CHILD ABUSE KEKERASAN PADA ANAK DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM - Raden Intan Repository

  

CHILD ABUSE KEKERASAN PADA ANAK DALAM

PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM

SKRIPSI

  Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

  Dalam Ilmu Tabiyah dan Keguruan Disusun Oleh :

  Iman Nur Mahmudi : 1311010244 Jurusan : Pendidikan Agama Islam

  

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN RADEN INTAN LAMPUNG

2018/1440

  

CHILD ABUSE KEKERASAN PADA ANAK DALAM

PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM

SKRIPSI

  Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

  Dalam Ilmu Tabiyah dan Keguruan Disusun Oleh :

  Iman Nur Mahmudi : 1311010244 Jurusan : Pendidikan Agama Islam

  Pembimbing I : Prof. DR. H. Syaripudin Basyar, M.Ag Pembimbing II : Drs. H. Alinis Ilyas, M.Ag

  

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN RADEN INTAN LAMPUNG

2018/1439

  ABSTRAK Kekerasan terhadap anak adalah semua bentuk/tindakan perlakuan

menyakitkan secara fisik ataupun emosional, penyalahgunaan seksual,

trafiking, penelantaran, eksploitasi komersial termasuk eksploitasi seksual

komersial anak yang mengakibatkan cidera/kerugian nyata ataupun

potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh

kembang anak atau martabat anak, yang dilakukan dalam konteks hubungan

tanggung jawab, kepercayaan atau kekuasaan.

  Jenis penelitian yang digunakan Penelitian Kualitatif , sementara

Penelitian ini bersifat deskriftif, jenis data dalam penelitian ini terdiri dari 2

jenis data primer dan data skunder, pengumpulan data dilakukan dengan

observasi dan studi kepustakaan, sedangkan pengolahan datanya dengan

menggunakan editing, koding, tabulasi dan interprestasi data adapun analisis

datanya menggunakan analisis kualitatif.

  Kekerasan pada anak (child abuse) merupakan tindakan yang tidak

diperkenakan dalam ajaran agama. Bahkan dalam kegiatan pendidikan,

mengajarkan maupun menanamkan nilai-nilai agama pada anak-anak

dengan cara kekerasan adalah sebuah tindakan kriminal. Sehingga

paradigma seperti ini harus dihindari dan dan diganti dengan metode

pembelajaran yang lebih manusiawi sesuai dengan kodratnya sebagai

manusia. Berangkat dari berbagai penjelasan penulis di atas mengenai

pendidikan agama dan kekerasan pada anak, hendaknya kita juga dapat

mempersiapakan anak sebagai generasi penerus yang kuat dalam segala

aspek yang bersifat positif tanpa harus mengedepankan sisi-sisi kekerasan.

  Dalam Islam, tindakan kekerasan itu diperbolehkan asal ada syaratnya,

yaitu untuk mendidik, untuk disiplin dan jera, bukan untuk disengaja.

Perbuatan itu harus memiliki tujuan dan tidak berlebihan karena Islam

sangat mengutamakan kelemahlembutan dalam mengajarkan anak. Sanksi

dalam hukum Islam, untuk kekerasan pada anak yang disengaja adalah suatu

dosa, mengurangi pahala amal baik.

  

MOTTO

َم ۡوَيۡلٱَو َ َّللَّٱ ْاوُج ۡرَي َناَك هَمِّل ٞةَنَسَح ٌةَو ۡسُأ ِ َّللَّٱ ِلوُسَر يِف ۡمُكَل َناَك ۡدَقَّل

ا ٗريِثَك َ َّللَّٱ َرَكَذَو َرِخٓ ۡلۡٱ

  

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu

(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat

dan dia banyak menyebut Allah.

  (Q.S. Al-Ahzab : 21)

  1

  1

  

PERSEMBAHAN

Dengan segala kerendahan hati baik sebagai hamba Allah dan insan

akademis, Karya tulis yang sederhana ini penulis persembahkan sebagai tanda

cinta kasih untuk: Skripsi ini penulis persembahkan untuk:

  1. Kedua orang tua saya Bapak Kaderi dan Ibu Suyatun, yang senantiasa memberikan kasih sayang, bimbingan, motivasi dan serta doa yang tak pernah putus untuk penulis.

  2. Kakak kandung laki-laki saya Sayid Ahmadi beserta istri Wiwik Setianingsih yang senantiasa selalu memberikan do‟a dan masukannya.

3. Kakak kandung perempuan saya Tatik Apriani dan suami Timan Supriyadi yang senantiasa selalu memberikan do‟a dan motivasinya.

RIWAYAT HIDUP

  Penulis bernama Iman Nur Mahmudi dilahirkan dipekon Gisting Atas, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus pada tanggal 9 Desember 1994, putra ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Kaderi dan Ibu Suyatun, anak pertama berjenis kelamin laki-laki bernama Sayid Ahmadi dan anak kedua berjenis kelamin perempuan yang bernama Tatik Apriani.

  Jenjang Pendidikan penulis dimulai dari SDN 3 Gisting Atas, lulus pada tahun 2006, kemudian melanjutkan studi di Mts Miftakhul Ulum Gisting Atas, dan lulus pada tahun 2009. Lalu melanjutkan studi di MA.MA. (Madrasah Aliyah Mathla‟ul Anwar) Gisting Bawah Kec. Gisting dan lulus pada tahun 2012.

  Kemudian pada tahun 2013 penulis melanjutkan pendidikan S1 ke perguruan tinggi Islam di UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) Raden Intan Lampung pada Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). Demikian daftar riwayat hidup penulis dan dibuat dengan sesungguhya.

KATA PENGANTAR

  Bismillahirrohmannirrohim

  Puji dan syukur penulis panjatkan kehadairat Allah SWT yang telah memberikan hidayah, ilmu pengetahuan, kekuatan dan petunjuk

  • –Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Shalawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat keluarga dan pengikut-Nya yang taat pada ajaran agama-Nya yang telah rela berkorban untuk mengeluarkan umat manusia dari kebodohan menuju kebahagian yang diridhoi oleh Allah SWT yaitu dengan agama Islam.

  Judul skripsi ini “CHILD ABUSE Kekerasaan pada Anak dalam Prespektif Pendidikan Islam”. skripsi ini disusun untuk memenuhi dan melengkapi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah), pada program strata satu (S1) Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.

  Penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan kekeliruan, ini semata-mata karena keterbatasaaan pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Proses penyelesaian skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan, serta saran dari berbagai pihak, oleh karena itu izinkalah penulis menghaturkan ucapan terima kasih yang sedalam dalamnya kepada: 1.

  Bapak Prof. Dr. H. Chairul Anwar, M.Pd selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Intan Lampung

  Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Intan Lampung 3. Bapak Prof Dr. H. Syarifuddin Basyar, M.Ag , selaku pembimbing I yang selalu memebrikan waktunya untuk membimbing penulis

  4. Bapak Drs. H. Alinis Ilyas, M.Ag, selaku pembimbing II yang telah menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan bagi penulis untuk Menyelesaikan skripsi ini 5. Seluruh Dosen dan pegawai Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung yang telah membimbing membantu penulis selama mengkuti perkuliahan

  6. Sahabat – sahabat Fakultas Tarbiyah angkatan 2013 yang sama –sama berjuang dalam memperoleh gelar Strata Satu di Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung 7. Almamater Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Intan Lampung.

  Semoga kita semua selalu dalam lindungan dari Allah SWT. dan juga semoga dengan amal sholeh tersebut mendapat syafaat dari Nabi Muhammad SAW.

  Bandar Lampung, 06 Desember 2018 Penulis

  Iman Nur Mahmudi Npm.13111010244

  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i

ABSTRAK ............................................................................................................. ii

PERSETUJUAN .................................................................................................... iii

PENGESAHAN ..................................................................................................... iv

MOTTO ................................................................................................................. v

PERSEMBAHAN .................................................................................................. vi

RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ........................................................................................... viii

DAFTRA ISI .......................................................................................................... x

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 16 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................... 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Konseptual .................................................................................... 18 1. Child Abuse (kekerasan pada anak) ....................................................... 18 2. Pendidikan Islam .................................................................................... 53 B. Kekerasan pada Anak Perspektif Pendidikan Islam ..................................... 57 BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian .............................................................................................. 62 B. Sumber Data ................................................................................................. 62 C. Tehnik Pengumpulan Data............................................................................ 63 D. Teknik analisis data ...................................................................................... 63

  BAB IV PEMBAHASAN A. Kekerasan pada anak dalam persperktif Pendidikan Islam .......................... 64 B. Solusi terhadap terjadinya Child Abuse (Kerekerasan Pada Anak) menurut

  para cendekiawan muslim ............................................................................ 76

  BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................................... 87 B. Saran ............................................................................................................. 88 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah tunas, potensi, dan generasi penerus cita-cita bangsa,

  memiliki peran strategis dalam menjamin eksistensi bangsa dan negara dimasa mendatang. Agar mereka kelak mampu memikul tanggung jawab itu, maka mereka perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optial, baik fisik, mental, social maupun spiritual. Mereka perlu mendapatkan hak-haknya, perlu dilindungi dan disejahterakan. Karenanya,

  2 segala bentuk tindak kekerasan pada anak perlu dicegah dan diatasi.

  Child Abuse seringkali diidentikkan dengan kekerasan yang tampak seperti

  kekerasan fisikal dan kekerasan seksual, padahal kekerasan yang bersifat psikis dan sosial juga dapat membawa dampak buruk yang bersifat permanen terhadap anak.

  Kejahatan sejak dahulu hingga sekarang selalu mendapatkan sorotan, baik itu dari kalangan pemerintah maupun dari masyarakat itu sendiri. Persoalan kejahatan bukanlah merupakan persoalan yang sederhana terutama dalam masyarakat yang sedang mengalami perkembangan seperti Indonesia ini. Dengan adanya perkembangan itu dapat dipastikan terjadi perubahan tata nilai, dimana 2 perubahan tata nilai yang bersifat positif berakibat pada kehidupan masyarakat yang harmonis dan sejahtera, sedang perubahan tata nilai bersifat negatif menjurus ke arah runtuhnya nilai-nilai budaya yang sudah ada. Hal ini menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru yang menghapus pola-pola lama yang mana akan menimbulkan permasalahan sosial. Problem sosial inilah merupakah salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya kejahatan.

  Kejahatan secara umum adalah perbuatan atau tindakan yang jahat yang dilakukan oleh manusia yang dinilai tidak baik, tercela dan tidak patut dilakukan.

  Simandjuntak menyatakan bahwa “Kejahatan adalah suatu tindakan anti sosial

  yang merugikan, tidak pantas, tidak dapat dibiarkan yang dapat menimbulkan

  3 kegoncangan dalam masyarakat.

  Keluarga sebagai tempat berkumpul dan bernaung bagi penghuninya, begitu juga dengan anak dirumah ia bisa menghabiskan waktunya untuk bermain, menonton TV atau bersantai-santai menghabiskan hari. Dirumah pula seharusnya anak merasakan kasih sayang dan rasa aman, sehingga nantinya tidak menjadi remaja yang menyimpang, selain itu perlu diberikan dukungan, dan penghargaan dari keluarga. Namun, tragisnya di lingkungan keluargalah seringkali menjadi sumber kekerasan bagi sejumlah orang, terutama terhadap anak. Sedemikian

3 B. Simandjuntak, 1981, Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial, Bandung: Tarsito, hlm

  seringnya kekerasan terjadi hingga Wrightsman menyebutkan keluarga sebagai

4 The Cradle of Violence.

  Kejahatan kesusilaan secara umum merupakan perbuatan atau tindakan melanggar kesusilaan atau immoral yang sengaja merusak kesopanan di muka umum atau orang lain tidak atas kemauan, korban, dengan paksaan dan melalui ancaman kekerasan. Undang-undang mengancam pidana bagi siapa saja yang melanggar perbuatan tersebut. Sementara itu, yang dimaksud di muka umum adalah, misal: di gedung-gedung sekolah, sekumpulan orang banyak, tempat- tempat yang dapat di datangi setiap orang dan sebagainya.

  Melalui berbagai media masa dapat diketahui hampir setiap hari terjadi kejahatan dengan berbagai jenisnya. Demikian pula dengan pelaku kejahatan sendiri, siapapun dapat menjadi pelaku dari kejahatan, apakah pelakunya masih anak-anak, orang yang berusia lanjut baik laki-laki ataupun perempuan. Jadi tanpa memandang usia atau jenis kelamin meskipun pada kenyataannya jumlah kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak relatif kecil, namun tidak dapat dipungkiri bahwa kejahatan yang dilakukan anak tersebut terjadi dimana-mana. dapat dipungkiri bahwa kejahatan yang dilakukan anak tersebut terjadi dimana- mana.

4 Awwaludin Tjalla, dkk. 10 Kesalahan Orang Tua & Guru dalam mendidik & solusinya,

  Seperti kejahatan kesusilaan yang dilakukan oleh anak di bawah umur hal ini tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain karena anak tersebut tidak mendapat kasih sayang dari orang tuanya, orang tua lupa diri sebagai orang tua karena terlalu sibuk, juga disebabkan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab, pengaruh lingkungan, kebebasan pergaulan akibat tidak mendapat perhatian orang tua di rumah, adanya film dan video yang lepas sensor, bacaan-bacaan yang dapat merusak jiwa anak tersebut.

  Kemajuan teknologi yang terjadi pada saat ini telah membawa dampak perubahan bagi masyarakat, baik itu dampak yang positif maupun dampak negatif. Kemajuan teknologi menyebabkan komunikasi antara negara menjadi semakin mudah dan lancar, sehingga kebudayaan luar negeri lebih terasa pengaruhnya. Dampak yang paling terasa adalah pada tata budaya, moral, dan tata sosial masyarakat pada umumnya dan pada generasi muda khususnya. Akhir ini banyak terjadi kasus tentang pelecehan seksual terhadap anak, dimana pelakunya adalah orang dewasa dan kebanyakan adalah yang dikenal oleh korban. Cerita tentang dukun cabul di Cirebon, dimana korbannya adalah gadis- gadis ABG (Anak Baru Gede) yang rata-rata umurnya 12 (dua belas) tahun hingga 14 (empat belas) tahun. Cerita guru yang memperkosa muridnya yang terjadi di Buleleng, Bali, kasus Edy Afthan (14 tahun) yang memperkosa Delima (4 tahun) dan Dnc (14 tahun) yang bersetubuh dengan Mega (3 tahun) dan masih banyak lagi. Dalam ilmu jiwa, masa transisi dialami anak mulai usia 10 tahun, dalam bukunya, Soedarsono sependapat dengan Andi Mapiere, yang mengutip Elisabeth B. Harlock, yang membagi usia anak remaja yaitu masa puberitas pada usia 10 tahun atau 12 tahun sampai 13 tahun atau 14 tahun, masa remaja pada usia 13 tahun atau 14 tahun sampai 17 tahun, masa remaja akhir (masa dewasa muda) pada usia 17 tahun sampai 21 tahun.

  5 Pada masa remaja seorang anak mengalami perkembangan sebagai persiapan memasuki masa dewasa, hal ini berdasarkan pendapat tentang remaja.

  Menurut Singgih D. Gunarsa yang mengutip Anna Freud (ahli psikologi) menyatakan: “Andolesensia merupakan suatu masa yang meliputi proses perkembangan dimana terjadi perubahan dalam hal motivasi seksual, organisasi dari suatu ego, dalam hubungan dengan orang tua, orang lain dan cita-cita yang dikerjarnya”.

  Singgih Gunarsa berpendapat,

  “Bahwa pada masa remaja seorang anak mengalami perkembangan psikologi, seksualitas, dan emosionalitas yang mempengaruhi tingkah lakunya, proses perkembangan yang dialami remaja akan menimbulkan permasalahan bagi remaja sendiri dan orang-orang yang berada dekat sekelilingnya”.

  Salah satu masalah yang dihadapi remaja dan menjadi masalah bagi lingkungannya adalah aktivitas seksual yang akhir-akhir ini nampak menjurus pada hal-hal negatif. Dikatakan negatif karena para remaja bersikap dan 5 Baraja, A.Saatnya anak membangkang dan bertingkah laku kasar. (Jakarta: Studia bertingkah laku yang menyimpang, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya berbagai macam perilaku seksual disalurkan dengan sesama jenis kelamin, dengan anak yang belum berumur, dan sebagainya.

  Selain kondisi psikologi, ada juga faktor yang mendorong terjadinya tindak pidana pelecehan seksual oleh anak yaitu adanya pengaruh lingkungan yang tidak baik, bacaan-bacaan yang berbau porno, gambar-gambar porno, film dan

  VCD prono yang banyak beredar di masyarakat. Beredarnya buku bacaan, gambar, film dan VCD porno tersebut dapat menimbulkan rangsangan dan pengaruh bagi yang membaca dan melihatnya, akibatnya banyak terjadi penyimpangan seksual terutama oleh anak usia remaja.

  Aktivitas seksual anak remaja yang menyimpang sangat memprihatinkan karena telah mengarah pada tindakan kriminal yang secara hukum pidana telah menyalai ketentuan undang-undang. Pelecehan seksual yang terjadi pada anak- anak bukanlah suatu kasus baru dalam masyarakat, kebanyakan pelaku kejahatan seksual itu adalah orang dewasa meski tidak sedikit pelakunya adalah anak-anak usia remaja sampai menjelang dewasa

  Perilaku seksual anak akhir-akhir ini telah mengganggu ketertiban umum dalam masyarakat, dan menggelisahkan orang tua. Dalam masyarakat, perilaku anak yang melakukan pelanggaran maupun kejahatan biasa disebut anak nakal. Hal tersebut ialah memperoleh pedoman yang baku dalam hukum pidana yang berkaitan dengan kriteria anak yang melakukan tindakan pidana.

  Berkaitan dengan kriteria anak nakal yang melakukan tindakan pidana menurut Pasal 1 butir 2 UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, adalah anak yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah. Berbeda dengan Pasal 45 KUHP yang menyatakan, bahwa yang belum dewasa adalah anak yang belum berumur 16 (enam belas) tahun. Sedang berkaitan dengan anak menjadi korban pidana,

  6 KUHP mengatur umur anak belum genap 15 (lima belas) tahun.

  Tindak pelecehan seksual oleh anak yang terjadi merupakan suatu masalah yang memerlukan perhatian khusus pemerintah, oleh karena berkaitan dengan moralitas para generasi bangsa. Dalam hal ini pengadilan yang merupakan instansi atau lembaga yang menangani masalah hukum perlu memberikan perhatian terhadap kasus yang berkaitan dengan anak-anak terutama pada kejahatan seksual. Untuk pengadilan perlu memberikan sanksi yang paling tepat pada anak-anak yang melakukan tindak pidana terutama kejahatan seksual. Pemberian atau penjatuhan hukuman dalam perkara anak-anak mempunyai tujuan edukatif dalam pemberian sanksi pada anak. Untuk itu meski tindak pidana dilakukan oleh anak di bawah umur tidak dikenakan pertanggung jawaban pidana atau jarimah-jarimah yang diperbuatnya, akan tetapi ia bisa dijatuhi 6 pengajaran. Pengajaran ini meskipun sebenarnya berupa hukuman juga, akan tetapi tetap dianggap sebagai hukuman pengajaran bukan hukuman pidana. Islam menanamkan dan memegang teguh prinsip kesamaan dihadapan hukum dan perlindungan hukum tanpa diskriminasi dengan begitu jelas dan tegas. Para hakim ditugaskan untuk menjalankan tugas-tugas dengan adil dan tidak berpihak.

  Dalam hukum Islam, ada beberapa pendapat tentang batasan seseorang anak yang dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana. Menurut kebanyakan fuqoha, mereka membatasi usia seorang anak yang dapat dikenakan pertanggung jawaban pidana atas jarimah yang diperbuatnya yaitu setelah anak mencapai usia 15 (lima belas) tahun. Sedang menurut Ahmad hanafi yang mengutip Imam Abu Hanifah, membatasi pada usia 18 (delapan belas) tahun dan menurut satu riwayat

  7 19 (sembilan belas) tahun .

  Namun begitu seorang hakim harus memperhatikan kemampuan pertanggung jawabkan pidana pelaku kejahatan dalam menjatuhkan hukuman.

  Jangan ada keraguan dalam menjatuhkan hukuman, karena hal itu dapat menjadi sebab gugurnya hukuman. Bagaimanapun juga suatu kejahatan harus mendapat imbalan atau hukuman yang sepantasnya, karena hukuman selain dijadikan suatu

  7 balasan atas kejahatan dapat juga sebagai perbaikan dan pencegahan akan

  8

  semakin maraknya tindak kejahatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan, kekerasan pada anak selalu meningkat setiap tahun. Hasil pemantauan KPAI dari 2011 sampai

  2014, terjadi peningkatan yang sifnifikan. “Tahun 2011 terjadi 2178 kasus

  9

  kekerasan, 2012 ada 3512 kasus, 2013 ada 4311 kasus, 2014 ada 5066 kasus,” Selain itu, sambungnya, anak bisa menjadi korban ataupun pelaku kekerasan dengan lokus kekerasan pada anak ada 3, yaitu di lingkungan keluarga, di lingkungan sekolah dan di lingkungan masyarakat. Hasil monitoring dan evaluasi KPAI tahun 2012 di 9 provinsi menunjukkan bahwa 91 persen anak menjadi korban kekerasan di lingkungan keluarga, 87.6 persen di lingkungan sekolah dan 17.9 persen di lingkungan masyarakat. “78.3 persen anak menjadi pelaku kekerasan dan sebagian besar karena mereka pernah menjadi korban kekerasan sebelumnya atau pernah melihat kekerasan dilakukan kepada anak lain dan menirunya,” paparnya. Dia kembali memaparkan, pelaku kekerasan pada anak bisa dibagi menjadi tiga. Pertama, orang tua, keluarga, atau orang yang dekat di lingkungan rumah.

  8 Topa Santopo, 2001, Menggagas Hukum Pidana Islam, Bandung: Asy Syamil dan Grafindo, hlm 103 9 Harian Terbit, oleh Wakil Ketua KPAI, Maria Advianti. Minggu (14/6/2015). Hlm 2.ke hlm

  Kedua, tenaga kependidikan yaitu guru dan orang-orang yang ada di lingkungan sekolah seperti cleaning service, tukang kantin, satpam, sopir antar jemput yang disediakan sekolah. Ketiga, orang yangg tidak dikenal. Berdasarkan data KPAI di atas tersebut, anak korban kekerasan di lingkungan masyarakat jumlahnya termasuk rendah yaitu 17,9 persen.

  Artinya, anak rentan menjadi korban kekerasan justru di lingkungan rumah dan sekolah. Lingkungan yang mengenal anak-anak tersebut cukup dekat.

  Artinya lagi, pelaku kekerasan pada anak justru lebih banyak berasal dari

  10 kalangan yang dekat dengan anak.

  Status dan kondisi anak Indonesia adalah paradoks. Secara ideal anak adalah pewaris dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih dan terus memburuk. Dunia anak yang seharusnya diwarnai oleh kegiatan bermain, belajar, dan mengembangkan minat serta bakatnya untuk masa depan, realitasnya diwarnai data kelam dan menyedihkan. Anak Indonesia masih

  11 terus mengalami kekerasan.

  Kekerasan terhadap anak sering diidentikkan dengan kekerasan kasat mata, seperti kekerasan fisikal dan seksual. Padahal, kekerasan yang bersifat psikis dan social (struktural) juga membawa dampak buruk yang permanen terhadap anak. 10

   diakses 25 maret 2017 11 Karenanya, istilah child abuse atau perlakuan salah terhadap anak bias terentang mulai dari yang bersifat fisik (physical abuse) hingga seksual (sexual abuse) dari yang bermatra psikis (mental abuse) hingga sosial (social abuse) yang berdimensi kekerasan struktural.

  Kekerasan struktural adalah kekerasan sistemik dan tidak tampak, namun secara destruktif melahirkan kemiskinan, kematian dan penderitaan luar biasa, luas dan berjangka panjang terhadap anak. Kekerasan struktural, yang sering disebut sebagai system abuse, dapat berupa praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), kontrol represif, praktik ekonomi monopolistic dan eksploitatif yang merugikan negara, dan pada gilirannya menciptakan kondisi sosial ekonomi yang melahirkan dan menyuburkan akar kemiskinan dan kekerasan sosial terhadap anak. Salah satu potret kekerasan struktural adalah perdagangan anak dan perempuan (child and woman trafficking). Mereka umumnya diperdagangkan untuk diperkerjakan ditempat-tempat ilegal dan

  12 berbahaya, seperti di pertambangan liar, hiburan malam dan pelacuran.

  Permasalahan dari kurang efisiennya berbagai Undang-Undang (UU) maupun Keputusan Presiden (Keppres) adalah sebagai penjamin pelaksanaan perlindungan anak yang ditugaskan dalam peraturan itu tidak memiliki peran, dan hanya berkisar pada kasus dan hukuman, sehingga pihak yang berkepentingan tidak menerima haknya secara wajar. Seandainya hal itu sudah 12 ada maka yang berwajib member perlindungan terhadap kasus menerima perlakuan child abuse benar-benar dilaksanakan, maka tidak ada lagi alasan bagi yang berwajib melindungi pihak tersebut untuk tidak melaksanakan kewajiban

  13 asasinya.

  Terjadinya kekerasan terhadap anak ditengarai karena anak dipandang sebagai objek, sehingga orang tua dapat memperlakukan anaknya sesuai dengan keinginan mereka, termasuk melapiaskan kekesalan pada anak. Anak tidak hanya menjadi korban kekejaman orang tuanya, namun juga menjadi pihak yang paling dirugikan oleh buruknya situasi ekonomi.

  Dari faktor-faktor tersebut, pendidikan adalah faktor yang paling berpengaruh dalam mengurangi child abuse. Hal ini didasari beberapa hal, seperti: 1.

  Sebagai pilar penyangga moral bangsa Masa depan bangsa ada ditangan generasi selanjutnya, karena itu pendidikan anak sangatlah urgen. Dalam hal ini membentuk generasi penerus bangsa haruslah berorientasi kepada pengembangan psikologi yang sehat, berakhlaqul karimah dan berwawasan luas.

2. Media pembentuk mental dan intelektual generasi penerus bangsa

  13

  Generasi penerus bangsa nantinya harus memiliki landasan mental dan intelektual yang baik, sebagaimana diterangkan diatas, hal ini juga berorientasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia bangsa kita.

  Uraian diatas, diperkuat dengan pandangan islam dalam memandang anak sebagai amanat,rahmat,penguji iman,media beramal,bekal di akhirat,unsure kebahagiaan, dan makhluk yang harus dididik, sebagai mana firman allah ;

  

             

   Dan Ibrahim telah Mewasiatkan Ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya

  Allah telah memilih agama ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam" (QS. Al-Baqarah(2) : 132)

  Pada ayat ini sangat jelas dinyatakan bahwa perkataan Ibrahim kepada anaknya untuk terus menerus menjaga dan merawat mereka. Selain dari itu tersirat bagaimana seorang Ibrahim sedang berupaya untuk menciptakan generasi penerus yang berasas pada agama. Disini terlihat jelas bahwa peran orang tua adalah mendidik anaknya dan juga menjadikan proses pendidikan tersebut sebagai edia beribadah kepada Allah. Kemudian ayat selanjutnya ialah :

  

          

  

  Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-

14 Furqaan (25) : 74)

  Pada ayat ini dijelaskan bahwa anak adalah suatu anugerah, rahmat dan pelipur hati. Kemudian peran selanjutnya pendidik ataupun orang tua ialah menjadikan mereka orang yang bertaqwa. Selanjutnya banyak hadist yang menyatakan tentang anak seperti berikut :

  “Kewajiban orang tua kepada anaknya yaitu memberi nama yang bagus, mengajari sopan santun, baca tulis, berenang dan memanah serta mengawinkannya bila ia telah dewasa (HR. Hakim)

  Sebagaimana pada hadist diatas diterangkan bahwa peran orang tua adalah membentuk generasi yang bertakwa, maka pada hadist ini diterangkan proses atau tugas dalam membantu generasi yang bertaqwa tersebut. Pada hadist ini menerangkan peranan orang tua dalam mendidik anak dengan sangat detail, seperti : mendidik untuk berakhlaqul karimah, mengajari untuk belajar, membiayai untuk menuntut ilmu, melatih untuk membentuk fisik yang kuat, menafkahi dan mengawinkannya.

  Sebagai contoh yaitu baginda Nabi Muhammad SAW memberi nama anak- anaknya dengan nama yang bagus, yakni : Anak-anak Rasulullah SAW : a. 14 Abdullah bin Muhammad.

  Ayu Agus Rianti, S.E, Cara Rasulullah Saw. Mendidik Anak, (Jakarta : PT Elex Media b.

  Ibrahim bin Muhammad.

  c.

  Qasim bin Muhammad d.

  Fatimah binti Muhammad.

  e.

  Ruqaiah binti Muhammad.

  f.

  Ummi Kultsum binti Muhammad.

  g.

  Zainab binti Muhammad.

  Kewajiban setiap orang tua memperlakukan anak dengan baik sebagai landasan untuk menciptakan generasi yang bertaqwa, karena bila ia di didik dengan perlakuan yang buruk akan berakibat pada akhlaqnya dikemudian hari. Selain itu rasulullah juga menyatakan kepada uatnya untuk berbuat baik kepada anak, karena jika mengasihi mereka, maka kasih saying tersebut menjadi tirai untuk pelindung dari api neraka. Dari pengarahan hadist ini sangat jelas bahwa dalam mendidik anak haruslah berorientasi pada pembentukan geerasi yang bertaqwa. Begitulah Islam menerangkan di dalam Al-

  Qur‟an ataupun di dalam sunah Nabi, beriringan saling menegaskan untuk tidak berbuat kekerasan

  14 terhadap anak.

  Dari uraian diatas, penulis tertarik untuk mengangkat judul skripsi yaitu :

  CHILD ABUSE (KEKERASAN PADA ANAK) DALAM PERSPEKTIF 14 PENDIDIKAN ISLAM”.

  B. Rumusan Masalah

  Bertitik tolak dari latar belakang di atas maka penulis merumuskan permasalahannya sebagai berikut: Bagaimanakah child abuse (kekerasan pada anak) dalam perspektif pendidikan islam?

  C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.

  Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui Bagaimanakah child abuse (kekerasan pada anak) dalam perspektif pendidikan islam.

  b.

  Untuk mengetahui Bagaimanakah solusi terhadap terjadinya child abuse (kekerasan pada anak) menurut para cendikiawan muslim 2. Manfaat Penelitian

  Adapun yang menjadi kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama

  Islam Negeri Raden Intan Bandar Lampung, sebagai bahan referensi dalam rangka menambah khazanah kepustakaan mahasiswa atau dapat digunakan sebagai penulisan dan pembahasan lebih lanjut yang luas dan kritis.

2. Bagi penulis, dapat memperluas wawasan dan cakrawala berfikir dan sumbangan pemikiran di bidang Pendidikan Agama Islam.

3. Sebagai wahana informasi dan pengetahuan di bidang Pendidikan Agama

  Islam bagi masyarakat dan aktifis-aktifis keagamaan, terlebih bagi lembaga- lembaga keagamaan dan pendidikan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Konseptual 1. Child Abuse (kekerasan pada anak) a. Pengertian Child Abuse (Kekerasaan Pada Anak) Pada awal mulanya istilah tindak kekerasan atau child abuse and

  neglect berasal dan mulai dikenal dari dunia kedokteran sekitar tahun

  1946. Caffey seorang radiologist melaporkan kasus cedera yang berupa gejala-gejala klinik seperti patah tulang panjang yang majemuk (multiple ) pada anak-anak atau bayi disertai pendaharahan subdural tanpa

  fractures

  mengetahui sebabnya (unrecognized trauma). Dalam dunia kedokteran kasus ini dikenal dengan istilah Caffey Syndrome. Henry Kempe menyebut kasus penelantaran dan penganiayaan yang dialami anak-anak dengan istilah Battered Child Syndrome yaitu :”Setiap keadaan yang disebabkan kurangnya perawatan dan perlindungan terhadap anak oleh orang tua atau pengasuh lain.” Disini yang diartikan sebagai tindak kekerasan terhadap anak tidak hanya luka berat saja, tapi termasuk juga luka memar atau pembengkakan sekalipun dan diikuti kegagalan anak

  1

  untuk berkembang baik secara fisik maupun intelektual

1 Bagong Suyanto dan Sri Sanituti, Krisis & Child Abuse, Airlangga University, Surabaya,

  Selain Battered Child Syndrome, istilah lain yang menggambarkan kasus penganiayaan yang dialami anak-anak adalah Maltreatment Syndrome, dimaksudkan selain gangguan fisik seperti di atas, ditambah adanya gangguan emosi anak dan adanya akibat asuhan yang tak memadai. Istilah Child Abuse sendiri dipakai untuk menggambarkan kasus anak-anak di bawah usia 16 tahun yang mendapat gangguan dari orang tua atau pengasuhnya dan merugikan anak secara fisik dan

  2 kesehatan mental serta perkembangann nya.

  Secara teoritis, kekerasan terhadap anak (child abuse) dapat didefenisikan seperti perlakuan fisik, mental, atau seksual yang umumnya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai tanggung jawab terhadap kesejahteraan anak yang mana itu semua diindikasikan dengan kerugian dan ancaman terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak. Contoh paling jelas dari tindak kekerasan yang dialami anak-anak adalah pemukulan atau penyerangan secara fisik berkali-kali sampai terjasi luka atau goresan (scrapes/scratches). Namun demikian perlu disadari bahwa child abuse sebetulnya tidak hanya berupa pemukulan atau penyerangan fisik saja, melainkan juga bisa berupa berbagai bentuk eksploitasi melalui, misalnya pornografi dan penyerangan seksual (sexual assault), pemberian makanan 2 yang tidak layak bagi anak atau makanan kurang gizi (malnutrition), pengabaian pendidikan dan kesehatan (educational and medical neglect)

  3

  dan kekerasan-kekerasan yang berkaitan dengan medis (medical abuse) Mewujudkan keutuhan dalam rumah tangga adalah dambaan setiap orang. Hal itu sangat tergantung pada setiap orang dalam lingkup rumah tangga tersebut untuk memahami perannya, terutama kadar kualitas perilaku dan pengendalian diri setiap orang dalam lingkup rumah tangga tersebut. Keutuhan dan kerukunan rumah tangga dapat terganggu jika kualitas dan pengendalian diri tidak dapat dikontrol, yang pada akhirnya dapat terjadi kekerasan dalam rumah tangga sehingga timbul rasa tidak aman, ketidakadilan, maupun ketidaknyamanan terhadap orang yang berada dalam lingkup rumah tangga.

  Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004, Pasal 1 Poin 1, yang dimaksud dengan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

  Menurut konteks frasa kalimat “terutama perempuan” segaimana 3 dimaksud Pasal 1 poin 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, kiranya dapat dipahami bahwa pada dasarnya dalam kenyataan memang wanita dan anak lebih banyak menjadi korban dalam kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

  Banyak orang tua menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar. Mereka beranggapan kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak. Mereka lupa bahwa orangtua adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam mengupayakan kesejahteraan, perlindungan, peningkatan kelangsungan hidup, dan mengoptimalkan tumbuh kembang anaknya.

  Kekerasan terhadap anak dalam arti kekerasan dan penelantaran adalah: “Semua bentuk perlakuan menyakitkan secara fisik maupun emosional, pelecehan seksual, penelantaran, eksploitasi komersial atau eksploitasi lain yang mengakibatkan cidera atau kerugian nyata ataupun potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak atau martabat anak yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggung jawab, kepercayaan, atau kekuasaan. Sementara pengertian menurut UU Perlindungan Anak Pasal 13 yang dimaksud kekerasan terhadap anak adalah “diskriminasi, eksploitasi baik fisik maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan,

  4

  ketidakadilan, dan perlakuan salah lainnya Menurut WHO, kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang (masyarakat) yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar atau trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan, atau perampasan hak.Kekerasan merupakan perilaku yang tidak sah atau perlakuan yang salah. Kekerasan dapat diartikan sebagai perbuatan yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain dan menyebabkan kerusakan fisik pada orang lain. Kekerasan yang mengakibatkan terjadinya kerusakan adalah kekerasan yang bertentangan dengan hukum. Oleh karena itu, kekerasan dapat dikatakan

  5 sebuah kejahatan.

  Manusia disebut sebagai anak tentu dengan pengukuran atau batasan usia. Kondisi ini tercermin dari perbedaan batasan usia di setiap negara. Setiap negara diberikan peluang untuk menentukan berapa usia manusia yang dikategorikan sebagai anak berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak No 23 Tahun 2002, bahwa anak adalah seseorang

  4 Iin Sri Herlina, “Defenisi Kekerasan Terhadap Anak”, 2010, <http://iin-green.web.id/ 2010/05/ 08/ definisi-kekerasan-terhadap-anak/>, [08-05-2017] 5 Maulana Hassan Wadong, Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta: PT. yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam

  6

  kandungan Secara teoritis, kekerasan terhadap anak (child abuse) dapat didefenisikan seperti perlakuan fisik, mental, atau seksual yang umumnya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai tanggung jawab terhadap kesejahteraan anak yang mana itu semua diindikasikan dengan kerugian dan ancaman terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak. Contoh paling jelas dari tindak kekerasan yang dialami anak-anak adalah pemukulan atau penyerangan secara fisik berkali-kali sampai terjasi luka atau goresan (scrapes/scratches). Namun demikian perlu disadari bahwa child abuse sebetulnya tidak hanya berupa pemukulan atau penyerangan fisik saja, melainkan juga bisa berupa berbagai bentuk eksploitasi melalui, misalnya pornografi dan penyerangan seksual (sexual assault), pemberian makanan yang tidak layak bagi anak atau makanan kurang gizi (malnutrition), pengabaian pendidikan dan kesehatan (educational and medical neglect) dan kekerasan-kekerasan yang berkaitan dengan medis (medical abuse).

  Kekerasan terhadap anak adalah semua bentuk/tindakan perlakuan menyakitkan secara fisik ataupun emosional, penyalahgunaan seksual, trafiking, penelantaran, eksploitasi komersial termasuk eksploitasi seksual komersial anak yang mengakibatkan cidera/kerugian nyata ataupun 6 potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak atau martabat anak, yang dilakukan dalam konteks

  7 hubungan tanggung jawab, kepercayaan atau kekuasaan.

  Prespektif merupakan cara kita memandang dan memaknai setiap fenomena berdasarkan pengalaman yang kita miliki. Setiap fenomena yang ada disekeliling kita ditangkap oleh indera dan di analisa serta diberi makna oleh otak dan akal kita dan akhirnya melahirkan penilaian dan pemaknaan realitas/fenomena sebagai konseptualitas baru melalui sebuah sudut pandang yang menjadi landasan analisa tertentu. Dalam hal ini sangat jelas bahwa perspektif merupakan suatu kumpulan asumsi maupun keyakinan tentang sesuatu hal, dengan perspektif orang akan memandang sesuatu hal berdasarkan cara-cara tertentu, dan cara-cara tersebut berhubungan dengan asumsi dasar yang menjadi dasarinya, unsur-unsur

  8 pembentuknya dan ruang lingkup apa yang dipandangnya.

  Kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa/anak yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap anak yang tak berdaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab/pengasuhnya, yang berakibat penderitaan, kesengsaraan, cacat atau kematian.

  Kekerasan anak lebih bersifat sebagai bentuk penganiayaan fisik 7 dengan terdapatnya tanda atau luka pada tubuh sang anak. Jika kekerasan Abu Huraerah, Kekerasan Terhadap Anak, (Bandung : Nuansa, 2012), hlm 47

  terhadap anak di dalam rumah tangga dilakukan oleh orang tua, maka hal tersebut dapat disebut kekerasan dalam rumah tangga. Tindak kekerasan rumah tangga yang termasuk di dalam tindakan kekerasan rumah tangga adalah memberikan penderitaan baik secara fisik maupun mental di luar batas-batas tertentu terhadap orang lain yang berada di dalam satu rumah; seperti terhadap pasangan hidup, anak, atau orang tua dan tindak kekerasan tersebut dilakukan di dalam rumah.