Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kepatuhan Berobat Pasien TB Paru Dewasa Di RS Immanuel Bandung Dengan Dots dan RS Mitra Idaman Banjar Tanpa Dots.

(1)

ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEPATUHAN BEROBAT PASIEN TB PARU DI RSI BANDUNG DENGAN DOTS DAN RS.MITRA IDAMAN BANJAR TANPA DOTS

Nadia Dara Ayundha 1110179, 2014

Pembimbing I : Dr. J. Teguh Widjaja, dr., SpP., FCCP. Pembimbing II : dr. Hartini Tiono M.Kes

Ketidakpatuhan pasien dalam konsumsi obat merupakan masalah kesehatan yang serius dan sering terjadi pada pasien dengan penyakit kronis, seperti penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru). Ketidakpatuhan terhadap pengobatan akan meningkatkan temuan penderita TB paru dengan Basil Tahan Asam (BTA) yang resisten dengan pengobatan standar, meningkatkan risiko penularan, dan kematian.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan berobat pasien TB Paru di RSI Bandung dengan DOTS dan RS Mitra Idaman Banjar tanpa DOTS.

Penelitian ini bersifat Observasional Analitik, yang didapat dengan cara mengisi kuesioner yang berisi 15 pertanyaan mengenai pengetahuan terhadap Tuberkulosis Paru dan tingkat kepatuhan berobat pasien. Sampel pada penelitian ini sebanyak 40 orang. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah Analisis Univarat dan Bivarat. Analisis Bivarat dilakukan dengan ujiFisher’s Exact.

Hasil Penelitian diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,013. Karena nilai p-value < 0,05, maka H0 ditolak. Didapatkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan, tingkat pendidikan dan pendapatan pasien dengan tingkat kepatuhan berobat pasien TB Paru di RSI Bandung dan RS Mitra Idaman Banjar.

Simpulan Penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan, tingkat pendidikan dan pendapatan pasien meningkatkan tingkat kepatuhan berobat pasien. Sedangkan, sistem DOTS yang diterapkan oleh Rumah Sakit tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan berobat pasien TB Paru di RSI Bandung dan RS Mitra Idaman Banjar.


(2)

ABSTRACT

THE FACTORS RELATED TO TB ADULT PATIENT OBEDIENCE LEVEL IN MEDICINAL TREATMENT IN IMMANUEL HOSPITAL BANDUNG WITH

DOTS AND MITRA IDAMAN HOSPITAL BANJAR WITHOUT DOTS

Nadia Dara Ayundha 1110179, 2014

Advisor I : Dr. J. Teguh Widjaja, dr., SpP., FCCP. Advisor II : dr. Hartini Tiono M.Kes

The inobedience patient in consuming medicine is a serious problem and often happen in patient with chronic disease like TB. The inobedience patient in medical treatment will increased TB patient with BTA finding, eventually will increased resistanced standard medical treatment, and morbidity–mortality rate.

The Aim of this research was to find factors that influence adult patient obedience level in medical treatment in Immanuel Hospital Bandung with DOTS and Mitra Idaman Hospital Banjar without DOTS.

Method of this research was Analytical Observation. 40 subjects filled the Questioner contained 15 questions about TB understanding and patient obedience level. Data analyzed with Bivariat Fisher’s Exact test.

Result showed significant result that there is corelation between the level of understanding, degree of education and patient income with TB patient obedience level in medical treatment in Immanuel Hospital Bandung and Mitra Idaman Hospital Banjar.

Conclusion level understanding, degree of education and patient income increased patient medical treatment obedience level. Meanwhile, DOTS system which applied in each hospitals did not gave influence in TB patient medical treatment obedience level in Immanuel Hospital Bandung and Mitra Idaman Hospital Banjar.


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

1.4.1 Manfaat Akademis... 4

1.4.2 Manfaat Praktis... 4

1.5. Kerangka Pemikiran... 4

1.6. Hipotesis... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Paru-Paru... 6

2.2 Fisiologi Paru-Paru ... 9


(4)

2.3.1 Definisi TB... 11

2.3.2 Epidemiologi TB ... 11

2.3.3 Etiologi TB... 14

2.3.4 Cara Penularan TB ... 15

2.3.5 Faktor Risiko TB... 16

2.3.6 Klasifikasi TB ... 17

2.3.7 Patogenesis TB... 20

2.3.8 Patofisiologi TB ... 22

2.3.9 Gejala Klinik TB ... 23

2.3.10 Pemeriksaan Penunjang ... 24

2.3.11 Pengobatan TB ... 27

2.3.11.1 Obat Anti Tuberkulosis (OAT) ... 27

2.3.11.2 Efek Samping Obat ... 31

2.3.11.3 DOTS ... 32

2.3.11.4 Evaluasi Pengobatan ... 33

2.3.12 Komplikasi TB ... 34

2.3.13 Pencegahan TB ... 34

2.3.14 Prognosis TB... 35

2.4 Pengetahuan ... 35

2.4.1 Faktor yang mempengaruuhi pengetahuan ... 36

2.4.2 Tingkat pengetahuan ... 37

2.5 Kepatuhan Pasien ... 38

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Subjek Penelitian ... 41

3.1.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi... 41

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 41

3.3 Metode Penelitian... 41


(5)

3.3.2 Instrumen Penelitian... 42

3.3.3 Populasi dan Sampel ... 42

3.3.4 Definisi operasional variabel... 42

3.3.4.1 Variabel Terikat... 42

3.3.4.2 Variabel Bebas ... 43

3.4 Pengumpulan Data ... 45

3.5 Prosedur Kerja ... 45

3.6 Metode Analisis... 45

3.7 Aspek Etik Penelitian ... 46

BAB IV HASIL, PEMBAHASAN PENELITIAN 4.1. Hasil penelitian... 47

4.2. Pembahasan... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 77

5.2. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 67

LAMPIRAN ... 69


(6)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Segmen Paru–Paru ... 7

Tabel 2.2 Perkiraan Jumlah Kasus TB di 3 Negara ... 13

Tabel 2.3 Klasifikasi TB Paru berdasarkan patogenesisnya ... 19

Tabel 2.4 Pengobatan TB berdasarkan kategorinya... 29

Tabel 2.5 Efek Samping Minor OAT... 31

Tabel 2.6 Efek Samping Mayor OAT ... 32

Tabel 4.1 Gambaran Banyaknya RespondenBerdasarkan “Jenis Kelamin” di RSI Bandung ………...47

Tabel 4.2 Gambaran Banyaknya RespondenBerdasarkan “Jenis Kelamin” di RS Mitra Idaman Banjar...48

Tabel 4.3 Gambaran“Kelompok Usia” Responden di RSI Bandung…………...49

Tabel 4.4 Gambaran“Kelompok Usia” Responden di RS Mitra Idaman Banjar…...49

Tabel 4.5 Gambaran“Pendidikan Terakhir” Responden di RSI Bandung………….50

Tabel 4.6 Gambaran“Pendidikan Terakhir” Responden di RS Mitra Idaman Banjar….………...50

Tabel 4.7 Gambaran“Pekerjaan” Responden di RSI Bandung………..51

Tabel 4.8 Gambaran“Pekerjaan” Respondendi RS Mitra Idaman Banjar……...52

Tabel 4.9 Gambaran“Pendapatan per bulan” Respondendi RSI Bandung………52

Tabel 4.10 Gambaran“Pendapatan per bulan” Responden di RS Mitra Idaman Banjar……….54

Tabel 4.11 Gambaran Pengetahuan Responden di RSI Bandung………...54

Tabel 4.12 Gambaran Pengetahuan Responden di RS MitraIdaman Banjar…….55


(7)

Tabel 4.14 Gambaran Tingkat Kepatuhan Responden

di RS Mitra Idaman Banjar………...56

Tabel 4.15 Hubungan Pengetahuan Dengan Tingkat Kepatuhan

di RSI Bandung………56

Tabel 4.16 Hubungan Sistem DOTS Dengan Tingkat Kepatuhan

di RSI Bandung………...57

Tabel 4.17 Hubungan Pendapatan Per Bulan Dengan Tingkat Kepatuhan

di RSI Bandung………..58

Tabel 4.18 Hubungan Pendidikan Terakhir Dengan Tingkat Kepatuhan

di RSI Bandung………..59

Tabel 4.19 Hubungan Pengetahuan Dengan Tingkat Kepatuhan

di RS Mitra Idaman Banjar………...60

Tabel 4.20 Hubungan Sistem DOTS Dengan Tingkat Kepatuhan

di RS Mitra Idaman Banjar………...61

Tabel 4.21 Hubungan Pendapatan Per Bulan Dengan Tingkat Kepatuhan

di RS Mitra Idaman Banjar………...63

Tabel 4.22 Hubungan Pendidikan Terakhir Dengan Tingkat Kepatuhan


(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Segmen Paru kanan ... 8

Gambar 2.2 Segmen Paru kiri ... 9

Gambar 2.3 Pembuluh darah Paru ... 10

Gambar 2.4 Persarafan Paru... 10


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman LAMPIRAN 1 Surat Persetujuan Komisi Etik Penelitian ... 77 LAMPIRAN 2 Informed Consent ... 78 LAMPIRAN 3 Kuesioner Penelitian ... 80


(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diagnosis yang tepat, pemilihan obat serta pemberian obat yang benar dari tenaga kesehatan ternyata belum cukup untuk menjamin keberhasilan suatu pengobatan jika tidak diikuti dengan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obatnya. Kepatuhan rata-rata pasien pada pengobatan jangka panjang terhadap penyakit kronis di negara maju hanya sebesar 50% sedangkan di negara berkembang, jumlah tersebut bahkan lebih rendah (WHO, 2003). Ketidakpatuhan pasien dalam pengobatan merupakan masalah kesehatan yang serius dan sering kali terjadi pada pasien dengan penyakit kronis, contohnya pada penyakit tuberkulosis paru (Depkes, 2005).

Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan penyakit menular, sehingga ketidakteraturan pengobatan meningkatkan risiko penularan penyakit TB paru berkelanjutan. Ketidakpatuhan terhadap pengobatan akan mengakibatkan tingginya angka kegagalan pengobatan penderita TB paru, meningkatkan risiko kesakitan, kematian, dan menyebabkan semakin banyak ditemukan penderita TB paru dengan Basil Tahan Asam (BTA) yang resisten dengan pengobatan standar. Pasien yang resisten tersebut akan menjadi sumber penularan kuman yang resisten di masyarakat. Hal ini tentunya akan mempersulit pemberantasan penyakit TB paru di Indonesia serta memperberat beban pemerintah (Depkes, 2005).

Berdasarkan Global Tuberculosis Control WHO Report 2007, Indonesia berada di peringkat ketiga jumlah kasus tuberkulosis terbesar di dunia (528.000 kasus) setelah India dan Cina. Dalam laporan serupa tahun 2009, Indonesia mengalami kemajuan menjadi peringkat kelima (429.730 kasus) setelah India, Cina, Afrika Selatan, dan Nigeria. Namun demikian, tentunya permasalahan dalam pengendalian TB masih sangat besar dan Indonesia masih berkontribusi sebesar 5,8% dari kasus TB yang ada di dunia. Dengan masih adanya sekitar 430.000 pasien baru per tahun


(11)

2

dan angka insiden 189/100.000 penduduk serta angka kematian akibat TB sebesar 61.000 per tahun atau 27/100.000 penduduk. Selain itu, TB terjadi pada lebih dari 75% usia produktif (15-54tahun), sehingga kerugian ekonomi yang disebabkan oleh TB cukup besar (Kemenkes, 2011)

Keberhasilan pengobatan dapat tercapai, bukan semata-mata menjadi tanggung jawab pasien, namun harus dilihat bagaimana faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam melengkapi pengobatannya dan mematuhi pengobatan mereka. Banyak faktor yang berhubungan dengan kepatuhan terhadap terapi TB paru, termasuk pengetahuan pasien terhadap penyakit yang dideritanya, hubungan antara petugas pelayanan kesehatan dan pasien, regimen terapi dan sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan (WHO, 2003).

WHO telah merekomendasikan strategi Directly Observed Treatment Short Course strategy (DOTS) sebagai strategi dalam penanggulangan TB sejak tahun 1995. Tujuan dari pelaksanaan kegiatan dengan pendekatan DOTS adalah untuk menjamin dan mencegah resistensi serta keteraturan pengobatan dan mencegah droup out/lalai dengan dilakukan pengawasan dan pengendalian pengobatan terhadap penderita tuberkulosis. Strategi ini memasukkan pendidikan kesehatan, penyediaan obat anti TB gratis dan pencarian secara aktif kasus TB. Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan demikian menurunkan insidensi TB di masyarakat. (Depkes RI, 2007 dan Kementrian RI, 2009).

Strategi DOTS yang sudah lama diterapkan pada beberapa RS negeri maupun swasta kemungkinan berperan dalam kepatuhan berobat penderita TB paru (Depkes, 2011).

Pada penelitian ini, penulis tertarik untuk membandingkan RS yang menerapkan strategi DOTS dan yang tidak menerapkan strategi DOTS (dalam kepatuhan konsumsi obat pada penderita TB paru) yaitu antara RS Immanuel Bandung dan RS Mitra Idaman Banjar. Selain itu pada penelitian ini akan dicari hubungan pengetahuan dengan tingkat kepatuhan berobat pasien TB paru, sehingga dapat


(12)

3

memberi masukan bagi tenaga kesehatan dan masyarakat terhadap penanganan dan angka kesembuhaan TB paru di wilayah Jawa Barat.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, identifikasi masalah di atas adalah :

• Apakah terdapat hubungan antara pengetahuan dengan tingkat kepatuhan berobat penderita TB paru dewasa di RS Immanuel Bandung yang menerapkan sistem DOTS dan RS Mitra Idaman Banjar tanpa sistem DOTS.

• Apakah terdapat hubungan antara sistem DOTS dengan tingkat kepatuhan berobat penderita TB paru dewasa di RS Immanuel Bandung yang menerapkan sistem DOTS dan RS Mitra Idaman Banjar tanpa sistem DOTS.

• Apakah terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kepatuhan berobat penderita TB paru dewasa di RS Immanuel Bandung yang menerapkan sistem DOTS dan RS Mitra Idaman Banjar tanpa sistem DOTS.

• Apakah terdapat hubungan antara pendapatan per bulan dengan tingkat kepatuhan berobat penderita TB paru dewasa di RS Immanuel Bandung yang menerapkan sistem DOTS dan RS Mitra Idaman Banjar tanpa sistem DOTS.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

• Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan tingkat kepatuhan berobat penderita TB paru dewasa di RS Immanuel Bandung dan RS Mitra Idaman Banjar.

• Untuk mengetahui hubungan antara sistem DOTS dengan tingkat kepatuhan berobat penderita TB paru dewasa di RS Immanuel Bandung dan RS Mitra Idaman Banjar.

• Untuk mengetahui hubungan antara pendidikan dengan tingkat kepatuhan berobat penderita TB paru dewasa di RS Immanuel Bandung dan RS Mitra Idaman Banjar.


(13)

4

• Untuk mengetahui hubungan antara pendapatan per bulan dengan tingkat kepatuhan berobat penderita TB paru dewasa di RS Immanuel Bandung dan RS Mitra Idaman Banjar.

1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis

Mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan tingkat kepatuhan berobat penderita TB Paru dewasa di RS Immanuel Bandung dan RS Mitra Idaman Banjar.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi tenaga kesehatan dan masyarakat dalam upaya meningkatkan kepatuhan berobat penderita TB paru sehingga angka kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh tuberkulosis dapat menurun serta kejadian resistensi obat dapat dicegah, sehingga derajat kesehatan masyarakat meningkat.

1.5 Kerangka Pemikiran

Pengobatan terhadap penyakit ini dilakukan dalam jangka waktu yang panjang dan membutuhkan pengetahuan dari penderita TB paru agar tingkat kepatuhan berobat dari pasien meningkat, sehingga tidak menimbulkan resistensi terhadap regimen obat yang ada. Selain itu, diperlukan juga suatu sistem pelayanan kesehatan yang bersedia memantau tahapan pengobatan serta memberikan motivasi pada penderita TB paru agar mereka patuh terhadap pengobatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan pasien, maka semakin baik peneriman informasi tentang pengobatan yang diterimanya sehingga pasien akan patuh dalam pengobatan penyakitnya (Munro,2007).

Banyak sekali faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan berobat pada penderita TB paru; seperti pengetahuan, tingkat pendidikan, pendapatan per bulan, dan sistem DOTS yang diterapkan oleh rumah sakit.


(14)

5

DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) adalah pengawasan pengobatan dalam jangka pendek, yaitu berupa pengawasan langsung menelan obat jangka pendek, yang dilakukan setiap hari oleh Pengawas Menelan Obat (PMO). Tujuan dari pelaksanaan DOTS adalah menjamin kesembuhan bagi penderita, mencegah penularan, mencegah resistensi obat, mencegah putus berobat, dan segera mengatasi efek samping obat jika timbul; yang pada akhirnya dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat tuberkulosis di dunia (Depkes, 2002).

1.6 Hipotesis

1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan tingkat kepatuhan berobat penderita TB paru dewasa di RS Immanuel Bandung dengan sistem DOTS dan RS Mitra Idaman Banjar tanpa sistem DOTS.

2. Ada hubungan antara sistem DOTS dengan tingkat kepatuhan berobat penderita TB paru dewasa di RS.Immanuel Bandung dengan sistem DOTS dan RS Mitra Idaman Banjar tanpa sistem DOTS.

3. Ada hubungan antara pendidikan dengan tingkat kepatuhan berobat penderita TB paru dewasa di RS Immanuel Bandung dengan sistem DOTS dan RS Mitra Idaman Banjar tanpa sistem DOTS.

4. Ada hubungan antara pendapatan per bulan dengan tingkat kepatuhan berobat penderita TB paru dewasa di RS Immanuel Bandung dengan sistem DOTS dan RS Mitra Idaman Banjar tanpa sistem DOTS.


(15)

47

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

- Terdapat hubungan antara pengetahuan dan tingkat kepatuhan berobat pasien TB Paru Dewasa di RS Immanuel Bandung dengan Sistem DOTS dan RS Mitra Idaman Banjar tanpa Sistem DOTS.

- Tidak Terdapat hubungan yang signifikan antara sistem DOTS dengan tingkat kepatuhan berobat pasien TB Paru Dewasa di RS Immanuel Bandung dan RS Mitra Idaman Banjar.

- Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan terakhir dengan tingkat kepatuhan berobat pasien TB Paru Dewasa di RS Immanuel Bandung dengan Sistem DOTS dan RS Mitra Idaman Banjar tanpa Sistem DOTS. - Terdapat hubungan antara pendapatan per bulan dengan tingkat kepatuhan

berobat pasien TB Paru Dewasa di RS Immanuel Bandung dengan Sistem DOTS dan RS Mitra Idaman Banjar tanpa Sistem DOTS.

5.2 Saran

- Perlu peran aktif dari petugas kesehatan dan kader kesehatan untuk secara rutin melakukan pembinaan terhadap penderita TB Paru dan PMO akan pentingnya kepatuhan minum obat TB untuk kesembuhan.

- Program DOTS adalah suatu bentuk kepedulian pemerintah dalam mengatasi TB. Oleh karena itu perlu ditingkatkan kembali untuk semakin menekan jumlah infeksi kuman TB, serta meningkatkan angka kepatuhan berobat pasien TB.

- Pelaksanaan program DOTS sebaiknya dilakukan untuk semua pengobatan TB, baik di RS pemerintah, RS swasta, maupun dalam praktik dokter sehari-hari.

- Bagi peneliti lain, perlu dilakukan suatu penelitian mengenai hubungan antara kepatuhan berobat dengan persentase kesembuhan penderita TB Paru.


(16)

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEPATUHAN BEROBAT PASIEN TB PARU DEWASA

DI RS IMMANUEL BANDUNG DENGAN DOTS DAN RS MITRA IDAMAN BANJAR TANPA DOTS

THE FACTORS RELATED TO TB ADULT PATIENT OBEDIENCE LEVEL IN MEDICINAL TREATMENT IN IMMANUEL HOSPITAL BANDUNG WITH

DOTS AND MITRA IDAMAN HOSPITAL BANJAR WITHOUT DOTS

J. Teguh Widjaja1, Hartini Tiono2, Nadia Dara Ayundha3 1Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha

Jalan Prof. Drg. Surya Sumantri MPH No. 65 Bandung 40164 Indonesia

ABSTRAK

Ketidakpatuhan pasien dalam konsumsi obat merupakan masalah kesehatan yang serius dan sering terjadi pada pasien dengan penyakit kronis, seperti penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru). Ketidakpatuhan terhadap pengobatan akan meningkatkan temuan penderita TB paru dengan Basil Tahan Asam (BTA) yang resisten dengan pengobatan standar, meningkatkan risiko penularan, dan kematian.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan berobat pasien TB Paru di RSI Bandung dengan DOTS dan RS Mitra Idaman Banjar tanpa DOTS.

Penelitian ini bersifat Observasional Analitik, yang didapat dengan cara mengisi kuesioner yang berisi 15 pertanyaan mengenai pengetahuan terhadap Tuberkulosis Paru dan tingkat kepatuhan berobat pasien. Sampel pada penelitian ini sebanyak 40 orang. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah Analisis Univarat dan Bivarat. Analisis Bivarat dilakukan dengan ujiFisher’s Exact.

Hasil Penelitian diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,013. Karena nilai p-value < 0,05, maka H0 ditolak. Didapatkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan, tingkat pendidikan dan pendapatan pasien dengan tingkat kepatuhan berobat pasien TB Paru di RSI Bandung dan RS Mitra Idaman Banjar.

Simpulan Penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan, tingkat pendidikan dan pendapatan pasien meningkatkan tingkat kepatuhan berobat pasien. Sedangkan, sistem DOTS yang diterapkan oleh Rumah Sakit tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan berobat pasien TB Paru di RSI Bandung dan RS Mitra Idaman Banjar.


(17)

ABSTRACT

The inobedience patient in consuming medicine is a serious problem and often happen in patient with chronic disease like TB. The inobedience patient in medical treatment will increased TB patient with BTA finding, eventually will increased resistanced standard medical treatment, and morbidity–mortality rate.

The Aim of this research was to find factors that influence adult patient obedience level in medical treatment in Immanuel Hospital Bandung with DOTS and Mitra Idaman Hospital Banjar without DOTS.

Method of this research was Analytical Observation. 40 subjects filled the Questioner contained 15 questions about TB understanding and patient obedience level. Data analyzed with Bivariat Fisher’s Exact test.

Result showed significant result that there is corelation between the level of understanding, degree of education and patient income with TB patient obedience level in medical treatment in Immanuel Hospital Bandung and Mitra Idaman Hospital Banjar.

Conclusion level understanding, degree of education and patient income increased patient medical treatment obedience level. Meanwhile, DOTS system which applied in each hospitals did not gave influence in TB patient medical treatment obedience level in Immanuel Hospital Bandung and Mitra Idaman Hospital Banjar.


(18)

PENDAHULUAN

Diagnosis yang tepat, pemilihan obat serta pemberian obat yang benar dari tenaga kesehatan ternyata belum cukup untuk menjamin keberhasilan suatu pengobatan jika tidak diikuti dengan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obatnya. Kepatuhan rata-rata pasien pada pengobatan jangka panjang terhadap penyakit kronis di negara maju hanya sebesar 50% sedangkan di negara berkembang, jumlah tersebut bahkan lebih rendah (WHO, 2003)4. Ketidakpatuhan pasien dalam pengobatan merupakan masalah kesehatan yang serius dan sering kali terjadi pada pasien dengan penyakit kronis, contohnya pada penyakit tuberkulosis paru (Depkes, 2005)5.

Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan penyakit menular, sehingga ketidakteraturan pengobatan meningkatkan risiko penularan penyakit TB paru berkelanjutan. Ketidakpatuhan terhadap pengobatan akan mengakibatkan tingginya angka kegagalan pengobatan penderita TB

paru, meningkatkan risiko kesakitan, kematian, dan menyebabkan semakin banyak ditemukan penderita TB paru dengan Basil Tahan Asam (BTA) yang resisten dengan pengobatan standar. Pasien yang resisten tersebut akan menjadi sumber penularan kuman yang resisten di masyarakat. Hal ini tentunya akan mempersulit pemberantasan penyakit TB paru di Indonesia serta memperberat beban pemerintah (Depkes, 2005)6.

Berdasarkan Global Tuberculosis Control WHO Report 2007, Indonesia berada di peringkat ketiga jumlah kasus tuberkulosis terbesar di dunia (528.000 kasus) setelah India dan Cina. Dalam laporan serupa tahun 2009, Indonesia mengalami kemajuan menjadi peringkat kelima (429.730 kasus) setelah India, Cina, Afrika Selatan, dan Nigeria. Namun demikian, tentunya permasalahan dalam pengendalian TB masih sangat besar dan Indonesia masih berkontribusi sebesar 5,8% dari kasus TB yang ada di


(19)

dunia. Dengan masih adanya sekitar 430.000 pasien baru per tahun dan angka insiden 189/100.000 penduduk serta angka kematian akibat TB sebesar 61.000 per tahun atau 27/100.000 penduduk. Selain itu, TB terjadi pada lebih dari 75% usia produktif (15-54tahun), sehingga kerugian ekonomi yang disebabkan oleh TB cukup besar (Kemenkes, 2011)7.

Keberhasilan pengobatan dapat tercapai, bukan semata-mata menjadi tanggung jawab pasien, namun harus dilihat bagaimana faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam melengkapi pengobatannya dan mematuhi pengobatan mereka. Banyak faktor yang berhubungan dengan kepatuhan terhadap terapi TB paru, termasuk pengetahuan pasien terhadap penyakit yang dideritanya, hubungan antara petugas pelayanan kesehatan dan pasien, regimen terapi dan sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan (WHO, 2003)8.

WHO telah merekomendasikan strategi Directly Observed Treatment Short Course strategy (DOTS) sebagai

strategi dalam penanggulangan TB sejak tahun 1995. Tujuan dari pelaksanaan kegiatan dengan pendekatan DOTS adalah untuk menjamin dan mencegah resistensi serta keteraturan pengobatan dan mencegah droup out/lalai dengan dilakukan pengawasan dan pengendalian pengobatan terhadap penderita tuberkulosis. Strategi ini memasukkan pendidikan kesehatan, penyediaan obat anti TB gratis dan pencarian secara aktif kasus TB. Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan demikian menurunkan insidensi TB di masyarakat. (Depkes RI, 2007 dan Kementrian RI, 2009)9.

Strategi DOTS yang sudah lama diterapkan pada beberapa RS negeri maupun swasta kemungkinan berperan dalam kepatuhan berobat penderita TB paru (Depkes, 2011)10.

Pada penelitian ini, penulis tertarik untuk membandingkan RS yang


(20)

menerapkan strategi DOTS dan yang tidak menerapkan strategi DOTS (dalam kepatuhan konsumsi obat pada penderita TB paru) yaitu antara RS Immanuel Bandung dan RS Mitra Idaman Banjar. Selain itu pada penelitian ini akan dicari hubungan pengetahuan dengan tingkat kepatuhan berobat pasien TB paru, sehingga dapat memberi masukan bagi tenaga kesehatan dan masyarakat terhadap penanganan dan angka kesembuhaan TB paru di wilayah Jawa Barat.

PROSEDUR KERJA

Pengumpulan data: Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian, dengan cara membagikan kuesioner yang mengharuskan responden untuk menjawab beberapa pertanyaan dengan cara melakukan pengisian kuesioner. Pelaksanaan penelitian: Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:

1) Tahap penentuan subjek penelitian. Setelah menentukan

subjek penelitian, kemudian peneliti menyiapkan proposal penelitian dan studi literatur yang berhubungan dengan masalah penelitian.

2) Responden akan diberikan kuesioner setelah mendapatkan pengarahan dari peneliti mengenai tujuan penelitian dan tata cara pengisian kuesioner. 3) Tahap pembagian dan

pengumpulan kuesioner, meliputi kegiatan menemui responden untuk memperoleh data dengan menggunakan kuesioner.

4) Tahap analisis data dilakukan setelah kuesioner terkumpul.

ANALISIS

Analisis Bivariat: menggunakan uji statisitikFisher’sExact


(21)

HASIL DAN PEMBAHASAN

RUMAH SAKIT IMMANUEL

BANDUNG

Tabel 4.15 Hubungan Pengetahuan Dengan Tingkat Kepatuhan

Dari output di atas, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,001. Karena nilai p-value < 0,05, maka H0ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan tingkat kepatuhan.

Tabel 4.16 Hubungan Sistem DOTS Dengan Tingkat Kepatuhan

Dari output di atas, diperoleh nilai signifikansi sebesar 1,000 untuk 2-sided (two-tail) dan 0,975 untuk 1-sided (one-tail). Karena nilai p-value > 0,05, maka H0 diterima, artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara mendapatkan paket pengobatan gratis dengan tingkat kepatuhan.

Tingkat Kepatuhan

Total Rendah Tinggi

Pengetahuan Kurang Baik

0 3 3

Baik 1 36 37

Total 1 39 40

p – value = 0.001

Tingkat Kepatuhan

Total Rendah Tinggi

Mendapatka n Pengobatan Gratis

Ya 1 38 39

Tidak 0 1 1

Total 1 39 40

p – value 2-sided = p – value 1-sided =

1.000


(22)

Tabel 4.17 Hubungan Pendapatan Per Bulan dengan Tingkat Kepatuhan

Dari output di atas, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,047. Karena nilai p-value < 0,05, maka H0ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pendapatan per bulan dengan tingkat kepatuhan.

Tabel 4.18 Hubungan

Pendidikan Terakhir Dengan Tingkat Kepatuhan

Dari output di atas, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,028. Karena nilai p-value < 0,05, maka H0 ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan terakhir dengan tingkat kepatuhan Tingkat Kepatuhan Total Rendah Tinggi Pendapatan Per Bulan

< Rp. 1 juta 2 0 2

Rp. 1 juta - < Rp. 5 juta

Rp. 5 juta - < Rp. 10 juta 3 5 0 30 3 35

Total 10 30 40

p – value = 0.047

Tingkat Kepatuhan

Total Rendah Tinggi

Pendidikan Terakhir

SD 8 8 16

SMP SMA D3 0 0 2 4 10 8 4 10 10

Total 10 30 40


(23)

RUMAH SAKIT MITRA IDAMAN BANJAR

Tabel 4.19 Hubungan Pengetahuan Dengan Tingkat Kepatuhan

Dari output di atas, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,013. Karena nilai p-value < 0,05, maka H0 ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan tingkat kepatuhan.

Tabel 4.20 Hubungan Sistem DOTS Dengan Tingkat Kepatuhan

Dari output di atas, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,242 untuk 2-sided (two-tail) dan 0,242 untuk 1-sided (one-tail). Karena nilai p-value > 0,05, maka H0 diterima, artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara mendapatkan paket pengobatan gratis dengan tingkat kepatuhan.

Tingkat Kepatuhan Total Rendah Tinggi Pengetahuan Kurang Baik Cukup 1 6 0 1 1 7

Baik 5 27 32

Total 12 28 40

p – value = 0.013

Tingkat Kepatuhan Total Rendah Tinggi Mendapatkan Pengobatan Gratis

Ya 2 11 13

Tidak 1 26 27

Total 3 37 40

p – value 2-sided =

p – value 1-sided =

1.242 0.242


(24)

Tabel 4.21 Hubungan Pendapatan Per Bulan Dengan Tingkat Kepatuhan

Dari output di atas, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,041. Karena nilai p-value < 0,05, maka H0ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara mendapatkan paket pengobatan gratis dengan tingkat kepatuhan.

Tabel 4.22 Hubungan Pendidikan Terakhir

Dengan Tingkat

Kepatuhan

Dari output di bawah ini, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,037. Karena nilai p-value < 0,05, maka H0 ditolak, artinya terdapat

hubungan yang

signifikan antara pendidikan terakhir

dengan tingkat kepatuhan. Tingkat Kepatuhan Total Rendah Tinggi Pendapatan Per Bulan

< Rp. 1 juta 2 15 17

Rp. 1 juta - < Rp. 5 juta 10 13 23

Total 12 28 40

p – value = 0.041

Tingkat Kepatuhan Total Rendah Tinggi Pendidikan Terakhir

SD 3 0 3

SMP SMA Sarjana 5 4 0 5 22 1 10 26 1

Total 12 28 40


(25)

SIMPULAN

- Terdapat hubungan antara pengetahuan dan tingkat kepatuhan berobat pasien TB Paru Dewasa di RS Immanuel Bandung dengan Sistem DOTS dan RS Mitra Idaman Banjar tanpa Sistem DOTS.

- Tidak Terdapat hubungan yang signifikan antara sistem DOTS dengan tingkat kepatuhan berobat pasien TB Paru Dewasa di RS Immanuel Bandung dan RS Mitra Idaman Banjar. - Terdapat hubungan antara

tingkat pendidikan terakhir dengan tingkat kepatuhan berobat pasien TB Paru Dewasa di RS Immanuel Bandung dengan Sistem DOTS dan RS Mitra Idaman Banjar tanpa Sistem DOTS.

- Terdapat hubungan antara pendapatan per bulan dengan tingkat kepatuhan berobat pasien TB Paru Dewasa di RS Immanuel Bandung dengan

Sistem DOTS dan RS Mitra Idaman Banjar tanpa Sistem DOTS.

DAFTAR PUSTAKA 1. WHO. 2010. Tuberculosis.

http://www.who.int/medica centre/factsheets/fs104/en. 2. Zulkifli Amin, Asril Bahar,

2006. Tuberkulosis Paru, Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, UI. Jakarta. Jilid 2 edisi 4 hal: 998-1003

3. PDPI. 2006. Pedoman diagnosis dan

penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Indah Offset Citra Grafika. 4. Depkes RI. 2007. Pedoman

nasional penanggulangan tuberkulosis. Jakarta. 5. Kementrian kesehatan

republik Indonesia direktorat jenderal

pengendalian penyakit dan Penyehatan lingkungan. 2011. Strategi nasional pengendalian tb.


(26)

67

DAFTAR PUSTAKA

Aditama T.Y. 2005. Tuberkulosis diagnosis, terapi, dan masalahnya. Edisi 5. Jakarta: Yayasan penerbit IDI. H. 37-48.

Arifin, N. 1990. Diagnostik tuberkulosis paru dan penanggulangannya. Jakarta: Universitas Indonesia

Depkes RI, 2001. Faktor budaya malu hambat pencegahan penyakit tuberkulosis.

Jakarta: Media Indonesia

Depkes RI. 2007. Pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis. Jakarta.

Drake R.L., Vogi W., Mitchell A W M. 2005. Gray’s anatomy of the human body.

New York: Bartleby.

Efendi H.N. 2008. Hubungan waktu menelan obat antituberkulosis fixed dose Combination (OAT FDC) kategori 1 dengan timbulnya efek samping minor (studi di kabupaten hulu sungai utara). Skripsi, Program Studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Banjarmasin.

Faktor – faktor risiko TBC, http://www.kesmas.tk/2011/05/faktor-faktor-risiko-tuberkulosis- tb.html. 2011

Guyton C.Arthur., Hall E john. 2007. Buku Ajar Fisiologi kedokteran. Ed. 11. Jakarta: EGC.

Hiswani. 2004. Tuberkulosis Merupakan Penyakit Infeksi Yang Masih Menjadi

Masalah Kesehatan Masyarakat.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3675/1/fkm-hiswani12.pdf. 2004.

Kementrian kesehatan republik Indonesia direktorat jenderal pengendalian penyakit dan Penyehatan lingkungan. 2011. Strategi nasional pengendalian tb.

Kusnidar, 1990. Masalah penyakit tuberkulosis dan pemberantasannya di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran, no.63 hal 8-12.


(27)

68

Natalia N.P. 2007. Terapi FDC pada pasien TB

http://yosefw.wordpress.com/2007/12/23/terapi-fdc-fixed-dose-combination-pada-pasien-tb/.Diunduh tgl. 2 Agustus 2014.

PDPI. 2006. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Indah Offset Citra Grafika.

Pengobatan TBC,http://medicastore.com/tbc/pengobatan_tbc.htm.2014 Penyakit TBC,http://medicastore.com/tbc/penyakit_tbc.htm.2014 Prabu A.A.M. 2008. Faktor Risiko TBC. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Price S.A. 2000. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Buku ajar keperawatan medical bedah brunner dan suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC.

TB Indonesia. 2010. Situasi epidemiologi TB Indonesia. http://tbindonesia.or.id/pdf/data_tb_1_2010.pdf.Diunduh tgl 30 September 2014.

Tbc Indonesia. 2011. TBC.http://medicastore.com/tbc/.2011.

WHO. 2010. Tuberculosis.http://www.who.int/medicacentre/factsheets/fs104/en. Zulkifli Amin, Asril Bahar, 2006. Tuberkulosis Paru, Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, UI. Jakarta. Jilid 2 edisi 4 hal: 998-1003


(1)

Tabel 4.17 Hubungan Pendapatan Per Bulan dengan Tingkat Kepatuhan

Dari output di atas, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,047. Karena nilai p-value < 0,05, maka H0ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pendapatan per bulan dengan tingkat kepatuhan.

Tabel 4.18 Hubungan Pendidikan Terakhir Dengan Tingkat Kepatuhan

Dari output di atas, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,028. Karena nilai

p-value < 0,05, maka H0 ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan terakhir dengan tingkat kepatuhan

Tingkat Kepatuhan

Total Rendah Tinggi

Pendapatan Per Bulan

< Rp. 1 juta 2 0 2

Rp. 1 juta - < Rp. 5 juta

Rp. 5 juta - < Rp. 10 juta

3 5

0 30

3 35

Total 10 30 40

p – value = 0.047

Tingkat Kepatuhan

Total Rendah Tinggi

Pendidikan Terakhir

SD 8 8 16

SMP SMA D3

0 0 2

4 10

8

4 10 10

Total 10 30 40


(2)

RUMAH SAKIT MITRA IDAMAN BANJAR

Tabel 4.19 Hubungan Pengetahuan Dengan Tingkat Kepatuhan

Dari output di atas, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,013. Karena nilai

p-value < 0,05, maka H0 ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan tingkat kepatuhan.

Tabel 4.20 Hubungan Sistem DOTS Dengan Tingkat Kepatuhan

Dari output di atas, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,242 untuk 2-sided (two-tail) dan 0,242 untuk 1-sided (one-tail). Karena nilai p-value > 0,05, maka H0 diterima, artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara mendapatkan paket pengobatan gratis dengan tingkat kepatuhan. Tingkat

Kepatuhan

Total Rendah Tinggi

Pengetahuan Kurang Baik Cukup

1 6

0 1

1 7

Baik 5 27 32

Total 12 28 40

p – value = 0.013

Tingkat Kepatuhan

Total Rendah Tinggi

Mendapatkan Pengobatan Gratis

Ya 2 11 13

Tidak 1 26 27

Total 3 37 40

p – value 2-sided =

p – value 1-sided =

1.242 0.242


(3)

Tabel 4.21 Hubungan Pendapatan Per Bulan Dengan Tingkat Kepatuhan

Dari output di atas, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,041. Karena nilai p-value < 0,05, maka H0ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara mendapatkan paket pengobatan gratis dengan tingkat kepatuhan.

Tabel 4.22 Hubungan Pendidikan Terakhir

Dengan Tingkat

Kepatuhan

Dari output di bawah ini, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,037. Karena nilai p-value < 0,05, maka H0 ditolak, artinya terdapat

hubungan yang

signifikan antara pendidikan terakhir

dengan tingkat

kepatuhan. Tingkat

Kepatuhan

Total Rendah Tinggi

Pendapatan Per Bulan

< Rp. 1 juta 2 15 17

Rp. 1 juta - < Rp. 5 juta 10 13 23

Total 12 28 40

p – value = 0.041

Tingkat Kepatuhan

Total Rendah Tinggi

Pendidikan Terakhir

SD 3 0 3

SMP SMA Sarjana

5 4 0

5 22

1

10 26 1

Total 12 28 40


(4)

SIMPULAN

- Terdapat hubungan antara pengetahuan dan tingkat kepatuhan berobat pasien TB Paru Dewasa di RS Immanuel Bandung dengan Sistem DOTS dan RS Mitra Idaman Banjar tanpa Sistem DOTS.

- Tidak Terdapat hubungan yang signifikan antara sistem DOTS dengan tingkat kepatuhan berobat pasien TB Paru Dewasa di RS Immanuel Bandung dan RS Mitra Idaman Banjar. - Terdapat hubungan antara

tingkat pendidikan terakhir dengan tingkat kepatuhan berobat pasien TB Paru Dewasa di RS Immanuel Bandung dengan Sistem DOTS dan RS Mitra Idaman Banjar tanpa Sistem DOTS.

- Terdapat hubungan antara pendapatan per bulan dengan tingkat kepatuhan berobat pasien TB Paru Dewasa di RS Immanuel Bandung dengan

Sistem DOTS dan RS Mitra Idaman Banjar tanpa Sistem DOTS.

DAFTAR PUSTAKA 1. WHO. 2010. Tuberculosis.

http://www.who.int/medica centre/factsheets/fs104/en. 2. Zulkifli Amin, Asril Bahar,

2006. Tuberkulosis Paru, Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, UI. Jakarta. Jilid 2 edisi 4 hal: 998-1003 3. PDPI. 2006. Pedoman

diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Indah Offset Citra Grafika. 4. Depkes RI. 2007. Pedoman

nasional penanggulangan tuberkulosis. Jakarta. 5. Kementrian kesehatan

republik Indonesia direktorat jenderal

pengendalian penyakit dan Penyehatan lingkungan. 2011. Strategi nasional pengendalian tb.


(5)

67

DAFTAR PUSTAKA

Aditama T.Y. 2005. Tuberkulosis diagnosis, terapi, dan masalahnya. Edisi 5. Jakarta: Yayasan penerbit IDI. H. 37-48.

Arifin, N. 1990. Diagnostik tuberkulosis paru dan penanggulangannya. Jakarta: Universitas Indonesia

Depkes RI, 2001. Faktor budaya malu hambat pencegahan penyakit tuberkulosis. Jakarta: Media Indonesia

Depkes RI. 2007. Pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis. Jakarta.

Drake R.L., Vogi W., Mitchell A W M. 2005. Gray’s anatomy of the human body.

New York: Bartleby.

Efendi H.N. 2008. Hubungan waktu menelan obat antituberkulosis fixed dose Combination (OAT FDC) kategori 1 dengan timbulnya efek samping minor (studi di kabupaten hulu sungai utara). Skripsi, Program Studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Banjarmasin.

Faktor – faktor risiko TBC, http://www.kesmas.tk/2011/05/faktor-faktor-risiko-tuberkulosis- tb.html. 2011

Guyton C.Arthur., Hall E john. 2007. Buku Ajar Fisiologi kedokteran. Ed. 11. Jakarta: EGC.

Hiswani. 2004. Tuberkulosis Merupakan Penyakit Infeksi Yang Masih Menjadi

Masalah Kesehatan Masyarakat.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3675/1/fkm-hiswani12.pdf. 2004.

Kementrian kesehatan republik Indonesia direktorat jenderal pengendalian penyakit dan Penyehatan lingkungan. 2011. Strategi nasional pengendalian tb. Kusnidar, 1990. Masalah penyakit tuberkulosis dan pemberantasannya di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran, no.63 hal 8-12.


(6)

68

Natalia N.P. 2007. Terapi FDC pada pasien TB http://yosefw.wordpress.com/2007/12/23/terapi-fdc-fixed-dose-combination-pada-pasien-tb/.Diunduh tgl. 2 Agustus 2014.

PDPI. 2006. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Indah Offset Citra Grafika.

Pengobatan TBC,http://medicastore.com/tbc/pengobatan_tbc.htm.2014 Penyakit TBC,http://medicastore.com/tbc/penyakit_tbc.htm.2014 Prabu A.A.M. 2008. Faktor Risiko TBC. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Price S.A. 2000. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Buku ajar keperawatan medical bedah brunner dan suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC.

TB Indonesia. 2010. Situasi epidemiologi TB Indonesia. http://tbindonesia.or.id/pdf/data_tb_1_2010.pdf.Diunduh tgl 30 September 2014. Tbc Indonesia. 2011. TBC.http://medicastore.com/tbc/.2011.

WHO. 2010. Tuberculosis.http://www.who.int/medicacentre/factsheets/fs104/en. Zulkifli Amin, Asril Bahar, 2006. Tuberkulosis Paru, Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, UI. Jakarta. Jilid 2 edisi 4 hal: 998-1003