ANALISIS FIQH SIYASAH TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.04/PUU-VII/2009 TENTANG PENCALONAN MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI ANGGOTA LEGISLATIF - Raden Intan Repository
ANALISIS FIQH SIYASAH TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.04/PUU-VII/2009 TENTANG PENCALONAN MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI ANGGOTA LEGISLATIF Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh: DEWI FORTUNA DM Npm : 1321020003 Jurusan : Siyasah (Hukum Tata Negara) FAKULTAS SYARI’AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG 1439 H / 2017 M
ANALISIS FIQH SIYASAH TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 04/PUU-VII/2009 TENTANG PENCALONAN MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI ANGGOTA LEGISLATIF Skripsi
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh: DEWI FORTUNA DM Npm : 1321020003 Jurusan : Siyasah (Hukum Tata Negara)
Pembimbing I : Dr. H. Khairuddin, M.H Pembimbing II : Hj. Linda Firdawaty, S.Ag., MH
FAKULTAS SYARI’AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG 1439 H / 2017 M
ABSTRAK
Mantan narapidana merupakan seseorang yang pernah dihukum danmenjalani hukuman di lembaga permasyarakatan, namun sesudah selesai menjalani masa hukuman di lembaga permasyarakatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta putusan Mahkamah Konstitusi No.04/PUU-VII/2009 tentang pencalonan mantan narapidana sebagai anggota legislatif dengan persyaratan tidak berlaku untuk jabatan publik yang dipilih (elected
officials ), berlaku terbatas jangka waktunya hanya selama 5(lima) tahun sejak
terpidana selesai menjalani hukumannya, dikecualikan bagi mantan terpidana yang secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana, dan bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang.
Rumusan masalah di dalam skripsi ini adalah mengenai dasar pertimbangan yang digunakan Hakim Mahkamah Konstitusi dan bagaimana analisis fiqh siyasah terhadap putusan Mahkamah Konstitusi No. 04/PUU-VII/2009 tentang pencalonan mantan narapidana sebagai anggota legislatif. Adapun tujuan dalam skripsi ini adalah untuk mengetahui dasar pertimbangan yang digunakan Hakim Mahkamah Konstitusi dan analisis fiqh siyasah terhadap putusan Mahkamah Konstitusi No. 04/PUU-VII/2009 tentang pencalonan mantan narapidana sebagai anggota legislatif.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian pustaka atau library research yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan membaca buku- buku literatur yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang diteliti mengenai pencalonan mantan narapidana sebagai anggota legislatif. Metode pengumpulan data ini adalah dari penelitian ini adalah studi pustaka baik itu bahan primer maupun sekunder, setelah bahan terkumpul secara keseluruhan yang telah diperoleh dari hasil pustaka selanjutnya menggunakan pengolahan data editing (pemeriksa data), coding (penanda data), reconstructing (rekonstruksi data), kemudian dianalisis dalam penelitian menggunakan metode yuridis normatif.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi No. 04/PUU-VII/2009 yang menyatakan memperbolehkan mantan narapidana mencalonkan diri sebagai anggota legislatif apabila memenuhi syarat-syarat tertentu. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut terkait dengan permohonan pengujian terhadap pasal 12 huruf g, pasal 50 ayat 1 huruf g UU Pemilu, dan Pasal 58 huruf f UU Pemda, yang merupakan norma hukum yang inkonstitusional bersyarat.
MOTTO
Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
mendengar lagi Maha Melihat.
(QS. An-Nisaa 58)
PERSEMBAHAN
Sembah sujudku kepada Allah SWT dan shalawat serta salam tercurahkanpada Nabi Muhammad SAW semoga kita mendapatkan syafaatnya. Ucapan terima kasihku semua pihak yang sudah memberikan semangat dan kemudahan dalam penyusunan skripsi ini.
Skripsi ini kupersembahkan kepada : 1. Kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda Ali Mukhsin dan Ibunda Siti Khamnah, atas ketulusan mereka dalam mendidik, membesarkan, dan membimbing penulis dengan penuh kasih sayang, kesabaran serta keikhlasan didala m do‟a sehingga menghantarkan penulis menyelesaikan pendidikan di UIN Raden Intan Lampung.
2. Adik-adikku tersayang, Diana Mutiara Muchsin dan Dewangga Fajar Ramadhan, serta saudara-saudara penulis yang selalu memberi motivasi, dukungan dan semangat yang begitu berharga kepada penulis.
3. Sahabat-sahabat seperjuanganku di UIN Raden Intan Lampung (Nur Laila, Vivi Anggih Kariza dan Puji Rahayu) dan yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang selalu memberikan dukungan, semangat dan dorongan semasa kuliah hingga terselesainya skripsi ini.
4. Almamaterku tercinta UIN RADEN INTAN LAMPUNG
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT,Sang Maha Pencipta semesta alam yang telah memberikan nikat pemahaman, kesehatan, serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini, dengan judul “ANALISIS FIQH SIYASAH TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 04/PUU-VII/2009 TENTANG PENCALONAN MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI ANGGOTA LEGISLATIF” sebagai persyaratan guna mendapatkan gelar sarjana hukum dalam Siyasah (Hukum Tata Negara) Fakultas Syar i‟ah UIN Raden Intan Lampung.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa adanya bimbingan, bantuan, motivasi, dan fasilitas yang diberikan. Untuk ini penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalam kepada semua pihak yang telah membantu baik moril maupun materil sehingga terselesainya skripsi ini, rasa hormat dn terimakasih penulis sampaikan kepada : 1.
Bapak Prof. Dr. H. Moh. Mukri, M. Ag., selaku Rektor UIN Raden Intan Lampung.
2. Bapak Dr. Alamsyah, S.Ag., Selaku Dekan Fakultas Syari‟ah UIN Raden
Intan Lampung, yang telah mencurahkan perhatiannya untuk memberikan ilmu pengetahuan dan wawasan kepada penulis.
3. Bapak Drs. Susiadi AS., M.Sos., I., selaku Ketua Jurusan dan Bapak Frenki.
M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Siyasah Fakultas Syari‟ah UIN Raden Intan Lampung.
4. Bapak Dr. H. Khairuddin, M.H dan Ibu Linda Firdawaty, S.Ag., M.H selaku pembimbing I dan pembimbing II, yang penuh kesabaran memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Seluruh Dosen-dosen Syari‟ah yang telah memberikan pengarahan dan ilmu di bangku kuliah hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Kedua orang tua ayahanda (Ali Mukhsin) dan ibunda (Siti Khamnah) dan adik-adikku tersayang, yang turut mendoakan, mensupport serta mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Pegawai perpustakaan pusat dan Fakultas Syari‟ah yang telah menyediakan waktu dan fasilitas dalam rangka pengumpulan data penelitian ini.
8. Teman-teman sebangku angkatan 2013 Siyasah (Hukum Tata Negara), Nur Laila, Vivi Anggih Kariza, Puji Rahayu, dan sahabat-sahabatku Berti Paramita, Cici Fransiska, Emilia Kontesa, dan Feni Milya, yang telah memberikan motivasi kepadaku, semangat, dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Almamater UIN Raden Intan Lampung tercinta.
Semoga atas bantuan semua pihak baik yang disebutkan maupun yang tidak disebutkan, semoga mendapatkan balasan dari Allah SWT atas kebaikannya selama ini, semoga menjadi amal sholeh, Amin.
Penulis mengakui bahwa dalam penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan karena terbatasnya ilmu yang penulis kuasai. Untuk itu penulis minta maaf apabila dalam penulisan skripsi ini kurang berkenan bagi pembaca semua.
Akhirnya harapan penulis, semoga skripsi ini dapat mendatangkan manfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca yang budiman umumnya, kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.
Bandar Lampung, 02 November 2017 Penulis
Dewi Fortuna DM NPM. 1321020003
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................. iABSTRAK .................................................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... iv
MOTTO ...................................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ....................................................................................................... vi
RIWAYAT HIDUP .................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul ......................................................................................... 1 B. Alasan Memilih Judul ................................................................................ 3 C. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 4 D. Rumusan Masalah ...................................................................................... 11 E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................................... 11 F. Metode Penelitian....................................................................................... 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Hak Politik Warga Negara ......................................................................... 17 1. Pengertian Hak Politik Warga Negara ................................................. 17 2. Dasar Hukum Hak Politik Warga Negara ............................................ 18 3. Bentuk-bentuk Hak Politik Warga Negara .......................................... 19
B.
Hak Politik Mantan Narapidana Sebagai Anggota Legislatif .................... 20 1.
Pengertian Mantan Narapidana ............................................................ 21 2. Hak-hak Politik Mantan Narapidana .................................................... 23 3. Hak dan Kewajiban Pencalonan Mantan Narapidana Sebagai
Anggota Legislatif ................................................................................ 25 C. Hak Politik Warga Negara Dalam Islam .................................................... 29 D.
Hak-hak Umat Dalam Konsep Siyasah Dusturiyah ................................... 32 E. Norma Hukum Tentang Pencalonan Mantan Narapidana Sebagai
Anggota Legislatif Dalam Perspektif Fiqh Siyasah ................................... 34
BAB III PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.04/PUU-VII/2009 A. Gambaran Umum Tentang Putusan Mahkamah Konstitusi No.04/PUU-VII/2009 ................................................................................. 48 1. Pemohon dan Kepentingan Hukum ..................................................... 49 2. Tentang Pokok Perkara ........................................................................ 53 3. Pertimbangan Hakim Dalam Memutuskan Perkara ............................. 56 B. Pendapat Hakim Mahkamah Konstitusi dan Pokok Permohonan.............. 62 C. Amar Putusan ............................................................................................. 65 BAB IV ANALISIS A. Dasar dan Pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi No.04/PUU-VII/2009 ................................................................................. 68 B. Fiqh Siyasah Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi No.04/PUU- VII/2009 Tentang Pencalonan Mantan Narapidana Sebagai Anggota Legislatif ................................................................................................... 71
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................................ 82 B. Saran ........................................................................................................... 83 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran1. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 04/PUU-VII/2009 Tentang Pencalonan Mantan Narapidana Sebagai Anggota Legislatif.
BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul Sebelum menjelaskan secara keseluruhan materi ini terlebih dahulu akan
diberikan penegasan dan pengertian yang terkandung didalamnya agar tidak terjadi kesalahan dan kerancuan perspeksi dalam memahami skripsi ini. Skripsi ini berjudul
“ANALISIS FIQH SIYASAH TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 04/PUU-VII/2009 TENTANG PENCALONAN MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI ANGGOTA LEGISLATIF” , maka perlu ditemukan istilah atau kata-kata penting agar tidak
menimbulkan kesalah-pahaman dalam memberikan pengertian bagi para pembaca sebagai berikut :
1. Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan,dll) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab musabab,
1
duduk perkaranya, dsb). Dalam pengertian lain penguraian suatu pokok atas berbagai bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.Jadi, dapat disimpulkan bahwa analisis adalah suatu cara untuk mengkaji secara lebih
1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat, (Jakarta:
dalam suatu peristiwa atau fenomena yang terjadi untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman yang tepat pula.
2. Fiqh Siyasah adalah ilmu tata negara islam yang secara spesifik membahas tentang seluk-beluk pengaturan kepentingan umat manusia pada umumnya dan negara pada khususnya, berupa penetapan hukum, peraturan, dan kebijakan oleh pemegang kekuasaan yang bernafaskan atau sejalan dengan ajaran islam, guna mewujudkan kemaslahatan bagi manusia dan menghindarkannya dari berbagai kemudaratan yang mungkin timbul dalam
2 kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang dijalankannya .
3. Putusan adalah hasil pemeriksaan dari suatu perkara.
4. Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.
5. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 04/PUU-VII/2009 adalah putusan dari Mahkamah Konstitusi No. 04/PUU-VII/2009 tentang diperbolehkannya mantan narapidana sebagai anggota legislatif.
6. Pencalonan adalah orang yang dicalonkan atau mencalonkan diri menduduki
3 suatu jabatan pimpinan.
4 7. 2 Narapidana orang tahanan atau orang yang ditahan dalam lembaga negara.
Mujar Ibnu Syarif Dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah Doktrin dan Pemikiran Ilmu Politik (Erlangga:
3 Jakarta, 2008), h. 11 4 Departemen Pendidikan Nasional, Op. Cit.h.5128. Mantan Narapidana adalah orang yang pada waktu yang lalu pernah menjalani hukuman pidana karena telah melakukan kejahatan atau orang yang telah dibebaskan dari segala tuduhan dan berhak memperoleh kemerdekaannya
5 kembali.
9. Legislatif adalah sebuah lembaga atau dewan yang memiliki tugas untuk membuat atau merumuskan undang-undang yang dibutuhkan di dalam sebuah
6 negara.
Berdasarkan pengertian diatas dapat dimengerti bahwa, mantan narapidana diperbolehkan mencalonkan sebagai anggota legislatif, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 04/PUU-VII/2009 yang akan dianalisis di dalam fiqh siyasah.
B. Alasan Memilih Judul
Adapun yang menjadi alasan memilih judul skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Secara teoritis, penelitian ini dapat berguna karena untuk menambah pengetahuan serta memperkaya hazanah keilmuan hukum politik islam yang berhubungan dengan syarat pencalonan mantan narapidana sebagai anggota legislatif.
2. Secara praktisnya, penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk diterapkan
5 dalam memenuhi syarat calon mantan narapidana sebagai anggota legislatif. 6 Ibid,
h. 229 M. Iwan Setiawan dan Siti Khoiriah, Ilmu Negara cetakan 1,(Jakarta :PT Raja Grafindo Persada), h.
C. Latar Belakang
Hukum tata usaha negara ialah hukum mengenai susunan, tugas dan
wewenang, dan hubungan kekuasaan satu sama lain, hubungan dengan pribadi- pribadi hukum lainnya, dari alat-alat perlengkapan (jabatan-jabatan) tata usaha negara sebagai pelaksana segala usaha negara (perundang-undangan, pemerintahan, dan peradilan) menurut prinsip-prinsip yang tertinggi (badan
7
legislatif, badan eksekutif, dan badan yudikatif). Badan legislatif adalah lembaga yang membuat undang-undang dan anggota-anggotanya dianggap mewakili rakyat, maka dari itu lembaga ini disebut DPR. Dalam sistem ketatanegaraan badan legislatif meliputi MPR, DPR, dan DPRD yang semuanya mempunyai peranan yang bertujuan melaksanakan fungsi perwakilan, perundang-undangan
8
dan pengawasan. Badan eksekutif adalah biasanya dipegang oleh badan atau lembaga eksekutif, di dalam negara demokratis badan eksekutif biasanya terdiri dari kepala negar seperti raja atau presiden bersama menteri-menterinya. Badan eksekutif yang luas mencangkup para pegawai sipil dan militer. Badan yudikatif adalah kekuasaan mengadili yang dibagi menjadi tiga yakni, Mahkamah Agung
9 (MA),Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY).
7 8 Ni‟matul Huda, Hukum Tata Negara Edisi Revisi,(Jakarta:Raja Grafindo Persada 2005) , h.15 9 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), h. 173
Titik Triwulan Tutik, Pokok-pokok Hukum Tata Negara Pasca Amandemen UUD 1945, (Jakarta:
Negara Indonesia adalah negara kesatuan yakni kekuasaanya terdiri dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemerintah pusat merupakan kekuasaan yang menonjol dalam negara dan tidak ada saingannya dari badan legislatif pusat dalam membentuk undang-undang. Dalam proses dan kegiatan memilih pejabat publik dalam pemerintahan, dilakukan dengan cara pemilihan umum yang melibatkan seluruh rakyat Indonesia untuk menentukan siapa yang berhak menjadi pejabat publik dalam pemerintahan, pemilihan ini biasanya disebut pemilihan umum dan pemilu. Pemilu merupakan bagian dari proses rakyat yang memilih pemimpin negara, selain memilih kepala negara sebagai lembaga ekskutif juga memilih DPR sebagai legislatif. Pada sistem politik telah merubah cara pemilihan, maka harus mencalonkan diri ke KPU dengan syarat-syarat atau kriteria-kriteria yang telah ditentukan oleh undang-undang. Tetapi banyak calon yang dikeluarkan dari daftar pemilihan, karena salah satu syarat yang tidak terpenuhi yaitu syarat tidak pernah dijatuhi hukuman pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun.
Dengan adanya syarat tersebut banyak calon yang merasa dirugikan oleh undang- undang tersebut.
Calon yang merasa dirugikan adalah seorang warga negara Indonesia yang ingin mencalonkan diri sebagai calon legislatif dalam pemilu pada tahun 2009, dia bernama Robertus Adji, karena merasa undang-undang tersebut berlaku undang tersebut ke Mahkamah Konstitusi. Pemohon pada uji materi ini adalah Robertus, calon legislator untuk DPRD kabupaten Lahat Sumatra Selatan dari partai politik PDI Perjuangan yang gagal karena terganjal kasus pidana. Ia gagal menjadi calon legislatif karena ia pernah dipidana selama 9 tahun karena kasus penyimpanan senjata api, perampokan dan penganiayaan berat pada tahun 1976
10 silam.
Undang-undang yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi untuk diuji materi adalah UU No.10 tahun 2008 tentang pemilu DPR, DPD dan DPRD pada pasal 12 huruf g pasal 50 ayat 1 UU No.12 Tahun 2008 tentang Pemda, pasal 58 huruf f berbunyi : “Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan
11
tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih
”
Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa tidak memberikan kesempatan kepada mantan narapidana untuk menduduki jabatan legislatif dan kepala daerah. Padahal dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 (1) “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
12 10 ada kecualinya”
“MantanNarapidana menjadi Calon Legislatif” (On-Line), tersedia di (05
11 Maret 2017)Berarti pasal tersebut menjelaskan bahwa setiap warga negara Indonesia mempunyai hak asasi atau mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan perlakuan yang sama didalam dan dimata hukum, pemerintahan dan hak politik. Yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih (memilih dan dipilih) dalam pemilihan umum, maka dari itu setiap warga negara Indonesia berhak untuk memilih ataupun dipilih tanpa terkecuali.
Berbagai pertimbangan hukum akhirnya Mahkamah konstitusi mengabulkan bersyarat permohonan pengujian 12 huruf g, pasal 50 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD, dan pasal 58 huruf UU No. 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah, dengan putusan MK No.4/PUU-VII/2009.Dengan keputusan tersebut maka peluang mantan narapidana untuk mengikuti perebutan kursi DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) menjadi calon Presiden atau wakil Presiden serta kepala daerah terbuka lebar. Dan pemohon yakni Robertus dapat lega karena upayanya berhasil dan memperjuangkan hak mantan narapidana untuk ikut serta dan terjun kedalam pemerintahan.
Islam memerintahkan dalam menetapkan hukum diantara manusia haruslah berlaku adil, karena kedudukan berlaku adil adalah sebagai prinsip konstitusional dan sebagai poros politik keagamaan. Sebagaimana dituangkan dalam Surah An- 12 Nisa‟: 58 Allah berfirman :
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimannya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum
diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya
Allahmemberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”Dalam pemerintah Islam badan legislatif sudah ada, istilah yang populer dipakai yaitu ahl al-halli wa al- „aqdi, dan Kepala Daerah juga pernah dijumpai, yakni dengan sebutan Amir yang dipakai untuk menyebut penguasa daerah, gubernur dan komandan militer. Istilah ahl al-halli wa al-
„aqdi mulai muncul dalam kitab-kitab para ahli tafsir dan ahli ushul fiqih setelah masa Rasullah SAW.
Mereka berada diantara orang-orang yang dinamakan as-sahabah. Istilah ini dirumuskan oleh ulama fiqih untuk sebutan bagi orang-orang yang bertindak sebagai wakil umat untuk menyuarakan hati nurani mereka. Tugasnya antara lain memilih khalifah, imam, kepala negara secara langsung. Karena itu ahl al-halil wa al- „aqdi juga disebut oleh al-mawardi sebagai ahl al-ihktiyar,walaupun istilah ahl al- halli wa al‟aqdi belum muncul pada masa Rasul, namun dalam praktiknya rasul selalu melakukan musyawarah dengan beragam gambaran dan peristiwa yang semuanya mengukuhkan akan komitmen penguasa dalam islam untuk bermusyawarah dengan dewan permusyawaratan. Dewan inilah yang disebut dengan ahl al-halil wa al- „aqdi yang anggotanya terdiri dari para sahabat.
Merekalah yang mempunyai tugas-tugas keamanan dan pertahanan serta urusan lain yang berkaitan dengan kemaslahatan umat.
Al-Mawardi menentukan syarat-syarat mutlak yang harus dimiliki oleh ahl al-halli wa al- „aqdi adalah bersikap adil, ilmu yang memadai untuk ijtihad, sehat indera (pendengaran, penglihatan, dan lisan), utuh anggota tubuh, wawasan yang memadai untuk mengatur kehidupan rakyat dan mengelola kepentingan umum, dan mempunyai keberanian untuk melindungi rakyat dan mengenyahkan
13
musuh. Tugas mereka tidak hanya bermusyawarah dalam perkara umum kenegaraan, mengeluarkan undang-undang yang belum diatur dalam al- Qur‟an dan hadist serta yang berkaitan dengan kemaslahatan dan melaksanakan peran konstitusional dalam memilih pemimpin saja. Para pemegang kekuasaan sering juga disebut dan wulat al-amri, waliyul amri, dan ulil amri. Yang pertama berarti pemerintah, yang kedua bermakna orang yang memiliki wewenang dan 13 kekuasaan untuk mengemban suatu urusan atau tugas. Dan yang terakhir diartikan
“ Kepemimpinan Dalam Perspektif Pemikiran Politik Islam” (On-Line) tersedia di: dengan para pemimpin dan ahli ilmu pengetahuan. Waliyul amri oleh para ulama disamakan dengan istilah ulil amr. Hal tersebut disebutkan dalam Al- Qur‟an dalam surah An-
Nisa‟ : 59 Allah berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan
ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al- Qur‟an) dan Rasul
(Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Yang demikian itu yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”
Kata amir tidak digunakan oleh al- Qur‟an, yang ada ulil amri. Tapi dalam teks-teks hadis Nabi banyak digunakan kata amir. Hadis-hadis dimaksud menggambarkan pentingnya peranan pemimpin dalam kehidupan masyarakat, ddan pemimpin harus benar-benar memperjuangkan kepentingan rakyat. Awal pemerintahan islam, tugas utama amir pada mulanya sebagai penguasa daerah yaitu pengelola administrasi politik, pengumpulan pajak, dan sebagai pemimpin agama. Kemudian tugasnya bertambah meliputi memimpi akspedisi-ekspedisi militer, menandatangani perjanjian damai, memelihara keamanan daerah taklukan Islam, membangun masjid, Imam dalam Shalat Khatib dalam shalat jum‟at, mengurus administrasi pengadilan dan ia bertanggung jawab kepada khalifah di
14 madinah.
Setelah ditarik kepemerintahan Islam, ternyata praktek yang telah dilaksanakan oleh Indonesia sudah mengalami perkembangan. Jadi prakteknya, yang selama ini berlaku di Indonesia hampir sama dengan Pemerintahan Islam, akan tetapi Indonesia sudah mengalami perkembangan pemikiran dalam mengatur pemerintahannya. Hal itu akan menjadi pertanyaan besar, apakah perkembangan tersebut bertolak belakang dengan konsep islam ataukah tidak. Serta akan menjadi topik yang menarik jika perpolitikan Indonesia khususnya mengenai mantan narapidana menjadi calon anggota legislatif yang akan dibahas secara mendalam berdasarkan analisis fiqih siyasah nantinya dapat menghasilkan konsep baru yang mudah-mudahan bermanfat bagi diri sendiri dan seluruh umat manusia. Untuk itu penulis memilih judul
“ANALISIS FIQIH SIYASAH TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 04/PUU-VII/2009 TENTANG PENCALONAN MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI ANGGOTA 14 LEGISLATIF “.
D. Rumusan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan dalam skripsi ini, maka diberikan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa pertimbangan yang digunakan Hakim Mahkamah Konstitusi dalam putusan Mahkamah Konstitusi No.04/PUU-VII/2009 tentang pencalonan mantan narapidana sebagai anggota legislatif ? 2. Bagaimana analisis fiqh siyasah terhadap putusan Mahkamah Konstitusi
No.04/PUU-VII/2009 tentang pencalonan mantan narapidana sebagai anggota legislatif ?
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulisan untuk mengadakan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengkaji dan memahami dasar hukum dan pertimbangan yang digunakan dalam putusan Mahkamah Konstitusi tentang pencalonan mantan narapidana sebagai anggota legislatif.
2. Untuk mengkaji bagaimana putusan Mahkamah Konstitusi No.04/PUU- VII/2009 tentang pencalonan mantan narapidana sebagai anggota legislatif.
F. Metode Penelitian
Dalam rangka penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode untuk memudahkan dalam pengumpulan, pembahasan dan menganalisa data. Adapun dalam penulisan ini penulis menggunaka metode penelitian sebagai berikut : 1.
Jenis Penelitian dan Sifat Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian Library Research (Penelitian
Pustakaan) dalam penelitian ini mengadakan penelitian pada perpustakaan
yaitu mencari teori-teori, konsep-konsep, generalisasi-generalisi yang
15
dapat dijadikan landasan teori bagi penelitian yang akan dilakukan. Studi ini dimaksudkan untuk mengumpulkan atau memahami data-data sekunder dengan berpijak pada berbagai literatur-literatur dan dokumen yang berkaitan dengan objek penelitian.
b.
Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Oleh karena itu, dalam penelitian ini bahan pustaka merupakan data dasar untuk melakukan penelitian.
2. Jenis Data
Sesuai dengan jenis data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini, maka yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah : a.
Bahan Hukum Primer yaitu bahan-bahan yang mengikat data bahan utama dalam membahas suatu permasalahan. Bahan hukum primer dalam penelitian ini terdiri dari Al-
Qur‟an, Al-hadist, Kitab-kitab fiqh dan KHI b. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan yang menjelaskan bahan hukum 15 primer, seperti buku-buku ilmiah, hasil penelitian dan karya ilmiah. Adapun yang berkaitan dengan data-data tersebut yaitu berupa buku-buku literatureyang berkaitan dengan pembahasan, seperti : sumber data yang diperoleh dari buku-buku dan literature tentang keputusan mahkamah konstitusi no. 04/PUU-VII/2009 yang mengenai tentang pencalonan narapidana sebagai anggota legislatif.
c.
Bahan Hukum Tersier yaitu bahan tambahan atau bahan yang menjelaskan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Adapun bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini yang berupa endikplodia hukum islam dan ilmiah.
3. Metode Pengumpulan Data
Didalam penelitian, lazimnya dikenal paling sedikit tiga jenis alat pengumpualn data yaitu study dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan wawancara dan interview. Mengingat penelitian ini merupakan penelitian Biliographich atau bahan kepustakaan, maka dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi sebagai alat pengumpulan data.
a.
Library research adalah satu cara memperoleh data dengan mempeajari buku-buku di perpustakaan yang merupakan hasil dari peneliti terlebih dahulu. Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan data atau informasi
16 16 dengan beberapa macam materi yang terdapat diruang perpustakaan .
Hadawi Nawawi, MetodologiPenelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
Karena penelitian ini merupakan penelitian pustaka maka penulis mengkaji literature-literature dari perpustakaan yang berkaitan dengan penelitian ini. Sumber data primer dalam penelitian ini yaitu Putusan Mahkamah Konstitusi No. 04/PUU-VII/2009 sedangkan sumber data sekundernya adalah Al-
Qur‟an, Hadist, tafsir, fiqh siyasah dan buku-buku yang mengkaji literature yang memiliki relevansi dengan pembahasan skripsi ini, yaitu buku-buku yang mengkaji tentang pencalonan mantan narapidana sebagai anggota legislatif.
b.
Dokumentasi adalah untuk mencari data mengenai hal-hal untuk variable yang berupa catatan, transkip, buku, surat khabar, majalah dan
17
sebagainya. Dalam penelitian penulis ini, penulis mencari data mengenai putusan MK No.4/PUU-VII/2009, dokumen resmi dan hal-hal lain yang berkaitan dengan permasalahan.
4. Metode Pengolahan dan Analisa Data a.
Metode Pengolahan Data Setelah data terkumpul, tahap selanjutnya adalah mengelolah data tersebut dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Editing
17 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta:1985),
Editing adalah pengecekan terhadap data-data atau bahan-bahan yang telah diperoleh untuk mengetahui catatan itu cukup baik dan dapat segera dipersiapkan untuk kepentingan berikutnya. 2)
Koding Koding adalah usaha untuk membuat klasifikasi terhadap data-data atau bahan-bahan yang telah di proses untuk mengetahui, apakah
18 data-data yang telah diproses sesuai atau tidak.
3) Sistematizing atau sistematisasi
Yaitu “menempatkan data menurut kerangka sistematika bahasan
19
yang dimaksud dalam hal ini yaitu : berdasarkan urutan masalah”, mengelompokkan data secara sitematis data yang sudah diedit dan diberi tanda itu menurut klasifikasi dan urutan masalah.
b.
Metode Analisa Data Untuk menganalisa data dilakukan secara kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
20
tertulis atau lisan dari orang-orang yang dapat diamati. Dalam metode 18 berfikir induktif yaitu berfikir dengan berangkat dari fakta-fakta atau 19 Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat,(Jakarta: Gramedia, 1985) , h.29 20 Suharsimi Arikunto, Op.Cit, h. 29 peristiwa-peristiwa konkrit dari fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa yang khusus itu ditarik generalisasi yang mempunyai sifat umum. Dengan metode ini penulis dapat menyaring atau menimbang data yang telah terkumpul dan dengan metode ini data yang ada dianalisa, sehingga didapatkan jawaban yang benar dari permasalahan. Di dalam analisa data penulis akan mengolah data-data yang diperoleh dari hasil studi kepustakaan. Data-data tersebut akan penulis olah dengan baik dan untuk selanjutnya diadakan pembahasan terhadap masalah-masalah yang berkaitan.
BAB II LANDASAN TEORI A. Hak Politik Warga Negara 1. Pengertian Hak Politik Warga Negara Untuk mendefinisikan hak politik warga negara perlu dipisahkan terlebih
dahulu tentang pengertian hak dan politik. Secara bahasa hak berarti yang benar, tetap dan wajib, kebenaran dan kepunyaan yang sah. Hak juga dapat disebut hak asasi yaitu sesuatu bentuk yang dimiliki oleh seseorang karena kelahirannya,
21
bukan karena diberikan oleh masyarakat atau negara. Sedangkan kata politik berasal dari kata politic (Inggris) yang menunjukkan sifat pribadi atau perbuatan.
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia politik diartikan sebagai ilmu pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan, segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat dan sebagainya) mengenai peme rintahan negara atau terhadap negara lain,
22 kebijakan cara bertindak (dalam menghadapi atau suatu masalah).
Hak politik warga negara merupakan bagian dari hak-hak yang dimiliki oleh warga negara dimana asas warga kewarga negaraannya menganut asas demokrasi. Lebih luas hak politik itu merupakan bagian dari hak turut serta dalam pemerintahan. Sehingga jika hak ini ada dalam suatu negara, maka negara tersebut tidak semestinya mengakui diri sebagai negara demokrasi, pada 21 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat, (Jakarta: 22 Gramedia Pustaka Utama, 2011), h. 115
umumnya mengakomodir hak politik warga negaranya dalam suatu penyelenggaraan pemilihan umum, baik itu bersifat langsung maupun tidak langsung.
2. Dasar Hukum Hak Politik Warga Negara
Politik harus berlandaskan pada hak-hak dasar warga negara, khususnya hak hak berbicara, berkumpul, serta berorganisasi. Politik kewarganegaraan juga memperjuangkan terpenuhnya hak-hak dasar lainnya, termasuk hak sosial- ekonomi dan hak budaya. Dengan alternatif seperti inilah maka paradigma integralistik dapat digantikan dengan seterusnya. Politik kewarganegaraan akan menitikberatkan pada kemandirian serta partisipasi warga negara, baik pada tataran civil society maupun political society, dalam proses menentukan kemaslahatan umum (public goods). Dengan landasan ini, segala bentuk diskriminasi tidak mendapat tempat. Yang dimungkinkan adalah dibuatnya kebijakan-kebijakan affirmative actions bagi mereka yang masih tetinggal, baik
23 karena sebab-sebab struktural maupun non-struktural.
Hak politik warga negara mencangkup hak untuk memilih dan dipilih, penjaminan hak dipilih, penjaminan hak dipilih secara tersurat dalam UUD 1945 mulai Pasal 27 ayat (1) dan (2); Pasal 28, Pasal 28D ayat (3); Pasal 28E ayat
24
(3). Sementara hak memilih diatur dalam Pasal 1 ayat (2); Pasal 2 ayat (1); Pasal 23 Muhammad A.S. Hikam, Politik Kewarganegaraan (Landasan Redemokrasi di Indonesia), 24 (Jakarta:1999), h. 11
Pasal 27 ayat (1): Segala Warga Negara bersamaan kedudukannya di dala hukum dan
25
6A ayat (1); Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 22C ayat (1) UUD 1945. Perumusan pada pasal-pasal tersebut sangat jelas bahwa tidak dibenarkan adanya diskriminasi mengenai ras, kekayaan, agama dan keturunan. Setiap warga negara mempunyai hak-hak yang sama dan implementasi hak dan kewajiban pun harus bersama sama. Konkritisasi dari ketentuan-ketentuan tersebut diatur lebih lanjut dalam peraturan perundan-undangan dibawahnya, sesuai ketentuan yang ada dalam Undang-Undang tentang peraturan perundang-undangan di Indonesia.
3. Bentuk-bentuk Hak Politik Warga Negara
Pemilu adalah sebuah mekanisme politik untuk mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan warga negara. Setidaknya ada empat fungsi Pemilu yang terpenting: legistimasi politik, terciptanya perwakilan politik, sirkulasi elite politik, dan pendidikan politik. Melalui Pemilu, legistimasi pemerintah/penguasa dikukuhkan karena ia adalah hasil pilihan warga negara yang memiliki
Pasal 27 ayat (2): Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.Pasal 28: Kemerdekaan bersirikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan
dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.Pasal 28D ayat (3): Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan.Pasal 28E ayat (3): Setiap oang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan
25 pendapat.
Pasal 1 ayat (2): Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
Pasal 2 ayat (1): Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umumdan diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Pasal 6A ayat (1): Presiden dan Wakil Presiden dipilih melalui Pemilihan Umum Pasal 22C ayat (1): Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui kedaulatan. Keberadaan serta kebijakan yang dibuat oleh pemerintah akan memperoleh dukungan dan sanksi yang kuat karena keduanya berlandaskan sepenuhnya pada aspirasi rakyat dan bukan karena pemaksaan dari atas. Selanjutnya melalui pemilu seleksi kepemimpinan dan perwakilan rakyat
26 dilakukan secara lebih fair karena keterlibatan warga negara.
Bentuk-bentuk hak politik warga negara Indonesia dibidang politik , yaitu:
1. Hak untuk dipilih menjadi anggota eksekutif dan legislatif 2.
Hak untuk memilih anggota eksekutif dan legislatif 3. Hak untuk mempunyai kebebasan ikut serta dalam kegiatan pemerintahan 4. Hak untuk mendirikan partai politik 5. Hak untuk membuat organisasi-organisasi pada bidang politik 6. Hak untuk menyampaikan pendapat yang berupa usulan petisi
Adapun pada tahun 1986 silam, muncul konsep hak asasi manusia yang baru, yaitu mengenai hak untuk pembangunan atau right to development. Hak/atau untuk pembangunan ini mencangkup persamaan hak atau kesempatan untuk maju yang berlaku bagi segala bangsa, dan termasuk hak setiap orang yang hidup
26 sebagai bagian dari kehidupan bangsa tersebut
27
. Yang termasuk hak-hak asasi manusia antara lain:
1. Hak untuk menentukan nasib sendiri 2.
Hak untuk hidup 3. Hak untuk tidak dihukum mati 4. Hak untuk tidak disiksa 5. Hak untuk tidak ditahan secara sewenang-wenang 6. Hak untuk peradilan yang adil, independen, dan tidak berpihak 7. Hak untuk berekpresi atau menyampaikan pendapat 8. Hak untuk berkumpul dan berserikat 9. Hak untuk mendapatkan persamaan perlakuan di depan hukum 10.
Hak untuk memilih dan dipilih B.
Hak Politik Mantan Narapidana Sebagai Anggota Legislatif 1. Pengertian Mantan Narapidana