BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Urea - WAHAI NURLINAH BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Urea Urea juga dikenal dengan istilah carbamide. Urea merupakan senyawa kimia

  organik yang dihasilkan dari proses metabolisme protein. Urea dapat dibuat dalam bentuk padat atau cair, dan sering digunakan untuk bahan pembuatan pupuk.

  Urea diproduksi menjadi pupuk tanaman. Urea mudah larut dalam air dan dapat digunakan untuk menyuburkan tanaman. Selain sebagai bahan dasar kandungan pupuk, urea juga digunakan untuk membuat plastik, pakan ternak, lem, pembersih toilet, deterjen, pewarna rambut,pestisida, dan fungisida

  ( hsaidnuraeni./21:03/22;11;2017)

  • Sifat sifat fisika

  1. Rumus molekul : CO(NH

  2 ) 2 atau CON

  2 H

  4

  2. Berat molekul : 60,06

  

o o

  3. Spesific gravity : 1,335 (20 C/4

  C)

  o

  4. Titik lebur : 132,7 C

  o

  5. Kelarutan : 100 (17 C dalam 100% air)

  o

  20 (20 C dalam 100% alkohol)

  5

  6. Panas pembakaran : -91,02.10 J/kg

  • Sifat sifat kimia

  1. Urea dibuat dari hidrolisis parsial cyanamide H

  2 N-CN + H

  2 O H

  2 N-CO-NH

  2

  2. Urea dihasilkan dari reaksi antara ammonia dengan karbon dioksida CO

  2 + NH

3 H

  2 N-CO-NH 2 + H

  2 O

  3. Urea dapat bereaksi dengan formaldehid

  2

  2

  2

  2

  2 NH -CO-NH + HCHO NH -CO-NH + CH OH

  4. Pemanasan ammonia sianat dapat terurai menjadi urea

  Heat

  • NH

  4 OCN H

  2 NCONH

  

2

Gambar 2.1 Struktur Urea

  II.2. Adsorpsi

  Adsorpsi adalah penyerapan suatu zat pada permukaan zat lain. Fenomena ini melibatkan interaksi fisik, kimia, dan gaya elektrostatik antara adsorbat dengan adsorben pada permukaan adsorben. Ada dua macam adsorpsi yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia. Dalam adsorpsi fisika, molekul-molekul teradsorpsi pada permukaan dengan ikatan yang lemah (bersifat reversible, dengan cara menurunkan tekana gas atau konsentrasi zat terlarut). Sedangkan adsorpsi kimia melibatkan ikatan koordinasi sebagai hasil penggunaan elektron bersama- sama adsorben dan adsorbat(Osick,1983; Sukardjo,1990). Adsorben adalah zat yang mengadsorpsi zat lain. yang memiliki ukuran partikel seragam, kepolarannya sama dengan zat yang akan diserap dan mempunyai berat molekul besar. Adsorbat adalah zat yang teradsorpsi zat lain. Fakttor-faktor yang mempengaruhi kapasitas adsorpsi antara lain, luas permukaan adsorben, ukuran pori adsorben, kelarutan zat terlarut, pH, dan temperatur(Castellan,1982).

  II.3. Isoterm Adsorpsi

  Isoterm Adsorpsi adalah hubungan yang menunjukkan distribusi adsorben antara fase teradsorbsi pada permukaan adsorben dengan fase curah kesetimbangan pada temperatur tertentu. Ada enam jenisjenis hubungan matematik yang umumnya digunakan untuk menjelaskan isoterm. Isoterm ini berdasarkan asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan yang heterogen dan tiap molekul mempunyai potensi penyerapan yang berbeda-beda. Persamaan ini merupakan persamaan yang dikemukakan oleh Freundlich. Persamaannya adalah :

  1/n

  x/m = k C dimana: x = banyaknya zat terlarut yng teradsorpsi (mg) m = massa adsorben (mg) C = konsentrasi adsorben yang sama k,n = konstanta adsorben

  Dari isoterm ini, akan diketahui kapasitas adsorben dalam menyerap air. Isoterm ini akan digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan, karena dengan isoterm ini dapat ditentukan efisisensi dari suatu adsorben (Castellan,1982).

  Karbon aktif umumnya mempunyai daya adsorpsi yang rendah dan daya adsorpsi dapat diperbesar dengan mengaktifkan arang dengan menggunakan uap atau bahan kimia,aktivitas ini bertujuan memperbesar luas permukaan arang dengan membuka pori-pori yang tertutup(Kateren,1987).

  a.) IUPAC b.) Donohue

Gambar 2.2 Enam tipe isoterm adsorpsi berdsarkan klasifikasi (a) IUPAC dan (b)

  Donohue Bentuk isoterm adsorpsi yang diteliti secara garis besar diklasifikasikan menjadi 6 (enam) tipe seperti disajikan pada Gambar 7 (Balbuena, 1993). Tipe I merupakan tipe Langmuir, terjadi pada adsorbent dengan pori mikro (< 2 nm). Tipe II dan III, terjadi pada adsorben non pori. Tipe II memiliki gaya tarik fluida dan dinding pori (afinitas) yang kuat sedangkan pada tipe III , gaya tarik fluida dan dinding bersifat lemah. Tipe IV dan V adalah isoterm untuk adsorben dengan mesopori ( 2 < dp < 50 nm) dan terjadi kondensasi kapiler. Tipe IV adalah system adsorpsi dengan gaya tarik fluida dan dinding kuat, sedangkan tipe V , gaya tarik dinding dan fluida bersifat lemah. Klasifikasi pertama oleh Brauner et al. (1940) hanya menyampaikan 5 (lima) tipe (Balbuena, 1993). Tipe VI, merupakan tipe terbaru. Isoterm seperti ini terjadi pada sistem adsorpsi dengan gaya tarik fluid dan dinding relative kuat dan biasanya terjadi pada temperatur mendekati titik leleh fluida.

II.4. Gelombang Ultasonik

  Gelombang ultrasonik merupakan gelombang mekanik longitudinal dengan frekuensi di atas 20 kHz. Ultrasonik merupakan rambatan energi dan momentum mekanik sehingga merambat sebagai interaksi dengan molekul dan sifat inersia medium yang dilaluinya (Bueche, 1986). Karakteristik gelombang ultrasonik yang melalui medium mengakibatkan getaran partikel dengan medium amplitudo sejajar dengan arah rambat secara longitudinal. Sehingga menyebabkan partikel medium membentuk rapatan (strain) dan tegangan (stress). Proses kontinu selama gelombang ultrasonik melaluinya menyebabkan terjadinya rapatan dan tegangan di dalam medium disebabkan oleh getaran partikel secara periodik (Resnick dan Halliday, 1992).

  Gelombang ultrasonik mempunyai sifat memantul, diteruskan dan diserap oleh suatu medium atau jaringan. Apabila gelombang ultrasonik ini mengenai permukaan medium, maka sebagian dari gelombang ultrasonik ini akan dipantulkan dan sebagian lagi akan ditransmisikan. Getaran ultrasonik yang merambat ke dalam jaringan atau zat cair akan mengalami efek kavitasi. Efek kavitasi terjadi karena tekanan lokal pada gelombang ultrasonik menurun sampai harga yang cukup rendah.

Gambar 2.3 Evek Kafitasi

  Besar tekanan gelombang ultrasonik dinyatakan sebagai :

  p = P

  • – Po

  2

  dengan : p = tekanan gelombang ultrasonik (N/m )

  2 P = tekanan lokal/total sesaat (N/m )

  2 Po = tekanan lokal rata-rata/ keseimbangan (N/m )

  Intensitas gelombang ultrasonik yang merambat akan membawa energi pada suatu luas permukaan per satuan waktu (Giancoli, 1998). Energi gelombang ultrasonik tersebut melalui jaringan akan melepaskan energi kalor sehingga terjadi pemanasan yang mengakibatkan suhu jaringan meningkat yang kemudian menimbulkan efek kavitasi. Besarnya pemanasan tergantung pada variasi tekanan gelombang ultrasonik dan kecepatan partikel terhadap energi yang diberikan (Ackerman, et al., 1988).

  Perambatan gelombang ultrasonik dalam suatu medium, maka partikel akan mengalami perpindahan energi. Besarnya energi gelombang ultrasonik yang dimiliki partikel medium adalah : E = Ep+Ek E = h.f.N A

  Dengan : Ep=energi potensial Ek=energi kinetik N A =Bilangan Avogadro h =konstanta Planck f =frekuensi Perhitungan intensitas gelombang ultrasonik perlu mengetahui energi yang dibawa oleh gelombang ultrasonik. Intensitas gelombang ultrasonik (I) adalah

  2

  2 energi yang melewati luas permukaan medium 1m /s atau watt/m .

  II.4.1.Pemanfaatan Gelombang Ultrasonik Peningkatan reaksi kimia dengan ultrasonik telah dikembangkan dan memiliki aplikasi bermanfaat dalam sintesis fasa campuran, kimia material, dan biomedis. Studi tentang sonokimia berkaitan dengan pemahaman pengaruh gelombang suara dan sifat gelombang pada sistem kimia. Bahaya pemaparan gelombang ultrasonik terhadap suatu medium tergantung pada intensitas, frekuensi dan total pemaparannya. Efek penggunaan gelombang ultrasonik terhadap substrat dapat disebabkan karena adanya efek termal, kavitasi dan mekanik. Efek termal merupakan absorpsi energi gelombang ultrasonik yang menyebabkan suhu atom atau molekul meningkat. Besar absorpsi energi gelombang tergantung pada viskositas, massa jenis dan impedansi. Gelombang ultrasonik yang merambat melalui medium mengalami pengurangan energi, karena sebagian energinya diabsorpsi medium. Hal ini mengakibatkan kenaikan suhu medium. Kenaikan suhu medium tergantung pada besar koefisien absorpsi dan intensitas yang melaluinya. Efek kavitasi merupakan terjadinya gelembung gas di dalam medium karena pemanasan lokal dengan tekanan yang bervariasi, sehingga di dalam medium terbentuk gelembung gas mikro. Gas di dalam medium dapat memuai jika diradiasi ultrasonik tinggi, sehingga terjadi difusi gas yang tidak seimbang. Efek mekanik yang ditimbulkan gelombang ultrasonik adalah getaran partikel di dalam medium. Getaran terjadi pada semua intensitas, sehingga dapat menyebabkan efek mekanik. Efek mekanik akan menimbulkan percepatan partikel, getaran, tekanan pancaran dan gaya gesek (Sabbagha, 1980). Aplikasi gelombang ultrasonik pada padat-cair atau suspensi cairan-kristal akan menghasilkan kecepatan tabrakan antarpartikel yang tinggi. Pengaruh yang ditimbulkan dapat mengubah morfologi permukaan, komposisi, dan reaktivitas, sehingga ultrasonikasi dapat digunakan sebagai deaglomerasi dan pengecilan material berukuran micrometer atau nanometer serta untuk disintegrasi sel atau pencampuran pereaksi.

  Proses ultrasonik dapat meningkatkan reaktivitas kimia dalam sistem sebanyak jutaan kali, secara efektif bertindak sebagai katalis dengan menarik model atom dan molekul dari sistem (seperti model vibrasi, rotasi, dan translasi). Selain itu, dalam reaksi yang menggunakan padatan, ultrasonik memisahkan kepingan-kepingan padat dan energi yang dilepaskan dari gelembung yang dibuat oleh kavitasi melalui kepingan padat tersebut. Hal ini memberikan pereaksi padat dengan area permukaan untuk reaksi yang lebih besar untuk melanjutkan proses (meningkatkan laju reaksi).(Tina,2013)

Gambar 2.4 Gamabar ultrasonic Homogenizer (Foto di lab New and renewable

  Energy research center)

II.5. Karbon Aktif

  Karbon aktif merupakan senyawa karbon amorf dan berpori yang mengandung 85-95% karbon yang dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon (batubara, kulit kelapa, dan sebagainya) atau dari karbon yang diperlakukan dengan cara khusus baik aktivasi kimia maupun fisika untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas. Karbon aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan. Struktur pori berhubungan dengan luas permukaan, semakin kecil pori-pori arang aktif, mengakibatkan luas permukaan semakin besar. Dengan demikian kecepatan adsorpsi bertambah. Untuk meningkatkan kecepatan adsorpsi, agar menggunakan arang aktif yang telah dihaluskan. Sifat arang aktif yang paling penting adalah daya. Dalam hal ini, ada beberapa faktor yang mempengaruhi daya serap adsorpsi, yaitu:

  1. Sifat Serapan Banyak senyawa yang dapat diadsorpsi oleh arang aktif, tetapi kemampuannya untuk mengadsorpsi berbeda untuk masing- masing senyawa. Adsorpsi akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran molekul serapan dari sturktur yang sama, seperti dalam deret homolog. Adsorbsi juga dipengaruhi oleh gugus fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, struktur rantai dari senyawa serapan.

  2. Temperatur Dalam pemakaian arang aktif dianjurkan untuk mengamati temperatur pada saat berlangsungnya proses. Faktor yang mempengaruhi temperatur proses adsoprsi adalah viskositas dan stabilitas thermal senyawa serapan. Jika pemanasan tidak mempengaruhi sifat-sifat senyawa serapan, seperti terjadi perubahan warna maupun dekomposisi, maka perlakuan dilakukan pada titik didihnya. Untuk senyawa volatil, adsorpsi dilakukan pada temperatur kamar atau bila memungkinkan pada temperatur yang lebih rendah. 3. pH (Derajat Keasaman). Untuk asam-asam organik, adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan, yaitu dengan penambahan asam-asam mineral. Ini disebabkan karena kemampuan asam mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut. Sebaliknya bila pH asam organik dinaikkan yaitu dengan menambahkan alkali, adsorpsi akan berkurang sebagai akibat terbentuknya garam.

  4. Waktu Singgung Bila arang aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu untuk mencapai kesetimbangan. Waktu yang dibutuhkan berbanding terbalik dengan jumlah arang yang digunakan. Selisih ditentukan oleh dosis arang aktif, pengadukan juga mempengaruhi waktu singgung. Pengadukan dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada partikel arang aktif untuk bersinggungan dengan senyawa serapan. Untuk larutan yang mempunyai viskositas tinggi, dibutuhkan waktu singgung yang lebih lama(Simanjuntak,2008)

II.5.I IKATAN KARBON TRIGONAL sp2 DAN DIGONAL sp

  2

1. Orbittal Trigonal sp

  Selain orbital hibrida tetragonal sp3, dua orbital lainnya melengkapi rangkaian blok bangunan elektronik dari semua alotrop karbon dan senyawanya: orbital sp2 dan orbital sp. Orbital sp3 adalah kunci dari senyawa berlian dan alifatik, sedangkan orbital sp2 (atau trigonal) adalah basis dari semua struktur grafit dan senyawa aromatik. Mekanisme hibrid isasi sp2 agak berbeda dengan hibridisasi sp3. Penataan elektron dari kulit L atom dalam keadaan dasar dimodifikasi karena salah satu elektron dari orbital 2s dipromosikan dan dikombinasikan dengan dua electron dari orbital 2p (sehingga diberi tanda sp2) membentuk tiga orbital hybrid sp2 dan satu orbital electron bebas hibridisasi (atau terdelokalisasi) seperti ditunjukkan pada Gambar 5.1 Status valensi sekarang menjadi empat (V4).

  2 Gambar 2.5 Orbital hybrid sp pada atom karbon.

  Bagian yang diarsir merupakan valensi. Pada keadaan dasar terdapat dua electron valensi, sedangkan pada keadaan terhibridisasi terdapat empat electron valensi.

  2 Gambar 2.6 Bentuk planar dari orbital hybrid sp atom karbon

2 Ketiga orbital sp identik berada pada bidang yang sama. Orientasi electron pada

  probabilitas maksimum membentuk sudut 120° satu sama lain seperti ditunjukkan pada Gambar 5.2. Orbital keempat, yaitu elektron p yang tidak terhibridisasi

  2

  terdelokalisasi, diarahkan tegak lurus terhadap bidang orbital tiga sp dan tersedia untuk membentuk ikatan pi (π) dengan atom lainnya.

  2

  2. Ikatan Karbon Covalent sp

  3

  2 Seperti ikatan sp , ikatan sp bersifat kovalen. ikatan ini merupakan iktan

  2

  yang kuat, karena adanya tiga elektron valensi pada orbital sp dan ukuran atom

  2

  yang kecil. Konfigurasi miring dari orbit sp memungkinkan tumpang tindih

  2

  3

  2

  substansial dengan orbital sp lainnya.Seperti orbital sp , orbital sp memiliki arah dan disebut orbital sigma ( ), dan ikatannya disebut ikatan sigma.

Gambar 2.7 Bentuk skematis tiga dimensi struktur grafit

  

2

Setiap atom karbon yang terhibrida sp bergabung dengan dua atom yang

  2

  terhibridisasi sp lainnya membentuk serangkaian struktur heksagonal, semuanya terletak pada bidang sejajar. Gambar 6. menunjukkan bentuk gabungan karbon

  2 yang terhibridisasi sp .

  • Maks. 15 Maks. 25

  mg/g Min. 750 Min. 750

  Adsorbsi iodin telah banyak dilakukan untuk menentukan kapasitas adsorbsi karbon aktif. Penetapan ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan arang aktif untuk menyerap larutan berwarna. Angka iodin didefinisikan sebagai jumlah miligram iodin yang diadsorpsi oleh satu gram karbon aktif. Dimana konsentrasi filtrat adalah 0,02 N, pada metode ini diasumsikan bahwa iodin berada dalam kesetimbangan pada konsentrasi 0,02 N yaitu dengan terbentuknya lapisan tunggal (monolayer) pada permukaan karbon aktif dan inilah yang menjadi alasan mengapa terdapat hubungan antara bilangan iodium dengan luas permukaan spesifik karbon aktif (Jankowska et all 1991). Berdasarkan Standart Industri Indonesia karbon aktif yang baik mampu menyerap iodin minimal 750mg/g (SII).

  12 Kekerasan,% - 80 - Sumber : standar industri indonesia, 1989.

  11 Jarak mesh, % - 90 -

  10 Lolos ukuran mesh 325% - - -

  9 Kerapatan jenis curah g/ml 0,45-0,55 0,30-0,35

  8 Daya serap terhadap biru metilen m/g Min. 60 Min. 120

  7 Daya serap terhadap benzena, %

  6 Karbon aktif murni, % - Min. 80 Min. 65

  2

  5 Daya serap terhadap I

  4 Bagian yang tidak terarang - Tidak ternyata Yidak ternyata

  3 Abu,% - Maks. 2,5 Maks. 10

  2 Air,% - Maks. 4,4 Maks. 15

  C, %

  o

  1 Bagian yang hilang pada pemanasan 950

  No Uraian Satuan Persyaratan Butiran serbuk

Tabel 2.1. Syarat mutu karbon aktif

  • Min. 25 -

II.6. Daya Serap Karbon Aktif

II.7. Karakteristik Karbon 1. Luas permukaan

  1. Surface Area Analyzer (SAA) Luas permukaan karbon dapat diukur menggunakan instumen SSA. Produk karbon aktif yang dihasilkan dianalisis luas permukaannya dengan menggunakan

  

Surface Area Analyzer (SAA). Dengan alat ini, luas permukaan karbon aktif dapat

  langsung diketahui. Sebelum dimasukkan ke dalam alat, sampel karbon aktif harus ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui massanya sehingga nantinya dapat diketahui luas permukaannya setiap 1 gram

  karbon aktif ( Rizka,dkk. 2017 )

Gambar 2.8 Alat Surface Area Analyzer (SAA)

  2. Bilangan Iod Karaktersistik karbon aktif dilakukan menggunakan instrument FTIR dan bilangan iod. Instrumen FTIR menentukan gugus fungsional yang terdapat pada di permukaan karbon,sedangkan bilangan iod menentukan luas permukaan karbon aktif (Mianowski P.et al,2007). (Mianowski P.et al,2007) memperoleh korelasi bilangan iod dengan luas permukaan karbon di sajikan pada gambar

Gambar 2.9 Korelasi antara luas permukaan sesuai metode BET dan

  bilangan iod: karbon aktif medium, , karbon aktif dari contoh Polchar, , karbon aktif dari meta-anthracite, , karbon aktif komersial granular (Norit Hollad, Grfscand poland)

  IN

  Berdasarkan gambar dapat disimpulkan bahwa daerah S < 900 , luas permukaan

  IN BET yang diperoleh dari bilangan iod (S ) sama dengan luas permukaan BET (S ).

  Menurut Mianowski P.et al.(2007). Hubungan S BET dengan bilangan iodin dapat dinyatakan dalam persamaan:

  • -3 SBET = IN.10 N. W = 0,986

  IN ≈ IN (1) MI

  Penentuan Bilangan Iodium (SNI 1995) Sebanyak 0,5 gram arang yang telah diaktivasi, dipindahkan ke dalam wadah yang berwarna gelap dan tertutup. Kedalam wadah dimasukan 50 ml larutan iodium 0,1 N kemudian dikoncok selama 15 menit lalu disaring. Filtat dipipet sebanyak 10 ml ke dalam erlenmeyer kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N jika warna kuning larutan hampir hilang, ditambahkan indikator pati 1 %. Titrasi di lanjut sampai mendapatkan titik akhir (warna biru tepat hilang) (Alfiany et al.

  2013).

3. Bilangan BTB

  Salah satu cara untuk melihat hubungan produsen dan konsumen dalam pemakaian dan produksi karbon dalam air dapat dilakukan dengan Uji Bromtimol Biru. Brom-Thymol Biru merupakan suatu larutan indikator yang berwarna biru dalam larutan basa dan kuning dalam larutan asam. Gas karbondioksida akan membentuk asam jika dilarutkan dalam air. Perubahan warna pada perlakuan disebabkan oleh perubahan kandungan karbondioksi-da yang ada dalam air. Kadar karbondioksida akan berkurang apabila terjadi proses foto-sintesis oleh tumbuhan. Sebaliknya kadar karbondioksida akan meningkat kalau terjadi proses respirasi. Waktu yang diperlukan brom timol biru untuk berubah menjadi kuning bervariasi pada setiap individu. Brom timol biru sering digunakan untuk menguji kandungan gas kar-bon dioksida. Indikator ini akan berubah warna dari biru menjadi hijau kemudian menjadi kuning ketika bercampur dengan sejumlah karbon dioksida yang berbeda. Reaksi yang dihasilkan ini melalui dua tahap. Tahap yang pertama, karbon dioksida akan bereaksi de-ngan air dalam larutan dan menghasilkan asam karbonat. Tahap yang kedua, asam ini ter-campur dengan brom timol biru dan menyebabkan warna birunya berubah menjadi ku-ning. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut. CO2 + H2O H2CO3 (Asam karbonat) Tingkatan dan laju perubahan warna pada indikator menunjukkan banyaknya kar-bon dioksida yang diembuskan dan laju respirasi. Semakin cepat warna berubah dan se-makin kuat warna kuningnya menunjukkan semakin kuat konsentrasi asamnya. Larutan asam yang kuat merupakan petunjuk tingkatan karbon dioksida yang tinggi dalam air.

2. Pori dan distribusi pori

  1. BET(Brunaur,Emmett and Teller) Pencirian karbon aktif ditentukan dengan adsorpsi N2 pada −196 °C (77K), menggunakan alat model BET Sorptometer- 201APC (Zabihi et al. 2010). BET berfungsi untuk mendeteksi permukaan area contoh, menggunakan metode adsorpsi gas N2 pada padatan kemudian data yang diperoleh dihitung menggunakan teori BET.

  Berikut persamaan BET:

  1 = 1 + C.1 x P V a ( P o ) Vm.C Vm.C P o

  Keterangan: Va = volume gas standar keadaan STP (mL) P = tekanan parsial gas (Pa) Po = tekanan uap jenuh (Pa) Vm = volume gas pada lapisan tunggal (mL) C = tetapan gas

3.Morfologi

  1. Scanning Electron Microscope (SEM)

  Untuk mengetahui morfologi dan Scanning Electron Microscope (SEM) adalah EDX karbon aktif.

  alat yang digunakan untuk mempelajari morfologi permukaan objek pada skala yang amat kecil. Prinsip kerja SEM, dengan cara mengalirkan arus pada kawat filamen dan perlakuan pemanasan, sehingga dihasilkan elektron. Elektron tersebut dikumpulkan dengan tegangan tinggi dan berkas elektron difokuskan dengan sederetan lensa elektromagnetik. Ketika berkas elektron mengenai target, informasi dikumpulkan melalui tabung sinar katoda yang mengatur intensitasnya. Setiap jumlah sinar yang dihasilkan dari tabung sinar katoda dihubungkan dengan jumlah target, jika terkena berkas elektron berenergi tinggi dan menembus permukaaan target, elektron kehilangan energi, karena terjadi ionisasi atom dari cuplikan padatan. Elektron bebas ini tersebar keluar dari aliran sinar utama, sehingga terbentuk lebih banyak elektron bebas, dengan demikian energinya habis lalu melepaskan diri dari target. Elektron ini kemudian dialirkan ke unit demagnifikasi dan dideteksi oleh 31detektor dan selanjutnya dicatat sebagai suatu foto (Wagiyo dan Handayani,1997).

  Prinsip kerja dari SEM adalah sebagai berikut:

  1. Sebuah pistol elektron memproduksi sinar elektron dan dipercepat dengan anoda.

  2. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju ke sampel.

  3. Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan diarahkan oleh koil pemindai.

  4. Ketika elektron mengenai sampel maka sampel akan mengeluarkan elektron baru yang akan diterima oleh detektor dan dikirim ke monitor (CRT).

  Secara lengkap skema SEM dijelaskan oleh gambar dibawah ini:

Gambar 2.10 Sekema SEM

4.Gugus Fungsional

  1. FTIR (Fourier Tansform Infrared Spectroscopy) Fourier Tansform Infrared Spectroscopy (FTIR) adalah sebuah teknik yang digunakan untuk mendapatkan spektrum inframerah dari absorbansi, emisi, fotokonduktivitas atau Raman Scattering dari sampel padat, cair dan gas. FTIR digunakan untuk mengamati interaksi molekul dengan menggunakan radiasi elektromagnetik yang berada pada panjang gelombang 0,75-

  1000μm atau pada bilangan gelombang 13.000-10 cm-1. FTIR dapat digunakan untuk menganalisa senyawa organik dan anorganik. Selain itu, FTIR juga dapat digunakan untuk analisa kualitatif meliputi analisa gugus fungsi (adanya ‘peak’ dari gugus fungsi spesifik) beserta polanya dan analisa kuantitatif dengan melihat kekuatan absorbsi senyawa pada panjang gelombang tertentu. Mekanisme yang terjadi pada alat FTIR dapat dijelaskan sebagai berikut. Sinar yang datang dari sumber sinar akan diteruskan, dan kemudian akan dipecah oleh pemecah sinar menjadi duabagian sinar yang saling tegak lurus. Sinar ini kemudian dipantulkan oleh dua cermin yaitu cermin diam dan cermin bergerak. Sinar hasil pantulan kedua cermin akan dipantulkan kembali menuju pemecah sinar untuk saling berinteraksi. Dari pemecah sinar, sebagian sinar akan diarahkan menuju cuplikan dan sebagian menuju sumber. Gerakan cermin yang maju mundur akan menyebabkan sinar yang sampai pada detektor akan berfluktuasi. Sinar akan saling menguatkan ketika kedua cermin memiliki jarak yang sama terhadap detektor, dan akan saling melemahkan jika kedua cermin memiliki jarak yang berbeda. Fluktuasi sinar yang sampai pada detektor ini akan menghasilkan sinyal pada detektor yang disebut interferogram. Interferogram ini akan diubah menjadi spektr IR Jengan bantuan computer berdasarkan operasi matematika.Tahid,1994)

  2. Titrasi Boehm Titrasi Boehm untuk mengetahui jumlah gugus asam dan basa pada permukaan karbon aktif. 0,5 gram karbon aktif ditimbang dan masing-masing dicampur dengan 50 mL 0,05 N larutan NaHCO , Na CO , NaOH (untuk analisa

  3

  2

  3

  sifat asam); dan 50 mL 0,05 N larutan HCl (untuk analisa sifat basa) dalam erlenmeyer. Campuran didiamkan selama 24 jam kemudian karbon aktif dipisahkan dari larutan secara dekantasi. 10 mL larutan NaHCO , Na CO , dan

  3

  2

  3 NaOH hasil pemisahan dititrasi balik dengan 0,05 N larutan HCl yang telah

  distandarisasi dengan larutan Na B4

  7

2 O

  . Sedangkan 10 mL larutan HCl hasil pemisahan dititrasi balik dengan 0,05 N larutan NaOH yang telah distandarisasi

  2

  2

  4 dengan larutan H C O .

II.8. Identifikasi

  II.8.1. Spektrofotometri Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spectrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diadsopsi.

  II.9.2. Spektrofotometer UV-VIS Susunan peralatan spektrofotometer Ultra-Violet dan sinar tampak diperlihatkan pada gambar instrumentasi utama pada UV-VIS

Gambar 2.11 Skema alat spektrofotometer UV-Vis (Harvey, 2000).

  1) Sumber radiasi Sumber energi cahaya yang biasa untuk daerah tampak dari spektum ini maupun daerah ultraviolet dekat dan inframerah dekat adalah sebuah lampu pijar dengan kawat ranbut terbuat dari wolfram. Pada kondisi operasi biasa, keluaran lampu wolfram ini memadai dari sekitar 235 atau 350 nm ke sekitar 3 µm. Energi yang dipancarkan olah kawat yang dipanaskan itu beraneka ragam menurut panjang gelombangnya. Panas dari lampu wolfram dapat merepotkan. Seringkali rumah lampu itu diselubungi air atau didinginkan dengan suatu penghembus angin untuk mencegah agar sampel ataupun komponen lain dari instrumen itu menjadi hangat.

  2) Wadah sampel (cuvet) Kebanyakan spektrofotometri melibatkan larutan dan karenanya kebanyakan wadah sampel adalah sel untuk menaruh cairan kedalam berkas cahaya spektrofotometrer. Cuvet itu haruslah meneruskan energi cahaya dalam daerah spektral yang diminati, jadi cuvet kaca melayani daerah tampak.

  Dalam instrument, tabung reaksi silindris kadang-kadang digunakan sebagai wadah sampel, diletakan secara reprodusible dengan membubuhkan tanda pada salah satu sisi tabung dan tanda itu selalu tetap arahnya tiap kali ditaruh dalam instrument. Cuvet harus diisi sedemikian rupa sehingga berkas cahaya menembus larutan, dengan meniscus terletak seluruhnya diatas berkas. Umumnya cuvet ditahan pada posisinya dengan desain kinematik dari pemegangnya atau dengan jepitas berpegas yang memastikan bahwa posisi tabung dalam ruang cuvet (dari) instrument itu reprodusible.

  3) Monokromator Monokromator ini adalah piranti optis untuk memencilkan suara berkas radiasi dari sumber berkesinambungan, berkas mana mempunyai kemurnian spectral yang tinggi dengan panjang gelombang yang diinginkan. Radiasi dari sumberdifokuskan kecelah masuk, kemudian disejajarkan oleh sebuah lensa atau cermin sehingga suatu berkas sejajar ke unsure pensipersi, yang berupa prisma atau suatu kisi difraksi. Dengan memutar prisma atau kisi itu secara mekanis, aneka porsi spectrum yang dihasilkan oleh insur disperse dipusatkan pada celah keluar, dari situ lewat jalan optis lebih jauh, porsi-porsi itu menjumpai sampel.

  4) Detector Detector dapat memberi respons terhadap radiasi pada berbagai gelombang. Ada beberapa cara untuk mendeteksi substansi yang telah melewati kolom. Metode umum yang mudah dipakai untuk menjelaskan yaitu penggunaan serapan ultra- violet. Banyak senyawa-senyawa organik menyerap sinar UV dari beberapa panjang gelombang. Jumlah cahaya yang diserap akan bergantung pada jumlah senyawa tertentu yang melewati melalui berkas pada waktu itu.

  5) Rekorder Didalam rekorder signal tersebut direkam sebagai spektrum yang berbentuk puncak-puncak. Spektrum adsorpsi merupakan plot natara adsorben sebagai ordinat dan panjang gelomabng sebagai absis (M Rifki Ryanto, 2014)

Gambar 2.12 Alat spektrofometer UV-VIS

II.9. Surfaktan

  Surfaktan atau surface active agent merupakan suatu molekul amphipatic atau amphiphilic yang mengandung gugus hidrofilik dan lipofilik dalam satu molekul yang sama. Secara umum kegunaan surfaktan adalah untuk menurunkan tegangan permukaan, tegangan antarmuka, meningkatkan kestabilan partikel yang terdispersi dan mengontrol jenis formasi emulsi yaitu misalnya oil in water (O/W) atau water in oil (W/O).

  Surfaktan dibagi menjadi empat bagian penting dan digunakan secara meluas pada hampir semua sektor industri modern.

  a) Surfaktan non ionik adalah surfaktan yang tidak bermuatan atau tidak terjadi ionisasi molekul.

  Contoh : ikatan eter pada gugus terlarut, ester, amida, amin, Alkyl poly (ethylene oxide), Alkylphenol poly (ethylene oxide), Kopolymers ofpoly (ethylene oxide) dan poly (propylene oxide) atau Poloxamers / Poloxamines, Alkyl polyglucosides (Octyl glucoside, Decyl maltoside), Fatty alcohols, Cetyl alcohol, Oleyl alcohol, Cocamide MEA, cocamide DEA, Polysorbates (tween 20, Tween 80), Dodecyl dimethylamine oxide, dsb.

  Gambar 2.13.a Representasi surfaktan nonionik

  b) Surfaktan anionik adalah senyawa yang bermuatan negatif dalam bagian aktif permukaan (surface active) atau pusat hidrofobiknya.

  Contoh : karboksilat, ester sulfat, alkil sulfonat, dan anion lainnya yang hidrofil. Perfluorooctanoate (PFOA/PFO), Perfluorooctanesulfonate (PFOS), Sodium dodecyl sulfate (SDS), Ammonium lauryl sulfate, gram alkyl sulfate, Sodium laureth sulfate atau sodium lauryl ether sulfate (SLES), Alkyl benzene sulfonate, sabun atau garam asam lemak.

  Gambar 2.13.b Contoh surfaktan anionik

  c) Surfaktan kationik adalah senyawa yang ditandai dengan adanya muatan positif pada gugus antar muka hidrofobik (hydrophobic suface active) Contoh : senyawa amino, senyawa amonium, alkali tak bernitrogen (sulfonium, fosfonium, dsb), alkali bernitrogen (alkil isotiourea, alkil isourea, dsb). Cetyl trimethylammonium bromide (CTAB) a.k.a. hexadecyl trimethyl ammonium bromide, dan garam alkyltrimethylammonium, Cetylpyridium chloride (CPC), Polyethoxylated tallow amine (POEA), Benzalkonium chloride (BAC), Benzethonium chloride (BZT).

  Gambar 2.13.c Contoh surfaktan kationik.

  d) Surfaktan amfoterik atau amfolitik adalah surfaktan yang mengandung gugus anionik dan kationik, dimana muatannya bergantung kepada pH, pada pH tinggi dapat menunjukan sifat anionik dan pada pH rendah dapat menunjukan sifat kationik. Contoh : ikatan amino dan karboksilat, amino dan ester sulfat, amino dan ester sulfonat, dan ikatan lainnya serta Dodecyl betaine, Cocamidopropyl betaine, Coco ampho glycinate (Swasono et al. 2012).

  Gambar 2.13.d Contoh surfaktan amfoter

  Cetylpyridium chloride (CPC) merupakan surfaktan yang umum digunakan sebagai antiseptik dan disinfektan (Mcdonnell & Russell 1999 dalam Triwibowo et al. 2016). Cetylpyridium chloride dengan formula kimia C

  12 H

  38 ClN, o o

  Molar massa 339,99 g/mol, dengan bentuk solid, dan melting point 77 C (171

  F, 350 K)