BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kentang 2.1.1 Botani Tanaman - RESPON PERTUMBUHAN TANAMAN KENTANG ( Solanum tuberosum L.) VARIETAS GRANOLA SECARA KULTUR TUNAS DENGAN KOMBINASI NUTRISI AB MIX DAN PUPUK ORGANIK CAIR - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kentang

2.1.1 Botani Tanaman

  Menurut Rukmana (1997), klasifikasi tanaman kentang sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Solanales Famili : Solanaceae Genus : Solanum Spesies : Solanum tuberosum L.

  Solanumtuberossum atau kentangmerupakan tanaman setahun, bentuk sesungguhnya menyemak dan bersifat menjalar (Setiadi dan Nurulhuda, 2011).

  Kentang mempunyai banyak varietas. Umur tanaman kentang bervariasi menurut varietasnya (Samadi, 2007). Tanaman kentang dapat tumbuh tegak mencapai ketinggian 0,5 – 1,2 meter tergantung varietasnya (Samadi, 2007).

  Daun tanaman kentang terletak berselang – seling pada batang tanaman.

  • – Bentuk daun oval sampai oval agak bulat dengan ujung meruncing dan tulang tulang daun menyirip. Daun berkerut
  • – kerut dan permukaan bagian bawah daun berbulu (Samadi, 2007). Daun tanaman kentang majemuk menempel di satu tangkai (rachis). Jumlah helai daun umumnya ganjil, saling berhadapan dan
diantara pasang daun terdapat pasangan daun kecil seperti telinga, yang disebut daun sela. Pada pangkal tangkai daun majemuk terdapat sepang daun kecil yang disebut daun penumpu (sripulae). Tangkai lembar daun (petiolus) sangat pendek dan seolah

  • – olah duduk. Warna daun hijau muda sampai hijau gelap dan tertutup oleh bulu – bulu halus (Sunarjono, 2007).

  Batang tanaman kentang kecil, lunak, bagian dalamnya berlubang dan bergabus. Bentuknya persegi tertutup dan dilapisi bulu

  • – bulu halus (Sunarjono, 2007). Batang berbentuk segi empat atau segi lima, tergantung varietasnya, tidak berkayu, dan bertekstur agak keras. Permukaan batang halus. Diameter batang kecil dengan panjang mencapai 1,2 meter (Samadi, 2007). Batang yang muncul dari mata umbi berwarna hijau kemerahan dan bercabang samping. Pada dasar batang utama akan tumbuh akar dan stolon. Stolon yang beruas akan membentuk umbi, tetapi ada pula yang tumbuh menjadi tanaman baru. Dengan demikian, stolon merupakan perpanjangan dari batang. Dengan kata lain umbi kentang merupakan batang yang membesar (Sunarjono, 2007).

  Tanaman kentang memiliki perakaran tunggang dan serabut. Akar tunggang menembus tanah sampai kedalaman 45 cm, sedangkan akar serabut tumbuh menyebar ke arah samping dan menembus tanah datar. Akar tanaman berwarna keputih

  • – putihan dan berukuran sangat kecil (Samadi, 2007). Akar tanaman menjalar dan berukuran sangat kecil bahkan sangat halus. Kedalaman daya tembusnya bisa mencapai 45 cm. Namun, biasanya akar ini banyak yang mengumpul di kedalaman 20 cm (Setiadi dan Nurulhuda, 2011). Tanaman kentang yang berasal dari umbi tidak memiliki akar utama, tetapi hanya memiliki
akar serabut berukuran kecil dan berwarna putih yang panjangnya bisa mencapai 60 cm (Haryono dan Kurniati, 2013).

  Umbi terbentuk dari ujung stolon yang membengkak (Sunarjono, 2007). Proses pembentukan umbi ditandai dengan terhentinya pertumbuhan memanjang dari rhizoma atau stolon, diikuti pembesaran sehingga rhizoma membengkak (Samadi, 2007). Umbi kentang merupakan gudang makanan yang terdiri dari karbohidrat, protein, dan mineral yang merupakan hasil fotosintesis. Pada bagaian ujung umbi (nose) terdapat banyak mata yang bersisik, sedangkan pada pangkalnya (heel) atau tangkai umbi tidak ada matanya. Mata umbi tersebut dapat tumbuh menjadi tanaman baru. Satu mata umbi bisa menghasilkan satu batang utama atau lebih (Sunarjono, 2007). Umbi kentang ada yang berwarna kuning, putih dan merah (Samadi, 2007).

  Buah kentang terdapat dalam tandan, berbentuk bulat, ukurannya sebesar kelereng. Ketika muda berwarna hijau, setelah menjadi hitam. Tiap buah berisi lebih dari 500 biji yang berwarna putih kekuningan. Tanaman kentang akan mati setelah berbunga dan berbuah (Sunarjono, 2007). Buah kentang dihasilkan dari proses penyerbukan bunga kentang. Setelah proses penyerbukan terjadi bakal buah akan membesar dan pada akhirnya berubah menjadi buah. Buah kentang berbentuk bulat dan berwarna hijau. Buah akan masak setelah berumur 6 sampai 8 minggu. Didalam buah ini terdapat biji kentang yang berukuran sangat kecil dan jumlahnya banyak (Haryono dan Kurniati, 2013).

  Bentuk bunga tanaman kentang menyerupai terompet dan muncul pada ujung cabang. Kelopak bunga berwarna hijau dan berjumlah 5 helai. Mahkotanya melebar dan bercanggap lima sehingga menyerupai bintang, warnanya putih, merah, atau ungu (Sunarjono, 2007).Bunga kentang termasuk sempurna (hermaphrodit) atau berumah satu (monoecus), yaitu mempunyai organ jantan dan organ betina. Ukurannya kecil (kira

  • – kira 3 cm), berwarna putih kekuning – kuningan, atau ungu kemerah
  • – merahan, tumbuh diketiak daun teratas (Setiadi, 2009). Seperangkat organ jantan ini disebut stamen atau androecium. Sementara itu, seperangkat organ betina yang terdiri dari kepala putik (stigma), tagkai putik (stylus) yang panjang, dan bakal buah (ovarium) disebut pistillum atau gynoecium. Jumlah benang sari 5 buah dengan tepung sari terdapat dalam kantong (anthera) yang berbentuk gada atau bulat panjang. Kantong tersebut terdiri dari 2 ruang (locus), bertangkai pendek yang melekat pada dasar bakal buah. Didalam bakal buah terdapat 500 bakal biji (ovulum) (Sunarjono, 2007).

  Daun kelopak (calyx), daun mahkota (corrola), dan benangsari (stamen), masing

  • – masing berjumlah lima buah dengan satu buah putik (pistilus) yang mempunyai sebuah bakal buah yang berongga dua buah (locule). Benang sari bunga kentang berwarna kekuning – kuningan dan melingkari tangkai putik.

  Kedudukan kepala putik bisa lebih rendah, sama tinggi, atau lebih tinggi dari cone kepala sari. Kepala sari dari kelima benang sari membentuk satu cone yang berwarna kuning terang (pada bunga yang jantan mandul warnanya hijau). Kepala sari berisi tepung sari bila sudah kering bisa diterbangkan oleh angin. Biasanya, tepung sari masak dulu dari kepala putiknya (Setiadi dan Nurulhuda, 2011).

  Sewaktu tepung sari matang, putiknya telah layu sehingga tidak reseptif. Oleh karena itu, bisa terjadi penyerbukan silang dengan tepung sari dari bunga lain atau tanaman lain (Sunarjono, 2007).

2.1.2 Syarat Tumbuh Tanaman

  Kentang hanya mau tumbuh dan produktif pada jenis tanah ringan yang mengandung sedikit pasir dan kaya bahan organik. Contohnya, tanah andosol dan (vulkanik) yang mengandung abu gunung berapi dan tanah lempung berpasir (margalit) (Sunarjono, 2007). Kentang dapat tumbuh pada berbagai macam tanah mulai dari tanah yang bertekstur berpasir, lempung berliat pada tanah bergembur.

  Tanah bertekstur ringan dan tanah bergambut sangat cocok untuk tanaman kentang (Wattimena et al., 1992).

  Tanaman kentang tumbuh baik di daerah daratan tinggi atau pengunungan dengan elevasi 800

  • – 1.500 meter di atas permukaan laut (mdpl). Bila tumbuh di daratan rendah (dibawah 500 mdpl), tanaman kentang sulit membentuk umbi. Kalaupun terbentuk, umbinya sangat kecil, kecuali di daerah yang mempunyai suhu malam hari 20

  ﻌﻌC. Sementara itu, bila diatas ketinggian 2.000 mdpl, tanaman akan lambat membentuk umbi (Sunarjono, 2007).

  Tanaman kentang menghendaki suhu antara 15

  • – 22ᴼ C (optimumnya 18
  • – 20ᴼ C) dengan kelembapan udara 80 – 90%(Sunarjono, 2007). Suhu rerata harian yang optimal bagi pertumbuhan kentang adalah 18 - 21

  ᴼ C. Proses pembentukan umbi sangat dipengaruhi oleh suhu tanah yang rendah pada malam hari, yang akan merangsang timbulnya hormon pembentukan umbi pada tanaman. Hormon ini akan diteruskan ke ujung stolon atau bakal umbi. Suhu tanah optimal bagi pembentukan umbi yang normal berkisar 15 - 18 ᴼ C. Pertumbuhan umbi akan sangat terhambat apabila suhu tanah kurang dari 10

  ᴼ C dan lebih dari 30ᴼ C (Samadi, 2007).

  Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman kentang adalah 2.000

  • – 3.000 mm/tahun (Sunarjono, 2007). Daerah dengan rerata curah hujan 1.500 mm per tahun sangat sesuai untuk membudidayakan kentang (Samadi, 2007).

  Tanaman kentang tumbuh pada tanah dengan pH antara 5

  • – 5,5. Pada tanah asam (pH kurang dari 5) tanaman sering mengalami gejala kekurangan unsur Mg dan keracunan Mn. Selain itu, tanaman menjadi mudah terserang nematoda. Sementara itu, pada tanah basa (pH lebih dari 7), sering timbul gejala keracunan unsur K dan umbinya mudah terserang penyakit kudis (Steptomyces

  

scabies ) (Sunarjono, 2007). Tanaman kentang toleran terhadap selang pH yang

  cukup luas yaitu 4,5

  • – 8,0, tetapi untuk pertumbuhan optimal dan ketersediaan unsur hara pH yang baik adalah 5,0 – 6,5 (Wattimena et al., 1992).

2.1.2 Kentang Varietas Granola

  Granola pertama kali dikembangkan di Jerman lebih dari 40 tahun lalu oleh Pflanzenzucht Saka, Kieloratallee, Hamburg (Windra, 2016). Kentang granola memiliki umur ±100 hari dengan tinggi tanaman 60

  • – 80 cm, bentuk daun oval, ujung daun runcing, tepi daun rata dan permukaan daun berkerut (Sitangga, 2013). Daun berwarna hijau dengan urat utama hijau muda. Batang berwarna hijau, berpenampang segi lima, dan bersayap rata. Jumlah tandan bunga berkisar
antara 2

  • – 5 buah, putik berwarna putih dan memiliki 5 buah benag sari berwarna kuning (Pitojo, 2004).

  Bentuk umbi kentang varietas Granola berbentuk oval, mata umbi agak dalam, permukaan kulit umbi halus, warna kulit umbi kuning dan putih, warna daging umbi kuning (Sitangga, 2013). Kandungan pati granola rendah (16% - 18%) dan kandungan air tinggi lebih dari 80% (Windra, 2016). Hasil produksi 10

  • – 30 ton/ha. Agak tahan terhadap beberapa penyakit diantaranya PVA, PVY, PLRV,dan agak tahan terhadap penyakit layu bakteri serta busuk daun (Sitangga, 2013) .

2.2 Kultur Jaringan

2.2.1 Kultur Jaringan Tanaman

  Teknik kultur jaringan berawal dari teori totipotensi yang menyatakan bahwa sel

  • – sel bersifat otonom, dan pada prinsipnya mampu beregenerasi menjadi tanaman lengkap. Jaringan tanaman dapat diisolasi dan dikultur hingga berkembang menjadi tanaman normal dengan melakukan manipulasi terhadap kondisi lingkungan dan nutrisinya (Zulkarnain, 2011).
  • – Kultur jaringan tanaman adalah suatu upaya menginsolasi bagian bagian tanaman (protoplas, sel, jaringan, dan organ), kemudian mengkulturkannya pada nutrisi buatan yang steril di bawah kondisi lingkungan terkendali sehingga bagian- bagian tanaman tersebut dapat beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali (Zulkarnain, 2011).
Kegunaan utama kultur jaringan adalah untuk mendapatkan tanaman baru dalam jumlah banyak waktu yang relatif singkat, yang mempunyai sifat fisiologis dan morfologis sama persis dengan tanaman dari induknya. Dari teknik kultur jaringan ini diharapkan pula memperoleh tanaman baru yang bersifat unggul (Hendaryono dan Wijayani, 2012).

  Teknik kultur jaringan sebenarnya sangat sederhana, yaitu suatu sel atau irisan jaringan tanaman yang disebut eksplan secara aseptik diletakkan dan dipelihara dalam medium padat atau cair yang cocok dan dalam keadaan steril (Hendaryono dan Wijayani, 2012).

  Mikropropagasi adalah suatu bentuk aplikasi teknik kultur jaringan yang bertujuan untuk perbanyakan tanaman. Mikropropagasi terdapat lima tipe dasar yaitu :

  a. Kultur meristem Teknik kultur jaringan ini menggunakan potongan tunas yang sangat kecil, terdiri dari atas satu kubah meristem dan beberapa primordia daun. Ukuran eksplan yang kecil ini merupakan salah satu upaya pembebasan tanaman dari pantogen melalui eradikasi pantogen. Selain itu, teknik ini mampu menghasilkan tanaman baru dengan sifat yang identik dengan induknya sehingga kemungkinan untuk terjadi mutasi sangat jarang terjadi, kalaupun ada hanya terjadi di dalam pucuk

  • – pucuk dengan mutasi sebagian (parsial). Mutasi yang terjadi di dalam meristem seringkali hanya mempengaruhi sejumlah kecil sel sehingga mutasi tidak mungkin diturunkan pada meristem aksilar berikutnya.
b. Proliferasi tunas aksilar Tipe kultur jaringan ini menggunakan tunas

  • – tunas terminal dan lateral yang proliferasi tunas aksilarnya dipacu dan pertumbuhan tunas terminalnya ditekan. Proliferasi tunas aksilar mampu menghasilkan sel
  • – sel tunas bersifat seragam dan resisten terhadap perub
  • – perubahan genotip. Keuntungan pemanfaatan poliferasi tunas aksilar dari meristem, ujung pucuk, atau tunas sebagai sarana regenerasi karena tunas
  • – tunas tersebut telah berproliferasi secara

  

in vivo. Yang diperlukan hanya pemanjangan tunas dan diferensi akar untuk

mendapatkan tanaman lengkap.

  c. Induksi pucuk adventif Induksi pucuk adventif termasuk inisiasi perkembangan pucuk adventif dari eksplan, maupun dihasilkan eksplan sebagai akibat adanya perlukaan dan perlakuan zat pengatur tumbuh. Adapun hambatan dalam teknik ini adalah sulitnya mendapatkan duplikat genetik yang identik dan adanya variasi pada sifat pertumbuhan tanaman yang diregenerasikan. Hambatan

  • – hambatan ini muncul sebagai akibat penanganan stok tanaman yang kurang baik selama proses pengkulturan.

  d. Organogenesis Istilah ini berkaitan dengan proses bagaimana pucuk dan atau akar adventif berkembang dari dalam massa kalus. Tanaman

  • – tanaman yang diregenrasikan dari kultu kalus dan kultur sel memperlihatkan ekspresi genetik yang tidak selalu stabil. Sehingga, teknologi kultur kalus dan kultur sel dapat
menjadi sarana penyediaan keragaman genetik bagi para pemulia tanaman dan menawarkan pendekatan baru bagi perbaikan tanaman melalui seleksi in vitro.

  e. Embriogenesis somatik Istilah ini digunakan untuk menyatakan perkembangan embrio lengkap dari sel

  • – sel vegetatif yang dihasilkan dari berbagai sumber eksplan yang ditumbuhkan pada sistem kultur jaringan. Perkembangan teknik ini melalui tahapan oktan, globular, awal hati, hati, torpedo, dan embrio dewasa. Keuntungan dari embriogenesis somatik adalah embrio
  • – embrio somatik yang dihasilkasn bersifat bipolar, yakni memiliki u
  • – ujung akar dan pucuk yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman lengkap. Teknik ini juga menghasilkan embrio dalam jumlah besar dalam satu wadah kultur, lebih banyak daripada pucuk
  • – pucuk majemuk yang diregenarisakan secara adventif melalui organogenesis (Zulkarnain, 2011).

2.2.2 Keberhasilan Kultur Jaringan

  Faktor

  • – faktor yang mempengaruhi perbanyakan secara in vitro meliputi media, jenis eksplan, gen, sumber eksplan, orintasi eksplan, nutrisi mineral, zat pengatur tumbuh, sumber karbon dan jenis media (Kumar dan Reddy, 2011). Yuliarti (2010) menambahkan lingkungan tumbuh yang mempengaruhi regenerasi tanaman, meliputi temperatur, panjang penyinaran, intensitas penyinaran, kualitas sinar dan ukuran wadah kultur.

2.2.3 Media Tanam Media tanam dalam kultur jaringan adalah tempat untuk tumbuh eksplan.

  Media tanam kultur jaringan dapatdigolongkansebagaicairataupadat (Kumar dan Reddy, 2011).

  Media cair berarti campuran komponen

  • – komponen zat kimia dengan air suling. Penggunaan media cair adalah untuk keperluan suspensi sel, yaitu untuk memperbanyak kalus yang sudah terbentuk sebelumnya, untuk isolasi dan untuk fusi protoplasma (Hendaryono dan Wijayani, 2012).Mediacairmemilikikeuntungancepat(murah) persiapan. Selain itu, mediacairlebihhomogen, karenagradiennutrisimungkinmunculselamajaringanyangtumbuhdimediapadat (Kumar dan Reddy, 2011). Sedangkan media padat adalah media cair ditambah zat pemadat agar. Penggunaan agar biasanya 8
  • – 10 g/l (Hendaryono dan Wijayani, 2012). Ada beberapa keuntungan penggunaan media padat yaitu :

  a. Apabila menggunakan eksplan dengan ukuran yang relatif kecil maka akan mudah terlihat.

  b. Eksplan berada di atas permukaan medium sehingga tidak memerlukan alat bantu lain untuk aerasi. Bila menggunakan medium cair perlu dilakukan pengocokan, atau menghendaki perlengkapan khusus dan atau botol kultur khusus utuk aerasi.

  c. Tunas dan akar tumbuh teratur pada medium yang diam. Pada medium cair yang senantiasa bergerak akibat pengocokan, pertumbuhan seringkali tidak beraturan, dan konsekuensinya tunas

  • – tunas yang terbentuk sulit untuk dipisahkan satu dengan yang lainnya (Wattimena, et al., 1992).

  Media tanam harus berisi semua zat yang diperlukan untuk menjamin pertumbahan eksplan (Hendaryono dan Wijayani, 2012). Komponen penyusun medium meliputi garam

  • – garam anorganik, zat pengatur tumbuh tanaman, vitamin, asam
  • – asam amino dan amida, pelengkap organik kompleks, sumber karbon, osmotika, air, dan matriks medium (Zulkarnain, 2011). Kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan kultur in vitro yang optimal bervariasi antarspesies ataupun antarvarietas. Bahkan, jaringan yang berasal dari bagian tanaman yang berbeda pun akan berbeda kebutuhan nutrisinya. Oleh karena itu, tidak ada satupun medium dasar yang berlaku universal untuk semua jenis jaringan dan organ (Zulkarnain, 2011).

  Unsur

  • – unsur esensial yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah relatif besar diistilahkan sebagai unsur
  • – unsur makro. Unsur – unsur makro karbon, hidrogen, dan oksigen tersedia bagi tanaman melalui air dan udara. Pada kultur in

  

vitro, nitrogen diberikan dalam jumlah terbesar dalam bentuk

  . Di samping unsur

  • – unsur makro, sel – sel tanaman pun membutuhkan unsur
  • – unsur mikro tertentu. Unsur – unsur mikro yang dibutuhkan oleh semua tanaman tingkat tinggi meliputi besi, mangan, seng, boron, tembaga, molibdat dan klor. Stok besi disiapkan secara terpisah karena adanya masalah pada kelarutan unsur ini. Biasanya, larutan besi disiapkan dalam bentuk kelat sebagai garam natrium ferric ethylenediamine tetra-acetic (NaFeEDTA) (Zulkarnain, 2011).

  • – Media kultur jaringan tanaman pada umumnya mengandung vitamin vitamin seperti thiamine, nicotinic acid, pyridoxin dan asam pantotenat (Wattimena, et al, 1992). Vitamin memiliki fungsi katalik pada sistem enzim dan dibutuhkan dalam jumlah kecil. Satu – satunya vitamin yang dianggap esensial pada kultur in vitro adalah tiamin (Zulkarnain, 2011). Thiamin dibutuhkan hampir oleh seluruh kultur (Wattimena, et al, 1992).

  Semua medium kultur in vitro dilengkapi sumber karbon dan energi (Zulkarnain, 2011). Sukrosa adalah sumber karbon yang paling banyak digunakan, karena beberapa alasan diantaranya sangat murah, tersedia dalam jumlah banyak dan mudah berasimilasi oleh tanaman. Karbohidrat yang ditambahkan ke medium kultur sebagai sumber energi untuk metabolisme (Kumar dan Reddy, 2011). Sumber

  • – sumber karbon tersebut antara lain glukosa, fruktosa, galaktosa, sukrosa, molases dan juga sumber pati yang lainnya (Wattimena, et al, 1992).

  Selain komponen

  • – kompenen media tanam yang diperhatikan, keasaman medium juga perlu diperhatikan. Keasaman medium adalah salah satu yang mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan tanaman. Pada umumnya, keasaman medium ditetapkan antara 5,6
  • – 5,8. Medium yang terlalu asam (pH < 4,5) atau terlalu basa (pH > 7,0) dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan eksplan. Pada pH tinggi, u>– unsur seperti besi, seng, mangan, tembaga, dan boron mengalami presipitasi sebagai hidroksida sehingga tidak tersedia bagi jaringan yang dikulturkan. Sedangkan pada pH rendah, unsur
  • – unsur seperti
kalsium, magnesium, berlerang, fosfor, dan molibdat menjadi tidak tersedia. Selain mempengaruhi kertersediaan unsur

  • – unsur haram pH mempengaruhi pula proses pemadatan medium. Medium akan menjadi terlalu keras bila pH > 6,0, sedangkan pada pH < 5,2, medium akan sulit untuk menjadi padat (Zulkarnain, 2011).

2.3 Nutrisi AB Mix

  Nutrisi AB mix merupakan nutrisi yang digunakan dalam budidaya dengan sistem hidroponik. Nutrisi AB mix mengandung 16 unsur hara esensial yang diperlukan tanaman, dari 16 unsur tersebut 6 diantaranya diperlukana dalam jumlah banyak (makro) yaitu N, P, K, Ca, Mg, S, dan 10 unsur diperlukan dalam jumlah sedikit (mikro) yaitu Fe, Mn, Bo, Cu, Zn, Mo, Cl, Si, Na, Co (Agustina, 2004). Nutrisi AB mix adalah nutrisi yang digunakan dibagi menjadi dua stok yaitu stok A dan stok B. Stok Aberisi senyawa yang mengandung Ca, sedangkan stok B berisi senyawa yang mengandung sulfat dan fosfat.Pembagian tersebut dimakasudkan agar dalam kondisi pekat tidak terjadi endapan, karena Ca jika bertemu dengan sulfat atau fosfat dalam keadaan pekat menjadi kalsium sulfat dan membentuk endapan (Sutiyoso, 2004).

  Kedua larutan A dan B harus dipisah karena jika kation Ca (kalsium) dalam formula A bertemu dengan anion S (Sulfat) dalam formula N akan terjadi endapan kalsium sulfat sehingga unsur Ca dan S tidak dapat diserap akar (Liferdi dan Cahyo, 2016).

2.4 Pupuk Organik Cair (POC)

  Pupuk organik terbentuk karena adanya kerja sama mikroorganisme pengurai dengan cuaca serta perlakuan manusia. Kegiatan organisme tanah dalam proses penguraian tersebut menjadi sangat penting dalam pembentukan pupuk organik. Sisa tumbuhan dihancurkan oleh organisme dan unsur

  • – unsur yang sudah terurai diikat menjadi senyawa. Senyawa tersebut tentu saja harus larut dalam air sehingga mudah diabsobsi atau diserap oleh akar tanaman. Bentuk senyawa tersebut antara lain amonium dan nitrat. Makroorganisme ini berperan dalam mentraslokasikan atau mencerna bahan organik dari bentuk kasar menjadi halus. Makroorganisme yang dianggap sangat penting peranannya adalah cacing tanah (Lumbricus sp.). Selain dapat mencerna bahan organik, kotoran cacing tanah pun banyak mengandung natrium (N), kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan fosfor (P) tersedia. Sementara mikroorganisme sangat berperan dalam penguraian bahan organik menjadi unsur
  • – unsur hara sehingga mudah diserap tanaman setelah membentuk senyawa (Musnamar, 2003).

  Pupuk organik cair adalah larutan dari hasil pembusukan bahan

  • – bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, dan manusia yang kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur (Hadisuwito, 2012). Pupuk organik cair adalah pupuk yang kandungan bahan kimianya maksimum 5%.Karena itu, kandungan NPK pupuk organik cair relatif rendah.Pupuk organik cair memiliki beberapa keuntuangan.Pertama, pupuk tersebut mengandung zat tertentu seperti mikroorganisme yang jarang terdapat dalam pupuk organik padat.Dalam bentuk kering, beberapa mikroorganisme mati dan zat tidak bisa aktif.Jika dicampur
dengan pupuk organik padat, pupuk organik cair dapat mengaktifkan unsur hara yang ada dalam pupuk organik padat (Parnata, 2004).

  Selain dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, pupuk organik cair juga mampu meningkatkan produksi tanaman, meningkatkan kualitas tanaman, mengurangi penggunaan pupuk anorganik, dan mengganti peran pupuk kandang. Berikut beberapa pupuk organik cair :

  1. Mendorong dan meningkatkan pembentukan klorofil daun dan pembentukan bintil akar pada tanaman leguminose sehingga meningkatkan kemapuan fotosintesis tanaman dan penyerapan nitrogen dari udara.

  2. Menungkatkan pertumbuhan tamanan menjadi kokoh dan kuat, meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan, perubahan cuaca, dan serangan penyakit.

  3. Merangsang pertumbuhan cabang produksi.

  4. Meningkatkan pembentukan bunga dan bakal buah.

  5. Mengurangi gugurnya daun, bunga, dan bakal buah.

  Pemberian pupuk organik cair harus memperhatikan kosentrasi atau dosis yang diaplikasikan terhadap tanaman.Semakin tinggi dosis pupuk yang diberikan kepada tanaman, semakin tinggi kandungan unsur hara yang diterima oleh tanaman.Sama halnya dengan semakin setingnya frekuensi aplikasi pupuk, maka kandungan unsur hara yang diterima tanaman juga semakin tinggi.Namun, jika dosis terlalu berlebihan, justru berisiko menyebabkan timbulnya gejala kelayuan (Glio, 2015).

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Tanaman Terong ( Solanum mengolena L.) - PENGARUH PENYIANGAN GULMA DAN DUA VARIETAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TERONG ( Solanum melongena L - repository perpustakaan

1 4 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kentang - PENGARUH PERBANDINGAN BAHAN MEDIA TANAM PADA PERTUMBUHAN AWAL AKLIMATISASI PLANLET TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L) - repository perpustakaan

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Pakchoy 1. Klasifikasi dan Botani Tanaman Pakchoy - PENGARUH KOMBINASI PUPUK ORGANIK CAIR URIN KELINCI DAN BONGGOL PISANG TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PAKCOY ( Brassica rapa L. - repository perpustakaan

0 0 8

PERTUMBUHAN KULTUR TUNAS NODUS KENTANG (Solanum tuberosum L.) VARIETAS GRANOLA DENGAN PERLAKUAN SP-36 DAN KNO3 PADA MEDIA AB MIX SECARA IN VITRO - repository perpustakaan

0 0 18

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - PERTUMBUHAN KULTUR TUNAS NODUS KENTANG (Solanum tuberosum L.) VARIETAS GRANOLA DENGAN PERLAKUAN SP-36 DAN KNO3 PADA MEDIA AB MIX SECARA IN VITRO - repository perpustakaan

0 0 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kentang 2.1.1 Botani dan Morfologi - PERTUMBUHAN KULTUR TUNAS NODUS KENTANG (Solanum tuberosum L.) VARIETAS GRANOLA DENGAN PERLAKUAN SP-36 DAN KNO3 PADA MEDIA AB MIX SECARA IN VITRO - repository perpustakaan

0 0 25

PERTUMBUHAN KULTUR TUNAS NODUS KENTANG (Solanum tuberosum L.) VARIETAS GRANOLA DENGAN PERLAKUAN SP-36 DAN KNO3 PADA MEDIA AB MIX SECARA IN VITRO - repository perpustakaan

0 0 6

RESPON PERTUMBUHAN TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.) VARIETAS GRANOLA SECARA KULTUR TUNAS DENGAN KOMBINASI NUTRISI AB MIX DAN PUPUK ORGANIK CAIR

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - RESPON PERTUMBUHAN TANAMAN KENTANG ( Solanum tuberosum L.) VARIETAS GRANOLA SECARA KULTUR TUNAS DENGAN KOMBINASI NUTRISI AB MIX DAN PUPUK ORGANIK CAIR - repository perpustakaan

0 0 7

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - RESPON PERTUMBUHAN TANAMAN KENTANG ( Solanum tuberosum L.) VARIETAS GRANOLA SECARA KULTUR TUNAS DENGAN KOMBINASI NUTRISI AB MIX DAN PUPUK ORGANIK CAIR - repository perpustakaan

0 0 7