
Sebagai masukan untuk institusi pendidikan agar para pengajar lebih
memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada mahasisiwa mengenai
faktor-faktor yang pengaruhi pengetahuan Pasangan Usia Subur tentang
infertilitas

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Infertil
1. Definisi Infertil
Infertilitas


adalah kegagalan dari pasangan suami-istri untuk

mengalami kehamilan setelah melakukan hubungan seksual, tanpa
kontrasepsi, selama satu tahun (Sarwono,2005). Infertilitas (kamandulan)
adalah ketidakmampuan atau penurunan kemampuan menghasilkan
keturunan (Elizbeth, 2007). Ketidaksuburan (infertil) adalah suatu kondisi
dimana pasangan suami istri belum mampu memiliki anak walaupun telah
melakukan hubungan seksual sebanyak 2 – 3 kali seminggu dalam kurun
waktu 1 tahun dengan tanpa menggunakan alat kontrasepsi jenis apapun
(Djuwantono, 2008).
Infertilitas atau ketidaksuburan adalah kesulitan untuk memperoleh
keturunan pada pasangan yang tidak menggunakan kontrasepsi dan
melakukan sanggama secara teratur (Depkes RI, 2008). Sedangkan menurut
Medicine (2006) Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil atau
menghamili setelah satu tahun secara teratur menjalani hubungan intim
tanpa penggunaan alat kontrasepsi.

7

2. Klasifikasi Infertil Menurut Wiknjosastro (2005)

a. Infertil primer
Berarti pasangan suami istri belum mampu dan belum pernah memiliki
anak setelah satu tahun berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali
perminggu tanpa menggunakan alat kontrasepsi dalam bentuk apapun.
b. Infertil sekunder
Berarti pasangan suami istri telah atau pernah memiliki anak sebelumnya
tetapi saat ini belum mampu memiliki anak lagi setelah satu tahun
berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali perminggu tanpa menggunakan
alat atau metode kontrasepsi jenis apapun.
Berdasarkan

hal

yang

telah disebutkan sebelumnya,

dapat

disimpulkan bahwa pasangan suami istri dianggap infertil apabila

memenuhi syarat-syarat berikut:
a. Pasangan tersebut berkeinginan untuk memiliki anak.
b. Selama satu tahun atau lebih berhubungan seksual, istri belum
mendapatkan kehamilan.
c. Frekuensi hubungan seksual minimal 2 – 3 kali dalam setiap minggunya.
d. Istri maupun suami tidak pernah menggunakan alat ataupun metode
kontrasepsi, baik kondom, obat-obatan dan alat lain yang berfungsi untuk
mencegah kehamilan (Djuwantono, 2008).

3. Etiologi Infertil
Sebanyak 60% – 70% pasangan yang telah menikah akan memiliki
anak pada tahun pertama pernikahan mereka. Sebanyak 20% akan memiliki

8

anak pada tahun ke-2 dari usia pernikahannya. Sebanyak 10% - 20% sisanya
akan memiliki anak pada tahun ke-3 atau lebih atau tidak pernah memiliki
anak.
Walaupun pasangan suami istri dianggap infertil bukan tidak
mungkin kondisi infertil sesungguhnya hanya dialami oleh sang suami atau
sang istri. Hal tersebut dapat dipahami karena proses pembuahan yang
berujung pada kehamilan dan lahirnya seorang manusia baru merupakan
kerjasama antara suami dan istri. Kerjasama tersebut mengandung arti
bahwa dua faktor yang harus dipenuhi adalah:
a. Suami memiliki sistem dan fungsi reproduksi yang sehat sehingga
mampu menghasilkan dan menyalurkan sel kelamin pria (spermatozoa)
kedalam organ reproduksi istri.
b. Istri memiliki sistem dan fungsi reproduksi yang sehat sehingga mampu
menghasilkan sel kelamin wanita (sel telur atau ovarium) (Djuwantono,
2008).
Infertilitas tidak semata-mata terjadi kelainan pada wanita saja. Hasil
penelitian membuktikan bahwa suami menyumbang 25-40% dari angka
kejadian infertil, istri 40-55%, keduanya 10%, dan idiopatik 10%. Hal ini
dapat menghapus anggapan bahwa infertilitas terjadi murni karena
kesalahan dari pihak wanita/istri (Djuwantono, 2008).

9

4. Faktor-Faktor Infertil
a. Faktor wanita (60-70%)
1) Faktor vagina (3%-5%)
Masalah vagina yang dapat menghambat penyampaian air mani ini
ialah adanya sumbatan atau peradangan. Sumbatan jenis pertama
adalah sumbatan psikogen yang disebut juga vaginismus atau
dispareunia dan yang kedua adalah sumbatan anatomis berupa
vaginitis atau radang pada vagina yang biasa disebabkan oleh candida
albicans atau trikomonas sejenis kuman yang hidup di dalam vagina
ini dapat menghambat gerak spermatozoa.
2) Serviks (1%-10%).
Infertilitas yang berhubugan dengan faktor serviks dapat disebabkan
oleh sumbatan kanalis servikalis, lendir serviks yang abnormal,
malposisi dari serviks atau kombinasinya. Terdapat berbagai kelainan
anatomi serviks yang berperan dalam infertilitas, yaitu cacat bawaan
(atresia), polip serviks, stenosis akibat trauma, peradangan (servisitis
menahun), sineksia setelah konisasi dan inseminasi yang tidak
adekuat. Vaginitis yang disebabkan oleh trikomonas vaginalis dan
kandida albicans dapat menghambat motilitas spermatozoa akan tetapi
pHnya tidak mengahambat motilitasnya.
3) Uterus (4%-5%)
Adanya kelainan rongga rahim karena perlengketan, mioma atau
polip, peradangan endometrium dan gangguan kontraksi rahim, dapat

10

mengganggu transportasi spermatozoa. Kalaupun sampai terjadi
kehamilan biasanya kehamilan tersebut akan berakhir sebelum
waktunya.
4) Tuba fallopii (65%-80%)
Paling banyak ditemukan dalam masalah infertilitas. Diantara tuba
yang membesar seluruhnya ataupun yang menebal karena adanya
kerusakan dinding tuba akibat infeksi atau endometriosis, tuba yang
memendek akibat peradangan sebelumnya, fibriosis atau pembentukan
jaringan ikat, serta perlengaketan tuba yang menganggu pergerakan
fimbria.
5) Ovarium (5%-10%)
Gangguan pada ovarium (indung telur), seperti adanya tumor atau
kista endometriosis bisa mengakibatkan tidak terjadinya ovulasi.
Sebab bagaimana bisa terjadi pembuahan bila tidak ada sel telur yang
akan dibuahi (Manuaba, 1999).
6) Anovulasi (35%)
Menurut

Inayatullah (2008)

salah

satu

penyebab

infertilitas

(ketidaksuburan) adalah anovulasi yaiti 35%. Anovulasi adalah tidak
ada sel telur berarti tak akan ada kehamilan. Ovulasi dan menstruasi
adalah satu rangkain orkestrasi kejadian hormonal didalam tubuh
wanita, yang berarti mencerminkan suatu peristiwa yang teratur dan
periodik.

11

b. Faktor laki-laki (30-40%)
Meliputi kelainan sperma, penyempitan saluran mani karena infeksi
bawaan, faktor imonuglobik/antibody, antisperma, serta faktor gizi.
c. Gabungan (20-30%)
Yaitu biasa dari kedua-duanya (suami dan istri mengalami infertil).
d. Tidak jelas (10%)
Faktor ini sekitar 10% dari kejadian infertilitas setelah semua pemikiran
dilakukan penyebab infertilitas dapat saja tidak diketahui atau terdekteksi
(Scott, 2004).

5. Pemeriksaan Pasangan Infertil
Menurut Astarto (1999) dalam Eprila (2008), ketidaksuburan
merupakan masalah dari satu kesatuan pasangan, oleh karenanya
pemeriksaan untuk mengetahui penyebab ketidaksuburan tersebut mutlak
harus dilakukan baik pada suami maupun istri. Masih sering dijumpai
bahwa suami agak enggan bahkan kadang-kandang tidak mau diperiksa dan
sering pula mengatakan bahwa istrinya dahulu yang diperiksa baru suami
kemudian, sikap seperti ini tidak dapat dibenarkan. Pada umumnya
pemeriksaan terhadap suami relatif lebih mudah dilaksanakan dibandingkan
dengan pemerikasaan terhadap istri yang biasanya memakan waktu dan
biaya yang cukup besar. Maka yang terbaik adalah pemeriksaan dilakukan
secara simultan dengan demikian ini juga memperlihatkan tanggung jawab
pasangan tersebut terhadap masalah mereka.

12

6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Infertilitas Yaitu:
a. Umur
Di Indonesia angka kejadian perempuan infertil 15% pada usia
30-34 tahun meningkat 30% pada usia 35-39 tahun dan 64% pada usia
40-44 tahun. Kemampuan reproduksi wanita menurun drastis setelah
berumur 35 tahun. Hal ini dikarenakan cadangan sel telur yang makin
sedikit. Fase reproduksi wanita adalah masa sistem reproduksi wanita
berjalan optimal sehingga wanita berkemampuan untuk hamil. Fase ini
dimulai setelah fase pubertas sampai sebelum fase menopause (Idra dan
Irsal, 2008).
Fase pubertas wanita adalah fase disaat wanita mulai dapat
bereproduksi yang ditandai dengan haid pertama kalinya (menarche) dan
munculnya tanda-tanda kelamin sekunder yaitu membesarnya payudara,
tumbuhnya rambut disekitar alat kelamin, dan timbunan lemak
dipanggul. Fase Reproduksi pada wanita terjadi pada umur 20-35 tahun.
Pada fase reproduksi wanita memiliki 400 sel telur. Semenjak wanita
mengalami menstruasi secara periodik yaitu pelepasan satu sel telur. Jadi,
wanita dapat mengalami menstruasi sampai sekitar 400 kali. Pada umur
35 tahun simpanan sel telur menipis dan mulai terjadi perubahan
keseimbangan hormon sehingga kesempatan wanita untuk bisa hamil
menurun drastis. Kualitas sel telur yang dihasilkanpun menurun sehingga
tingkat keguguran meningkat sampai pada akhirnya kira-kira umur 45
tahun sel telur habis dan wanita tidak menstruasi lagi atau tidak bisa

13

hamil lagi. Pemeriksan cadangan sel telur dapat dilakukan dengan
pemeriksaan darah atau USG saat mentruasi hari kedua atau ketiga
(Kurniawan, 2008).
b. Lama Infertil
Berdasarkan laporan klinik di Surabaya, lebih dari 50% pasangan
dengan masalah infertil datang terlambat dalam artian umur makin tua,
penyakit pada organ reproduksi yang makin parah dan makin terbatasnya
jenis pengobatan yang sesuai dengan diberi batasan jumlah bulan di
mana pasangan melakukan senggama tanpa metode kontrasepsi. Hal ini
penting karena dapat memberikan informasi prognostik tentang
infertilitas tiga tahun atau kurang mempunyai kemungkinan lebih besar
untuk mengalami kehamilan spontan di kemudian hari. Jika lama
infertilitas lebih panjang, maka sangat mungkin ada masalah biologis
yang berat (Kurniawan, 2008).
Lama infertilitas perlu dalam merancang atau melaporkan
penelitian ilmiah dan klinis tentang infertilitas. Pada percobaan klinis
tanpa kontrol, angka kehamilan spontan sering kali disalah artikan
sebagai efek pengobatan. Pada umumnya, pasangan di negara maju
mencari bantuan pengobatan setelah waktu intertilitas yang lebih pendek.
Lama infertilitas tidak memberikan informasi tentang apakah masalah
infertilitas ada pada pihak pria atau wanita. Pada kasus-kasus infertilitas
sekunder harus dicatat jumlah bulan setelah kehamilan terakhir. Untuk
pria dengan infertilitas sekunder, jangka waktu yang lebih panjang dari

14

kehamilan terakhir dapat berhubungan dengan peningkatan kemungkinan
kelainan yang didapat pada diagnosis.pasangan tersebut (Puspayanti,
2008).
c. Gaya hidup
Gaya hidup ternyata pegang peranan penting dalam menyumbang
angka kejadian infertilitas, yakni sebesar 15-20%. Gaya hidup yang serba
cepat dan kompetitif dewasa ini rentan membuat seseorang terkena
stress. Padahal kondisi jiwa yang penuh gejolak bisa menyebabkan
gangguan ovulasi, gangguan spermatogenesis, spasme tuba fallopii, dan
menurunnya frekuensi hubungan suami istri (Kurniawan,2008).
d. Kegemukan
Timbunan lemak dapat mengganggu kinerja organ tubuh,
termasuk organ-organ reproduksi. Kadar kolestrol yang tinggi akan
mengusik keseimbangan hormonal yang antara lain bermuara pada
terganggunya siklus haid, bisa berupa haidnya terlambat, tidak datang
sama sekali dalam beberapa bulan meski tidak hamil, atau sebaliknya
justru keluar terus tapi tidak teratur. Padahal gangguan haid berpengaruh
langsung pada perhitungan matangnya sel telur, sedangkan hubungan
seks di luar masa subur berpeluang tipis menghasilkan pembuahan. Pada
pria gemuk terjadi penumpukan lemak dimana-mana, termasuk di daerah
pubis (bagian atas kemaluan), sehingga penisnya tampak pendek dan
kecil. Akibatnya, dapat menghambat kontak seksual. Selain itu, obesitas
juga berpengaruh pada metabolisme testosterone. Padahal hormon ini

15

menjamin berkembangnya organ reproduksi, timbulnya ciri-ciri seks
sekunder

laki-laki

sebelum

pubertas

dan

berlangsungnya

spermatogenesis (pembentukan sperma) serta mempertahankan fungsi
seksual setelah pubertas (Kurniawan, 2008).
e. Sangat kurus
Gangguan siklus haid pada umumnya dialami oleh wanita yang
sangat kurus, misalnya pada atlet lari jarak jauh, model, penari balet,
ataupun mereka yang mengalami pengurangan berat badan secara
signifikan dan mendadak. Bisa dimengerti karena dalam tubuh, lemak
antara lain berfungsi melancarkan metabolisme (Kurniawan, 2008).
f. Lingkungan
Salah satunya, polusi udara akibat kebiasaan merokok maupun
buang timbal dari kendaraan bermotor. Mereka yang terpapar zat-zat
polutan terbukti mengalami penurunan kualitas sperma. Begitu juga
pemakaian ganja, kokain, dan heroin disinyalir menyebabkan gangguan
sekresi hormon gonadotropin dan prolaktin yang bertujuan pada
pengahambatan pelepasan sel telur pada wanita (Puspayanti, 2008).
g. Akrab dengan minuman berakohol
Konsumsi alkohol pada wanita akan menekan produksi hormon
esterogen dan progesteron namun meningkatkan prolaktin yang akan
menghambat proses ovulasi. Pada pria alkohol akan menurunkan ukuran
testis, volume semen (air mani), maupun konsentrasi (kepekatan),
mobilitas (kecepatan bergerak), serta morfologi normal spermatozoa.

16

h. Obat-obatan
Obat-obatan tertentu yang termasuk golongan narkotik maupun
obat-obatan kedokteran, seperti beberap jenis antibiotik, obat darah
tinggi, obat sakit maag, obat anti kejang, maupun obat-abatan yang
digunakan dalam terapi melawan kanker dapat menurunkan kesuburan
wanita dan mempengaruhi kualitas sperma.
i. Olahraga berlebihan
Pada wanita, olahraga berlebihan bisa menyebabkan sulit hamil
karena mengganggu siklus haid. Diduga akibat penurunan produksi
gonadotropin serta peningkatan produksi endorphin dan kortisol.
j. Gangguan ovulasi
Gangguan ovulasi biasanya direfleksikan dengan gangguan haid.
Haid yang normal memiliki siklus antara 26 sampai 35 hari, dengan
jumlah darah 80 cc dan lamanya haid 3 sampai 7 hari. Bila haid seorang
wanita terjadi diluar semua itu maka sebaiknya memeriksakan diri ke
dokter.
k. Infeksi
Umumnya ditandai dengan munculnya keputihan yang mesti
mendapat perhatian serius. Jika dibiarkan berlanjut dan tak mendapat
pengobatan semestinya, infeksi ini akan merambat naik ke rahim atau
bahkan ke adneksa yang terdiri dari saluran telur, indung telur, dan
ligamentum atau otot-otot penyangga rahim.Terapinya cukup dengan
pemberian obat-obatan golongan antibiotik yang tepat. Namun butuh

17

kesabaran dari pasien untuk menjalani terapi ini agar infeksinya benarbenar sembuh. Pencegahan infeksi dapat dilakukan antara lain dengan
menjaga kebersihan kebersihan diri saat buang air. Terutama kala
terpaksa buang air di tempat umum yang kurang terjaga kebersihanya,
sedapat mungkin segera bilas begitu menemukan air bersih. Perhatikan
pula pola membasuhnya, yakni dari atas ke bawah. Jangan pernah
sebaliknya, dari anus ke vagina, karena berpeluang membawa kuman
yang mungkin bercokol di anus ke vagina (Kurniawan, 2008).

7. Penatalaksanaan Infertilitas
Ada beberapa cara pentalaksanaan infertilitas (Diah, 2012) :
a. Wanita
1) Pengetahuan tentang siklus menstruasi, gejala lendir serviks puncak
dan waktu yang tepat untuk coital Pemberian terapi obat, seperti.
2) Stimulant ovulasi, baik untuk gangguan yang disebabkan oleh
supresi hipotalamus, peningkatan kadar prolaktin, pemberian TSH
(Tiroid Stimulaty Hormon)
3) Terapi penggantian hormon
4)

Glukokortikoid jika terdapat hiperplasi adrenal

5) Penggunaan antibiotika yang sesuai untuk pencegahan dan
penatalaksanaan infeksi dini yang adekuat
6) GIFT ( gamete intrafallopian transfer )
7) Laparatomi dan bedah mikro untuk memperbaiki tuba yang rusak
secara luas

18

8) Bedah plastik misalnya penyatuan uterus bikonuate
9) Pengangkatan tumor atau fibroid
10) Eliminasi vaginitis atau servisitis dengan antibiotika atau kemoterapi
b. Pria
1) Penekanan produksi sperma untuk mengurangi jumlah antibodi
autoimun, diharapkan kualitas sperma meningkat
2)

Agen antimikroba

3) Testosterone Enantat dan Testosteron Spionat untuk stimulasi
kejantanan
4) HCG secara i.m (Intra Muscular) memperbaiki hipoganadisme
5) FSH dan HCG untuk menyelesaikan spermatogenesis
6) Bromokriptin, digunakan untuk mengobati tumor hipofisis atau
hipotalamus
7) Klomifen dapat diberikan untuk mengatasi subfertilitas idiopatik
8)

Perbaikan varikokel menghasilkan perbaikan kualitas sperma

9) Perubahan gaya hidup yang sederhana dan yang terkoreksi. Seperti,
perbaikan nutrisi, tidak membiasakan penggunaan celana yang panas
dan ketat
10) Perhatikan

penggunaan

mengandung spermatisida.

lubrikans

saat

coital,

jangan

yang

19

B. Pengetahuan
1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, raba. Sebagian pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga. Pengetahuan dan kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Meningkatnya pengetahuan
dapat

menimbulkan perubahan persepsi dan kebiasaan seseorang,

pengetahuan juga membentuk kepercayaan seseorang serta sikap terhadap
suatu hal. Perilaku yang didasari pengetahuan lebih langgeng dari perilaku
yang tidak didasari pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Potter dan Perry (2009), pengetahuan merupakan salah satu
variabel yang mempengaruhi perilaku dan keyakinan seseorang, selain itu
kemampuan kognitif membentuk cara berpikir seseorang, meliputi
kemampuan untuk mengerti faktor-faktor yang berpengaruh dalam kondisi
sakit dan praktek kesehatan personal. Keyakinan seseorang terhadap
kesehatan sebagian terbentuk oleh variabel intelektual, yang terdiri dari
pengetahuan tentang berbagai fungsi tubuh dan penyakit, latar belakang
pendidikan dan pengalaman masa lalu. Variabel-variabel ini mempengaruhi
pola pikir seseorang. Kemampuan kognitif akan membentuk cara berpikir
seseorang, termasuk membentuk kemampuan untuk memahami faktorfaktor yang berkaitan dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan

20

tentang kesehatan dan penyakit yang dimilikinya untuk menjaga kesehatan
diri sendiri. Kemampuan kognitif juga berhubungan dengan tahap
perkembangan seseorang.
Menurut

Bakhtiar

(2004),

di Indonesia

tingkat

pendidikan

mempengaruhi perilaku dan menghasilkan banyak perubahan di segala
bidang termasuk pengetahuan masyarakat di bidang kesehatan. Semakin
tinggi tingkat pendidikan formal ibu semakin mudah menyerap informasi
khusunya informasi kesehatan. Pendidikan ibu merupakan faktor yang
sangat

penting.

kaitannya dengan

Tinggi

rendahnya

tingkat pendidikan ibu erat

tingkat pengetahuan terhadap

perawatan

kesehatan,

higiene pemeriksaan kehamilan dan pasca persalinan, serta kesadaran
terhadap kesehatan dan gizi anak-anak dan keluarganya. Pengetahuan
adalah kepercayaan yang benar, pengetahuan juga adalah hasil atau apa
yang diketahui atau hasil pekerjaan. Pekerjaan yaitu hasil dari kenal, sadar,
insaf, mengerti dan pandai.

2. Cara memperoleh pengetahuan
Dari

berbagai

macam

cara

untuk

memperoleh

kebenaran

pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian
(Notoatmojo, 2005).
a. Cara Tradisional
Dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum
ditemukanya metode ilmiah yaitu:

21

1) Cara coba salah (Trial And Error )
Cara coba-coba yang dilakukan dengan menggunakan kemungkinan
dalam memecahkan suatu masalah dan apabila kemungkinan tersebut
tidak berhasil, dicoba kemungkinan lain.
2) Cara kekuasaan atau Otoritas
Pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan baik
tradisi, otoritas pemerintah,otoritas pemimpin agama, maupun ahli
ilmu pengetahuan.
3) Berdasarkan pengalaman pribadi
Cara ini dilakukan dengan cara mengulang kembali dengan
pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan masalah ini yang
dihadapi, maka untuk memecahkan masalah lain yang sama dapat pula
dilakukan dengan cara yang sama.
4) Melalui jalan pikiran
Dalam

memperoleh

kebenaran

pengetahuan

manusia

telah

menggunakan penalaranya atau jalan pikiranya
b. Cara Modern
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan ini mode
sistematis, logis dan ilmiah.cara ini disebut dengan “metode penelitian
ilmiah” atau lebih popular disebut metode penelitian (Research
Methodelogi) yang mengembangkamn metode berpikir induktif dengan
mengadakan

pengamatan

langsung

terhadap

gejala

alam

atau

kemasyarakatan. Kemudian hasil pengamatan tersebut dikumpulkan dan

22

diklasifikasikan, dan akhirnya diambil kesimpulan umum (Notoadmodjo,
2005).

3. Tingkat pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang cukup dalam
domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu:
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang sudah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab
itu, tahu ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau
materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan, sebagian terhadap objek dipelajari.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini
dapat diartikan aplikasi atau penggunaan pengetahuan tentang bahaya
kehamilan dalam kehidupan sehari-hari.

23

d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan
analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja dapat
menggambarkan, membedakan, memisahkan dan mengelompokkan.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi yang baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat
menyusun, merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan
dengan keadaan kehamilan yang dihadapi.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada.

4. Pengukuran pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara kuesioner atau
pertanyaan-pertanyaan yang mencakup tentang pengetahuan ibu dengan
prolaps uterin di nilai seberapa luas kedalaman pengeahuan ibu tentang

24

prolaps uteri dadapat kita ketahui atau kita ukur melalui persentase yang
dihasilkan oleh responden (Notoatmojo, 2005).

5. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang,
yaitu :
a. Pendidikan
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara (Kemendiknas, 2013).
Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada
masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik)
untuk memelihara (mengatasi masalah) dan meningkatkan kesehatannya.
Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang
dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini didasarkan kepada pengetahuan
dan kesadarannya melalui proses pembelajaran (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Mubarak (2005), pendidikan formal yang dilakukan oleh
pemerintah maupun swasta adalah merupakan upaya untuk meningkatkan
kecerdasan serta kemampuan bangsa. Kemampuan ini mencakup
kemampuan kognitif, efektif dan psikomotor dari segala bidang keilmuan

25

termasuk teknologi. Tingginya angka kelulusan perguruan tinggi dari
suatu bangsa adalah merupakan indikator kualitas bangsa itu.
Pendidikan dapat meningkatkan kematangan intelektual sehingga
seseorang dapat membuat keputusan lebih baik dalam bertindak. Tingkat
pendidikan dipercaya mempengaruhi permintaan akan pelayanan
kesehatan. pendidikan yang tinggi akan memungkinkan seseorang untuk
mengetahui atau mengenal gejala awal dari suatu penyakit, sehingga
keinginan untuk segera mendapatkan perawatan (Notoatmodjo, 2007).
Perilaku kesehatan dalam hal pemeliharaan kesehataan, pencarian
pengobatan, kesehatan lingkungan dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap
dan praktek dari seseorang. Pendidikan dapat membawa wawasan atau
pengetahuan seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan
lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas (Setiawati,
2008).
Menurut Erfandi (2009), pendidikan adalah suatu usaha untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar
sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi
proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang
tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka
seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang
lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk
semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan.
Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan

26

seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin
luas pula pengetahuannya.
Menurut

Kemendiknas

(2013),

tahapan

pendidikan

yang

ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik yaitu:
b. Pendidikan dasar (Sekolah Dasar (SD)/Madrasah (MI) atau bentuk
lain, Sekolah Menengah Pertama (SMP)/ Madrasah Tsanawiyah
(MTs) atau bentuk lain)
c. Pendidikan menengah (Pendidikan menengah umum/kejuruan terdiri
dari Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau
bentuk lain sederajat
d. Pendidikan Tinggi (Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut atau
Universitas).
b. Informasi
Informasi kesehatan merupakan serangkaian informasi tang
ditujukan untuk mempengaruhi orang lain, mulai dari individu,
kelompok, keluarga dan masyarakat agar terlaksananya perilaku yang
sehat. Sama halnya dengan proses pembelajaran pendidikan kesehatan
memiliki tujuan yang sama yaitu terjadinya perubahan perilaku yang
dipengaruhi banyak faktor yaitu sasaran pendidikan, pelaku pendidikan,
proses pendidikan, proses pendidikan dan perubahan perilaku (Setiawati,
2008).

27

Tujuan pemberian informasi kesehatan adalah membantu
individu, keluarga, atau komunitas untuk mencapai tingkat kesehatan
optimal. Layanan kesehatan preventif dapat mengurangi biaya kesehatan
dan menurunkan beban bagi individu, keluarga dan komunitas. Tenaga
kesehatan seperti perawat, bidan dan dokter merupakan sumber informasi
yang tampak dan kompeten bagi klien yang ingin meningkatkan kondisi
fisik dan psikologisnya. Tenaga memberikan informasi dan keterampilan
dan dapat mengubah perilaku masyarakat menjadi lebih sehat. Hal ini
dapat dilakukan di sekolah, rumah, klinik atau tempat kerja. Sebagai
contoh bidan mengajarkan perubahan fisik dan psikologis wanita dan
perkembangan janin bagi calon orang tua (Potter dan Perry, 2009).
Promosi kesehatan bukan hanya kegiatan penyadaran masyarakat
atau pemberian dan peningkatan pengetahuan masyarakat tetantang
kesehatan tetapi jugamerupakan upaya-upaya dalam memfasilitasi
perubahan perilaku kesehatan yang diinginkan. Informasi yang diberikan
bukan hanya melakukan perubahan perilaku saja melainkan juga upaya
perubahan lingkungan, sosial budaya, politik dan ekonomi (Setiawati,
2008).
Setelah mendapatkan informasi tersebut, ibu mungkin akan lebih
mengkonsumsi makanan sehat, berolahraga, dan menghindari faktorfaktor yang berisiko buruk terhadap kesehatan. Promosi perilaku sehat
melalui edukasi memungkinkan masyarakat mengambil tanggung jawab
yang lebih besar terhadap kesehatanya. Pengetahuan yang lebih baik

28

akan menghasilkan kebiasaan pemeliharaan kesehatan yang lebih baik
pula. Saat masyarakat menyadari kesehatan maka akan lebih cenderung
untuk mencari diagnosis diri terhadap masalah kesehatan (Potter dan
Perry, 2009).
Menurut Setiawati (2008), perilaku berubah dengan terlebih
dahulu diberikan sebuah penguatan berupa informasi-informasi tentang
suatu hal yang bisa merubah perilku terlebih dahulu. Perilaku makan
makanan siap saji akan menyebabkan banyak penyakit. Informasi tentang
penyakit yang dialami, komplikasi yang dapat terjadi bahkan dapat
mengakibatkan kematian perlu diinformasikan. Di samping itu juga perlu
diberikan informasi berupa solusi makanan dan minuman tanpa
pengawet, pentingnya sayuran dan makanan dengan serat tinggi adalah
informasi yang akan merubah perilaku tidak sehat menjadi perilaku
sehat.
Promosi kesehatan juga merupakan suatu proses yang mempunyai
masukan (input) dan keluaran (output). Suatu proses pemberian informasi
kesehatan yang bertujuan tercapainya tujuan pendidikan yaitu perubahan
perilaku yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor tersebut di samping
faktor masukannya sendiri juga faktor metode, faktor materi atau
pesannya, petugas yang melakukannya, alat-alat bantu/alat peraga
pendidikan yang dipakai (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Notoatmodjo (2003), seseorang atau masyarakat dapat
memperoleh pengalaman/pengetahuan melalui berbagai macam media

29

informasi. Tetapi masing-masing alat mempunyai intensitas yang
berbeda-beda di dalam membantu permasalahan seseorang. Berdasarkan
fungsinya sebagai penyalur informasi, media ini dibagi menjadi 3, yakni
media cetak, media eletronik dan media papan.
1) Media cetak
Media cetak sebagai alat bantu menyampaikan informasi
kesehatan sangat bervariasi, antara lain sebagai berikut:
a) Booklet, ialah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan
kesehatan dalam bentuk buku, baik berupa tulisan maupun gambar.
b) Leaflet, ialah bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan
kesehatan melalui lembaran yang dilipat. Isi informasi dapat dalam
bentuk kalimat maupun gambar, atau kombinasi.
c) Flyer (selebaran), bentuknya seperti leaflet, tetapi tidak berlipat.
d) Flip chart (lembar balik), media penyampaian pesan atau
informasi-informasi kesehatan dalam

bentuk

lembar

balik.

Biasanya dalam bentuk buku di mana tiap lembar (halaman) berisi
gambar peragaan dan lembaran baliknya berisi kalimat sebagai
pesan atau informasi yang berkaitan dengan gambar tersebut.
e) Rubrik atau tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah yang
membahas suatu masalah kesehatan, atau hal-hal yang berkaitan
dengan kesehatan.

30

f) Poster ialah bentuk media cetak yang berisi pesan-pesan/informasi
kesehatan, yang biasanya ditempel di tembok-tembok, di tempattempat umum dan sebagainya.
g) Foto yang mengungkapkan informasi kesehatan
2) Media eletronik
Media eletronik sebagai sasaran untuk menyampaikan pesan-pesan
atau informasi-informasi kesehatan berbeda-beda jenisnya antara lain:
a) Televisi
Penyampaian pesan atau informasi kesehatan melalui media
televisi dapat dalam bentuk sandiwara, sinetron, forum diskusi atau
Tanya jawab masalah kesehatan, ceramah, TV sport, kuis atau
cerdas cermat dan sebagainya.
b) Radio
Penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui radio
juga dapat bermacam-macam bentuknya, antara lain obrolan
(Tanya jawab), sandiwara radio, ceramah, radio spot dan
sebagainya.
c) Video
Penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan dapat melalui
video.
d) Slide
Slide juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan atau
informasi-informasi kesehatan.

31

e) Internet
3) Media papan
Papan (billboard) yang dipasang di tempat-tempat umum dapat diisi
dengan pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan. Media papan
di sini juga mencakup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran seng
yang ditempel pada kendaraan-kendaraan umum.
c. Sosial budaya dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui
penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian
seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan.
Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu
fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial
ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.
d. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu,
baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh
terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada
dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal
balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap
individu.
e. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali

32

pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi
masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan
memberikan

pengetahuan

dan

keterampilan

professional

serta

pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan
kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari
keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah
nyata dalam bidang kerjanya.
f. Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir
seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya
tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya
semakin membaik. individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat
dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi
suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia
madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca.
Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal
dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Dua sikap
tradisional

mengenai

jalannya

perkembangan

selama

hidup

(Notoatmodjo, 2007).
Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh usia, semakin tua usia
seseorang maka semakin banyak pengalaman yang diperoleh dan
semakin baik adaptasi seseorang yang ditunjukkan melalui perilaku.
Umur sangat mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku yaitu seseorang

33

akan berubah seiring dengan perubahan kehidupannya (Potter dan Perry,
2009).
Menurut

Potter

dan

Perry

(2005),

pertumbuhan

dan

perkembangan manusia merupakan hal yang berjalan terus dan berllikuliku, proses komplek yang sering dibagi ke dalam tahap yang diatur
sesuai kelompok umur. Periode perkembangan menurut untuk orang
dewasa dibagi dalam 18-21 tahun (remaja akhir), 22-40 tahun (dewasa
muda), 41-65 tahun (dewasa tengah), > 65 tahun (dewasa akhir).
Menurut Erfandi (2009), usia mempengaruhi terhadap daya
tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin
berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan
yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan
lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih
banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri
menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak
menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual,
pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada
penurunan pada usia ini. Dua sikap tradisional mengenai jalannya
perkembangan selama hidup:
1) Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang
dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga
menambah pengetahuannya.

34

2) Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah
tua karena mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat
diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya
usia, khususnya pada beberapa kemampuan yang lain seperti misalnya
kosa kata dan pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat
ternyata IQ seseorang akan menurun cukup cepat sejalan dengan
bertambahnya usia.
Selain itu, ibu-ibu yang terlalu muda sering kali secara emosional
dan fisik belum matang, selain pendidikan pada umumnya rendah, ibu
yang masih muda masih tergantung pada orang lain. Di Indonesia angka
kejadian perempuan infertil 15% pada usia 30-34 tahun meningkat 30%
pada usia 35-39 tahun dan 64% pada usia 40-44 tahun. Kemampuan
reproduksi wanita menurun drastis setelah berumur 35 tahun. Hal ini
dikarenakan cadangan sel telur yang makin sedikit. Fase reproduksi
wanita adalah masa sistem reproduksi wanita berjalan optimal sehingga
wanita berkemampuan untuk hamil. Fase ini dimulai setelah fase
pubertas sampai sebelum fase menopause (Irsal, 2008).

35

C. Kerangka Teoritis
Menurut

Notoadmodjo

(2005)

ada

beberapa

faktor

yang

mempengaruhi pengetahuan seseorang. Untuk lebih jelas dapat dilihat dalam
bentuk skema dibawah ini.

Notoadmodjo (2005)
- Pendidikan
- Informasi
- Sosial budaya dan
ekonomi
- Lingkungan
- Pengalaman
- Usia
Pengetahuan Pasangan Usia
Subur terhadap Infertil
Irsal (2008)
 Usia / Umur

36

BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep
Pendidikan merupakan salah satu indikator yang kerap ditelaah dalam
mengukur tingkat pembangunan manusia di suatu Negara, pendidikan
memberikan kontribusi terhadap perubahan perilaku kesehatan. Di Indonesia
tingkat pendidikan mempengaruhi perilaku dan menghasilkan banyak
perubahan disegala bidang termasuk pengetahuan masyarakat di bidang
kesehatan.
Variabel Independen

Variabel Dependen

Pendidikan
Pengetahuan Pasangan
Usia Subur terhadap
infertlitas

Usia

Informasi

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

36

37

B. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No

Variabel

Dependen
1 Pengetahuan
ibu

Independen
1
Pendidikan

2

3

Usia

Informasi

Definisi
operasional

Cara ukur

Alat
ukur

Hasil yang
terjadi setelah
seseorang
melakukan
penginderaan
terhadap objek
tertentu

Menyebarkan
kuesioner
berjumlah 10
pertanyaan dengan
kriteria:
- Tinggi jika
x ≥ 5,71
- Rendah jika
x ≥ 5,71

Kuesioner

Pendidikan
terakhir yang di
selesaikan ibu

Menyebarkan
kuesioner dengan
kriteria penilaian- Tinggi =PT
- Menengah=
SMA
- Dasar =
SD/SLTP

Kuesioner

Menyebarkan
kuesiner
Dengan kriteria:
- Remaja akhir
(18-21 tahun)
- Dewasa muda
(22-40 tahun)
- Dewasa tengah
(41-65 tahun)
Penyebaran
kuesioner dengan
kriteria:
- Ada jika
mendapatkan
informasi
- Tidak bila tidak
mendapatkan
informasi

Kuesioner

Jumlah umur
yang dihitung
dari lahir

Sesuatu yang
diperoleh ibu
baik dari
pendidikan
formal maupun
non formal
tentang
infertilitas

Hasil
ukur
Tinggi

Skala
Ukur
Ordinal

Rendah

Tinggi

Ordinal

Menengah
Dasar

Remaja
akhir

Nominal

Dewasa
muda
Dewasa
tengah
Kuesioner

Ada

Tidak

Nominal

38

C. Hipotesa Penelitian
1. Ada pengaruh antara pendidikan terhadap pengetahuan Pasangan Usia
Subur tentang infertilitas di Yayasan Klinik Bersalin Hj. Darnelis Zam
Darussalam Banda Aceh tahun 2013.
2. Ada pengaruh antara usia terhadap pengetahuan Pasangan Usia Subur
tentang infertilitas di Yayasan Klinik Bersalin Hj. Darnelis Zam
Darussalam Banda Aceh tahun 2013.
3. Ada pengaruh antara informasi terhadap pengetahuan Pasangan Usia
Subur tentang infertilitas di Yayasan Klinik Bersalin Hj. Darnelis Zam
Darussalam Banda Aceh tahun 2013.

39

BAB IV
METODELOGI PENELITIAN

A. Jenis Desain Penelitian
Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan Cross Sectional yaitu
suatu penelitian dimana pengumpulan data dilakukan secara bersamaan.
Tujuan utama penelitian ini untuk melihat dan mengetahui Faktor-faktor yang
mempengaruhi pengetahuan Pasangan Usia Subur Terhadap Infertilitas di
Yayasan Klinik Bersalin Hj. Darnelis zam Darussalam Banda Aceh Tahun
2013.

B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasangan usia subur yang
berkunjung di Yayasan Klinik Bersalin Hj. Darnelis Zam Darussalam Banda
Aceh yaitu sebanyak 44 orang.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah semua jumlah populasi yang terdapat di
tempat penelitian. Sedangkan tehnik yang digunakan dalam pengambilan
sampel ini yaitu menggunakan tehnik metode accidental sampling yaitu
pengambilan sampel secara kebetulan berjumpa pada saat penelitian
dilakukan selama 6 hari berjumlah 32 responden.

39

40

C. Tempat Dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Yayasan Klinik Bersalin Hj. Darnelis Zam
Darussalam Banda Aceh
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 24-29 Agustus 2013

D. Instrument Penelitian
Adapun instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner yang berisi 14 pertanyaan yang terdiri dari varibel berikut:
1. Bagian A berisi tentang kode responden di isi oleh peneliti
2. Bagian B berisi kuesioner penelitian berjumlah 14 item pertanyaan meliputi:
a. Pendidikan berjumlah 1 item pertanyaan
b. Umur berjumlah 1 item pertanyaan
c. Informasi berjumlah 2 item pertanyaa
d. Pengetahuan berjumlah 10 item pertanyaan

E. Teknik Pengumpulan Data
1. Data Primer
Jenis data yang digunakan ini adalah data pimer. Data primer yaitu data
yang langsung diperoleh dari responden dengan cara membagikan kuesioner
kepada Pasangan Usia Subur di Yayasan Klinik Bersalin Hj. Darnelis Zam
Darussalam Banda Aceh.

41

2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang peneliti dapatkan langsung dari buku
register di Yayasan Klinik Bersalin Hj. Darnelis Zam Darussalam Banda
Aceh.

F. Tekhnik Pengolahan dan Analisa Data
1. Pengolahan data
Menurut Hidayat (2009), data yang telah dikumpulkan secara manual
melalui langkah-langkah:
a. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap
pengumpulan data terkumpul. Setlah dilakukan pemeriksaan tidak
ditemukan data yang tidak lengkap karena langsung diperiksa setelah
kuesioner diisi oleh responden.
b. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik terhadap data yang

terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangatlah penting bila
pengolahan dan analisa data menggunakan komputer. Kode yang
diberikan pada penelitian ini dimulai dari 01 untuk responden pertama
sampai 32 untuk responden terakhir.

42

c. Data Entry
Data entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke

dalam master tabel, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana
atau dengan membuat tabel kontigensi.
d. Melakukan Tehnik Analisis

Dalam melakukan analisis, khususnya

terhadap data penelitian akan

menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang
hendak dianalisis. Apabila penelitiannya deskriptif akan menggunakan
statistik deskriptif. Pada peneliatian ini dilakukan analisis deskriptif
dengan pendekatan cross sectional.

2. Analisa data
a. Analisis Univariat
Analisa data univariat menggunakan teknik analisa deskriptif
dalam bentuk persentase untuk masing-masing sub variabel dengan
terlebih dahulu menggunakan jenjang kategori (Notoatmodjo, 2005).
Pada penelitian ini, dalam menentukan kategori skala ukur peneliti
menggunakan nilai rata-rata (mean) menurut Hidayat (2009), yaitu:
̅
Keterangan:
̅ = Nilai rata-rata hitung (mean)

∑fxi = Jumlah nilai responden
n = Jumlah responden

43

Data yang didapat dari pengisian kuesioner dianalisa secara
deskriptif, kemudian menghitung persentase dengan menggunakan rumus
distribusi frekuensi sebagai berikut :
P
Keterangan :
P = Angka persentase
= frekwensi yang dicari persentase
n = Jumlah seluruh responden
b. Analisis Bivariat
Untuk mengukur hubungan variabel independen dan dependen
akan dilakukan analisa bivariat dengan menggunakan program komputer
yaitu menggunakan Statistical Package for the social sciences (SPSS)
versi 20,0. Hubungan antar variabel dilihat dengan menggunakan uji chi
squre test. Penilaian dilakukan sebagai berikut :

1) Jika p value ≤ 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan
Ha diterima.
2) Jika