Perbandingan Desain Tahan Gempa Bangunan Gedung Beton Bertulang Menggunakan Pelat Konvensional Dan Flat Slab With Drop Panel

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Negara yang sedang berkembang mengalami pertumbuhan di segala bidang.
Misalnya di bidang konstruksi, pembangunan terjadi secara besar-besaran seperti
jalan, jembatan, lapangan terbang, gedung perkantoran, apartemen, dan lain-lain.
Perkembangan yang semakin pesat di dunia konstruksi dapat dilihat juga dari
pembangunan bangunan gedung bertingkat. Pembangunan bangunan gedung
bertingkat tinggi merupakan bentuk antisipasi untuk menampung pertumbuhan
penduduk yang semakin meningkat dengan konsep hunian vertikal, dikarenakan
kebutuhan lahan yang terbatas.
Menurut UU RI No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Bangunan
gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat
kedudukannya sebagian atau seluruhnya berada diatas dan/atau di dalam tanah
dan/atau air yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik
untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan
sosial, budaya maupun kegiatan khusus.
Sebagian besar bangunan gedung yang didirikan di Indonesia berdasarkan
konsep beton bertulang yang ditemukan oleh warga Perancis bernama Joseph Monier
dan Joseph Lambot pada tahun 1850. Ketika itu mereka membuat perahu dari beton

yang diberi kawat besi yang disusun secara paralel sebagai tulangan.
Masa kini bangunan gedung dengan konsep beton bertulang berkembang
seiring dengan bertambahnya tinggi dan jumlah lantai gedung, ketersediaan material,
dan metode pelaksanaannya. Struktur bangunan gedung umumnya memiliki
komponen-komponen penyusun yang menyatu seperti pelat, balok, kolom hingga
pondasi. Pelat merupakan panel-panel suatu komponen dari suatu struktur konstruksi
yang menerima beban yang tegak lurus terhadap permukaannya. Pelat dapat dipakai
pada atap, lantai dan tangga. Sedangkan pelat yang dipakai pada dinding sering
disebut dengan balok tinggi/ dinding geser (shear wall) karena pelat tersebut
memikul beban yang sejajar pelat.

1
Universitas Sumatera Utara

Pelat lantai beton bertulang yang sering digunakan pada bangunan gedung
terbagi atas dua menurut arah penulangannya, yaitu :

 One way slab , merupakan pelat yang memiliki bidang lentur pada satu arah
saja dan biasanya perbandingan sisi terpanjang dengan sisi terpendek lebih
besar dari 2.


 Two way slab , merupakan pelat yang memiliki bidang lentur pada kedua arah
dan perbandingan sisi terpanjang dengan sisi terpendek lebih kecil dari 2.
Pelat dua arah (two way slab) merupakan bentuk konstruksi yang unik untuk
beton bertulang, diantara kebanyakan material struktur lain. Pelat dua arah
merupakan sistem struktur yang banyak digunakan, ekonomis dan efisien.
Mulai tahun 2000-an, sistem pelat lantai yang lazim diterapkan bangunan
gedung adalah pelat-balok-kolom konvensional dan flat slab,yang termasuk ke dalam
jenis pelat dua arah. Struktur bangunan gedung menggunakan flat slab memiliki
beberapa kelebihan dibandingkan pelat konvensional. Kelebihan flat slab meliputi
acuan-perancah yang sederhana dan ekonomis; tinggi lantai yang lebih rendah
sehingga mengurangi efek beban lateral dan pekerjaan mechanical/electrical; serta
peluang penambahan jumlah lantai pada daerah dengan batasan tinggi bangunan
yang ketat (Robertson et al., 2002).
Perencanaan struktur bangunan gedung di Indonesia harus melihat dan
menimbang bahwa Indonesia merupakan negara yang rawan gempa karena dilalui
oleh jalur pertemuan 3 lempeng tektonik, yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng
Eurasia dan lempeng Pasifik bergerak relatif ke arah barat. Jalur pertemuan ini juga
berada di laut sehingga Indonesia juga rawan terhadap tsunami. Maka perencanaan
tersebut harus memperhatikan pengaruh risiko gempa karena gempa bumi dapat

memberikan dampak yang buruk bagi manusia seperti timbulnya korban jiwa,
kerugian material untuk perbaikan akibat runtuhnya bangunan tersebut. Hal tersebut
tertuangkan juga pada peraturan perundang-undangan kita, mengatur bahwa
Bangunan gedung diselenggarakan berlandaskan asas kemanfaatan, keselamatan,
keseimbangan, serta keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya (UU RI
No.28 Tahun 2002, Bab II.Pasal 2).

2
Universitas Sumatera Utara

Asas kemanfaatan dipergunakan sebagai landasan agar bangunan gedung
dapat diwujudkan dan diselenggarakan sesuai fungsi yang ditetapkan, serta sebagai
wadah kegiatan manusia yang memenuhi nilai-nilai kemanusiaan yang berkeadilan,
termasuk aspek kepatutan dan kepantasan.
Asas keselamatan dipergunakan sebagai landasan agar bangunan gedung
memenuhi persyaratan bangunan gedung, yaitu persyaratan keandalan teknis untuk
menjamin keselamatan pemilik dan pengguna bangunan gedung, serta masyarakat
dan lingkungan di sekitarnya, di samping persyaratan yang bersifat administratif.
Asas keseimbangan dipergunakan sebagai landasan agar keberadaan bagunan
gedung berkelanjutan tidak mengganggu keseimbangan ekosistem dan lingkungan di

sekitar bangunan gedung.
Asas keserasian dipergunakan sebagai landasan agar penyelenggaraan
bangunan gedung dapat mewujudkan keserasian dan keselarasan bangunan gedung
dengan lingkungan di sekitarnya.
Dari penjelasan diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa perencanaan
struktur bangunan gedung beton bertulang harus memperhatikan pengaruh gempa
dan penggunaan building code sebagai standar dalam mendesain seperti yang
dijelaskan pada asas kemanfaatan ,keselamatan, keseimbangan dan keserasian
terhadap lingkungan bangunan gedung tersebut.
Ketertarikan untuk meneliti bagaimana desain tahan gempa bangunan gedung
beton bertulang menggunakan pelat konvensional dan flat slab sesuai building code
yang berlaku. Sehingga penulis tertarik meneliti hal tersebut pada tugas akhir ini
dengan judul, “ PERBANDINGAN DESAIN TAHAN GEMPA BANGUNAN
GEDUNG

BETON

BERTULANG

MENGGUNAKAN


PELAT

KONVENSIONAL DAN FLAT SLAB WITH DROP PANEL”.

3
Universitas Sumatera Utara

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan
permasalahan, yaitu : bagaimana desain tahan gempa pada bangunan gedung beton
bertulang menggunakan pelat konvensional dan flat slab with drop panel.

1.3. Batasan Masalah
Kompleksnya masalah dan faktor-faktor yang dibutuhkan untuk mendesain
bangunan gedung, maka penelitian ini perlu dilakukan pembatasan masalah
diantaranya ;
1. Parameter-parameter perhitungan diasumsikan sesuai dengan standar yang
berlaku.
2. Peneliti hanya membandingkan desain tahan gempa bangunan gedung beton

bertulang antara menggunakan pelat konvensional dengan flat slab with drop
panel terhadap volume beton, perpindahan horisontal, dan gaya geser dasar

seismik).
3. Peraturan tentang tata cara perencanaan bangunan ketahanan gempa
bangunan gedung mengacu pada SNI-1726-2012.
4. Beban yang diperhitungkan seperti beban mati, beban hidup, beban tambahan
(tidak termasuk dinding) ,dan beban gempa mengacu pada Pedoman
Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1.3.53.1987).
5. Tidak memperhitungkan efek P-Δ, pengaruh torsi, desain sambungan, dan
struktur bangunan gedung di bawah tanah seperti pondasi.
6. Mendesain bangunan gedung beton bertulang sesuai building code yang
berlaku.
7. Bangunan yang ditinjau adalah bangunan dengan sistem struktur rangka
pemikul momen menengah.
8. Analisis struktur bangunan yang didesain dibantu menggunakan program
ETABs v9.5.0.
9. Pengaruh gempa dianalisis dengan metode respons spektrum

4

Universitas Sumatera Utara

1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan desain tahan gempa
bangunan gedung beton bertulang menggunakan pelat konvensional dan flat slab
with drop panel.

1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah memberi manfaat dan
informasi secara detail dalam tata cara perencanaan tahan gempa bangunan gedung
beton bertulang.

5
Universitas Sumatera Utara