makalah muawiyah. sejarah peradaban isla

PENDAHULUAN
Dinasti Umayyah merupakan kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh Muawiyah
Ibn Abi Sufyan. Perintisan dinasti ini dilakukannya dengan cara menolak pembai’atan
terhadap khalifah Ali bin Abi Thalib, kemudian ia memilih berperang dan melakukan
perdamaian dengan pihak Ali dengan strategi politik yang sangat menguntungkan baginya.
Jatuhnya Ali dan naiknya Muawiyah juga disebabkan keberhasilan pihak khawarij
(kelompok yang membangkan dari Ali) membunuh khalifah Ali, meskipun kemudian tampuk
kekuasaan dipegang oleh putranya Hasan, namun tanpa dukungan yang kuat dan kondisi
politik yang kacau akhirnya kepemimpinannya pun hanya bertahan sampai beberapa bulan.
Pada akhirnya Hasan menyerahkan kepemimpinan kepada Muawiyah, namun dengan
perjanjian bahwa pemmilihan kepemimpinan sesudahnya adalah diserahkan kepada umat
Islam. Perjanjian tersebut dibuat pada tahun 661 M / 41 H dan dikenal dengan am jama’ah
karena perjanjian ini mempersatukan ummat Islam menjadi satu kepemimpinan, namun
secara tidak langsung mengubah pola pemerintahan menjadi kerajaan.
Meskipun begitu, munculnya Dinasti Umayyah memberikan babak baru dalam
kemajuan peradaban Islam, hal itu dibuktikan dengan sumbangan-sumbangannya dalam
perluasan wilayah, kemajuan pendidikan, kebudayaan dan lain sebagainya.

Rumusan Masalah :
1.
2.

3.
4.

Bagaimana biografi Muawiyah bin Abu Sufyan ?
Bagaimana penaklukan di Masa Pemerintahan Muawiyah ?
Bagaimana gaya kepemimpinan Muawiyah bin Abu Sufyan ?
Jasa Peninggalan Kholifah Muawiyah bin Abi Sufyan ?

1

PEMBAHASAN
A.

Biografi Muawiyah bin Abu Sufyan 40-60 H / 660 – 680 M
Dia bernama Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb bin Umayyah bin Abd Syams. Ikut

bersama-sama dengan orang musyrikin dalam Perang Khandaq. Muawiyah dilahirkan di
makkah lima tahun sebelum kerasulan Muhammad s.a.w. Dia bersama ayah, saudaranya
(yazid) dan ibunya baru masuk islam pada waktu penaklukan Makkah atau pada tahun 6
H/627 M, saat terjadi perjanjian Hudaibiyah. Muawiyah adalah salah seorang di anatara para

tokoh dan para pemimpin Quraisy pada zaman jahiliah. Dia adalah orang terhormat dan
berkedudukan tinggi sama seperti pamannya yang bernama Hasyim bin Abdu Manaf .
Muawiyah ikut bersama Rasulullah pada perang Hunain dan Thaif. Pada saat itu Rasulullah
memberikan harta rampasan perang dalam jumlah besar kepadanya karena dia dianggap
sebagai orang muallaf. Dia adalah seorang penulis wahyu Rasulullah dan meriwayatkan
sedikitnya 163 Hadits dari Rasulullah.
Kemudian Muawiyah ikut dalam Perang Yarmuk dan membuka Syam di bawah
pimpinan saudaranya Yazid. Dia juga berhasil menaklukan Qaisariyah dan sebagian pesisir
wilayah Syam. Umar Ibn Khatab mengangkatnya sebagai gubernur untuk seluruh wilayah
Syam. Dia meminta izin kepada Umar untuk menyerang pasukan Romawi melalui laut,
namun ditolak oleh Umar. Dia menyerbu Romawi hingga mencapai Amuriyah (dekat
Ankara).
Ustman bin Affan, ketika menjadi khalifah, mengizinkannya untuk melakukan
penyerangan pada Romawi melalui laut setelah Muawiyah meminta secara terus-menerus
padanya. Dia juga menyerbu Siprus dan mampu menaklukkannya pada tahun 28 H/647 M.
Dia mampu mengalahkan pasukan Romawi dalam sebuah pertempuran laut besar yang
pernah dilakukan oleh kaum muslimin, yakni Perang Dzat Ash-Shawari, pada tahun 31 H/
651 M. Muawiyah adalah seorang pemimpin yang berpribadi kuat dan amat jujur, serta ahli
dalam lapangan politik.
Tatkala Ali dibaiat sebagai khalifah, dia memecat semua gubernur. Namun, Muawiyah

menolak pemecatan itu dan sekaligus tidak mau membaiat Ali sebagai khalifah. Maka,
terjadilah pertempuran antara dia dengan Ali, pertempuran yang terpenting adalah
pertempuran di shiffin dimana Muawiyah mengalami kekalahan di medan perang. Setelah
pertempuran di Shiffin itu terjadilah beberapa pertempuran lagi, di mana Muawiyah berhasil
2

menguasai kekuasaan dan kekuatan musuhnya. Ali mengalami penderitaan karena
perlawanan dan kekuatan Muawiyah serta kaum Khawarij. Dia juga menderita karena
pengikutnya di Iraq yang bersikap murtad dan munafiq kepadanya. Ali barulah terlepas dari
kesulitan-kesulitan itu setelah ia ditikam oleh Ibnu Muljim kaum Khawarij dengan tusukan
pedang beracun saat ia beribadah di masjid kuffah.
Setelah Ali meninggal, dia digantikan oleh anaknya Hasan bin Ali melalui pembaitan
umum. Namun, Hasan kemudian menyerahkan kekuasaan kepada Muawiyah sebagai upaya
untuk menghindari pertumpuhan darah kaum muslimin dan untuk menyatupadukan mereka.
Sesudah itu Muawiyah masuk ke kota Kufah pada tahun 41 H/661 M di mana ia bertemu
dengan Hasan lalu orang banyak membaiat Muawiyah menjadi khalifah, Hasan dan Husein
turut pula membaitannya. Dengan demikian, Muawiyah menjadi khalifah yang legal sejak
tahun 41 H/661 M, tahun tersebut dinamakan “Tahun Persatuan” karena rakyat telah bersatu
di bawah pimpian khalifah Muawiyah.
Sejak itu permasalahan menjadi stabil, keamanan dalam negeri stabil. Kaum muslimin

kembali mampu melakukan penaklukan-penaklukan setelah sebelumnya sempat terhenti
karena adanya konflik internal.
B. Penaklukan di Masa Pemerintahan Muawiyah
Penaklukan di masa pemerintahannya demikian luas dan meliputi dua front utama.
a. Wilayah Barat
Wilayah Romawi (Turki). Ketika itu selalu dilakukan pengintaian dan
ekspedisi ke sana. Maksud dan tujuannya adalah menaklukkan Konstantinopel. Kota
itu dikepung pada tahun 50 H/670 M kemudian pada tahun 53 -61 H / 672-680 M,
namun tidak berhasil ditaklukkan.
Muawiyah membentuk pasukan laut yang besar yang siaga di Laut Tengah
dengan kekuatan 1.700 kapal. Dengan kekuatan itu dia berhasil memetik berbagai
kemenangan. Dia berhasil menaklukkan pulau Jarba di Tunisia pada tahun 49 H / 669
M, kepulauan Rhodesia pada tahun 53 H / 673 M, kepulauan kreta pada tahun 55 H /
624 M, kepulauan ijih dekat konstantinopel pada tahun.
Di Afrika. Benzarat ditaklukkan pada tahun 41 H / 661 M, Qamuniyah (dekat
Qayrawan) ditaklukkan pada tahun 45 H / 665 M, Susat juga ditaklukkan pada tahun
yang sama. Uqbah bin Nafi’ berhasil menaklukkan Sirt dan Mogadishu, Tharablis dan
menaklukkan Wadan kembali. Kota Qayrawan dibangun pada tahun 50 H / 670 M.
3


Kur sebuah wilayah di Sudan berhasil pula ditaklukkan. Akhirnya, penaklukkan ini
sampai ke wilayah Maghrib Tengah (Aljazair). Uqbah bin Nafi adalah komandan
yang paling terkenal di kawasan ini.
b. Kawasan Timur
Kawasan Timur (Negeri Asia Tengah dan Sindh). Negeri-negeri Asia Tengah
meliputi kawasan yang berada diantara sungai Sayhun dan Jayhun. Diantara kerajaan
yang paling pentinga adalah Thakaristan dengan ibukotanya Balkh, Shafaniyan
dengan ibukota Syawman, Shaghad dengan ibukota Samarkand dan Bukhari,
Farghanah dengan ibukota Jahandah, Khawarizm dengan ibukota Jurjaniyah,
Asyrusanah dengan ibukota Banjakat, Syasy dengan ibukota Bankats. Mayoritas
penduduk di kawasan itu adalah kaum paganis. Pasukan islam menyerang wilayah
asia tengah pada tahun 41 H / 661 M. Pada tahun 43 H / 663 M mereka mampu
menaklukkan Sajistan dan menaklukkan sebagian wilayah Thakharistan pada tahun 45
H / 665 M. Mereka sampai ke wilayah Qushitan. Pada tahun 44 H /664 M Abdullah
bin Ziyad tiba di pegunugan Bukhari.
Pada tahun 44 H / 664 M kaum muslimin menyerang wilayah Sindh dan india.
Penduduk di tempat itu selalu melakukan pemberontakan sehingga membuat kawasan
itu tidak selamanya stabil kecuali di masa pemerintahan Walid bin Abdul Malik.
.


C. Gaya Kepemimpinan Muawiyah bin Abu Sufyan
Sistem pemerintahan yang dijalankan pemerintahan bani Umayyah adalah Monarchi
Heridities. Yaitu system pemerintahan kerajaan / turun temurun, hal ini dibuktikan setelah
Muawiyah wafat ia menyerahkan kekuasaan kekholifahan kepada putranya yaitu Yazid bin
Muawiyah. Hal inilah yang menyebabkan pemberontakan yang dilakukan oleh Husain bin Ali
(saudara Hasan). Sehingga terjadi perang di padang Karba’ Irak. Dalam perang ini Hasan
beserta seluruh keluarganya terbunuh.
Dalam menjalankan pemerintahan, Muawiyah memang terkenal keras dan otoriter.
Namun gaya kepemimpinan inilah yang menjadikan pemerintahan Islam berjalan stabil
karena ia selalu berusaha menumpas para pemberontakan yang dilakukan oleh orang-orang
Syi’ah.
Sejalan dengan watak dan prinsip Muawiyah tersebut serta pemikirannya yang
perspektif dan inovatif, ia membuat berbagai kebijaksanaan dan keputusan politik dalam dan
luar negeri. Dan jejak ini diteruskan oleh para penggantinya dengan menyempurnakannya.
Pertama, pemindahan pusat pemerintahan dari Madinah ke Damaskus.
4

Keputusan ini didasarkan pada pertimbangan politik dan alasan keamanan. Karena letaknya
jauh dari Kufah pusat kaum Syiah pendukung Ali, dan jauh dari Hijaz tempat tinggal
mayoritas Bani Hasyim dan Bani Umayah, sehingga bisa terhindar dari konflik yang lebih

tajam antara dua bani itu dalam memperebutkan kekuasaan. Lebih dari itu, Damaskus yang
terletak diwilayah Syam (Suria) adalah daerah yang berada di bawah gengaman pengaruh
Muawiyah selama 20 tahun sejak ia diangkat menjadi Gubernur di distirk itu sejak zaman
Khalifah Umar bin Khatab.
Kedua, Muawiyah memberi penghargaan kepada orang-orang yang berjasa dalam
perjuangannya mencapai pundak kekuasaan. Seperti Amr bin Ash ia angkat kembali menjadi
Gubernur di Mesir, Al-Mughirah bin Syu’bah juga ia diangkat menjadi Gubernur diwilayah
Persia. Ia juga memperlakukan dengan baik dan mengambil baik para sahabat terkemuka
yang bersikap netral terhadap berbagai kasus yang ditimbul waktu itu, sehingga mereka
berpihak kepadanya.
Ketiga, Menumpas orang-orang yang beroposisi yang dianggap berbahaya jika tidak
bisa dibujuk dengan harta dan kedudukan, dan menumpas kaum pemberontak. Ia menumpas
kaum Khawarij yang merongsong wibawa kekuasaannya dan mengkafirkannya. Golongan ini
menunduhnya tidak mau berhukum kepada Al-Qur’an dalam mewujudkan perdamaian
dengan Ali diperang Shiffin melainkan ia mengikuti ambisi hawa nafsu politiknya.
Keempat, membangun kekuatan militer yang terdiri dari tiga angakatan, darat, laut
dan kepolisian yang tangguh dan loyal. Mereka diberi gaji yang cukup, dua kali lebih besar
dari pada yang diberi pada yang diberikan Umar kepada tentaranya. Ketiga angkatan ini
bertugas menjamin stabilitas keamanan dalam negeri dan mendukung kebijaksanaan politik
luar negeri yaitu memperluas wilayah kekuasaan.

Kelima, meneruskan wilayah kekuasaan Islam baik ke Timur maupun ke Barat.
Perluasan wilayah ini diteruskan oleh para penerus Muawiyah, seperti Khalifah Abd al-Malik
ke Timur, Khalifah al-Walid ke Barat, dan ke Perancis di zaman Khalifah Umar bin Abd alAziz. Perluasan wilayah dizaman Dinasti ini merupakan ekspansi besar kedua setelah
ekspansi besar pertama di zaman Umar bin Khattab.
Daerah-daerah yang dikuasai umat Islam dizaman Dinasti ini meliputi Spanyol, Afrika Utara,
Suria, Palestina, Semenanjung Arabia, Irak, sebahagian dari Asia Kecil, Persia, Afganistan,
daerah yang sekarang disebut Pakistan, Rurkmenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah dan
5

pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah, sehingga Dinasti ini berhasil membangun Negara
besar di zaman itu.
Bersatunya berbagai suku bangsa di bawah naungan Islam melahirkan benih-benih
peradaban baru yang bercorak Islam, sekalipun Bani Umayah lebih memusatkan
perhatiannya kepada pengembangan kebudayaan Arab. Benih-benih peradaban baru itu kelak
berkembang pesat di zaman Dinasti Abbasiyah sehingga Dunia Islam menjadi pusat
peradaban dunia selama berabad-abad.
Keenam, baik Muawiyah maupun para penggantinya membuat kebijaksanaan yang
berbeda dari zaman Khulafa al-Rasyidin. Mereka merekrut orang-orang non-musim sebagai
pejabat-pejabat dalam pemerintahan, seperti penasehat, administrator, dokter dan dikesatuankesatuan tentara. Tapi di zaman Khulafaur Umar bin Abd al-Aziz kebijaksanaan itu ia
hapuskan. Karena orang-orang non-Muslim (Yahudi, Nasrani, Majusi) yang memperoleh

privilege di dalam pemerintahan banyak merugikan kepentingan umat Islam bahkan
menganggap rendah mereka. Didalam Al-Qur’an memang terdapat peringatan-peringatan
yang tidak membolehkan orang-orang mukmin merekrut orang-orang non-muslim sebagai
teman kepercayaan dalam mengatur urusan orang-orang mukmin.
Ketujuh, Muawiyah mengadakan pembaharuan dibidang administrasi pemerintahan
dan melengkapinya dengan jabatan-jabatan baru yang dipengaruhi oleh kebudayaan
Byzantium.
Kedelapan, Kebijaksanaan dan keputusan politik penting yang dibuat oleh Khalifah
Muawiyah adalah Mengubah system pemerintahan dari bentuk Khalifah yang bercorak
Demokratis menjadi system Monarki dengan mengankat putranya, Yazid, menjadi putra
Mahkota untuk menggantikannya sebagai Khalifah sepeninggalnya nanti. Ini berarti suksesi
kepemimpinan berlansung secara turun-temurun yang diikuti oleh para pengganti Muawiyah.
D.

Jasa Peninggalan Kholifah Muawiyah bin Abu Sufyan

Pada masa Umayyah, baitul Mal = Lembaga pemerintahan yang bertugas mengurus
masalah keuangan Negara, beralih fungsi dari harta hak seluruh rakyat menjadi harta
kekayaan pribadi kholifah. Adapun kebijakan-kebijakan yang dilakukan pada masa
pemerintahan Kholifah Muawiyah antara lain adalah :

1.

Pembentukan Diwanul Hijabah

6

Bertugas memberikan pengawalan khusus terhadap Kholifah, hal ini dikarenakan
kekhawatiran muawiyah melihat 3 kholifah sebelumnya meninggal karena terbunuh
2.

Pembentukan Diwanul Khatam

Bertugas mencatat semua kebijakan Kholifah mengantisipasi peristiwa pembunuhan Kholifah
Utsman yang disebabkan Surat misterius.
3.

Pembentukan Diwanul Barid

Departemen pos yang bertugas mengantarkan surat-surat resmi pemerintah
4.


Pembentukan Shohibul Kharaj

Bertugas memungut pajak dari rakyat.

KESIMPULAN

Dari uraian di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut:

7

1.

Mu’awiyah merupakan salah satu sahabat Rasulullah, yang memiliki peran cukup
penting. Pengalaman politiknya berawal ketika ia ditunjuk sebagai pimpinan Perang
dalam upaya menduduki wilayah Palestina, Suriah, dan Mesir yang berada dibawah
kekuasaan Romawi.

2.

Mu’awiyah berkuasa selama 20 tahun dan berhasil mengangkat harkat dan martabat
kaum muslim, yaitu dengan semakin meluasnya wilayah kekuasaan Islam hingga
merambah ke daerah Afrika, Pulau Kreta dan Pulau Arkhabi.

3.

Mu’awiyah mempunyai jasa-jasa di bidang sosial, misalnya membentuk dinas pos,
mencetak mata uang, dan membangun madrasah-madrasah.

DAFTAR PUSTAKA

8

Hasan, Hasan Ibrahim. Sejarah dan Kebudayaan Islam 2. Jakarta: Kalam Mulia. 2006.
Syalabi, Ahmad. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Mutiara Sumber Widya. 1992.
Al-‘Usairy, Ahmad.Sejarah Islam. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana. 2003.

http://elsiregar.blogspot.com/2012/10/makalah-muawiyah.html

9