T1 802013711 Full text

(1)

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN SIKAP

TERHADAP PEMAKAIAN STEROID PADA PRIA ANGGOTA

FITNESS CENTER DI SALATIGA

OLEH

FRANSISKUS SIMANJUNTAK 802013711

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

TERHADAP PEMAKAIAN STEROID PADA PRIA ANGGOTA

FITNESS CENTER DI SALATIGA

Fransiskus Simanjuntak Berta Esti Ari Prasetya

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA


(9)

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara kepercayaan diridengan sikap terhadap pemakaian steroid. Sampel yang digunakan adalah pria yang berusia 20-35 tahun, sering melakukan fitness difitness center Salatiga minimal tiga kali seminggu.Teknik sampling yang digunakan sampel jenuh. Jumlah sampel yang digunakan berjumlah 73 orang . Metode pengumpulan data pada Variabel Sikap didasarkan pada teori Mann (dalam Azwar, 2012) yang memiliki tiga komponen sikap yaitu kognitif, afektif dan konatif. Pada variabelkepercayaan diridisusun berdasarkan teori Fatimah (2006) yaitu percaya akan kemampuan atau kompetensi diri, tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis, berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain, punya pengendalian diri yang baik, memiliki internal locus of control,mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri.Hasil penelitian ini diperoleh nilai korelasi product moment

= -0,425; p = 0,000 (p < 0,05) yang berarti ada hubungan negatif antara

kepercayaan diri dengan sikap terhadap pemakaian steroid pada pria anggota fitness center di Salatiga

Kata kunci: Sikap terhadap Pemakaian Steroid, Kepercayaan Diri


(10)

Abstract

This research aims to investigate the relationship between confidences in the attitude towards the use of steroids. The samples useare men age 20-35 years, often does fitness in the gym in Salatiga at least three times a week. The sampling technique use saturated sample. Numbers of samples use are 73 people. Methods of data collection on Variable attitude are based on the theory of Mann (in Anwar, 2012) which has three components, namely the attitude of cognitive, affective and conative. In the variable confidence is based on the theory of Fatima (2006) is believed to be the ability or competence themselves, not compelled to show conformist attitude, dare to accept and face the rejection of others, have good self-control, have an internal locus of control, has a perspective that positively about yourself, have realistic expectations of yourself. The research results obtained by the value of the product moment correlation = -0,425; p = 0.000 (p <0.05), which means there is a negative relationship between confidence in the attitude towards the use of steroids in the male members of fitness centers in Salatiga

Keywords: Attitudes toward use of steroids, Confidence


(11)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bagi kaum pria khususnya, memiliki tubuh berotot tentu menjadi sebuah kebanggaan tersendiri, bahkan terasa lebih macho, tak sedikit dari mereka yang melakukan olah raga binaraga untuk membentuk tubuh mereka menjadi lebih kekar dan berotot. Hal inilah yang membuat banyak pria jadi terobsesi dan terus menerus memikirkan kekurangan fisik minor (Lemonick, 2007). Untuk mendapatkan tubuh yang ideal, atletis dan sehat tentunya membutuhkan banyak cara yang dilakukan secara konsisten demi tercapainya tujuan tersebut. Setiap orang memiliki cara berbeda-beda, namun dua hal yang paling menentukan dalam pembentukkan bentuk tubuh ideal adalah olahraga dan konsumsi makanan sehat.

Selama ini, penelitian mengenai bentuk tubuh lebih banyak difokuskan pada wanita yang secara umum melaporkan adanya gangguan citra tubuh (Thompson, 1999).Pada beberapa tahun terakhir ini, perhatian terhadap bentuk tubuh pada pria perlahan mulai menunjukkan peningkatan (Phillips & Olivardia, 2000). Garner (1997) menyatakan bahwa dalam suatu survei yang diterbitkan oleh majalah Psychology Today, jumlah pria yang merasa tidak puas dengan bentuk tubuh mereka meningkat dari 15 % pada tahun 1972 menjadi 43 % pada tahun 1997 dan lebih banyak pria (38 %) yang merasa tidak puas dengan bentuk dan ukuran dada mereka dibandingkan dengan wanita (hanya 34 %). Dalam upayanya untuk mendapatkan bentuk tubuh yang ideal tidaklah mudah. Menurut Baron dan Byrne (2000), pandangan dan


(12)

pendapat mengenai kecantikan dan penampilan fisik yang menarik diidentifikasikan dengan bentuk tubuh ideal.

Untuk memperbaiki rasa percaya diri dan memiliki kebanggaan secara fisik, banyak pria mulai membenahi penampilan dirinya.Perawatan tubuh kini tidak lagi menjadi fokus milik wanita saja.Kaum pria mulai banyak yang menyerbu salon dan tempat – tempat latihan kebugaran untuk membentuk tubuh yang dianggap ideal, tubuh yang kekar dan berotot.Selain itu pula, latihankebugaran bertujuan untuk membentuk kebugaran tubuh, meningkatkan kesehatan, mengurangi resiko penyakit serta membentuk tubuh sesuai dengan keinginan individu (Harris & Harris, 1984).Sebagai contoh, jumlah pria yang tercatat sebagai anggota tempat latihan kebugaran di Inggris meningkat sebanyak 49% selama enam tahun (Batty, 2000).Sebuah perbandingan pada beberapa majalah popular mengungkapkan bahwa walaupun terdapat lebih banyak iklan dan artikel mengenai diet pada majalah wanita, ada peningkatan yang signifikan pula pada iklan dan artikel mengenai latihan angkat beban pada majalah pria (Andersen & Domenico dalam Agliata & Tantleff-Dunn, 2004).Hal ini mendorong wanita untuk mengontrol berat badan mereka melalui diet dan mendesak pria untuk membentuk tubuh mereka melalui latihan.Seperti halnya wanita yang terperangkap dalam budaya kurus dan langsing, begitu pula pria yang kini menjadi subjek dalam budaya yang menampilkan maskulinistas (Agliata & Tantleff-Dunn, 2004).

Tiga peneliti dari Harvard dan Brown University melihat fenomena kecenderungan pria – pria membentuk tubuhnya menjadi besar, kekar dan


(13)

berotot (Pope, Phillips & Olivardia, 2000) bahwa standar fisik pria telah meningkat jauh selama beberapa tahun terakhir dari yang bugar dan atletis menjadi berotot dan super kekar. Kini pria menganggap bahwa tubuh mereka adalah jalan untuk mencapai kesempurnaan. Dan sepertinya mereka akan melakukan segala cara untuk memenuhi keinginan mendapatkan tubuh yang ideal dan sempurna. Penelitian di Amerika Serikat (Pope, Phillips & Olivardia 2000) menunjukkan bahwa banyak pria yang melakukan olahraga binaraga (bodybuilding) masih merasa bahwa tubuh mereka masih kurang kekar dan besar walaupun sebetulnya mereka sudah memiliki tubuh yang berotot.

Untuk bisa memiliki bentuk tubuh yang ideal, salah satu caranya adalah dengan berolah raga secara teratur dan menjaga pola makan yang sehat. Namun selain itu, ternyata saat ini ada cara yang lebih cepat dalam mempercepat bentuk tubuh agar menjadi ideal yaitu dengan mengonsumsi suplemen yang dapat mempercepat pertumbuhan massa otot, dimana suplemen tersebut ada yang aman untuk dikonsumsi ada pula yang tidak yaitu steroid.

Steroid (Soewolo, 2011) adalah obat perangsang untuk meningkatkan metabolisme hormonal tubuh manusia sehingga menjadi lebih kuat.Menurutnya steroid merupakan suatu zat sintetik yang mirip dengan hormon laki-laki (testosteron).Steroid juga merupakan obat perangsang untuk meningkatkan metabolisme hormonal tubuh manusia sehingga tubuh menjadi lebih kuat, biasanya dipakai untuk pembentuk otot, meningkatkan perfomance, dan memperbaiki penampilan fisik.


(14)

Bertolak belakang dengan apa yang selalu dibayangkan masyarakat umum bahwa pengguna anabolic steroid adalah atlet yang ingin menjadi pemenang dan berprestasi gemilang, kenyataannya penggunanya kebanyakan orang-orang yang berusia sekitar 20 – 30 tahunan dan bukanlah orang-orang yang berurusan dengan olahraga tertentu (Priyambodo, 2007). Saat ini pemakai anabolic steroid belum tentu dari kalangan atlet / olahragawan saja, namun ada juga dari kalangan umum bahkan mahasiswa seperti hasil penelitian yang dipaparkan dalam The Journal of International Society of Sports Nutrition (dalam Priyambodo, 2007) ditemukan bahwa rata-rata usia pengguna yang ditemukan dalam hasil penelitian tersebut adalah pria usia 31 tahun dan 75 persen adalah lulusan universitas, kebanyakan memiliki pekerjaan dengan kedudukan yang baik dengan penghasilan diatas rata-rata.Ketika ditanyakan soal motivasi mereka dalam menggunakan steroid

sebagian besar mengatakan mereka ingin menambah besar ukuran otot mereka, kekuatan fisik serta meningkatkan daya tarik fisik mereka. Selain itu pada penelitian yang dilakukan oleh Sepehri, Fard and Sepehri dalam Addict Healt Journal (2009) menyatakan frequency pemakai anabolic steroid rata-rata berusia 20 – 30 tahun dimana jumlah pemakai dan pemakai tertinggi rata-rata berusia 20-24 tahun.

Akibat jangka panjang dari pemakaian steroid (Rashid, Ormerod & Day, 2007) diantaranya menyebabkan tekanan darah menjadi tinggi, pendarahan internal, penyakit jantung, kerusakan hati, kanker, serangan jantung, dan stroke. Sebagian orang akan menderita sakit kepala, sakit


(15)

persendian, dan kram otot. Steroid juga dapat menyebabkan kebotakan, nafas berbau tidak enak, kaki dan mata kaki bengkak, gangguan tidur, mual, dan muntah-muntah.Selain dampak secara fisik, efek samping secara emosional juga dapat dialami si pemakai.Yang paling umum adalah kemarahan yang mengakibatkan perilaku destruktif atau merusak.Sebagai contoh, seseorang yang memakai steroid dapat saja terlibat dalam perampokan karena steroid membuat dirinya menjadi agresif.Dampak-dampak lainnya adalah suasana hati yang mudah berubah, paranoia (dicekam ketakutan), halusinasi, cemas, dan mendadak terserang rasa panik.Setelah seseorang berhenti memakai steroid untuk jangka waktu tertentu, dampaknya dapat berbahaya.Mereka juga dapat merasa tertekan, berpikir untuk bunuh diri, dan mungkin menjurus pada tindakan bunuh diri.Wroble RR, Gray M, Rodrigo J (2008)menambahkan efek samping terhadap pemakaian steroid lebih besar pada laki-laki (17%) daripada perempuan (10%).

Berdasarkan hasil wawancara peneliti yang dilakukan pada bulan November 2014 pada sepuluh orang subjek di Fitness Center Salatiga bahwa pria yang cenderung mendukung terhadap pemakaian steroid akan memandang bahwa steroid merupakan suplemen utama untuk menunjang kesehatan serta penampilan fisiknya. Adapun motivasi beberapa pria yang mengkonsumsi steroid hingga saat ini menurut para subjek tersebut karena mereka bisa mendapatkan kepuasan dan percaya diri terhadap bentuk tubuh mereka setelah mengkonsumsi suplemen – suplemen tertentu.Namun sebaliknya ada juga beberapa pria yang cenderung menolak terhadap


(16)

pemakaian steroid karena telah mengetahui efek samping dari suplemen tersebut. Hampir disemua fitness center yang peneliti datangi, masih banyak anggota fitness yang belum mengetahui supplemen apa saja yang masuk dalam kategori steroid karena mereka yang menggunakan supplemen tidak melakukan konsultasi kesehatan terlebih dahulu dengan trainer di fitness center sehingga tanpa mereka sadari dapat berdampak buruk secara jangka panjang pada kesehatan diri sendiri.

Menurut Melliana, dkk (2007) ketika seseorang memiliki gambaran tentang bentuk tubuh yang ideal dan kenyataannya bentuk tubuh yang dimilikinya tidak sesuai dengan gambaran idealnya tersebut, maka individu tersebut dapat memiliki sikap yang negatif terhadap tubuhnya. Sikap positif terhadap pemakaian steroid khususnya pada pria saat ini karena adanya tuntutan di masyarakat mengenai bentuk tubuh ideal dapat mempengaruhi perasaan seseorang, bila seseorang tidak dapat memenuhi bentuk tubuh idealnya yang ada di masyarakat maka akan muncul ketidakpercayadirian terhadap bentuk tubuhnya. Bila individu memiliki kepuasan atau penerimaan diri atas tubuhnya atau bagian – bagian tubuhnya maka akan menimbulkan kepuasan bentuk tubuh (Thompson, et al, 1999) dan bila seseorang puas akan bentuk tubuhnya maka kepercayaan dirinya akan berkembang. Tetapi bila individu tidak dapat meraih bentuk tubuh yang diharapkan, hal ini dapat memperbesar ketidakpuasan terhadap tubuhnya yang kemudian berkembang menjadi ketidakpuasan bentuk tubuh dan menyebabkan rasa percaya diri individu menjadi menurun (Heinberg dalam Thompson, 1999).


(17)

Lindenfield (dalam Surmasari, 2004), mengemukakan bahwa orang yang percaya diri memiliki empat ciri yaitu cinta diri, memahami dirinya sendiri, memiliki tujuan hidup yang jelas, dan berfikir positif. Bila seseorang memiliki kepercayaan diri yang baik terhadap dirinya maka rendah kemungkinan seseorang akan menggunakan obat-obatan atau sejenisnya yang membahayakan dirinya dalam hal ini steroid. Namun seseorang yang memiliki kepercayaan diri rendah akan cenderung menggunakan cara-cara yang instan meski dirinya sadar dampak yang diperolehnya akan merugikan diri sendiri. Menurut Horsley (dalam Morris dan Summers, 1995), seseorang yang memiliki kepercayaan diri rendah nampak akan kurang gigih dalam berusaha, lebih ragu-ragu dalam bertindak, membuat lebih banyak kesalahan dalam bertindak. Ini berarti bahwa individu yang memiliki kepercayaan diri rendah bersiko terhadap pemakaian steroid dalam berolah raga.

Mengingat hal di atas maka masalah penelitian di penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara kepercayaan diri terhadap pemakaian steroid pada pria.

TINJAUAN PUSTAKA Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sikap seseorang terhadap pemakaian obat steroid, salah satu penyebabnya adalah kepercayaan diri.Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara kepercayaan diri ditinjau dari sikap terhadap pemakaian steroid pada pria.


(18)

Sikap terhadap Pemakaian Steroid

1. Pengertian Sikap terhadap Pemakaian Steroid

Menurut Fishben & Ajzen (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003), sikap sebagai predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara konsisten dalam cara tertentu berkenaan dengan objek tertentu. Sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku.Sedangkan menurut Berkowitz (dalam Azwar, 2007), sikap terhadap suatu objek adalah berupa perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavourable) terhadap objek tersebut.

Sikap menurut Calhoun & Acocella (1995) adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut dengan cara tertentu. Menurut Sarwono (2002), sikap adalah kesiapan pada seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu. Dan komponen perilaku merupakan kecenderungan seseorang untuk berperilaku sesuai dengan sikap yang ada pada dirinya.

Menurut Soewolo (2011), steroid adalah obat perangsang untuk meningkatkan metabolisme hormonal tubuh manusia sehingga menjadi lebih kuat. Menurutnya steroid merupakan suatu zat sintetik yang mirip dengan hormon laki-laki (testosteron).Steroid juga merupakan obat perangsang untuk meningkatkan metabolisme hormonal tubuh manusia


(19)

sehingga tubuh menjadi lebih kuat, biasanya dipakai untuk pembentuk otot, meningkatkan perfomance, dan memperbaiki penampilan fisik.

Berdasarkan beberapa definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli Diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan pandangan, perasaan dan kecenderungan seseorang bertindak terhadap objek sikap. Sikap yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sikap terhadap pemakaian steroid, sehingga dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sikap terhadap pemakaian steroid adalah kecenderungan individu dalam memahami, merasakan dan bertindak terhadap pemakaian steroid yang mana merupakan hasil dari interaksi komponen dari kognitif, afektif dan konatifyang dimilikinya.

2. Komponen – Komponen sikap

Sikap terhadap obyek, gagasan atau orang tertentu merupakan orientasi yang bersifat menetap dengan komponen kognitif, afektif dan perilaku (konatif).Komponen kognitif terdiri dari seluruh kognisi yang dimiliki seseorang mengenai obyek sikap tertentu, yaitu fakta, pengetahuan dan keyakinan tentang obyek.Komponen afektif terdiri dari seluruh perasaan atau emosi seseorang terhadap obyek, terutama penilaian.komponen perilaku terdiri dari kesiapan seseorang untuk bereaksi terhadap obyek sikap (Sears, 1988).

Menurut Azwar (2012) sikap memiliki 3 komponen yaitu a) Komponen kognitif


(20)

Komponen kognitif merupakan komponen yang berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.

b) Komponen afektif

Komponen afektif merupakan komponen yang menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap.Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.

c) Komponen perilaku

Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.

Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa komponen – komponen sikap terdiri dari komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif.

3. Faktor – Faktor yang mempengaruhi Sikap

Azwar (2012) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu.


(21)

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

c. Pengaruh Kebudayaan

d. Media Massa

e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

f. Faktor Emosional

Sementara itu Mednick, Higgins dan Kirschenbaum (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) menyebutkan bahwa pembentukan sikap dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:

a. Pengaruh sosial, seperti norma dan kebudayaan b. Karakter kepribadian individu

c. Informasi yang selama ini diterima individu

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembentukan sikap dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik yang berasal dari luar individu dan faktor intrinsik yang berasal dari dalam individu. Faktor ekstrinsik diantaranya pengaruh sosial, pengaruh teman / orang lain, kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan / agama. Faktor intrinsik diantaranya pengalaman pribadi, faktor emosional dan karakter kepribadian individu (kepercayaan diri termasuk di dalamnya).

Kepercayaan Diri

1. Pengertian Kepercayaan Diri

Menurut Fatimah (2006), kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang


(22)

dihadapinya. Sedangkan menurut Guilford (dalam Hakim, 2004) bahwa kepercayaan diri adalah pengharapan umum tentang keberhasilan.

Branden (dalam Iswidarmanjaya dan Agung, 2005) mengemukakan bahwa kepercayaan diri adalah keyakinan seseorang pada kemampuan yang ada dalam dirinya.Bandura (dalam Iswidarmanjaya dan Agung, 2005) mendefinisikan kepercayaan diri sebagai suatu perasaan yang berisi kekuatan, kemampuan, dan keterampilan untuk melakukan atau menghasilkan sesuatu yang dilandasi keyakinan untuk sukses.

McClelland (dalam Luxori, 2005) menyatakan kepercayaan diri merupakan kontrol internal, perasaan akan adanya sumber kekuatan dalam diri, sadar akan kemampuan-kemampuan dan bertanggung jawab terhadap keputusan-keputusan yang telah ditetapkannya. Menurut Tosi dan kawan-kawan (dalam Lie, 2003) mengungkapkan bahwa kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan dalam diri seseorang bahwa individu mampu meraih kesuksesan dengan berpijak pada usahanya sendiri.

Berdasarkan beberapa teori di atas disimpulkan bahwa kepercayaan diri adalah keyakinan yang dimiliki individu untuk mengembangkan penilaian positif terhadap dirinya sendiri tanpa perlu membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain, serta mampu mengenali dan yakin terhadap segala kelebihan yang dimilikinya sehingga dirinya mampu mencapai tujuan hidupnya tanpa ada perasaan inferior di dalam dirinya.


(23)

2. Ciri - Ciri Kepercayaan Diri

Fatimah (2006) mengemukakan beberapa ciri-ciri atau karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri yang proporsional adalah sebagai berikut :

a. Percaya akan kemampuan atau kompetensi diri, hingga tidak

membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan ataupun hormat dari orang lain.

b. Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi diterima oleh orang lain atau kelompok.

c. Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain, berani menjadi diri sendiri.

d. Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosi stabil). e. Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau

kegagalan, bergantung pada usaha sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib atau keadaan serta tidak bergantung atau mengharapkan bantuan orang lain).

f. Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, orang lain dan situasi di luar dirinya.

g. Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga ketika harapan itu terwujud, ia tetap mampu melihat sisi positif dirinya dan situasi yang terjadi.

Berkaitan dengan aspek-aspek kepercayaan diri, Kumara (1987) menyatakan bahwaada empat ciri-ciri kepercayaan diri, yaitu:


(24)

a. Kemampuan menghadapi masalah

b. Bertanggung jawab terhadap keputusan dan tindakannya c. Kemampuan dalam bergaul

d. Kemampuan menerima kritik

Berdasarkan keterangan di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa ciri – ciri kepercayaan diri yaitu percaya akan kemampuan atau kompetensi diri, tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis, berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain, punya pengendalian diri yang baik, memiliki internal locus of control, mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri. Ciri –ciri kepercayaan diri ini peneliti ambil dari teori Fatimah karena teori tersebut memberikan penjelasan lebih detail dibandingkan teori lainnya.

METODE

Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

Populasi dalam penelitian ini adalah pria dewasa yang terdaftar sebagai anggota ditempat fitness center di Salatiga. Karakteristik sampel dalam penelitian ini antara lain:

- Berjenis kelamin laki-laki dengan usia berkisar 20 – 35 tahun.

- Sering melakukan fitness di fitness center minimal tiga kali seminggu

- Terdaftar sebagai anggota fitness center di Salatiga.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah


(25)

Pengambilan sampel dengan teknik ini diharapkan dapat mewakili seluruh sampel yang ada dimasing-masing cabang Fitness Center di Salatiga.

Instrumen

1. Skala Sikap terhadap Pemakaian Steroid.

Skala ini bertujuan untuk mengukur Sikap terhadap Pemakaian Steroid pada Pria.Skala ini disusun oleh penulis sendiri berdasarkan teori dari Azwar (2007) dimana komponen – komponen sikap terhadap pemakaian steroid yang terdiri dari komponen kognitif, afektif dan konatif.Adapun Skala Sikap ini dibuat dengan menggunakan skala likert yang terdiri dari 36 aitem. Penilaian skala menggunakan empat alternatif jawaban, yaitu: SS (Sangat Setuju), S

(Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju). Pemberian skor bergerak dari rentang nilai empat (SS) sampai dengan satu (STS) untuk aitem

– aitem favourable, sedangkan untuk aitem – aitem unfavourable pemberian skor bergerak dari nilai satu (SS) sampai dengan empat (STS).Semakin tinggi nilai yang diperoleh maka semakin tinggi atau positif sikap terhadap pemakaian steroiddan sebaliknya.Adapun daya diskriminasi aitem pada variabel sikapterhadap pemakaian steroid berkisar antara 0,312-0,697.Jumlah aitem valid ada 32 aitem dan gugur 4 aitem.Koefisien reliabilitas pada variable sikap dengan formulasi alpha cronbach = 0,925.

2. Kepercayaan Diri

Skala ini bertujuan untuk mengukur tingkat kepercayaan diri yang dimiliki olehseseorang. Skala kepercayaan diri ini disusun oleh penulis yang didasarkan teori dari Fatimah (2006) bahwa ciri-ciri kepercayaan diri terdiri


(26)

dari a) Percaya akan kemampuan atau kompetensi diri, b) Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis, c) Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain, d) Punya pengendalian diri yang baik, e) Memiliki

internal locus of control, f) Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, g) Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri. Adapun skala kepercayaan diri ini dibuat dengan menggunakan skala likert yang terdiri dari 42 item. Penilaian skala menggunakan empat alternatif jawaban, yaitu: SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju) ,STS (Sangat Tidak Setuju). Pemberian skor bergerak dari rentang nilai empat (SS) sampai dengan satu (STS) untuk aitem – aitem favourable, sedangkan untuk aitem – aitem unfavourable pemberian skor bergerak dari nilai satu (SS) sampai dengan empat (STS).Semakin tinggi nilai yang diperoleh maka semakin tinggi atau positif kepercayaan diri dan sebaliknya.Adapun daya diskriminasi aitem pada variabel kepercayaan diri berkisar dari 0,310-0,652 dengan formulasi alpha cronbach = 0,885 (32 aitem valid dan 10 aitem gugur).

Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis korelasi product moment dari Pearson.

HASIL PENELITIAN

Pengambilan data ini dilaksanakan pada tanggal 5 Agustus 2015 di beberapa fitness center yang ada di Salatiga.Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Sikap terhadap Pemakaian Steroid sebanyak 36 aitem dan skala


(27)

Kepercayaan Dirisebanyak 42 aitem.Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 73 responden.

Uji Asumsi Uji Normalitas

Data setiap variabel diuji dengan menggunakan program uji normalitas sebaran.Perhitungan normalitas sebaran dilakukan dengan menggunakan teknik analisis Kolmogorov-Smirnov (K-SZ) dari SPSS (Statistical Packages for Social Sciences) 17.0.

Uji normalitas pada variabel sikap terhadap pemakaian steroid menunjukkan hasil K-SZ sebesar 0,772 dengan p = 0,059 ( p>0,05). Uji normalitas pada variabel kepercayaan diri menunjukkan hasil K-SZ sebesar 0,717 dengan p = 0,683 (p>0,05). Berdasarkan uji normalitas tersebut dapat disimpulkan bahwa distribusi dari kedua variabel tersebut adalah normal.

Uji Linearitas

Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel penelitian. Adapun nilai = 15,677; p = 0,000 dimana memiliki nilai p < 0,05 sehingga dapat dibuktikan bahwa pada taraf kepercayaan 95% tidak terjadi penyimpangan signifikan terhadap linearitas.

Deskripsi Statistik Penelitian

Analisis data deskriptif bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai subjek penelitian berdasarkan data dari variabel yang diperoleh dari kelompok subjek yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk pengujian hipotesis.Berdasarkan skor yang didapat, maka diperoleh gambaran umum mengenai hubungan antara


(28)

kepercayaan diri dengan sikap terhadap pemakaian steroid. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh mean empirik, sebagai berikut :

Tabel 1

Gambaran umum Skor Variabel-variabel penelitian

Variabel Statistik Hipotetik Empirik

Sikap terhadap pemakaian

steroid

Skor minimal 32 40 Skor maksimal 128 104

Mean 80 72,49

Standart Deviation

16 14,46

Kepercayaan diri Skor minimal 32 74 Skor maksimal 128 122

Mean 80 99,90

Standart Deviation

16 11,44

Sumber : Data primer yang diolah, 2015 Deskripsi variabel Sikap Pemakaian Steroid

Berdasarkan nilai mean dan standard deviasi disusunlah kategorisasi subjek penelitian untuk tiap variabel. Tujuan dari kategorisasi adalah untuk menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur (Azwar, 2007:107). Kategori variabel sikap dapat dilihat pada tabel 2

Tabel 2

Kategorisasi variabel Sikap terhadap Pemakaian Steroid

Kategori Jenjang Jumlah

subjek

Bobot


(29)

Rendah 48 < X ≤ 64 5 6,8% Sedang 64 < X ≤ 96 65 89% Tinggi 96 < X ≤ 112 3 4,1% Sangat Tinggi X > 112 0 0%

Total 100%

Berdasarkan kategorisasi kecerdasan emosi dapat dilihat bahwa Me = 72,49; mean hipotetik = 80 dan standar deviasi hipotetik = 16. Ini artinya sikap pria terhadap pemakaian steroid dalam kategori sedang dan yang lainnya tersebar dalam level rendah sebanyak 6,8%, level tinggi sebanyak 4,1% .

Deskripsi variable Kepercayaan Diri

Hasil analisis distribusi frekuensi subjek untuk variabel Kepercayaan diri dipaparkan dalamTabel3.

Tabel 3

Kategorisasi variabel kepercayaan diri

Kategori Jenjang Jumlah

subjek

Bobot

Sangat Rendah ≤ 48 0 0% Rendah 48 < X ≤ 64 0 0% Sedang 64 < X ≤ 96 5 6,8% Tinggi 96 < X ≤ 112 58 79,45% Sangat Tinggi X > 112 10 13,7%

Total 100%

Berdasarkan kategorisasi kepercayaan diri dapat dilihat bahwa mean empirik 99,90, mean hipotetik= 80 dan standard deviasi hipotetik = 16 artinya


(30)

kepercayaan diri yang dimiliki pria dalam kategori tinggi dan yang lainnya tersebar dalam level sedang sebanyak 6,8%, level sangat tinggi sebanyak 13,7%

Uji Hipotesis

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa terdapat hubungan negatif antara kepercayaan diri terhadap sikap pada pemakaian steroid, yang ditunjukkan dengan hasil = -0,425; p = 0,000 ( p< 0,05 ). Hal ini berarti semakin tinggi kepercayaan diri yang dimiliki maka semakin rendah sikap terhadap pemakaian steroid, sebaliknya semakin rendah kepercayaan diri yang dimiliki maka semakin tinggi sikap terhadap pemakaian steroid.Ini berarti hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan sebelumnya. Untuk melihat seberapa besar pengaruh kepercayaan diri terhadap sikap pada pemakaian steroid ditunjukkan dari nilai koefisien determinasi (r²) yaitu 18,1 % artinya kepercayaan diri memberikan sumbangan terhadap sikap pada pemakaian steroid sebesar 18,1 %

PEMBAHASAN

Hasil yang diperoleh dari pengujian hipotesis menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara kepercayaan diri terhadap sikap pada pemakaian steroid, yang ditunjukkan dengan hasil rxy = - 0,425 ; p = 0,000 ( p < 0,05 ) yang berarti semakin tinggi kepercayaan diri yang dimiliki maka semakin rendah sikap terhadap pemakaian steroid, sebaliknya semakin rendah kepercayaan diri yang dimiliki maka semakin tinggi sikap terhadap pemakaian steroid. Ini berarti hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan sebelumnya. Berdasarkan


(31)

tingkat signifikansi yang dimiliki dapat dilihat dari nilai p = 0,000 (p<1%) yang artinya hubungan antara kepercayaan diri terhadap sikap pemakaian steroid adalah sangat signifikan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fatiyah dan Harahap (2008) yang menyatakan bahwa melalui peningkatan kepercayaan diri pada diri seseorang maka upaya mengatasi perilaku berisiko salah satunya pemakaian obat-obatan dapat dikurangi.Lindenfield (dalam Surmasari, 2004), juga mengemukakan bahwa orang yang percaya diri memiliki empat ciri yaitu cinta diri, memahami dirinya sendiri, memiliki tujuan hidup yang jelas, dan berfikir positif. Bila seseorang memiliki kepercayaan diri yang baik terhadap dirinya maka rendah kemungkinan seseorang akan menggunakan obat-obatan atau sejenisnya yang membahayakan dirinya dalam hal ini steroid. Namun seseorang yang memiliki kepercayaan diri rendah akan cenderung menggunakan cara-cara yang instan meski dirinya sadar dampak yang diperolehnya akan merugikan diri sendiri. Menurut Horsley (dalam Morris dan Summers, 1995), seseorang yang memiliki kepercayaan diri rendah nampak akan kurang gigih dalam berusaha, lebih ragu-ragu dalam bertindak, membuat lebih banyak kesalahan dalam bertindak. Ini berarti bahwa individu yang memiliki kepercayaan diri rendah bersiko terhadap pemakaian steroid dalam berolah raga.

Tingkat kepercayaan diri pada responden di penelitian ini tergolong tinggi yang ditunjukkan dengan nilai mean empirik (Me = 99,90), mean hipotetik (Mh = 80) dan standard deviasi hipotetik (SDh = 16). Berdasarkan hasil kategorisasi ini, dapat dilihat bahwa mereka termasuk individu yang memiliki keyakinan akan kemampuan dirinya, tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis


(32)

terutama terhadap pemakaian steroid, artinya responden yang memiliki kepercayaan diri tinggi akan cenderung tidak menyetujui terhadap pemakaian steroid, individu berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain, memiliki pengendalian diri yang baik, memiliki internal locus of control yang baik, mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri dan memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri. Sedangkan sikap terhadap pemakaian steroid pada responden tergolong sedang, yang ditunjukkan dengan nilai mean empirik (Me = 72, 49), mean hipotetik (Mh = 80) dan standar deviasi hipotetik (SDh = 16). Ini menunjukkan bahwa sikap responden dalam pemakaian steroid yang meliputi komponen kognitif seperti kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar, komponen afektif, dan kecenderungan terhadap pemakaian steroid cenderung agak rendah.

Pengaruh kepercayaan diri terhadap sikap pada pemakaian steroid memberikan sumbangan efektif 18,1 % artinya kepercayaan diri memberikan sumbangan terhadap sikap pada pemakaian steroid sebesar 18,1 %, sisanya 81,9 % ditentukan faktor lain seperti Pengalaman Pribadi, Pengaruh orang lain yang dianggap penting, Pengaruh Kebudayaan, Media Massa, Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama, serta Faktor Emosional.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa terdapat hubungan negatif dan signifikan antara kepercayaan diri terhadap sikap pada pemakaian steroid. Hal ini berarti semakin tinggi kepercayaan diri yang dimiliki maka


(33)

semakin rendah sikap terhadap pemakaian steroid, sebaliknya semakin rendah kepercayaan diri yang dimiliki maka semakin tinggi sikap terhadap pemakaian steroid. Ini berarti hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan sebelumnya. Untuk melihat seberapa besar pengaruh kepercayaan diri terhadap sikap pada pemakaian steroid ditunjukkan dari nilai koefisien determinasi (r²) yaitu 18,1% artinya kepercayaan diri memberikan sumbangan terhadap sikap pada pemakaian steroid sebesar 18,1 %

2. Saran

a) Bagi responden yang senang melakukan gym disarankan agar tetap mempertahankan rasa percaya diri yang telah dimiliki dengan berusaha tetap menerima kekurangan dan kelebihan diri, bersikap positif terhadap diri sendiri agar responden dapat menentukan pilihan dalam bersikap atau berperilaku dengan menghindari pemakaian steroid atau supplemen sejenis yang dapat berdampak negatif bagi tubuh.

b) Bagi peneliti lain yang berminta mengadakan penelitian lebih lanjut disarankan untuk memperhatikan faktor-faktor lain yang memengaruhi kepercayaan diri individu seperti konsep diri, pengetahuan dan penerimaan diri serta lingkungan social.

DAFTAR PUSTAKA

Agliata, D. & Tantleff-Dunn, S. (2004). The impact of media exposure on males?Body image.Journal Social Clinic Psychology. 23:4

Anthony, R. (1992). Rahasia Membangun Kepercayaan Diri. (terjemahan Rita Wiryadi). Jakarta: Binarupa Aksara

Azwar, S. (2012).Penyusunan skala psikologi.Yogyakarta : Pustaka Pelajar. ---. (2007). Sikap Manusia.Edisi kedua.Yogyakarta : Pustaka Pelajar


(34)

Baron, R. A. & Byrne, D. (2000).Social Psychology (9th edition). USA: Allyn & Bacon

Batty, D. (2000). Does physical activity prevent cancer?.BMJ 2000 ; doi: http://dx.doi.org/10.1136/bmj.321.7274.1424 (Published 09 December 2000)

Calhoun, J. & Acocella, J. (1995). Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan (Edisi ketiga). Semarang: PT IKIP Semarang Press

Damon, W. (1991).Handbook of Child Psychology. Fifth Edistion, FourthVolume. New York: John Wiley & Sons Inc

Dayakisni, T. & Hudaniah,S. (2003). Psikologi Sosial (Edisi Revisi). Malang: Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang Press.

Fatiyah, K. N. & Harahap, F. (2008).Konseling Sebaya Untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Remaja terhadap Perilaku Berisiko.Lembaga Penelitian Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. Diunduh dari : http ://penelitianpendidikan.com/index.php?module=detaildata&id=424 Fatimah, E. (2006). Psikologi perkembangan : perkembangan peserta didik.

Bandung : Pustaka Setia

Gardner, D. M., Rosen, L., & Barry, D. (1997).Eating Disorder in Athletes.In : Child and Adolescent Psychiatric Clinics of North America. New York : WB Saunders

Hakim, T. (2004). Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri. Jakarta : Puspa Swara. Haris, D.V. & Harris, B. L. (1984). The Arhlere's Guide to Sports Psychology.

New York : Leisure press

Iswidharmanjaya, A. & Agung, G. (2005).Satu hari menjadi lebih percaya diri.Jakarta : PT. Elex Media Komputindo

Kumara.(1987). Psikologi Sosial.Jakarta : Kanisius

Lemonick, M. D. (2007). Steroids: Not Just for Athletes. http://www.content.time.com/time/health/article/html

Lie, A. (2003). 1001 Cara menumbuhkan rasa percaya diri anak.Jakarta : PT. Elex Media Komputindo


(35)

Melliana, A. S. & Melliana, A. D. (2007).Menjelajah Tubuh Perempuan dan Kecantikan. Lkis: Jakarta

Morris,T., & Summers, J.(1995). Sport Psychology, Theory, Applications and Issues.Sydney : John Wiley & Sons

Pope, H. G., Philips, K. A., & Olivardia, R. (2000).The Adonis Complex: The Secret Crisis of Male Body Obsession. New York, Free Press

Priyambodo, E. (2007). Pengguna Steroid Sebagian Besar Bukan Atlet. Dikutip dari : http://beta.antaranews.com/berita/84685/pengguna-steroid-sebagian-besar-bukan-atlet. Diakses 16:11 WIB

Rashid, H., Ormerod, S., & Day, E. (2007). Anabolic androgenic steroids: What the psychiatrist needs to know. Advances in Psychiatric Treatment13 (3): 203–211. doi:10.1192/apt.bp.105.000935.

Sarwono, S.W. (2002). Pengantar umum psikologi.Jakarta : PT Bulan Bintang Savitri, R. 2007. Kecemasan. Jakarta: Pustaka Populer Obor

Sepehri, G., Fard, M. M., & Sepehri, E. (2009).Frequency of Anabolic Steroids Abuse in Bodybuilder Athletes in Kerman City.Journal List Addict Health.Vol. 1 (1) :25-29

Sears, D. O., Freedman, J. L., & Peplau, L. A. (1988). Psikologi Sosial.Edisi kelima.Jilid-2. Jakarta: Penerbit Erlangga

Soewolo.(2011). Jual Beli Steroid, Kegunaan dan Pemakaian Steroid. http://www.artikelkesehatan.co.id

Sukmasari, R. D. (2005).Pengaruh Rasa Percaya Diri Terhadap Prestasi Belajar Siswa MTs MuhammadiyahKecamatan Wanasari Kabupaten Brebes Jawa Tengah.Skripsi. Universitas Negeri Jakarta.

Suryabrata, S. (1984).Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UGM Press

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta

Thompson, L. & Katz, D. L. (1999). Affective and psychotic symptoms associated with anabolic steroid use. American Journal ofPsychiatry, 145, 487–490Phillips & Olivardia, 2000


(36)

Wroble, R. R., Gray, M., & Rodrigo, J. (2008). Anabolic Steroids and Pre-Adolescent Athletes: Prevalence, Knowledge, and Attitudes. Cl J Sports Medicine Journal.Vol. 5. p. 108-115


(1)

tingkat signifikansi yang dimiliki dapat dilihat dari nilai p = 0,000 (p<1%) yang artinya hubungan antara kepercayaan diri terhadap sikap pemakaian steroid adalah sangat signifikan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fatiyah dan Harahap (2008) yang menyatakan bahwa melalui peningkatan kepercayaan diri pada diri seseorang maka upaya mengatasi perilaku berisiko salah satunya pemakaian obat-obatan dapat dikurangi.Lindenfield (dalam Surmasari, 2004), juga mengemukakan bahwa orang yang percaya diri memiliki empat ciri yaitu cinta diri, memahami dirinya sendiri, memiliki tujuan hidup yang jelas, dan berfikir positif. Bila seseorang memiliki kepercayaan diri yang baik terhadap dirinya maka rendah kemungkinan seseorang akan menggunakan obat-obatan atau sejenisnya yang membahayakan dirinya dalam hal ini steroid. Namun seseorang yang memiliki kepercayaan diri rendah akan cenderung menggunakan cara-cara yang instan meski dirinya sadar dampak yang diperolehnya akan merugikan diri sendiri. Menurut Horsley (dalam Morris dan Summers, 1995), seseorang yang memiliki kepercayaan diri rendah nampak akan kurang gigih dalam berusaha, lebih ragu-ragu dalam bertindak, membuat lebih banyak kesalahan dalam bertindak. Ini berarti bahwa individu yang memiliki kepercayaan diri rendah bersiko terhadap pemakaian steroid dalam berolah raga.

Tingkat kepercayaan diri pada responden di penelitian ini tergolong tinggi yang ditunjukkan dengan nilai mean empirik (Me = 99,90), mean hipotetik (Mh = 80) dan standard deviasi hipotetik (SDh = 16). Berdasarkan hasil kategorisasi ini, dapat dilihat bahwa mereka termasuk individu yang memiliki keyakinan akan kemampuan dirinya, tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis


(2)

terutama terhadap pemakaian steroid, artinya responden yang memiliki kepercayaan diri tinggi akan cenderung tidak menyetujui terhadap pemakaian steroid, individu berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain, memiliki pengendalian diri yang baik, memiliki internal locus of control yang baik, mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri dan memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri. Sedangkan sikap terhadap pemakaian steroid pada responden tergolong sedang, yang ditunjukkan dengan nilai mean empirik (Me = 72, 49), mean hipotetik (Mh = 80) dan standar deviasi hipotetik (SDh = 16). Ini menunjukkan bahwa sikap responden dalam pemakaian steroid yang meliputi komponen kognitif seperti kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar, komponen afektif, dan kecenderungan terhadap pemakaian steroid cenderung agak rendah.

Pengaruh kepercayaan diri terhadap sikap pada pemakaian steroid memberikan sumbangan efektif 18,1 % artinya kepercayaan diri memberikan sumbangan terhadap sikap pada pemakaian steroid sebesar 18,1 %, sisanya 81,9 % ditentukan faktor lain seperti Pengalaman Pribadi, Pengaruh orang lain yang dianggap penting, Pengaruh Kebudayaan, Media Massa, Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama, serta Faktor Emosional.

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa terdapat hubungan negatif dan signifikan antara kepercayaan diri terhadap sikap pada pemakaian steroid. Hal ini berarti semakin tinggi kepercayaan diri yang dimiliki maka


(3)

semakin rendah sikap terhadap pemakaian steroid, sebaliknya semakin rendah kepercayaan diri yang dimiliki maka semakin tinggi sikap terhadap pemakaian steroid. Ini berarti hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan sebelumnya. Untuk melihat seberapa besar pengaruh kepercayaan diri terhadap sikap pada pemakaian steroid ditunjukkan dari nilai koefisien determinasi (r²) yaitu 18,1% artinya kepercayaan diri memberikan sumbangan terhadap sikap pada pemakaian steroid sebesar 18,1 %

2. Saran

a) Bagi responden yang senang melakukan gym disarankan agar tetap mempertahankan rasa percaya diri yang telah dimiliki dengan berusaha tetap menerima kekurangan dan kelebihan diri, bersikap positif terhadap diri sendiri agar responden dapat menentukan pilihan dalam bersikap atau berperilaku dengan menghindari pemakaian steroid atau supplemen sejenis yang dapat berdampak negatif bagi tubuh.

b) Bagi peneliti lain yang berminta mengadakan penelitian lebih lanjut disarankan untuk memperhatikan faktor-faktor lain yang memengaruhi kepercayaan diri individu seperti konsep diri, pengetahuan dan penerimaan diri serta lingkungan social.

DAFTAR PUSTAKA

Agliata, D. & Tantleff-Dunn, S. (2004). The impact of media exposure on males?Body image.Journal Social Clinic Psychology. 23:4

Anthony, R. (1992). Rahasia Membangun Kepercayaan Diri. (terjemahan Rita Wiryadi). Jakarta: Binarupa Aksara

Azwar, S. (2012).Penyusunan skala psikologi.Yogyakarta : Pustaka Pelajar. ---. (2007). Sikap Manusia.Edisi kedua.Yogyakarta : Pustaka Pelajar


(4)

Baron, R. A. & Byrne, D. (2000).Social Psychology (9th edition). USA: Allyn & Bacon

Batty, D. (2000). Does physical activity prevent cancer?.BMJ 2000 ; doi: http://dx.doi.org/10.1136/bmj.321.7274.1424 (Published 09 December 2000)

Calhoun, J. & Acocella, J. (1995). Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan (Edisi ketiga). Semarang: PT IKIP Semarang Press

Damon, W. (1991).Handbook of Child Psychology. Fifth Edistion, FourthVolume. New York: John Wiley & Sons Inc

Dayakisni, T. & Hudaniah,S. (2003). Psikologi Sosial (Edisi Revisi). Malang: Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang Press.

Fatiyah, K. N. & Harahap, F. (2008).Konseling Sebaya Untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Remaja terhadap Perilaku Berisiko.Lembaga Penelitian Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. Diunduh dari : http ://penelitianpendidikan.com/index.php?module=detaildata&id=424 Fatimah, E. (2006). Psikologi perkembangan : perkembangan peserta didik.

Bandung : Pustaka Setia

Gardner, D. M., Rosen, L., & Barry, D. (1997).Eating Disorder in Athletes.In : Child and Adolescent Psychiatric Clinics of North America. New York : WB Saunders

Hakim, T. (2004). Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri. Jakarta : Puspa Swara. Haris, D.V. & Harris, B. L. (1984). The Arhlere's Guide to Sports Psychology.

New York : Leisure press

Iswidharmanjaya, A. & Agung, G. (2005).Satu hari menjadi lebih percaya diri.Jakarta : PT. Elex Media Komputindo

Kumara.(1987). Psikologi Sosial.Jakarta : Kanisius

Lemonick, M. D. (2007). Steroids: Not Just for Athletes. http://www.content.time.com/time/health/article/html

Lie, A. (2003). 1001 Cara menumbuhkan rasa percaya diri anak.Jakarta : PT. Elex Media Komputindo


(5)

Melliana, A. S. & Melliana, A. D. (2007).Menjelajah Tubuh Perempuan dan Kecantikan. Lkis: Jakarta

Morris,T., & Summers, J.(1995). Sport Psychology, Theory, Applications and Issues.Sydney : John Wiley & Sons

Pope, H. G., Philips, K. A., & Olivardia, R. (2000).The Adonis Complex: The Secret Crisis of Male Body Obsession. New York, Free Press

Priyambodo, E. (2007). Pengguna Steroid Sebagian Besar Bukan Atlet. Dikutip dari :http://beta.antaranews.com/berita/84685/pengguna-steroid-sebagian-besar-bukan-atlet. Diakses 16:11 WIB

Rashid, H., Ormerod, S., & Day, E. (2007). Anabolic androgenic steroids: What the psychiatrist needs to know. Advances in Psychiatric Treatment 13 (3): 203–211. doi:10.1192/apt.bp.105.000935.

Sarwono, S.W. (2002). Pengantar umum psikologi.Jakarta : PT Bulan Bintang Savitri, R. 2007. Kecemasan. Jakarta: Pustaka Populer Obor

Sepehri, G., Fard, M. M., & Sepehri, E. (2009).Frequency of Anabolic Steroids Abuse in Bodybuilder Athletes in Kerman City.Journal List Addict Health.Vol. 1 (1) :25-29

Sears, D. O., Freedman, J. L., & Peplau, L. A. (1988). Psikologi Sosial.Edisi kelima.Jilid-2. Jakarta: Penerbit Erlangga

Soewolo.(2011). Jual Beli Steroid, Kegunaan dan Pemakaian Steroid. http://www.artikelkesehatan.co.id

Sukmasari, R. D. (2005).Pengaruh Rasa Percaya Diri Terhadap Prestasi Belajar Siswa MTs MuhammadiyahKecamatan Wanasari Kabupaten Brebes Jawa Tengah.Skripsi. Universitas Negeri Jakarta.

Suryabrata, S. (1984).Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UGM Press

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta

Thompson, L. & Katz, D. L. (1999). Affective and psychotic symptoms associated with anabolic steroid use. American Journal ofPsychiatry, 145, 487–490Phillips & Olivardia, 2000


(6)

Wroble, R. R., Gray, M., & Rodrigo, J. (2008). Anabolic Steroids and Pre-Adolescent Athletes: Prevalence, Knowledge, and Attitudes. Cl J Sports Medicine Journal.Vol. 5. p. 108-115