Uu Pks Dan Polri.

UU PKS DAN POLRI

Oleh: Muradi
Rancangan Undang-undang Penanganan Konflik Sosial (RUU PKS)
disahkan menjadi undang-undang secara aklamasi oleh DPR pada tanggal 11
April 2012. Penetapan RUU PKS menjadi undang-undang yang relative cepat
tersebut mengundang berbagai pertanyaan. Salah satunya Koalisi Masyarakat
Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan yang secara secara eksplisit
menyatakan menolak RUU tersebut menjadi undang-undang karena
bertentangan dengan konstitusi dan sejumlah perundang-undangan yang
lainnya. Meski begitu, DPR tetap menetapkan RUU PKS menjadi undangundang karena dianggap layak untuk segera diundangkan, sebagai bagian
dari proses penguatan kelembagaan, khususnya pada efektifitas peran dan
fungsi aktor-aktor keamanan Negara dalam penanganan konflik sosial.
Namupun demikian, terlepas dari perdebatan tersebut di atas, UU PKS
pada beberapa pasal memiliki kemiripan dengan RUU Kamnas, khususnya
pada kewenangan pemerintah daerah dan peran Polri, yang telah lebih dari
tujuh tahun dibahas DPR dan masih belum disahkan menjadi undangundang karena adanya kontroversi sejumlah pasal, khususnya pelibatan TNI
pada tugas-tugas Polri. Pada Pasal 33 UU PKS misalnya disebutkan bahwa
gubernur/ bupati/ wali kota dapat meminta bantuan penggunaan TNI kepada
pemerintah ketika status keadaan konflik. Permintaan itu atas pertimbangan
Forum Koordinasi Pimpinan Provinsi/ Kabupaten/ Kota. Sedangkan pada

RUU Kamnas, Pemerintah Daerah sebagai Ketua Forum Dewan Keamanan
Nasional Daerah (FKND) dapat meminta militer untuk terlibat dalam
penanganan ancaman keamanan nasional. Meski berbeda pada jen
is
ancamannya, namun secara substansi ditegaskan bahwa Pemerintah daerah
dapat melibatkan militer dalam penanganan konflik social maupun ancaman
keamanan nasional.
Tak heran apabila ditetapkannya RUU PKS menjadi undang-undang
dianggap oleh sejumlah pihak merupakan pintu masuk untuk RUU Kamnas
agar segera dibahas dan diundangkan. Sebab, secara substansi pelibatan
militer dalam peran-peran Keamanan Dalam Negeri (Kamdagri) yang
menjadi domain Polri secara massif dapat dipraktikkan pada UU PKS ini.
Suka atau tidak Polri harus mengakui bahwa diundangkannya UU PKS ini
akan mengurangi peran Polri dalam Keamanan Dalam Negeri (Kamdagri)
maupun Keamanan Dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas), sebagaimana
yang ditegaskan pada UU No. 2/ 2002 Tentang Polri.
Dengan pemberlakuan UU PKS ini akan ada porsi peran Polri yang
berkurang dan harus berbagi dengan TNI, salah satunya penanganan konflik
komunal berlatar belakang agama dan suku yang akan dikaitkan dengan
pemberantasan terorisme, yang juga menjadi kewenangan Polri sebagaimana

yang diatur dalam UU No. 15/ 2003 tentang Anti-Teror. Sebagaimana iketahui


Penulis adalah Staf Pengajar Ilmu Pemerintahan, FISIP UNPAD, Bandung. Alamat:
Kompleks Margahayu Raya, Jl. Saturnus Utara No. 47, Bandung. Phone/ Faks: 022 7561828
Mobile: 081384330813. Email: [email protected], No. Acc BCA: 111-111-0781

bahwa sejumlah titik konflik seperti di Poso ataupun di Maluku di masa lalu
menjadi ajang pertempuran sejumah kelompok terorisme.
Selain itu, posisi tawar Polri di depan pemerintah daerah juga akan
mengalami degradasi, sebab Pemda memiliki pilihan lain selain Polri dalam
berbagai penanganan konflik social dan gangguan keamanan di daerahnya,
yakni TNI. Sebagaimana diketahui paska pemisahan Polri dari ABRI, lebih
dari sepuluh tahun, Polri menikmati posisi tawar yang tinggi di hadapan
Pemda terkait dengan keamanan dalam negeri dan penanganan konflik social
lainnya yang memang merupakan bagian dari peran Polri.
Dengan kewenangan yang dimiliki oleh Pemda sebagaimana yang
diatur dalam UU PKS, yang tidak hanya mengandalkan Polri semata, tapi
juga militer, maka sesungguhnya peran Polri dalam Keamanan Dalam
Negeri dan Kamtibmas cepat atau lambat akan tergerus dan pada akhirnya

akan kehilangan esensi dari pembagian peran dan fungsi antara polisi dan
militer. Hal ini terjadi apabi
la secara institusi Polri tida
k berupaya
membuktikan kepada public bahwa penanganan konflik social ya
ng
dilakukan selama ini oleh Polri lebih baik dibandingkan dengan yang
dilakukan oleh militer di masa lalu.
Sehingga, dalam pandangan penulis diundangkannya UU PKS bagi
Polri harus dilihat juga sebagai tantangan untuk memacu dan mendorong
kinerja Polri lebih baik lagi. Sebab tanpa perbaikan kinerja bagi Polri, UU PKS
hanya akan menjadi justifikasi bahwa Polri memang perlu didukung dalam
berbagai penanganan konflik social dan gangguan keamanan dalam negeri
lainnya oleh TNI.
Selain itu, diberlakukannya UU PKS juga harus dilihat oleh Polri
sebagai peringatan untuk secara serius dan aktif
mengkaji berbagai
rancangan produk hukum yang berkaitan dengan peran dan fungsinya. Agar
di masa yang akan datang, Polri tidak lagi kecolongan dengan berbagai
penetapan perundang-undangan yang mereduksi peran Polri dalam

Keamanan Dalam Negeri.