ANALISIS USAHA PENGGEMUKAN BABI BALI YANG MENGGUNAKAN RANSUM NON KONVENSIONAL.

ANALISIS USAHA PENGGEMUKAN BABI BALI
YANG MENGGUNAKAN RANSUM NON KONVENSIONAL

I W. Sukanata, I P. Ari Astawa., I K., Sumadi., K.M. Budaarsa, M. Budiasa
Fakultas Peternakan Universitas Udayana
e-mail: nata_suka@yahoo.com
Hp.: 081353248994

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana tingkat
keuntungan yang diperoleh dari usaha penggemukan babi bali yang menggunakan
ransum non konvensional. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Candikusuma,
Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana dari bulan Juni hingga September 2014.
Sebanyak 16 ekor anak babi bali dengan rata-rata berat 10,38 kg/ekor digemukkan
selama 4 bulan dengan menggunakan ransum yang terdiri dari pakan komersial
CP 551 9,90%, jagung dan polar (dedak gandum) masing-masing 21,45%, batang
pisang 46,20%, dan 0,99% tepung kunyit.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata jumlah ransum yang
dikonsumsi per hari adalah sekitar 1,58 kg/ekor, dengan FCR 5,44. Sedangkan
pertambahan berat badan yang dihasilkan yaitu rata-rata 0,29 kg/ekor/hari.
Besarnya keuntungan yang diperoleh dari usaha penggemukan babi bali sebanyak

16 ekor dalam waktu 4 bulan adalah Rp. 3.125.104, atau sekitar Rp.195.319,-/ekor
dengan R/C 1,16. Usaha ini mencapai titik impas (break even) pada jumlah
pemeliharaan sebanyak 8 ekor, atau ketika harga babi Rp. 1.204.681,- /ekor atau
Rp. 26.667,-/kg.
Kata kunci: babi bali, penggemukan, analisis usaha

1

FINANSIAL ANALYSIS OF BALI PIG FATTENING
USING NON CONVENTIONAL RATIONS

I W. Sukanata, I P. Ari Astawa., I K., Sumadi., KM Budaarsa, M. Budiasa, A.A. P. Putra Wibawa
Udayana University Faculty of Animal Husbandry
e-mail: nata_suka@yahoo.com
Hp .: 081353248994

ABSTRACT
This study aims to analyze the financial profits derived from bali pig fattening using nonconventional ration. This research was conducted in the village of Candikusuma, District Melaya,
Jembrana from June to September 2014. 16 piglets with an average weight of 10.38 kg / head
fattened for 4 months by using ration consisting of commercial feed CP 551 9.90%, corn and polar

(wheat bran) respectively 21.45%, 46.20% of banana stems, and 0.99% turmeric powder.
The results showed that the average amount consumed per day ration was about 1.58 kg /
head, with FCR of 5.44. While the weight gain produced an average of 0.29 kg / head / day. The
amount of benefits obtained from fattening pig tails bali many as 16 within 4 months is USD.
3,125,104, or about Rp.195.319, - / tail with R / C of 1.16. This effort reached the break-even point
(break even) on the amount of maintenance as many as eight tails, or when the price of pork Rp.
1,204,681, - / tail or Rp. 26 667, - / kg.
Keywords: bali pigs, fattening, business analysis

PENDAHULUAN
Babi mempunyai peranan yang sangat penting bagi masyarakat Bali, baik
dari sisi ekonomi maupun sosial budaya. Dari sisi ekonomi, ternak babi
merupakan mesin biologis yang dapat menghasilkan daging, di samping juga
sebagai sumber pendapatan bagi masyarakat. Ternak babi juga memberikan
multiflier efek yang besar, karena mempunyai keterkaitan yang besar baik dengan
industri di hulu dan di hilirnya. Dari sisi sosial budaya, ternak babi merupakan
salah satu sarana upacara agama dan adat yang tidak tergantikan.
Salah satu jenis babi yang banyak dipelihara di Bali adalah babi bali yang
merupakan sumber flasma nutfah asli Bali. Babi tersebut memiliki berbagai
keunggulan dibandingkan babi ras, seperti lebih tahan terhadap lingkungan/cuaca

yang ekstrim, dapat tumbuh dengan baik walaupun pakan yang diberikan
seadanya, serta hemat air. Keunggulan tersebut membuat babi jenis ini menjadi
pilihan petani di daerah-daerah marginal, seperti Kecamatan Kubu, Gerokgak,
Nusa Penida, dan yang lainnya, karena di daerah itu ia masih mampu berproduksi
dengan baik. Di samping itu, daging babi bali memiliki citarasa yang lebih gurih,
dan sangat cocok dipakai sebagai babi guling. Di beberapa daerah, dalam
2

membuat babi guling atau membuat sesaji masih fanatik harus menggunakan
menggunakan babi bali.
Pemeliharaan babi bali secara umum dilakukan secara tradisional (sebagai
tatakan banyu) dengan pakan seadanya, yaitu berupa limbah dapur dan hasil
sampingan di kebun/tegal. Cara pemeliharaan seperti memiliki banyak
kekurangan baik dari sisi kuantitas maupun kualitas sehingga jumlah babi yang
bisa dipelihara sangat terbatas. Akibatnya populasi babi bali tidak berkembang,
bahkan cenderung turun rata-rata 2,92% per tahun dari tahun 2009 sampai 2013.
Salah satu alternatif yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah
ketersediaan pakan secara tradisional tersebut di atas adalah dengan menggunakan
pakan non konvensional. Pakan non konvensional seperti konsentrat, jagung
giling, dedak padi, dan polar ketersediaannya berlimpah dan mudah diperoleh.

Namun demikian, dalam memperolehnya dibutuhkan biaya yang cukup besar
sehingga akan meningkatkan biaya produksi. Salah satu syarat bagi suatu
komoditas peternakan agar dapat terus berkembang adalah mampu memberikan
keuntungan bagi yang membudidayakannya. Berdasarkan hal tersebut, yang
menjadi pertanyaan adalah, apakah dengan menggunakan ransum non
konvensional usaha penggemukan babi bali menguntungkan atau tidak secara
finansial, dan jika menguntungkan sejauhmana tingkat keuntungan yang
diberikan?. Dengan demikian maka kajian ini sangat penting dilakukan untuk
menjawab pertanyaan tersebut.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Candikusuma, Kecamatan Melaya,
Kabupaten Jembrana. Lama penelitian selama 6 bulan dengan alokasi waktu 1
bulan persiapan di lapangan (seperti persiapan bibit, kandang dan pakan), 4 bulan
pengambilan data dan 1 bulan penulisan laporan.
Materi
Ternak
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah babi bali lepas sapih
dengan bobot badan rata-rata 10,38 kg/ekor.


Jumlah ternak yang digunakan

sebanyak 16 ekor, dipelihara dalam kandang selama 4 bulan. Kandang yang
digunakan adalah kandang koloni dengan ukuran panjang 3m, lebar 3 m dan
tinggi 1m.

Setiap unit kandang dilengkapi dengan tempat makan dan air minum.

Sebelum diberi perlakuan, babi diberikan vaksin SE dan obat cacing.
Bahan Pakan
Ransum yang digunakan adalah ransum yang disusun dari beberapa bahan
pakan, antara lain konsentrat, polar, jagung dan batang pisang. Ransum di susun
3

berdasarkan standar NRC (1988) dengan komposisi seperti yang dpaat dilihat
pada Tabel 1. Batang pisang diiris-iris kemudian ditumbuk. Pemberian ransum
dilakukan secara ad-libitum, dua kali sehari yaitu pada pukul 07.00 wita dan
17.00 wita. Penimbangan sisa ransum dilakukan setiap hari pukul 06.30 wita.
Pemberian air minum juga dilakukan secara ad-libitum.
Tabel. 1. Komposisi Bahan Penyusun Ransum

Bahan Pakan
a. Konsentrat
b. Polar
c. Jagung kuning
d. Batang pisang

Komposisi (%)
10
21,67
21,67
46,67
Total
100
Adapun Kandungan nutrien dari ransum tersebut di atas dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel. 2.Kandungan Nutrien Ransum
Nutrien

Kandungan
dalam Ransum

ME (kkal/kg)
3258
Protein (%)
17,33
Serat kasar (%)
15,05
*Ransum disusum berdasarkan rekomendasi NRC (1988)

Standart*
3260
18
15

Analisis Usaha
Analisis usaha dilakukan dengan menentukan beberapa indikator finansial
antara lain: pendapatan bersih (net farm income), Revenue Cost Ratio (R/C
Ratio), titik impas harga, dan titik impas produksi.
Pendapatan bersih (net farm income)
Pendapatan bersih merupakan selisih antara penerimaan dengan semua
biaya yang dikeluarkan, yang ditentukan dengan rumus (Soekartawi, 2002):

Pd

=

TR - TC

Keterangan:
Pd = pendapatan bersih
TR = penerimaan
TC = total biaya
Penerimaan merupakan nilai produksi (value of production) dari usaha
penggemukan babi bali dalam jangka waktu tertentu. Penerimaan

tersebut

ditentukan berdasarkan perkalian antara jumlah produksi dengan harganya. Biaya
4

diklasifikasikan menjadi biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable
cost). Biaya investasi seperti biaya bangunan kandang dan


peralatan

diperhitungkan sebagai biaya penyusutan. Biaya penyusutan diperhitungkan
dengan metode garis lurus (Ibrahim 2003) sebagai berikut:

P 

HB  NS
n

Keterangan:
P
HB
NS
n

=
=
=

=

biaya penyusutan
harga beli aset
nilai sisa aset
umur ekonomis

Analisis R/C Ratio
R/C ratio akan ditentukan dengan membagi total penerimaan (TR) dengan
total biaya (TC) dari usahatani babi bali, seperti rumus berikut (Soeharjo dan
Patong, 1973).
R/C 

TR
TC

Nilai R/C ratio yang lebih besar dari satu berarti menguntungkan, dan
sebaliknya jika kurang dari satu. Jika R/C ratio sama dengan 1, berarti usaha
tersebut berada dalam keadaan impas.
Analisis Titik Impas

Suatu usaha dikatakan berada dalam keadaan impas (break even) yaitu
ketika usaha tersebut berada dalam keadaan tidak untung tetapi juga tidak rugi.
Titik impas dapat dilihat berdasarkan jumlah produksi (titik impas produksi) dan
harga (titik impas harga). Titik impas tersebut digunakan untuk melihat berapakah
jumlah produksi maupun harga babi minimal agar usaha penggemukan babi bali
dapat memberikan keuntungan. Titik impas produksi dan titik impas harga
ditentukan dengan rumus berikut (Ibrahim, 2003):
Q BEP 

TFC
(PQ  VC)

Keterangan:
QBEP
=
PQ
=
TFC
=

Produksi babi bali dalam keadaan impas
harga babi bali
total biaya tetap
5

VC

=

PBEP 

biaya tidak tetap per unit produk

TFC  TVC
Q

Keterangan:
PBEP
=
TFC
=
TVC
=
Q
=

harga babi per kg dalam keadaan impas
total biaya tetap
total biaya tidak tetap
produksi babi
HASIL DAN PEMBAHASAN

Biaya dan Pendapatan
Biaya usaha merupakan semua biaya yang dikeluarkan suatu perusahaan
untuk menghasilkan output (Kadarsan, 1995). Besarnya biaya yang diperlukan
oleh suatu perusahaan sangat tergantung dari besarnya skala usaha tersebut.
Menurut Ibrahim (2003), biaya usaha dapat dibedakan menjadi biaya investasi
dan biaya modal kerja. Biaya modal kerja tersebut juga dapat digolongkan
menjadi biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost).
Usaha penggemukan babi bali dengan skala pemeliharaan sebanyak 16
ekor memerlukan dana investasi sebesar Rp. 43.893.750 yang terdiri dari
beberapa komponen biaya seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kebutuhan dana investasi penggemukan babi bali dengan Skala 16 ekor
No

Komponen Biaya

Biaya Investasi (Rp)

1

Kandang (18 m2)

14.062.500

2

2
3
4

Gudang (9 m )
Sewa lahan (500 m2, selama 10 tahun)
Mesin dan peralatan

5

Instalasi Listrik dan Air
Jumlah

7.031.250
12.500.000
5.300.000
5.000.000
43.893.750

Dua Komponen biaya yang nilainya terbesar adalah kandang dan lahan. Kedua
komponen tersebut nilainya mencapai 60,52% dari total biaya investasi. Bagi
petani yang sudah memiliki lahan tentu akan membutuhkan dana investasi yang
jauh lebih kecil karena tidak harus menyewa lahan.
Sedangkan besarnya modal kerja atau biaya operasional yang dibutuhkan
untuk menggemukkan 16 ekor babi bali dalam satu periode produksi adalah
6

sebesar Rp. 19.286.896,-. Biaya tersebut melingkupi biaya tidak tetap (variable
cost) dan biaya tetap (fixed cost) yang terdiri dari beberapa komponen biaya

seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Pendapatan dan Biaya dari Usaha Penggemukan Babi Bali dengan skala
16 ekor dalam satu periode produksi (4 bulan)
No.
A
1
2
3

Komponen Biaya

Jumlah

C

Biaya Tidak Tetap
Pakan
3000 Kg
Bibit
16 ekor
Vaksin dan Obat
16 paket
Jumlah Biaya Tidak Tetap
Biaya Tetap
Karyawan
19,2 HKSP
air dan listrik
1 paket
Penyusutan
Jumlah Biaya Tetap
Biaya Total

D

Pendapatan

E

Pendapatan bersih

B
1
2
3

16 ekor

Harga
(Rp/satuan)

Jumlah
(Rp)

2.723,33
500.000
25.000

8.170.000
8.000.000
400.000
16.570.000

60.000
600.000

1.152.000
600.000
964.895,8
2.716.896
19.286.896

1.400.000

22.400.000
3.113.104

F R/C
1,16
HKSP: hari kerja setara pria (1 HKSP = 8 jam)
Biaya pembelian bibit dan pakan pada biaya tidak tetap cukup besar, yaitu
mencapai 97,59% dari total biaya tidak tetap. Biaya pakan kemungkinan akan
masih bisa ditekan dengan memperbesar skala produksi. Dengan memperbesar
skala produksi maka akan membutuhkan pakan yang lebih banyak. Pembelian
pakan dalam jumlah yang lebih besar umumnya akan mendapat harga yang lebih
murah dibandingkan hanya membeli sedikit. Sedangkan biaya bibit dapat ditekan
dengan mengkombinasikan antara penggemukan dengan usaha pembibitan.
Namun demikian, perlu dikaji terlebih dahulu sejauhmana kelayakan finansial
usaha pembibitan babi bali.
Komponen biaya tetap yang terbesar adalah gaji karyawan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata jumlah ransum yang
dikonsumsi per hari adalah sekitar 1,56 kg/ekor, dengan FCR 6,61. Sedangkan
7

pertambahan berat badan yang dihasilkan yaitu rata-rata 0,24 kg/ekor/hari.
Besarnya pendapatan bersih yang diperoleh atau keuntungan yang diperoleh dari
usaha penggemukan babi bali sebanyak 16 ekor dalam waktu 4 bulan adalah Rp.
3.113.104, atau sekitar Rp.194.569,-/ekor.
R/C Ratio
dengan R/C 1,16.
Titik Impas
Usaha ini mencapai titik impas (break even) pada jumlah pemeliharaan sebanyak
8 ekor, atau ketika harga babi Rp. 1.205.431,- /ekor atau Rp. 31.108,-/kg.

8

DAFTAR PUSTAKA
Budaarsa, K. 2012. Babi Guling Bali. Buku Arti. Denpasar
Budaarsa, K. 2014. Potensi Ternak Babi dalam Pemenuhan Daging di Bali.
Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Ternak Babi. Fakultas
Peternakan, Universitas Udayana. Denpasar.
Budaarsa, K. 1997. Kajian Penggunaan Rumput Lautdan Sekam Padi sebagai
Sumber Serat dalam Ransum untuk Menurunkan Kadar Lemak Karkas dan
Kolesterol Daging Babi. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Daniel, M. 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian.PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali. 2014. Informasi Data
Peternakan Provinsi Bali Tahun 2013. Denpasar
Kotler, Philip dan G. Armstrong. 2001. Prinsip-Prinsip Pemasaran. Terjemahan.
Erlangga.Jakarta.
Ibrahim, H.M.Y. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Rineka Cipta., Jakarta.
Kotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran Edisi Milenium. Prentince Hall
Indonesia. Jakarta.
Kotler,

Philip. 2003.Manajemen Pemasaran : Analisis, Perencanaan,
Implementasi, dan pengendalian. Edisi ketujuh. Lembaga Penerbit UI.,
Jakarta.

Limbong. Wilson H., dan Panggabean Sitorus. 1987. Pengantar Tataniaga
Pertanian. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonmomi Pertanian. Fakultas
Pertanian, IPB, Bogor.
Miwada, I N.S., I G. Mahendra, K. Budaarsa, dan Martini, H. 2014. Studi
Kebutuhan Babi untuk Warung makan Babi Guling di Bali. Prosiding
Seminar dan Lokakarya Nasional Ternak Babi. Fakultas Peternakan,
Universitas Udayana. Denpasar.
Mubyarto. 1991. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.
Soeharjo dan Patong Patong. 1973. Sendi-Sendi Pokok Usahatani. Jurusan IlmuIlmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Soekartawi. 1990. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok bahasan Khusus Fungsi
Produksi Cobb-Douglas, Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. UI-Press. Jakarta.
Soekartawi, A. Soeharjo, John L. Dillon, J. Brian Hardaker. 1986. Ilmu Usahatani
dan Penelitian untuk Petani Kecil.
Sihombing, D.T.H. 1997. Ilmu Ternak Bali. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
Suarna, I W., dan N.N. Suryani. 2014. Peluang dan Tantangan Pengembangan
Ternak Babi Bali di Kabupaten Gianyar Provinsi Bali. Prosiding Seminar
9

dan Lokakarya Nasional Ternak Babi. Fakultas Peternakan, Universitas
Udayana. Denpasar.
Sudiyono, A. 2002. Pemasaran Pertanian. Universitas Muhamadiyah Malang,
Malang.
Sugiarto, et al. 2005. Ekonomi Mikro. Gramedia Pustaka Utama.Jakarta.
Tjakrawiralaksana dan Soeriatma. 1983. Ilmu Usahatani. Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Jakarta.

10