Wakil Menteri Penggemukan Birokrasi.

tiEPUTARINDONESIA
o Senln o Se/asa
123
17

4
18

._0Jan 0

19
Peb

5
20

OMlJr

0
6


21
OApr

.

Rabu 0 Kam/s
Jumat o Sabtu 0 Mlnggu
12
13
14
15
7
9
10
11
22
23
24
25
26

27
28
29
30
OMel

OJun

OJul

0 Ags OSep

.Okt

ONov

16

ODes


WakilMenteri Penggemukan Birokrasi
kakan anggaran terjadi lantaran
ada berbagaifasilitas birokrasidan
materi yang melekat pada jabatan
wakil menteri misaInya awak protokoler, ajudan, atau mobil dinas.
Semua itu harus disediakan negara. "Pasti berpengaruh pada anggaran. Nah, anggaran yang paling
mudah diambil adalah anggaran

PAKAR Hukum Tata Negara yang
juga mantan Ketua Mahkamah
Agung (MA) Bagir Manan berpendapat, dimunculkannya jabatan wakil menteri pada sejumlah departemen menyebabkan penggemukan birokrasi dan pembengkakan
anggaran. "Wakilmenteribisamemperbesar birokrasi. Padahal, kita sedang mereformasi birokrasi, bukan
menggemukkan birokras~" ujar Bagir dalam diskusi terbatas Prospek
Kabinet Indonesia Bersatu jilid ITdi
Executive Lounge Universitas Padjadjaran,Kota Bandung,kemarin.

rakyat," kata Bagir.
Implikasi lain dari adanya wakil menteri adalah memunculkan
ketidakjelasan pertanggungawaban pekerjaan. jabatanmenteri merupakan jabatan politis yang bertanggungawab kepada gresiden
_

sementara biasanya yang nyata bekerjadalam departemenadalah birokrat. "Apakah betul wakil menteri diperlukan?" tanyaBagir.
jabatan wakil menteri juga bisa memicu disharmoni kepemim-

..!?i~m~ag,arkan,..£e,!!lb.5-

pinan sebab belum tentu seorang
menteri bisa menerima ada wakil
menteri dalamsatu pekerjaan. "Ini
akan sangat individual, apakah
menterimau berbagi dengan wakil
menteri," papar Bagir.
Menurut Bagir, Departemen
Luar Negeri, Departemen Keuangan, dan Departemen Perdagangan
sebenarnya tidak terlalu membutuhkan wakil menteri.Bila pun ada,
yang paling membutuhkan adalah
departemen yang bidang pekerjaannya sangat luas seperti Departemen Pendidikan Nasional. "Misalnya wakil menteri yang mengurusi perguruan tinggi," katanya.
Mengenai komposisi KIB IT
yang setengahnya diisi menteri
dari partai politik, Bagir berpendapat kondisi itu kurang aman bagi
demokrasi, apalagi dalam sistem

presidensial seperti Indonesia.
"Koalisi tidak sesuai dalam sistem
presidensial," kata Bagir.

--

Kllplng

Humas

Unpad

2009

(rudini)

31