BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Gagah Satria Hendrawan BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang

  memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Semakin meningkatnya populasi usia lanjut maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah (Withworth, 2003 dalam Yogiantoro, 2014).

  Menurut data WHO (World Health Organization) pada tahun 2012 jumlah kasus hipertensi ada 839 juta kasus. Kasus ini diperkirakan akan semakin tinggi pada tahun 2025 dengan jumlah 1,15 milyar kasus atau sekitar 29% dari total penduduk dunia. Prevalensi hipertensi tertinggi di wilayah Afrika yaitu 46% dari orang dewasa berusia 25 tahun ke atas, sedangkan prevalensi terendah yaitu 35% ditemukan di Amerika (WHO, 2013). Pada tahun 2009 sampai 2010, 85.8% dari anak-anak dan 44,3% dari dewasa memenuhi kriteria hipertensi. Tekanan darah tinggi terdaftar disertifikat kematian sebagai penyebab utama 63.119 kematian di Amerika padatahun 2010 (AHA, 2014).

  1 Secara umum penyebab kejadian hiperetnsi adalah umur, jenis kelamin, perilaku dan aktifitas fisik, tingginya kadar kolesterol darah dan diabetes melitus. Selain itu menurut Patel faktor risiko hipertensi yang lain adalah ras, riwayat hipertensi dalam keluarga, konsumsi alkohol dan riwayat merokok, lemak, gula dan obesitas. Lipid juga merupakan masalah yang penting dalam mempengaruhi kejadian hipertensi, ini berdasarkan kesimpulan yang di sampaikan oleh Patel dan beberapa penelitian lainnya. Kadar kolesterol total yang tinggi (hiperkolesterolemia) merupakan salah satu faktor terjadinya hipertensi (Lydia, 2007 dalam Feryadi et al, 2012).

  Peningkatan tekanan darah pada penderita hipertensi juga akan mempengaruhi nilai Mean Arterial Pressure (MAP) yang digunakan untuk menentukan seberapa baik darah dapat mencapai organ juga akan ikut berubah. Sehingga, dapat mempengaruhi kerja organ (Feryadi et al, 2012).

  Terdapat penanganan dalam mengobati hipertensi yaitu secara farmakologis dan nonfarmakologis. Pengobatan farmakologis pada penderita hipertensi meliputi pemberian obat-obatan. Jenis obat seperti antihipertensi dapat sangat berguna untuk menurunkan tekanan darah (Khan et al, 2010 dalam Saryono, 2010). Sedangkan untuk terapi nonfarmakologis adalah dengan cara pemberian terapi alternatif komplementer.

  Terapi nonfarmakologis harus diberikan kepada semua pasien hipertensi primer dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor risiko serta penyakit penyerta lainnya (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata et al, 2006).

  Perkembangan terapi komplementer akhir-akhir ini menjadi sorotan banyak negara. Pengobatan komplementer atau alternatif menjadi bagian penting dalam pelayanan kesehatan di Amerika Serikat dan negara lainnya (Snyder & Lindquis, 2002). Sebagai perbandingan, estimasi di Amerika Serikat 627 juta orang adalah pengguna terapi alternatif dan 386 juta orang yang mengunjungi praktik konvensional (Smith et al, 2004). Data lain menyebutkan terjadi peningkatan jumlah pengguna terapi komplementer di Amerika dari 33% pada tahun 1991 menjadi 42% di tahun 1997 (Eisenberg, 1998 dalam Snyder & Lindquis, 2002 dalam Widyatuti 2008).

  Di Indonesia, angka kejadian hipertensi berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) Departemen Kesehatan tahun 2013 mencapai sekitar 25,8%. Kementerian Kesehatan (2013) juga menyatakan bahwa terjadi peningkatan prevalensi hipertensi dari 7,6% tahun 2007 menjadi 9,5% pada tahun 2013. Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan hasil pengukuran pada umur ≥18 tahun sebesar 25,8%, sedangkan data penderita hipertensi di Jakarta diketahui sebanyak 20,0%. Sehingga dapat diketahui gambaran di tahun 2013 dengan menggunakan unit analisis individu menunjukkan bahwa secara nasional 25,8% penduduk Indonesia menderita penyakit hipertensi. Jika saat ini penduduk Indonesia sebesar 252.124.458 jiwa maka terdapat 65.048.110 jiwa yang menderita hipertensi (Depkes, 2013).

  Sedangkan dari data Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas yang penderita hipertensi pada tahun 2012 sebesar 30.007 orang (1,5% penderita hipertensi dari total penduduk di Kabupaten Banyumas). Pada tahun 2013 pada bulan Januari hingga September dari sepuluh besar kasus penyakit, hipertensi menempati urutan pertama dari sepuluh besar penyakit tidak menular yaitu sebanyak 6.320 kasus (Anonim, 2012; Radar Banyumas, 2013).

  Menurut Smith et al (2004) terapi komplementer yang ada menjadi salah satu pilihan pengobatan masyarakat. Di berbagai tempat pelayanan kesehatan tidak sedikit klien bertanya tentang terapi komplementer atau alternatif pada petugas kesehatan seperti dokter ataupun perawat.

  Masyarakat mengajak dialog perawat untuk penggunaan terapi alternatif. Hal ini terjadi karena klien ingin mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan pilihannya, sehingga apabila keinginan terpenuhi akan berdampak pada kepuasan klien. Hal ini dapat menjadi peluang bagi perawat untuk berperan memberikan terapi komplementer (Widyatuti, 2008).

  Pengobatan dengan menggunakan terapi komplementer mempunyai manfaat selain dapat meningkatkan kesehatan secara lebih menyeluruh juga lebih murah. Terapi komplementer terutama akan dirasakan lebih murah bila klien dengan penyakit kronis yang harus rutin mengeluarkan dana.

  Pengalaman klien yang awalnya menggunakan terapi modern menunjukkan bahwa biaya membeli obat berkurang 200-300 dolar dalam beberapa bulan setelah menggunakan terapi komplementer (Nezabudkin, 2007 dalam Widyatuti, 2008).

  Salah satu pengobatan alternatif komplementer bagi penderita hipertensi adalah terapi bekam (Cupping Therapy). Bekam merupakan sebuah metode yang sudah cukup lama digunakan di daerah Cina atau sekelompok orang Arab dalam mengatasi berbagai keluhan kesehatan, seperti nyeri, pusing, bahkan dipercaya dapat mengatasi AIDS, hepatitis dan gangguan fungsi kardiovaskuler (Umar, 2008 dalam Ridho, 2012).

  Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan didapatkan data kunjungan penderita hipertensi di Puskesmas Purwokerto Selatan masih cukup banyak, masih banyaknya masyarakat yang belum tahu dampak dari penyakit hipertensi perlu mendapat perhatian yang serius. Tercatat dari data kunjungan pada Maret 2016 terdapat 264 penderita hipertensi berkunjung ke Puskesmas Purwokerto Selatan.

  Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, saya merasa tertarik untuk melakukan penelitian agar dapat membukitkan kaitan atau pengaruh terapi bekam basah dengan perubahan Mean Arterial Pressure (MAP) dan kadar kolesterol pada pasien hipertensi. Responden akan diukur tekanan darah dan kadar kolesterol total sebelum dilakukan terapi dan 1 menit sesudah dilakukan terapi, ini dikarenakan pada orang yang sedang istirahat jantungnya berdebar sekitar 70 kali semenit dan memompa 70 ml setiap denyutan (volume denyutan adalah 70 ml). Jumlah darah yang setiap menit dipompa dengan demikian adalah 70 x 70 ml atau sekitar 5 L. Oleh karena itu, diharapkan darah yang diukur merupakan darah “baru” atau sirkulasi baru (Pearce, 2013).

  B. Rumusan Masalah

  Terapi bekam merupakan terapi alternatif konvensional sebagai terapi nonfarmakologis yang bertujuan untuk menurunkan tekanan darah dan menurunkan faktor risiko penyakit penyerta lainnya. Masyarakat mulai berfikir untuk beralih ke pengobatan alternatif komplementer saat pengobatan medis tidak lagi efektif menyembuhkan penyakit (Widyatuti, 2008).

  Monitoring dan pengkajian terhadap tanda-tanda vital dan pengecekan kadar kolesterol total pasien sebelum dan sesudah terapi perlu dilakukan untuk mengukur sejauh mana terapi ini berhasil. Sehingga, dapat diketahui pengaruh dari terapi bekam tersebut.

  Semakin banyaknya penelitian yang membuktikan efek dari pengobatan alternatif akan membuka peluang bagi bidang keperawatan untuk meningkatkan mutu dan aneka pelayanan. Penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan : “Apakah ada hubungan antara terapi bekam terhadap perubahan Mean Arterial Pressure (MAP) dan kadar kolesterol total pada pasien hipertensi ?”.

  C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum.

  Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara Terapi Bekam Basah terhadap Mean Arterial Pressure (MAP) dan kadar kolesterol total pada pasien hipertensi.

  2. Tujuan Khusus.

  Tujuan khusus penelitian ini adalah : a. Karakteristik umur dan jenis kelamin.

  b. Perubahan MAP terhadap pasien yang menjalani terapi bekam basah.

  c. Kadar kolesterol pasien yang menjalani terapi bekam basah.

  d. Analisa hubungan perubahan MAP dan kadar kolesterol terhadap pasien yang telah melakukan terapi bekam basah.

D. Manfaat Penelitian

  1. Bagi Instansi Puskesmas Memberikan informasi kepada pihak Puskesmas bahwa terapi alternatif komplementer perlu dikembangkan untuk memberikan pilihan pengobatan bagi masyarakat.

  2. Bagi Peneliti Menambah pengetahuan dan wawasan tentang keperawatan mengenai pengobatan alternatif komplementer sehingga diharapkan dapat menambah keterampilan dan pengetahuan perawat.

  3. Bagi Fakultas Ilmu Kesehatan

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi Evidance Base bagi

  Nursing Complementer terutama mengenai terapi bekam. Sehingga,

  diharapkan dapat menambah wawasa dan pengetahuan mahasiswa keperawatan dan dapat lebih mengembangkan lagi tentang pengobatan alternatif.

  4. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini akan membuka wawasan masyarakat tentang manfaat terapi alternatif komplementer khususnya terapi bekam.

  5. Bagi Profesi Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas dalam pelayanan keperawatan alternatif komplementer. Selain itu, penelitian ini juga dapat dijadikan landasan bagi perawat untuk dapat menambah keterampilan dalam memberikan pelayanan berkaitan dengan kesempatan dalam membuka praktik mandiri keperawan.

E. Penelitian Terkait

  1. Penelitian Saryono (2010) tentang penurunan kadar kolesterol total pada pasien hipertensi yang mendapat terapi bekam di Klinik An-Nahl Purwokerto.

  Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan Pra-Eksperiment dengan menggunakan rancangan one group

  pre-post test design without control group didapatkan ada pengaruh

  penurunan kadar kolesterol total pada pasien hipertensi yang mendapat terapi bekam di klinik An-Nahl Purwokerto tahun 2010 dengan nilai

  ρ value 0.001.

  Persamaan penelitian ini dengan penelitian diatas adalah sama- sama meneliti tentang perubahan kolesterol dengan menggunakan intervensi terapi bekam.

  Perbedaan penelitian ini dengan penelitian diatas adalah penelitian ini juga meneliti tentang perubahan MAP pada pasien hipertensi yang diberikan terapi bekam.

  2. Penelitian Widada (2010) tentang pengaruh bekam terhadap peningkatan deformabilitas eritrosit pada perokok.

  Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan Quasy Experimental dan menggunakan non random pre-post

  test control group design didapatkan ρ value 0.001 maka dapat

  disimpulkan pengaruh bekam terhadap peningkatan deformabilitas eritrosit pada perokok pada kelompok perlakuan adalah sangat bermakna karena

  ρ <0,05. Hasil independent T-test didapat ρ value .

  sebesar 0,002 Karena

  ρ value <0,05 maka dapat disimpulkan pengaruh

  bekam terhadap peningkatan deformabilitas eritrosit pada perokok pada kelompok kontrol dan kelompokperlakuan di akhir pengamatan adalah ada perbedaan bermakna.

  Persamaan penelitian ini dengan penelitian diatas adalah sama- sama memberikan intervensi bekam terhadap objek penelitiannya dan perubahan kadar atau suatu kandungan yang ada dalam darah.

  Perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian diatas adalah penelitian ini meneliti tentang perubahan MAP dan kolesterol dalam darah setelah diberikan intervensi terapi bekam sedangkan pada penelitian diatas meneliti tentang deformabilitas eritrosit dalam darah.

  3. Penelitian Fikri (2011) tentang penurunan kadar kolesterol dengan terapi bekam.

  Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan Quasy Experimental, Populasi yang diambil adalah semua pasien di Pusat Kesehatan Plaza Gresik yang terkena hiperkolesterol dengan menggunakan total sampling yaitu 18 responden. Data yang diperoleh dengan menggunakan independent t-test dan paired t-test menghasilkan α <0,05. T-test menunjukan ρ = 0,001 dan paired t-test ρ

  

value = 0,003. Hasilnya adalah didapatkan bahwa terdapat efek yang

  signifikan tentang terapi bekam terhadap penurunan kolesterol dengan pasien hiperkolesterol berumur 45 tahun ke atas.

  Persamaan penelitian ini dengan penelitian diatas adalah sama- sama meneliti tentang pengaruh terapi bekam terhadap perubahan kolesterol.

  Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini meneliti juga tentang perubahan MAP pada pasien yang diberikan terapi bekam.