BAB II LANDASAN TEORI A. Tuberkulosis - Kartika Ardana Damayanti BAB II

BAB II LANDASAN TEORI A. Tuberkulosis 1. Pengertian Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

  kuman Tuberkulosis (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman Tuberkulosis menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2011).

  2. Penyebab Tuberkulosis Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar ultraviolet. Ada dua macam mikobakteria tuberkulosis yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita matitis tuberkulosis usus. Basil tipe human bisa berada di bercak orang yang rentan terinfeksi Tuberkulosis ini bila menghirup bercak ini.

  Perjalanan Tuberkulosis setelah infeksi melalui udara (Wim de Jong et al. 2005 dalam Nurarif & Hardi, 2013).

  3. Tanda dan Gejala Tuberkulosis Menurut Nurarif & Hardi, (2013) tanda dan gejala tuberkulosis antara lain: demam 40-41° C, batuk/ batuk darah, sesak nafas, nyeri dada, malaise, keringat malam, suara khas perkusi dada, bunyi dada, peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit. Pada anak : berkurangnya berat badan 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal tumbuh, demam tanpa sebab jelas terutama jika berlanjut sampai 2 minggu, bat uk kronik ≥ 3 minggu dengan atau tanpa wheeze, riwayat kontak dengan pasien Tuberkulosis paru dewasa.

  4. Pencegahan Tuberkulosis Menurut Noor, (2006) pencegahan adalah mengambil tindakan terlebih dahulu sebelum kejadian. Menurut Utomo, 2005 dalam herdianto

  (2013) pencegahan tuberkulosis dapat berupa: a.

  Memberikan imunisasi pada bayi-bayi yang lahir dengan BCG dan diulang pada umur 12 bulan atau 16 bulan kemudian bila diperlukan.

  b.

  Memberikan imunisasi keluarga yang terdekat, bila pemeriksaan tuberculin negative.

  c.

  Jangan minum susu sapi mentah, harus dimasak dahulu.

  d.

  Memberikan penerangan pada penderita untuk tutup mulut dengan sapu sembarang tempat dan menyedikan tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain yang di anjurkan dan mengurangi aktivitas kerja serta menenagkan pikiran.

  5. Alur Diagnosis Tuberkulosis Diagnosis tuberkulosis pada orang dewasa dapat ditegakan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis selain tidak memerlukan biaya mahal, cepat, mudah dilakukan, akurat pemeriksaan mikroskopis merupakan teknologi diagnostic yang paling sesuai karena mengindikasi penularan, resiko kematian serta prioritas pengobatan (Albert & Spiro, 2004).

  Menurut Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, 2011 diagnosis tuberkulosis : a.

  Semua suspek Tuberkulosis diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu – pagi – sewaktu (SPS).

  1) Sewaktu (S) : Dahak dikumpulkan pada saat suspek Tuberkulosis datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

  2) Pagi (P) : Dahak dikumpulkan dirumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di Fasyankes.

  3) Sewaktu (S) : Dahak dikumpulkan di Fasyankes pada hari kedua, saat b.

  Diagnosis Tuberkulosis pada orang dewasa ditegakan dengan ditemukannya kuman Tuberkulosis. Pada program Tuberkulosis nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. c.

  Tidak dibenarkan mendiagnosis Tuberkulosis hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambararan yang khas pada Tuberkulosis paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis .

  Suspek TB Paru Pemeriksaan dahak mikroskopia – sewaktu,pagi,sewaktu (SPS)

  Hasil BTA Hasil BTA Hasil BTA

  • 2)

      Antibiotik Non-OAT Foto torak dan Tidak ada perbaikan Ada perbaikan pertimbangan dokter Pemeriksaan dahak mikroskopis

      Hasil BTA Hasil BTA

      TB

      Foto torak dan pertimbangan dokter

      BUKAN TB

    Gambar 2.1. Alur Diagnosiss Tuberkulosis

      Keterangan : a.

      Suspek Tuberkulosis Paru : Seseorang dengan batuk berdahak selama 2-3 minggu atau disertai dengan atau tanpa gejala lain.

      b.

      Antibiotik non OAT : Antibiotik spektrum luas yang tidak memiliki efek anti Tuberkulosis (jangan gunakan flurokuinolon).

    6. Cara penularan Tuberkulosis

      Menurut Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, (2011) cara penularan tuberkulosis adalah : a.

      Sumber penularan adalah pasien Tuberkulosis BTA positif.

      b.

      Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan 3000 percikan dahak.

      c.

      Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, semantara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.

      d.

      Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makain menular pasien tersebut.

      e.

      Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman Tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

      Penularan Tuberkulosis paru juga terjadi di lingkungan yang kumuh, kotor dan penularan jika terjadi keadaan tubuhnya lemah, orang yang kurang gizi, kurang protein, kurang darah dan kurang beristirahat. Mudah tertular juga jika penderita Tuberkulosis paru membuang ludah dan dahaknya sembarangan sehingga dahak yang mengandung basil mengering. Mereka yang paling beresiko terpajan ke basil adalah mereka yang tinggal berdekatan dengan orang yang terinfeksi Crowin, 2000 dalam Herdianto (2013).

    7. Resiko Penularan Tuberkulosis

      Menurut Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, (2011) resiko penularan tuberkulosis adalah: a.

      Resiko tertular tergantung dari tingkat perjalanan dengan percikan dahak.

      Pasien Tuberkulosis paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan resiko penularan lebih besar dari pasien Tuberkulosis paru dengan BTA negatif.

      b.

      Resiko penularan setiap tahunnya di tunjukan dengan Anual risk of

      Tuberculosis infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko

      terinfeksi Tuberkulosis selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.

      c.

      Menurut WHO ARTI di Indonesia berfariasi antara 1-3%.

      d.

      Infeksi Tuberkulosis dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.

    B. Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia

      Pengendalian tuberkulosis di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang kemerdekaan, Tuberkulosis ditanggulangi melalui Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP-4). Sejak tahun 1969 pengendalian dilakukan secara nasional melalui Puskesmas. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang digunakan adalah panduan standar INH, PAS dan Streptomisin selama satu sampai dua tahun. Asam Para Amino Salisalat (PAS) kemudian diganti dengan Pirazinamid. Sejak tahun 1977 mulai digunakan panduan OAT jangka pendek yang terdiri dari INH, Rifampisin, Pirazinamid, dan Ethambutol selama 6 bulan (Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2011).

      Pada tahun 1955, Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis mulai menerapkan strategi DOTS dan dilaksanakan di Puskesmas secara bertahap.

      Sejak tahun 2000 strategi DOTS strategi DOTS dilaksanakan secara Nasional di seluruh Fasyankes terutama fakta menunjukan bahwa Tuberkulosis masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat Indonesia (Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2011).

    1. Tujuan dan Sasaran a.

      Tujuan Menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat Tuberkulosis dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan untuk b.

      Sasaran Sasaran strategi nasional pengendalian Tuberkulosis ini mengacu pada rencana strategis kementrian kesehatan dari 2009 sampai dengan

      2014 yaitu menurunkan prevalensi Tuberkulosis dari 235 per 100.000 penduduk menjadi 224 per 100.000 penduduk.

    2. Kebijakan Pengendalian Tuberkulosis

      Menurut Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, (2011) kebijakan pengendalian tuberkulosis adalah: a.

      Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi dalam kerangka otonimi dengan Kabupaten/Kota sebagai titik berat manajemen program, yang meliputi: perencanan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana).

      b.

      Pengendalian Tuberkulosis dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS dan memperhatikan strategi Global stop Tuberkulosis partnership.

      c.

      Penguatan kebijakan ditujukan untuk meningkatkan komitmen daerah terhadap program pengendalian Tuberkulosis.

      d.

      Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan terhadap peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan e.

      Penemuan dan pengobatan dalam rangka pengendalian Tuberkulosis dilaksanakan oleh seluruh Fasilitas Pelayanan Keehatan (Fasyankes), meliputi Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah Balai/Klinik pengobatan, Dokter Praktek Swasta (DPS) dan fasilitas kesehatan lainnya.

      f.

      Pengendalian Tuberkulosis dilaksanakan melalui penggalangan kerjasama dan kemitraan diantara sektor pemerintah, non pemerintah, swasta dan masyarakat dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional Pengendalian Tuberkulosis (Gerdunas Tuberkulosis).

      g.

      Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat pelayanan ditujukan untuk peningkatan mutu akses layanan.

      h.

      Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk pengendalian Tuberkulosis diberikan secara Cuma-Cuma dan dikelola dengan menejemen logistik yang efektif demi menjamin ketersediaannya. i.

      Ketersediaan tenaga yang kompeten dalam jumlah yang memadai untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja program. j.

      Pegendalian Tuberkulosis lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin dan kelompk rentan lainnya terhadap Tuberkulosis. k.

      Pasien Tuberkulosis tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya. l.

      Memperlihatkan komitmen nasional yang termuat dalam MDGs.

    C. Tatalaksana Pasien Tuberkulosis 1.

      Tujuan Pengobatan Menurut Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2011

      Pengobatan Tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Jenis, sifat dan dosis OAT akan dijelaskan pada bab ini adalah yang tergolong pada lini pertama. Secara ringkas OAT lini pertama di jelaskan pada tabel di bawah ini :

    Tabel 2.1. Jenis, Sifat dan Dosis OAT lini pertama

      Streptomycin (S) Bakterisid

      b.

      OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menuntungkan dan sangat dianjurkan.

      Prinsip Pengobatan Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut : a.

      30 (20-35) 2.

      15 (15-20)

      Ethambutol (E) Bakteriostatik

      15 (12-18)

      15 (12-18)

      35 (30-40)

      Jenis OAT Sifat Dosis yang direkomendasikan (mg/kg)

      25 (20-30)

      Pyrazinamide (Z) Bakterisid

      10 (8-12)

      10 (8-12)

      Rifampicin (R) Bakterisid

      10 (8-12)

      5 (4-6)

      Harian 3 x seminggu Isoniazid (H) Bakterisid

      Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directiy Observed TreatmmentI) oleh seorang pengawas menelan obat. c.

      Pengobatan Tuberkulosis diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan: 1)

      Tahap Awal :

      a) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya rsistensi obat.

      b) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

      c) Sebagian besar pasien Tuberkulosis BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

      2) Tahap Lanjutan :

      Pada tahap lanjutan pasien dapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

    3. Panduan OAT

      Panduan OAT yang digunakaan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia: a.

      Kategori-1 (2HRZE/4H3R3) Panduan OAT ini diberikan untuk pasien baru Tuberkulosis paru BTA positif, Pasien Tuberkulosis paru BTA negatif foto toraks positif, Pasien Tuberkulosis ekstra paru.

      Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu 30-37 kg 2 tab 4KDT

      1

      RHZE (150/75/400/275) Tahap Lanjutan

      Tshsp Intensif Tiap hari

      Berat Badan

    Tabel 2.4. Dosis untuk panduam OAT KDT kategori-2

      Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3) Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah di obati sebelumnya: Pasien kambuh, Pasien Gagal, Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat.

      48 b.

      2 1 - -

      56 Lanjutan 4 bulan

      3

      3

      1

    Tabel 2.2. Dosis untuk panduan OAT KDT untuk Kategori-1

      Intensif 2 bulan

      Ethamb utol @250 mgr

      Tablet Pirazina mid @500 mgr Tablet

      

    Rifampi

    sin

    @450 mgr

      Tablet Isonias id @300 mgr

    Tablet

      Dosis pehari/kali Jumlah hari / kali menelan obat

      Tahap pengobat an Lama pengobat an

    Tabel 2.3. Dosis panduan OAT-Kombipak untuk kategori-1

      2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT 38-54 kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT 55-70 kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT 71 kg 5 tablet 4 KDT 5 tablet 2 KDT

      3 kali seminggu selama 16 minggu RH (150/150) 30-37 kg

      Berat Badan Tahap intensif Tiap hari selama 56 hari RHZE (150/75/400/275) Tahap lanjutan

    • 500 mg Streptomicin inj 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT
    • 2 tab Ethambutol 38-54 kg 3 tab >750 mg Streptomicin inj 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT
    • 3 tab Ethambutol
    Berat Tshsp Intensif Tahap Lanjutan Badan Tiap hari

      RHZE (150/75/400/275) Selama 56 hari Selama 28 hari

      55-70 kg 4 tab 4KDT 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT

    • 1000 mg + 4 tab Ethambutol Streptomicin inj 71 kg 5 tab 4KDT 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT
    • 1000 mg + 5 tab Ethambutol Streptomicin inj

    Tabel 2.5. Dosis panduan OAT Kombipak untuk kategori-2

      

    Tahap Lama Tablet Kaplet Tablet Ethambutol Streptom Jumla

    Pengobat pengob Isonia Rifamp Pirazina Tabl Tabl isin h

    an atan zid isin mid et et injeksi hari/ @300 @500 @500m @2 @4 kali mgr mgr gr menel

      50

      00 an mgr mgr obat

      Tahap 2 bulan

      1

      1 3 0.75 gr -

      3

      56

      1

      1

      3

      3 - - intensif 1 bulan 28 (dosis harian)

      2

      1

      1

      2 - Tahap - 4 bulan

      60 Lanjutan (dosis 3xsemin ggu)

      Keterangan : 1)

      Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk sterptomisin adalah 500mg tanpa memperhatiakn berat badan.

      2) Untuk perempuan hamil lihat pengobatan Tuberkulosis dalam keadaan khusus.

      3) Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7 ml sehingga menjadi 4 ml (1ml=250mg). c.

      OAT sisipan (HRZE) Paket sisipan KDT adalah sama seperti panduan paket tahap intensif kategori-1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).

    Tabel 2.6. Dosis KDT untuk sisipan

      Berat badan Tahap intensif tiap hari selama 28 hari RHZE (150/75/400/275)

      30-37 kg 2 tablet 4KDT 38-54 kg 3 tablet 4KDT 55-70 kg 4 tablet 4KDT 71 kg 5 tablet 4KDT

    Tabel 2.7. Dosis OAT Kombipak untuk Sisipan

      Tahap Lamanya Tablet Kaplet Tablet Tablet Jumlah pengobat pengobat Isoniasi Rifampis Pirazinam Ethambut hari/ an an d in id @ 500 ol @ 250 kali @300 @ 450 mgr mgr menela mgr mgr n obat Tahap 1 bulan

      1

      1

      3

      3

      28 Intensif (dosis Harian) 4.

      Keuntungan KDT (Kombinasi Dosis Tetap) KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan Tuberkulosis: 1. efektifitas obat dan mengurangi efek samping.

      2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.

    3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.

    5. Pemantauan dan Hasil Pengobatan

      Menurut Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, (2011) pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanankan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan. Laju Endapan Darah (LED) tidak digunakan untk memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik untuk Tuberkulosis.

      Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila spesimen ke 2 tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.

      Tindak lanjut hasil pemeriksaan dahak mikroskopis dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

      Tipe Tahap Hasil Tindak lanjut pasien pengobatan pemeriksaan Tuberkul dahak osis

      Negatif Tahap lanjutan dimulai Positif Dilanjutkan OAT sisipan selama 1

      Pasien bulan. dengan

      Akhir

      Jika sisipan masih tetap positif :

      pengoba 1. tahap Tahap lanjutan tetap diberikan tan

      intensif ketegori

      2. Jika memungkinkan, lakukan

      biakan, tes resistensi atau rujuk

    • 1

      ke layanan Tuberkulosis-MDR Negatif Pengobatan dilanjutkan Positif Pengobatan diganti dengan OAT

      Pada bulan

      kategori-2 mulai dari awal. Jika

      ke-5 memungkinkan lakukan biakan, tes

      resistensi atau rujuk ke layanan

      pengobatan Tuberkulosis-MDR.

      Negatif Pengobatan dilanjutkan

      Akhir Pengobatan

      (AP)

      Positif Pengobatan diganti dengan OAT kategori-2 mulai dari awal. Jika memungkinkan lakukan biakan, tes resistensi atau rujuk ke layanan Tuberkulosis-MDR. Negatif Teruskan pengobatan dengan tahap

      Akhir lanjutan. intensif

      Positif Beri sisipan 1 bulan. Jika setelah

      Pasien paru sisipan masih tetap positif, teruskan BTA

      pengobatan tahap lanjutan. Jika

      positif

      setelah sisipan masih positif :

      dengan 1.

      Tahap lanjutan tetap diberikan.

      pengoba

      2. Jika memungkinkan, lakukan tan

      biakan, tes resistensi, atau

      ulang

      rujuk ke tayanan Tuberkulosis-

      kategori MDR.

    • 2 Negatif Pengobatan diselesaikan.

      Pada bulan ke-5 pengobatan

      Positif Pengobatan dihentikan, rujuk ke layanan Tuberkulosis-MDR. Negatif Pengobatan diselesaikan.

      Akhir pengobatan (AP)

      Positif Pengobatan dihentikan, rujuk ke layanan Tuberkulosis-MDR.

    Tabel 2.9. Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur.

      Lama pengobatan sebelumnya kurang dari 5 bulan.

      Kategori-1 Mulai kategori-2 Kategori-2 Rujuk, kasus

      Bila satu atau lebih hasil BTA positif.

      Pengobatan dihentikan, pasien diobservasi bila gejalanya semakin parah perlu dilakukan pemeriksaan kembali.

      Bila hasil BTA negatif atau Tuberkulosis extra paru.

      3. Hentikan pengobatan sambil menunggu hasil pemeriksaan dahak

      Periksa 3 kali dahak SPS 2. Diskusikan dan cari masalah.

      2. Kategori-2 rujuk, mungkin kasus Tuberkulosis resistan obat. Tindakan pada pasien yangputus berobat lebih dari 2 bulan (Defalut) 1.

      1. Kategori-1 mulai kategori-2

      Lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis selesai.

      Tindakan pada pasien yang putus berobat kurang dari 1 bulan: 1.

      Lama pengobatan sebelumnya kurang dari 5 bulan.

      Lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis selesai Bila satu atau lebih hasil BTA positif.

      Bila hasil BTA negatif atau Tuberkulosis extra paru.

      3. Priksa 3 kali dahak (SPS) dan lanjutkan pengobatan sementara menunggu hasilnya.

      2. Diskusikan dan cari masalah.

      Tindakan-1 Tindakan-2 1. Lacak pasien.

      3. Lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis selesai. Tindakan pada pasien yang putus berobat 1-2 bulan :

      2. Diskusiakn dengan pasien untuk mencari penyebab berobat tidak teratur.

      Lacak pasien.

      Tuberkulosis resisten obat. Keterangan : Tidak ada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan dan lama pengobatan kurang dari 5 bulan.

      Lanjutkan pengobatan dulu sampai seluruh dosis selesai dan 1 bulan sebelum akhir pengobatan harus diperiksa dahak.

    6. Efek samping OAT (obat anti tuberkulosis)

      Menurut Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, (2011) tabel berikut, menjelaskan efek samping ringan maupun berat dengan pendekatan gejala.

    Tabel 2.10. efek samping ringan OAT

      

    Efek samping Penyebab Penatalaksanaan

    Tidak ada nafsu makan, mual, sakit perut.

      Rifinamidampisin Semua OAT diminum sebelum tidur Nyeri sendi Pirazamid Beri Aspirin Kesemutan sampai dengan rasa terbakar dikaki.

      INH Beri vitamin B6 (piridoxine) 100mg per hari Warna urine kemerahan pada air seni (urine)

      Rifampisin Tidak perlu diberi apa-apa, tetapi perlu penjelasan kepada pasien.

    Tabel 2.11. Efek samping berat OAT

      Efek samping Penyebab Penatalaksanaan

    Gatal dan kemerahan kulit Semua jenis OAT Ikuti petunjuk pelaksanaan

    Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan

    ganti Ethambutol Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin dihentikan ganti Ethambutol Ikterus tanpa penyebab lain Hampir semua OAT Hentikan semua OAT sampai ikterus hilang Bingung dan muntah- muntah (permulaan ikterus karena obat) Hampir semua OAT Hentikan semua OAT sampai ikterus hilang Gangguan penglihatan Ethambutol Hentikan Ethambutol

      Purpura dan renjatan (syok) Rifampisin Hentikan rifampisin

    7. Hasil Pengobatan Pasien Tuberkulosis BTA positif

      Menurut Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, (2011) a.

      Sembuh Pasien telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dan pemeriksaan apusan dahak ulang (follow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan sebelumnya.

      b.

      Pengobatan lengkap Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap tetapi tidak ada pemeriksaan apusan dahak ulang pada AP dan pada satu pemeriksaan sebelumnya.

      c.

      Meninggal Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.

      d.

      Putus berobat Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih e.

      Gagal Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

      f.

      Pindah Adalah pasien yang pindah ke unit pencatatan dan pelaporan (register) lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui. g.

      Keberhasilan pengobatan Jumlah yang sembuh dan pengobatan lengkap. Digunakan pada pasien dengan BTA+ atau biakan positif.

    D. Home Visit

      Menurut Orem (1991, dalam George, 2005) yaitu tujuan akhir keperawatan adalah untuk memandirikan klien dan keluarganya dalam melakukan upaya kesehatan yang terkait dengan lima tugas kesehatan keluarga, melalui supportive educative system yaitu pendidikan kesehatan dan home visit.

      Sistem ini membantu klien tuberkulosis untuk mendapatkan pengetahuan tentang penyakit dan pengobatan tuberkulosis serta meningkatkan kemampuan klien tuberkulosis untuk merawat dirinya sendiri dalam menjalani pengobatan.

      Home visit adalah perwujudan kepedulian perawat (caring) terhadap

      banyak permasalahan kesehatan yang dihadapi klien tuberkulosis, perawat komunitas berkewajiban membantu klien dan keluarga sampai ke tingkat kemandiriannya. Melalui home visit perawat komunitas juga mendapatkan informasi tentang klien tuberkulosis dan keluarganya, serta menjalankan upaya peningkatan kesehatan dan monitoring perkembangan pengobatan yang dijalankan klien. Program home visit seharusnya terintegrasi di dalam proses keperawatan, sehingga tujuan home visit yang sebenarnya dapat tercapai (Chairani dkk, 2011).

      Menurut Chairani dkk, (2011) Program home visit bukanlah program yang mahal, justru sebaliknya melalui home visit biaya operasional pelayanan kesehatan jauh lebih rendah dibandingkan dengan biaya operasional pelayanan di institusi. Namun demikian fenomena yang ada home visit jarang dilakukan karena alasan biaya operasional, jarak dan transportasi, kalaupun ada program tersebut dijalankan tanpa rencana yang jelas, hanya memenuhi pencapaian target saja.

      Mengingat pendidikan kesehatan merupakan suatu prosedur tetap yang harus dilaksanakan pada klien Tuberkulosis, dan belum semua klien Tuberkulosis dilakukan home Visit.

    E. Peran Pemantau Minum Obat

      Salah satu penyebab sulitnya Tuberkulosis paru dibasmi adalah kenyataan bahwa obat yang diberikan harus beberapa macam sekaligus serta pengobatannya memakan waktu yang lama, setidaknya 6 bulan. Hal ini menyebabkan penderita tidak menuntaskan pengobatannya bahkan putus berobat. Aditama, 2000 dalam Sangadah (2012).

      Menurut Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, (2011) Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO.

    1. Persyaratan PMO a.

      Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.

      b.

      Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.

      c.

      Bersedia membantu pasien dengan sukarela. d.

      Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien.

      2. Siapa yang menjadi PMO Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa,

      Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.

      3. Tugas seorang PMO a.

      Mengawasi pasien Tuberkulosis agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.

      b.

      Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.

      c.

      Mengingatkan pasien untuk priksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentuskan.

      d.

      Memberi penyuluhan kepada anggota keluarga pasien Tuberkulosis yang memeriksakan diri ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

      Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien untuk mengambil obat dari unit pelyanan kesehatan.

      4. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien dan keluarganya: a.

      Tuberkulosis disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan. b.

      Tuberkulosis dapat disembuhkan dengn berobat teratur.

      c.

      Cara penularan Tuberkulosis, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya.

      d.

      Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan).

      e.

      Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.

      f.

      Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan penularannya segera minta tolong ke Fasyankes.

    F. Kepatuhan Berobat

      Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pranoto,2007), patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah, sedangkan Kepatuhan berasal dari kata “patuh” yang berarti taat, suka menuruti, disiplin. Kepatuhan menurut Simaura , 2004 dalam Zuliana (2009), adalah tingkat perilaku penderita dalam mengambil suatu tindakan pengobatan, misalnya dalam menentukan kebiasaan hidup sehat dan ketetapan berobat. Dalam pengobatan seseorang dikatakan tidak patuh apabila seseorang tersebut melalaikan kewajibannya berobat, sehingga dapat mengakibatkan terhalangnya kesembuhan.

      Menurut Situmeang, 2004 dalam Zuliana, (2009) Pengobatan penyakit Tuberkulosis paru zaman sekarang ini sudah semestinya tidak menjadi masalah lagi, sasaran penunjang diagnistiknya sudah ada, bahkan obatnya yang ampuhpun sudah ada, apa lagi mengenai dokternya kalau boleh dkatakan sudah berlebihan. Akan tetapi kenyataan yang ada membuktikan bahwa pengobatan tuberkulosis tidaklah semudah yang diperkirakan. Banyak faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan pengobatan, seperti lamanya waktu pengobatan, kepatuhan serta keteraturan penderita untuk berobat, daya tahan tubuh juga faktor sosial ekonomi penderita yang tidak kalah pentingnya.

      Menurut Sacket dalam , Zuliana (2009) secara umum, ketidak patuhan meningkatkan risiko berkembangnya masalah kesehatan atau memperpanjang, atau memperburuk kesakitan yang sedang diderita. Perkiraan yang ada menyatakan 20% jumlah opname di rumah sakit merupakan akibat dari ketidaktauhan pasien terhadap aturan pengobataan. Faktor yang mempengaruhi kepatuhan seseorang dalam berobat yaitu faktor petugas, faktor obat, dan faktor penderita. Karakteristik petugas yang mempengaruhi kepatuhan jenis petugas, tingkat pengetahuan, lamanya bekerja, frekuensi penyuluhan yang dilakukan.

      Faktor penderita yang menyebabkan ketidak patuhan adalah umur, jenis kelamin, pekerjaan, anggota keluarga, saudara atau teman khusus.

      Menurut Potter dan Perry (2005: 991), “Pemberian obat yang aman dan terapi yang digunakan dokter untuk mengobati klien yang memiliki masalah kesehatan”.

      Menurut Potter dan Perry (2005: 1017), “Persiapan dan pemberian obat harus dilakukan dengan akurat oleh perawat. Perawat harus memberikan perhatian penuh dalam mempersiapkan obat. Perawat menggunakan 5 benar obat untuk menjamin pemberian obat yang aman yaitu :

      1. Benar Obat.

      Apabila obat pertama kali diprogramkan, perawat membandingkan tiket obat atau format pencatatan unit-dosis dengan instruksi yang ditulis dokter. Kien yang menggunakan obatnya secara mandiri harus tetap menyimpan obat dalam wadah aslinya yang di label, terpisah dari obat lain untuk menghindari kebingungan atau kekeliruan obat (Potter & Perry, 2005 : 1017).

      2. Benar Klien.

      Langkah penting dalam pemberian obat dengan aman adalah meyakinkan bahwa obat tersebut diberikan pada klienyang benar. Untuk mengidentifikasi klien dengan tepat, perawat memeriksa kartu, atau laporan pemberian obat yang dicocokan dengan identitas klien dan meminta klien menyebutkan namanya dengan lengkap (Potter & Perry, 2005:1019).

      3. Benar Dosis.

      Sistem unit dosis distribusi obat meminimalkan kesalahan karena Adapun menentukan dosis yang tepat dari obat tertentu untuk pasien, perawat harus memepertimbangkan jenis kelamin, berat badan, usia, dan kondisi fisik pasien, dan juga obat-obat lain yang tengah digunakan pasien. Sering kali, dosis yang diperlukan pasien bukanlah dosis yang telah tersedia, sehingga perawat perlu mengkonversi bentuk dosis yang tersedia menjadi dosis yang diresepkan (Karch & Amy M, 2003).

      OAT (obat anti tuberkulosis) sudah menggunakan KDT (kombinasi dosis tetap) sesuai dengan berat badan dan kategori pengobatan.

      4. Benar Rute.

      Apabila sebuah instruksi obat tidak menerangkan rute pemberian obat, perawat mengkonsultasikannya kepada dokter. Demikian juga, bila rute pemberian obat bukan cara yang direkomendasikan, perawat harus segera mengingatkan dokter (Potter & Perry, 2005:1018).

      5. Benar Waktu.

      Perawat harus mengetahui alasan sebuah obat diprogramkan untuk waktu tertentu dalam satu hari dan apakah jadwal tersebut dapat diubah.

      Contoh, diprogramkan dua obat, satu q8h (setiap 8 jam) dan yang lain tid (3 kali sehari). Kedua obat diberikan tiga kali dalam 24 jam. Tujuan dokter memberikan obat q8h dalam hitungan jam ialah mempertahankan kadar terapeutik obat (Potter & Perry, 2005:1019-1020).

    G. Kerangka Teori

      Program Pengendalian TB Indonesia Tata laksana dan Manajemen Pengendalian

      Pencegahan TB Program TB komprehensif Pemantauan hasil Pencegah Pengendalian

      Penemuan Pengobatan TB Pengobatan TB an TB Infeksi pada

      Kasus TB sasaran layanan

      1. Home

      Lima benar obat :

      1. Patuh visit

      benar obat, benar

      pengobatan

      2. PMO

      dosis, benar

      2. Tidak patuh

      klien, benar rute,

      pengobatan benar waktu.

      Keterangan :

      = variabel yang diteliti

      Gambar. 2.2 kerangka Teori modifikasi Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis (2011), George (2005), Sangadah

      (2012), Potter & Perry (2005)

    H. Kerangka Konsep

      1. Home

      1. Patuh Pengobatan TB visit pengobatan

      2. PMO

      2. Tidak patuh pengobatan.

      Gambar. 2.3 Kerangka Konsep Penelitian I.

       Hipotesis

      Hipotesis berasal dari kata hupo dan thesis. Hupo artinya sementara/lemah kebenaranya dan thesis artinya pernyataan atau teori. Dengan demikian, hipotesis berarti pernyataan sementara yang perlu diuji kebenarannya (Hastono, 2008). Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Ada hubungan antara home visit, peran pemantau minum obat dengan kepatuhan berobat pada pasien Tuberkulosis di wilayah kerja puskesmas Jatilawang tahun 2014/2015.