EKSISTENSI MANUSIA DALAM NOVEL TANIN NO KAO KARYA KOBO ABE; SEBUAH TINJAUAN FILSAFAT EKSISTENSIALISME.

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Berbicara sastra berarti berbicara manusia. Terlebih lagi sastra membicarakan manusia dengan segala permasalahannya. Begitu juga filsafat, secara khusus membicarakan permasalahan-permasalahan yang dihadapi manusia terhadap realitas. Hal ini membuat sastra dan filsafat memiliki keakraban. Keakraban ini dapat dianalogikan dengan koin yang memiliki dua sisi yang berbeda, yaitu cara memandang permasalah terhadap realitas, jika sastra menghadapi permasalahan dengan imajinatif kreatif. Maka filsafat menghadapinya dengan kesadaran kritis.

Tidak jarang para filsuf menggunakan kesusastraan sebagai media penyampaian perenungannya terhadap kehidupan. Tirtawira dalam bukunya “Apresiasi Puisi dan Prosa” (1978) menyebutkan, pengarang cenderung merenungi hakikat daripada kehidupan. Renungan atas kehidupan merupakan ciri khas yang terdapat dalam karya sastra. Perenungan inilah yang menjadikan sastra sangat akrab dengan filsafat, karena manusia yang berfilsafat adalah manusia yang merenungi hakikat kehidupannya.

Salah satu karya sastra yang patut menjadi renungan oleh pembacanya adalah novel “Tanin no Kao” karya Kobo Abe. Abe bukanlah seorang filsuf tulen namun intelektualitas pemikirannya terhadap permasalahan kemanusian tercermin pada setiap karya-karyanya, khususnya pada novel ini.


(2)

Abe menyalurkan ambisi intelektualnya mengenai permasalahan eksistensi manusia melalui novel Tanin no Kao. Masalah eksistensi atau keberadaan khas manusia ini secara implisit diejewantahkan dengan ketiadaan sebuah wajah milik manusia ke dalam novel tersebut. Dalam hal ini ketiadaan wajah tokoh “Aku” karena sebuah kecelakaan eksperimen penelitian. Wajah dalam pengertian yang lebih mendalam adalah jembatan penghubung seorang manusia terhadap manusia lain melalui perantara ekspresi. Oleh karena ketiadaan wajah tersebutlah “Aku” menjadi terasing terhadap dunianya. Karena pada hakikatnya manusia tidak bisa hidup sendiri. Pengalaman ketiadaan wajah Aku inilah yang membuat dia sadar akan eksistensi dirinya.

Mengenai manusia, Aristoteles memiliki sebuah adagium yang terkenal, yaitu Zoon Politicon, atau manusia adalah makluk sosial. Esensinya adalah manusia tidak dapat hidup sendiri. Kebersamaanlah yang menjadikan seorang manusia merasa utuh dalam dirinya. Raison d’etre (alasan keberadaan) dari bahasa menguatkan ciri manusia sebagai zoon politicon tersebut, karena keberadaan bahasa tidak hanya sebagai alat untuk berpikir dan menyingkap dunia, tetapi juga sebagai media untuk memahami dan berkomunikasi dengan yang liyan. Dengan begitu eksistensi seorang manusia menemukan bentuk sejatinya.

Eksistensi di sini bukanlah eksistensi seperti benda-benda, yang keberadaannya bersifat masif, tertutup bagi dirinya sendiri dan tidak memiliki dimensi kesadaran. Melainkan keberadaan khas manusia yang berkesadaran. Kesadaranlah yang menjadikan manusia menyadari keberadaannya. Dengan kesadaran ini eksistensi manusia menjadi dinamis tergantung dari apa yang dicitakan oleh manusia (individu) tersebut. Permasalahan tentang eksistensi khas manusia inilah yang dibahas dalam filsafat


(3)

eksistensialisme. Lathief dalam bukunya “Psikologi Fenomenologi Eksistensialisme” (2010: 37-38) menyebutkan bahwa:

“Beberapa pengertian umum eksistensi dalam pandangan eksistensialisme dapat dirangkum sebagai berikut. Pertama, eksistensi selalu dimaksudkan sebagai eksistensi manusia, jadi cara keberadaan khas manusia. Kedua, eksistensi selalu diartiakan sebagai eksistensi individual, cara khas keberadaan individual, jadi eksistensi individual dipandang sebagai ‘prinsip

pertama’. Ketiga, dalam eksistensinya yang konkrit manusia selalu berada dalam dunia dan bersama dalam eksistensi yang lain. Keempat, eksistensi bersifat dinamis.

Pengalaman ketiadaan wajah yang merupakan satu kesatuan terhadap diri manusia dalam hal berhubungan dengan manusia lain membuat tokoh “Aku” menjadi sadar akan eksistensinya di dunia tempat dia tinggal. Pengalaman eksistensial ini muncul dikarenakan “Aku” merasa kemanusiaanya terenggut dari dirinya (ketiadaan wajah) sehingga dia tidak dapat berhubungan lagi dengan manusia lain selain dirinya, khususnya seorang tokoh “Kamu” yang menjadi istrinya dalam cerita tersebut. Hal ini menyebabkan

“Aku” menjadi terasing dari dunianya sendiri (rumah tangga, tempat kerja dan lingkungan tinggal). Sehingga kehampaan hidup praktis didapatnya sebagai hukum kausalitas karena tidak dapat lagi menjalin hubungan dengan manusia lain. Hal ini secara khusus dibahas oleh seorang Eksistensialis bernama Martin Buber dengan teorinya The I-Thou Relationship (Relasi Aku-Engkau) (2010: 51). Buber memaparkan bahwa relasi sosial adalah bagian dari struktur eksistensi manusia secara esensial. Relasi sosial Aku-Engkau menggambarkan sebuah relasi antarpribadi yang sungguh-sungguh atau sejati. Aku mungkin mengetahui aku lain dengan cara mengenal lebih dalam. Aku mengenal orang lain (aku lain) dalam kedudukannya dan aku menghendaki sebuah tanggapan.


(4)

Relasi sosial Aku-Engkau merupakan relasi antar pribadi yang mengandung pengertian sebuah pertemuan. Relasi tersebut merupakan bentuk aktualisasi kesadaran diri manusia dengan manusia lain yang juga memiliki kesadaran diri sama.

Berdasarkan teori “Relasi Aku-Engkau” tersebut tokoh “Aku” (Aku) dalam novel

“Tanin no Kao” mengalami pengalaman eksistensial berupa keterasingan dan kehampaan karena ketiadaan wajah (relasi aku-engkau tidak berjalan). Maka menggunakan kesadarannya, “Aku” berusaha memberontak terhadap musibah yang terjadi pada dirinya. Kesadaran membuatnya memiliki kebebasan untuk memilih sendiri eksistensinya yang otentik. Namun kebebasannya untuk memilih berkaitan langsung dengan tanggung jawab terhadap pilihannya, sehingga menyebabkan kecemasan-kecemasan yang tak dapat dihindarkan. Permasalah-permasalahan eksistensial seperti keterasingan, kesepian, kehampaan, kecemasan, kesadaran, kebebasan, pilihan, dan pemberontakan oleh peneliti menjadi menarik untuk diteliti menggunakan filsafat eksistensialisme dengan judul skripsi “Eksistensi Manusia dalam Novel Tanin no Kao Karya Kobo Abe; Sebuah Tinjauan Filsafat Eksistensialisme.”

1.2Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Pengalaman-pengalaman eksistensial yang terjadi pada tokoh “Aku”. 2. Cara “Aku” bereksistensi terhadap kehampaan yang dideritanya.


(5)

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memahami pengalaman-pengalaman eksistensial yang terjadi terhadap tokoh “Aku”, serta bagaimana cara “Aku bereksistensi terhadap kehampaan yang dideritanya.

Adapun manfaat penelitian ini adalah;

a. Penerapan teori filsafat eksistensialisme dalam menelaah permasalahan yang terdapat dalam novel Tanin no Kao.

b. Jembatan kepada pembaca novel jepang dalam hal pengapresiasian karya sastra khususnya bagi pecinta novel Jepang.

c. Menambah keragaman serta memperkaya penelitan terhadap novel Jepang terkhusus untuk pustaka jurusan Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas.

d. Menambah wawasan serta kazanah pengetahuan tentang kesusastraan khususnya kesusastraan Jepang bagi penulis dan pembaca.

1.4Tinjauan Kepustakaan

Setelah peneliti melakukan tinjauan pustaka, belum ditemukan penelitian dengan menggunakan tinjauan yang sama terhadap objek yang sama, baik di Kota Padang maupun peninjauan internet. Namun telah ditemukan penelitian-penelitian yang berkaitan dengan filsafat eksistensialisme yaitu;

1. Skripsi berjudul “Memahami Novel Ziarah Karya Iwan Simatupang” oleh M. Yusuf di Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas tahun 1986. Yusuf menelaah bahwa Ziarah pada dasarnya merupakan


(6)

sebuah novel yang penuh dengan pemikiran-pemikiran filsafat yang eksistensialistis. Sebagai novel yang eksisistensialistis, Ziarah memaparkan persoalan-persoalan manusia yang begitu eksistensial. Pada skripsi ini Yusuf menitikberatkan pada eksistensialisme menurut Jean Paul Sartre dan didukung oleh strukturalisme genetik Lucian Goldman. Yusuf menggali banyak hal yang terdapat pada novel Ziarah, tentang humor tingkat tinggi dan tentang tokoh tanpa nama dan urutan peristiwa.

2. Skripsi berjudul “Eksistensi Manusia dalam novel Kering karya Iwan

Simatupang Tinjauan Struktural” oleh Nurlailis Bp. 93184001 ,Sastra Indonesia, Universitas Andalas. Dalam skripsi ini Nurlailis melihat persoalan eksistensi manusia melalui teori strukturalisme dan filsafat eksistensialisme Fredrich Nietsch tentang “Manusia Unggul” dan Jean Paul Sarte tentang

“Kemerdekaan”. Nurlailis menelaah bahwa secara keseluruhan, Kering ingin

menggambarkan sikap dan perilaku manusia yang ingin berkuasa dan takut akan runtuhnya kerajaan Tokoh Kita. Di situ tokoh berada pada realitas kemanusiaannya. Bila ia manusia menahan maka ia akan mencapai identitas diri. Sebaliknya jika eksistensi manusia itu menjurus kemustahilan maka berarti hidup manusia itu suatu tragedi tanpa suatu harapan.

3. Skripsi berjudul “Eksistensi Tokoh Bekas Pelukis dalam Novel Ziarah karya

Iwan Simatupang Tinjauan Filsafat Eksistensialisme” oleh Novitri Bp.

07184022 Sastra Indonesia, Universitas Andalas. Novitri menelaah eksistensi tokoh Bekas Pelukis menggunakan Filsafat eksistensialismenya Martin


(7)

Novitri menyimpulkan bahwa tokoh Bekas Pelukis memiliki keunikan eksitensi. Hal ini terbukti dengan adanya tahap perubahan sikap dan pola pikirnya di dalam lingkungannya. Ia mampu menunjukan eksistensinya dengan caranya sendiri. Keadaan lingkungannya yang terkadang tidak menghargai keberadaannya menjadi motivasi di dalam dirinya untuk bangkit dari keterpurukan. Ia menemukan kenyamanan dengan menjadi opseter pekuburan tempat istrinya dimakamkan.

4. Skripsi berjudul “Penokohan Dalam Novel Rafilus Ditinjau dari Filsafat

Eksistensi Karj Jaspers” oleh Defina Bp. 95184018 Sastra Indonesia Universitas Andalas. Karj Jaspers mengkhususkan persoalan eksistensinya

dengan “kemerdekaan dan situasi batas”. Defina menyimpulkan bahwa tokoh -tokoh dalam novel Rafilus bereksistensi dengan lingkungannya. Sebagai manusia mereka menikmati kemerdekaan masing-masing. Kemerdekaan itulah yang membuat mereka menjadi orang-orang yang berguna dan mempunyai derajat yang tinggi. Meskipun begitu, kemerdekaan mereka selalu dihadapi oleh situasi batas dan masing-masing menghadapinya dengan cara berbeda. Pada saat mereka menghadapi situasi batas tertentu, pada akhirnya mereka akan menghadapi situasi batas lainnya, yaitu transendensi.

Terkait objek yang peneliti bahas, secara umum teori yang digunakan juga filsafat eksistensialisme, namun dalam skripsi ini, peneliti lebih mengkhususkan menggunakan teori eksistensi dari Martin Buber, yaitu relasi Aku-Kamu dan relasi Aku-Itu. Sehingga, tidak saja objek yang diteliti berbeda, teori yang digunakan pun berbeda. Peneliti juga


(8)

membahas pengalaman-pengalaman eksistensial yang membuat seseorang tersadar akan eksistensi dirinya. Hal-hal tersebutlah yang menjadikan penelitian ini berbeda dari penelitian yang menggunakan filsafat eksistensialisme yang lain.

1.5Landasan Teori

a. Filsafat Eksistensialisme

Filsafat eksistensialisme adalah suatu paham dalam ilmu filsafat yang menekankan akan pentingnya keberadaan manusia yang berkesadaran. Manusia dengan kesadarannya dimaksud menjadi subjek bagi dirinya sendiri. Setiap pengalaman yang dihadapi manusia adalah manusia itu sendiri sebagai penentu nasib yang akan diperolehnya, bukan lingkungan juga bukan orang lain. Manusia menjadi penentu eksistensinya sendiri di atas dunia ini. Meskipun eksistensialisme menjadi populer pada pertengahan abad ke-20 tetapi telah disuarakan oleh beberapa filsuf jauh sebelum Perang Dunia I dimulai, adalah Kiekergaard (2010: 1-2) yang mempertanyakan eksistensi

manusia dengan “Bagaiman caranya aku menjadi seorang individu” juga Nietzsche

dengan Uebermensch-nya “bagaimana manusia menjadi manusia unggul.”

Sebenarnya hanyalah Jean Paul Sartre yang menyebut dirinya seorang eksistensialis—dia lah yang mempolulerkan filsafat ini. Filsuf yang lain seperti Nietzsche, Kiekergaard, Husserl, Heidegger, Marcel, Buber, Paul Tillich, Ortega y Gasset, Merleau-Ponty, Jaspers, Camus dan lain-lain tidak mau dikatakan seorang eksistensialis meskipun tulisan-tulisan mereka bertemakan eksistensi manusia. Hal ini wajar karena masing-masing filsuf menyuarakan eksistensi manusia secara berbeda-beda, meskipun mereka semua setuju bahwa “Existence precede Essence” atau eksistensi mendahului esensi.


(9)

Berhubungan dengan penelitian novel “Tanin no Kao” peneliti memilih teori eksistensialisme dari Martin Buber (1878-1965) dalam mengintepretasi maknanya. Buber menggunakan pendekatan dialogis (dialogic approach) dalam memahami manusia. Asumsi dasarnya adalah bahwa semua kehidupan yang nyata adalah sebuah pertemuan. Menurut Buber manusia mempunyai dua relasi fundamental: relasi dengan benda (Ich-Es, I-It), dan relasi dengan sesama manusia dan Tuhan (Ich-Du, I-Thou). Karena karakteristik kedua relasi tersebut, posisi ‘Aku’ bersifat ganda, disamping ‘Aku’ berhubungan dengan

‘Itu’, ‘Aku’ juga bisa berhubungan dengan ‘Engkau’ (hubungan Aku-Itu dan Aku-Engkau). Walau relasi-relasi bisa berbeda, namun Aku tidak pernah tanpa relasi dan tidak pernah merupakan Aku yang terisolasi (2010: 18-19).

Keberadaan relasi-relasi menghasilkan sebuah citra dalam diri manusia dalam memandang sesuatu di luar Aku. Jika yang terjadi hubungan Aku-Itu, maka dunia yang dicitrakan adalah dunia benda-benda, sesuatu yang dibendakan, kepemilikan, dan penguasaan atas yang lain. Hubungan yang demikian ini menandai dunia sebagai Erfahrung (pengalaman), tetapi oleh Buber dipergunakan sebagai penunjuk hubungan dengan benda-benda. Sedangkan istilah Beziehung (hubungan) menandai relasi Aku-Engkau, hubungan yang dikhususkan bagi manusia-manusia. Hal ini memberikan citra hubungan yang sejati atau genuinitas dalam dialog antara manusia.

Sikap I-thou dan I-It keduanya penting bagi pembentukan pola hubungan manusia. Relasi I-Thou hanya dapat dipakai dengan segala wujud orang yang mengatakan, sedangkan I-It adalah sebaliknya. Jika Aku menghadapi seseorang dan mengadakan dialog I-Thou dengannya, maka orang itu bukanlah benda atau tidak terdiri dari benda-benda. Aku juga dapat bertemu dengan seseorang dan menganggapnya sebagai Aku dan


(10)

menjadikan Aku tersebut sebagai Objek (It) untuk keperluan Aku. Manusia dapat diperlakukan sebagai benda, dikoordinasikan, dimanipulasi dan direkayasa sesuai dengan keinginan Aku. Manusia tidak dapat hidup tanpa It. Akan tetapi, orang yang hidup hanya dengan It saja, ia bukan manusia. Jika manusia tunduk kepada It, maka dunia It yang selalu membesar akan mengalahkannya, dan mencabut realitas I darinya. Engkau bagi Aku tidak lagi sesama manusia, melainkan sesuatu benda: objek yang dapat Aku gunakan atau yang tidak boleh mengganggu kesenangan dari Aku.

Dialog dengan sikap I-It dengan begitu, tidak akan pernah tumbuh perasaan cinta sesama. Dalam situasi seperti ini, Aku menjadi sepi, seperti orang lain juga merasakan hal serupa. Situasi yang demikian ini tidak memperoleh pembenaran, karena Aku menjadi Aku karena Engkau. I require a You to become; becoming I, I say you (2010: 19-20).

b. Strukturalisme

Strukturalisme sepertinya hampir telah menjadi metode wajib dalam setiap penelitian sastra, apa lagi jika ingin meneliti unsur intrinsik. Hal tersebut disebabkan oleh cara strukturalisme itu sendiri dalam memperoleh makna terhadap suatu karya sastra.

Strukturalisme merupakan suatu metode penelitian sastra yang bertujuan memperoleh totalitas makna pada suatu karya sastra. Metode ini tidak menganalisis makna hanya dari bagian-bagian tertentu saja dari unsur-unsur yang terdapat dalam karya sastra tersebut, melainkan dari keseluruhan hubungan antar unsur-unsurnya, dengan


(11)

demikian pemakaian metode ini dimaksudkan untuk memperoleh makna yang tidak setengah-setengah tetapi makna total yang terkandung dalam sebuah karya sastra.

A. Teeuw berpendapat; (1984: 112) prinsipnya jelas: analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua unsur anasir dan aspek karya sastera yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Analisis struktural bukanlah penjumlahan anasir-anasir itu. Lebih lanjut lagi A. Teeuw mengatakan: dalam hal roman pun tidak cukup semacam enumerasi gejala-gejala yang berhubungan dengan aspek waktu, aspek ruang, perwatakan, point of view, sorot balik, dan apa saja. Yang penting justru sumbangan yang diberikan oleh semua gejala semacam itu pada keseluruhan makna dalam keterkaitan dan keterjalinannya.

1.6Metode Penelitian

Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Menurut Ratna (2004: 46-47), metode kualitatif pada dasarnya sama dengan metode hermeneutika dan analisis isi. Secara keseluruhan memanfaatkan cara-cara penafisiran dengan menyajikannya dalam bentuk deskripsi. Metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya. Cara-cara beginilah yang mendorong metode kualitaif dianggap sebagai multimetode. Objek penelitian dari metode ini bukanlah gejala sosial melainkan makna-makna yang terkandung dalam setiap tindakan.

Sedangkan teknik yang digunakan adalah membaca berulang-ulang yaitu membaca untuk memahami permasalahan apa yang terkandung di dalam objek penelitan; membaca kritis, yaitu membaca untuk melihat hubungan masalah dengan teori yang akan dipakai


(12)

dalam penelitian; mengidentifikasi data, yaitu mengumpulkan data-data yang terdapat dalam objek penelitian; Menganalisis data, yaitu menelaah data-data yang telah diidentifikasi menggunakan tinjauan yang telah ditetapkan; lalu menyusun hasil penelitian dengan cara mendeskripsikannya.

1.7Sistematika Penulisan

Rancangan sistematika Penulisan ini terdiri dari empat bab yaitu:

a. BAB I merupakan bab pendahuluan yang mengemukakan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat, tinjauan kepustakaan, landasan teori, metode penelitan serta sistematika penulisan.

b. BAB II merupakan bab yang berisi penjelasan unsur-unsur intrinsik novel.

c. BAB III merupakan bab utama yang menganalisis masalah eksistensi manusia yang terdapat dalam novel Tanin no Kao menggunakan teori filsafat eksistensialisme Martin Buber.


(13)

(14)

ABSTRAK

EKSISTENSI MANUSIA DALAM NOVEL

TANIN NO KAO

KARYA KOBO ABE; SEBUAH TINJAUAN FILSAFAT

EKSISTENSIALISME

Oleh : Hizbul Ridho

Kata kunci : eksistensialisme, relasi Aku-Engkau, ketiadaan wajah, pengalaman eksistensial

Novel Tanin no Kao karya Abe Kobo adalah novel yang kaya akan permasalahan kemanusiaan. Dalam novel ini, eksistensi manusia menjadi tema permasalahannya. Untuk menelaah masalah eksistensi manusia di dalam novel Tanin no Kao ini, peneliti terlebih dahulu menganalisis struktur pembangun novel, lalu menganalisis permasalahan eksistensi menggunakan filsafat eksistensialisme Martin Buber, yaitu teori “Relasi Aku-Kamu” dan “Relasi Aku-Itu”. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dan disajikan secara deskriptif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ternyata pangkal dari munculnya

kesadaran akan eksistensi tokoh “Aku” adalah dengan ketiadaan wajah seperti

wajah manusia normal. Dengan ketiadaan wajah, “Aku” mengalami pengalaman -pengalaman eksistensial seperti keterasingan, kesepian dan kehampaan yang puncaknya memunculkan kesadaran dirinya akan eksistensinya di dunia. “Aku” menyadari bahwa hidupnya bermakna jika bisa terhubung kembali dengan manusia lain, terkhusus tokoh “Kamu”, istrinya. Lalu dengan kesadaran tersebut

“Aku” memiliki kebebasan untuk memilih eksistensi yang terbaik bagi dirinya. Maka dipilihnyalah jalan penghubung dengan menggunakan topeng. Namun keterhubungannya dengan manusia lain diperolehnya melalui cara yang artifisial,

sehingga “Aku” hanya memperoleh hubungan yang tidak sejati atau inautentik. Pada akhirnya “Aku” tidak bisa kembali kepada eksistensinya yang otentik, eksistensinya kehilangan esensi dirinya.


(15)

ABSTRACT

HUMAN EXISTENCE OF

TANIN NO KAO

NOVEL BY KOBO

ABE

EXISTENTIALISM REVIEW

By : Hizbul Ridho

Keywords : existentialism, I-Thou relation, faceless, existential experience

The Tanin no Kao (The Face of Another) novel by Abe Kobo is the novel which is rich of humanity problem. In this novel, human existence is the main theme. To interpreted the human existence’s problem, first of all, researcher analysis the structure of the story. Then, analysis the human existence’s problem which is using existentialism theory of Martin Buber: I-Thou Relation and I-It relation. For research method, researcher uses qualitative and presents it as descriptive.

From this research is founded that the cause of the appearance of self consciousness of “I” character is the faceless as normal human has to be. By

means of the faceless of “I”, he is experiencing existential experience such as alienation, loneliness, emptiness, that, up the top of its, emerge his self consciousness as for his existence in being-in-the world. He conscious his life would valuable if he is able to reconnect to other human, especially his wife,

“You”. Then, with that consciousness he practically has freedom to choose his best existence. Therefore, he chose making use of a mask as the way to reconnect. But, his relation with other human, obtain by artificial way. So, the relation that he has obtained is just untrue or inauthentic. In the end, he cannot back to his authentic existence, his existence loss his essence.


(16)

要旨

人間存在

公房安部

他人

いう小説

Existentialism ア ローチ

作者:ヒズ ド

キーワード: existentialism 我― 関係 顔 い 存在

的 経験

公房安部 他人 顔 いう小説 人間的 問題 多くあ こ

小説 中 主 話題 人間 存在 あ め 話 構造 検査

人 間 存 在 問 題 検 査 た め マ チ ン バ ー I-Thou

relation I-It relation いう理論 用い こ 研究 性質的

方法 用い 記述 発表

研究 結果 顔 普通 う 人間 顔 持っ い い く

いう主人子 意識 出現 主 原因 あ く 顔 い ため

孤独感 さび く 空感 う 存在的 経験 感 い そ うえ

く 世界- -い 存在 自分 意識 表させ い 彼

他 人間 関係あ 存在 意味 あ 特 家内また まえ いう

発場人物 あ そ そ 意識意味 ため 一番 い存在 自由的

選び方 持っ く た っ 関係作 ため 仮面 使用 こ

た そ 人間 関係 間違い道 得 そ

そ 手 入 関係 不独創的 あ 結局 彼 独創的 存在 戻 こ


(17)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ...i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ...iii

UCAPAN TERIMA KASIH ...iv

ABSTRAK ...v

ABSTRACT ………..vi

要旨………vii

KATA PENGANTAR ...viii

DAFTAR ISI ...x

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Rumusan Masalah ...4

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...5

1.4 Tinjauan Kepustakaan ...5

1.5 Landasan Teori ...8

1.6 Metode Penelitian ...11

1.7 Sistematika Penulisan ...12

BAB II UNSUR-UNSUR INTRINSIK ...13


(18)

2.2 Anti-Novel ...14

2.3 Analisis Unsur-Unsur Anti-Novel Tanin no Kao ...22

2.3.1 Tokoh dan Penokohan ...22

2.3.2 Sudut Pandang dan Alur ...47

2.3.3 Latar ...52

BAB III EKSISTENSI MANUSIA DAN PENGALAMAN EKSISTENSIAL ...56

3.1 Pengalaman Eksistensial dalam Novel ...56

3.1.1 Alienasi Tokoh “Aku” ...58

3.1.2 Kesepian Tokoh “Aku” ...62

3.1.3 Kehampaan Tokoh “Aku” ...64

3.1.4 Kesadaran Diri Tokoh “Aku” ...67

3.1.5 Kebebasan dan Tanggung Jawab Tokoh “Aku”…...69

3.1.6 Masa Depan dan Kecemasan Tokoh “Aku” ………....71

3.2 Kejatuhan Eksistensi Tokoh “Aku”………...78

BAB IV PENUTUP ...93

4.1 Kesimpulan...93

4.2 Saran ...94 DAFTAR KEPUSTAKAAN

粗筋


(19)

SKRIPSI

EKSISTENSI MANUSIA

DALAM NOVEL

TANIN NO KAO

KARYA KOBO ABE;

TINJAUAN FILSAFAT EKSISTENSIALISME

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora

Oleh: HIZBUL RIDHO

07187016

JURUSAN SASTRA JEPANG

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG


(1)

v

ABSTRAK

EKSISTENSI MANUSIA DALAM NOVEL

TANIN NO KAO

KARYA KOBO ABE; SEBUAH TINJAUAN FILSAFAT

EKSISTENSIALISME

Oleh : Hizbul Ridho

Kata kunci : eksistensialisme, relasi Aku-Engkau, ketiadaan wajah, pengalaman eksistensial

Novel Tanin no Kao karya Abe Kobo adalah novel yang kaya akan permasalahan kemanusiaan. Dalam novel ini, eksistensi manusia menjadi tema permasalahannya. Untuk menelaah masalah eksistensi manusia di dalam novel Tanin no Kao ini, peneliti terlebih dahulu menganalisis struktur pembangun novel, lalu menganalisis permasalahan eksistensi menggunakan filsafat eksistensialisme Martin Buber, yaitu teori “Relasi Aku-Kamu” dan “Relasi Aku-Itu”. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dan disajikan secara deskriptif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ternyata pangkal dari munculnya kesadaran akan eksistensi tokoh “Aku” adalah dengan ketiadaan wajah seperti wajah manusia normal. Dengan ketiadaan wajah, “Aku” mengalami pengalaman -pengalaman eksistensial seperti keterasingan, kesepian dan kehampaan yang puncaknya memunculkan kesadaran dirinya akan eksistensinya di dunia. “Aku” menyadari bahwa hidupnya bermakna jika bisa terhubung kembali dengan manusia lain, terkhusus tokoh “Kamu”, istrinya. Lalu dengan kesadaran tersebut “Aku” memiliki kebebasan untuk memilih eksistensi yang terbaik bagi dirinya. Maka dipilihnyalah jalan penghubung dengan menggunakan topeng. Namun keterhubungannya dengan manusia lain diperolehnya melalui cara yang artifisial, sehingga “Aku” hanya memperoleh hubungan yang tidak sejati atau inautentik. Pada akhirnya “Aku” tidak bisa kembali kepada eksistensinya yang otentik, eksistensinya kehilangan esensi dirinya.


(2)

vi

ABSTRACT

HUMAN EXISTENCE OF

TANIN NO KAO

NOVEL BY KOBO

ABE

EXISTENTIALISM REVIEW

By : Hizbul Ridho

Keywords : existentialism, I-Thou relation, faceless, existential experience

The Tanin no Kao (The Face of Another) novel by Abe Kobo is the novel which is rich of humanity problem. In this novel, human existence is the main theme. To interpreted the human existence’s problem, first of all, researcher analysis the structure of the story. Then, analysis the human existence’s problem which is using existentialism theory of Martin Buber: I-Thou Relation and I-It relation. For research method, researcher uses qualitative and presents it as descriptive.

From this research is founded that the cause of the appearance of self consciousness of “I” character is the faceless as normal human has to be. By means of the faceless of “I”, he is experiencing existential experience such as alienation, loneliness, emptiness, that, up the top of its, emerge his self consciousness as for his existence in being-in-the world. He conscious his life would valuable if he is able to reconnect to other human, especially his wife, “You”. Then, with that consciousness he practically has freedom to choose his best existence. Therefore, he chose making use of a mask as the way to reconnect. But, his relation with other human, obtain by artificial way. So, the relation that he has obtained is just untrue or inauthentic. In the end, he cannot back to his authentic existence, his existence loss his essence.


(3)

vii

要旨

人間存在

公房安部

他人

いう小説

Existentialism ア ローチ

作者:ヒズ ド

キーワード: existentialism 我― 関係 顔 い 存在 的 経験

公房安部 他人 顔 いう小説 人間的 問題 多くあ こ

小説 中 主 話題 人間 存在 あ め 話 構造 検査

人 間 存 在 問 題 検 査 た め マ チ ン バ ー I-Thou

relation I-It relation いう理論 用い こ 研究 性質的

方法 用い 記述 発表

研究 結果 顔 普通 う 人間 顔 持っ い い く

いう主人子 意識 出現 主 原因 あ く 顔 い ため

孤独感 さび く 空感 う 存在的 経験 感 い そ うえ

く 世界- -い 存在 自分 意識 表させ い 彼

他 人間 関係あ 存在 意味 あ 特 家内また まえ いう

発場人物 あ そ そ 意識意味 ため 一番 い存在 自由的

選び方 持っ く た っ 関係作 ため 仮面 使用 こ

た そ 人間 関係 間違い道 得 そ

そ 手 入 関係 不独創的 あ 結局 彼 独創的 存在 戻 こ


(4)

x

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ...i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ...iii

UCAPAN TERIMA KASIH ...iv

ABSTRAK ...v

ABSTRACT ………..vi

要旨………vii

KATA PENGANTAR ...viii

DAFTAR ISI ...x

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Rumusan Masalah ...4

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...5

1.4 Tinjauan Kepustakaan ...5

1.5 Landasan Teori ...8

1.6 Metode Penelitian ...11

1.7 Sistematika Penulisan ...12

BAB II UNSUR-UNSUR INTRINSIK ...13


(5)

xi

2.2 Anti-Novel ...14

2.3 Analisis Unsur-Unsur Anti-Novel Tanin no Kao ...22

2.3.1 Tokoh dan Penokohan ...22

2.3.2 Sudut Pandang dan Alur ...47

2.3.3 Latar ...52

BAB III EKSISTENSI MANUSIA DAN PENGALAMAN EKSISTENSIAL ...56

3.1 Pengalaman Eksistensial dalam Novel ...56

3.1.1 Alienasi Tokoh “Aku” ...58

3.1.2 Kesepian Tokoh “Aku” ...62

3.1.3 Kehampaan Tokoh “Aku” ...64

3.1.4 Kesadaran Diri Tokoh “Aku” ...67

3.1.5 Kebebasan dan Tanggung Jawab Tokoh “Aku”…...69

3.1.6 Masa Depan dan Kecemasan Tokoh “Aku” ………....71

3.2 Kejatuhan Eksistensi Tokoh “Aku”………...78

BAB IV PENUTUP ...93

4.1 Kesimpulan...93

4.2 Saran ...94 DAFTAR KEPUSTAKAAN

粗筋


(6)

SKRIPSI

EKSISTENSI MANUSIA

DALAM NOVEL

TANIN NO KAO

KARYA KOBO ABE;

TINJAUAN FILSAFAT EKSISTENSIALISME

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora

Oleh: HIZBUL RIDHO

07187016

JURUSAN SASTRA JEPANG

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG