Studi Fenomenologi tentang Dinamika Komunikasi Sosial Pria Metroseksual di Kota Makassar - Repositori UIN Alauddin Makassar

  

‘’STUDI FENOMENOLOGI TENTANG DINAMIKA KOMUNIKASI

SOSIAL PRIA METROSEKSUAL DI KOTA MAKASSAR’’

  

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar

Sarjana Sosial Jurusan Ilmu Komunikasi

pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi

UIN Alauddin Makassar

  

Oleh:

Suci Rachmadani

5070011127

  

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

KATA PENGANTAR

  

ﺎﻧ ﺪﯿﺳ ﻦﯿﻠﺳﺮﻤﻟاو ءﺎﯿﺒﻧﻻا فﺮ ﺷ ا ﻰﻠﻋ مﻼّﺴﻟاو ةﻼّﺼﻟاو ﻦﯿﻤﻟﺎﻌﻟا ّبر ﺪﻤﺤﻟا

.ﻦﯿﻌﻤﺟا ﮫﺑﺎﺤﺻاو ﮫﻟا ﻰﻠﻋو ﷴ

  Segala puji bagi Allah, seru sekalian alam, salawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan Nabi besar Muhammad Saw., para sahabat, keluarga serta pengikut-pengikutnya hingga akhir zaman.

  Penulis menyadari bahwa sejak persiapan dan proses penelitian hingga pelaporan hasil penelitian ini terdapat banyak kesulitan dan tantangan yang di hadapi, namun berkat ridha dari Allah Swt., dan bimbingan dari berbagai pihak maka segala kesulitan dan tantangan yang dihadapi dapat teratasi. Oleh karena itu, lewat tulisan ini penulis mengucapkan terimah kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang turut membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.

  Dari lubuk hati yang terdalam penulis mengucapkan permohonan maaf dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda Baharuddin

  

Tjamo S.Sos yang dengan penuh cinta dan kesabaran serta kasih sayang dalam

  membesarkan serta mendidik penulis yang tak henti-hentinya memanjatkan doa demi keberhasilan dan kebahagiaan penulis, serta kepada kakak dan sahabat- sahabat saya yang tercinta yang selalu memberikan semangat kepada penulis. Begitu pula penulis mengucapkan terima kasih kepada :

  1. Prof. Dr. H. Musafir Pababbari, M. Si, selaku Rektor UIN Alauddin Makasar beserta Wakil Rektor I, II, III, dan IV.

  2. Dr. H. Muhammad Amri, Lc., M.Ag. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar beserta Wakil Dekan I, II, dan III.

  3. Ramsiah Tasruddin S. Ag., M.Si dan Haidir Sihaan M.sos I sebagai Ketua dan Sekertaris Jurusan Ilmu komunikasi UIN Alauddin Makassar.

  4. Dr. Abd Halik selaku Pembimbing I yang telah memberi arahan, koreksi, pengetahuan baru dalam penyusunan skripsi ini, serta membimbing penulis sampai tahap penyelesaian.

  5. Para dosen, karyawan dan karyawati Ilmu komunikasi yang secara konkrit memberikan bantuannya baik langsung maupun tak langsung.

  6. Semua pihak yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan sumbangsih kepada penyusun selama kuliah hingga penyelesaian skripsi ini selesai.

  Akhirnya hanya kepada Allah jualah penulis serahkan segalanya, semoga semua pihak yang membantu, mendapat pahala di sisi Allah Swt., serta semoga skripsi ini bermanfaat bagi khalayak khususnya bagi penulis sendiri.

  Samata, 30 Agustus 2016 Penyusun

  Suci Rachmadani NIM: 50700112127

  

ABSTRAK

Nama : Suci Rachmadani NIM : 50700112127

Judul : Studi Fenomenologi tentang Dinamika Komunikasi Sosial Pria

Metroseksual di Kota Makassar

  Metroseksual merupakan istilah bagi laki-laki yang memiliki perhatian berlebihan pada penampilannya. Mereka senang menjadi pusat perhatian bagi sekelilingnya dan menunjukkan keberadaannya dengan mengenakan pakaian yang bermerek, potongan rambut yang tidak ketinggalan zaman, kulit yang mulus serta hal-hal lain yang umumnya lazim dilakukan wanita. Tujuan penelitian ini: (1) Untuk mengetahui praktik komunikasi sosial pria metroseksual di kota Makassar. (2) Untuk memahami pria metroseksual memaknai diri dan lingkungannya dalam interaksi sosial mereka.

  Penelitian ini menggunakan studi fenomenologi. Pendekatan fenomenologi lebih sistematis, komprehensif, dan praktis sebagai sebuah pendekatan yang berguna untuk menangkap berbagai gejala (fenomena) dalam dunia sosial. Informan dalam penelitian ini adalah lima orang yang berasal dari berbagai profesi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Praktik komunikasi sosial pria metroseksual dengan cara yang sangat memperhatikan etika dalam berkomunikasi. Pria metroseksual di Kota Makassar menggunakan komunikasi verbalnya dengan bahasa yang tepat dalam berkomunikasi dengan lingkungan sosialnya, Pria metroseksual juga menggunakan komunikasi nonverbalnya dengan tepat mulai dari bahasa tubuh, posisi tubuh, isyarat dan bau-bauan. Dengan begitu, lingkungan sekitar dapat dengan mudah memahami apa saja yang disampaikan oleh pria metroseksual di Kota Makassar dan timbal balik (feedback) yang diterima pun bersifat positif. (2) Pria metroseksual memaknai lingkungan sekitarnya dengan menujukkan maksud dan tujuannya berpenampilan. Mereka hanya ingin diakui dan dihargai keberadaannya serta tidak diberi kesan negatif oleh masyarakat.

  

DAFTAR ISI

  KATA PENGANTAR ...............................................................................................i ABSTRAK .................................................................................................................ii DAFTAR ISI..............................................................................................................iii

  BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.................................................................................1 B. Rumusan Masalah ..........................................................................................4 C. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus ...........................................................4 D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...................................................................6 E. Tinjauan Pustaka ............................................................................................7 BAB II: TINJAUAN TEORETIS A. Tentang Pria Metroseksual.............................................................................11 B. Pria Metroseksual dalam Pandangan Islam....................................................15 C. Praktik Komunikasi Sosial .............................................................................16 D. Pria Metroseksual dalam Konsep Teori Interaksi Simbolik ..........................24 BAB III: METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ....................................................................................27 B. Jenis Penelitian...............................................................................................27 C. Lokasi Penelitian............................................................................................28 D. Objek Penelitian .............................................................................................28 E. Subjek Penelitian............................................................................................28 F. Teknik Pengumpulan Data.............................................................................28 G. Teknik Analisis Data......................................................................................39 BAB IV: HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ..............................................................31 B. Hasil Penelitian ..............................................................................................34 C. Pembahasan....................................................................................................57 BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................................................65 B. Implikasi Penelitian........................................................................................66 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Metroseksual merupakan istilah bagi laki-laki yang memiliki perhatian

  berlebihan pada penampilannya. Mereka senang menjadi pusat perhatian bagi sekelilingnya dan menunjukkan keberadaannya dengan mengenakan pakaian yang bermerek, potongan rambut yang tidak ketinggalan zaman, kulit yang mulus serta hal- hal lain yang umumnya lazim dilakukan wanita. Mereka memiliki penghasilan yang tinggi untuk menunjang kebutuhan fisik mereka. Umumnya, mereka tinggal di kota besar yang terdapat banyak tempat belanja, salon, dan tempat kebugaran. Dari segi orientasi seksnya, mereka bisa saja normal,gay, atau biseksual.

  Metroseksual semakin mengemuka, semenjak Euro RSCG mengemukakan

  

hasil risetnya, ”The Future of Man”, yang dilakukan pada Juni 2003 di Amerika

  Serikat dan Inggris. Riset ini berusaha menggali reaksi responden terhadap berbagai topik mulai dari sikap pria terhadap wanita di tempat kerja sampai selebritis wanita yang dianggap pantas menjadi kekasih ideal. Singkatnya, hasil riset mereka menyimpulkan bahwa telah hadir sekelompok pria yang jumlahnya terus bertambah dan melakukan apa yang mereka inginkan, membeli apa yang mereka inginkan, menikmati apa yang mereka inginkan, terlepas dari apakah sebagian orang mungkin menganggap hal ini melenceng dari apa yang sering dilakukan laki-laki pada

  1 umumnya.

1 Hermawan Kertajaya, Metroseksual In Venus: Pahami Perilakunya, Bidik Hatinya,

  Pria metroseksual berusaha untuk memenuhi keinginan mereka agar selalu tampil modis dan trendi serta tidak ketinggalan zaman. Seperti pada setelan pakaian yang mereka kenakan, sepatu, jam tangan, dan assesoris mereka selalu dari brand yang tidak biasa karena mereka menganggap merek-merek terkenal dapat menaikkan status sosial mereka. Sayangnya, mereka ketagihan atau kecanduan akan kemewahan, sehingga mereka hanya peduli dengan kesenangan individualnya tanpa memikirkan lingkungan sosialnya.

  Pria metroseksual berbeda dengan kaum LGBT, dimana LGBT merupakan singkatan dari lesbian, gay, biseksual, dan transgender. Berbeda dengan metroseksual, LGBT merupakan penyimpangan orientasi seksual yang memperlihatkan keanekaragaman akan ketertarikan pada pasangannya. Sedangkan metroseksual hanya seputar gaya hidup yang berlebihan mengenai fashion dan trend. Jadi, metroseksual tidak bisa disamakan dengan istilah LGBT.

  Tentang gaya hidup, pria metroseksual bersaing dengan sesama kaumnya untuk menjadi yang paling populer dan uptodate. Mereka tidak henti-hentinya untuk memperbaharui fasilitas dan gadget, memodifikasi kendaraan, keluar masuk salon untuk merawat diri mereka, dan terutama dalam hal berbusana, mereka tidak pernah ingin ketinggalan zaman. Pria metroseksual saling berlomba-lomba untuk memaksimalkan penampilan mereka, baik dengan tujuan kepuasan pribadi maupun menjadi yang paling populer di sekitarnya. Keinginan untuk menjadi pusat perhatian dimasyarakat merupakan motivasi terbesar mereka untuk selalu memperbaharui dan memperbaiki apapun yang menurut mereka sudah tidak sesuai dengan zamannya.

  Dalam pandangan Islam, laki-laki tidak diciptakan untuk berhias dan berdandan seperti layaknya wanita. Karena laki-laki bukanlah makhluk yang menjadi sempurna karena sesuatu yang lain, tetapi laki-laki sempurna dengan dirinya sendiri karena dia mempunyai kejantanan yang tidak dimiliki oleh wanita. Seperti halnya pria sudah melampaui batas gender dengan melakukan suatu ritual dalam hal perawatan tubuh, yang selama ini lebih banyak dilakukan oleh wanita pada umumnya. Pria menurut pandangan umum yang berlaku adalah sosok yang jantan, kekar, untuk menggambarkan dominasinya akan kekuasaan dan kelebihannya dibandingkan perempuan. Sosok yang semula dipandang kuat untuk melindungi bergeser menjadi lebih sensitif akan penampilannya. Terkait dengan hal tersebut, Allah memperingatkan dalam Q.S Al- Isra’ ayat 16 yang berbunyi:

     

           

    

  Terjemahnya: Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya Berlaku terhadapnya Perkataan (ketentuan kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.

  Ayat ini menjelaskan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk jatuhnya siksa tersebut. Ayat ini menyatakan: Dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri

  

yang durhaka, sesuai dengan ketetapan dan kebijaksanaan kami, maka kami

perintahkan orang-orang yang hidup mewah di dalamnya , yakni di negeri itu, supaya

  mentaati Allah dan Rasul-Nya, tetapi mereka enggan lalu mereka melakukan

  

kedurhakaan, yakni penganiayaan dan perusakan di dalamnya, yakni di negeri itu,

maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan, yakni ketentuan maka kami

  

menghancurkannya yakni penduduk negeri itu dan atau bersama negeri itu sehancur-

  hancurnya sehingga mereka tidak bagkit lagi sebagai satu orde atau sistem

  2 kemasyarakatan.

  Dari ayat di atas dapat diketahui bahwa sebagai manusia yang diberikan banyak nikmat, hendaknya manusia tidak melakukan hal berlebih-lebihan yang bisa menyulitkan diri mereka sendri. Karena Allah sangat menyukai hal yang sederhana dan Allah menilai manusia dari tingkat keimanan bukan dari sebagus apa yang manusia itu kenakan. Namun gaya hidup metroseksual yang dibangun di atas gaya hidup kemewahan berdampak buruk bagi jiwa manusia, baik secara pribadi maupun masyarakat, yang sangat mencintai dirinya sendiri sehingga memenuhi kenikmatan hidupnya jauh lebih penting dari sekedar memiliki tenggang rasa.

  B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti memilih dua pertanyaan penelitian yaitu:

  1. Bagaimana praktik komunikasi sosial pria metroseksual di Kota Makassar?

  2. Bagaimana pria metroseksual memaknai diri dan lingkungannya dalam interaksi sosial mereka?

  C. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

  Fokus penelitian ini adalah dinamika komunikasi sosial pria metroseksual di Kota Makassar. Penelitian ini diarahkan untuk mengetahui bentuk komunikasi kaum metroseksual terhadap lingkungan sekitarnya baik sesama metroseksual maupun dengan orang sekitar mereka. 2 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an (Jakarta:

  Agar tidak terjadi kekeliruan dalam penafsiran pembaca yang terkandung dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan fokus pemaknaan yang lebih rinci dan tidak memunculkan penafsiran ganda. Peneliti memberikan batasan judul dalam bentuk deskripsi fokus dengan penjabaran yang disederhanakan, fokus penelitian yang dikemukakan penulis dalam skripsi ini ada beberapa pokok dan istilah.

  Deskripsi fokus yang dimaksud adalah:

  1. Dinamika berarti interaksi atau interpedensi antara kelompok satu dengan yang lain. Dinamika komunikasi merupakan proses komunikasi yang berlangsung terus menerus dan menimbulkan perubahan di tata kehidupan masyarakat yang bersangkutan, dimana individu-individu menggunakan simbol untuk menciptakan makna dalam lingkungan mereka.

  2. Komunikasi sosial adalah suatu hubungan yang dilaksanakan antara individu dengan kelompok atau antara kelompok dengan kelompok yang lain dalam

  3

  mencapai satu tujuan yang ingin dicapai bersama. Komunikasi sosial pria metroseksual merupakan suatu hubungan yang dilakukan pria metroseksual baik sesama kaumnya maupun dengan masyarakat disekitarnya dalam proses pengaruh dan mempengaruhi untuk mencapai keterkaitan sosial antar individu yang ada dimasyarakat.

  3. Pria metroseksual adalah pria yang selalu ingin terlihat menawan, menarik perhatian dan menonjol diantara banyak orang.

3 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

  4. Fenomenologi adalah rangkaian peristiwa serta bentuk keadaan yang dapat

  4

  diamati dalam kehidupan sosial . Fenomena pria metroseksual merupakan sebuah realitas yang ada di Kota Makassar yang bisa diamati langsung fenomenologi sosialnya.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

  a. Untuk mengetahui praktik komunikasi sosial pria metroseksual di Kota Makassar.

  b. Untuk memahami pria metroseksual memaknai diri dan lingkungannya dalam interaksi sosial mereka.

2. Kegunaan Penelitian

  Kegunaan penelitian ini adalah:

  a. Bagi peneliti dan pembaca Memperluas wawasan pengetahuan bagi peneliti dan pembaca pada umumnya tentang permasalahan pria mteroseksual di Kota Makassar.

  b. Secara Teoritis Diharapkan dapat memperkaya kajian-kajian teoritis dalam pengembangan disiplin ilmu serta dapat menjadi rujukan bagi mahasiswa.

  c. Secara Praktis Melalui penelitian ini diharapkan berguna bagi calon peneliti lainnya 4 khususnya program studi ilmu komunikasi sebagai literatur atau sumber

  

Morissan, Teori Komunikasi Individu hingga Massa (Jakarta: Kencana,2013), h.38 tambahan dalam memperoleh informasi bagi peneliti yang akan melaksanakan penelitian pada kajian yang sama.

E. Tinjauan Pustaka

  Terdapat sejumlah penelitian sebelumnya yang ada hubungannya dengan persoalan metroseksual dan memiliki dasar bagi kerangka penelitian ini. Penelitian tersebut antara lain:

  Pertama, Dicky Hudiandy (2013) , meneliti tentang ‘’Interaksi Simbolik Pria

  Metroseksual di Kota Bandung (Suatu Fenomenologi Iinteraksi Simbolik Pria

  5 Metroseksual pada Sosok Sales Promotion Boy d i Kota Bandung)’’. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi simbolik pria metroseksual di Kota Bandung.

  Untuk menjawab tujuan di atas maka peneliti mengangkat sub fokus konsep diri, dan kepribadian. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi langsung ke lapangan, studi literatur, dan dokumentasi. Informan penelitian adalah enam orang pria metroseksual pada sosok sales promotion boys di Kota Bandung dari sales promotion boys yang berbeda produk.

  Perbedaan penelitian Dicky Hudiandy dengan penelitian ini terletak pada informan penelitian dan fokus penelitian. Dimana informan penelitian ini adalah kaum metroseksual dari berbagai jenis profesi serta fokus penelitian ini terletak pada dinamika komunikasi sosial kaum metroseksual terhadap lingkungan sekitarnya baik sesama kaum metroseksual maupun terhadap masyarakat. 5 Dicky Hudiandy, ‘’Interaksi simbolik pria metroseksual di Kota Bandung (Suatu

  

fenomenologi interaksi simbolik pria metroseksual pada sosok Sales promotion boy Di Kota

Bandung)’’ . skripsi (Bandung: Fak. Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia,

  Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Putri Rahmawati (2013), yang meneliti

‘’Representasi Gaya Hidup Metroseksual dalam Kemasan Produk ‘’NIVEA FOR

6 MEN ’’ . Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan secara mendalam karakter dan

  spesifikasi produk Nivea For Men dan mendapatkan penjelasan secara mendalam tentang unsur-unsur desain komunikasi visual yang menjadi strategi pasar dengan target pria metroseksual. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah rangkaian kemasan produk metroseksual Nivea For Men yang beredar di pasar Indonesia yang produk-produknya tersebut ditujukan untuk

  

mass market atau yang segmentasi dari target audiencenya ditujukan bagi mereka

  yang ditinjau dari pengelompokan Social Economy Class (SEC) berada pada kelompok masyarakat menengah. Data diperoleh dengan metode pengumpulan data dan observasi. Keabsahan data diperoleh melalui validitas (referensial, expert judgement ).

  Perbedaan penelitian Putri Rahmawati dengan penelitian ini adalah pendekatan penelitian, subjek penelitian dan fokus penelitian. Pendekatan penelitian ini menggunakan studi fenomenologi. Adapun yang menjadi subjek penelitian adalah kaum metroseksual dari berbagai profesi serta fokus penelitian ini terletak pada komunikasi sosial kaum metroseksual di Makassar.

  Ketiga , penelitian oleh Fransiska Vidya Ayuningtyas yang meneliti ‘’Studi

Etnografi tentang Gaya Hidup Pria Metroseksual pada Masyarakat Surabaya’’ .

  Penelitian ini meliputi gambaran bagaimana gaya hidup dan perilaku pria metroseksual, mengidentifikasi faktor-faktor pendorong munculnya gaya hidup pria 6 Putri Rahmawati, ‘’Representasi gaya hidup metroseksual dalam kemasan produk ‘’NIVEA metroseksual, dan menjelaskan dampak kesehatan dan ekonomi atas gaya hidup metroseksual. Jumlah informan dari penelitian ini terdiri dari lima orang pria yang sesuai dengan kriteria kasus yang diteliti dan beberapa orang terdekat informan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan studi etnografi.

  7 Perbedaan penelitian Fransiska Vidya Ayuningtyas dengan penelitian ini

  adalah tujuan peneltian dan metode penelitian. Metode penelitian ini adalah pendekatan penelitian studi fenomenologi sedangkan penelitian Fransiska menggunakan studi etnografi.

  Perbandingan penelitian terdahulu yang telah dipaparkan di atas dapat dilihat secara ringkas dalam matriks berikut:

  Matriks 1.1 Perbandingan penelitian yang relevan sebelumnya Nama Judul Penelitian Fokus Kajian Subjek Jenis dan Lokasi Penelitian

Penelitian Sebelumnya

  Dicky Hudiany ’Interaksi simbolik pria metroseksual di Kota Bandung (Suatu fenomenologi interaksi simbolik pria metroseksual pada sosok Sales promotion boy Di Kota Bandung) Mengetahui interaksi simbolik pria metroseksual dikota Bandung Enam orang pria metroseksual yang berprofesi Sales Promotion Boy Jenis penelitian kualitatif deskriptif, lokasi penelitian di Kota bandung

7 Fransiska Vidya Ayuningtyas, ‘’Studi Etnografi tentang Gaya Hidup Pria Metroseksual pada

  Putri Rahmawati Representasi gaya hidup metroseksual dalam kemasan produk ‘’NIVEA FOR MEN

  Mendapatkan

penjelasan secara

mendalam tentang

unsur-unsur Desain Komunikasi Visual yang menjadi strategi pasar dengan target

pria metroseksual

  rangkaian kemasan produk metroseksual

  Nivea For Men yang

  beredar di pasar Indonesia

  Jenis penelitian kualitatif deskriptif, lokasi penelitian di Kota Yogyakarta

  Fransiska Vidya Ayuningtyas Studi Etnografi tentang Gaya Hidup Pria Metroseksual pada Masyarakat Surabaya

  Mengetahui bagaimana gaya hidup

dan perilaku pria

metroseksual,

mengidentifikasi

faktor-faktor pendorong munculnya

gaya hidup pria

metroseksual, dan

menjelaskan dampak kesehatan dan

ekonomi atas gaya

hidup metroseksual.

  Lima orang Pria Metroseksual Jenis

  Penelitian Kulitatif dengan metode etnografi

  

Penelitian Sekarang

Suci Rachmadani

  Dinamika Komunikasi Sosial Pria Metroseksual di Kota Makassar (Studi Fenomenologi) Mengetahui dinamika

komunikasi sosial

kaum metroseksual dengan lingkungan di

Kota Makassar

  Pria Metroseksual dari berbagai profesi

  Studi Fenomenologi kualitatif deskriptif, Lokasi penelitian ialah di Kota Makassar

  Sumber: Olahan Peneliti, 2015

BAB II TINJAUAN TEORETIS A. Tentang Pria Metroseksual Metroseksual adalah pria dengan standar hidup yang mewah ditunjang dengan

  penghasilan yang tinggi. Dengan status ekonomi di atas rata-rata, mereka memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi dan selalu berusaha merawat penampilan mereka yang menurut mereka adalah hal yang paling penting. Mereka selalu ingin terlihat lebih baik bahkan dikagumi oleh orang-orang di sekelilingnya.

  Kelompok metroseksual, memiliki kecenderungan mencintai diri mereka sendiri dan berbangga diri dengan penampilan fisik yang mereka punya. Hal ini ditunjukkan dengan melakukan apapun baik dalam hal berbusana, pemakaian gadget sampai perawatan tubuh. Dengan memaksimalkan hal-hal tersebut, mereka berharap orang-orang melihat ke arah mereka dan kagum. Penampilan menurut pria metroseksual adalah hal yang paling utama untuk menjadi pusat perhatian dikalangan masyarakat.

  Pria metroseksual suka mengoleksi barang-barang dengan merek terkenal dan sering datang ke tempat gym untuk membentuk tubuhya menjadi proporsional. Meskipun merawat tubuh tidak lazim bagi pria namun itu tidak membuat pria metroseksual malu akan gaya hidup tersebut, sebaliknya mereka selalu ingin menjadi

  1

  yang populer dan menarik perhatian di lingkungannya. Semakin banyak orang yang

1 Zenan Asharfillah, Korban Metroseksual Kapitalisme Global (Jakarta: Zikrul Hakim, 2010),

  h. 1 memuji penampilan mereka, maka mereka semakin berusaha untuk memperbaiki penampilannya.

  2 Faktor-faktor yang menjadi penyebab munculnya kaum metroseksual:

  1. Emansipasi Wanita Emansipasi wanita menyebabkan banyak wanita bekerja, yang akhirnya menggeser nilai kelaki -lakian pada yang ada pada pria. Hal ini disebabkan karena perempuan membawa masuk kebiasaan mempercantik diri ke dalam dunia kerja dan norma ini kemudian mempengaruhi kebijakan dunia kerja yang mulai memasukkan penampilan diri sebagai kriteria dalam penilaian karyawan. Dan ketika penampilan diri diperhitungkan dalam promosi karir maka pada saat itulah pria mulai berpikir ulang untuk memperhatikan penampilan sehingga muncullah pria-pria metroseksual yang sangat memperhatikan penampilan.

  2. Wanita sebagai Bread Winner Wanita modern mulai mereposisi dirinya sebagai bread-winner

  (pencari nafkah). Hal ini membuat pria metroseksual krisis identitas karena peran yang sejak lama menjadi dasar dalam hubungan sosialnya telah diambil alih. Namun hal ini tidak membuat kaum pria mengalami disorientasi diri, sebaliknya kaum pria justru melihat adanya ruang yang luas bagi proses rekonstruksi identitasnya yang baru sehingga muncullah pria metroseksual. 2 Namun menurut Simpson (2004), penyebab munculnya pria-pria metroseksual

  Hermawan Kertajaya, Metroseksual In Venus: Pahami Perilakunya, Bidik Hatinya, Menangkan Pasarnya (Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi, 2004), h. 24 yaitu dikarenakan naiknya gerakan feminisme dan jatuhnya norma keluarga inti (nuclear family) serta banyaknya wanita yang bekerja membuat pria tidak berhak mengklaim diri sebagai pemimpin dan tidak berhak pula mengklaim maskulin, sehingga mereka merekonstruksi jati diri mereka menjadi pria metroseksual. Metroseksual adalah istilah yang digunakan untuk menyebut seorang pria yang selalu ingin berpenampilan trendi dan menarik, tidak hanya mengerti dari sisi maskulin saja tetapi juga secara feminin. Pria jenis ini biasanya selalu tampil rapi, wangi, dan selalu menjaga kebersihan tubuhnya. Dalam kehidupan sehari-hari pria metroseksual memiliki kemampuan lebih tinggi dalam membangun suatu hubungan, baik itu dengan sesama jenis maupun dengan lawan jenis.

  Berikut adalah 20 ciri yang sering ditemukan pada pria bergaya hidup

  3

  metroseksual : 1. Suka sekali akan fashion dan selalu mengikuti tren terbaru.

  2. Hidup dan tinggal di kota-kota besar, agar lebih mudah untuk mengakses informasi dan kebutuhan hidup.

  3. Sebagian besar berasal dari kalangan berada yang memiliki banyak uang sehingga sangat menunjang dalam gaya hidup keseharian.

  4. Berbelanja dianggap sebagai suatu kesenangan hidup, bukan hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup.

  5. Memilih gaya hidup urban dan hedonis.

  6. Tingkat kepercayaan diri sangat tinggi. 3 Zenan Asharfillah, Korban Metroseksual Kapitalisme Global, h. 7

  7. Memiliki penampilan yang rapi dan sangat memperhatikan penampilan serta perawatan tubuh yang berlebihan

  8. Mengekspresikan faktor sensualitas dengan lebih lembut, terhadap wanita dan Memiliki sisi feminin yang lebih menonjol daripada sisi maskulinnya.

  9. Mempunyai sifat introspektif sehingga lebih intuitif.

  10. Merasa nyaman dengan sifat maskulinitasnya sehingga tidak merasa terancam terhadap pandangan orang luar.

  11. Selalu dikelilingi wanita-wanita tanpa ada dorongan berlebih untuk berhubungan seks.

  12. Memiliki kemampuan berkomunikasi dan interpersonal yang sempurna.

  13. Perfeksionis.

  14. Sangat sensitif dan mengerti betul perasaan wanita.

  15. Rajin ke salon dan pusat – pusat kebugaran.

  16. Mengenal berbagai merk terkenal dengan baik.

  17. Mampu berbelanja selama berjam-jam tanpa merasa lelah.

  Dengan kebutuhan akan penampilan yang tinggi, pria metroseksual juga tidak lepas dari penghasilan yang mendukung. Mereka merupakan pekerja keras dibidangnya, dan juga cerdas. Keinginan mereka untuk memenuhi kebutuhan yang tidak murah, membuat kepercayaan diri dan tekad mereka untuk bekerja juga ikut meningkat

  4 .

  4

B. Pria Metroseksual dalam Pandangan Islam

  

         

        

  Terjemahnya: Wahai anak cucu adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.

  Ayat ini menjelaskan yakni yang melampaui batasan Allah dalam masalah halal atau haram yang berlebih-lebihan terhadap apa yang dihalalkan-Nya, yaitu dengan menghalalkan yang diharamkan atau mengharamkan yang dihalalkan. Tetapi Allah menyukai sikap yang menghalalkan apa yang dihalalkan dan mengharamkan apa yang diharamkan, karena yang demikian itulah sifat pertengahan yang diperintahkan oleh-Nya.

  Ayat tersebut memerintahkan kepada manusia untuk memanfaatkan rizki yang telah Allah berikan, salah satunya dengan makan, minum dan berpakaian serta semua yang telah Allah berikan halalkan untuk manusia tanpa berlebihan. Maksud sebaliknya dari ayat tersebut ialah larangan bagi manusia untuk melakukan perbuatan yang melampaui batas, yaitu tidak berlebihan dalam menikmati apa yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula melampaui batas-batas yang dihalalkan.

  Memakai pakaian yang indah bagi laki-laki memang dibolehkan oleh Allah, terlebih lagi jika diperuntukkan menunaikan sholat. Namun, pria metroseksual melebihi batasannya bahkan cenderung hampir menyamai wanita. Gaya hidup dan fashion pria metroseksual terkesan berlebihan dilihat dari setelan pakaian yang mereka kenakan harus dari merek terkenal dan mahal serta perawatan tubuh yang berlebihan. Sedangkan Allah hanya menganjurkan berpakaian yang bersih dan rapih tanpa melihat harga dan merek.

C. Praktik Komunikasi Sosial

  Komunikasi adalah hubungan kontak antara manusia, baik individu maupun kelompok. Komunikasi merupakan sesuatu yang sangat vital. Komunikasi berperan penting bagi kehidupan manusia karena manusia itu sendiri dikenal sebagai makhluk sosial. Setiap saat di dunia ini melakukan komunikasi, baik itu komunikasi verbal maupun komunikasi non verbal. Namun, berkomunikasi dengan mengharapkan timbal balik yang positif dari lawan bicara. Akan tetapi definisi-definisi kontemporer menyarankan bahwa komunikasi merujuk pada cara berbagi hal-hal tersebut, seperti

  

dalam kalimat “kita berbagi pikiran”, kita mendiskusikan makna dan kita

  5

  menginginkan pesan Pria metroseksual merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari komunikasi. Sebagai makhluk sosial, pria metroseksual tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Namun untuk memenuhi kebutuhannya itu ia memerlukan cara, yaitu berkomunikasi. Dengan berkomunikasi manusia dapat berinteraksi dalam kehidupan sosialnya. Astrid S. Susanto mendefinisikan komunikasi sosial sebagai berikut:

  ‘’Komunikasi sosial adalah suati kegiatan komunikasi yang lebih diarahkan

  6 kepada pencapaian suatu integrasi sosial’’

5 Onong Uchjana Effendy. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek (Bandung: Remaja

  Rosdakarya, 1997), h.4 6

  Komunikasi sosial adalah kegiatan komunikasi yang diarahkan pada pencapaian suatu situasi integrasi sosial. Komunikasi sosial juga merupakan suatu proses pengaruh-mempengaruhi mencapai keterkaitan sosial yang dicita-citakan antar individu yang ada di Masyarakat

  Menurut Hendropuspito dalam Sutaryo, pengertian komunikasi sosial

  7

  mencakup unsur-unsur berikut :

  a. Komunikator, yaitu pihak yang memulai komunikasi. Komunikasi dapat diartikan sebagai orang atau suatu intuisi. Dalam proses komunikasi komunikator merupakan unsur yang aktif yang mengambil prakasa untuk bertindak.

  b. Amanat, yaitu hal yang disampaikan. Amanat berupa perintah kabar buah pikiran, pendapat, anjuran, dan sebagainya. Maksud penyampaian ialah upaya pemahaman dan tanggapan pihak lain.

  c. Media untuk penyampaian amanat, yaitu daya upaya untuk menyampaikan

  amanat kepada penerima. Dalam uraian selanjutnya dinamakan ‘’media komunikasi sosial’’. Media komunikasi sosial ini memiliki dua unsur yaitu

  unsur pertanyaan (ungkapan) amanat itu sendiri dan alat yang dipakai untuk menyampaikan amanat. Pertanyaan (ungkapan) berbeda-beda bentuknya antara lain: tanda kode, isyarat, gerak badan, perkataan, lisan atau tertulis, lambang-lambang yang dapat dimengerti. Menurut situasi dan kondisinya alat yang digunakan untuk menyampaikan komunikasi juga berbeda antara lain: surat, telepon, radio, televisi, pita suara, media cetak, juga seni lukis dan seni 7 pentas dan lain-lain.

  Sutaryo, Sosiologi Komunikasi (Yogyakarta: Arti Bumi Intaran, 2005), h. d. Komunikan, yaitu orang atau satuan orang-orang yang menjadi sasaran komunikasi itu. Kepada mereka amanat disampaikan dari mereka juga diharapkan tanggapan, dan dalam diri mereka proses komunikasi berakhir. Dalam proses komunikasi, komunikan unsur pasif yang merupakan lawan dari komunikator yang bersifat aktif.

  e. Tanggapan (respon), merupakan tujuan dari komunikator, yang diinginkan adalah tanggapan dari komunikan sama dengan maksud komunikator. Dengan demikian komunikasi berhasil dan efektifitas komunikasi tercapai. Komunikasi adalah proses penyampaian pesan yang dilakukan oleh seorang komunikator kepada komunikan, pesan itu bisa berupa gagasan, informasi, opini dan lain-lain. Komunikasi sosial dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu:

  8

  1. Komunikasi verbal, Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Hampir semua rangsangan bicara yang kita sadari termasuk ke dalam kategori pesan verbal disengaja yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan. Bahasa dapat juga dianggap sebagai suatu sistem kode verbal

  2. Komunikasi non verbal, Secara sederhana pesan non-verbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Menurut Larry A. Samovar dan Richard E Porter komunikasi non-verbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima. 8 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

  Menurut Hendropuspito dalam Sutaryo, Komunikasi sosial dapat diklasifikasi

  9

  menjadi beberapa jenis menurut sudut pandang tertentu yaitu sebagai berikut :

  a. Komunikasi Langsung dan Tidak Langsung

  Komunikasi langsung (direct communication) juga disebut komunikasi dari muka ke muka (face to face). Pengirim amanat berhubungan langsung dengan penerima. Komunikasi jenis ini biasanya yang sering dilakukan oleh masyarakat dan pengirim amanat dapat langsung menerima tanggapannya, selain itu jenis komunikasi ini memberikan suasana tersendiri lebih akrab dan saling percaya.

  Komunikasi tidak langsung (indirect communication) terjadi apabila dalam berkomunikasi menggunakan satu atau lebih perantara. Komunikasi ini terjadi dalam situasi tertentu misalnya karena jarak dan karena sifat amanat itu dirasa kurang sesuai jika disampaikan oleh si pengirim.

  b. Komunikasi Satu Arah dan Komunikasi Timbal Balik

  Komunikasi satu arah terjadi apabila penyampaian amanat itu datang dari satu jurusan, jadi tidak mungkin ada tanggapan langsung dari penerima. Sedangkan komunikasi timbal balik terjadi apabila pihak penerima memberi tanggapan langsung pada pengirim. Bentuk komunikasi ini dapat mempererat hubungan persaudaraan karena kedua belah pihak saling aktif.

  c. Komunikasi Bebas dan Komunikasi Fungsional Komunikasi bebas tidak terikat pada formalitas yang harus ditaati.

  Satu-satunya ikatan yang kode sosial-kultural, misalnya komunikasi dalam 9 pergaulan biasa dimana kedua belah pihak harus mengenal aturan sopan Sutaryo, Sosiologi Komunikasi (Yogyakarta: Arti Bumi Intaran, 2005), h. santun. Sedangkan komunikasi fungsional terikat pada aturan yang bersangkutan. Komunikasi ini bersifat fungsional dan struktural.

d. Komunikasi Individual dan Komunikasi Massa

  Komunikasi individual ditujukan kepada satu orang yang sudah dikenal. Pihak komunikan bukan anonim, tapi orang yang dikenal baik oleh pihak komunikator. Komunikasi massa ditujukan pada umum yang tidak dikenal. Pihak komunikan terdiri dari berbagai massa dengan berbagai sosio- kultural, ras, dan usia.

  Orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan manusia bisa saja akan tersesat, karena ia tidak sempat menata dirinya dalam suatu lingkungan sosial. Komunikasi yang memungkinkan individu membangun suatu kerangka rujukan dan menggunakannya sebagai bantuan untuk menafsirkan. Situasi apapun yang ia hadapi, komunikasi pula yang memungkinkannya mempelajari situasi-situasi problematika. Tanpa melibatkan diri dalam komunikasi, seseorang tidak akan tahu bagaimana makan, minum, berbicara sebagai manusia lain secara beradab, karena cara-cara berperilaku tersebut dipelajari lewat pengasuhan keluarga dan pergaulan dengan orang lain yang intinya adalah komunikasi.

  Fungsi Komunikasi sosial bisa terbentuk dengan adanya pembentukan diri yaitu: pembentukan konsep diri, pernyataan eksistensi diri dan untu kelangsungan hidup, memupuk hubungan dan memperoleh kebahagiaan.

  a) Pembentukan Konsep Diri Konsep diri adalah pandangan mengenai siapa diri seseorang dan itu hanya bisa diperoleh lewat informasi yang diberikan orang lain. Aspek-aspek konsep diri diantaranya: jenis kelamin, agama, kesukuan, pendidikan, pengalaman, rupa fisik dan lain-lain. Identitas etnik merupakan konsep penting atau unsur-unsur penting konsep diri.

  Konsep diri yang paling awal umumnya dipengaruhi oleh keluarga, dan orang-orang disekitar, termasuk kerabat. Orang tua yang mengajari dan mengatakan kepada diri lewat ucapan dan tindakannya bahwa itu baik, cerdas, rajin, dan sebagainya. Orang-orang diluar keluarga juga memberi andil seperti tetangga, guru, sahabat, dan bahkan radio atau televisi. Hal ini diharapkan agar setiap individu memainkan perannya. Menjelang dewasa, seseorang menemui kesulitan memisahkan siapa dirinya dari siapa dia menurut orang lain, dan konsep diri memang terikat rumit dengan definisi yang diberikan

  10 orang lain kepada diri seseorang .

  Proses konseptualisasi-diri berlangsung sepanjang hayat dan tidak akan pernah terisolasi, semuanya bergantung pada reaksi dan respon orang lain. Dalam masa pembentukan konsep-diri, seseorang sering mengujinya baik

  

secara sadar maupun tidak, sebab dalam ‘’permainan peran’’, niat murni untuk

  menciptakan konsep diri mungkin memperoleh dukungan, berubah atau bahkan penolakan. Dengan cara ini, interpretasi orang lain mengenai bagaimana seharusnya akan membantu menentukan akan menjadi apa orang tersebut. Dan seseorang mungkin menjadi sedikit banyak apa yang orang lain

  11

  harapkan. Kesan orang lain miliki tentang diri dan cara bereaksi terhadap

  10 11 Yoyon Mudjiono, Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol.2, No.1, April 2012, h.102 Yoyon Mudjiono, Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol.2, No.1, April 2012, h.105 seseorang sangat bergantung pada cara seseorang itu berkomunikasi dengan mereka. Termasuk cara berpakaian dan cara berbicara.

  Proses feed back akan dapat berubah, ketika melihat orang lain bereaksi terhadap diri dan kesan yang mereka miliki, boleh jadi mengubah cara berkomunikasi karena reaksi orang lain itu tidak sesuai dengan cara kita memandang diri kita. Hybel dan Weaver dalam moedjiono mengatakan bahwa citra yang anda miliki tentang diri anda dan citra yang orang lain miliki

  12 tentang diri anda berkaitan dalam komunikasi.

  b) Pernyataan Eksistensi-diri Orang berkomunikasi untuk menujukan dirinya eksis inilah yang disebut aktualisasi diri atau pernyataan eksistensi diri. Ketika berbicara, sebenarnya menyatakan bahwa kita ada. Komunikasi itu sendiri bertujuan untuk integrasi bangsa dan sosial, integrasi adalah menciptakan rasa aman yang diperoleh dari ikatan sosial yang kuat dengan mengorbankan sedikit atau banyak kepentingan individu c) Untuk Kepentingan Hidup, Memupuk Hubungan, dan Memperoleh

  Kepuasan Sejak lahir manusia tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan hidup, maka perlu membangun komunikasi dengan orang lain dalam rangka memenuhi kebutuhan biologis seperti makan, minum, dan memenuhi 12 kebutuhan psikologis seperti kepuasan dan kebahagiaan. Para psikolog

  Yoyon Mudjiono, Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol.2, No.1, April 2012, h.105 berpendapat kebutuhan utama sebagai manusia, dan untuk menjadi manusia yang sehat secara rohaniah, adalah kebutuhan akan hubungan sosial yang ramah, yang hanya bisa terpenuhi dengan membina hubungan yang baik dengan orang lain. Komunikasi akan sangat dibutuhkan, untuk membujuk atau mempengaruhi orang lain, mempertimbangkan solusi alternatif atas masalah

  13 dan mengambil keputusan dan tujuan-tujuan sosial serta hiburan.

  Komunikasi dalam konteks apapun adalah bentuk dasar adaptasi terhadap lingkungan. Menurut Rene Spitz dalam Mudjiono, komunikasi adalah jembatan antara bagian luar dan bagian dalam kepribadian, mulut sebagai rongga utama adalah jembatan antara persepsi luar dan model dasarnya, ia adalah tempat transisi bagi perkembangan aktivitas intensional, bagi munculnya kemauan dari kepasifan.