MENGARUS-UTAMAKAN PRB dalam PEMBANGUNAN

  BAGIAN TIGA MENGARUS-UTAMAKAN PRB dalam PEMBANGUNAN

1. Kabupaten Bener Meriah

   A. Letak dan Topografi

  Kabupaten Bener Meriah terletak antara 40 33' 50” - 40 54' 50” Lintang Utara dan 960 40' 75” - 970 17' 50” Bujur Timur. Batas wilayah Kabupaten Bener Meriah: sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Bieuen, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tengah, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Timur dan di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tengah. Luas wilayahnya mencapai 1.888,70 km2 terbagi menjadi 116 gampong dari tujuh Kecamatan. Ibu Kota Kabupaten berada di Simpang Tiga Redelong. Kabupaten Bener Meriah merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Aceh Tengah berdasarkan UU No 41/2003 pada tanggal 18 Desember 2003. Tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Bener Meriah yang diperingati secara meriah sebagai pesta rakyat.

  B. Posisi Strategis secara Ekologis

  Kabupaten Bener Meriah menempati wilayah yang memiliki pengaruh besar bagi wilayah di bawahnya. Sebagai wilayah yang berada di ketinggian (hulu), secara ekologis memiliki peran penting sebagai pendukung dan penyeimbang fungsi ekologis di wilayah tengah dan hilir. Kabupaten Bener Meriah dan wilayah lain di bagian atas secara langsung maupun tidak menentukan kualitas lingkungan maupun risiko bencana pada wilayah di bawahnya, seperti Kabupaten Bireun, Lhoksuemawe, Aceh Utara, atau Aceh Timur. Bahkan keberadaan kawasan hutan di wilayah Bener Meriah mampu mereduksi emisi global Bumi. Pentingnya kawasan-kawasan hulu seperti Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah, Gayo Luwes dll., dengan sumberdaya berfungsi ekologis penting, memposisikan

JASA EKOLOGIS

  

Jasa ekologis t elah dit empat kan pada posisi sangat st rat egis seiring mulai t umbuhnya kesadaran masyarakat

dunia t erhadap lingkungan hidup. Fungsi-fungsi ekologis, sepert i pengat uran suhu bumi, keberlanjut an

ket ersediaan pangan, air bersih, maupun kebut uhan bahan baku indust ri menempat kan negara-negara pemilik

sumberdaya mendapat kan posisi pent ing. Pepat ah at au sindiran Green Peace, sebuah lembaga lingkungan

t erhadap kerakusan mengeksploit asi SDA t elah t erbukt i kebenarannya.

“ Jika air t erakhir t elah t ercemar, ikan t erakhir t elah t ert angkap dan pohon t erakhir t elah mat i, maka kit a akan

menyadari kalau kit a t idak bisa makan uang” .

  

Hut an bukan hanya kayu. Fungsi hut an selain sumber plasma nut fah, menyedia air bersih, pengendali banjir, juga

berperan sebagai penyeimbang suhu bumi. Tanaman hut an mampu menyerap emisi gas rumah kaca (GRK) yang

dilepas kegiat an indust ri, t ransport asi maupun kegiat an rumah t angga sebagai penyebab ut ama pemanasan

global (global w arming). Unt uk it u, negara-negara indust ri sebagai negara yang mempunyai kemampuan finansial

lebih sekaligus sebagai penyumbang emisi t erbesar harus membayar kompensasi kepada negara-negara pemilik

hut an, khususnya negara berkembang. Pada saat ini sedang berlangsung diskusi/w acana/pembahasan baik di

dalam negeri maupun di t ingkat int ernasional mengenai kompensasi pembayaran melalui skema REDD ( reducing

). Skema kompensasi pembelian carbon melalui pengelolaan hut an emissions f rom deforest at ion and degradat ion

rencananya akan diberlakukan pada t ahun 2012 seiring berakhirnya masa berlakunya Prot okol Kyot o t ent ang

rencana aksi perubahan iklim ( climat e change ).

  

Skema lain yang juga memanfaat kan jasa alam dan lingkungan adalah PES ( ).

  Payment s for Environment al Sevices

Skema PES t idak hanya t erbat as pada kaw asan hut an, t api juga kaw asan lain yang berfungsi menjaga kualit as

lingkungan, t ermasuk danau, daerah aliran sungai, raw a maupun hut an.

  

Dalam UU No 26 t ahun 2007 t ent ang Penat aan Ruang t elah diat ur juga t ent ang jasa lingkungan melalui skema

int ensif dan disint ensif. Penerapan int ensif dan disint ensif sebagai upaya pengendalian pemanfaat an ruang agar

t et ap menjaga daya dukung lingkungan t anpa mengurangi manfaat lain bagi pemilik w ilayah. Dalam Pasal 38

disebut kan :

(1) Dalam pelaksanaan pemanfaat an ruang agar pemanfaat an ruang sesuai dengan rencana t at a ruang w ilayah

dapat diberikan insent if dan/at au disinsent if oleh Pemerint ah dan pemerint ah daerah.

  

(2) Insent if sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, yang merupakan perangkat at au upaya unt uk memberikan

imbalan t erhadap pelaksanaan kegiat an yang sejalan dengan rencana t at a ruang, berupa: a. keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sew a ruang, dan urun saham;

  b. pembangunan sert a pengadaan infrast rukt ur;

  c. kemudahan prosedur perizinan; dan/at au d. pemberian penghargaan kepada masyarakat , sw ast a dan/at au pemerint ah daerah.

(3) Disinsent if sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, yang merupakan perangkat unt uk mencegah,

membat asi pert umbuhan, at au mengurangi kegiat an yang t idak sejalan dengan rencana t at a ruang, berupa: a. pengenaan pajak yang t inggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibut uhkan unt uk mengat asi dampak yang dit imbulkan akibat pemanfaat an ruang; dan/at au b. pembat asan penyediaan infrast rukt ur, pengenaan kompensasi, dan penalt i. (4) Insent if dan disinsent if diberikan dengan t et ap menghormat i hak masyarakat . (5) Insent if dan disinsent if dapat diberikan oleh:

a. Pemerint ah kepada pemerint ah daerah;

  b. pemerint ah daerah kepada pemerint ah daerah lainnya; dan c. pemerint ah kepada masyarakat .

(6) Ket ent uan lebih lanjut mengenai bent uk dan t at a cara pemberian insent if dan disinsent if diat ur dengan perat uran pemerint ah.

Skema lain yang juga menjadi peluang unt uk memperoleh pendapat an dana dari jasa alam dan lingkungan adalah

kew ajiban perusahaan menyediakan dana unt uk pengelolaan lingkungan at au program responsibilit as

perusahaan unt uk kegiat an sosial (corporat e social responsibilit y - CSR). Selain berbagai dukungan program yang sifat nya suka rela dari banyak lembaga sw adaya masyarakat . Pemda maupun masyarakat harus berperan ganda. Mengelola sekaligus menjaga, agar fungsi ekologis tetap berfungsi maksimal. Sebaliknya, menjadi penting mulai dipikirkan sistem pemanfaatan jasa ekologis bagi wilayah-wilayah penerima manfaat (daerah tengah maupun hilir), serta wilayah lain. Sehingga keterbatasan dalam pemanfaatan sumberdaya alam karena menjaga fungsi ekologis dapat tergantikan dengan keuntungan dari jasa ekologis.

C. Potensi

  Tipe tanah padzolik yang mendominasi kawasan Bener Meriah telah menjadikan sebagian kawasan ini sebagai lahan subur dan cocok untuk pengembangan berbagai jenis tanaman holtikultura maupun tanaman keras. Kesuburan tanahnya, memposisikan suku Gayo sebagai penduduk asli yang sangat ulung mengolah tanah pertanian. Kopi merupakan produk unggulan tanah gayo ini yang telah mulai dikembangkan sejak tahun 1908. Daerah Bener Meriah dan Aceh Tengah yang berada di ketinggian lebih dari 1.000 mdpl sangat cocok untuk budidaya kopi, khususnya jenis Arabika. Kedua Kabupaten yang sebelumnya menjadi satu memiliki kebun kopi terluas di Indonesia, 81.000 ha; 42.000 hektar di Kabupaten Bener Meriah dan 39.000 hektar di Aceh Tengah. Dari jumlah penduduk yang tinggal di sana sejumlah 113.193 jiwa, 15.724 jiwa merupakan petani kopi, dengan jumlah produksi 1.151.934 ton/tahun (data tahun 2006). Trend dan kebutuhan terhadap kelestarian lingkungan berjalan seiring dengan pola pertanian kopi di Bener Meriah. Sistem organik yang diterapkan menjadikan produk kopi petani dari Bener Meriah diterima baik di pasar Internasional. Pasar kopi Gayo Mountain Organik Coffee ini antara lain: Amerika, Belanda, dan Jepang.

  Kabupaten ini pun merupakan produsen hortikultura dan sayur-sayuran yang dipasok ke seluruh Aceh. Selain kopi, komoditi lain adalah coklat, kelapa, kelapa sawit, lada, nilam, tembakau dan tebu. Buah-buahan seperti alpokat, durian, nangka maupun markisa pun tumbuh subur. Komoditi pertanian lain adalah padi. Sekalipun bukan merupakan lumbung padi, namun beberapa kawasan di Bener Meriah merupakan areal persawahan. Padi tumbuh subur. Peternakan adalah sektor lain yang juga cukup baik dikembangkan di Kabupaten Bener Meriah. Agro wisata merupakan mimpi Kabupaten Bener Meriah yang menggabungkan keindahan alam dan komoditas unggulan dalam bidang pertanian dan peternakan.

  Keindahan alam berupa hamparan hutan, gunung, sungai maupun beragam budaya menjadikan kabupaten ini pun sangat potensial sebagai kawasan tujuan wisata. Hutan Leuser, gunung api Bur Ni Telong, air terjun Bidin maupun hamparan perkebunan kopi menjadi daya tarik wisata, selain pemandian air panas. Sumberdaya alam yang juga dimiliki Kabupaten Bener Meriah adalah tambang dan mineral. Teridentifikasi potensi tambang di Kabupaten Bener Meriah diantaranya adalah emas, timah hitam, dan tembaga di Blok Lampahan. Potensi tambang lain adalah galian C yang saat ini telah banyak di eksploitasi.

  Hutan yang menutup 60 % kawasan Bener Meriah telah dan akan dimanfaatkan. Salah satu rencana pemanfaatan adalah keluarnya rekomendasi dari Pemerintah Propinsi untuk HTI (hutan tanaman industri) sebagai pemasok kebutuhan bahan baku bubur kertas. Perkebunan kelapa sawit nampaknya masih menjadi primadona untuk ditanam pada kawasan-kawasan yang dianggap cocok bagi pertumbuhannya. Peluang atau kekuatan lain adalah mempertahankan dan melanjutkan pola pertanian yang telah ada dan berkembang menjadi lebih luas. Yakni ingin menjadikan Kabupaten Bener Meriah sebagai sentra organik dan memanfaatkan energi alternatif untuk memenuhi kebutuhan energi listrik yang selama ini dipenuhi melalui tenaga fosil. Potensi panas bumi, sumberdaya air maupun panas matahari dapat menjadi alternatif pemenuhan kebutuhan energi listrik baik berskala mikro maupun makro. Dari penelitian yang ada, panas bumi yang dihasilkan dari gunung api Bur Ni Telong mampu menyediakan energi listrik sebesar 400 Mega Watt. Sedangkan mikro hydro dapat menyediakan paling tidak 2,3 mega watt. Artinya, tenaga listrik yang akan dihasilkan sumberdaya alam terbarukan ini surplus dari kebutuhan energi listrik bagi Kabupaten sebesar 3 Mega watt. Pemanfaatan sumber alam terbarukan yang tidak menghasilkan emisi sejalan dengan trend dunia yang sedang melakukan perang terhadap pemanasan global. Berbagai skema kerjasama dapat mulai dijajaki dan dibangun bersama lembaga atau masyarakat internasional. Satu peluang sekaligus tantangan Kabupaten Bener Meriah untuk menjadi lokomotif dalam melakukan upaya mereduksi pemanasan global atau global warming.

D. Ancaman Bencana

  Kabupaten Bener Meriah memiliki potensi ancaman bencana cukup besar. Daerah berbukit dan bergunung dengan kemiringan yang tinggi berpotensi longsor atau banjir bandang. Demikian juga kehadiran empat gunungapi yang masih aktif. Tingkat kerentanan akan semakin tinggi jika dalam pemanfaatan ruang dan pengelolaan kawasan tidak disertai kajian dampak lingkungan maupun kajian risiko. Alih fungsi kawasan hutan untuk berbagai kepentingan akan menyebabkan fungsi ekologis kawasan berkurang atau bahkan hilang. Demikian juga berbagai aktifitas pertanian pada lahan-lahan dengan kemiringan di atas 30 %, penambangan galian C dapat memicu bencana ketika kapasitas warga masyarakat lebih rendah dibandingkan ancaman yang ada. Praktek pembalakan liar yang masih terjadi di beberapa kawasan hutan pun berpotensi mendatangkan bahaya, baik banjir maupun longsor. Selain konflik satwa dengan masyarakat pinggiran hutan. Ancaman letusan gunungapi di satu sisi, perlu kewaspadaan pada wilayah-wilayah yang masuk pada kawasan bahaya (daya jangkau erupsi).

  Sebagaimana juga wilayah lain di Indonesia, secara alamiah Kabupaten Bener Meriah memiliki kerentanan yang tinggi terhadap bencana. Dari catatan kejadian bencana, ancaman bencana yang terdapat di Kabupaten Bener Meriah adalah :

a. Gempa bumi

  Tatanan geologi dan tektonik Indonesia membentuk jalur gempa dan jalur gunungapi dengan ribuan titik pusat gempa dan ratusan gunungapi yang pernah dan terus berpotensi untuk menjadi ancaman. Gerakan seismik yang kemudian menimbulkan gempa bumi tektonik disebabkan oleh pergeseran di dalam perut bumi. Kabupaten Bener Meriah tidak bebas dari dampak seismik pergeseran lempeng bumi yang menyebabkan gempa bumi. Hampir seluruh wilayah

  Kabupaten Bener Meriah berpotensi terhadap ancaman gempa bumi tektonik. Saat kejadian gempa bumi yang diikuti gelombang tsunami di Aceh dan Sumatra Utara, getaran gempa sampai ke wilayah Bener Meriah. Bahkan beberapa saksi mata menyatakan, danau laut air tawar memuculkan gelombang besar.

  Selain gempa tektonik, keberadaan gunungapi juga dapat memicu gempa vulkanik. Gempa yang disebabkan oleh aktifitas vulkanik.

b. Erupsi gunungapi

  Terdapat empat gunungapi di Kabupaten Bener Meriah. Diantaranya adalah Gunungapi Bur Ni Telong dan Gereudong. Pascagempa 26 Desember 2004, banyak terjadi perubahan pada gunung berapi Bur Ni Telong ini. Perubahan itu merupakan indikasi aktivitas gunungapi ini mengalami peningkatan. Tanda-tanda itu antara lain meningkatanya suhu sekitar gunung berapi menjadi 550 C dari yang sebelumnya berkisar 45-480 C, temperatur air meningkat, kondisi geokimia (kimia tanah) berubah, tumbuhan lingkaran puncak gunung mengering semakin melebar.

  Gunung Gereudong sudah pernah meletus dan kini dalam kondisi pasif. Sedangkan gunung berapi Bur Ni Telong pernah tidak pasif dalam jangka waktu 17 tahun. Gugusan gunungapi di Bener Meriah termasuk kawasan patahan Semangko (sesar Semangko) yang membujur sepanjang pulau Sumatera dan Jawa. Terjadinya patahan yang menyebabkan tumbukan keras di Samudera Indonesia tgl 26 Desember 2004 lalu telah memicu aktifnya sejumlah gunung berapi di Aceh termasuk Bur Ni Telong.

  Ahli gunungapi menyimpulkan, bila gunung Bur Ni Telong meletus, maka akan memuntahkan magma –– batu panas dan material panas dari perut bumi lainnya –– sejauh lima kilometer dari kawahnya. Kawasan (area) radius lima kilometer kategorikan daerah bahaya, sedangkan dalam radius delapan kilometer digolongkan area waspada yang akan ditimpa gelindingan batu, debu, dan hawa panas. Dari penelitian yang teleh dilakukan, ditemukan tiga kawah (cordera) tempat keluarnya magma. Kawah terbesar dan termuda diduga sangat aktif mengarah ke bagian tenggara, tepat ke lokasi Kantor Bupati Bener Meriah sekarang. Bila lontaran magma sangat kuat dari perkiraan, maka kantor Bupati juga berada dalam kondisi bahaya.

  Selain letusan, ancaman lain gunungapi adalah berupa gempa vulkanik, gas beracun dan banjir lahar dingin.

  )

Gem pa bum i; rum ah yang dibangunan tidak didasarkan konstruksi tahan gem pa dapat m em bahayakan penghuninya akibat

runtuhan bangunan (doc. gem pa dan tsunam i Aceh, 2004-sofyan

  c. Tanah Longsor

  Bencana tanah longsor sering terjadi di daerah yang memiliki derajat kemiringan tinggi, yang diperburuk oleh penataan penggunaan lahan yang tidak sesuai. Longsor umumnya terjadi pada musim basah di mana terjadi peningkatan curah hujan. Namun bukan berarti saat musim kemarau ancaman tanah longsor tidak terjadi. Beberapa pemicu terjadinya tanah longsor dapat terjadi tanpa mengenal musim. Sebagai daerah yang didominasi oleh lahan-lahan yang berbukit dan bergunung, Kabupaten Bener Meriah sangat berpotensi terhadap terjadinya tanah longsor. Bahkan kejadian tanah longsor di Kabupaten Bener Meriah tidak mengenal musim. Intensitas terjadinya longsoran, baik di wilayah pemukiman, lahan pertanian maupun menutup badan jalan semakin tinggi saat musim penghujan.

  Kerentanan terhadap tanah longsor akan menjadi lebih tinggi ketika sistem pemanfaatan lahan tidak menyesuaikan kondisi dan struktur tanah. Tanah longsor yang menutup akses masyarakat dengan wilayah lain merupakan ancaman yang cukup serius. Kerentanan masyarakat dalam bentuk ketergantungan yang tinggi terhadap sumberdaya dari luar akan menyebabkan ketergangguan penduduk. Dampaknya, terjadi ketergangguan sistem sosial pada wilayah terisolir. Sekalipun tanah longsor tidak langsung mengenai pemukiman maupun menimbulkan korban jiwa saat longsor terjadi, kejadian ini tetap dikategorikan sebagai bencana.

  d. Angin ribut

  Karakter klimatologi dan meteorologi Indonesia menimbulkan pertukaran musim yang diwarnai depresi tropis sampai dengan badai dan angin topan. Beberapa kawasan di Kabupaten Bener Meriah seperti Kecamatan Permata, Syiah Utama, Bukit, Timang Gajah (2006), pintu Rime Gayo (2007) telah mengalaminya. Hujan yang disertai angin besar telah menyebabkan kerusakan serius.

  e. Kabakaran

  Kebakaran hutan dan lahan sudah terjadi sejak dulu, baik disebabkan oleh faktor alam maupun disebabkan oleh kegiatan manusia seperti pembukaan lahan. Namun kecenderungan saat ini, kebakaran hutan dan lahan lebih disebabkan oleh aktifitas manusia. Hal ini terlihat dari titik api (hot spot) yang didominasi pada kawasan perkebunan skala besar (kelapa sawit), maupun kawasan-kawasan yang berdekatan dengan pemukiman.

  Selain kebakaran lahan yang juga terjadi di Kabupaten Bener Meriah seperti di Kecamatan Bandar dan Syiah Utama, kebakaran juga terjadi di pemukiman penduduk. Kebakaran skala luas yang menyebabkan terganggunya sistem sosial, menimbulkan kerugian (jiwa, harta atau lingkungan) serta ketidakmampuan komunitas mengatasi masalahnya sendiri masuk dalam kategori bencana.

  kebakaran hutan dan lahan; m enyum bang carbon penyebab naiknya suhu bum i dan m engancam kehidupan di bum i (doc.

  f. Banjir

  Daerah yang berbukit dan bergunung di Kabupaten Bener Meriah memiliki tingkat kerawanan yang tinggi, khususnya banjir bandang (flash flood). Banjir bandang yang pernah terjadi di Kabupaten Meriah seperti di Kecamatan Bandar dan merusak sejumlah rumah warga tidak lepas dari pemanfaatan ruang yang ada, baik sebagai pemukiman maupun lahan pertanian. Alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian pada kemiringan tertentu menjadi ancaman yang sangat besar pada kawasan dengan topograpi berbukit. Air hujan yang tertahan dan menjadi bendungan pada jalur lintasan air (run off) akan menjadi sangat berbahaya ketika jebol. Air dalam jumlah banyak akan menggelontor secara bersamaan dengan membawa matrial yang sanggup dibawa.

  Menghancurkan apa yang dilewati, termasuk rumah, lahan pertanian, infrastruktur maupun jiwa manusia.

  g. Kekeringan

  Ancaman alam yang lain adalah kerawanan pangan akibat kemarau panjang. Sekalipun kecil kemungkinan untuk wilayah Kabupaten Bener Meriah, namun tetap perlu diwaspadai. Kekeringan selain mengakibatkan krisis pangan karena gagal panen, juga menyebabkan kurangnya ketersediaan air bersih. Dampaknya adalah kualitas kesehatan masyarakat yang buruk. Jika sampai terjadi wabah disentri atau diare yang meluas, maka ini pun masuk dalam katagori bencana.

  Ancaman kekeringan semakin tinggi seiring dengan terjadinya perubahan iklim. Beberapa daerah yang sebelumnya tidak pernah mengalami krisis air bersih atau pangan, bisa jadi menjadi kawasan yang terkena. Untuk itu, memetakan kawasan yang rawan bencana akibat kekeringan menjadi penting dilakukan.

  h. Hama Penyakit Tanaman

  Hama dan penyakit tanaman dapat menyerang tanaman secara besar-besaran sehingga mengakibatkan kerusakan tanaman pertanian dan kegagalan panen, seperti yang pernah terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Hama belalang pernah menyerang wilayah Lampung dan NTT.

  Kabupaten Bener Meriah sebagai sentra holtikultura dan pertanian kopi tidak menutup kemungkinan mengalami itu. Tidak hanya hama belalang atau tikus seperti yang pernah menyerang beberapa wilayah di Indonesia, tapi juga berbagai hama penyakit tanaman lainnya yang dapat mengancam tanaman komoditas petani di Kabupaten Bener Meriah.

  i. Epidemi, Wabah, Kejadian Luar Biasa

  Epidemi, Wabah dan Kejadian Luar Biasa merupakan ancaman yang diakibatkan oleh menyebarnya u penyakit menular yang berjangkit di suatu daerah tertentu. Pada skala besar, epidemi/wabah/KLB dapat mengakibatkan korban jiwa dan meningkatnya jumlah penderita penyakit. Mewabahnya Flu Burung (avian flu) dan Flu Babi telah menggegerkan beberapa wilayah di Indonesia. Dampaknya tidak hanya bagi kesehatan, tapi juga berdampak pada iklim investasi dan pariwisata. Wabah yang juga perlu diwaspadai adalah yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan. Diare, disentri, campak atau demam berdarah merupakan wabah yang kerap melanda beberapa wilayah di Indonesia. Banyaknya penderita kerap membuat fasilitias kesehatan yang tersedia tidak mencukupi. Kondisi ini menyebabkan penduduk terkena wabah semakin menderita. Penanganan yang tidak maksimal dapat menyebabkan kematian.

  

j. Kegagalan Teknologi

  Pada era kemajuan teknologi yang sangat pesat saat ini, banyak dijumpai kecelakaan-kecelakaan yang diakibatkan oleh kelalaian maupun kesalahan desain teknologi. Akibatnya sangat fatal. Selain korban jiwa, juga harta dan kerusakan lingkungan. Kebocoran yang terjadi di pusat nuklir Chernobyl Rusia, misalnya menimbulkan kerugian yang luar biasa. Kawasan tersebut menjadi tertutup karena radiasi radio aktif sampai waktu bertahun-tahun. Kegagalan teknologi transgenik juga merupakan salah satu ancaman potensial berkenaan Negara Indonesia sebagai pasar terbuka bagi berbagai produk pertanian. Sekalipun dalam kebijakan pemerintah telah menggunakan pendekatan kehati-hatian dalam uji coba tanaman transgenik, namun tidak menutup kemungkinan uji coba dilakukan secara illegal.

  k. Pencemaran Lingkungan

  Di negara kita pertumbuhan industri melaju dengan pesat. Akibat dari munculnya industri- industri baru, timbul masalah pencemaran yang dihasilkan dari limbah industri yang dapat mencemari lingkungan, baik melalui udara, tanah maupun air. Adanya potensi tambang emas sangat berpotensi memunculkan pencemaran tanah dan air. Mercuri dan atau arsen sebagai media memisahkan logam emas dengan tanah/batuan jika tidak dikelola dengan baik akan mencemari air bersih yang dikonsumsi warga. Tailing atau limbah pertambangan juga memiliki tingkat racun logam berat yang secara akumulatif dapat merusak kesehatan masyarakat.

  Industri rumah tangga perlu disikapi secara bijak. Kemampuan yang rendah dalam mengelola limbah perlu difasilitasi oleh pemerintah daerah dalam pengelolaan limbahnya. Membuat instalasi air limbah (IPAL) terpadu akan sangat membantu upaya pengelolaan lingkungan sekaligus menjaga usaha masyarakat skala kecil tetap berjalan.

  l. Konflik sosial

  Konflik sosial dapat berupa kerusuhan atau konflik bersenjata. Aceh telah memiliki pengalaman kelam selama puluhan tahun dilanda konflik bersenjata. Tidak saja berbagai infrastruktur menjadi rusak, hancur atau terbengkalai, tapi juga roda kehidupan masyarakat maupun pemerintah menjadi terganggu.

  Keragaman suku, budaya maupun agama merupakan aset Negara. Namun perlu upaya yang terus menerus menjaga keharmonisan dalam menjalankan kehidupan. Konflik antar komunitas maupun unit sosial di atasnya terjadi apabila secara langsung maupun tidak langsung ada upaya saling mengambil aset-aset atau mengganggu proses mengakses aset-aset penghidupan tersebut di atas. Pengambilan aset maupun gangguan atas akses penghidupan dapat dipicu oleh permasalahan lingkungan. Aktifitas komunitas maupun unit sosial di atasnya yang memunculkan permasalahan lingkungan akan menjadi ancaman bagi pihak lain apabila aset-aset penghidupannya dan akses penghidupannya terganggu.

  m. Konflik satwa

  Gangguan satwa liar terhadap kehidupan penduduk merupakan ancaman lain. Jika komunitas masih mampu mengatasi gangguan satwa tersebut dan tidak menimbulkan ketergangguan sistem sosial, masih dapat ditolelir. Namun jika komunitas tidak lagi mampu mengatasi, dan keberadaan satwa liar tersebut mengganggu sistem kehidupan, maka ini merupakan bagian dari bencana. Masuknya satwa liar dalam lingkungan masyarakat disebabkan banyak faktor. Diantaranya adalah karena pemukiman penduduk merupakan jalur lintasan hewan tersebut. Misalnya gajah yang hidup secara berkelompok. Pada priode waktu tertentu, gajah akan kembali lagi pada jalur yang dilewati sebelumnya. Berubahnya habitat lintasan menjadi pemukiman maupun lahan pertanian telah menyebabkan konflik terjadi. Selain itu penyebabnya adalah karena tidak mencukupinya lagi makanan di dalam hutan karena kerusakan lingkungan atau perburuan satwa makanan predator. Harimau dapat memasuki perkampungan dan memakan hewan ternak penduduk. Tidak jarang manusia menjadi korban. Sedangkan monyet ekor panjang (macaca) atau babi hutan lebih dikarenakan makanan atau habitatnya rusak. Banyaknya pemukiman di Kabupaten Bener Meriah yang berbatasan dengan hutan berpotensi terhadap terjadinya konflik satwa liar.

  Catatan peristiwa bencana selama tahun 2007 memperlihatkan kejadian ancaman yang berpotensi menjadi bencana. Diantaranya adalah tanah longsor 10 kali, banjir bandang 6 kali, gempa bumi 2 kali, kebakaran 14 kali, angin topan 10 kali. Kejadian-kejadian tersebut tidak menimbulkan korban jiwa. Dibandingkan tahun 2006, beberapa kejadian tahun 2007 mengalami penurunan. Seperti kebakaran mengalami penurunan yang mencapai 20 kali pada tahun 2006. Namun beberapa peristiwa juga mengalami peningkatan, seperti banjir bandang dan longsor, sebelumnya masing-masing lima kali kejadian, dan angin ribut 13 kali kejadian. Terdapat korban jiwa pada kejadian tahun 2006 sebanyak 13 orang.

2. Mengarus-utamakan PRB dalam Pembangunan

  Pada dasarnya upaya pengurangan risiko bencana (PRB) telah berjalan di Kabupaten Bener Meriah. Namun, upaya tersebut masih bersifat sektoral dan berjalan sendiri-sendiri di masing- masing instansi. Yang perlu dilakukan adalah mengintegrasikan serta memperkuat upaya- upaya PRB dalam satu kerangka besar. Menjadikan PRB sebagai arus utama pembangunan.

  Gajah m asuk kam pung; konflik sat wa dipicu oleh rusaknya ekosistem oleh intervensi m anusia. (sum ber;

  Risiko upaya PRB yang dilakukan secara sektoral, selain memungkinkan terjadinya tumpang tindih, juga bisa jadi memunculkan dampak meningkatnya risiko dari sektor lain yang kurang mendapatkan perhatian. Kurangnya perhatian bisa dikarenakan dianggap bukan menjadi wewenang sektor pelaksana proyek. Salah satu yang banyak terjadi adalah pembangunan fisik berupa pembangunan jalan untuk menghubungkan kawasan- kawasan terisolasi. Membuka keterisolasian wilayah merupakan bagian dari upaya PRB, baik untuk membuka peluang masyarakat memasarkan produknya, membuka akses informasi, pengetahuan dan kemampuan maupun membuka ruang pada pihak lain untuk mendorong proses pengembangan kawasan (investasi). Namun begitu, upaya membuka keterisolasian sebagai bagian dari upaya PRB dapat berimplikasi atau memunculkan dampak negatif jika tidak disertai kajian yang mendalam tentang risiko. Disinilah pentingnya pengitegrasian atau mengarus- utamakan PRB dalam kontek pembangunan. Selain mengkaji rencana pembangunan jalan itu sendiri, juga perlu dikaji dampak lingkungan dan risiko serta penyiapan komunitas atas terbukanya akses setelah jalan tersebut dibangun. Disini dapat disimpulkan, pembangunan jalan bukan hanya sekedar membangun secara fisik jalan itu sendiri dan menjadi wewenang dinas PU, tapi juga perlu ada keterlibatan dinas atau pihak lain, seperti akademisi maupun masyarakat itu sendiri.

  Terbukanya kawasan melalui akses jalan dapat mereduksi meningkatnya risiko. Untuk itu, mungkin dibutuhkan kebijakan khusus yang dapat mencegah dampak negative dari pembukaan jalan tersebut. Misalnya terbuka akses transportasi justru meningkatkan aktifitas pembalakan liar, alih fungsi kawasan hutan dan pertanian, munculnya pemukiman baru pada kawasan konservasi dll. Terbukanya akses kawasan, juga perlu diimbangi dengan penyiapan sumberdaya manusia ditingkat masyarakat. Sehingga masyarakat mampu mengakses atau memiliki posisi tawar yang kuat pada sektor ekonomi (investasi). Strategi dalam pembangunan dengan mengarus-utamakan pengurangan risiko bencana secara ringkas diartikan sebagai pola atau rencana yang sistematis dalam arus keputusan atau tindakan dalam pembangunan (perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi) yang menempatkan pengurangan risiko bencana sebagai landasan berpikir yang mempengaruhi strategi yang ada.

  Untuk menyusun sebuah strategi pembangunan, idealnya disusun sebuah Perencanaan Strategis ( R E N S T R A ) P e m b a n g u n a n Kabupaten Bener Meriah dengan mengarus-utamakan pengurangan risiko bencana. Penyusunan RENSTRA melibatkan seluruh sektor terkait dengan mandat yang jelas dari penanggung jawab instansi. Sekalipun tidak diikuti secara langsung oleh Kepala Dinas, hasil RENSTRA harus mengikat dan menjadi landasan pembangunan di Kabupaten Bener Meriah. Dokumen

  RENSTRA sebagai hasil analisis bersama yang dilandasi data dan informasi yang kuat, akan menghasilkan rencana aksi (action plan) dan pembagian kerja yang mengarah pada satu visi, missi dan tujuan bersama. Dokumen renstra sendiri akan menjadi dokumen penting dalam penyusunan rencana kerja masing-masing instansi.

  Secara ringkas, kebutuhan dalam mengimplementasikan pengarusutamaan PRB dalam pembangunan antara lain ;

A. Komitmen Bersama

  Komitmen untuk menjalankan agenda atau membangun strategi bersama pengurangan risiko bencana mutlak dibutuhkan. Karena komitmen inilah yang melandasi sinergitas dalam menjalankan keberlanjutan dari strategi yang telah tersusun. Tidak lagi menjadi milik satu instansi, tapi menjadi milik bersama, milik Pemerintah Kabupaten Bener Meriah.

  Masyarakat maupun organisasi swadaya masyarakat (LSM), baik LSM Lokal, Nasional maupun internasional yang bekerja di Kabupaten Bener Meriah perlu dilibatkan secara aktif. Selain kelompok bisnis tentunya. Pelibatan pemangku kepentingan selain sebagai bagian dari transparansi, mendapatkan masukan maupun dalam kerangka merumuskan agenda bersama. Komitmen bersama dapat diikat dalam sebuah nota kesepahaman atau bentuk lain. Termasuk mewadahi para pemangku kepentingan dalam sebuah wadah atau forum.

  Untuk menjamin komitmen bersama ini terus berjalan sesuai skenario dan kebutuhan, penting dipikirkan media pengikat, seperti komitmen politik yang mengikat. Komitmen politik kerap dituangkan dalam bentuk nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU). Untuk meng-operasionalkannya, dapat dijabarkan dalam bentuk penyusunan rencana strategis (RENSTRA) yang disusun secara bersama-sama oleh para pemangku kepentingan.

  Sebagai bagian dari menjaga dan memperkuat komitmen bersama adalah dilakukannya pengawasan (monitoring) dan evaluasi. Dari proses ini, akan diketahui tingkat keberhasilan maupun kendala-kendala yang dihadapai. Baik saat perencanaan maupun pelaksanaan dari pengarus-utamaan pengurangan risiko bencana dalam pengelolaan pariwisata.

  Komitmen pemimpin pemerintahan dan legislative merupakan langkah awal, bagaimana arah pembangunan akan dijalankan. Dari komitmen kepala daerah dan pejabat di lingkungan Kabupaten Bener Meriah, akan menciptakan sebuah arah pembangunan yang mengarah pada pemenuhan perlindungan dan keselamatan penduduk, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Komitmen yang tinggi akan melahirkan bebagai kebijakan yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan komitmen itu sendiri.

  B. Kebijakan

  Pengurangan risiko bencana dalam pelaksanaan pembangunan telah menjadi kebutuhan utama. Hal ini karena semakin disadarinya dampak pembangunan yang kerap meningkatkan risiko atau kerentanan baru. Kondisi ini justru mengancam hasil pembangunan itu sendiri. Upaya yang telah dilakukan bertahun-tahun hancur hanya dalam waktu singkat, hitungan menit atau bahkan detik. Demikian juga penderitaan yang dialami penduduk terkena bencana (PTB) yang berkepanjangan. Selain bencana pun akhirnya menciptakan kemiskinan baru. Dampak bencana yang luas, menyebabkan anggaran Negara tersedot dalam kerangka pemilihan dan pembangunan kembali.

  Kondisi ini menciptakan pemahaman, pembangunan yang dilakukan harus berwawasan lingkungan yang secara otomatis juga sebagai upaya PRB. Menjaga fungsi lingkungan secara otomatis juga sebagai upaya mengurangi risiko bencana. Lebih jauh, PRB menjadi media refleksi terhadap sistem pengelolaan lingkungan sendiri. PRB tidak bersifat kaku yang mengharam-kan sebuah kawasan konservasi tidak bisa disentuh sama sekali. PRB pada dasarnya menyeimbangkan fungsi alam dan lingkungan dengan kebutuhan manusia. Harmonisasi tersebut saling disadari dan dijaga melalui berbagai kesepakatan, baik tertulis maupun tidak tertulis disertai penegakan hukum yang kuat.

  Dukungan berupa kebijakan masih menjadi kunci pelaksanaan PRB dalam pembangunan. Sekalipun mainstreaming (pengarus-utamaan) PRB telah menjadi tuntutan dan menjadi trend di tingkat Internasional, namun di Indonesia isu PRB masih tegolong baru. PRB masih dipahami sektoral dan menjadi kewenangan instansi tertentu. Demikian juga dengan kerja-kerja masing- masing bidang. Seperti mitigasi struktural, seolah hanya menjadi bidang kerja Departemen atau Dinas PU atau Departemen atau Dinas Kehutanan. Masuknya beberapa kegiatan dalam instansi lain dianggap sebagai sebuah kebetulan atau melengkapi.

  Kebijakan penanggulangan bencana telah disahkan melalui UU No 24 tahun 2007. Untuk mengoperasionalkan beberapa pasalnya, teleh juga dikeluarkan Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden. Untuk implementasi di level daerah masih dibutuhkan perangkat kebijakan, baik dalam bentuk Peraturan Daerah atau Qanun di tingkat Propinsi Aceh/Kabupaten/Kota maupun surat keputusan kepala daerah. Qanun ini akan menjadi landasar Propinsi Aceh maupun Kabupaten Bener Meriah untuk menjalankan kerja-kerja penang-gulangan bencana secara komprehensip. Termasuk menyelaraskan berbagai kebijakan dan program pembangunan dalam kontek penanggulangan bencana.

  Kebijakan setingkat Undang-undang yang sangat berkaitan erat dengan upaya PRB adalah UU No 26/2007 tentang Penataan Ruang, UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang Penataan Ruang telah dengan tegas mewajibkan pengelolaan ruang atau kawasan memperhatikan aspek ancaman bencana dan pengurangan risiko terhadap dampak bencana. Demikian juga UU PPLH yang sebagai upaya tindakan preventif dan mitigasi bencana.

  Selain UU Penanggulangan Bencana di tingkat Nasional, untuk menjadikan PRB sebagai arus utama dalam pembangunan telah dikeluarkan RAN PRB oleh B A P P E N A S . H a r a p a n n y a , m a s i n g - m a s i n g d a e r a h menterjemahkannya melalui penyusunan RAD PRB oleh B A P P E D A P r o p i n s i a t a u Kabupaten/ kota.

  Sangat disadari, untuk proses penyusunan dua landasan k e b i j a k a n t e r s e b u t membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Dibutuhkan keterlibatan masyarakat, sektor swasta selain lintas sektor di tingkat Pemerintah Daerah sendiri. Dan untuk menjalankan atau untuk memenuhi kebutuhan menyusun rencana strategis (RENSTRA) pembangunan mengarus- utamakan PRB di level Kabupaten Bener Meriah , dapat dilakukan dalam bentuk surat keputusan Kepala Kabupaten (Bupati). Surat keputusan Kepala Kabupaten akan mengikat seluruh instansi pemerintah maupun masyarakat untuk bersama-sama mensinergiskan program kerja yang ada dalam satu kerangka strategis dengan memasukan PRB sebagai arus utama.

  Dari pembahasan RENSTRA, akan memunculkan berbagai kebutuhan mau-pun program yang akan ditindak lanjuti. Jika dibutuhkan kebijakan setingkat Qanun, maka penyusunan kebijakan daerah tersebut menjadi bagian dari program kerja yang akan dilakukan. Salah satunya adalah melakukan analisis kelembagaan penanggulangan bencana (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) atau Qanun tentang penanggulangan bencana. Beberapa kegiatan penting dan harus segera dibuat, dapat menjadi agenda bersama seperti pemetaan kawasan rawan dan komunitas rentan, rencana kontijensi atau rencana kedaruratan, peningkatan kapasitas SDM dan kelembagaan masyarakat, maupun berbagai fasilitas publik yang dirancang sebagai sarana untuk kondisi darurat.

C. Biaya/Anggaran

  Biaya atau anggaran adalah item penting dalam menjalankan sebuah kegiatan. Sebelum menyusun strategi pembangunan yang mengarus-utamakan PRB yang akan melibatkan banyak komponen, dibutuhkan kepastian anggaran untuk menjamin agenda-agenda tersebut dapat dilakukan. Anggaran tersebut, dapat disediakan oleh Pemerintah Daerah sendiri (APBD), Pemerintah Nasional (APBN) atau pihak lain yang berkomitmen mendukung agenda penyusunan RENSTRA atau pelaksanaan dari strategi itu sendiri. Kepastian pembiayaan menjadi penting untuk memastikan seluruh agenda dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan.

  Lebih lanjut, dalam pelaksanaannya dapat dikelola oleh masing-masing instansi penanggung jawab/instansi teknis melalui sebuah sistem koordinasi terpadu. Hal ini untuk melihat sinergis antar bidang yang saling berkaitan. Perlu disadari, PRB masih menjadi “barang baru” di Indonesia. Sekalipun telah berjalan hampir lima tahun atau dua tahun setelah UU PB di sahkan. Untuk menjamin sinergitas seluruh agenda, perlu dipertimbangan membentuk unit kerjasama antar bidang dalam satu wadah (forum lintas instansi). Forum ini melibatkan berbagai instansi yang ada di Kabupaten Bener Meriah ditambah perwakilan masyarakat, akademisi, LSM dan organisasi profesi dan kemasyarakatan maupun kelompok bisnis. Dalam forum ini, akan saling melaporkan hasil atau capaian dari kerja-kerja masing-masing dikaitkan dengan focus kerja bersama. Mengkaji kendala-kendala yang dihadapi sekaligus mencari solusinya. K e b u t u h a n f o r u m d a p a t m e n g g u n a k a n kelembagaan yang telah ada, seperti Satlak PB yang telah ada di Kabupaten Bener Meriah. Namun karena Satlak PB bentuknya ad hoc, maka perlu ditunjuk pelaksana teknis atau pelaksana harian. Berkaitan konsekuensi pembiayaan, baik bentuknya forum atau Satlak PB yang akan memfasilitasi bebagai kebutuhan untuk menjalankan tahap awal PRB, idealnya menggunakan dana pemerintah daerah (APBD). Jika belum teranggarkan, maka dapat diusulkan pada anggaran perubahan. Jika pilihannya forum, maka sifatnya hanya sementara/tidak permanen, sampai ada lembaga pemerintah yang bersifat permanen. RENSTRA akan menjawab dan menjalankan kebutuhan kelembagaan ini termasuk pembiayaannya. Transparansi dan keterbukaan kepada publik dalam penggunaan anggaran untuk PRB merupakan keharusan. Hal ini akan berdampak kepada kepercayaan dan dukungan publik terhadap kegiatan PRB Kabupaten Bener Meriah. Selain itu dengan adanya mekanisme transparansi dan laporan publik akan berdampak kepada kinerja dan efektifitas dalam menjalankan program atau rencana yang telah disekati. Transparansi penggunaan anggaran dana secara tidak langsung juga merupakan usaha untuk mengatasi salah satu akar masalah kerentanan yag secara umum ada di Indonesia.

D. Data-Data PRB

  Kegiatan pengurangan risiko bencana merupakan proses kegiatan yang didasarkan kondisi obyektif. Untuk itu, data dan informasi yang valid merupakan syarat utama dalam menyusun agenda kerja maupun strategi pengurangan risiko bencana. Ancaman bencana bersifat dinamis karena dipengaruhi banyak hal. Dalam kontek penanggulangan bencana, tinggi rendahnya risiko dipengaruhi oleh akar masalah dan faktor dinamis. Kedua faktor tersebut akan mempengaruhi tingkat risiko bencana dari kerentanan dan ancaman yang ada.

  Untuk menyusun strategi pengarusutamaan PRB dalam pembangunan demikian. Data dan informasi bukan berarti harus dilengkapi secara menyeluruh baru agenda dapat disusun dan dijalankan. Belum adanya data ancaman yang berpotensi menjadi bencana (data bahaya atau hazard map), indek risiko atau data kapasitas dan kerentanan warga masyarakat akan menyulitkan penyusunan agenda-agenda PRB dan pendekatannya. Untuk itu, pendataan atau mengumpulan data dan analisis menjadi kerja awal yang harus dilakukan sebelum menyusun kerangka strategis. Data-data dasar yang sebagai acuan menyusun kerangka strategis antara lain: 1) peta bahaya (hazard map), 2) sejarah dan respon kebencanaan, 3) data kajian kemampuan dan kerentanan, baik pada tingkat pemerintah maupun masyarakat, 4) kelembagaan penanggulangan bencana serta kebijakan-kebijakan y a n g b e r h u b u n g a n d e n g a n k e g i a t a n penanggulangan bencana. Keberadaan data-data tersebut sangat penting sebagai pijakan mengetahui inti permasalahan yang ada. Sehingga memudahkan dalam pembahasan dan menarik benang merah dan kesimpulan serta menyusun berbagai skenario dan kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan, baik primer, sekunder maupun tersier serta bagaimana melakukannya.

  Pemetaan dan kajian yang dilakukan secara partisipatif, sekaligus dapat menjadi bagian transfer informasi dan pengetahuan kepada masyarakat. Proses dialog antar pemerintah dan masyarakat akan terjadi, termasuk gagasan-gagasan upaya PRB dari masyarakat. Pengelolan data merupakan kegiatan lanjutan yang harus dilakukan secara terus menerus. Data kebencanaan bersifat dinamis, sehingga secara priodik harus dilakukan pembaharuan atau up date agar data yang ada selalu valid. Pengelolaan data juga penting karena akan dapat digunakan untuk keperluan lainnya. Pengelolaan sistem data baik dilakukan melalui sebuah sitem data base akan memudahkan dalam penggunaan.

3. Langkah-langkah Menuju Pengurangan Risiko Bencana

  Kesadaran atas potensi ancaman bencana, baik yang dipicu oleh alam (seperti gempa bumi, erupsi gunungapi, angin ribut) maupun oleh faktor lain (seperti gabungan atau intervensi manusia: banjir, longsor atau konflik satwa) telah mendorong sikap siaga instansi pemerintah dan masyarakat dalam merespon kejadian bencana. Namun pendekatan penanggulangan bencana di Kabupaten Bener Meriah masih menggunakan pendekatan respon. Kelembagaan penanggulangan bencana melalui Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana (SATLAK PB) baru bergerak setelah adanya kejadian yang diindentifikasikan sebagai bencana. Saat ini (berdasarkan UU No. 24 tahun 2007) telah terjadi pergeseran yang sangat mendasar tentang pengertian dan cara pandang

  £ terhadap bencana serta pendekatan dalam penanggulangan bencana: dari reaktif atau respon darurat menjadi pengurangan resiko (risk reduction) atau £ manajemen risiko (risk management), £ perlindungan penduduk sebagai kewajiban Negara, dan penanggulangan bencana menjadi tanggung jawab bersama, antara pemerintah, masyarakat maupun swasta. Masih memisahkan antara upaya penanggulangan bencana dengan pembangunan menunjukan tingkat kerentanan dari pemerintah maupun masyarakatnya. Karena tujuan dari keduanya salah satu, mendorong meningkatnya kualitas kehidupan masyarakat itu sendiri. Refleksi dan evaluasi dari kejadian bencana yang menghancurkan hasil pembangunan serta menyedot sumber daya Negara untuk menangani dampak bencana merupakan pembelajaran berharga, bagaimana landasan dan arah pembangunan harus dijalankan. Pemanfaatan SDA untuk mendapatkan devisa Negara harus sebanding dengan risiko yang mungkin ditimbulkannya. Atau perlu upaya maksimal menekan risiko dalam pemanfaatan SDA atau pemanfaatan ruang. Komitmen Kepala Pemerintahan merupakan hal mendasar pengembangan PRB berjalan sinergis, di tingkat masyarakat dan pemerintah. Sinergitas tersebut menjadi sangat penting karena upaya-upaya yang dilakukan masyarakat melalui community base disaster risk reduction atau pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat tidak dapat dilepaskan dari dukungan pemerintah. Demikian juga sebaliknya. Upaya PRB atau pembangunan tidak dapat berjalan dengan baik jika tidak mendapat dukungan masyarakat. Untuk mengurangi risiko bencana, perlu diambil langkah-langkah mengarus-utamakan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dalam pembangunan, sebagai berikut:

A. Pemetaan kawasan rawan dan komunitas rentan

a. Pememetaan kawasan rawan bencana