EFEKTIVITAS BRAIN GYM DALAM MENINGKATKAN KONSENTRASI BELAJAR PADA ANAK.

(1)

EFEKTIVITAS BRAIN GYM DALAM MENINGKATKAN

KONSENTRASI BELAJAR PADA ANAK

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1

Diajukan Oleh :

ARYATI NURYANA F 100060066

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010


(2)

1

A. Latar Belakang Masalah

Kewajiban seorang anak adalah belajar agar anak menjadi pintar sehingga dapat bermanfaat bagi kehidupan di masa mendatang. Selain di rumah, di lingkungan sekolah, anak juga harus bergelut dengan berbagai tujuan dan agenda pembelajaran sekaligus berpacu dengan waktu. Hal ini akan mengakibatkan anak harus berusaha keras dalam belajar (Markowitz, 2002). Menurut Ayinosa (2009) jika seseorang mengalami kesulitan belajar maka orang tersebut akan berusaha sangat keras dalam belajar yang mengakibatkan terjadi stres di otak, sehingga mekanisme integrasi otak melemah dan bagian-bagian otak tertentu kurang berfungsi. Dengan memaksakan otak untuk bekerja sangat keras maka akan terjadi ketidakseimbangan dalam otak antara otak kanan dan otak kiri, juga dapat menyebabkan kelelahan pada otak sehingga konsentrasi dalam belajar anak menjadi menurun.

Konsentrasi belajar adalah suatu usaha pemusatan pikiran atau perhatian terhadap suatu mata pelajaran yang sedang dipelajari dengan mengesampingkan hal-hal lain yang tidak ada hubungannya dengan apa yang sedang dipelajari. Ada beberapa siswa yang mudah dalam menerima pelajaran namun ada juga siswa yang kesulitan dalam menerima pelajaran.

Dalam kehidupan sehari-hari banyak anak yang susah untuk berkonsentrasi dalam memperhatikan pelajaran baik di rumah maupun di sekolah.


(3)

2

Seperti kasus yang dialami oleh Dika yang duduk di kelas 4 SD, Dika bermasalah dengan prestasinya karena Dika lebih banyak menghabiskan waktu belajar di kelas dengan melamun dan murung. Padahal setelah dites anak ini memiliki skor IQ yang sangat tinggi 147 (sangat cerdas). Ternyata setelah ditanya kembali si anak ini mempunyai masalah dengan orang tuanya. (Re: [balita-anda] (OOT) help konsentrasi belajar anak Arrazy, Fahruddin)

Selain kasus tersebut ada juga kasus tentang kurangnya konsentrasi anak ketika sedang belajar yang dialami oleh X (nama inisial). Beberapa waktu lalu di

sekolah “anakku”, ada acara parents teacher meeting. Tidak semua parents dihadirkan, hanya parents negative special child saja yang diundang hadir. Pada

pertemuan tersebut gurunya cerita kalau “anakku” (7 th - 2 SD) sering tidak konsentrasi ketika mendengarkan guru mengajar di kelas. Di kelas anakku suka mengobrol dengan temannya, kadang bermain, kadang melamun. Beberapa kali pada saat mengerjakan pekerjaan di kelas, selesai cepat-cepat, tapi banyak ditemukan salah. (Re: [balita-anda] (OOT) help konsentrasi belajar anak Arrazy, Fahruddin).

Selain masalah tersebut masalah konsentrasi belajar juga dialami oleh putra dari Ibu Nani (nama samaran) mengatakan: “Anakku sebelum menginjak umur 8 tahun punya masalah dengan konsentrasinya tetapi semakin besar aku perhatikan perkembangannya di sekolah maupun lingkungan menjadi suka berpikiran kosong. Itu saya temuin ketika dia les matematika yang mana sering bengong dan tidak membuat jawaban sehingga harus ditegur dan ditegur lagi untuk mengingatkan dia dalam bertugas. Kalau di tempat les bolanya pun dia


(4)

sering bengong pula.”( http://www.psikologizone.com/melatih-konsentrasi-anak. Muhammad Baitul Alim)

Beberapa contoh diatas dapat menggambarkan bahwa fenomena yang terjadi dalam pemusatan pikiran merupakan fungsi hal yang rumit, yang melibatkan rasa seperti sentuhan dan gerakan. Fenomena ini juga melibatkan perasaan kita, seperti perasaan yang muncul selama belajar. Padahal konsentrasi merupakan salah satu hal yang dibutuhkan dalam diri setiap manusia yang berfungsi antara lain dalam rangka pengambilan keputusan mengenai objek yang diminati. Konsentrasi juga merupakan keadaan pikiran atau asosiasi terkondisi yang diaktifkan oleh sensasi di dalam tubuh. Untuk mengaktifkan sensasi dalam tubuh perlu keadaan yang rileks dan suasana yang menyenangkan, karena dalam keadaan tegang seseorang tidak akan dapat menggunakan otaknya dengan maksimal karena pikiran menjadi kosong (Denisson, 2008). Seperti yang dikatakan Prihastuti (2009) bahwa suasana menyenangkan dalam hal ini berarti anak berada dalam keadaan yang sangat rileks, tidak ada sama sekali ketegangan yang mengancam dirinya baik fisik maupun non fisik. Keadaan tersebut akan memberikan kenyamanan tersendiri bagi siswa dalam belajar dan akan melapangkan jalan bagi siswa dalam mendayagunakan seluruh potensi yang dimilikinya. Dalam hal ini tentunya diperlukan suatu metode yang menyenangkan yang membuat anak rileks dalam belajar, biasanya para pendidik menggunakan metode atau membuat suatu program dalam pembelajaran seperti belajar sambil bermain ataupun belajar langsung dengan alam sekitar. Akan tetapi perancangan program seperti itu tidak selalu akan berhasil, karena pada dasarnya hanyalah


(5)

4

mengoptimalkan sebagian fungsi otak, yaitu belahan otak kiri padahal kegiatan belajar akan optimal jika kita dapat mengoptimalkan penggunaan semua dimensi otak. Upaya untuk mengaktifkan semua dimensi otak bisa dilakukan dengan senam otak atau Brain Gym (Ayinosa, 2009).

Brain gym merupakan program komersial yang populer yang dipasarkan di lebih 80 negara yang telah menerima sejumlah perhatian yang perlu dipertimbangkan di media pers, dengan banyaknya individu yang mengklaim bahwa itu memberikan stimulasi yang sangat dibutuhkan untuk pembelajaran efektif. Sebagian besar asumsi mendasar Brain gym adalah gagasan mengenai pemolaan ulang neurologis, dan banyak dari kegiatan-kegiatannya didasarkan pada pengembangan teori Doman-Delacato (Hyatt, 2007). Penelitian eksperimental dilakukan oleh Jan Irving, Ph.D. dari Chemekata Community College di Salem, Oregon, mendukung klaim ini. Dalam beberapa desain awal dengan tiga kelompok kontrol terpisah, Dr Irving menggunakan empat kegiatan Brain Gym, dalam suatu rangkaian yang oleh Dennisons disebut dengan PACE, sebagai variabel terisolasi. Ia mengukur efeknya pada kecemasan dengan self report (69,5% pengurangan) dan performa mingguan pada tes keterampilan (18,7% peningkatan) siswa keperawatan tingkat pertama. (Rentschler, 2007).

Brain Gym adalah serangkaian latihan gerak yang sederhana untuk memudahkan kegiatan belajar dan penyesuaian dengan tuntutan sehari-hari. Brain Gym membuka bagian-bagian otak yang sebelumnya tertutup atau terhambat sehingga kegiatan belajar/bekerja berlangsung menggunakan seluruh otak atau whole brain (Ayinosa, 2009). Rangkaian gerakan yang dilakukan bisa


(6)

memudahkan kegiatan dan memperbaiki konsentrasi belajar siswa, menguatkan motivasi belajar, meningkatkan rasa percaya diri, membangun harga diri, rasa kebersamaan, meningkatkan daya ingat dan membuat siswa lebih mampu mengendalikan stres.

Olahraga dan latihan pada Brain Gym menurut riset yang dilakukan oleh Ayinosa, (2009) brain gym dapat memberikan pengaruh positif pada peningkatan konsentrasi, atensi, kewaspadaan dan kemampuan fungsi otak untuk melakukan perencaaan, respon dan membuat keputusan. Dan ternyata Brain Gym bisa juga meningkatkan kemampuan belajar tanpa batasan umur (Ayinosa, 2009). Gerakan-gerakan dalam brain gym digunakan oleh para murid di Educational Kinesiology Foundation, California, USA untuk meningkatkan kemampuan belajar mereka dengan menggunakan keseluruhan otak (Fanny, 2009). Karena proses belajar selalu melibatkan proses kognitif, maka penelitian Brain Gym juga telah dilakukan untuk meningkatkan konsentrasi belajar anak.

Dalam memaksimalkan pemusatan pikiran atau yang sering disebut dengan konsentrasi peneliti menggunakan dimensi dalam gerakan Brain Gym

adalah dimensi pemfokusan. Fokus adalah kemampuan menyebrangi “garis tengah partisipasi” yang memisahkan bagian belakang dan depan tubuh, dan juga

bagian belakang (occipital) dan depan otak (frontal lobe). Jika semua terhubung dengan baik maka perhatian atau konsentrasi anak menjadi meningkat dalam belajar.

Namun jika sambungan tersebut tidak terhubung dengan baik maka anak akan mengalami penurunan konsentrasi ketika menerima pelajaran yang diberikan


(7)

6

oleh guru, sehingga akan terjadi penurunan prestasi belajar. Dengan hal tersebut maka diperlukan suatu solusi untuk menanganinya. Memahami cara belajar anak adalah kunci pokok untuk menunjang keberhasilan anak. Ada tiga macam cara belajar yaitu VISUAL (belajar dengan cara melihat), AUDIOTORIAL (belajar dengan cara mendengar), dan KINESTETIK (belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh). Anak adalah seorang siswa yang aktif. Mereka membutuhkan gerak untuk belajar. Dalam proses belajar, bergerak dengan keterampilan, ketelitian disertai rasa gembira. Dalam penelitian disebutkan bahwa 78% anak laki-laki dan 63% perempuan menghabiskan waktu istirahat mereka dalam aktivitas fisik (Beighle, 2008).

Cara belajar kinestetik seperti yang tertuang dalam Educational Kinesiology (Edu-K), yaitu studi tentang kaitannya dengan integrasi otak dan penerapan gerakan untuk proses pembelajaran sebagaimana pada keterampilan intelektual dan atletis, komunikasi, hubungan interpersonal dan kreativitas. Payung Edu-K juga mencakup senam otak, senam penglihatan dan banyak teknik-teknik canggih untuk meningkatkan pembelajaran dan performansi (Rentschler, 2007). Brain gym (senam otak) menjadi suatu alat bantu pembelajaran yang sangat efektif. Brain gym bisa dilakukan untuk menyegarkan fisik dan pikiran siswa setelah menjalani proses pembelajaran yang membutuhkan konsentrasi tinggi yang mengakibatkan kelelahan pada otak.

Walaupun sederhana, brain gym dapat mempermudah kegiatan belajar dan melakukan penyesuaian terhadap ketegangan, tantangan, dan tuntutan hidup sehari-hari. Banyak orang yang merasa terbantu dengan brain gym, seperti


(8)

melepaskan stres, meningkatkan konsentrasi belajar menjernihkan pikiran, meningkatkan daya ingat, dan sebagainya.

Dari berbagai uraian yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti mengajukan rumusan masalah “Apakah ada pengaruh antara pemberian Brain Gym dengan peningkatan konsentrasi belajar pada anak?”. Dengan rumusan masalah tersebut maka peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut dengan mengadakan penelitian dengan judul “Efektivitas Brain Gym Dalam Meningkatkan Konsentrasi Belajar Pada Anak”.

B. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui sejauhmana tingkat konsentrasi belajar yang dimiliki subjek penelitian sebelum diberi perlakuan Brain Gym.

2. Mengetahui sejauhmana tingkat konsentrasi belajar yang dimiliki subjek penelitian setelah diberi perlakuan Brain Gym dan tanpa diberi perlakuan Brain Gym.

3. Mengetahui sejauhmana efektivitas Brain Gym dalam meningkatkan konsentrasi belajar pada anak.

C. Manfaat Penelitian

Diharapkan manfaat dari hasil penelitian ini :

1. Bagi Kepala Sekolah, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan pengambilan keputusan dalam menentukan kebijakan kegiatan belajar mengajar.


(9)

8

2. Bagi Guru, hasil penelitian ini diharapkan guru dapat mengaplikasikan kegiatan Brain Gym saat kegiatan belajar mengajar

3. Bagi ilmuwan psikologi, hasil penelitian dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan wacana pada dunia pendidikan, tentang upaya meningkatkan konsentrasi belajar pada anak saat belajar.

4. Bagi Fakultas Psikologi UMS, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wacana dan keilmuan dalam bidang Psikologi Pendidikan.

5. Bagi peneliti lain, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmuwan psikologi khususnya psikologi pendidikan dalam kajian eksperimen, yang nantinya penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi peneliti-peneliti lain yang ingin meneliti jenis bidang yang sama.


(1)

sering bengong pula.”( http://www.psikologizone.com/melatih-konsentrasi-anak. Muhammad Baitul Alim)

Beberapa contoh diatas dapat menggambarkan bahwa fenomena yang terjadi dalam pemusatan pikiran merupakan fungsi hal yang rumit, yang melibatkan rasa seperti sentuhan dan gerakan. Fenomena ini juga melibatkan perasaan kita, seperti perasaan yang muncul selama belajar. Padahal konsentrasi merupakan salah satu hal yang dibutuhkan dalam diri setiap manusia yang berfungsi antara lain dalam rangka pengambilan keputusan mengenai objek yang diminati. Konsentrasi juga merupakan keadaan pikiran atau asosiasi terkondisi yang diaktifkan oleh sensasi di dalam tubuh. Untuk mengaktifkan sensasi dalam tubuh perlu keadaan yang rileks dan suasana yang menyenangkan, karena dalam keadaan tegang seseorang tidak akan dapat menggunakan otaknya dengan maksimal karena pikiran menjadi kosong (Denisson, 2008). Seperti yang dikatakan Prihastuti (2009) bahwa suasana menyenangkan dalam hal ini berarti anak berada dalam keadaan yang sangat rileks, tidak ada sama sekali ketegangan yang mengancam dirinya baik fisik maupun non fisik. Keadaan tersebut akan memberikan kenyamanan tersendiri bagi siswa dalam belajar dan akan melapangkan jalan bagi siswa dalam mendayagunakan seluruh potensi yang dimilikinya. Dalam hal ini tentunya diperlukan suatu metode yang menyenangkan yang membuat anak rileks dalam belajar, biasanya para pendidik menggunakan metode atau membuat suatu program dalam pembelajaran seperti belajar sambil bermain ataupun belajar langsung dengan alam sekitar. Akan tetapi perancangan program seperti itu tidak selalu akan berhasil, karena pada dasarnya hanyalah


(2)

mengoptimalkan sebagian fungsi otak, yaitu belahan otak kiri padahal kegiatan belajar akan optimal jika kita dapat mengoptimalkan penggunaan semua dimensi otak. Upaya untuk mengaktifkan semua dimensi otak bisa dilakukan dengan senam otak atau Brain Gym (Ayinosa, 2009).

Brain gym merupakan program komersial yang populer yang dipasarkan di lebih 80 negara yang telah menerima sejumlah perhatian yang perlu dipertimbangkan di media pers, dengan banyaknya individu yang mengklaim bahwa itu memberikan stimulasi yang sangat dibutuhkan untuk pembelajaran efektif. Sebagian besar asumsi mendasar Brain gym adalah gagasan mengenai pemolaan ulang neurologis, dan banyak dari kegiatan-kegiatannya didasarkan pada pengembangan teori Doman-Delacato (Hyatt, 2007). Penelitian eksperimental dilakukan oleh Jan Irving, Ph.D. dari Chemekata Community College di Salem, Oregon, mendukung klaim ini. Dalam beberapa desain awal dengan tiga kelompok kontrol terpisah, Dr Irving menggunakan empat kegiatan Brain Gym, dalam suatu rangkaian yang oleh Dennisons disebut dengan PACE, sebagai variabel terisolasi. Ia mengukur efeknya pada kecemasan dengan self report (69,5% pengurangan) dan performa mingguan pada tes keterampilan (18,7% peningkatan) siswa keperawatan tingkat pertama. (Rentschler, 2007).

Brain Gym adalah serangkaian latihan gerak yang sederhana untuk memudahkan kegiatan belajar dan penyesuaian dengan tuntutan sehari-hari. Brain Gym membuka bagian-bagian otak yang sebelumnya tertutup atau terhambat sehingga kegiatan belajar/bekerja berlangsung menggunakan seluruh otak atau whole brain (Ayinosa, 2009). Rangkaian gerakan yang dilakukan bisa


(3)

memudahkan kegiatan dan memperbaiki konsentrasi belajar siswa, menguatkan motivasi belajar, meningkatkan rasa percaya diri, membangun harga diri, rasa kebersamaan, meningkatkan daya ingat dan membuat siswa lebih mampu mengendalikan stres.

Olahraga dan latihan pada Brain Gym menurut riset yang dilakukan oleh Ayinosa, (2009) brain gym dapat memberikan pengaruh positif pada peningkatan konsentrasi, atensi, kewaspadaan dan kemampuan fungsi otak untuk melakukan perencaaan, respon dan membuat keputusan. Dan ternyata Brain Gym bisa juga meningkatkan kemampuan belajar tanpa batasan umur (Ayinosa, 2009). Gerakan-gerakan dalam brain gym digunakan oleh para murid di Educational Kinesiology Foundation, California, USA untuk meningkatkan kemampuan belajar mereka dengan menggunakan keseluruhan otak (Fanny, 2009). Karena proses belajar selalu melibatkan proses kognitif, maka penelitian Brain Gym juga telah dilakukan untuk meningkatkan konsentrasi belajar anak.

Dalam memaksimalkan pemusatan pikiran atau yang sering disebut dengan konsentrasi peneliti menggunakan dimensi dalam gerakan Brain Gym adalah dimensi pemfokusan. Fokus adalah kemampuan menyebrangi “garis tengah partisipasi” yang memisahkan bagian belakang dan depan tubuh, dan juga bagian belakang (occipital) dan depan otak (frontal lobe). Jika semua terhubung dengan baik maka perhatian atau konsentrasi anak menjadi meningkat dalam belajar.

Namun jika sambungan tersebut tidak terhubung dengan baik maka anak akan mengalami penurunan konsentrasi ketika menerima pelajaran yang diberikan


(4)

oleh guru, sehingga akan terjadi penurunan prestasi belajar. Dengan hal tersebut maka diperlukan suatu solusi untuk menanganinya. Memahami cara belajar anak adalah kunci pokok untuk menunjang keberhasilan anak. Ada tiga macam cara belajar yaitu VISUAL (belajar dengan cara melihat), AUDIOTORIAL (belajar dengan cara mendengar), dan KINESTETIK (belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh). Anak adalah seorang siswa yang aktif. Mereka membutuhkan gerak untuk belajar. Dalam proses belajar, bergerak dengan keterampilan, ketelitian disertai rasa gembira. Dalam penelitian disebutkan bahwa 78% anak laki-laki dan 63% perempuan menghabiskan waktu istirahat mereka dalam aktivitas fisik (Beighle, 2008).

Cara belajar kinestetik seperti yang tertuang dalam Educational Kinesiology (Edu-K), yaitu studi tentang kaitannya dengan integrasi otak dan penerapan gerakan untuk proses pembelajaran sebagaimana pada keterampilan intelektual dan atletis, komunikasi, hubungan interpersonal dan kreativitas. Payung Edu-K juga mencakup senam otak, senam penglihatan dan banyak teknik-teknik canggih untuk meningkatkan pembelajaran dan performansi (Rentschler, 2007). Brain gym (senam otak) menjadi suatu alat bantu pembelajaran yang sangat efektif. Brain gym bisa dilakukan untuk menyegarkan fisik dan pikiran siswa setelah menjalani proses pembelajaran yang membutuhkan konsentrasi tinggi yang mengakibatkan kelelahan pada otak.

Walaupun sederhana, brain gym dapat mempermudah kegiatan belajar dan melakukan penyesuaian terhadap ketegangan, tantangan, dan tuntutan hidup sehari-hari. Banyak orang yang merasa terbantu dengan brain gym, seperti


(5)

melepaskan stres, meningkatkan konsentrasi belajar menjernihkan pikiran, meningkatkan daya ingat, dan sebagainya.

Dari berbagai uraian yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti mengajukan rumusan masalah “Apakah ada pengaruh antara pemberian Brain Gym dengan peningkatan konsentrasi belajar pada anak?”. Dengan rumusan masalah tersebut maka peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut dengan mengadakan penelitian dengan judul “Efektivitas Brain Gym Dalam

Meningkatkan Konsentrasi Belajar Pada Anak”.

B. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui sejauhmana tingkat konsentrasi belajar yang dimiliki subjek penelitian sebelum diberi perlakuan Brain Gym.

2. Mengetahui sejauhmana tingkat konsentrasi belajar yang dimiliki subjek penelitian setelah diberi perlakuan Brain Gym dan tanpa diberi perlakuan Brain Gym.

3. Mengetahui sejauhmana efektivitas Brain Gym dalam meningkatkan konsentrasi belajar pada anak.

C. Manfaat Penelitian

Diharapkan manfaat dari hasil penelitian ini :

1. Bagi Kepala Sekolah, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan pengambilan keputusan dalam menentukan kebijakan kegiatan belajar mengajar.


(6)

2. Bagi Guru, hasil penelitian ini diharapkan guru dapat mengaplikasikan kegiatan Brain Gym saat kegiatan belajar mengajar

3. Bagi ilmuwan psikologi, hasil penelitian dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan wacana pada dunia pendidikan, tentang upaya meningkatkan konsentrasi belajar pada anak saat belajar.

4. Bagi Fakultas Psikologi UMS, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wacana dan keilmuan dalam bidang Psikologi Pendidikan.

5. Bagi peneliti lain, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmuwan psikologi khususnya psikologi pendidikan dalam kajian eksperimen, yang nantinya penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi peneliti-peneliti lain yang ingin meneliti jenis bidang yang sama.