PENUNTUTAN DAN PENJATUHAN PIDANA TERHADAP KORPORASI YANG TIDAK DIDAKWA DALAM SURAT DAKWAAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI BERDASARKAN HUKUM POSITIF INDONESIA.

ABSTRAK
PENUNTUTAN DAN PENJATUHAN PIDANA TERHADAP KORPORASI YANG
TIDAK DIDAKWA DALAM SURAT DAKWAAN DALAM TINDAK PIDANA
KORUPSI BERDASARKAN HUKUM POSITIF INDONESIA
Radius Emerson Sitanggang
110110110245

Dalam kasus Tindak Pidana Korupsi Proyek Bioremediasi PT. Chevron
Pasific Indonesia dengan Terdakwa Ricksy Prematury selaku Direktur PT. Green
Planet Indonesia (PT. GPI), hakim menjatuhkan pidana terhadap PT. GPI berupa
kewajiban untuk membayar uang pengganti kerugian negara. Padahal,
Jaksa/Penuntut Umum dalam surat dakwaannya hanya mendakwa Ricksy
Prematuri sebagai orang pribadi tanpa mendakwa PT. GPI dan yang dituntut oleh
Jaksa/Penuntut Umum untuk memabayar uang pengganti atas kerugian negara
adalah Terdakwa Ricksy Prematuri. Begitu juga dengan kasus Tindak Pidana
Korupsi yang melibatkan PT. Indosat dan PT. Indosat Mega Media (PT. IM2)
dengan Terdakwa Indar Atmanto selaku Dirut PT. IM2. Mejelis hakim menjatuhkan
pidana terhadap PT. Indosat Mega Media berupa kewajiban membayar uang
pengganti kerugian negara, padahal Jaksa/Penuntut Umum dalam surat
dakwaannya hanya mendakwa Indar Atmato sebagai orang pribadi. Dan dalam
tuntutannya, Jaksa/Penuntut Umum menuntut agar uang pengganti atas kerugian

negara dibebankan kepada PT. Indosat dan PT. IM2 yang penuntutannya
dilakukan secara terpisah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui praktik
penuntutan terhadap korporasi dalam tindak pidana korupsi dan bagaimana
penjatuhan pidana terhadap korporasi yang tidak didakwa dalam surat dakwaan
dalam tindak pidana korupsi berdasarkan hukum positif Indonesia.
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yang
menitikberatkan pada data sekunder dengan spesifikasi deskriptif analitis, yaitu
menganalisis masalah yuridis yang timbul dari fakta dan peramasalahan
dihubungkan dengan peraturan perundang-undangan. Analisis data yang
digunakan adalah metode analisis kualitatif.
Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa praktik penuntutan dan
penjatuhan pidana yang dilakukan terhadap korporasi dalam tindak pidana korupsi
di Indonesia masih memliki penerapan yang berbeda-beda. Selain itu, penjatuhan
pidana terhadap korporasi yang tidak didakwa dalam surat dakwaan bertentangan
dengan Pasal 182 ayat (4) KUHAP, yang mengamanatkan bahwa hakim dalam
memutus suatu perkara dibatasi oleh apa yang tercantum dalam surat dakwaan
Jaksa/Penuntut Umum. Penjatuhan pidana terhadap pihak yang bukan terdakwa
juga bertentangan dengan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan bahwa pidana
tambahan hanya dapat dijatuhkan kepada terdakwa.

iv