Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Fungsi Pelayanan Pastoral Pendeta Weekend di Gereja Bukit Zaitun - Oelelo - Kupang Tengah – Nusa Tenggara Timur T2 752012027 BAB V
BAB V
PENUTUP
Setelah melalui tahap pembahasan dan analisis, maka selanjutnya pada bab ini akan
dipaparkan mengenai kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan analisis dan
pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya. Selain itu pada bab ini juga akan
diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend.
4.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah penulis sebutkan, maka diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
a.
Dibidang koinonia, pesekutuan jemaat umumnya masih terpelihara dengan baik, hal
ini tampak dalam kesadaran bergereja yang masih kuat, namun perlu disadari bahwa
kesadaran warga jemaat untuk bergereja tidak semata-mata menjadi acuan untuk
keberhasilan pendeta dalam pelayanan di bidang koinonia. Pendeta sebagai
pemimpin seharusnya menyadari bahwa pertumbuhan jemaat bukan hanya diukur
dari berapa banyak jemaat yang mengikuti kebaktian hari minggu, tetapi dilihat dari
kualitas hidup jemaat, karena dengan pertumbuhan kualitas yang baik maka
memampukan jemaat untuk dapat berfungsi dengan baik ditengah-tengah dunia ini
dan oleh karenanya pendeta dituntut untuk tinggal bersama jemaat agar dapat
mengentrol kehidupan persekutuan jemaat.
b.
Dibidang martuaria banyak warga jemaat, terutama pada usia anak, remaja dan
pemuda masih kurang mendapat perhatian dalam pelayanan seperti pendidikan anak
1
dan remaja serta PAK dalam rangka memenuhi kebutuhan perkembangan iman.
Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan lemahnya pemahaman yang benar
terhadap pokok-pokok ajaran GMIT serta lemahnya penghayatan dan pengalaman
nilai-nilai Kristiani. Gereja perlu mengusahakan suatu metode pelayanan yang
merangkul dan menjawab pergumulan warga jemaat dalam keberadaan mereka.
c.
Di bidang liturgi dampak negatif globalisasi dan sekularisasi mengancam eksistensi
makna liturgi gereja. Selain itu model liturgi I dan II yang lasim digunakan dalam
kebaktian utama memang kaya akan makna teologis tapi dalam pemanfaatannya atau
penggunaannya perlu diperhatikan secara seksama agar tidak menjadi suatu hal yang
membosankan bagi jemaat, liturgi yang kontekstual perlu diusahakan gereja sehingga
memberi makna yang seutuhnya kepada gereja tentang makna ibadah yang bukan
hanya exitensi kehidupan termasuk ketika kita berada di luar greja.
d.
Di bidang diakonia pada umumnya warga GMIT beranggapan bahwa pelayanan
diakonia karikatif itu sudah cukup, padahal bantuan saja tidak cukup untuk dapat
diandalkan mengubah kondisi sosial ekonomi yang baik. Pelayanan diakonia
transformatif dan diakonia reformatif yang bertujuan untuk keadilan bagi warga
jemaat dan masyarakat belum dapat dilaksanakan secara baik dan merata karena
gereja belum memiliki wawasan yang jelas disertai keberanian bertindak melawan
sistim dan pelaku.
e.
Di bidang oikonomia, ketidaktaatan dan penyimpangan terhadap pedoman
organsiasi, serta pedoman lainnya tentang ketatausahaan menghambat pelayanan di
bidang ini. Faktor intelektual / pendidikan, faktor sikap mental, moral, spiritual dari
para pelaku pelayanan pada semua aras pelayanan juga menjadi penyebab utama.
2
Selain itu sumber daya manusia dalam jemaat perlu diperhatikan lagi agar keutuhan
gereja dapat dipahami secara kuantitas dan kualitas, di mana kuantitas membicarakan
mengenai tubuh atau anggota jemaat dan bangunan gereja sedangkan kualitas
berkaitan dengan pemahaman pendeta dan jemaat terhadap oikumene.
f.
Guna menjawab panca pelayanan pendeta kepada jemaat, maka seorang pendeta
membutuhkan pendidikan dan pelatihan mengenai konseling pastoral guna
melengkapi pelayanan para pendeta GMIT khususnya jemaat Bukit Zaitun Oelelo.
Pendidikan dan pelatihan ini ditujukan agar para pendeta memiliki pemahaman
bahwa pelayanan pastoral merupakan sesuatu yang penting bagi warga jemaat, dan
sesuai dengan fungsi dalam identitas pendeta sebagai pastor, bukan sebagai
administrator gereja. Dengan pendidikan dan pelatihan ini, diharapkan pendeta dapat
menerapkan dan mengembangkan secara kontekstual teori pastoral yang sudah
diterimanya untuk warga jemaatnya. Untuk dapat melaksanakan pelayanan pastoral
dengan baik pendeta juga perlu mendapatkan dukungan dan bantuan dari orang lain.
Dukungan ini bisa diperoleh dari keluarga, majelis dan warga jemaat itu sendiri.
Dukungan ini tidak datang sendiri kepada pendeta jemaat, tetapi harus diusahakan
oleh pendeta secara aktif dengan memanfaatkan potensi yang ada pada keluarga,
majelis dan jemaat. Oleh karena itu pendeta harus mampu, serta dapat membaca
potensi yang dapat dimanfaatkan dalam konseling pastoral yang ada pada keluarga,
majelis dan seluruh warga jemaat. Dalam hal ini dibutuhkan kerelaan pendeta untuk
menyadari keterbatasannya dalam melaksanakan konseling pestoral dan memberi
ruang kepada kepala keluarga, majelis, warga jemaat untuk memberikan bantuan
sesuai dengan kapasitasnya.
3
g.
Hal yang tak kalah penting dalam memperbaiki kinerja pendeta dalam hal pelayanan
konseling pastoral adalah diri pendeta itu sendiri. Seorang calon pendeta jika sudah
berkomitmen dari awal untuk melayani jemaatnya maka sebaiknya komitmen itu
harus tetap dijaga dengan cara tetap melihat dirinya sebagai seorang gembala yang
pada hakekatnya mempunyai tugas untuk terus menggembalakan umatnya. Oleh
karena itu bagian dari Majelis Sinode GMIT yang mengatur tentang tugas dan
tanggungjawab seorang pendeta harus lah mempertajam perannya lagi agar tradisi
tentang pendeta weekend ini diharapkan bisa diselesaikan dengan baik dan GMIT
bisa menjadi suatu organisasi gereja yang mampu menjawab kebutuhan pelayanan
jemaatnya. Hal terakhir yang perlu diperhatikan adalah kesadaran pendeta weekend
sendiri untuk tinggal dan menetap bersama jemaat apalagi jika jemaat yang
dilayaninya sudah menyiapkan rumah pelayanan / pastori bagi pendeta yang akan
melayani di jemaat tersebut, karena sadar atau tidak ketika seorang pendeta tinggal
dan menetap bersama jemaat maka kedekatan emosional bersama jemaat akan
terjalin dengan baik sehingga proses konseling postoral antara pendeta dan jemaat
bisa berjalan sebagaimana yang diharapkan.
4.2 SARAN
Berikut ini penulis mengemukakan beberapa saran yang diharapkan dapat berguna
bagi pengembangan praktek pendampingan dan pelayanan konseling pastoral di GMIT.
a.
Dalam bidang koinonia, pendeta sebagai pemimpin jemaat perlu menerapkan aksi
pastoral secara lebih untuk mengeratkan persekutuan dalam jemaat.
b.
Dalam bidang marturia, pendeta perlu meningkatkan pelayanan kesaksian yang
4
holistik baik kedalam maupun keluar gereja.
c.
Dalam bidang liturgia, pendeta perlu mengusahakan suatu liturgi yang benar-benar
kontekstual dimana gereja itu berada dalam rangka mempertahankan makna liturgi
yang sebanarnya dari pada perkembangan dan moderenitas yang mengangu
eksisitensi makna liturgi.
d.
Dalam bidang diakonia, pendeta perlu memberi pemahaman tentang makna
pelayanan diakonia transformatif dan reformatif baik kepada warga jemaat maupun
kepada gereja itu sendiri.
e.
Dalam bidang oikonomia, pemahaman asas Presbiterial Sinodal perlu di tanamkan
terus menerus kepada setiap warga Gereja salain itu pelatihan dan pendampingan
peru di lakukan bagi para pengurus Gereja agar pengelolaan perbendaharan dan
atministrasi Gereja dapat berjalan dengan baik.
f.
Semua pendeta tidak dapat menguasai semua bidang kehidupan untuk memenuhi
pendampingan pastoral bagi warga jemaat. Karena itu setiap pendeta membutuhkan
dukungan dan bantuan orang lain dalam pendampingan dan pelayanan konseling
pastoral. Untuk itu perlu dibentuk tim pendampingan pastoral yang terdiri dari
beberapa orang ahli dalam berbagai bidang, seperti ahli psikologi, ekonomi dan
lain-lain.
g.
GMIT sebagai wadah yang mengatur tugas dan tanggungjawab pelayanan pendeta
seharusnya lebih peka dan bertindak secara tegas terhadap kekurangan-kekurangan
yang ada agar kekurangan itu tidak menjadi tradisi yang turun menurun, untuk itu
perlu adanya kajian ulang terhadap peraturan yang ada agar sejalan dengan visi dan
misi dari GMIT itu sendiri.
5
h.
Fakultas teologi sebagai wadah pendidikan bagi calon pekerja gereja (pendeta) perlu
menanamkan lebih dalam lagi mengenai tugas dan tanggungjawab seorang pendeta
dalam melaksanakan tugas pelayanan psatoralnya bagi warga jemaat.
6
PENUTUP
Setelah melalui tahap pembahasan dan analisis, maka selanjutnya pada bab ini akan
dipaparkan mengenai kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan analisis dan
pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya. Selain itu pada bab ini juga akan
diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend.
4.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah penulis sebutkan, maka diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
a.
Dibidang koinonia, pesekutuan jemaat umumnya masih terpelihara dengan baik, hal
ini tampak dalam kesadaran bergereja yang masih kuat, namun perlu disadari bahwa
kesadaran warga jemaat untuk bergereja tidak semata-mata menjadi acuan untuk
keberhasilan pendeta dalam pelayanan di bidang koinonia. Pendeta sebagai
pemimpin seharusnya menyadari bahwa pertumbuhan jemaat bukan hanya diukur
dari berapa banyak jemaat yang mengikuti kebaktian hari minggu, tetapi dilihat dari
kualitas hidup jemaat, karena dengan pertumbuhan kualitas yang baik maka
memampukan jemaat untuk dapat berfungsi dengan baik ditengah-tengah dunia ini
dan oleh karenanya pendeta dituntut untuk tinggal bersama jemaat agar dapat
mengentrol kehidupan persekutuan jemaat.
b.
Dibidang martuaria banyak warga jemaat, terutama pada usia anak, remaja dan
pemuda masih kurang mendapat perhatian dalam pelayanan seperti pendidikan anak
1
dan remaja serta PAK dalam rangka memenuhi kebutuhan perkembangan iman.
Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan lemahnya pemahaman yang benar
terhadap pokok-pokok ajaran GMIT serta lemahnya penghayatan dan pengalaman
nilai-nilai Kristiani. Gereja perlu mengusahakan suatu metode pelayanan yang
merangkul dan menjawab pergumulan warga jemaat dalam keberadaan mereka.
c.
Di bidang liturgi dampak negatif globalisasi dan sekularisasi mengancam eksistensi
makna liturgi gereja. Selain itu model liturgi I dan II yang lasim digunakan dalam
kebaktian utama memang kaya akan makna teologis tapi dalam pemanfaatannya atau
penggunaannya perlu diperhatikan secara seksama agar tidak menjadi suatu hal yang
membosankan bagi jemaat, liturgi yang kontekstual perlu diusahakan gereja sehingga
memberi makna yang seutuhnya kepada gereja tentang makna ibadah yang bukan
hanya exitensi kehidupan termasuk ketika kita berada di luar greja.
d.
Di bidang diakonia pada umumnya warga GMIT beranggapan bahwa pelayanan
diakonia karikatif itu sudah cukup, padahal bantuan saja tidak cukup untuk dapat
diandalkan mengubah kondisi sosial ekonomi yang baik. Pelayanan diakonia
transformatif dan diakonia reformatif yang bertujuan untuk keadilan bagi warga
jemaat dan masyarakat belum dapat dilaksanakan secara baik dan merata karena
gereja belum memiliki wawasan yang jelas disertai keberanian bertindak melawan
sistim dan pelaku.
e.
Di bidang oikonomia, ketidaktaatan dan penyimpangan terhadap pedoman
organsiasi, serta pedoman lainnya tentang ketatausahaan menghambat pelayanan di
bidang ini. Faktor intelektual / pendidikan, faktor sikap mental, moral, spiritual dari
para pelaku pelayanan pada semua aras pelayanan juga menjadi penyebab utama.
2
Selain itu sumber daya manusia dalam jemaat perlu diperhatikan lagi agar keutuhan
gereja dapat dipahami secara kuantitas dan kualitas, di mana kuantitas membicarakan
mengenai tubuh atau anggota jemaat dan bangunan gereja sedangkan kualitas
berkaitan dengan pemahaman pendeta dan jemaat terhadap oikumene.
f.
Guna menjawab panca pelayanan pendeta kepada jemaat, maka seorang pendeta
membutuhkan pendidikan dan pelatihan mengenai konseling pastoral guna
melengkapi pelayanan para pendeta GMIT khususnya jemaat Bukit Zaitun Oelelo.
Pendidikan dan pelatihan ini ditujukan agar para pendeta memiliki pemahaman
bahwa pelayanan pastoral merupakan sesuatu yang penting bagi warga jemaat, dan
sesuai dengan fungsi dalam identitas pendeta sebagai pastor, bukan sebagai
administrator gereja. Dengan pendidikan dan pelatihan ini, diharapkan pendeta dapat
menerapkan dan mengembangkan secara kontekstual teori pastoral yang sudah
diterimanya untuk warga jemaatnya. Untuk dapat melaksanakan pelayanan pastoral
dengan baik pendeta juga perlu mendapatkan dukungan dan bantuan dari orang lain.
Dukungan ini bisa diperoleh dari keluarga, majelis dan warga jemaat itu sendiri.
Dukungan ini tidak datang sendiri kepada pendeta jemaat, tetapi harus diusahakan
oleh pendeta secara aktif dengan memanfaatkan potensi yang ada pada keluarga,
majelis dan jemaat. Oleh karena itu pendeta harus mampu, serta dapat membaca
potensi yang dapat dimanfaatkan dalam konseling pastoral yang ada pada keluarga,
majelis dan seluruh warga jemaat. Dalam hal ini dibutuhkan kerelaan pendeta untuk
menyadari keterbatasannya dalam melaksanakan konseling pestoral dan memberi
ruang kepada kepala keluarga, majelis, warga jemaat untuk memberikan bantuan
sesuai dengan kapasitasnya.
3
g.
Hal yang tak kalah penting dalam memperbaiki kinerja pendeta dalam hal pelayanan
konseling pastoral adalah diri pendeta itu sendiri. Seorang calon pendeta jika sudah
berkomitmen dari awal untuk melayani jemaatnya maka sebaiknya komitmen itu
harus tetap dijaga dengan cara tetap melihat dirinya sebagai seorang gembala yang
pada hakekatnya mempunyai tugas untuk terus menggembalakan umatnya. Oleh
karena itu bagian dari Majelis Sinode GMIT yang mengatur tentang tugas dan
tanggungjawab seorang pendeta harus lah mempertajam perannya lagi agar tradisi
tentang pendeta weekend ini diharapkan bisa diselesaikan dengan baik dan GMIT
bisa menjadi suatu organisasi gereja yang mampu menjawab kebutuhan pelayanan
jemaatnya. Hal terakhir yang perlu diperhatikan adalah kesadaran pendeta weekend
sendiri untuk tinggal dan menetap bersama jemaat apalagi jika jemaat yang
dilayaninya sudah menyiapkan rumah pelayanan / pastori bagi pendeta yang akan
melayani di jemaat tersebut, karena sadar atau tidak ketika seorang pendeta tinggal
dan menetap bersama jemaat maka kedekatan emosional bersama jemaat akan
terjalin dengan baik sehingga proses konseling postoral antara pendeta dan jemaat
bisa berjalan sebagaimana yang diharapkan.
4.2 SARAN
Berikut ini penulis mengemukakan beberapa saran yang diharapkan dapat berguna
bagi pengembangan praktek pendampingan dan pelayanan konseling pastoral di GMIT.
a.
Dalam bidang koinonia, pendeta sebagai pemimpin jemaat perlu menerapkan aksi
pastoral secara lebih untuk mengeratkan persekutuan dalam jemaat.
b.
Dalam bidang marturia, pendeta perlu meningkatkan pelayanan kesaksian yang
4
holistik baik kedalam maupun keluar gereja.
c.
Dalam bidang liturgia, pendeta perlu mengusahakan suatu liturgi yang benar-benar
kontekstual dimana gereja itu berada dalam rangka mempertahankan makna liturgi
yang sebanarnya dari pada perkembangan dan moderenitas yang mengangu
eksisitensi makna liturgi.
d.
Dalam bidang diakonia, pendeta perlu memberi pemahaman tentang makna
pelayanan diakonia transformatif dan reformatif baik kepada warga jemaat maupun
kepada gereja itu sendiri.
e.
Dalam bidang oikonomia, pemahaman asas Presbiterial Sinodal perlu di tanamkan
terus menerus kepada setiap warga Gereja salain itu pelatihan dan pendampingan
peru di lakukan bagi para pengurus Gereja agar pengelolaan perbendaharan dan
atministrasi Gereja dapat berjalan dengan baik.
f.
Semua pendeta tidak dapat menguasai semua bidang kehidupan untuk memenuhi
pendampingan pastoral bagi warga jemaat. Karena itu setiap pendeta membutuhkan
dukungan dan bantuan orang lain dalam pendampingan dan pelayanan konseling
pastoral. Untuk itu perlu dibentuk tim pendampingan pastoral yang terdiri dari
beberapa orang ahli dalam berbagai bidang, seperti ahli psikologi, ekonomi dan
lain-lain.
g.
GMIT sebagai wadah yang mengatur tugas dan tanggungjawab pelayanan pendeta
seharusnya lebih peka dan bertindak secara tegas terhadap kekurangan-kekurangan
yang ada agar kekurangan itu tidak menjadi tradisi yang turun menurun, untuk itu
perlu adanya kajian ulang terhadap peraturan yang ada agar sejalan dengan visi dan
misi dari GMIT itu sendiri.
5
h.
Fakultas teologi sebagai wadah pendidikan bagi calon pekerja gereja (pendeta) perlu
menanamkan lebih dalam lagi mengenai tugas dan tanggungjawab seorang pendeta
dalam melaksanakan tugas pelayanan psatoralnya bagi warga jemaat.
6