Pengaruh Penyinaran Radioterapi Terhadap Nilai Hemoglobin dan Limfosit Pada Karsinoma Nasofaring

15

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Hemoglobin
Hemoglobin adalah metaloprotein (protein yang mengandung zat besi) di

dalam sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru
ke seluruh tubuh,[1] pada mamalia dan hewan lainnya. Hemoglobin juga
pengusung karbon dioksida kembali menuju paru-paru untuk dihembuskan keluar
tubuh. Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus
heme, suatu molekul organik dengan satu atom besi.
Mutasi pada gen protein hemoglobin mengakibatkan suatu golongan penyakit
menurun yang disebut hemoglobinopati, di antaranya yang paling sering ditemui
adalah anemia sel sabit dan talasemia.
Hb merupakan molekul protin di dalam sel darah merah yang bergabung
dengan oksigen dan karbon dioksida untuk diangkut melalui sistem peredaran
darah ke tisu-tisu dalam badan. ion besi dalam bentuk Fe+2 dalam hemoglobin
memberikan warna merah pada darah. Dalam keadaan normal 100 ml darah

mengandungi 15 gram hemoglobin yang mampu mengangkut 0.03 gram oksigen.
Terdapat beberapa cara bagi mengukur kandungan hemoglobin dalam
darah, kebanyakannya dilakukan secara automatik oleh mesin yang direka khusus
untuk membuat beberapa ujian terhadap darah. Di dalam mesin ini, sel darah
merah dipisahkan untuk mengasingkan hemoglobin dalam bentuk larutan.
Hemoglobin yang ini dicampur dengan bahan kimia yang mengandungi cyanide
yang

mengikat

kuat

cyanmethemoglobin.

dengan
Dengan

molekul

hemoglobin


menyinarkan

cahaya

untuk

membentuk

melalui

larutan

cyanmethemoglobin dan mengukur jumlah cahaya yang diserap (khususnya bagi
gelombang antara 540 nanometer), jumlah hemoglobin dapat ditentukan.

Universitas Sumatera Utara

16


Pada hemoglobin biasanya ditentukan sebagai jumlah hemoglobin dalam
gram (gm) bagi setiap dekaliter (100 mililiter). Aras hemoglobin normal
bergantung kepada usia, awal remaja, dan jantina seseorang itu. Normal adalah :Tabel 2.1 Nilai Normal Hemaglobin
No
1
2
3
4
5
6
7
8

Jenis
Baru lahir
Umur Satu Minggu
Umur Satu Bulan
Anak-anak
Lelaki dewasa
Wanita dewasa

Lelaki separuh usia
Wanita separuh usia

Nilai Normal HB
17-24 gm/dl
15-20 gm/dl
11-15gm/dl
11-13 gm/dl
14-18 gm/dl
12-16 gm/dl
12.4-14.9 gm/dl
11.7-13.8 gm/dl

Pada hemoglobin yang rendah merupakan satu keadaan yang dikenali
sebagai anemik. Terdapat beberapa sebab berlakunya anemia. Sebab utama
biasanya kehilangan darah (pendaraan yang terus menerus, operasi, pendarahan
kanker kolon), kekurangan vitamin (besi, vitamin B12, folate), masalah sum-sum
tulang tulang belakang (penggantian sum-sum tulang oleh darah, pemendaman
oleh rawatan dadah chemotherapy, kegagalan buah pinggang (ginjal)), dan
hemoglobin tidak normal (anemia sel sabit).

Darah merupakan bagian yang penting dalam sistem sirkulasi di dalam
tubuh manusia.Darah terdiri dari atas dua bagian yaitu bagian cair (Plasma darah)
dan sel darah.Sel darah meliputin : Eritrosit,Leukosit dan Trombosit.
Limfosit adalah jenis sel darah putih, yang merupakan bagian penting dari
sistem kekebalan tubuh. Limfosit dapat mempertahankan tubuh terhadap infeksi
karena mereka dapat membedakan sel-sel tubuh sendiri dari yang asing.
Setelah mereka mengenali bahan asing dalam tubuh, mereka memproduksi
bahan kimia untuk menghancurkan material. Dua jenis limfosit yang diproduksi
dalam sumsum tulang sebelum kelahiran. Limfosit B, juga disebut sel B, tinggal
di dalam sumsum tulang sampai mereka dewasa.

Universitas Sumatera Utara

17

Setelah dewasa, mereka menyebar ke seluruh tubuh dan berkonsentrasi
dalam limpa dan kelenjar getah bening. T limfosit, atau sel T, meninggalkan
sumsum tulang dan matang dalam timus, kelenjar ditemukan di dada. Hanya
limfosit matang dapat melaksanakan respon imun.
Semua limfosit mampu memproduksi bahan kimia untuk melawan

molekul asing. Setiap molekul diakui oleh tubuh sebagai benda asing yang disebut
antigen. Limfosit A, apakah B atau T, adalah khusus hanya untuk satu jenis
antigen. Hanya ketika antigen yang tepat ditemui apakah sel menjadi dirangsang.
Ada dua jenis utama limfosit T dan masing-masing memainkan peran yang
terpisah dalam sistem kekebalan tubuh. Sel pembunuh T mencari tubuh untuk sel
yang terinfeksi oleh antigen. Ketika sel T pembunuh mengenali antigen yang
melekat pada sel tubuh, menempel pada permukaan sel yang terinfeksi. Kemudian
mengeluarkan bahan kimia beracun ke dalam sel, membunuh kedua antigen dan
sel yang terinfeksi.
Sel T helper melepaskan bahan kimia yang disebut sitokin, ketika
diaktifkan oleh antigen. Bahan kimia ini kemudian merangsang limfosit B untuk
memulai respon kekebalan tubuh mereka. Ketika sel B diaktifkan, menghasilkan
protein yang melawan antigen, yang disebut antibodi. Antibodi spesifik hanya
untuk satu antigen, sehingga ada banyak jenis sel B dalam tubuh.
Pertama kali antigen yang dihadapi, respon imun primer, reaksi lambat.
Setelah dirangsang oleh sel T helper, sel B mulai meniru dan menjadi baik sel
plasma atau sel memori. Sel plasma menghasilkan antibodi untuk melawan
antigen, tetapi antigen juga memiliki waktu untuk berkembang biak. Pengaruh
antigen pada sel-sel tubuh yang menyebabkan gejala penyakit. Awalnya, itu dapat
mengambil hari atau bahkan berminggu-minggu untuk antibodi yang cukup untuk

diproduksi untuk mengalahkan materi menyerang.
Sel plasma terus berkembang biak dan menghasilkan antibodi selama
infeksi, tapi tidak hidup lama. Sel plasma mati dalam beberapa hari. Antibodi
tetap dalam sistem untuk sedikit lebih lama, tetapi biasanya kerusakan dalam

Universitas Sumatera Utara

18

waktu seminggu. Sel memori tetap dalam tubuh lebih lama dari sel plasma dan
antibodi, seringkali tahun. Mereka adalah penting untuk memberikan kekebalan.

Gambar 2.0 Limfosit

Keterangan Gambar :
a. Sel T Matang dalam Timus.
b. Sel T Sitotoksik secara langsung.
c. Menyerang sel-sel asing.
d. Sel T Helper merangsang sel B.
e. Sel B berubah menjadi sel Plasma.

f. Melepaskan antibody kedalam aliran darah.
g. Sel B berdiferensiasi menjadi sel Memori
Jika antigen menginfeksi tubuh lagi, sel-sel memori merespon segera.
Mereka mulai berkembang biak segera dan menjadi sel plasma. Hal ini
menyebabkan antibodi yang akan diproduksi praktis seketika. Dalam infeksi
kemudian, respon sangat cepat yang gejala dapat dicegah. Hal ini dikenal sebagai
respon imun sekunder dan apa yang memberikan kekebalan terhadap orang
penyakit.

Universitas Sumatera Utara

19

2.2

Karsinoma Nasofaring
2.2.1 Defenisi
Kanker Nasofaring adalah sejenis kanker atau tumor ganas yang tumbuh

pada nasofaring. Nasofaring adalah bagian sistem pernafasan yang terdiri dari dua

kata Naso yang berarti hidung dan Faring yang berarti tenggorokan. Jadi
Nasofaring adalah hidung bagian dalam (bagian belakang) hingga ke tenggorokan.

2.2.2 Gejala Karsinoma Nasofaring
Gejala Kanker Nasofaring Ciri-ciri atau Tanda-tanda kanker nasofaring
yang dapat kita amati yaitu kesulitan bernapas karena penyempitan pada daerah
nasofaring, tentunya juga gangguan berbicara dengan produksi suara yang
terdengar sengau, selain itu bisa juga terdapat gangguan pendengaran. Selain
gejala utama kanker nasofaring diatas, cermati juga tanda-tanada berikut ini yang
mengharuskan Anda untuk periksa ke dokter: Terdapat benjolan di hidung atau
leher. Sakit tenggorokan. Kesulitan bernapas atau berbicara termasuk suara serak
Mimisan atau keluar darah dari hidung (epistaksis) Gangguan pendengaran Infeksi
telinga yang terus datang kembali Nyeri pada telinga atau telinga berdenging Sakit
kepala Pandangan kabur atau ganda Wajah nyeri atau mati rasa Hidung tersumbat

2.2.3 Epidomologi
Kurang lebih, lima dari 100.000 penduduk Indonesia adalah pengidap
penyakit kanker nasofaring. Kanker nasofaring masuk dalam kelompok lima besar
tumor ganas yang sering dijumpai di Indonesia, bersama-sama dengan kanker
payudara, leher rahim, paru dan kulit. Kanker ini ditemukan dua kali lebih banyak

pada pria dibandingkan wanita. Di Indonesia perbandingan jumlah penderita etnis
tionghoa 3 kali lebih sering terjadi dibandingkan etnis melayu. Umumnya (sekitar
60%) kanker ini mengenai pasien yang berusia antara 25 sampai 60 tahun.
Meskipun usia bertahan hidup 5 tahun dari pasien KNF menurut perpustakaan50%, namun angka kematian kanker ini di Indonesia cukup tinggi. Hal ini
disebabkan sebagaian besar penderita datang dalam stadium lanjut.
Gejala penyakit kanker nasofaring biasanya hanya mimisan atau hidung
berbau. Namun pada tahap selanjutnya gejala kanker nasofaring akan membuat

Universitas Sumatera Utara

20

gangguan pada penglihatan akibat kelumpuhan otot-otot kelopak mata. Penderita
menjadi sukar atau tidak bisa membuka kelopak mata secara normal. Bisa juga
pandangan penderita mejadi ganda atau dobel. Selain itu bias juga terjadi nyeri
kepala yang menelan, tidak bisa bersuara, dan lain-lain. Secara tidak langsung halhal ini mengakibatkan kondisi fisik dan sosial penderita akan menurun secara
dratis.
Yang paling berat, adalah jika melalui darah dan aliran darah limfe sel-sel
kanker menyebar (matastase) mengenai organ tubuh yang letaknya jauh seperti
tulang, paru dan hati. Gejala yang timbul adalah sesuai dengan gejala akibat

kerusakan organ-organ tersebut. Apabila didapati gejala penyerta seperti nyeri
tulang, sesak, asites, dan lain-lain, umumnya merupakan tanda suatu bahwa saat
itu penyakit sudah jauh menyebar (stadium lanjut) dan sukar diobati lagi.
Pengobatan yang dilakukan hanya bersifat meringankan penderita baik semasa
hidup maupun meninggalnya.
Infeksi virus Epstein Barr memegang peranan penting dalam timulnya
kanker nasofaring ini. Virus ini dapat masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di
orofaring, nasofaring kelenjar parotis dan kelenjar ludah tanpa menimbulkan
gejala. Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator.
2.2.4 Etiologi
Kaitan antara virus Epstein-Barr dan konsumsi ikan asin dikatakan sebagai
penyebab utama timbulnya penyakit ini. Virus tersebut dapat masuk ke dalam
tubuh dan tetap tinggal di sana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka
waktu yang lama. Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator.
Kebiasaan untuk mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus mulai dari masa
kanak-kanak, merupakan mediator utama yang dapat mengaktifkan virus ini
sehingga menimbulkan karsinoma nasofaring.

Mediator di bawah ini dianggap berpengaruh untuk timbulnya karsinoma
nasofaring yaitu :
1. Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamin.
2. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.
3. Sering kontak dengan zat-zat yang dianggap karsinogen, seperti :

Universitas Sumatera Utara

21

- benzopyrenen
- benzoanthracene
- gas kimia
- asap industri
- asap kayu
- beberapa ekstrak tumbuhan
4. Ras dan keturunan
5. Radang kronis daerah nasofaring
6. Profil HLA.

2.3 Anatomi Nasopharing
Nasofaring adalah celah sempit berbentuk tabung yang di lapisin mukosa
dan berfungsi untuk menghubungkan rongga hidung ke orofaring. Sisi anterior di
batasin oleh koana posterior dan septum hidung, pada bagian dasar dibentuk oleh
permukaan atas dari palatum mole dan berhubungan dengan orofaring di setinggi
uvula.Dinding posterior nasofaring terbentudi anterior vertebra servikal I –II, pre
vertebra dan

bukofaringengeal, superior dari otot konstriktor faringeus serta

aponeurosis faringeal. Atap dari nasofaring di bentuk oleh tulang basis- sfenoid
dan basis oksipital dari basis cranii. Nasofaring merupakan suatu rongga dengan
dinding kaku d atas nya belakang dan lateral yang secara anatomi termasuk ke
bagian faring.pada dingding nasofaring melengkung kearah superior anterior dan
terletak di bawah os sfenoid sedangkan bagian belakang nasofaring berbatasan
dengan ruang retrofiring otot otot dinding faring. Pada dinding lateral nasofaring
terdapat ORIFISIUM TUBA EUSTAKIUS dan akan menggangu pendengaran
ke arah postero superior dari torus tubarius terdapat fossa rosenmuller yang
merupakan lokasih tersering karsinoma nasofaring.pada atap nasofaring sering
terlihat lipatan – lipatan dinding mukosa yang di bentuk oleh jaringan lunak sub
mukosa, dimana pada usia mudadinding postero –superion nasofaring umum nya
tidak rata. Hal ini sebab kan karena ada nya jaringan adenoid.
Nasofaring merupakan bagian dari histologi diliputin oleh epitelbersilia
saluran napas.variasi epitelskuamosa juga sering dtemui pada nasofaring.
Karsinoma nasofaring memiliki beberapa jalur penyebaran local dengan perluasan

Universitas Sumatera Utara

22

yang paling sering adalah rongga hidung, sinus orofaring,ruang parafaring, dan
basis cranii. Struktur orbita, vertebra servikal dan struktur pterygoid pada stadium
lanjut dapat terlibat.
Tumor dapat meluas melalui foramen laserum,ovale, atao spinosum yang
berfotensi melibat kan saraf kranial II hingga VI. Tumor dapat mencapai cranium
melalui kanalis korotikus, foramen jugularis atau kanalis hipoglosus pada kasus
yang lebih jarang.

Gambar 2.1 : Anatomi nasofaring (http//:Brain-klinik-blogspot.com,2008)
Nasofaring mendapat suplai darah dari cabang eksternal arteri karotis dengan
drainase vena menuju pleksus faringeal menuju vena jugularis interna. Persaratan
nasofaring diperoleh dari cabang saraf kranial V2, IX, dan X serta saraf simpatis.
Nasofaring kaya akan jaringan limfatik dengan beberapa jalur drainase. Level
pertama adalah kelenjar getah bening(KGB) yang berada di ruang parafaring dan
retrofiring.

Universitas Sumatera Utara

23

2.4 Patologi
Kira kira 90% karsinoma yang terdiferensi sedang 10% sebagian besar
merupakan limpoma tetapi juga bias berupa plasmacytoma. Sedang tumor yang
berasal dari kelenjar liur berupa melanoma. Rhabdomyosarcoma dan chordoma.
Karsinoma adenoid cystic pada nasofaring jarang terjadi,sedang sarcoma kadang
muncul dari embrional atau jaringan ikat. Kebanyakan limpoma nasofaring
bersifat limpoma sel mayor nonhodgkin.
Karsinoma nasofaring juga di kenal sebagai tumor ganas yang berpotensi
tinggi mengadakan metastasis regional mau pun jauh. Karsinoma nasofaring
sensitive terhadap radioterapi mau pun kemoterapi. Klasifikasi gambaran
histopatologi yang direkomendasikan di bagi menjadi 3 tipe yaitu Tipe 1 : dengan
Karsinoma sel skuamosa dengan berkeratinisasi, tipe ini dapat dibagi menjadi
diferensiasi baik, sedang dan buruk. Tipe 2 Karsinoma sel skuomosa tampa
keratinisasi. Pada tipe ini di jumpai ada nya diferensiasi, tetapi tidak ada inter
sel.Pada umum nya batas sel cukup jelas. Tipe 3. Karsinoma tidak berdiferensiasi.
Pada

tipe

ini

sel

tumor

secara

individu

memperlihatkan

inti

yang

vesikuler,berbentuk oval atau bulat dengan nucleoli yang jelas.pada umum nya
batasan sel tidak terlihat dengan jelas.
Jenis tanpa keratinisasi dan tanpa deferensiasi mempunyai sifat radiosensitive dan
mempunyai titer antibodi terhadap virus Epstein-barr, sedangkan jenis karsinoma
selskuamosa

dengan

berkeratinisasi

tidak

begitu

radiosensitifdan

tidak

menunjukkan hubungan dengan anti virus Epstein-barr.

2.5 Radang Kronis di Daerah Nasofaring.
Peradangan menyebabkan mukosa nasofaring menjadi lebih rentan terhadap
karsinogen lingkungan.
Gejala dan Tanda, Karsinoma nasofaring termasuk penyakit yang sulit
disembuhkan, maka diagnosa dan pengobatan yang sedini mungkin memegang
peranan penting untuk mengetahui gejala dini karsinoma nasofaring, karena tumor
masih terbatas di rongga nasofaring.

Universitas Sumatera Utara

24

Gejala dan tanda pada penderita karsinoma nasofaring dapat dibagi dalam
beberapa kelompok, yaitu Gejala dini dan Gejala hidung . Berupa epistaksis
(mimisan) ringan atau sumbatan hidung. Untuk itu nasofaring harus diperiksa
dengan cermat kalau perlu dengan nasofaringoskop, karena sering gejala belum
ada namun tumor sudah tumbuh atau tumor tidak tampak karena masih terdapat di
bawah mukosa (creeping tumor). Tumor yang terus tumbuh menyebabkan
permukaan mukosa meninggi. Pertumbuhan tumor yang berlanjut akan meluas ke
dalam rongga nasofaring, menutupi koana dan menyebabkan hidung buntu yang
menetap. Gejala telinga, merupakan gejala dini yang timbul . Karena tempat asal
tumor dekat muara tuba eustachius (fossa rosenmuller). Gangguan dapat berupa
penyumbatan muara tuba, telinga tengah akan terisi cairan, cairan yang diproduksi
makin lama makin banyak, sehingga akhirnya terjadi kebocoran gendang telinga,
penderita mengeluh rasa penuh di telinga, rasa dengung kadang-kadang disertai
dengan gangguan pendengaran.
Gejala lanjut, gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar. Tumor
dapat meluas ke jaringan sekitar. Perluasan ke atas ke arah rongga tengkorak dan
belakang melalui sela-sela otot dapat mengenai saraf otak dan menyebabkan
gejala akibat kelumpuhan otak syaraf yang sering ditemukan adalah penglihatan
dobel, mati rasa di daerah wajah sampai akhirnya timbul kelumpuhan lidah,
gangguan pendengaran serta gangguan penciuman. Keluhan lainnya dapat berupa
sakit kepala hebat akibat penekanan tumor ke selaput otak, rahang tidak dapat
dibuka akibat kekakuan otot-otot yang terkena tumor. Gejala Metastasis Sel-sel
kanker dapat ikut mengalir bersama aliran limfe atau darah, mengenai organ tubuh
yang letaknya jauh dari nasofaring, hal ini yang disebut metastasis jauh, sering
terjadi pada tulang, hati dan paru. Metastasis ke kelenjar leher dalam bentuk
benjolan di leher.

2.6 Diagnosa
Jika ditemukan adanya kecurigaan yang mengarah pada suatu carsinoma
pasti serta stadium tumor : Anamnesis
Mencakup keluhan nyeri kepala, suara bindeng, penglihatan ganda, pendarahan
hidung atau mulut serta nyeri tulang. Pemeriksaan fisik umum dengan menilai

Universitas Sumatera Utara

25

keadaan umum, pembesaran hati atau nyeri ketok pada tulang belakang.
Pemeriksaan lokal menilai kelainan neurologik seperti mata juling, lidah dan
mulut yang mencong, baal di wajah. Pemeriksaan regional dengan melihat
pembesaran kelenjar getah bening leher. Biopsi untuk menentukan tumor primer
atau berasal dari metastasis.Pemeriksaan patologi anatomi untuk menentukan jenis
histopatologi tumor primer. Pemeriksaan radiologi polos untuk menilai adanya
invasi intrakranial atau destruksi tulang-tulang tengkorak. CT Scan (computerized
tomography) dan MRI (Magnetic Resonance imaging) merupakan pemeriksaan
yang mutlak dilakukan untuk menentukan stadium dan tindakan. Sedang
pemeriksaan USG untuk mencari kemungkinan metastasis pada hati. Foto
Thoraks rutin dilakukan untuk kemungkinan metastasis paru. Pemeriksaan
kedokteran nuklir atas indikasi stadium lanjut dan bila ada keluhan tulang-tulang
panjang atau tulang belakang.

2.7 Stadium ( NN 2008)
Sistem klasifikasi stadium karsinoma nasofaring (KNF) yang dipakai saat
ini ada beberapa macam antara lain menurut UICC, AJCC atau sistem Ho. Pada
tahun 1997 AJCC (American Joint Committee on Cancer) AJCC mengeluarkan
sistem klasifikasi stadium terbaru yaitu edisi ke-5, menggantikan edisi ke-4
(1988). Berikut ini adalah sistem klasifikasi stadium menurut AJCC 1997 :
Stadium T (Ukuran luas tumor) T4

Tumor meluas ke intrakranial dan atau

melibatkan syaraf kranial, hipofaring, fossa infratemporal atau orbita.
Pembagian stadium berdasarkan klasifikasi TNMnya disusun sebagai berikut
seperti pada tabel 2 berikut ini :
T0

Tak ada kanker di lokasi primer

T1

Tumor terletak atau terbatas di daerah nasofaring

T2

Tumor meluas ke jaringan lunak orofaring dan atau ke kavum nasi.

T2a

Tanpa perluasan ke ruang parafaring

T2b

Dengan perluasan ke parafaring

T3

Tumor menyeberang struktur tulang dan atau sinus paranasal

T4

Tumor telah keluar dari nasofaring dan telah merusak tulang tengkorak
atau saraf – saraf otak.

Universitas Sumatera Utara

26

Tabel 2.2 Stadium KNF
Stadium KNF
T

Tumor primer

T0

Tidak tampak tumor

T1

Tumor terbatas pada satu batas saja

T2

Tumor terdapat pada dua lokasi atau lebih
tetapi masih terbatas pada rongga
nasofaring

T3

Tumor telah keluar dari rongga nasofaring
Tumor telah keluar dari nasofaring dan
telah masuk tulang tengkorak atau saraf
saraf otak
Tumor tidak jelas besarnya karena
pemeriksaan tidak lengkap

T4
Tx
REGIONAL LIMFE NODES (N)
N0

Tidak ada pembesaraan
Terdapat pembesaraan tetapi homolateral
dan masih bisa digerakkan
Terdapat pembesaraan kontralateral/
bilateral dan masih dapat digerakkan
Terdapat pembesaraan, baik homolateral,
kontralateral maupun bilateral yang sudah
melekat pada jaringan sekitar

N1
N2
N3
METASTASE JAUH (M)
M0

Tidak ada metastase jauh

M1

Metastase jauh

-

Stadium I

: T1 No dan Mo

-

Stadium II

: T2 No dan Mo

-

Stadium III

: T1/T2/T3 dan N1 atau T3 dan No dan Mo

-

Stadium IV

: T4 dan No/N1 dan Mo atau T1/T2/T3/T4 dan N2/N3 dan Mo
atau T1/T2/T3/T4 dan No/N1/N3/N4 dan M

2.8 Pengobatan Karsinoma Nasofaring.
Trafi kanker nasofaring terutama meliputi operasi, kemoterapi dan
radioterafi. Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada karsinoma nasofaring
ternyata dapat meningkatkan hasil terapi. Terutama diberikan pada stadium lanjut

Universitas Sumatera Utara

27

atau pada keadaan kambuh. Operasi, Tindakan operasi pada penderita karsinoma
nasofaring berupa diseksi leher radikal dan nasofaringektomi. Diseksi leher
dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan
kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih yang
dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan serologi. Nasofaringektomi
merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-kasus yang kambuh
atau adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan cara lain.
Radioterapi, sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting
dalam penatalaksanaan karsinoma nasofaring (Perez C.A, 2004). Penatalaksanaan
pertama untuk karsinoma nasofaring adalah radioterapi dengan atau tanpa
kemoterapi. Radioterapi adalah metode pengobatan penyakit-penyakit maligna
dengan menggunakan sinar pengion, bertujuan untuk mematikan sel-sel tumor
sebanyak mungkin dan memelihara jaringan sehat di sekitar tumor agar tidak
menderita kerusakan terlalu berat.
Karsinoma nasofaring bersifat radioresponsif sehingga radioterapi tetap
merupakan terapi terpenting (Gunadi dan Amriatun, 1996). Strategi pengobatan
radioterapi konvensional untuk karsinoma nasofaring lokoregional lanjut adalah
radiasi eksterna dengan total dosis mencapai 66-70 Gy(gray) untuk T1-T2 dan 7075 Gy untuk T3-T4, selama 7 minggu, 5 kali penyinaran dalam seminggu dengan
2 Gy perfraksi. Pada saat dosis mencapai 40 Gy, medulla spinalis harus
dikeluarkan dari lapangan radiasi, sedangkan dosis untuk leher bawah dan fosa
supraklavikula dengan lapangan dari anterior sampai dengan 50 Gy dengan 2 Gy
perfraksi.

Universitas Sumatera Utara

28

2.9

Konsep Dasar Radioterapi
2.9.1 Definisi Radioterapi
Terapi radiasi merupakan terapi yang menggunakan radiasi ionisasi tinggi

yang digunakan untuk mengganggu pertumbuhan selular. Terapi ini merupakan
terapi local yang digunakan sendiri atau kombinasi dengan terapi lain (Otto,
2005).
Radioterapi adalah jenis terapi yang menggunakan radiasi tingkat tinggi
untuk menghancurkan sel-sel kanker. Baik sel-sel normal maupun sel-sel kanker
bisa dipengaruhi oleh radiasi ini. Radiasi akan merusak sel-sel kanker sehingga
proses multiplikasi ataupun pembelahan sel-sel kanker akan terhambat
(Tjkronagoro,2001).

2.9.2 Tujuan Radioterapi
Pengobatan secara radikal, sebagai terapi paliatif yaitu untuk mengurangi
dan menghilangkan rasa sakit atau tidak nyaman akibat kanker dan sebagai
adjuvant yakni bertujuan untuk mengurangi risiko kekambuhan dari kanker.
Dengan pemberian setiap terapi, maka akan semakin banyak sel-sel kanker yang
mati dan tumor akan mengecil. Sel-sel kanker yang mati akan hancur, dibawa oleh
darah dan diekskresi keluar dari tubuh. Sebagian besar sel-sel sehat akan bisa
pulih kembali dari pengaruh radiasi.

2.9.3 Jenis Radioterapi
Dikenal beberapa jenis radioterapi, yaitu radioterapi eksternal dimana
terdapat jarak antara sumber radiasi dengan kulit penderita dengan Cobalt 60 atau
linear accelerator. Lapangan operasi digambar lebih dahulu sebelumnya atau
pada hari radiasi dan penderita disuruh datang pada jam yang telah ditentukan
tanpa persiapan khusus. Brachiterapi yaitu sumber radiasi ditempelkan pada
tumor, contohnya brachiterapi intracavitair karsinoma serviks dan radiasi internal
dengan memasukkan cairan radioaktif secara oral ataupun intravena. Misalnya
dengan menggunakan Jodium 131 radioaktif untuk terapi adenokarsinoma
papiliferum dan folikular tiroid.

Universitas Sumatera Utara

29

Radioterapi merupakan suatu jenis pengobatan yang menggunakan atau
memanfaatkan

sinar

pengion

(sinar-x,sinar

gamma)

dan

partikel

lain

(neutron,proton) untuk mematikan sel – sel kanker.Penggunaan sinsr-x untuk
terapi kanker kulit sudah di rintis oleh J.E. Gilman ilmuwan eropa sejak akhir
abad 19.Cara – cara penyinaran kanker tergantung pada letak kanker dan jenis
pesawat

yang

digunakan

saat

ini

adalah

pesawat

linear

accelerator

(LINAC).Metode radioterapi di sesuaikan dengan tujuan yaitu tujuannya yaitu
pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar
keseluruh tubuh yang lain atau bermetastasis ke kelenjar getah bening dengan
tetap

mempertahankan

sebanyak

mungkin

jaringan

sehat

di

sekitar

nya.Radioterapi dengan dosip kuratif diberikan pada kanker stadium 1 sampai III
B.Sedangkan radioterapi dengan tujuan paliatif bertujuan untuk memberikan
kualitas hidup yang lebih baik dan radioterapi ini diberikan secara selektif pada
stadium IV A.
Sejarah Radioterapi penemuan sinar-x Wilhelm Conrad Rontgen (Bulan
nopember

tahun

1895)

merupakan

suatu

revolusi

baru

dalam

dunia

kedokteran.Wilhelm Conrad Rontgen dalam penyelidikannya menemukan hampir
semua sifat sinar rontgen yaitu adalah sifat – sifat fisika dan kimianya.Namun ada
satu sifat yang tidak sampai diketahuiannya yaitu sifat biologik yang dapat
merusak sel – sel hidup.Sejalan dengan berjalannya waktu itu belum sampai
terpikirkan bahwa sinar ini dapat membahayakan dan merusak sel hidup
manusia.Namun pada abad ke-20 ternyata banyak pioneer menjadi korban sinar
ini.Kelainan biologic yang di akibatkan sinar-x adalah merupakan kerusakan pada
sel – sel hidup yang merupakan dalam tingkat diri nya hnya sekedar perubahan
warna sampai menghitamnya kulit bahkan rambut menjadi rontok .Dosis sinar
yang terlalu tinggi dapat mengkibatkan terjadinya iritasi kulit kadang sampai
nekrosis bahkan bila dilanjutkan penyinaran bias menjadi tumor kulit.
Sejalan dengan perkembangan diagnostic mulai juga perkembangan di
bidang terapi.Sinar-x di temukan pada bulan Maret tahun 1896.Uranium di
temukan oleh Bacquere dan M.Curie secara bersamaan,namun tidak di ketahuian
apa kegunaannya.Sekitar 3 dasawarsa Radium memancarkan radiasi gamma,baru
lah digunakan untuk terapi kanker.Sekitar tahun 1951 usaha peningkatan kwalits

Universitas Sumatera Utara

30

radiasi sinar-x kilovolt menjadi radiasi gamma Co 60 di mulai.Perkembngan
teknologi didunia kedokteran talah membantu penderita penyakit kanker untuk
sembuh dari sakit yang dideritanya. Cukup banayak penderita kanker yang
berobat kerumah sakit menerima terapi radiasi. Radiasi yang diterima dapat
berupa terapi tunggal dan kadang dikombinasikan. Terapi radiasi umumnya
bertujuan untuk : kuratif yakni, secara langsung mencegah terjadinya metatase
yang jauh. Mengecilkan tumor, mengatasi pendarahan, menghilangkan gejala
neulogik akibat metatase ( Suhartono,1990 ).
Radioterapi atau disebut juga terapi radiasi adalah terapi menggunakan
radiasi yang bersumber dari energi radioaktif.
Terapi radiasi yang juga disebut radioterapi, irradiasi, terapi sinar-x, atau
istilah populernya "dibestral" ini bertujuan untuk menghancurkan jaringan kanker.
Paling tidak untuk mengurangi ukurannya atau menghilangkan gejala dan
gangguan yang menyertainya.
Tidak hanya sel kanker yang hancur oleh radiasi. Sel normal juga. Karena
itu dalam terapi radiasi dokter selalu berusaha menghancurkan sel kanker
sebanyak mungkin, sambil sebisa mungkin menghindari sel sehat di sekitarnya.
Tetapi sekalipun terkena, kebanyakan sel normal dan sehat mampu memulihkan
diri dari efek radiasi. Radiasi bisa digunakan untuk mengobati hampir semua jenis
tumor padat termasuk kanker otak, payudara, leher rahim, tenggorokan, paru-paru,
pankreas, prostat, kulit, dan sebagainya, bahkan juga leukemia dan limfoma. Cara
dan dosisnya tergantung banyak hal, antara lain jenis kanker, lokasinya, apakah
jaringan di sekitarnya rawan rusak, kesehatan umum dan riwayat medis penderita,
apakah penderita menjalani pengobatan lain, dan sebagainya.
Radioterapi disebut sebagai prosedur utama penanganan kanker otak. Buat
teman teman yang sedang menimbang pengobatan kanker otak yang mau dipilih,
maka mungkin info tentang alat/teknik radioterapi ini bisa bermanfaat :
Brachytherapy adalah radioterapi yang bersifat internal. Partikel radioaktif
(yang berbentuk biji kecil) dimasukkan lewat kateter ke dalam organ tubuh tempat
lokasi tumor berada.
Setelah berada di posisi, radioaktif kemudian segera dilepaskan untuk membakar
sel sel tumor.

Universitas Sumatera Utara

31

Brachytherapy bisa dilakukan pada kanker: prostat, payudara, usus, paru, serviks,
rektum, sarkoma, serta kanker leher dan kepala.
Teknik bedah dengan memanfaatkan sinar laser ini memungkinkan para
penderita kanker, khususnya kanker otak, tidak perlu melakukan operasi
pembedahan kepala (buka tempurung kepala) demi mengobati tumornya.
Operasi ini melibatkan penggunaan robot canggih dan sinar laser yang
diarahkan tepat ke daerah tumor tuk membakar tumornya.
Istilah lain adalah Cyberknife. Cyberknife digunakan untuk memperlambat
pertumbuhan tumor otak yang masih kecil ukurannya, tetapi posisinya sulit
dijangkau (jauh di dalam otak).
Jenis jenis tumor yang dapat diatasi dengan Cyberknife ini antara lain:


Kanker yang telah metastase ke otak (dari organ lain)



Tumor syaraf yang pertumbuhannya lambat (accoustic neuroma)



Tumor pituitari



Tumor saraf belakang (spinal cord tumor)

2.9.4 Efek Samping Radioterapi
Efek samping radioterapi bervariasi pada tiap pasien. Secara umum efek
samping tersebut tergantung dari dosis terapi, target organ dan keadaan umum
pasien. Beberapa efek samping berupa kelelahan, reaksi kulit (kering, memerah,
nyeri, perubahan warna dan ulserasi), penurunan sel-sel darah, kehilangan nafsu
makan, diare, mual dan muntah bisa terjadi pada setiap pengobatan radioterapi.
Kebotakan bisa terjadi tetapi hanya pada area yang terkena radioterapi. Radiasi
tidak menyebabkan kehilangan rambut yang total. Pasien yang menjalani radiasi
eksternal tidak bersifat radioaktif setelah pengobatan sehingga tidak berbahaya
bagi orang di sekitarnya. Efek samping umumnya terjadi pada minggu ketiga atau
keempat dari pengobatan dan hilang dua minggu setelah pengobatan selesai.
Untuk mengurangi efek samping radioterapi beberapa hal perlu dilakukan.
Bila terdapat kelelahan, pasien dianjurkan untuk tetap beraktivitas seperti biasa,
bila memang diperlukan maka aktivitas bisa dikurangi, usahakan untuk bisa tidur
nyenyak di malam hari serta beristirahat yang cukup. Bila terjadi kehilangan nafsu
makan maka sebaiknya pasien dianjurkan untuk makan segala makanan yang

Universitas Sumatera Utara

32

diinginkan, makan dalam jumlah kecil tetapi sering, hindari memakan makanan
yang kering, minum banyak air, bisa diberikan makanan suplemen untuk
meningkatkan nafsu makan. Perubahan kulit yang terjadi bisa dikurangi dengan
tidak menggunakan produk-produk pada kulit sebelum radioterapi, menggunakan
baju yang tidak terlalu sempit, menggunakan sabun yang lembut dan air hangat
pada saat membasuh tubuh, dilarang menggosok terlalu keras pada area yang
terkena radioterapi, hindari temperatur yang terlalu panas atau terlalu dingin serta
hindari sinar matahari langsung.
Pada umumnya efek samping dari radioterapi akan hilang dengan
sendirinya setelah pengobatan dihentikan. Tetapi pada beberapa kasus yang jarang
akan terjadi efek samping yang berkepanjangan karena radiasi menyebabkan
kerusakan pada organ dalam yang berhubungan atau berdekatan dengan tempat
tumor.
Sedangkan radiasi pascabedah pada umumnya sama dengan diatas dengan
kelebihan tidak menghilangkan pola gambaran histopatologik sehingga dapat
diperoleh diagnosis patologik anatomik dn stadium yang akurat.
Radiasi eksterna ini terutama diperlukan pada kasus dengan gradiasi
diferensiasi tinggi. Salah stu dari banyak penelitian melaporkan bahwa tumor
dengan gradiasi diferensiasi tinggi mempunyai kecenderungan yang tinggi pula
untuk terjadinya invasi miometrium yang dalam serta keterlibatan kelenjar getah
bening parailiakal dan dalam presentase yang lebih rendah ke paraaortal.
Brakhiterapi harus diberikan setelah radiasi eksterna pada kasus
pascabedah yang masih dijumpai sel tumor pada margin operasi.
Kombinasi pembedahan dan radioterapi telah menurunkan kemungkinan
kambuh vagina menjadi 0-8% dibandingkan apabila tidak memperoleh radiasi
pascabdeah sebanyak 2—18%. Kekambuhan pada pelvis tercatat sebanyak 1020%. Apabila pasien menjalani pembedahan saja, angka ini menurun menjadi 06,5% apabila pembedahan ini diikuti dengan radiasi. Sedangkan kekambuhan
lokoregional dijumpai pada pasien yang memperoleh operasi saja sebanyak 1431%, tetapi menjadi 8,7%-25% apabila operasi diikuti dengan radiais.

Universitas Sumatera Utara

33

2.10 Radioterapi
Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam
penatalaksanaan karsinoma nasofaring (Perez C.A, 2004). Penatalaksanaan
pertama untuk karsinoma nasofaring adalah radioterapi dengan atau tanpa
kemoterapi. Radioterapi adalah metode pengobatan penyakit-penyakit maligna
dengan menggunakan sinar pengion, bertujuan untuk mematikan sel-sel tumor
sebanyak mungkin dan memelihara jaringan sehat di sekitar tumor agar tidak
menderita kerusakan terlalu berat.
Karsinoma nasofaring bersifat radioresponsif sehingga radioterapi tetap
merupakan terapi terpenting (Gunadi dan Amriatun, 1996). Strategi pengobatan
radioterapi konvensional untuk karsinoma nasofaring lokoregional lanjut adalah
radiasi eksterna dengan total dosis mencapai 66-70 Gy untuk T1-T2 dan 70-75 Gy
untuk T3-T4, selama 7 minggu, 5 kali penyinaran dalam seminggu dengan 2 Gy
perfraksi. Pada saat dosis mencapai 40 Gy, medulla spinalis harus dikeluarkan
dari lapangan radiasi, sedangkan dosis untuk leher bawah dan fosa supraklavikula
dengan lapangan dari anterior sampai dengan 50 Gy dengan 2 Gy perfraksi

2.11 Teknik Radioterapi Dapat Dilakukan Dengan Cara :
a. Radiasi Eksterna
Pengobatan kanker dengan menggunakan teknik radioterapi dapat
dilakukan dengan cara

radiasi ekterna. Sumber sinar berupa sinar-X atau

radioisotop yang ditempatkan di luar tubuh. Sinar diarahkan ke tumor yang akan
diberi radiasi. Besar energi yang diserap oleh suatu tumor tergantung dari :
Besarnya energi yang dipancarkan oleh sumber energi Jarak antara sumber energi
dan tumor, Kepadatan massa tumor.
Pada radiasi eksterna cakupan daerah yang memperoleh radiasi cukup
luas, meliputi bukan hanya tumor primer dan jaringan sehat sekitarnya saja tetapi
juga kelenjar getah bening setempat. Makin luas cakupan radiasi makin banyak
jaringan sehat yang terikutserta terkena radiasi. (Susworo R,2007)

Universitas Sumatera Utara

34

b Radiasi Interna
Sumber energi ditaruh di dalam tumor atau berdekatan dengan tumor di
dalam rongga tubuh. Adapun tujuan pemberian brakhiterapi pada karsinoma
nasofaring antara lain :
Untuk memberikan dosis boster pada tumor primer yang telah
memperoleh radiasi eksterna. Untuk menghindari kelenjar parotis serta jaringan
sehat sekitarnya memperoleh dosis berlebihan dari radiasi eksterna.
Ada beberapa jenis radiasi interna :
a. Interstitial
Radioisotop yang berupa jarum ditusukkan ke dalam tumor, misalnya
jarum radium atau jarum irridium.
b. Intracavitair
Pemberian radiasi dapat dilakukan dengan :After loading Suatu aplikator
kosong dimasukkan ke dalam rongga tubuh ke tempat tumor. Setelah aplikator
letaknya tepat, baru dimasukkan radioisotop ke dalam aplikator itu.
Instalasi Larutan radioisotop disuntikkan ke dalam rongga tubuh, misal : pleura
atau peritoneum.
c. Intravena
Larutan radioisotop disuntikkan ke dalam vena. Misalnya I131 (Radioisotop
yang penting dari unsure iodium) yang disuntikkan IV akan diserap oleh tiroid
untuk mengobati kanker tiroid.

2.12 Penatalaksanaan Radioterapi Pada Karsinoma Nasofaring
Sebelum diberi terapi radiasi, dibuat penentuan stadium klinik, diagnosis
histopatologik, sekaligus ditentukan tujuan radiasi, kuratif atau paliatif. Mental
dan fisik penderita perlu dipersiapkan demikian pula keluarganya diberikan
penjelasan mengenai tindakan pengobatan ini, tujuan pengobatan, efek samping
yang mungkin timbul selama periode pengobatan. Pemeriksaan fisik dan
Penanganan karsinoma nasofaring yang disesuaikan dengan stadiumnya
dapat dijabarkan sebagai berikut (Kentjono A.W, 2003):

Universitas Sumatera Utara

35

1) Stadium I :
Radioterapi dosis tinggi pada tumor primer di nasofaring dan radiasi
profilaktik di daerah leher.
Stadium II : 1) Kemoradiasi, atau
Radioterapi dosis tinggi pada tumor primer di

nasofaring dan radiasi

profilatik di daerah leher.
Stadium III : 1) Kemoradiasi
2) Radioterapi dosis tinggi / teknik hiperfraksinasi ditujukan pada tumor primer
di nasofaring dan kelenjar leher bilateral (bila ada).
3) Diseksi leher mungkin dapat dikerjakan, misalnya pada tumor leher persisten
atau renkuren asalkan tumor primer di nasofaring terkontrol.
Stadium IV : 1) Kemoradiasi
2) Radioterapi dosis tinggi atau teknik hiperfraksinasi

ditujukan pada tumor

primer di nasofaring dan kelenjar leher bilateral (klinis positif)
3) Diseksi leher dapat dikerjakan bila tumor leher

persisten atau rekuren

asalkan tumor primer di nasofaring sudah terkontrol.
4) Kemoterapi untuk karsinoma nasofaring untuk stadium IV C
Pada stadium ini, terdapat tiga tahapan selanjutnya, yang terbagi menjadi
tahapan IVA,IVB dan IVC


Stadium IVA. Pada stadium IVA karsinoma nasofaring sudah menyebar
kebagian saraf cranial,dan tersebar di sekitaran tengkork dn tulang
dagu.karsinoma nasofaring juga kemungkinan sudah menyebar ke bagian
getah bening lainnya yang terdapat di bagian tubuh pasien.



Stadium IVB. Dengan ukuran yang lebih besar dari 6 cm. karsinoma sudah
menyebar ke area collarbonie dan juga, pada bagian atas bahu pasiennya.



Stadium IVC. Pada stadium IVC ini karsinoma sudah tersebar ke kelenjar
getah bening lainnya yang berdekatan dan kemungkinan menginfeksi
kelenjar getah bening yang berada dalam seluruh tubuh manusia.

Universitas Sumatera Utara

36

2.13 Teknik Radioterapi Karsinoma Nasofaring
1. Persiapan
Salah satu langkah dalam tahapan penatalaksanaan radioterapi adalah
menentukan batas-batas lapangan radiasi. Tindakan ini merupakan langkah yang
terpenting untuk menjamin berhasilnya suatu radioterapi. Lapangan penyinaran
meliputi daerah tumor primer dan sekitarnya serta kelenjar-kelenjar getah bening
regional. Untuk menentukan batas-batas lapangan radiasi serta perhitungan dosis
karsinoma nasofaring,

maka perlu adanya persiapan penyinaran. Adapun

persiapan tersebut meliputi :

2. Alur Radioterapi
Konsultasi merupakan tahap paling awal dari pengobatan radioterapi.
Dokter akan menentukan dan menilai apakah Anda memang harus mendapat
terapi radiasi berdasarkan kondisi penyakit kanker anda. Pada saat konsultasi, ahli
radioterapi akan mengambil data pasien secara akurat, riwayat penyakit serta
berbagai pemeriksaan laboratorium lainnya yang mungkin diperlukan, Stimulasi
kemudian dilakukan, yakni perencanaan radioterapi yang akan diberikan. Pada
tahap ini pasien akan datang ke bagian radioterapi, kemudian berbaring dibawah
suatu mesin yang disebut stimulator. Beberapa peralatan mungkin diperlukan
untuk mencegah pasien bergerak atau merubah posisi agar pengobatan diberikan
pada tempat yang tepat. Kemudian akan dibuat beberapa tanda dan mungkin
beberapa foto rontgen yang akan diambil. Foto rontgen yang diambil itu pada
nantinya akan mempermudah ahli radioterapi untuk melakukan pengobatan di
kemudian hari, karena pasien akan mendapatkan radioterapi selama beberapa kali.
Stimulasi merupakan tahap yang penting dalam proses radioterapi. Perlindungan
dan pengaman diperlukan selama pasien menjalani pengobatan radioterapi, yang
akan melindungi sel-sel normal dari efek radiasi. Setelah persiapan selesai, pasien
masih harus menunggu beberapa hari sebelum radiasi dimulai, karena hasil
simulator akan dikirim ke ahli fisika medik untuk dihitung dan dilakukan
kalkulasi dosis serta arah penyinaran diruang TPS. Jika semua persiapan dan
perhitungan telah selesai dan disetujui oleh dokter, baru dimulailah terapi radiasi
yang sesungguhnya. Lama menunggu tergantung dari tingkat kerumitan teknik

Universitas Sumatera Utara

37

radiasi yang akan dilakukan. Pada kebanyakan tipe kanker, radiasi biasanya
diberikan dalam dosis terbagi, 5 hari berturut-turut (Senin s.d. Jum’at), sehari
sekali, kurang lebih selama 6-7 minggu.
Besaran dosis total yang diberikan tergantung dari tujuan radiasi (kuratif
atau paliatif) dan jenis histopatotoginya. Dosis kuratif umumnya 25 – 30 kali,
diberikan 5 kali dalam satu minggu (Senin s.d. Jumat), dengan dosis perkali yang
diberikan : 1,8 – 2 Gy. Dosis paliatif umumnya 5-20 kali, dengan dosis perkali
yang diberikan 2-5 Gy.
Umumnya sekali radiasi membutuhkan waktu kurang lebih 15-30 menit
mulai pasien masuk ke ruang radiasi, saat penyinaran, sampai pasien kembali ke
luar ruang radiasi. Dalam ruang pengobatan radiasi, anda akan diposisikan persis
sama sewaktu menjalani simulator. Anda diharuskan diam selama pengobatan
berlangsung.

3. Persiapan / perencanaan sebelum radioterapi
Sebelum diberi terapi radiasi, dibuat penentuan stadium klinik, diagnosis
histopatologik, sekaligus ditentukan tujuan radiasi, kuratif atau paliatif. Penderita
juga dipersiapkan secara mental dan fisik. Pada penderita, bila perlu juga
keluarganya diberikan penerangan mengenai perlunya tindakan ini, tujuan
pengobatan, efek samping yang mungkin timbul selama periode pengobatan.
Pemeriksaan fisik dan laboratorium sebelum radiasi dimulai adalah mutlak.
Penderita dengan keadaan umum yang buruk, gizi kurang atau demam tidak
diperbolehkan untuk radiasi, kecuali pada keadaan yang mengancam hidup\
penderita, seperti obstruksi jalan makanan, perdarahan yang masif dari tumor,
radiasi tetap dimulai sambil memperbaiki keadaan umum penderita. Sebagai tolok
ukur, kadar Hb tidak boleh kurang dari 10 gr%, jumlah lekosit tidak boleh kurang
dari 3000 per mm3 dan trombosit 100.000 per uL.3,12

4. Penentuan batas-batas lapangan radiasi
Tindakan ini merupakan salah satu langkah yang terpenting untuk
menjamin berhasilnya suatu radioterapi. Lapangan penyinaran meliputi daerah
tumor primer dan sekitarnya / potensi penjalaran perkontinuitatum serta kelenjar-

Universitas Sumatera Utara

38

kelenjar getah bening regional.3,12 Untuk tumor stadium I dan II, daerah-daerah
dibawah ini harus disinari :
1. Seluruh nasofaring
2. Seluruh sfenoid dan basis oksiput
3. Sinus kavernosus
4. Basis kranii, minimal luasnya 7 cm2 meliputi foramen ovale, kanalis karotikus
dan foramen jugularis lateral.
5. Setengah belakang kavum nasi
6. Sinus etmoid posterior
7. 1/3 posterior orbit
8. 1/3 posterior sinus maksila
9. Fossa pterygoidea
10. Dinding lateral dan posterior faring setinggi fossa midtonsilar
11. Kelenjar retrofaringeal
12. Kelenjar servikalis bilateral termasuk jugular posterior, spinal aksesori dan
supraklavikular.3
Apabila ada perluasan ke kavum nasi atau orofaring ( T3 ) seluruh kavum nasi dan
orofaring harus dimasukkan dalam lapangan radiasi. Apabila perluasan melalui
dasar
tengkorak sudah mencapai rongga kranial, batas atas dari lapangan radiasi terletak
di atas fossa pituitary. Apabila penyebaran tumor sampai pada sinus etmoid dan
maksila atau orbit, seluruh sinus atau orbit harus disinari. Kelenjar limfe sub
mental dan oksipital secara rutin tidak termasuk, kecuali apabila ditemukan
limfadenopati servikal yang masif atau apabila ada metastase ke kelenjar sub
maksila. 3 Secara garis besar, batas-batas lapangan penyinaran adalah :
-

Batas atas : meliputi basis kranii, sella tursika masuk dalam lapangan radiasi.

-

Batas depan : terletak dibelakang bola mata dan koana

-

Batas belakang : tepat dibelakang meatus akustikus eksterna, kecuali bila
terdapat pembesaran kelenjar maka batas belakang harus terletak 1 cm di
belakang kelenjar yang teraba.

Universitas Sumatera Utara

39

5. Prosedur radioterapi
Proses radio terapi melibatkan sejumlah dokter spesialis bedah onkologi,
dokter radiasi ongkologi, dokter ginekologi ongkologi, dekter hematologi ahli
ongkologi akan merekomendasikan prosedur dan bekerjasama dengan fisikawan
medik, Radiografer radioterapi dan teknik medis . yang betanggung jawab penuh
terhadapa pasien adalah dokter spesialis radiologi. Setelah dokter memutuskan
pasien untuk menjalani terapiradiasi maka dokter akan membuat jadwal, untuk
pelaksaan terapiradiasi.tahap selanjutkan akan dilakukan penggambaran lokasi
penyinaran atau sering disebut simulator.
6. Simulator.
Simulasi penyinaran radioterapi pada dasarnya adalah proses pencitraan
sinar-x secara fluoroskopi yang seolah-olah melakukan teknik penyinaran seperti
dengan pesawat treatment radioterapi yang sesungguhnya. Hal ini diperlukan agar
teknik penyinaran yang akan diberikan pada pasien benar-benar mencapai sasaran
secara optimal dan akurat.
Dari proses simulasi ini didapatkan beberapa parameter untuk penyinaran,
seperti; luas lapangan penyinaran, sudut dan arah sumber penyinaran, blokade
area yang harus dilindungi, teknik penyinaran, jarak sentrasi dan sudut kolimasi.
Hal-hal yang harus dimiliki sebagai syarat minimum dari pesawat
simulator adalah; memiliki gantry (C-arm) dengan x-ray tube dan image
intensifier yang terpasang berhadapan serta dapat diputar 360 derajat dari
sumbunya,

memiliki kolimator yang dapat diputar 360 derajat terhadap axis

sentrasi, memiliki indikator penunjuk jarak Source Axis Distance (SAD),
memiliki meja pemeriksaan yang rata, dapat diatur naik-turun (vertical), majumundur (longitudinal), digeser kiri-kanan (lateral) dan dapat diputar dari axis
sejauh 3600 (rotation).Prinsip dasar dari proses pencitraan dalam simulasi adalah;
set-up posisi simulasi (posisi pasien), lalu dilakukan fluoroskopi terhadap pasien
pada perkiraan lokasi penyinaran. Gambaran fluoroskopi diteruskan ke image
intensifier, lalu keperangkat sirkuit elektronik dan ditampilkan dimonitor
fluoroscopy (cctv). Kemudian akuisisi posisi simulasi, selanjutnya dilakukan
eksposi radiografi yang menghasilkan foto simulator (foto terapi).

Universitas Sumatera Utara

40

Terapi radiasi karsinoma nasofaring harus mencakup Clinical Target
Volume (CTV) meliputi daerah yang berpotensi terjadi infiltrasi local 1-2 cm
diluar Gross Tumor volume (GTV) yaitu tumor nasofaring itu sendiri dan semua
perluasan tumor di sekitar nasofaring termasuk kelenjar getah bening di leher
yang membesar. Sementara Planning Treatment Volume (PTV) ditentukan kurang
lebih 1 cm diluar CTV. Pada karsinoma nasofaring volume target utama lapangan
radiasi meliputi (Perez C.A, 2004) :
Pada karsinoma nasofaring volume target utama lapangan radiasi meliputi
(Perez C.A, 2004). Tumor primer Kelenjar getah bening Daerah postensial
penjalaran. Untuk penentuan lapangan radiasi terutama ditentukan oleh distribusi
tumor, ekstensi lokal dan metastasis regional, yaitu : Untuk lesi T1 dan T2
meliputi nasofaring, dasar sinus sphenoid, klifus, 1/3 posterior kavum nasi, fosa
pterigoid, dinding orofaring sampai level fosa mid tonsilar, kelenjar retrofaringeal,
kelenjar cervical bilateral dan kelenjar supraclavikula. Untuk Lesi T3 volume
target meliputi perluasan ke ruang parafaringeal, kavum nasi dan atau
orofaring.Untuk lesi T4 mencakup dasar tengkorak dan perluasannya ke intra
cranial.

Lapangan opposing lateral (Susworo, 2007) : Batas atas mencakup

seluruh dasar tengkorak. Batas anterior berada di pertengahan palatum durum,
mencakup koane. Batas belakang harus mengikutsertakan rantai kelenjar getah
bening servikalis posterior dan seluruh jaringan lunak leher. Batas bawah
mencakup seluruh mandibula, kira-kira setinggi C1, C2 dan C3. Untuk
mengurangi lapangan radiasi diperlukan blok pada jaringan sehat sebagian
mukosa mulut serta sebagian gigi geligi.

Universitas Sumatera Utara

41

Gambar 2.2 Lapangan opposing lateral (Susworo,2007)
Dosis diberikan 1,8 Gy – 2 Gy perfraksi yang diberikan 5 kali dalam seminggu
sehingga dosis mencapai 66 – 70 Gy dengan memperhatikan lapangan radiasi.
Pada saat dosis mencapai 40 Gy, medulla spinalis harus dikeluarkan dari lapangan
radiasi, berarti batas belakang maju ke arah anterior. Dengan lapangan yang
terbatas ini dosis dilanjutkan sampai mencapai 66 – 70 Gy tergantung pada
keadaan umum pasien serta reaksi lokal.

Gambar 2,3. Pengecilan Lapangan opposing lateral
(Susworo, 2007)

Universitas Sumatera Utara

42

Selanjutnya radiasi pada rantai kelenjar getah bening leher serta klavikula
dilakukan dari arah anterior dengan batas-batas sebagai berikut : Batas atas berada
0,5 cm caudal dari batas bawah lapangan nasofaring. Batas bawah dan lateral
mencakup seluruh fosa klavikula kiri dan kanan. Dilakukan penutupan bagian
tengah leher guna melindungi sebagian kelenjar gondok, laring dan trachea serta
medulla spinalis. Kedua sudut bawah lapangan ini ditutup guna melindungi apex
paru. Dosis diberikan dengan fraksi yang sama sehingga mencapai 40 Gy – 45 Gy
yang dihitung Pada karsinoma nasofaring dengan pembesaran getah bening leher,
tidak mungkin diberikan radiasi dengan metode lapangan supraklavikula dan
lapangan oppossing kanan kiri. Pada 20 Gy pertama dapat diberikan dengan
lapangan anteroposterior dan posteroanterior dengan rentang lapangan dari sinus
frontalis sampai dengan fosa supraklavikula dengan megindahkan daerah daerah
yang perlu dilindungi. Setelah itu lapangan diubah sesuai dengan stadiumnya
dengan harapan bahwa dosis 20 Gy tersebut dapat memperkecil kelenjar sehingga
dimungkinkan pemberian radiasi laterolateral. Setelah medulla spinalis mendapat
dosis 40 Gy dilakukan pengecilan lapangan radiasi. Kelenjar yang berada di luar
lapangan radiasi s