Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (Struktur, Kualifikasi Aparatur, Dan Remunerasi)

PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI
(STRUKTUR, KUALIFIKASI APARATUR, DAN REMUNERASI)
Muryanto Amin1

Pendahuluan
Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan
pembaharuan

dan

perubahan

pemerintahan

terutama

mendasar

menyangkut

terhadap


aspek-aspek

sistem

penyelenggaraan

kelembagaan

(organisasi),

ketatalaksanaan (business process) dan sumber daya manusia aparatur. Berbagai
permasalahan/hambatan yang mengakibatkan sistem penyelenggaraan pemerintahan
tidak berjalan atau diperkirakan tidak akan berjalan dengan baik harus ditata ulang
atau diperharui. Reformasi birokrasi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata
kelola pemerintahan yang baik (good governance). 2 Reformasi birokrasi adalah
langkah strategis untuk membangun aparatur negara agar lebih berdaya guna dan
berhasil guna dalam mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan
nasional. Selain itu dengan sangat pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi
informasi dan komunikasi serta perubahan lingkungan strategis menuntut birokrasi

pemerintahan untuk direformasi dan disesuaikan dengan dinamika tuntutan
masyarakat. Oleh karena itu, harus segera diambil langkah-langkah yang bersifat
mendasar, komprehensif, dan sistematik, sehingga tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan dapat dicapai dengan efektif dan efisien. Reformasi di sini merupakan
proses pembaharuan yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan, sehingga
tidak termasuk upaya dan/atau tindakan yang bersifat radikal dan revolusioner.
Perspektif teoritis tentang reformasi birokrasi diterjemahkan secara praktis
oleh beberapa pemerintah kabupaten dan kota. Sebagian besar masyarakat percaya
bahwa reformasi birokrasi merupakan salah satu syarat fundamental dalam perbaikan
pelayanan kepada masyarakat dan perbaikan perekonomian bangsa secara
menyeluruh. Tetapi, reformasi tidak semudah membalikkan telapak tangan tanpa
kerja keras semua komponen bangsa termasuk para birokrat itu sendiri. Reformasi
birokrasi bukan sekadar permasalahan peningkatan gaji/pendapatan atau remunerasi
birokrat semata, namun lebih jauh dari itu yaitu perubahan sikap mental dari yang

1

Dosen Ilmu Politik FISIP USU dan Ketua Asosiasi Ilmu Politik Indonesia Cabang Medan.
Osborne, David; & Gaebler, Ted. (1992),”Reinventing Government: How The Entrepreneurial Spirit
is Transforming The Public Sector”. Addison-Wesley Publishing.


2



1

dilayani menjadi pelayan profesional sesuai tugas dan tanggung jawabnya. Reformasi
secara luas bisa diartikan sebagai proses menata ulang, mengubah, memperbaiki, dan
menyempurnakan birokrasi agar menjadi lebih baik, profesional, efisien, efektif, dan
produktif sehingga terwujud sistem atau tata kelola birokrasi yang lebih baik dengan
inti utama adalah perubahan perilaku.3

Reformasi Birokrasi di Indonesia: Kendala dan Tantangan Menuju Perubahan
Reformasi birokrasi merupakan suatu hal yang diinginkan oleh berbagai pihak
namun sulit sekali mewujudkannya. Sudah cukup banyak teori-teori tentang
perbaikan birokrasi agar pemerintahan menjadi lebih baik, namun implementasi di
lapangan membutuhkan kerja keras dan komitmen kuat dari segenap pihak terkait,
tidak sekadar para birokrat namun juga masyarakatnya. Khusus di Indonesia, dalam
10 tahun terakhir ini telah ada upaya-upaya perbaikan birokrasi pemerintahan.

Kecepatan reformasi birokrasi di Indonesia tidak secepat yang dibayangkan
masyarakat, walaupun memang pengalaman diberbagai negara (misal Cina, Jepang,
dan Korea Selatan) menunjukan bahwa tidak ada hasil instan dalam reformasi
birokrasi.4 Namun bukan berarti kita diam berpangku tangan, perlu komitmen kuat
dan konsistensi dalam pelaksanaannya. Terkait ‘kelambatan’ implementasi reformasi
birokrasi di Indonesia, terdapat beberapa faktor yang masih menjadi kendala dan
tantangan, diantaranya:

1. Minimnya komitmen dan kepemimpinan politik
Unsur ini merupakan salah satu hal terpenting yang menjadi kendala dalam
implementasi reformasi birokrasi. Kuatnya komitmen dan kepemimpinan politik
untuk merubah paradigma birokrasi akan menentukan keberhasilan reformasi
birokrasi ini. Sudah banyak contoh dibeberapa negara seperti Cina, Jepang, maupun
Korea Selatan yang begitu kuatnya komitmen dari pemimpin bangsa yang
diwujudkan secara politik untuk melaksanakan reformasi birokrasi sehingga hasilnya
dapat dirasakan sesuai tujuan yang ingin dicapai. Inti dari komitmen dan
kepemimpinan politik dalam reformasi birokrasi seharusnya bukan sekadar
wacana/jargon saja, namun harus benar-benar terwujudkan. Termasuk dalam hal ini

3


Brodjonegoro, Bambang P.S. (2008), “Jalan Terjal Reformasi Birokrasi”. Seputar Indonesia, 9 Juni
2008.
4
Prasojo, Eko. (2008), “Reformasi Birokrasi : The Ir-Reformable?”. Media Indonesia, 28 Agustus
2008.



2

adalah adanya roadmap yang jelas dalam agenda setting reformasi birokrasi.
Singkatnya, semakin kuat komitmen dan kepimpinan politik untuk mereformasi
birokrasi, semakin besar peluang untuk berhasil.

2. Terjadinya politisasi birokrasi
Masih adanya politisasi birokrasi di Indonesia tidak hanya terjadi pada saat ini, namun
telah terjadi sejak kita masih dibawah pemerintahan Hindia Belanda. Kooptasi partai
politik ataupun kepentingan lain terhadap birokrasi sudah menjadi hal yang akut. Hal
ini mejadikan birokrasi yang lemah dan tidak berpihak pada kepentingan publik

secara keseluruhan. Hal seperti inilah yang masih terjadi dan menghambat reformasi
birokrasi yang seharusnya sudah berubah menjadi lebih baik. Jika birokrasi sudah
tidak terkooptasi kepentingan politik suatu kelompok tertentu, tentunya percepatan
reformasi birokrasi menjadi lebih baik.

3. Penentangan (resistensi) dari dalam Birokrasi itu sendiri
Point ketiga ini merupakan salah satu kendala sekaligus tantangan dalam suksesnya
pelaksanaan reformasi birokrasi. “Kenyamanan” yang dirasakan selama ini oleh
jajaran birokrat (status quo) membuat mereka sulit untuk merubah pola pikir maupun
sikap mental untuk mendukung kearah perubahan yang lebih baik. Intinya terjadi
penentangan oleh pihak internal (birokrat itu sendiri) terhadap usaha perubahan yang
menjadi inti dari reformasi birokrasi. Ketidakinginan untuk mengubah pola pikir
termasuk budaya kerja dari para birokrat yang ada tentunya menjadi kendala dalam
perubahan itu sendiri. Faktor inilah yang merupakan hal krusial dalam implementasi
reformasi birokrasi di Indonesia secara menyeluruh.

4. Minimnya kompetensi dalam pelaksanaan reformasi birokrasi
Reformasi birokrasi tidak akan berhasil jika tidak ada kompetensi sumberdaya
manusianya dalam implementasinya. Semakin tepat dan kompeten pelaksananya
semakin tinggi tingkat keberhasilan reformasi birokrasi. Seringkali unsur pertama

tentang komitmen politik sudah ada, namun unsur pelaksana tidak tepat, maka tingkat
keberhasilan reformasi birokrasi menjadi mengecil. Jargon, ”the right man, on the
right place, in the right time” adalah hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
reformasi birokrasi. Selain itu kompetensi disini juga berarti ketepatan tugas dan
fungsi dari suatu lembaga negara yang dibentuk, artinya semakin tepat organisasi


3

kelembagaan yang dibentuk akan menentukan juga keberhasilan tugas yang diemban
pemerintah. Jadi tidak ada lembaga yang tidak jelas dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya dalam pelaksanaan birokrasi itu sendiri.

Solusi Melalui Strategi Reformasi Birokrasi
Sebenarnya solusi atas kendala dan tantangan dalam upaya reformasi birokrasi
bisa mengacu pada kendala dan tantangan yang diungkapkan sebelumnya. Caranya
adalah mengeliminasi semua kendala tersebut dan mencegah kembali hal-hal tersebut
dalam birokrasi kita. Komitmen politik dari pimpinan negara sebenarnya sudah ada
dan ini harus tetap dijaga bahkan harus lebih kuat lagi karena ini menjadi prasyarat
utama. Hal ini merupakan strategi utama dalam pelaksanaan reformasi birokrasi.

Komitmen politik ini perlu dirumuskan dalam formulasi kebijakan dan yang
terpenting adalah implementasi dan evaluasi terhadap kebijakan tersebut.
Strategi lain yang perlu diperhatikan dalam strategi reformasi birokrasi adalah
adanya lembaga yang bertanggungjawab untuk membuat dan mengawal kebijakan
reformasi birokrasi ini. Pada beberapa negara bisa saja berbeda-beda misal adanya
Komisi Reformasi Birokrasi Administrasi (seperti Korea Selatan) ataupun
Kementerian Dalam Negeri-nya. Untuk Indonesia, kita patut bersyukur bahwa dalam
kabinet yang baru diumumkan Oktober 2009 yang lalu, telah jelas adanya lembaga
yang bertanggungjawab mengawal kebijakan reformasi birokrasi ini atau mungkin
menegaskan kembali akan pentingnya reformasi birokrasi yaitu Kementerian
Pendayagunaan Aparatu Negara dan Reformasi Birokrasi. Kementerian ini harus
lebih “keras” untuk mewujudkan reformasi birokrasi, bahkan mandat organisasi ini
harus besar dalam hal reformasi birokrasi dimana adanya kewenangan untuk
menetapkan, membatalkan, merombak, merestrukturisasi dan merekayasa ulang baik
proses, struktur maupun sumberdaya aparatur di Indonesia (Prasojo, 2009).
Kementerian ini bisa dikatakan sebagai mesin penggerak utama reformasi birokrasi di
Indonesia.
Strategi berikutnya adalah menentukan fokus dan prioritas utama dalam
reformasi birokrasi dan target pencapaiannya. Fokus reformasi birokrasi di Indonesia
adalah review terhadap: (1) stuktur birokrasi yang ada; (2) analisis terhadap proses

pemerintahan dan pembangunan; (3) perubahan manajemen sumberdaya aparatur; (4)
perubahan relasi antara pemerintah dan masyarakat yang setara; (5) perubahan sistem


4

pengawasan; dan (6) perubahan manajemen keuangan. Pelaksanaan fokus dan
prioritas tersebut sangat dipengaruhi oleh komitmen dan kemampuan yang dimiliki
pemerintah dan resistensi yang ada dalam birokrasi. Hal yang paling moderat (jalan
lunak) yang disarankannya adalah memperbaiki manajemen sumberdaya aparatur
(civil service reform). Terkait dengan penjelasan sebelumnya, maka dalam tataran
yang lebih teknis atau praktis dalam memperbaiki manajemen sumberdaya aparatur
adalah dengan memperbaiki sistem rekruitmen, sistem kinerja, sistem remunerasi, dan
sistem pengisian jabatan/promosi.
Inti dari strategi reformasi birokrasi yang diungkapkan diatas adalah sebagai
bentuk solusi terhadap kendala dan tantangan yang diungkapkan sebelumnya.
Pemrioritasan suatu strategi dalam agenda reformasi birokrasi memang menjadi hal
yang penting juga dan seharusnya dapat disusun secara sistematis, terkendali, dan
terarah, sehingga reformasi birokrasi yang dilakukan tidak jalan ditempat.


Penutup
Reformasi birokrasi memang sudah menjadi hal yang tidak asing lagi, bahkan
telah dikenal sejak lama. Namun, pelaksanaan reformasi birokrasi tidak semudah
yang kita bayangkan, apalagi untuk negara Indonesia yang “relatif” masih baru dalam
“reformasi”. Beberapa hal yang diuraikan diatas semoga menjadi bahan renungan
bahwa reformasi birokrasi untuk Indonesia seharusnya mutlak menjadi salah satu
agenda utama dalam upaya memperbaiki kondisi bangsa ini. Memang, pemerintah
sejak reformasi 1998 telah berupaya untuk melakukannya dan masih berproses hingga
saat ini.
Dukungan semua stakeholder yang ada dan terutama dari kalangan birokrasi
itu sendiri, maka reformasi birokrasi di Indonesia masih mempunyai harapan cerah
untuk diwujudkan. Tidak ada yang instan, namun kendala dan tantangan yang
diungkapkan diatas seharusnya mampu kita hilangkan sehingga reformasi birokrasi
benar-benar bisa terwujud.
Daftar Pustaka
Osborne, David; & Gaebler, Ted. (1992), ”Reinventing Government: How The
Entrepreneurial Spirit is Transforming The Public Sector”. Addison-Wesley
Publishing.




5

Brodjonegoro, Bambang P.S. (2008), “Jalan Terjal Reformasi Birokrasi”. Seputar
Indonesia, 9 Juni 2008.
Prasojo, Eko. (2008), “Reformasi Birokrasi : The Ir-Reformable?”. Media Indonesia,
28 Agustus 2008.




6