TRADISI AKCARU-CARU DALAM PELAKSANAAN AQIQAH DI DESA SALA’JANGKI KECAMATAN BONTONOMPO SELATAN KABUPATEN GOWA (STUDI DAKWAH KULTURAL)

TRADISI AKCARU-CARU DALAM PELAKSANAAN AQIQAH DI DESA
SALA’JANGKI KECAMATAN BONTONOMPO SELATAN
KABUPATEN GOWA (STUDI DAKWAH KULTURAL)

Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana
Sosial Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam
Fakultas Dakwah dan Komunikasi
UIN Alauddin Makassar

OLEH
HENRI
50100114024

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2018

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama


: HENRI

NIM

: 50100114024

Tempat/Tgl. Lahir

: Mangindara, 12 Desember, 1994

Jurusan

: Komunikasi dan Penyiaran Islam

Fakultas

: Dakwah dan Komunikasi

Alamat


: Sala’jangki

Judul

: Pesan Dakwah Tradisi Akcaru-caru Dalam Pelaksanaan
Aqiqah di Desa Sala’jangki Kecamatan Bontonompo Selatan
Kabupaten Gowa. (Studi Dakwah Kultural)
Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini

benar adalah hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ia merupakan
duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka
skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

Samata-Gowa,

November 2018

Peneliti


HENRI
NIM : 50100114040

ii

PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul: “Tradisi Akcaru-caru Dalam Pelaksanaan Aqiqah di
Desa Sala’jangki Kecamatan Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa.” yang disusun
oleh Henri, NIM: 50100114024, Mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar, telah diuji
dan dipertahankan dalam sidang munaqasyah yang diselenggarakan pada hari ini
dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana dalam Dakwah dan Komunikasi, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam
(dengan beberapa perbaikan).
Samata-Gowa,

November 2018

DEWAN PENGUJI:
Ketua


: Dra. Asni Djamereng, M.Si.

(…………………..)

Sekretaris

: Dr. Dr. Arifuddin Tike, M.Sos.I

(…………………...)

Munaqisy I

: Dr. H. Kamaluddin Tajibu, M.Si

(……………………)

Munaqisy II

: Hamriani, S.Sos.I, M.Sos.I


(……………………)

Pembimbing I

: Prof. Dr. Hj. Muliaty Amin, M.Ag (……………………)

Pembimbing II

: Drs. Syam’un, M.Pd, MM.

(……………………)

Diketahui oleh:
Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi
UIN Alauddin Makassar,

Prof.Dr. H. Abd. Rasyid Masri, S.Ag., M.Pd., M.Si., M.M
NIP: 19690827 199603 1 004
iii


KATA PENGANTAR

‫الر ِح ْي ِم‬
ِ ‫ِب ْس ِم ه‬
َّ ‫الر ْح َم ِن‬
َّ ‫ّللا‬
ُ ُ‫ستَ ْه َد ْي َه َونَع‬
‫ش ُر ْو َر أَ ْنف ُ َسنَا‬
ُ ْ‫وذ َباّلِلَ َمن‬
ْ َ‫ستَ ْغفَ ُر ْه َون‬
ْ َ‫ست ََع ْينُهُ َون‬
ْ َ‫ّلِل نَ ْح َم ُدهُ َون‬
َ َّ َ ‫إنَّ ا ْل َح ْم َد‬
َ‫ش َه ُد أَنْ ال‬
ْ َ‫ أ‬.ُ‫ي لَه‬
ْ ُ‫ض َّل لَهُ َو َمنْ ي‬
َ ‫ضلَ ْل فَالَ هَا َد‬
َ ْ‫َو َمن‬
َ ‫ َمنْ يَ ْه َد َه هللاُ فَالَ ُم‬،‫ت أَ ْع َمالَنَا‬

َ ‫سيِّئَا‬
‫سلِّ ْم َوبَا َركْ َعلَى ُم َح َّم ٍد‬
ْ َ‫إَلَهَ إَالَّ هللا َوأ‬
ُ ‫ش َه ُد أَنَّ ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر‬
َ ‫ص ِّل َو‬
َ ‫ اَللَّهُ َّم‬.ُ‫س ْولُه‬
.‫ص ْحبَ َه َو َم َن ا ْهتَ َدى بَهُ َداهُ إَلَى يَ ْو َم ا ْلقَيَا َم َة‬
َ ‫َو َعلَى آلَ َه َو‬
Alhamdulillah, puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT, yang
senantiasa melimpahkan rahmat-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Tradisi Akcaru-caru Dalam Pelaksanaan Aqiqah di Desa
Sala’jangki Kecamatan Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa”. Salam dan
shalawat senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad saw, yang telah
membawa umat manusia dari zaman Jahiliyah menuju zaman yang terang benderang
seperti saat ini.
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
strata satu (S1) pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Alauddin Makassar. Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Rektor UIN Alauddin Makassar, Bapak Prof. Dr. H. Musafir Pababbari, M.Si.,

Wakil Rektor I Prof. Dr. Mardan, M.Ag, Wakil Rektor II Prof. Dr. H. Lomba
Sultan, M.A, Wakil Rektor III Prof. Siti Aisyah, M.A., Ph.D, Wakil Rektor IV

iv

Prof. Hamdam Juhannis, Ph.D yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk menimba ilmu di UIN Alauddin Makassar.
2. Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar, Bapak
Prof. Dr. H. Abd. Rasyid Masri, S.Ag, M.Pd, M.Si, MM., Wakil Dekan I
Bapak Dr. H. Misbahuddin, M.Ag, Wakil Dekan II Bapak Dr. Mahmuddin,
M.Ag, dan Wakil Dekan III Ibu Dr. Nur Syamsiah, M.Pd.I yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu di Fakultas
Dakwah dan Komunikasi.
3. Ketua Jurusan dan Sekertaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam,
Bapak Dr. H. Kamaluddin Tajibu, M.Si dan Ibu Dra. Asni Djamereng, M.Si.,
dan Staf Jurusan Bapak M. Dayat, SE. MM., atas segala bimbingan selama
mahasiswa menempuh pendidikan di Jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam.
4. Pembimbing I Prof. Dr. Hj. Muliaty Amin, M.Ag, dan Pembimbing II Bapak
Drs. Syam’un, M.Pd, MM. atas segala bimbingan dan saran yang diberikan

selama proses penyusunan skripsi ini.
5. Penguji I Dr. H. Kamaluddin Tajibu, M.Si, dan Penguji II Hamriani, S.Sos. I,
M.Sos.I, yang senantiasa memberikan kritikan dalam perbaikan dan
penyempurnaan skripsi ini.
6. Seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan
bekal ilmu pengetahuan, bimbingan, arahan, motivasi selama peneliti
menempuh pendidikan di Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
v

7. Bagian Tata Usaha Umum dan Akademik, bersama staf pegawai Fakultas
Dakwah dan Komunikasi yang telah membantu penulis dalam pengurusan
administrasi
8. Kepala Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, beserta Staf Pegawai
yang telah banyak membantu penulis dalam mengatasi kekurangan dalam
penulisan skripsi.
9. Kedua orang tua penulis, Ayahanda tercinta Manna Daeng Kampo dan Ibunda
Gollo Daeng Rosi yang setiap saat tidak pernah bosan dan mengeluh untuk
mendidik dan membersarkan walau terkadang merasakan kesulitan hidup juga
yang selalu mendorong dan memotivasi peneliti untuk merasakan dunia
pendidikan, saudara-saudari kandung penulis, Nureni Ama.Pd, Hartati SE dan

Ilyas yang senantiasa mendukung dan memberi nasehat untuk terus belajar
tanpa henti, dan kembali kepada kedua orang tua, juga kepada keluarga besar
Manna Daeng Kampo, yang tidak bisa peneliti sebut satu persatu namanya.
Terimah kasih atas segala doa dan dukungan baik moril maupun materi
10. Para informan yakni pemerintah, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama,
panrita atas segala informasi dan waktunya yang diberikan kepada penulis
dalam rangka mencari data dan informasi menyangkut skripsi ini.
11. Sahabat, senior, Ahmad Fajar, Amirullah, Nurul Magfirah, Muhammad
Ikhsan, Salding, Riswandi, Hajrah, Asward Hamid Sahamony, Hasnah, dan
Seluruh teman-teman mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam
Angkatan 2014 Fakultas Dakwah dan Komunikasi terkhusus teman-teman
vi

kelas KPI A angkatan 2014, teman-teman Karang Taruna Desa Mangindara
yang senantiasa mendukung penulis dalam rangka penyelesaian skripsi ini.
Canda, tawa, suka, dan duka yang telah dilalui semoga ukiran kenangan indah
tidak luntur ditelan masa. Teman-teman KKN angkatan 57 Kabupaten Luwu
terkhusus Posko Desa Bassian Timur, yang selalu memberikan motivasi dan
semangat, serta seluruh pihak yang tidak sempat disebutkan namanya, semoga
bantuan yang telah diberikan bernilai ibadah.

Penulis menyadari sepenuhnya, karya ini merupakan karya sederhana yang
sarat dengan kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran sangat penulis
harapkan, untuk kesempurnaan penelitian di masa mendatang.
Samata-Gowa,
Peneliti

November 2018

HENRI
Nim: 50100114024

vii

DAFTAR ISI
JUDUL
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ............................................................

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................................................

iii

PENGESAHAN SKRIPSI ..................................................................................

iv

KATA PENGANTAR .........................................................................................

v

DAFTAR ISI .......................................................................................................

viii

PEDOMAN TRANSLITERASI .......................................................................

xi

ABSTRAK ..........................................................................................................

xvii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah .......................................................................

1

B. Fokus dan Deskripsi Fokus...................................................................

5

C. Rumusan Masalah ................................................................................

7

D. Kajian Pustaka ......................................................................................

8

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ..........................................................

10

BAB II TINJAUAN TEORETIS .......................................................................

12

A. Tinjauan Teoritis Tentang Dakwah dan Budaya ..................................

12

B. Tinjauan Teoritis Tentang Aqiqah .......................................................

24

BAB III METODE PENELITIAN…………………………………………….

32

A. Jenis dan Lokasi Penelitian ..............................................................

32

B. Pendekatan Penelitian ......................................................................

33

viii

C. Sumber Data ...................................................................................

33

D. Instrumen Penelitian .......................................................................

34

E. Metode Pengumpulan Data………………………………………… 34
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data .............................................

36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................

38

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ..................................................

38

B. Proses Pelaksanaan Akcaru-caru Pra-Islam di Desa Sala’jangki …..

43

C. Prosesi Akcaru-caru Dalam pelaksanaan Aqiqah di Desa Sala’jangki. 45
D. Pesan Dakwah Yang Terkandung Dalam Tradisi Akcaru-caru ......... … 60
BAB V PENUTUP ...............................................................................................

77

A. Kesimpulan.........................................................................................

77

B. Implikasi Penelitian ............................................................................

78

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................

80

LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

ix

PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Transliterasi Arab-Latin
Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dapat
dilihat pada tabel berikut:
1. Konsonan
Huruf Arab

Nama

Huruf Latin

Nama

‫ﺍ‬

Alif

Tidak dilambangkan

Tidak dilambangkan

‫ﺏ‬

Ba

b

Be

‫ﺕ‬

Ta

T

Te

‫ﺙ‬

Sa

ֺs

es (dengan titik di atas)

‫ﺝ‬

Jim

J

Je

‫ﺡ‬

Ha

H

Ha

‫ﺥ‬

Kha

Kh

ka dan ha

‫ﺪ‬

Dal

D

De

‫ﺬ‬

Zal

ֺz

zet (dengan titik di atas)

‫ﺮ‬

Ra

R

Er

‫ﺯ‬

Zai

Z

Zet

‫ﺲ‬

Sin

S

Es

‫ﺵ‬

Syin

Sy

es dan ye

‫ﺺ‬s

Sad



es (dengan titik di bawah)

x

‫ﺾ‬

Dad



de (dengan titik di bawah)

‫ﻄ‬

Ta



te (dengan titik di bawah)

‫ﻅ‬

Za



zet (dengan titik di bawah)

‫ﻉ‬

‘ain



apostrof terbalik

‫ﻍ‬

Gain

G

Ge

‫ﻒ‬

Fa

F

Ef

‫ﻖ‬

Qaf

Q

Qi

‫ﻚ‬

Kaf

K

Ka

‫ﻞ‬

Lam

L

El

‫ﻢ‬

Mim

M

Em

‫ﻦ‬

Nun

N

En

‫ﻮ‬

Wau

W

We

‫ﻫ‬

Ha

H

Ha

‫ء‬

Hamzah



Apostrof

Ya

Y

Ye

‫ﻱ‬

Hamzah (‫ )ء‬yang terletak di awal kata yang mengikuti vokalnya tanpa diberi
tanda apapun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir,maka ditulis dengan tanda ( ̛ ).
2. Vokal
Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal
atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

xi

Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat,
transliterasinya sebagai berikut:
Tanda

Nama

Huruf Latin

Nama

‫آ‬

Fathah

A

A

‫ﺍ‬

Kasrah

I

I

‫ٱ‬

Dammah

U

U

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat
dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:

Tanda

Nama

Huruf Latin

Nama

‫ﻯ‬᷄

Fathah dan ya᷄’

Ai

a dan i

‫ﻮ‬᷄

Fathah dan wau

Au

a dan u

3. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf,
transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
Harakat dan Huruf
‫ﻯ‬᷄….‫ ﺍ ׀‬᷄......
‫ﻯ‬

Nama

Huruf dan
Tanda

Nama

Fathah dan alif atau Ā
ya᷄’

a dan garis di
atas

Kasrah dan dan ya᷄’

i dan garis di
atas

Ī

xii

‫ﻮ‬᷄

Ū

Dammah dan wau

u dan garis di
atas

3. Ta’ Marbutah
Transliterasi untuk ta’ marbutah ada dua, yaitu: ta’ marbutah yang hidup atau
mendapat harakat fathah, kasrah, dan dammah, transliterasinya adalah [t]. Sedangkan
ta’ marbutah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah [h].
Kalau pada kata yang terakhir dengan ta’ marbutah diikuti oleh kata yang
menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta’
marbutah itu ditransliterasikan dengan ha (h).
4. Syaddah (Tasydid)
Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulissan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda tasydid ( ‫) ﱢ‬, dalam transliterasi ini dilambangkan dengan perulangan
huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah.
Jika huruf ‫ ﻯ‬ber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf kasrah
(‫)ۑ‬, maka ia ditransliterasi seperti huruf maddah menjadi ī.
5. Kata Sandang
Kata sandang dalam sistem tulisan bahasa Arab dilambangkan dengan huruf
‫( ﺍﻞ‬alif lam ma’arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi
seperti biasa, al-, baik ketika diikuti oleh huruf syamsiyah maupun huruf qamariyah.
Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya dan
dihubungkan dengan garis mendatar (-).

xiii

6. Hamzah
Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (’) hanya berlaku bagi
hamzah yang terletak ditengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di awal
kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.
7. Penulisan Kata Arab yang Lazim Digunakan dalam Bahasa Indonesia
Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau
kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia, atau lazim dan menjadi
bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atau sering ditulis dalam tulisan bahasa
Indonesia, atau lazim digunakan dalam dunia akademik tertentu, tidak lagi ditulis
menurut cara transliterasi di atas. Misalnya kata al-Qur’an (dari al-Qur’ān),
alhamdulillah, dan munaqasyah. Namun, bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari
satu rangkaian teks Arab, maka harus ditransliterasi secara utuh.
8. Lafz al-Jalālah (‫)ﷲ‬
Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya atau
berkedudukan sebagai mudāf ilaih (frasa nominal), ditransliterasi tanpa huruf
hamzah.
Adapun tā’ marbutah di akhir kata yang disandarkan kepada Lafz al-Jalālah,
ditransliterasi dengan huruf [t].
9. Huruf Kapital
Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital (All Caps), dalam
transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf
kapital berdasarkan pedoman ejaan bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf
xiv

kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang, tempat,
bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata
sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri
tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka
huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-). Ketentuan yang
sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang didahului oleh kata
sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan (CK, DP,
CDK, dan DR).
B. Daftar Singkatan
Beberapa singkatan yang dibakukan adalah:
Swt.

= subhanallahu wa ta’ala

Saw.

= sallallahu ‘alaihi wa sallam

a.s.

= ‘alaihi al-salam

H

= Hijrah

M

= Masehi

SM

= Sebelum Masehi

I.

= Lahir tahun (untuk orang yang masih hidup saja)

w.

= Wafat tahun

QS …/…: 4

= QS al-Baqarah/2: 4 atau QS Ali ‘Imran/3: 4

HR

= Hadits Riwayat

xv

ABSTRAK
Nama
: Henri
NIM
: 50100114024
Judul Skripsi :Tradisi Akcaru-caru Dalam Pelaksanaan Aqiqah di Desa
Sala’jangki Kecamatan Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa
(Studi Dakwah Kultural)
Penelitian ini berjudul Tradisi Akcaru-caru Dalam Pelaksanaan Aqiqah di
Desa Sala’jangki Kecamatan Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa (Studi Dakwah
Kultural). Penelitian ini memiliki rumusan masalah yakni Bagaimana Proses Akcarucaru Dalam Pelaksanaan Aqiqah di Desa Sala’jangki Kecamatan Bontonompo
Selatan Kabupaten Gowa ditinjau dari sudut pandang Studi dakwah Kultural?. Tujuan
penelitian ini adalah untuk: 1) untuk mendeskripsikan dan mengetahuai bagamana
proses pelaksanaan Akcaru-caru dalam pelaksanaan Aqiqah di Desa Sala’jangki
Kecamatan Bontonompo Selatan Kabupatenn Gowa. 2) untuk mengemukakan dan
mengetahui bagaimana Pesan-pesan Dakwah yang Terkandung Pada Prosesi Akcarucaru Dalam pelaksanaan Aqiqah di Desa sala’jangki Kecamatan Bontonompo Selatan
Kabupaten Gowa.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif ditinjau dari sudut pandang
dakwak kultural, dan menggunkan pendekatan dakwah dan komunikasi, adapun
sumber data penelitian ini adalah, sanro pamana’, gurua, tokoh agama, tokoh
masyarakat dan pemerintah. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah, observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik pengolahan
data yang digunakan adalah koleksi data dan reduksi data.
Hasil penelitian ini menunjukkan ada 5 proses pelaksanaan Akcaru-caru
dalam pelaksanaan Aqiqah, yaitu, pemotongan kambing, nisimba, nisingkolo,
aktompolok, akpabarajamak, passidakka, dan akkatterek. Adapun yang mengandung
pesan dakwah, yaitu pesan untuk menuntut ilmu, bersedekah dan bermanfaat bagi
sesama, menjadikan Al Qur’an sebagai pedoman hidup, berpegang teguh pada ajaran
agama Islam dan aktualisasinya dalam kehidupan. Sedangkan prosesi lainnya tidak
mengandung nilai-nilai dakwah.
Implikasi penelitian yaitu penulis berharap mampu memberikan konstribusi
bagi masyarakat Desa Sala’jangki Kecamatan Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa
guna menambah wawasan tentang ajaran agama Islam, agar tidak adanya budaya atau
adat yang disalah tafsirkan oleh masyarakat yang mengarah kepada kemusyrikan.

xvi

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia tersebar di wilayah Nusantara beraneka ragam suku, adat
agama dengan corak masing-masing, kemajemukan masyarakat Indonesia ini
melahirkan budaya daerah yang beraneka ragam pula sesuai dengan daerah dimana
kebudayaan tersebut telah berakar dari dahulu sampai sekarang.1
Kebudayaan mencakup semua yang didapatkan atau dipelajari oleh semua
manusia sebagai anggota masyarakat. 2 Kebudayaan dimiliki manusia sejak lahir
kemudian kebudayaan itu berkembang seiring perkembangan zaman. Masyarakat
tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan. Segala hal dari segi kehidupan masyarakat
berkaitan dengan kebudayaan.
Herkovits mengemukakan tentang teori kebudayaan, seperti yang dilansir
dalam Ilmu Budaya Dasar buku Munandar Sulaeman Yaitu: (1) Kebudayaan itu dapat
dipelajari; (2) kebudayaan berasal atau bersumber dari segi biologis, lingkungan,
pisikologis, dan komponen sejarah eksistensi manusia; (3) kebudayaan mempunyai
1

Awaluddin S, Kebudayaan National ( Cet. I; Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,

1986),.h.2
2

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Cet. 43; Jakarta PT Raja Grafindo Pesada,
2002), h.150.

1

2

struktur; (4) kebudayaan dapat dipecah-pecah ke dalam berbagai aspek; (5)
Kebudayaan bersifat dinamis; (6) Kebudayaan mempunyai variable; (7) Kebudayaan
memperlihatkan keteraturan yang dapat dianalisis dengan metode ilmiah; (8)
kebudayaan merupakan alat bagi seorang (individu) untuk mengatur keadaan totalnya
dan menambah arti bagi kesan kreatifnya. 3
Kebudayaan terdapat juga tujuh unsur kebudayaan seperti yang disebutkan
oleh Koentjraninggrat yaitu bahasa, sistem pengetahuan, dan organisasi sosial, sistem
peralatan dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi dan kesenian.4
Religi sebagai salah satu unsur pembentuk kebudayaan yang berkembang seiring
dengan perubahan tingkah laku masyarakat.
Masyarakat Sulawesi Selatan terkhusus di Kabupaten Gowa, sudah ada sejak
lama kebudayaan yang berlaku yang menjadi tradisi nenek moyang mereka, dengan
melakukan upacara-upacara yang bertujuan agar mahluk halus tidak mengganggu dan
memberikan pertolongan.
Kepercayaan masyarakat Gowa terhadap arwah nenek moyang dinyatakan
dalam bentuk pemujaan terhadap kuburan atau tempat tertentu, pemujaan ini
dilakukan terhadap orang-orang tertentu yang mereka anggap berjasa pada
masyarakat dalam membangun pemukiman.

3

Munandar Sulaeman, Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar ( Cet. 1: Bandung: Rafika
Aditama,1998)h.12.
4

Koentjraniggrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Cet. IX Jakarta; Rineka Cipta 2009) h.165

3

Dalam masyarakat Gowa terdapat unsur panggadakkang, yaitu ade’ (adat
kebiasaan), rapang (perumpamaan), wari’ (pelapisan sosial), bicara (peradilan),
setelah kedatangan Islam kemudian sara’ (syari’at) Islam menjadi unsur
panggadakkan, sara’ sebagai unsur integrasi dari kebudayaan Islam. Dengan
integrasinya sara’ dalam unsur panggadakkan ini membuktikan bahwa ajaran Islam
bisa sejalan dengan tradisi-tradisi sebelumnya yang sudah berkembang di masyarakat.
Hal ini dikarenakan kedatangan ulama Abdul Ma’mur Khatib Tunggal (yang populer
disebut Dato’ ri Bandang) yang menyebarkan Agama Islam di Kerajaan Gowa.
Beliau berasal dari kota tengah (Minangkabau). Ia mengajar syariat Islam sebagai
langkah da’wah dalam penyebarannya.5
Masyarakat Gowa mempunyai tradisi-tradisi yang berkaitan dengan
pelaksanaan upacara inisiasi (siklus hidup). Upacara siklus hidup (rites de passage)
pada masyarakat Gowa yang dilakukan untuk menandai perpindahan satu fase
kehidupan dalam perjalanan hidup seorang individu, seperti kelahiran, perkawinan,
dan kematian.6 Setiap upacara senantiasa diselipkan sifat Islami yang berdampingan
dengan budaya masyarakat Makassar.
Begitupun salah satu tradisi yang ada di Kabupaten Gowa tepatnya di Desa
Salajangki yaitu tradisi akcaru-caru dimana tradisi ini biasa dilakukan oleh
masyarakat Desa Salajangki sebagai bentuk rasa syukur atas anak bayi yang baru
5

Mattulada, Menyusuri Jejak Kehadiran Makassar Dalam Sejarah (Yogyakarta: Ombak,
2011) h.46.
6

Ahmad M Sewang, Islamisasi Kerajaan Gowa: Abad XVI sampai abad XVII, (Jakarta:
Yayasan Obor, 2005), h.148-149.

4

lahir yang diadakan dalam pelaksanaan Aqiqah. Sampai saat ini masyarakat Desa
Sala’jangki masih mempercayai tradisi ini sebagai wujud bentuk terimah kasih
kepada Allah swt. atas kelahiran bayi mereka. Tradisi Akcaru-caru ini merupakan
ritual turun-temurun yang telah di wariskan oleh nenek moyang sejak lama. Akcarucaru dalam pelaksanaan aqiqah ini diadakan biasanya pada hari ketujuh setelah
kelahiran anak bayi, dimana sebelumnya pihak keluarga mengundang kerabat dekat
maupun kerabat jauh untuk hadir dan turut mendoakan anak bayi yang baru lahir.
Sebelum Prosesi dilaksanakan maka terlebih dahulu keluarga yang
mengadakan tradisi ini harus lebih dahulu menyiapkan beberapa bahan sebelum
pelaksanaannya yaitu: makanan seperti Kanre patangrupa (nasi empat macam)
berupa songkolo kebo, kanre kebo dan tumpi-tumpi, dan pisang. Selain itu,
dipersiapkan paddupang (dupa), mingnya’ bau, beras, lilin, emas, air minum satu
gelas, uang, kapak, alat tenun, kelapa, gula merah, paktompolo berupa daun-daun
tertentu, yaitu daun sirih, akar, dan daun kayu tertinggi di kampung bayi dilahirkan. 7
Dengan tujuan agar bayi tersebut nantinya dapat menduduki jabatan yang tinggi
dalam masyarakat. Simbol dalam suatu upacara yang mempunyai makna suatu
pengharapan.
Pelaksana dari tradisi ini dilakukan oleh Sandro Pamana dan panrita, sandro
pamana ialah orang yang membantu kelahiran anak seadangkan panrita adalah orang
yang dianggap memiliki pengetahuan tentang agama Islam. Setelah bahan yang
7

Ahmad M Sewang, Islamisasi Kerajaan Gowa, h.149

5

dipakai sudah lengkap, dilakukanlah prosesi akcaru-caru ini dengan beberapa
tahapan yaitu nisimba, nisingkolo dan aktompolok setelah prosesi akcaru-caru selesai
kemudian keluarga membawa ja’jakan berupa beras dan sejumlah uang sesuai
dengan keikhlasan orang tua bayi kerumah sandro pamana.
Keberadaan akcaru-caru pada masyarakat Gowa telah melaksanakan tradisi
ini pada setiap kelahiran anak mereka. Penyebaran Islam yang dilakukan oleh Datuk
Ribandang dengan tidak memaksakan ajaran Islam. Sehingga budaya pra-Islam dapat
sejalan dengan budaya Islam. Salah satunya dalam upacara kelahiran yaitu pada
tradisi aqiqah sehingga dalam pelaksanaanya, aqiqah diisi dengan ritus-ritus praIslam yang dilakasanakan sebelumnya yaitu tradisi akcaru-caru. Yang dalam
prosesinya dari awal sampai akhir terkandung simbol-simbol yang sarat dengan nilainilai Islam. Hal ini yang membuat peneliti ingin mengetahui lebih lanjut tentang
“Tradisi Akcaru-caru dalam pelaksanaan Aqiqah di Desa Salajangki Kecamatan
Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa.”
B. Fokus penelitian dan Deskripsi Fokus
1. Fokus Penelitian
Fokus penelitian merupakan batasan penelitian agar jelas ruang lingkup yang
akan diteliti. Olehnya itu pada penelitian ini peneliti memfokuskan penelitian pada
“Tradisi Akcaru-caru pada acara aqiqah “

6

2. Deskripsi Fokus
Berdasarkan pada fokus penelitian dari judul tersebut di atas, dapat
dideskripsikan berdasarkan substansi permasalahan penelitian ini, yang terbatas
kepada tradisi akcaru-caru. Maka penulis memberikan deskripsi fokus sebagai
berikut:
Kata Akcaru-caru berasal dari bahasa Makassar yang berarti memberi nama,
jadi akcaru-caru adalah adat kebiasaan turun-temurun yang yang dilakukan
masyarakat Desa Sala’jangki dengan tujuan memberi nama atas bayi yang baru lahir.
Akcaru-caru sampai saat ini masih dilaksanakan oleh masyarakat Desa Sala’jangki
yang merupakan warisan nenek moyangnya. Tradisi ini dilaksanakan pada hari
ketujuh setelah kelahiran anak yang dilaksanakan di rumah orang tua bayi. Adapun
rangkaian pelaksanaan Akcaru-caru di Desa Sala’jangki Kecamatan Bontonompo
Selatan Kabupaten Gowa meliputi
a. Pemotongan kambing merupakan tahap pertama yakni kambing disembelih
dengan dua ekor untuk anak laki-laki dan satu ekor untuk anak perempuan sesuai
dengan anjuran Nabi Muhammad saw.
b. Anak nisimba Yaitu prosesi menyilangkan kelapa, gula merah, Al-Quran, buku,
pulpen pada tubuh bayi mulai dari bagian kepala, perut sampai kaki bayi
sebanyak 13 kali dan disertai dengan membacakan doa oleh Sanro pamana’ yang
mengandung pesan-pesan dakwah.

7

c. Nisingkol Yaitu prosesi memasukkan sesuatu kedalam mulut bayi, berupa
makanan empat macam, kidong mangali, kue umba-umba, emas dan lain
sebagainya, yang dalam prosesinya dari awal sampai akhir mengandung makna
simbolik yaitu pesan-pesan dakwah
d. Aktompolo Yaitu prosesi menempelkan ramuan yang sudah dihaluskan di kepala
bayi. Prosesi ini mulai dari awal sampai akhir mengandung makna pengharapan
agar kehidupan anak menjadi baik.
Dari deskripsi fokus tersebut calon peneliti ingin melihat bagaimana prosesi
Akcaru-caru pada pelaksanaan aqiqah dan mana tradisi yang perlu dilestarikan
sebagai dakwah kultural yaitu mengandung pesan-pesan dakwah Islam.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan bahwa yang menjadi
pokok permasalahan yaitu “Bagaimana Tradisi Akcaru-caru dalam pelaksanaa
Aqiqah di Desa Salajangki Kecamatan Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa. Dari
pokok masalah tersebut calon peneliti mengemukakan dua sub yaitu:
1. Bagaimana proses akcaru-caru dalam pelaksanaan aqiqah di Desa Salajangki
Kecamatan Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa?
2. Bagaimana pesan-pesan dakwah yang terkandung pada prosesi Akcaru-caru
dalam pelaksanaan aqiqah di Desa Salajangki Kecamatan Bontonompo Selatan
Kabupaten Gowa?

8

D. Kajian Pustaka
Dari beberapa literatur yang relevan dengan penelitian ini, khususnya dalam
hal Tradisi Akcaru-caru di Desa Sala’jangki Kecamatan Bontonompo Selatan
Kabupaten Gowa. Peneliti belum pernah menemukan penelitian yang mengkaji judul
tersebut. Namun, berdasarkan penelusuran peneliti melalui studi kepustakaan, ada
peneliti yang mengangkat tema mengenai budaya lokal sebagai objek penelitian
yaitu:
a. Penelitian yang dilakukan oleh Hasnah jurusan Sejarah Kebudayaan Islam,
Fakultas Adab dan Humaniora Univesitas Islam Negeri Alauddin Makassar pada
tahun 2015 dengan judul: “Akultrasi Budaya Akcaru-caru Pada Aqiqah Di Desa
Salajangki Kecamatan Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa. Persamaan penelitian
ini adalah sama-sama membahas prosesi akcaru-caru, Namun yang menjadi pembeda
dalam fokus penelitian ini dengan penelitian di atas adalah penelitian ini membahas
mengenai pesan-pesan dakwah yang terkandung pada prosesi Akcaru-caru dalam
pelaksanaan Aqiqah sedangkan penelitian sebelumnnya membahas tentang aqultarsi
budaya akcaru-caru dengan budaya Islam yaitu aqiqah. hasil penelitian yang
dilakukan oleh Hasnah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk penelitian ke depannya
yang ingin mengembangkan dikemudian hari.
b. Penelitian yang dilakukan oleh Mardiana jurusan Sejarah Kebudayaan Islam,
Fakultas Adab dan Humaniora Univesitas Islam Negeri Alauddin Makassar pada
tahun 2017 dengan judul: “Tradisi Pernikahan Masyarakat Di Desa Bontolempangan

9

Kabupaten Gowa. Namun yang menjadi pembeda dalam fokus penelitian ini dengan
penelitian di atas adalah penelitian ini membahas mengenai pesan-pesan dakwah
dalam prosesi Akcaru-caru sedangkan penelitian sebelumnnya membahas tentang
Akultrasi Islam Dalam Tradisi Pernikahan Di Desa Bontolempangan Kabupaten
Gowa.
c. Penelitian yang dilakukan oleh Juliana M jurusan Sejarah Kebudayaan Islam,
fakultas Adab dan Humaniora Univesitas Islam Negeri Alauddin Makassar pada
tahun 2017 dengan judul: Tradisi Mappasoro Bagi Masyarakat Desa Barugariantang
Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba. Namun yang menjadi pembeda
dalam fokus penelitian ini dengan penelitian di atas adalah penelitian ini membahas
mengenai pesan-pesan dakwah dalam prosesi Akcaru- caru sedangkan penelitian
sebelumnnya membahas tentang Sejarah Lahirnya tradisi Mappasoro di Desa
Barugariantang Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba sedangkan letak
persamaan dari penelitian ini adalah sama-sama membahas mengenai tradisi. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Juliana M ini diharapkan menjadi bahan acuan dalam
penelitian yang lebih lanjut.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu teletak pada substansi
masalah yang diteliti. Dalam pembahasan skripsi ini, peneliti menggunakan beberapa
literatur sebagai bahan acuan dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Adapun literatur
yang dianggap signifikan dengan obyek penelitian ini diantaranya;

10

1. Sejarah Masyarakat dan Kebudayaan Sul-Sel, oleh Mattulada, Makassaar
Penerbit Hasanuddin Press, 1998, sebagai salah satu sumber mengenai
kebudayaan masyarakat Sulawesi Selatan secara keseluruhan.
2. Manusia Makassar, oleh Sugira Wahid, Makassar: Pustaka Refleksi Lokal,
2010, membahas tentang budaya masyarakat suku Makassar dan membahas
tentang upacara daur hidup (inisisasi).
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Adapun tujuan penyusunan skripsi ini adalah:
1.

Untuk mendeskripsikan dan mengetahui bagaimana prosesi pelaksanaan

Akcaru-caru

dalam

pelaksanaan

Aqiqah

di

Desa

Sala’jangki,

Kecamatan

Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa.
2.

Untuk mengemukakan dan mengetahui bagaimana pesan-pesan dakwah yang

terkandung pada prosesi Akcaru-caru dalam pelaksanaan Aqiqah di Desa Salajangki,
Kecamatan Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa.
Adapun kegunaan penelitian ini sebagai berikut:
1.

Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan ilmu pengetahuan

khususnya tentang nilai-nilai islami yang terkandung di dalam tradisi Akcaru-caru.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermamfaat untuk penelitian kedepannya untuk
mengembangkan di kemudian hari.

11

2. Secara praktis
Secara praktis, diharapkan dapat berguna bagi para budayawan dan
masyarakat umum, terutama bagi generasi muda yang ada di Desa Sala’jangki untuk
senantiasa melestarikan kebudayaannya.

12

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Tinjauan Teoritis Tentang Dakwah dan Budaya
1. Pengertian Dakwah dan Dasar Hukum Dakwah
Islam adalah agama dakwah dan disebar luaskan kepada umat manusia
melalui kegiatan dakwah, tidak melalui kekerasan atau kekuatan senjata. Islam tidak
membenarkan bagi pemeluknya untuk melakukan pemaksaan kepada umat manusia
agar mereka mau memeluk agama Islam dan sekaligus tidak membenarkan orang
lain untuk menghalang-halangi kegiatan dakwah Islam. Sebab masuknya hidayah
kepada kalbu setiap manusia dari Allah swt.1
Islam merupakan ajaran yang Universal dan mengatur semua segi kehidupan
manusia. Islam selalu memberika ketentraman dalam segala keadaan dan segi
kehidupan dan meletakkan sistem yang pasti. Islam tampil dalam menyelesaikan
kesulitan-kesulita hidup dan sistem-sistem yang seharusnya diperbaiki oleh manusia.
Sampai saat ini, sebagian orang memahami Islam secara salah, bahwa mereka
menganggap Islam adalah agama yang mencakup berbagai macam ibadah dan

1

M. Masyhur, Amin. Dinamika Islam (Yogyakarta: LPKSM, 1995), h.187.

12

13

bentuk-bentuk kerohanian saja. Pemahaman mereka hanya berkisar tentang hal
tersebut, yakni pemahaman yang sangat dangkal.2
Di tinjau dari segi bahasa, “Dakwah” berarti: ‫ دعا – يدعوا– دعوة‬panggilan, seruan
dan ajakan. Bentuk perkataan tersebut dalam bahasa Arab di sebut mashdar.
Sedangkan bentuk kata kerja (fi’il) adalah berarti: memanggil, menyeru atau
mengajak (da,a, yad’u, da’watan). Kata dakwah sering dijumpai atau dipergunakan
dalam ayat-ayat Al-Qur’an dalam firman Allah QS.Yusuf /12;108.

              
    
Terjemahannya:
Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku
mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku
tiada Termasuk orang-orang yang musyrik".3
Dasar Kewajiban Berdakwah
Dasar perintah berdakwah sebagai salah satu tugas umat Islam adalah AlQuran dan hadits, karena dakwah merupakan suatu usaha untuk menyeru,
memanggil dan mengajak manusia agar selalu berpegang teguh pada ajaran-ajaran
Allah SWT. Guna untuk memperoleh kebahagiaan yang hakiki, maka hukum dasar

2

Hasan al- Banna, konsep Pembangunan Masyarakat Islam (Jakarta: Rosdakaria, 1999), h.

3

Kementrian Agama RI, Al- Quran dan Terjemahannya, (Surabaya: Al- Hidayah, 1998),h

16
280.

14

pelaksanaan dakwah bagi umat muslim, para ulama telah sepakat bahwa hukumnya
wajib. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT, dalam QS. an- Nahal/16:125.

          
             

Terjemahannya:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.4
Berdasarkan ayat diatas Allah Swt memerintahkan untuk berdakwah dengan
metode hikmah dan pelajaran yang baik, karena dengan metode ini akan
memudahkan mad’u untuk menerima materi dakwah dengan baik.
1. Unsur-unsur Dakwah
Yang dimaksud dengan unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen
yang selalu ada dalam setiap kegiatan dakwah. Unsur-unsur tersebut adalah tujuan
dakwah, dai (pelaku dakwah), mad’u (mitra dakwah), maddah (materi dakwah),
wasilah (media dakwah), dan thariqah (metode).5

4

Kementrian Agama RI, Al- Quran dan terjemahannya, (Surabaya: Al- Hidayah, 1998),h

275.
Said ibn Aliy ibn Wahif al-Qahtani, al- Hikmah fi al-a’wah ila Allah ta’ala (Cet.1; Saudi:
Jami’ah al- Imam Muhammad Ibn sa’d al-Islamiyah Kulliyah al-Da’wah,1992)h.126.
5

15

a. Tujuan dakwah
Tujuan dalam bahasa Indonesia berarti arah atau haluan yang akan dituju.
Dalam bahasa Arab tujuan disebut dengan istilah al-garad. Dalam proses pelaksanaan
dakwah, tujuan merupakan salah satu faktor yang paling penting dan sentral, karena
dengan tujuan itulah dilandaskan segenap tindakan dalam rangka usaha kerjasama
dakwah. Dalam hal ini, berarti usaha dalam menentukan sistem dan bentuk usaha
kerjasama dakwah, tujuan merupakan landasan utama yang penting di terapkan 6 .
Menurut penulis tujuan dakwah adalah hal yang ingi dicapai seorang dai’ dalam
berdakwah dan tujuan itulah yang akan menentukan keberhasilan dakwah seorang
muballigh atau dai’.
b. Subjek Dakwah
Subjek dakwah (dai) adalah orang yang melaksanakan dakwah baik secara
lisan, tulisan, maupun perbuatan. Baik yang dilakukan secara berkelompok atau
organisasi atau maupun individu. Pada dasarnya setiap muslim secara otomatis
berperan sebagai juru dakwah karena mereka memiliki kewajiban untuk berdakwah,
setiap muslim yang berperan sebagai dai’ atau komunikator dakwah dapat
dikelompokkan menjadi:
1. Secara umum, yakni setiap muslim atau muslimat yang mukalaf dimana bagi
kewajiban dakwah merupakan sesuatu yang melekat, tidak terpisahkan diri
misinya sebagai penganut Islam.

6

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,2008),h.1553.

16

2. Secara khusus, yakni mereka mengambil keahlian khusus dalam bidang
agama Islam, yang dikenal dengan sebutan alim ulama.
c. Materi Dakwah
Materi dakwah tidak lain adalah al-Islam yang bersumber dari Al-Qur’an
hadits sebagai sumber utama meliputi aqidah, syari’ah dan ahlak dengan berbagai
macam cabang ilmu yang diperoleh dirinya. materi yang disampaikan oleh seorang
da’i harus cocok dengan bidang keahliannya.
Materi juga harus cocok dengan metode dan media serta subjek dakwahnya.
Mungkin juga sesuatu materi juga perlu disampaikan dengan berbagai jenis metode,
berbagai macam media kepada objek tertentu. Misalnya materi yamg berhubungan
dengan keimanan disampaikan dengan metode ceramah, metode diskusi dan
sebagainya.
d. Objek dakwah
Objek dakwah (Mad’u) adalah manusia yang menjadi sasaran atau penerima
pesan dakwah, baik secara individu maupun kelompok, baik yang muslim maupun
nonmuslim.7 Mulyadi mengemukakan bahwa mad’u adalah seluruh manusia sebagai
mahluk Allah yang dibebani menjalankan ajaran agama Islam. Dan diberi kebebasan
berikhtiar dan bertanggung jawab atas perbuatan sesuai dengan pilihannya.

7

Abu Bakar Zakaria, Ad-Da’wah Ila Al-Islam, Mesir, Maktabaha Wahbah, t.t. h.35

17

e. Media Dakwah
Media dakwah (Washilah Al- Da’wah) adalah sarana atau alat yang digunakan untuk
menyampaikan pesan dakwah. Hamzah Ya’qub 8. Sebagaimana dikutip oleh wahyu
Ilahi membagi media dakwah menjadi empat:
a. Lisan, dapat berupa ceramah, kuliah, bimbingan, penyuluhan, dan sebagainya.
b. Tulisan, dapat berupa majalah, surat kabar, spanduk, dan sebagainya.
c. Lukisan, dapat berupa gambar, karikatur, desain grafis, dan sebagainya.
d. Ahlak yakni perbuatan-perbuatan yang mencerminkan ajaran Islam, yang dapat
menjadi teladan bagi orang lain.9
e. Metode Dakwah
Metode dakwah (Tariqah Al-da’wah) adalah cara atau strategi dai untuk
menyampaikan pesan dakwah. Metode dakwah dapat juga dipahami sebagai rentetan
kegiatan untuk mencapai tujuan dakwah.
Pada umumnya acuan mengenai metode dakwah adalah pada QS An-Nahl
ayat 125. Ayat tersebut mengimformasikan bahwa ada tiga macam metode yang
menjadi dasar dakwah yakni dengan hikmah dan pengajaran atau nasihat yang baik
atau dengan cara bertukar pikiran, dialog atau debat cara baik.
Metode yang dinamai al-iqab bi al-mist dakwah dengan balasan setimpal ini,
menurut A. Ilyas Ismail dan Prio Hotman10 ditujukan kepada kelompok mad’u kafir,

8

Lihat Syekh Ali Mahfuz, Hidayat al- Mursyidin (Mesir: Dar al-Kutub, 1952), h.17

9

Enjang AS dan Aliyudin, Dasar-Dasar Ilmu Dakwah: pendekatan Filosofis dan praktis,h.75

18

yaitu mereka yang gemar menutup-nutupi kebenaran, menghalangi dakwah dan
berniat menghancurkan dan memusuhi agama.
Maksud yang ingin dicapai dari metode ini adalah untuk menolak fitnah
terhadap dakwah Islam, menghadirkan kebebasan beragama dan menumpas
kesewenang wenangan.
Muhammad Abdul sebagaimana dikutip oleh wahyu Ilahi membagi mad’u
menjadi tiga golongan.
a. Golongan cendikiawan, yakni mereka yang cinta kebenaran dan dapat berpikir
kritis, cepat mengangkat persoalan.
b. Golongan awam, yakni mereka yang belum dapat menangkap pengertianpengertian tinggi.
c. Golongan pertenganhan, yakni mereka yang senang membahas sesuatu, tetapi
hanya dalam batas tertentu.
2. Pengertian Kebudayaan dan Adat Istiadat
a. Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus
dibiasakan dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu,
kebudayaan dalam bahasa Indonesia sama dengan kultur sedangkan dalam bahasa
Inggris berasal dari kata colere yang berarti mengolah, mengerjakan. Dari makna ini
berkembang pengertian culture sebagai segala daya upaya serta tindakan manusia

10

A.Ilyas Ismail dan Primo Hotman, Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun Agama dan
Peradaban Islam (Cet, 1; Jakarta: Kencana, 2011) h.208

19

untuk mengolah tanah dan mengubah alam. Kebudayaan berasal dari bahasa
sansekerta buddhaya yang merupakan bentuk jamak dari kata “buddhi” yang berarti
budi atau akal.
Menurut Antropologi E.B. Tylor (1871), mengemukakan pegertian
kebudayaan yaitu: kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuankemampuan seta kebiasan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai
anggota masyarakat.11
Kebudayaan diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau
akal”. Sedangkan budaya adalah bentuk jamak dari kata budi-daya, yaitu daya dari
budi yang berupa cipta, rasa dan karsa. Kebudayaan yang luhur dinamakan
peradaban. Peradaban yang tinggi tercermin dari cara berfikir, bertingkah laku dan
budi pekerti.
Konsep mengenai budi pekerti dapat dijelaskan sebagai berikut: kata budi itu
sendiri berasal dari bahasa sansekerta budh yang artinya ngilir, tangi, gumregah,
sadhar, ing babagan kajiwan (jiwa) yang artinya terjaga, bangun, bergerak cepat,
sadar dalam hal kerohanian). Sedangkan kata pekerti memiliki makna tumindak,
tumandang, makarya, makarti, ing babagan karagan (raga) yang berarti melakukan,
melaksanakan, bekerja dan berkarya dalam hal kejasmanian). Kata pekerti berkaitan
erat dengan tindak tanduk jiwa dan raga, lahir dan batin. Budi pekerti dapat dipilah
tetapi tidak dapat di pisah. Menurut Prof. Dr Edy Sedyawati ciri budi pekerti luhur
ada 56, dantaranya: rajin bekerja, memiliki rasa tanggung jawab, disiplin, setia,

11

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu pengantar, h.168

20

hormat, cinta kasih, andhap –asor, dan adil. Cara-cara pembentukan budi pekerti
luhur dapat melalui pelatihan dan pembiasaan, melalui keteladanan, dan melalui
pergaulan yang lugas. Perwujudan dari nilai-nilai budi pekerti luhur di mulai dari
tatapan diri pribadi, keluarga pergaulan antar manusia dan antar bangsa. 12
a. Pengertian Adat Istiadat
Adat dapat dipahami sebagai tradisi local (local Castom) yang mengatur
interaksi masyarakat. Dalam ensiklopedia disebutkan bahwa adat adalah “kebiasaan”
atau “tradisi” masyarakat yang telah dilakukan berulangkali secara turun- temurun.
Kata “adat” disini lazim dipakai tanpa membedakan mana yang mempunyai sanksi
seperti ”hukum Adat”dan mana yang tidak mempunyai sanksi seperti disebut adat
saja.13
Menurut khazanah bahasa Indonesia, tradisi berarti segala sesuatu seperti adat,
kebiasaan, ajaran dan sebagainya, yang turun-temurun dari nenek moyang. Ada pula
yang mengartikan bahwa Tradisi berasal dari kata traditium pada dasarnya berarti
segala sesuatu yang berupa warisan masa lalu. Tradisi merupakan hasil cipta dan
karya manusia berupa objek material, kepercayaan, khayalan, kejadian, atau lembaga
yang diwariskan dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Seperti misalnya adatistiadat, kesenian dan properti yang digunakan. Sesuatu yang diwariskan tidak berarti
harus di terima, dihargai, diasimilasi atau disimpan sampai mati. Bagi para pewaris
setiap apa yang mereka warisi tidak dilihat sebagai tradisi. Tradisi yang diterima akan

12
13

Wahjudidjaja, Ilmu Sosial Budaya (Jakarta: Penerbit Ombak, 2012), h.6-7
Ensiklopedia Islam, Jilid 1. (Cet .3, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoven, 1999) h.21

21

menjadi unsur yang hidup didalam kehidupan para pendukungnya, ia menjadi bagian
dari masa lalu yang dipertahankan sampai sekarang dan mempunyai kedudukan yang
sama dengan inovasi-inovasi baru.14
Tradisi merupakan suatu gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah
berproses dalam waktu lama dan dilakukan secara turun-temurun dimulai dari nenek
moyang. Tradisi yang telah membudaya akan menjadi sumber dalam berahlak dan
berbudi pekerti seseorang. Tradisi atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling
sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian
dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu Negara, kebudayaan,
waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya
informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan, karena
tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah. Selain itu, tradisi juga dapat diartikan
sebagai kebiasaan bersama dalam masyarakat manusia, yang secara otomatis akan
mempengaruhi aksi dan reaksi dalam kehidupan sehari-hari para anggota masyarakat
itu.15
Di dalam tradisi diatur bagaimana manusia berhubungan dengan manusia
yang lain atau satu kelompok manusia dengan kelompok manusia lain, bagaimana
manusia bertindak terhadap lingkungannya, dan bagaimana manusia berperilaku
terhadap alam yang lain. Ia berkembang menjadi suatu system, memiliki pola dan

14
15

Agus Ahmad Safei, Dasar dasar tradisi (Jakarta : Bumi Aksara, 1993) h. 13.
Drs. Sidi Gazalba, Asas-Tradisi, Kebudayaan (Jakarta:Bulan Bintang 1978), h.308

22

norma yang sekaligus juga mengatur penggunaan sanksi dan ancaman terhadap
pelanggaran dan penyimpangan.
3. Hakikat dakwah kultural
Agama adalah kebutuhan fitrah manusia, karena manusia secara fitri
merupakan mahluk yang memiliki kemampuan untuk beragama. Manusia sangat
memerlukan

agama

khususnya

Islam,

karena

manusia

memilki

berbagai

kesempurnaan dan juga memiliki kekurangan. Dalam hal ini, kehadiran dai untuk
menyampaikan dakwah sangat dibutuhkan dalam menampung dan mendorong
manusia melakukan kebaikan. 16 Selaimn manusia sebagai mahluk yang beragama,
manusia juga disebut sebagai mahluk yang berbudaya. Budaya diciptakan oleh
manusia, dan manusia pulalah yang menaati budaya tersebut.
Para ulama terdahulu melakukan strategi dalam menyebarkan agama Islam,
sehingga ajaran Islam mudah diterima dikalangan masyarakat, dimana para ulama
terdahulu tidak terlalu memaksakan ajaran Islam sehingga tidak serta merta
menghapuskan tradisi sebelumnya yang telah ada sejak dahulu melainkan terjadi
akultrasi antara ajaran islam dengan tradisi yang dianut oleh masyarakat. Maka dalam
hal ini dai menggunakan pendekatan dakwah kultural.

16

Abudin Nata, Metodologi Studi Islam (Cet 1; Jakarta: Rajawali Press, 2010), h..23

23

Dakwah kultural secara umum dapat dipahami sebagai pengembangan
dakwah melalui jalur kultural, melalui jalur non formal lainnya. 17 Muhammad
Sulthon juga memberikan penjelasan tentang dakwah kultural sebagai berikut:
Dakwah kultural adalah aktifitas dakwah yang menekankan Islam kultural.
Islam kultural adalah salah satu pendekatan yang berusaha meninjau kembali
kaitan doctrinal yang formal antara Islam dan politik atau Islam dan Negara.
Atau dengan kata lain dakwah di luar kekuasaan.18
Kecenderungan memandang budaya secara obyektif dan kecenderungan untuk
melesatarikannya, mengundang beberapa persoalan, diantaranya adalah: pertama,
cenderung etnosentrik, mengangngap budaya yang dimilki sebagai yang terbaik, d