Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Modul Praktikumcurrent Feedback Operational Amplifier T1 612009002 BAB IV
BAB IV
PENGUJIAN DAN ANALISIS
Pada bab IV ini Berisi hasil dan analisa masing-masing pengujian pedoman.
4.1. Pengukuran Karakteristik Op-amp CFA
pada topik ini dibagi menjadi 4 sub topik yaitu:
Pengukuran hambatan masukan kaki inverting dan non-inverting opamp (Rin)
pengukuran nilai transimpedansi
Pengukuran Tegangan Keluaran Maksimum (Vomax)
Pengukuran Slew rate op-amp Current feedback (SR)
4.1.1. Pengukuran Hambatan Masukan Kaki Inverting dan Non-inverting Opamp (Rin)
(a)
(b)
Gambar 4.1. (a) untai untuk mencari hambatan masukan pada kaki non inverting
Gambar 4.1. (b) untai untuk mencari hambatan masukan pada kaki inverting
Pengukuran tegangan pada titik a pada gambar 4.1.a, dimana tegangan pada titik a
digunakan untuk mencari hambatan dalam pada kaki non-inverting adalah sebagai
berikut.
Tabel 4.1. Respon Frekuensi Rin pada kaki non inverting
Frek
100
500
1K
5K
10K
15K
20K
50K
100K
1,75
1,75
1,75
1,75
1,75
1,75
1,6
1,4
0,9
(Hz)
VA
(Vpp)
36
Dari tabel diatas diambil ketika outputnya 1,75Vpp untuk dicari nilai Rin-nya dengan
menggunakan persamaan berikut:
100
||
+
× 2 = 1,75
||
Sehingga diadapatkan
(4.1)
= 700kΩ, kemudian dengan menggunakan
||
rumus parallel dan R osciloscope = 1MΩ
×1
+1
= 700 Ω
(4.2)
Didapatkan nilai Rin = 2,33MΩ. Nilai Rin pada datasheet disebutkan nilainya adalah
minimum 1,5MΩ dan typical 14MΩ. Sehingga dengan nilai hambatan masukan yang
diperoleh pada percobaan, dapat disimpulkan bahwa percobaan berhasil. Dari tabel juga
disimpulkan bahwa nilai Rin berpengaruh pada perubahan frekuensi masukan dimana
semakin besar frekuensi masukan nilai Rin akan menurun.
Selanjutnya dilakukan pengukuran pada titik b sesuai dengan gambar 4.1.b dan
didapatkan tegangan sebesar 1,5vpp, dengan nilai tegangan tersebut dan anggapan nilai
output buffer sama dengan input maka nilai Rin dapat di hitung dengan menggunakan
persamaan.
60 ||1
× 2 = 1,5
R + (60Ω||1MΩ)
59,996
× 2 = 1,5
R + 59,996
(4.3)
(4.4)
sehingga didapatkan nilai Rin sebesar 20Ω dimana nilai ini adalah nilai dari Zb
Dengan nilai Rin input inverting dan non inverting yang didapatkan dapat disimpulkan
bahwa hasilnya sesuai dengan teori dimana hambatan dalam kaki non inverting nilainya
37
sangat besar, hambatan dalam kaki non-inverting ini merupakan hambatan dalam dari
buffer pada op-amp current feedback, sehingga nilainya besar sedangkan hambatan
dalam kaki inverting nilainya kecil dimana nilai hambatan ini adalah nilai Zb dengan
asumsi tegangan keluaran buffer input op-amp current feedback sama persis dengan
nilai tegangan input. [4]
4.1.2. Pengukuran Nilai Transimpedansi
Gambar 4.2. Untai penguat tak membalik untuk mencari nilai transimpedansi
Berikut hasil praktikum yang diperoleh dengan mengubah2 nilai R1 dan R2, dengan
mengasumsikan nilai penguatan yang diinginkan sebesar 2 kali:
Tabel 4.2. tegangan keluaran berdasarkan perngubahan R1dan R2 dalam mencari nilai Transimpedansi
R1 dan R2 (Ω)
1k
10K
100K 200K
Vo (Vpp)
2
2
1,8
1,6
Dilihat dari tabel diatas, nilai transimpedansi akan berpengaruh ketika nilai R1
± 100kΩ, sehingga nilai penguatannya berkurang. Nilai transimpedansi ketika
R1,R2=100KΩ adalah sebagai berikut.
=
1+
1+
1
2
1
(4.5)
38
1,8 =
1+
1+
100
100
100
Sehingga nilai Z didapatkan sebesar 900KΩ, dengan cara yang sama dicari nilai
transimpedansi pada saat R1,R2= 200KΩ dan didapatkan nilai Z sebesar 800KΩ
sehingga disimpulkan pada input frekuensi yang sama nilai transimpedansinya sama,
ada perbedaan pada percobaan dikarenakan kekurang telitian pada saat pembacaan
oscilloscope, ketelitian pada pembacaan oscilloscope sangat penting karena sangat
berpengaruh pada perhitungan nilai transimpedansi.
Untuk membuktikan ketergantungan nilai transimpedansi terhadap perubahan
Frekuensi dilakukan percobaan menggunakan rangkaian penguat non-inverting dengan
mengubah-ubah nilai frekuensi masukan, dan hasil percobaannya adalah sebagai berikut:
Frek
Tabel 4.3. transimpedansi saat R1 dan R2 =1kΩ
1k
10k
100K
500k
1M
5M
10M
15M
20M
30M
40M
AV
2
2
2
2
2
2
2
2,4
2,7
3,5
4
Z(Ω)
∞
∞
∞
∞
∞
∞
∞
∞
∞
∞
∞
Frek
50M
60M 70M
80M
AV
3
2,5
1,5
0,8
Z(Ω)
∞
∞
3k
666,7
(Hz)
(Hz)
39
Frek
1k 10k
(Hz)
Tabel 4.4. transimpedansi saat R1 dan R2 =10kΩ
100K
500k
1M
5M
10M
15M
20M
30M
40M
AV
2
2
2
2
2
2
2,3
2
2
1,6
1,4
Z(Ω)
∞
∞
∞
∞
∞
∞
∞
∞
∞
40k
23,3k
Frek (Hz)
50M 60M
AV
1
0,8
Z(Ω)
10k
6,7k
Frek 1k
10k
(Hz)
AV
1,76
Tabel 4.5. transimpedansi saat R1 dan R2 =100kΩ
1,76
100K
500k 1M
5M
10M
15M
20M
30M
40M
1,76
1,8
1,6
1,5
1,4
1,4
1,2
1
1,8
Z(Ω) 733,3k 733,3k 733,3k 900k 900k 400k 300k 233,3k 233,3k 150k 100k
Frek
50M 60M
(Hz)
AV
0,7
0,5
Z(Ω)
56k
33,3k
Frek 1k
Tabel 4.6. transimpedansi saat R1 dan R2 =200kΩ
10k
(Hz)
AV
1,6
1,6
100K 500k
1M
5M
10M
15M
20M
30M
40M
1,6
1,8
1,36
1,25
1,3
1,3
1
0,8
Z(Ω) 800k 800k 800k
Frek
50M
60M
AV
0,6
0,3
Z(Ω)
85,7k 35,3k
1,72
1,23M 1,8M 425K 333,3k 300k 300k 200k 133,3k
(Hz)
40
Berikut grafik Transimpedansi (Z) terhadap perubahan Frekuensi
transimpedansi Vs frekuensi
2500000
Transimpedansi (ohm)
2000000
1500000
R1,R2=1k
R1,R2=10k
1000000
R1,R2=100k
500000
R1,R2=200k
0
0.1
1
10
100
-500000
1000
10000
100000
frekuensi (KHz)
Gambar 4.3. Grafik frekuensi terhadap transimpedansi
Dilihat
dari grafik dan tabel hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa nilai
transimpedansi akan semakin kecil jika frekuensi masukan diperbesar. Nilai
transimpedansi yang semakin kecil menyebabkan nilai penguatan akan menurun dari
nilai penguatan yang di harapkan, karena nilai transimpedansi yang semakin mendekati
nilai hambatan umpan balik.
Hal ini sesuai dengan teori dimana transimpedansi dari CFA merupakan komponen
kapasitor dan resistor yang diparallelkan dengan persamaan sebagai berikut:
| |=
1
1
+ (2
(4.6)
)
dimana dari persamaan diatas dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai frekuensi
masukan nilai transimpedansi (Z) semakin kecil.
Adanya peningkatan nilai penguatan pada
disebabkan karena ketidakseimbangan op-amp.
41
beberapa nilai frekuensi masukan
4.1.3. Pengukuran tegangan keluaran maksimum
Gambar 4.4. Untai penguat membalik untuk mencari Vomax
Pada gambar 4.4 merupakan penguat membalik dengan persamaan penguatan sesuai
dengan persamaan 2.15.
Dimana nilai Z adalah nilai transimpedansi dan dapat diabaikan karena nilainya
terlalu besar, nilai ini akan berpengaruh jika nilai R1 yang digunakan juga besar
nilainya. Sehingga pada rangkaian gambar 2 nilai penguatannya adalah -10 kali. Vo akan
terjadi clipping ketika nilainya lebih besar dari 24 vpp karena nilai Vcc-nya 12 Volt dan
nilai Veenya -12volt.
Hal ini sesuai dengan hasil praktikum yaitu ketika diberi inputan 2,8Vpp output
seharusnya bernilai -28Vpp namun terpotong pada -24vpp. Berikut gambar sinyal
keluaran.
Gambar 4.5. Sinyal Vomax pada penguat inverting (volt/div=5volt)
42
Gambar 4.6. Untai penguat non-inverting untuk mencari Vomax
Sedangkan pada gambar 4.6. Merupakan penguat non inverting dengan persamaan
penguatan, dengan nilai penguatan sesuai dengan persamaan 2.9.
Selama nilai R1 tidak terlalu besar maka nilai penguatannya sama dengan voltage
feedback op-amp. Yaitu sebesar 11 kali, namun jika tegangan output lebih besar dari
24Vpp maka akan terpotong pada +12 dan -12 sehingga ketika diberi inputan 2,4Vpp
seharusnya keluarannya sebesar 26,4vpp, namun terpotong di 24Vpp berikut gambar
sinyal keluarannya.
Gambar 4.7. Sinyal Vo max pada penguat non- inverting (volt/div=5volt)
43
4.1.4. Pengukuran slew rate
Gambar 4.8. untai untuk mencari nilai slew rate
Pada percobaan mengenai nilai slew rate op-amp dibutuhkan function generator yang
mampu membuat signal kotak sempurna, pada percobaan ini function generator yang
digunakan kurang baik dimana output function generator itu sendiri memiliki nilai slew
rate sebesar 160V/us, sehingga nilai slew rate op-amp tidak dapat diamati, karena opamp masih mampu mengikuti. Jika pada datasheet disebutkan nilai slew rate sebesar
1100V/us, maka dibutuhkan function generator dengan slew rate ±2000V/us. Berikut
hasil percobaan.
Gambar 4.9. Slew rate CFA
Gambar 4.10. Slew rate dalam 1 sumbu
44
4.2. Karakteristik rangkaian dasar Op-amp CFA (penguat membalik, penguat tak
membalik dan penguat penjumlah)
4.2.1. Penguat tak membalik (non-inverting amplifier)
Gambar 4.11. rangkaian penguat non-inverting
Dengan menggunakan R2=2KΩ dan R1=1KΩ didapatkan Vo=3Vpp, berikut gambar
sinyal Vo dan Vin dalam 1 sumbu
Gambar 4.12 Output non inverting ketika R2=2kΩ, R1=1kΩ (volt/div=0,5volt)
Tabel 4.7. Respon frekuensi penguat non-inverting saat R2=2kΩ, R1=1kΩ
Frek
1k
10k
100k 500k 1M
5M
10M
20M
30M 40M 50M 60M
3
3
3
3,1
3,3
3,3
3,2
(Hz)
Av
Av(dB) 9.54 9.54 9.54
3
3
9.54
9.54 9.82 10.37 10.37 10.1
45
3
2,9
2,5
9.54
9.24
7.95
Dengan menggunakan R2=20KΩ dan R1=10KΩ didapatkan Vo=3Vpp, berikut gambar
sinyal Vo dan Vin dalam 1 sumbu
Gambar 4.13. Output non-inverting ketika R2=20KΩ , R1=10kΩ (volt/div=0,5volt)
Tabel 4.8. Respon frekuensi penguat non-inverting saat R2=20kΩ, R1=10kΩ
Frek (Hz)
1k
10k
100k 500k 1M
5M
10M 20M 30M
Av
3
3
3
3,3
2
Av(dB)
9.54 9.54 9.54
3
3
9.54
9.54 10.37 6.02
1,6
1,4
4.08
2,92
Dengan menggunakan R2=200KΩ dan R1=100KΩ didapatkan Vo=2,5Vpp, berikut
gambar sinyal Vo dan Vin dalam 1 sumbu
Gambar 4.14. Output non inverting ketika R2=200kΩ ,R1=100kΩ (volt/div=0,5volt)
46
Tabel 4.9. Respon frekuensi penguat non-inverting saat R2=200kΩ, R1=100kΩ
Frek (Hz)
1k
10k
100k 500k 1M
5M
10M 20M 30M
Av
2,5
2,5
2,5
2
Av(dB)
7.95 7.95 7.95
2,5
2,5
1,8
1
0,5
7.95
7.95 6.02 5.1
0
-6.02
Dengan menggunakan R2=1MΩ dan R1=500KΩ didapatkan Vo=1,5Vpp, berikut
gambar sinyal Vo dan Vin dalam 1 sumbu.
Gambar 4.15. Output non inverting ketika R2=1MΩ , R1=500kΩ (volt/div=0,5volt)
Tabel 4.10. Respon frekuensi penguat non-inverting saat R2=1MΩ, R1=500kΩ
Frek (Hz)
1k
10k
100k 500k 1M
5M
10M
20M
Av
1,5
1,5
1,5
1,1
0,8
0,3
Av(dB)
3.52 3.52 3.52
1,6
1,4
4.08
2.92 0.83 -1,93
-10,45
dilihat dari hasil praktikum dimana nilai resistansi dibuat agar op-amp memiliki
penguatan sebesar 3 kali namun nilai penguatannya akan turun jika nilai hambatan pada
feedback negatif diperbesar, terbukti ketika nilai R2=200kΩ dan R1=100KΩ Vo menjadi
2,5Vpp. Hal ini terjadi karena adanya transimpedansi (Z) sehingga penggunaan nilai R2
harus diperhatikan. Sesuai dengan penurunan rumus dibawah ini.
Dengan menggabungan persaman (2.5), (2.6), (2.7) untuk mencari nilai
sehingga penurunan rumusnya adalah:
−
=
47
−
−
=
=
−
−
−
−
1
1
||
−
=
1
=
=
=
=
1
||
⎛
⎜
⎝
||
||
||
1
||
||
48
−
−
=−
=−
−
+
−
=−
1
||
−
−
−
=−
1
−
−
1
1
+
1
||
+
1
1
×
+1
||
+
+1
1+
1
1
+
+
+1 +
+1 +
||
+1
+
||
+1 +
||
−
1
||
1
1
1
||
||
+
||
+1
⎞
⎟
⎠
=
=
=
1+
1+
||
⎝
1+
||
=
1+
+1
||
⎛
⎜
⎜
1
||
+1
1+
1+
||
+
+1
||
+1
||
||
+1
||
+1
||
×
⎠
+1
||
+1
+1
+1
||
⎞
⎟
⎟
(2.8)
+1
Karena nilai impedansi output pada buffer input (
) mendekati nol maka rumus
diatas dapat disederhanakan lagi menjadi.
=
1+
1+
=
1+
(2.9)
1+
Karena nilai transimpedansi yang sangat besar (Z) maka
pada perhitungan dapat
dihilangkan sehingga rumus akhirnya adalah.
= 1+
(2.10)
49
- Perkiraan nilai transimpedansi
Ketika nilai R2 diperbesar menjadi 200kΩ, nilai penguatanya berkurang, dimana
hal in disebabkan oleh pengaruh transimpedansi Z, hal ini sesuai dengan persamaan
(2.9) Sehingga setelah diketahui nilai Vout , dapat dicari nilai transimpedansinya yaitu
sebagai berikut.
2,5
1
2,5 =
Sehingga,
2,5 +
=
1+
500
1+
1+
3
200
200
100
200
(4.7)
=3
=1 Ω
Sedangkan ketika nilai R2= 1MΩ dan R1= 500kΩ
1,5
1
1,5 =
1,5 +
=
1+
1
500 Ω
1 Ω
1+
1+
(4.8)
3
1 Ω
500 Ω
=3
Sehingga,
50
= 1,5 Ω
Dilihat dari kedua perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa nilai
transimpedansi yang berpengaruh pada current feedback op-amp ini adalah sebesar
±1MΩ.
- Respon frekuensi penguat non inverting
Dari hasil percobaan diatas dibuat grafik perubahan nilai penguatan sebagai
berikut:
Tanggapan frekuensi penguat non-inverting
15
10
AV(db)
5
R2=2k dan R1=1k
R2=20k dan R1=10K
0
1
10
100
1000
10000
-5
100000
R2=200k dan R1=100k
R2=1M dan R1=500K
-10
-15
frekuensi (KHz)
Gambar 4.16. Tanggapan frekuensi penguat non-inverting berbasis CFA
Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai hambatan umpan
balik maka nilai penguatan akan semakin rentan pada perubahan Frekuensi masukan,
pada penggunaan R1 2kΩ nilai penguatan sesuai dengan yang diharapkan dan mampu
bertahan terhadap perubahan frekuensi masukan.
51
4.2.2. Penguat inverting
Gambar 4.17. rangkaian penguat membalik
Dengan menggunakan R2=2KΩ dan R1=1KΩ didapatkan Vo=-2Vpp, berikut gambar sinyal
Vo dan Vin dalam 1 sumbu
Gambar 4.18. Output inverting ketika R2=2k dan R1=1k (volt/div=0,5volt)
Tabel 4.11. Respon frekuensi penguat inverting saat R2=2kΩ, R1=1kΩ
Frek
1k
10k 100k 500k 1M 5M 10M 20M 30M 40M 50M 60M
(Hz)
Av
-2
-2
-2
-2
-2
-2
-2,3 -2,8 -3,2 -2,9 -1,1 -0,5
Av(dB) 6.02 6.02 6.02 6.02 6.02 6.02 7.23 8.9
10.1 9.24 0.8
-6.02
52
Dengan menggunakan R2=20KΩ dan R1=10KΩ didapatkan Vo=-2Vpp, berikut gambar sinyal
Vo dan Vin dalam 1 sumbu.
Gambar 4.19. Output inverting ketika R2=20k, R1=10k (volt/div=0,5volt)
Tabel 4.12. Respon frekuensi penguat inverting saat R2=20kΩ, R1=10kΩ
Frek
(Hz)
Av
1k
10k
100k
500k
1M
5M
10M
20M
30M
-2
-2
-2
-2
-2
-0,9
-0,8
-0,6
-0,3
Av(dB)
6.02
6.02
6.02
6.02
6.02
-0.91
-1.9
-4.43
-10.45
Dengan menggunakan R2=200KΩ dan R1=100KΩ didapatkan Vo=-1,5Vpp, berikut gambar
sinyal Vo dan Vin dalam 1 sumbu.
Gambar 4.20. Output inverting ketika R2=200k, R1=100k (volt/div = 0,5)
Tabel 4.13. Respon frekuensi penguat inverting saat R2=200kΩ, R1=100kΩ
Frek
(Hz)
Av
AV(db)
1k
10k
100k
500k
1M
5M
10M
20M
30M
-1,5
3.5
-1,5
3.5
-1,5
3.5
-0,9
-0.91
-0,5
-6.02
0,2
-13.97
-0,1
-20
-
-
53
Dengan menggunakan R2=1MΩ dan R1=500KΩ didapatkan Vo=-0,75Vpp, berikut gambar
sinyal Vo dan Vin dalam 1 sumbu.
Gambar 4.21. Output inverting ketika R2=1M, R1=500k (volt/div = 0,5)
Tabel 4.14. Respon frekuensi penguat inverting saat R2=1MΩ, R1=500kΩ
Frek (Hz)
Av
Av(db)
1k
-0,75
-2.5
10k
-0,75
-2.5
100k
-0,75
-2.5
500k
-0,5
-6.02
1M
-0,4
-7.95
5M
0,25
-12.04
10M
-0,1
-20
20M
-
30M
-
Pada percobaan penguat membalik juga dipilih nilai resistor penyusunnya agar opamp memilik penguatan sebesar -2kali, nilai penguatannya juga akan turun ketika nilai
R2 diperbesar, hal ini disebabkan adanya transimpedansi pada current feedback opamp,
berikut penurunan rumus yang berlaku pada penguat membalik dengan current feedback
op-amp.
Dengan menggabungkan persamaan (2.11), (2.12), (2.13) untuk mencari
didapatkan penurunan rumus sebagai berikut
−
−
+
=
+
+
+
+
=
−
−
=−
−
54
sehingga
=−
−
−
1
=−
=−
1
+
(
−
=
−
=
−
=
−
=
−
=
1
×
)
||
||
||
||
||
+
1
+
+1 +
||
1
1
||
−
||
1
=−
−
1
1
1
+1 +
1
1
+1 +
+1
+1
+1
+
⎛
⎜1 +
||
⎝
⎛
⎜1 +
⎝
55
||
+1
⎞
⎟
⎠
+1
⎞
⎟
⎠
⎛
= −⎜
⎜
Karena nilai
⎝
1+
||
+1
+1
||
⎞
⎟
⎟
(2.14)
⎠
mendekati nol maka persamaan diatas dapat di sederhanakan
menjadi:
=−
1
1
+
(2.15)
1
Karena nilai transimpedansi Z yang sangat besar sehingga dapat diabaikan dan
persamaannya menjadi
-
=−
(2.16)
Perkiraan nilai transimpedansi
pada percobaan penguat membalik, ketika nilai R2 diperbesar menjadi 200KΩ juga
mengalami penurunan nilai penguatan, penguatan yang seharusnya bernilai -2kali
turun menjadi -1,5kali. Hal ini disebabkan adanya pengaruh nilai transimpedansi yang
dicari dengan menggunakan persamaan (2.15) sebagai berikut
− 1,5
1
1,5
=−
+
1,5
200
1,5
Sehingga,
=
1
1
100
+
=
1
200
1
100
0,5
200
= 600
Pada saat nilai R2 diubah menjadi 1MΩ penguatannya turun menjadi 0,75 kali dan
nilai transimpedansinya adalah sebagai berikut
56
1
500
=−
1
1
+
1
− 0,75
1
0,75
+
0,75
1
=
1
500
0,75
Sehingga,
=
1,25
1
= 600
Perbedaan nilai Z antara percobaan penguat non-inverting dengan penguat
inverting mungkin dikarenakan kesalahan pembacaan osciloscope, karena pada
penguat inverting jika nilai Transimpedansi dianggap 1MΩ nilai Vo pada saat R2-nya
200kΩ(R1=100KΩ) adalah sebesar 1,6667Vpp dan 1Vpp pada saat R2-nya 1MΩ
(R1=500KΩ) hanya berbeda sedikit dengan hasil praktikumnya. Jadi dapat
disimpulkan bahwa nilai transimpedansi yang berpengaruh pada praktikum ini ±1MΩ.
Respon frekuensi penguat inverting
Tanggapan frekuensi penguat inverting
15
10
5
AV(dB)
-
0
0.1
-5
1
10
100
1000
10000
100000
R2=20k dan R1=10k
R=200k dan R=100k
-10
R2=1M dan R1=500k
-15
-20
-25
R2=2k dan R1=1k
frekuensi (KHz)
Gambar 4.22. Tanggapan frekuensi Penguat Inverting
57
Sama seperti penguat non-inverting, semakin besar nilai hambatan umpan balik
(R2) nilai penguatannya semakin rentan terhadap perubahan frekuensi masukan,
sehingga pemilihan nilai hambatan umpan balik pada penggunaan op-amp current
feedback sangat perlu diperhatikan.
4.2.3. Penguat Penjumlah (summing amplifier)
Pada subtopik ini akan dibuat sebuah penguat penjumlah yang rangkaiannya sesuai
dengan gambar 4.23.
Gambar 4.23 rangakaian penguat penjumlah
Dengan menggunakan R1=1k, R2=1k,R3=1k, maka Vo yang didapatkan sebesar 4Vpp.
Gambar 4.24. Output summing R1=1k, R2=1k,R3=1k (volt/div = 1volt)
Tabel 4.15. respon frekuensi penguat penjumlah R1=1k, R2=1k,R3=1k
Frekuensi(Hz)
Vo(Vpp)
58
1k
4
1M
4
10M
4
Dengan menggunakan R1=1k, R2=1k,R3=2k, maka Vo yang didapatkan sebesar 8Vpp
Gambar 4.25. Output summing R1=1k, R2=1k,R3=2k (volt/div = 1volt)
Tabel 4.16. respon frekuensi penguat penjumlah R1=1k, R2=1k,R3=2k
Frekuensi(Hz)
Vo(Vpp)
1k
8
1M
8
10M
7,8
Dengan menggunakan R1=100k, R2=100k,R3=100k, maka Vo yang didapatkan sebesar 3,8Vpp
Gambar 4.26. Output summing R1=100k, R2=100k,R3=100k (volt/div = 1volt)
Tabel 4.17. respon frekuensi penguat penjumlah R1=100k, R2=100k,R3=100k
Frekuensi(Hz)
Vo(Vpp)
1k 1M
3,8 3,8
59
10M
2
Dengan menggunakan R1=100k, R2=100k,R3=200k, maka Vo yang didapatkan sebesar 6,4Vpp
Gambar 4.27. Output summing R1=100k, R2=100k,R3=200k (volt/div = 1volt)
Tabel 4.18. respon frekuensi penguat penjumlah R1=100k, R2=100k,R3=200k
Frekuensi(Hz)
Vo(Vpp)
Dengan
menggunakan
1k 1M
6,4 3,8
R1=R2=R3=1kΩ
10M
2
diinginkan
inputan
sebesar
2Vpp
ditambahkan dengan 2vpp dengan penguatan -1kali sehingga hasil yang didapat menurut
persamaan
= −(
adalah 4Vpp hal ini sesuai dengan hasil praktikum,
)
+
ketika R3 diubah menjadi 2kΩ diharapkan nilai Vo dikuatkan 2kali sehingga Vo=8Vpp.
Ketika R1,R2,R3 diubah menjadi 100kΩ nilai Vo mulai mengalami penurunan
menjadi 3,8Vpp hal ini disebabkan adanya pengaruh transimpedansi pada Current
feedback op-amp sesuai dengan penjabaran persamaan dibawah.
+
=−
−
+
−
=
−
=
(4.9)
(4.10)
(4.11)
Dengan memanfaatkan 3 persamaan diatas maka dapat dilakukan perhitungan
sebagai berikut (ZG1=ZG2)
60
−
+
+
+
−
=
+
+
=
−
−
+
+
+
+
=−
+
=−
−
−
−
1
+
=−
+
=−
+
=−
= −(
= −(
+
+
)
+
+
)
= −(
+
)
)
||(
||
1
−
||(
1
= −(
+
+
1
||
||(
×
)
1
)
||
1
+
||(
||
||
)
||(
||
)
61
⎛
⎜1 +
⎝
+
||(
1
1
1
)
||
)
1
+1 +
1
+1 +
||(
+1
−
+1 +
)
1
−
+1
+
||(
||
)
+1
⎞
⎟
⎠
= −(
+
⎛
)⎜
⎜
||(
1+
||
)
+1
⎞
⎟
⎟
(4.12)
+1
||( || )
⎝
⎠
Karena nilai
sangat kecil maka persamaan diatas dapat di sederhanakan
menjadi persamaan (3.1), sedangan karena nilai transimpedansi Z yang sangat besar
sehingga nilainya dapat diabaikan dan persamaannya menjadi persamaan (3.2).
-
perkiraan nilai transimpedansi
Pada saat nilai R3=200KΩ dan R1,R2=100KΩ nilai penguatannya menurun cukup
drastis dimana Vo menjadi 6,4Vpp, nilai transimpedansinya adalah sebagai berikut.
1
100
)
6,4 = −(2
+2
1
1
+
200
6,4
Sehingga,
+
6,4
6,4
200
=
=
1,6
200
4
100
= 800
4.3. Pembatasan lebar pita pada Op-amp CFA
Pada topik praktikum yang ke-3 ini akan dicari nilai bandwidth/ lebar pita dari current
feedback op-amp dengan menyusun sebuah untai penguat tak membalik seperti pada gambar
4.28.
Gambar 4.28. Penguat tak membalik untuk mencari bandwidth
62
- Ketika Rf=1kΩ, Rg= 100Ω, Vcc/Vee=+15/-15
Gambar 4.29. Bandwidth ketika Rf=1kΩ, Rg= 100Ω, Vcc/Vee=+15/-15
Pada percobaan ini didapatkan nilai bandwidth sebesar 28MHz nilai input yang pada
awalnya diatur sebesar 1Vpp turun menjadi 96mVpp dan outputnya 660mVpp hal ini
dikarenakan function generator yang digunakan dapat menghasilnya sinyal hingga
Frekuensi 150MHz namun amplitudo-nya turun pada frekuensi tinggi.
Nilai GBP-nya
=
= 10 × 28
63
×
≈ 280
- Ketika Rf=1kΩ, Rg= 100Ω, Vcc/Vee=+7/-7
Gambar 4.30. Bandwidth ketika Rf=1kΩ, Rg= 100Ω, Vcc/Vee=+7/-7
Pada percobaan kedua dengan input 98mvpp didapat output sebesar 660mVpp pada
frekuensi 27,52MHz sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai BW-nya menurun ketika
vcc/vee diturunkan.
Nilai Gbp-nya
=
= 10 × 27,52
- Ketika Rf=2kΩ, Rg= 200Ω, Vcc/Vee=+15/-15
×
≈ 275,2
Gambar 4.31. Bandwidth ketika Rf=2kΩ, Rg= 200Ω, Vcc/Vee=+15/-15
64
Pada percobaan ketiga didapat nilai bandwidth sebesar 21,35MHz dengan input 96mvPP
didapatkan output sebesar 720mVpp.
Nilai Gbp-nya
=
= 10 × 21,35
×
- Ketika Rf=2kΩ, Rg= 200Ω, Vcc/Vee=+7/-7
≈ 213,5
Gambar 4.32. Bandwidth ketika Rf=2kΩ, Rg= 200Ω, Vcc/Vee=+7/-7
Dengan input 114mVpp didapatkan output sebesar 720mVpp pada frekuensi 19,8MHz
Nilai Gbp-nya.
=
×
= 10 × 19,8
65
≈ 198
- Ketika Rf=10kΩ, Rg= 1kΩ, Vcc/Vee=+15/-15
Gambar 4.33. Bandwidth ketika Rf=10kΩ, Rg= 1kΩ, Vcc/Vee=+15/-15
Pada percobaan ini nilai bandwidth yang didapat adalah 7MHz, dengan input 1,08Vpp
dan output 7,2Vpp.
Nilai Gbp-nya
=
×
= 10 × 7,2
≈ 70
Dari percobaan topik ke-3 ini dapat diambil kesimpulan bahwa semakin besar nilai Rf
maka nilai bandwidth semakin kecil, sehingga dapat disimpulkan agar op-amp dapat
bekerja pada frekuensi yang tinggi harus diperhatikan penggunaan nilai resistor umpan
balik yang kecil, pada op-amp ini yaitu 1KΩ, selain itu nilai vcc dan vee juga
berpengaruh terhadap nilai bandwidth, semakin kecil nilai Vcc dan Vee bandwidthnya
juga semakin kecil.
66
4.4. Integrator berbasis CFA
4.4.1. Integrator berbasis CFA
Gambar 4.34. Rangkaian integrator berbasis CFA
-
Ketika R1=10kΩ dan C1=10nF dengan nilai masukan sinus 1kHz 1Vpp, outputnya
berupa sinyal cosinus dengan amplitude 1,36Vpp sesuai dengan gambar dibawah:
Gambar 4.35. sinyal Vo dan Vi integrator dengan R1=10kΩ dan C1=10nF
dengan nilai masukan sinus 1kHz 1Vpp, berarti nilai Vin adalah 0,5 sin 2000πt,
sehingga dengan menggunakan persamaan (3.3) analisa matematisnya adalah sbb:
=−
1
10000 × 10 × 10
= 0,796 cos2000
67
0,5 sin 2000 πt
Dilihat dari hasil praktikum yang didapat yaitu didapatkan sinyal keluaran cosinus
dengan amplitude 1,36Vpp/2 yaitu 0,7Volt. Sehingga dapat disimpulkan percobaan
berhasil.
-
Ketika R1=1kΩ dan C1=100pF dengan nilai masukan sinus 1MHz 1Vpp, outputnya
berupa sinyal cosinus dengan amplitude 1,54Vpp sesuai dengan gambar dibawah:
Gambar 4.36. Sinyal Vo dan Vi integrator dengan R1=1kΩ dan C1=100pF
Dengan nilai masukan sinus 1MHz 1Vpp, berarti nilai Vin adalah 0,5 sin 2000000πt,
sehingga dengan menggunakan persamaan (3.3) integrator analisa matematisnya
adalah sebagai berikut.
=−
1
1000 × 100 × 10
0,5 sin20 00000πt
= 0,7961 cos2000000
Dari hasil praktikum didapatkan sinyal keluaran cosinus dengan amplitude 1,54Vpp/2
yaitu 0,77volt. Sehingga dapat disimpulkan percobaan sesuai dengan analisa
matematisnya.
68
-
Ketika R1=100Ω dan C1=100pF dengan nilai masukan sinus 5MHz 1Vpp, outputnya
berupa sinyal cosinus dengan amplitude 2,86Vpp sesuai dengan gambar dibawah:
Gambar 4.37. sinyal Vo dan Vi integrator dengan R1=100Ω dan C1=100pF
Ketika R1=100Ω dan C1=100pF dengan nilai masukan sinus 5MHz 1Vpp, berarti
nilai Vin-nya adalah 0,5 sin 10000000πt, sehingga dengan menggunakan persamaan
(4.28) analisa matematisnya adalah sebagai berikut.
=−
1
100 × 100 × 10
0,5 sin 10000000 πt
= 1,5923 cos10000000
Sedangkan pada percobaan didapatkan Vout berupa sinyal kosinus dengan amplitudo
2,86Vpp/2 yaitu 1,43volt. Sehingga antara percobaan dan praktikum dapat dikatakan
mendekati.
69
4.4.2. Differensiator berbasis CFA
Gambar 4.38. Rangkaian diferensiator berbasis CFA
-
Ketika R1=1kΩ dan C1=100nF, dengan masukan sinyal sinus 1kHz 1Vpp didapatkan
output sinyal –cosinus dengan amplitude 0,74Vpp sesuai dengan gambar dibawah:
Gambar 4.39. sinyal Vo dan Vi integrator dengan R1=1kΩ dan C1=100nF
dengan masukan sinyal sinus 1kHz 1Vpp berarti nilai Vin adalah 0,5 sin 2000πt,
sehingga
dengan
menggunakan
persamaan
diferensiator
matematisnya adalah sbb:
= − 1000 × 100 × 10
= − 0,314 cos2000
70
(0,5 sin20 00πt)
(3.4)
analisa
Sedangkan pada hasil praktikum didapatkan sinyal cosinus dengan amplitude sebesar
-0,74Vpp/2 yaitu 0,37volt sehingga antara percobaan dan analisa matematis dapat
dikatakan sesuai.
-
Ketika R1=1kΩ dan C1=1nF, dengan masukan sinyal sinus 1MHz 1Vpp didapatkan
output sinyal -cosinus dengan amplitude 7,2Vpp sesuai dengan gambar dibawah:
Gambar 4.40. sinyal Vo dan Vi integrator dengan R1=1kΩ dan C1=1nF
dengan masukan sinyal sinus 1MHz 1Vpp berarti nilai Vin adalah 0,5 sin 2000000πt,
sehingga dengan menggunakan persamaan (3.9) analisa matematisnya adalah sbb:
= − 1000 × 1 × 10
(0,5 sin 2000000 πt)
= − 3,14 cos20 00000
Sedangkan pada hasil praktikum didapatkan sinyal cosinus dengan amplitude sebesar
-7,2Vpp/2 yaitu 3,6volt sehingga antara percobaan dan analisa matematis dapat
dikatakan sesuai.
71
-
Ketika R1=1kΩ dan C1=100pF, dengan masukan sinyal sinus 5MHz 1Vpp
didapatkan output sinyal -cosinus dengan amplitude 5,36Vpp sesuai dengan gambar
dibawah:
Gambar 4.41. sinyal Vo dan Vi integrator dengan R1=1kΩ dan C1=100pF
Ketika R1=1kΩ dan C1=100pF, dengan masukan sinyal sinus 5MHz 1Vpp berarti
nilai Vin adalah 0,5 sin 10000000πt, sehingga dengan menggunakan persamaan
(4.29) analisa matematisnya adalah sbb:
= − 1000 × 100 × 10
(0,5 sin10 000000πt)
= − 1,57 cos10000000
Sedangkan pada hasil praktikum didapatkan sinyal cosinus dengan amplitude sebesar
-5,36Vpp/2 yaitu 2,68volt. Adanya perbedaan nilai amplitudo ini dimungkinkan
karena ketidakstabilan op-amp.
Pemasangan resistor R2 pada rangkaian integrator dan diferensiator adalah untuk
mencegah kapasitor melakukan pengosongan secara langsung. Karena jika tidak diberi
resistor R2 kapasitor terhubung langsung dengan output buffer input non- inverting yang
bernilai ground, karena kaki non inverting terhubung pada ground. hal ini sesuai dengan
gambar internal CFA.
72
4.5. Respon Transien pada Op-amp CFA
Gambar 4.42. Untai penguat tak membalik untuk mencari stabilitas CFA
-
Dengan input kotak 15Vpp , R1dan R2=1kΩ
Didapatkan nilai
=
× 100% = 46,6667% ,tp=20ns ,Td=50ns.
Dengan gambar grafik sebagai berikut:
Gambar 4.43. stabilitas saat R1dan R2=1kΩ
- Dengan input kotak 15Vpp, R1dan R2=10kΩ
Hasilnya menyerupai kondisi rangkaian RLC overdamped sehingga dapat dikatakan
lebih stabil. Berikut gambar sinyalnya:
Gambar 4.44. stabilitas saat R1dan R2=10kΩ
73
-
Dengan input kotak 15Vpp , R1dan R2=5kΩ
Didapatkan nilai
=
× 100% = 13.3333% ,tp=10ns ,Td=60ns.
Dengan gambar grafik sebagai berikut:
Gambar 4.45. stabilitas saat R1dan R2=5kΩ
-
Dengan input kotak 15Vpp , R1dan R2=500Ω
Didapatkan nilai
=
× 100% = 53.3333% ,tp=20ns ,Td=50ns.
Dengan gambar grafik sebagai berikut:
Gambar 4.46. stabilitas saat R1dan R2=500Ω
74
-
Dari percobaan pertama dicari persamaan orde dua yang berlaku pada op-amp current
feedback sebagai berikut:
(3.5)
=
46,6666 =
46,666 =
14,76 =
Sehingga didapatkan:
1−
−
1−
= 0,59
Kemudian dengan menggunakan persamaan waktu puncak:
=
⍵
20 × 10
20 × 10
1−
=
=
Sehingga didapatkan:
⍵
(3.6)
3.14
1 − 0,59
3.14
⍵ × 0,63
⍵ = 247,15 × 10
75
Kemudian dengan menggunakan persamaan frekuensi alamiah teredam:
2
=
⍵
2
50 × 10
−
=
(3.8)
(247,15 × 10 ) −
Sehingga didapatkan :
= 214,5 × 10
Dari hasil yang didapatkan, bisa dilihat bahwa nilai α
PENGUJIAN DAN ANALISIS
Pada bab IV ini Berisi hasil dan analisa masing-masing pengujian pedoman.
4.1. Pengukuran Karakteristik Op-amp CFA
pada topik ini dibagi menjadi 4 sub topik yaitu:
Pengukuran hambatan masukan kaki inverting dan non-inverting opamp (Rin)
pengukuran nilai transimpedansi
Pengukuran Tegangan Keluaran Maksimum (Vomax)
Pengukuran Slew rate op-amp Current feedback (SR)
4.1.1. Pengukuran Hambatan Masukan Kaki Inverting dan Non-inverting Opamp (Rin)
(a)
(b)
Gambar 4.1. (a) untai untuk mencari hambatan masukan pada kaki non inverting
Gambar 4.1. (b) untai untuk mencari hambatan masukan pada kaki inverting
Pengukuran tegangan pada titik a pada gambar 4.1.a, dimana tegangan pada titik a
digunakan untuk mencari hambatan dalam pada kaki non-inverting adalah sebagai
berikut.
Tabel 4.1. Respon Frekuensi Rin pada kaki non inverting
Frek
100
500
1K
5K
10K
15K
20K
50K
100K
1,75
1,75
1,75
1,75
1,75
1,75
1,6
1,4
0,9
(Hz)
VA
(Vpp)
36
Dari tabel diatas diambil ketika outputnya 1,75Vpp untuk dicari nilai Rin-nya dengan
menggunakan persamaan berikut:
100
||
+
× 2 = 1,75
||
Sehingga diadapatkan
(4.1)
= 700kΩ, kemudian dengan menggunakan
||
rumus parallel dan R osciloscope = 1MΩ
×1
+1
= 700 Ω
(4.2)
Didapatkan nilai Rin = 2,33MΩ. Nilai Rin pada datasheet disebutkan nilainya adalah
minimum 1,5MΩ dan typical 14MΩ. Sehingga dengan nilai hambatan masukan yang
diperoleh pada percobaan, dapat disimpulkan bahwa percobaan berhasil. Dari tabel juga
disimpulkan bahwa nilai Rin berpengaruh pada perubahan frekuensi masukan dimana
semakin besar frekuensi masukan nilai Rin akan menurun.
Selanjutnya dilakukan pengukuran pada titik b sesuai dengan gambar 4.1.b dan
didapatkan tegangan sebesar 1,5vpp, dengan nilai tegangan tersebut dan anggapan nilai
output buffer sama dengan input maka nilai Rin dapat di hitung dengan menggunakan
persamaan.
60 ||1
× 2 = 1,5
R + (60Ω||1MΩ)
59,996
× 2 = 1,5
R + 59,996
(4.3)
(4.4)
sehingga didapatkan nilai Rin sebesar 20Ω dimana nilai ini adalah nilai dari Zb
Dengan nilai Rin input inverting dan non inverting yang didapatkan dapat disimpulkan
bahwa hasilnya sesuai dengan teori dimana hambatan dalam kaki non inverting nilainya
37
sangat besar, hambatan dalam kaki non-inverting ini merupakan hambatan dalam dari
buffer pada op-amp current feedback, sehingga nilainya besar sedangkan hambatan
dalam kaki inverting nilainya kecil dimana nilai hambatan ini adalah nilai Zb dengan
asumsi tegangan keluaran buffer input op-amp current feedback sama persis dengan
nilai tegangan input. [4]
4.1.2. Pengukuran Nilai Transimpedansi
Gambar 4.2. Untai penguat tak membalik untuk mencari nilai transimpedansi
Berikut hasil praktikum yang diperoleh dengan mengubah2 nilai R1 dan R2, dengan
mengasumsikan nilai penguatan yang diinginkan sebesar 2 kali:
Tabel 4.2. tegangan keluaran berdasarkan perngubahan R1dan R2 dalam mencari nilai Transimpedansi
R1 dan R2 (Ω)
1k
10K
100K 200K
Vo (Vpp)
2
2
1,8
1,6
Dilihat dari tabel diatas, nilai transimpedansi akan berpengaruh ketika nilai R1
± 100kΩ, sehingga nilai penguatannya berkurang. Nilai transimpedansi ketika
R1,R2=100KΩ adalah sebagai berikut.
=
1+
1+
1
2
1
(4.5)
38
1,8 =
1+
1+
100
100
100
Sehingga nilai Z didapatkan sebesar 900KΩ, dengan cara yang sama dicari nilai
transimpedansi pada saat R1,R2= 200KΩ dan didapatkan nilai Z sebesar 800KΩ
sehingga disimpulkan pada input frekuensi yang sama nilai transimpedansinya sama,
ada perbedaan pada percobaan dikarenakan kekurang telitian pada saat pembacaan
oscilloscope, ketelitian pada pembacaan oscilloscope sangat penting karena sangat
berpengaruh pada perhitungan nilai transimpedansi.
Untuk membuktikan ketergantungan nilai transimpedansi terhadap perubahan
Frekuensi dilakukan percobaan menggunakan rangkaian penguat non-inverting dengan
mengubah-ubah nilai frekuensi masukan, dan hasil percobaannya adalah sebagai berikut:
Frek
Tabel 4.3. transimpedansi saat R1 dan R2 =1kΩ
1k
10k
100K
500k
1M
5M
10M
15M
20M
30M
40M
AV
2
2
2
2
2
2
2
2,4
2,7
3,5
4
Z(Ω)
∞
∞
∞
∞
∞
∞
∞
∞
∞
∞
∞
Frek
50M
60M 70M
80M
AV
3
2,5
1,5
0,8
Z(Ω)
∞
∞
3k
666,7
(Hz)
(Hz)
39
Frek
1k 10k
(Hz)
Tabel 4.4. transimpedansi saat R1 dan R2 =10kΩ
100K
500k
1M
5M
10M
15M
20M
30M
40M
AV
2
2
2
2
2
2
2,3
2
2
1,6
1,4
Z(Ω)
∞
∞
∞
∞
∞
∞
∞
∞
∞
40k
23,3k
Frek (Hz)
50M 60M
AV
1
0,8
Z(Ω)
10k
6,7k
Frek 1k
10k
(Hz)
AV
1,76
Tabel 4.5. transimpedansi saat R1 dan R2 =100kΩ
1,76
100K
500k 1M
5M
10M
15M
20M
30M
40M
1,76
1,8
1,6
1,5
1,4
1,4
1,2
1
1,8
Z(Ω) 733,3k 733,3k 733,3k 900k 900k 400k 300k 233,3k 233,3k 150k 100k
Frek
50M 60M
(Hz)
AV
0,7
0,5
Z(Ω)
56k
33,3k
Frek 1k
Tabel 4.6. transimpedansi saat R1 dan R2 =200kΩ
10k
(Hz)
AV
1,6
1,6
100K 500k
1M
5M
10M
15M
20M
30M
40M
1,6
1,8
1,36
1,25
1,3
1,3
1
0,8
Z(Ω) 800k 800k 800k
Frek
50M
60M
AV
0,6
0,3
Z(Ω)
85,7k 35,3k
1,72
1,23M 1,8M 425K 333,3k 300k 300k 200k 133,3k
(Hz)
40
Berikut grafik Transimpedansi (Z) terhadap perubahan Frekuensi
transimpedansi Vs frekuensi
2500000
Transimpedansi (ohm)
2000000
1500000
R1,R2=1k
R1,R2=10k
1000000
R1,R2=100k
500000
R1,R2=200k
0
0.1
1
10
100
-500000
1000
10000
100000
frekuensi (KHz)
Gambar 4.3. Grafik frekuensi terhadap transimpedansi
Dilihat
dari grafik dan tabel hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa nilai
transimpedansi akan semakin kecil jika frekuensi masukan diperbesar. Nilai
transimpedansi yang semakin kecil menyebabkan nilai penguatan akan menurun dari
nilai penguatan yang di harapkan, karena nilai transimpedansi yang semakin mendekati
nilai hambatan umpan balik.
Hal ini sesuai dengan teori dimana transimpedansi dari CFA merupakan komponen
kapasitor dan resistor yang diparallelkan dengan persamaan sebagai berikut:
| |=
1
1
+ (2
(4.6)
)
dimana dari persamaan diatas dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai frekuensi
masukan nilai transimpedansi (Z) semakin kecil.
Adanya peningkatan nilai penguatan pada
disebabkan karena ketidakseimbangan op-amp.
41
beberapa nilai frekuensi masukan
4.1.3. Pengukuran tegangan keluaran maksimum
Gambar 4.4. Untai penguat membalik untuk mencari Vomax
Pada gambar 4.4 merupakan penguat membalik dengan persamaan penguatan sesuai
dengan persamaan 2.15.
Dimana nilai Z adalah nilai transimpedansi dan dapat diabaikan karena nilainya
terlalu besar, nilai ini akan berpengaruh jika nilai R1 yang digunakan juga besar
nilainya. Sehingga pada rangkaian gambar 2 nilai penguatannya adalah -10 kali. Vo akan
terjadi clipping ketika nilainya lebih besar dari 24 vpp karena nilai Vcc-nya 12 Volt dan
nilai Veenya -12volt.
Hal ini sesuai dengan hasil praktikum yaitu ketika diberi inputan 2,8Vpp output
seharusnya bernilai -28Vpp namun terpotong pada -24vpp. Berikut gambar sinyal
keluaran.
Gambar 4.5. Sinyal Vomax pada penguat inverting (volt/div=5volt)
42
Gambar 4.6. Untai penguat non-inverting untuk mencari Vomax
Sedangkan pada gambar 4.6. Merupakan penguat non inverting dengan persamaan
penguatan, dengan nilai penguatan sesuai dengan persamaan 2.9.
Selama nilai R1 tidak terlalu besar maka nilai penguatannya sama dengan voltage
feedback op-amp. Yaitu sebesar 11 kali, namun jika tegangan output lebih besar dari
24Vpp maka akan terpotong pada +12 dan -12 sehingga ketika diberi inputan 2,4Vpp
seharusnya keluarannya sebesar 26,4vpp, namun terpotong di 24Vpp berikut gambar
sinyal keluarannya.
Gambar 4.7. Sinyal Vo max pada penguat non- inverting (volt/div=5volt)
43
4.1.4. Pengukuran slew rate
Gambar 4.8. untai untuk mencari nilai slew rate
Pada percobaan mengenai nilai slew rate op-amp dibutuhkan function generator yang
mampu membuat signal kotak sempurna, pada percobaan ini function generator yang
digunakan kurang baik dimana output function generator itu sendiri memiliki nilai slew
rate sebesar 160V/us, sehingga nilai slew rate op-amp tidak dapat diamati, karena opamp masih mampu mengikuti. Jika pada datasheet disebutkan nilai slew rate sebesar
1100V/us, maka dibutuhkan function generator dengan slew rate ±2000V/us. Berikut
hasil percobaan.
Gambar 4.9. Slew rate CFA
Gambar 4.10. Slew rate dalam 1 sumbu
44
4.2. Karakteristik rangkaian dasar Op-amp CFA (penguat membalik, penguat tak
membalik dan penguat penjumlah)
4.2.1. Penguat tak membalik (non-inverting amplifier)
Gambar 4.11. rangkaian penguat non-inverting
Dengan menggunakan R2=2KΩ dan R1=1KΩ didapatkan Vo=3Vpp, berikut gambar
sinyal Vo dan Vin dalam 1 sumbu
Gambar 4.12 Output non inverting ketika R2=2kΩ, R1=1kΩ (volt/div=0,5volt)
Tabel 4.7. Respon frekuensi penguat non-inverting saat R2=2kΩ, R1=1kΩ
Frek
1k
10k
100k 500k 1M
5M
10M
20M
30M 40M 50M 60M
3
3
3
3,1
3,3
3,3
3,2
(Hz)
Av
Av(dB) 9.54 9.54 9.54
3
3
9.54
9.54 9.82 10.37 10.37 10.1
45
3
2,9
2,5
9.54
9.24
7.95
Dengan menggunakan R2=20KΩ dan R1=10KΩ didapatkan Vo=3Vpp, berikut gambar
sinyal Vo dan Vin dalam 1 sumbu
Gambar 4.13. Output non-inverting ketika R2=20KΩ , R1=10kΩ (volt/div=0,5volt)
Tabel 4.8. Respon frekuensi penguat non-inverting saat R2=20kΩ, R1=10kΩ
Frek (Hz)
1k
10k
100k 500k 1M
5M
10M 20M 30M
Av
3
3
3
3,3
2
Av(dB)
9.54 9.54 9.54
3
3
9.54
9.54 10.37 6.02
1,6
1,4
4.08
2,92
Dengan menggunakan R2=200KΩ dan R1=100KΩ didapatkan Vo=2,5Vpp, berikut
gambar sinyal Vo dan Vin dalam 1 sumbu
Gambar 4.14. Output non inverting ketika R2=200kΩ ,R1=100kΩ (volt/div=0,5volt)
46
Tabel 4.9. Respon frekuensi penguat non-inverting saat R2=200kΩ, R1=100kΩ
Frek (Hz)
1k
10k
100k 500k 1M
5M
10M 20M 30M
Av
2,5
2,5
2,5
2
Av(dB)
7.95 7.95 7.95
2,5
2,5
1,8
1
0,5
7.95
7.95 6.02 5.1
0
-6.02
Dengan menggunakan R2=1MΩ dan R1=500KΩ didapatkan Vo=1,5Vpp, berikut
gambar sinyal Vo dan Vin dalam 1 sumbu.
Gambar 4.15. Output non inverting ketika R2=1MΩ , R1=500kΩ (volt/div=0,5volt)
Tabel 4.10. Respon frekuensi penguat non-inverting saat R2=1MΩ, R1=500kΩ
Frek (Hz)
1k
10k
100k 500k 1M
5M
10M
20M
Av
1,5
1,5
1,5
1,1
0,8
0,3
Av(dB)
3.52 3.52 3.52
1,6
1,4
4.08
2.92 0.83 -1,93
-10,45
dilihat dari hasil praktikum dimana nilai resistansi dibuat agar op-amp memiliki
penguatan sebesar 3 kali namun nilai penguatannya akan turun jika nilai hambatan pada
feedback negatif diperbesar, terbukti ketika nilai R2=200kΩ dan R1=100KΩ Vo menjadi
2,5Vpp. Hal ini terjadi karena adanya transimpedansi (Z) sehingga penggunaan nilai R2
harus diperhatikan. Sesuai dengan penurunan rumus dibawah ini.
Dengan menggabungan persaman (2.5), (2.6), (2.7) untuk mencari nilai
sehingga penurunan rumusnya adalah:
−
=
47
−
−
=
=
−
−
−
−
1
1
||
−
=
1
=
=
=
=
1
||
⎛
⎜
⎝
||
||
||
1
||
||
48
−
−
=−
=−
−
+
−
=−
1
||
−
−
−
=−
1
−
−
1
1
+
1
||
+
1
1
×
+1
||
+
+1
1+
1
1
+
+
+1 +
+1 +
||
+1
+
||
+1 +
||
−
1
||
1
1
1
||
||
+
||
+1
⎞
⎟
⎠
=
=
=
1+
1+
||
⎝
1+
||
=
1+
+1
||
⎛
⎜
⎜
1
||
+1
1+
1+
||
+
+1
||
+1
||
||
+1
||
+1
||
×
⎠
+1
||
+1
+1
+1
||
⎞
⎟
⎟
(2.8)
+1
Karena nilai impedansi output pada buffer input (
) mendekati nol maka rumus
diatas dapat disederhanakan lagi menjadi.
=
1+
1+
=
1+
(2.9)
1+
Karena nilai transimpedansi yang sangat besar (Z) maka
pada perhitungan dapat
dihilangkan sehingga rumus akhirnya adalah.
= 1+
(2.10)
49
- Perkiraan nilai transimpedansi
Ketika nilai R2 diperbesar menjadi 200kΩ, nilai penguatanya berkurang, dimana
hal in disebabkan oleh pengaruh transimpedansi Z, hal ini sesuai dengan persamaan
(2.9) Sehingga setelah diketahui nilai Vout , dapat dicari nilai transimpedansinya yaitu
sebagai berikut.
2,5
1
2,5 =
Sehingga,
2,5 +
=
1+
500
1+
1+
3
200
200
100
200
(4.7)
=3
=1 Ω
Sedangkan ketika nilai R2= 1MΩ dan R1= 500kΩ
1,5
1
1,5 =
1,5 +
=
1+
1
500 Ω
1 Ω
1+
1+
(4.8)
3
1 Ω
500 Ω
=3
Sehingga,
50
= 1,5 Ω
Dilihat dari kedua perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa nilai
transimpedansi yang berpengaruh pada current feedback op-amp ini adalah sebesar
±1MΩ.
- Respon frekuensi penguat non inverting
Dari hasil percobaan diatas dibuat grafik perubahan nilai penguatan sebagai
berikut:
Tanggapan frekuensi penguat non-inverting
15
10
AV(db)
5
R2=2k dan R1=1k
R2=20k dan R1=10K
0
1
10
100
1000
10000
-5
100000
R2=200k dan R1=100k
R2=1M dan R1=500K
-10
-15
frekuensi (KHz)
Gambar 4.16. Tanggapan frekuensi penguat non-inverting berbasis CFA
Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai hambatan umpan
balik maka nilai penguatan akan semakin rentan pada perubahan Frekuensi masukan,
pada penggunaan R1 2kΩ nilai penguatan sesuai dengan yang diharapkan dan mampu
bertahan terhadap perubahan frekuensi masukan.
51
4.2.2. Penguat inverting
Gambar 4.17. rangkaian penguat membalik
Dengan menggunakan R2=2KΩ dan R1=1KΩ didapatkan Vo=-2Vpp, berikut gambar sinyal
Vo dan Vin dalam 1 sumbu
Gambar 4.18. Output inverting ketika R2=2k dan R1=1k (volt/div=0,5volt)
Tabel 4.11. Respon frekuensi penguat inverting saat R2=2kΩ, R1=1kΩ
Frek
1k
10k 100k 500k 1M 5M 10M 20M 30M 40M 50M 60M
(Hz)
Av
-2
-2
-2
-2
-2
-2
-2,3 -2,8 -3,2 -2,9 -1,1 -0,5
Av(dB) 6.02 6.02 6.02 6.02 6.02 6.02 7.23 8.9
10.1 9.24 0.8
-6.02
52
Dengan menggunakan R2=20KΩ dan R1=10KΩ didapatkan Vo=-2Vpp, berikut gambar sinyal
Vo dan Vin dalam 1 sumbu.
Gambar 4.19. Output inverting ketika R2=20k, R1=10k (volt/div=0,5volt)
Tabel 4.12. Respon frekuensi penguat inverting saat R2=20kΩ, R1=10kΩ
Frek
(Hz)
Av
1k
10k
100k
500k
1M
5M
10M
20M
30M
-2
-2
-2
-2
-2
-0,9
-0,8
-0,6
-0,3
Av(dB)
6.02
6.02
6.02
6.02
6.02
-0.91
-1.9
-4.43
-10.45
Dengan menggunakan R2=200KΩ dan R1=100KΩ didapatkan Vo=-1,5Vpp, berikut gambar
sinyal Vo dan Vin dalam 1 sumbu.
Gambar 4.20. Output inverting ketika R2=200k, R1=100k (volt/div = 0,5)
Tabel 4.13. Respon frekuensi penguat inverting saat R2=200kΩ, R1=100kΩ
Frek
(Hz)
Av
AV(db)
1k
10k
100k
500k
1M
5M
10M
20M
30M
-1,5
3.5
-1,5
3.5
-1,5
3.5
-0,9
-0.91
-0,5
-6.02
0,2
-13.97
-0,1
-20
-
-
53
Dengan menggunakan R2=1MΩ dan R1=500KΩ didapatkan Vo=-0,75Vpp, berikut gambar
sinyal Vo dan Vin dalam 1 sumbu.
Gambar 4.21. Output inverting ketika R2=1M, R1=500k (volt/div = 0,5)
Tabel 4.14. Respon frekuensi penguat inverting saat R2=1MΩ, R1=500kΩ
Frek (Hz)
Av
Av(db)
1k
-0,75
-2.5
10k
-0,75
-2.5
100k
-0,75
-2.5
500k
-0,5
-6.02
1M
-0,4
-7.95
5M
0,25
-12.04
10M
-0,1
-20
20M
-
30M
-
Pada percobaan penguat membalik juga dipilih nilai resistor penyusunnya agar opamp memilik penguatan sebesar -2kali, nilai penguatannya juga akan turun ketika nilai
R2 diperbesar, hal ini disebabkan adanya transimpedansi pada current feedback opamp,
berikut penurunan rumus yang berlaku pada penguat membalik dengan current feedback
op-amp.
Dengan menggabungkan persamaan (2.11), (2.12), (2.13) untuk mencari
didapatkan penurunan rumus sebagai berikut
−
−
+
=
+
+
+
+
=
−
−
=−
−
54
sehingga
=−
−
−
1
=−
=−
1
+
(
−
=
−
=
−
=
−
=
−
=
1
×
)
||
||
||
||
||
+
1
+
+1 +
||
1
1
||
−
||
1
=−
−
1
1
1
+1 +
1
1
+1 +
+1
+1
+1
+
⎛
⎜1 +
||
⎝
⎛
⎜1 +
⎝
55
||
+1
⎞
⎟
⎠
+1
⎞
⎟
⎠
⎛
= −⎜
⎜
Karena nilai
⎝
1+
||
+1
+1
||
⎞
⎟
⎟
(2.14)
⎠
mendekati nol maka persamaan diatas dapat di sederhanakan
menjadi:
=−
1
1
+
(2.15)
1
Karena nilai transimpedansi Z yang sangat besar sehingga dapat diabaikan dan
persamaannya menjadi
-
=−
(2.16)
Perkiraan nilai transimpedansi
pada percobaan penguat membalik, ketika nilai R2 diperbesar menjadi 200KΩ juga
mengalami penurunan nilai penguatan, penguatan yang seharusnya bernilai -2kali
turun menjadi -1,5kali. Hal ini disebabkan adanya pengaruh nilai transimpedansi yang
dicari dengan menggunakan persamaan (2.15) sebagai berikut
− 1,5
1
1,5
=−
+
1,5
200
1,5
Sehingga,
=
1
1
100
+
=
1
200
1
100
0,5
200
= 600
Pada saat nilai R2 diubah menjadi 1MΩ penguatannya turun menjadi 0,75 kali dan
nilai transimpedansinya adalah sebagai berikut
56
1
500
=−
1
1
+
1
− 0,75
1
0,75
+
0,75
1
=
1
500
0,75
Sehingga,
=
1,25
1
= 600
Perbedaan nilai Z antara percobaan penguat non-inverting dengan penguat
inverting mungkin dikarenakan kesalahan pembacaan osciloscope, karena pada
penguat inverting jika nilai Transimpedansi dianggap 1MΩ nilai Vo pada saat R2-nya
200kΩ(R1=100KΩ) adalah sebesar 1,6667Vpp dan 1Vpp pada saat R2-nya 1MΩ
(R1=500KΩ) hanya berbeda sedikit dengan hasil praktikumnya. Jadi dapat
disimpulkan bahwa nilai transimpedansi yang berpengaruh pada praktikum ini ±1MΩ.
Respon frekuensi penguat inverting
Tanggapan frekuensi penguat inverting
15
10
5
AV(dB)
-
0
0.1
-5
1
10
100
1000
10000
100000
R2=20k dan R1=10k
R=200k dan R=100k
-10
R2=1M dan R1=500k
-15
-20
-25
R2=2k dan R1=1k
frekuensi (KHz)
Gambar 4.22. Tanggapan frekuensi Penguat Inverting
57
Sama seperti penguat non-inverting, semakin besar nilai hambatan umpan balik
(R2) nilai penguatannya semakin rentan terhadap perubahan frekuensi masukan,
sehingga pemilihan nilai hambatan umpan balik pada penggunaan op-amp current
feedback sangat perlu diperhatikan.
4.2.3. Penguat Penjumlah (summing amplifier)
Pada subtopik ini akan dibuat sebuah penguat penjumlah yang rangkaiannya sesuai
dengan gambar 4.23.
Gambar 4.23 rangakaian penguat penjumlah
Dengan menggunakan R1=1k, R2=1k,R3=1k, maka Vo yang didapatkan sebesar 4Vpp.
Gambar 4.24. Output summing R1=1k, R2=1k,R3=1k (volt/div = 1volt)
Tabel 4.15. respon frekuensi penguat penjumlah R1=1k, R2=1k,R3=1k
Frekuensi(Hz)
Vo(Vpp)
58
1k
4
1M
4
10M
4
Dengan menggunakan R1=1k, R2=1k,R3=2k, maka Vo yang didapatkan sebesar 8Vpp
Gambar 4.25. Output summing R1=1k, R2=1k,R3=2k (volt/div = 1volt)
Tabel 4.16. respon frekuensi penguat penjumlah R1=1k, R2=1k,R3=2k
Frekuensi(Hz)
Vo(Vpp)
1k
8
1M
8
10M
7,8
Dengan menggunakan R1=100k, R2=100k,R3=100k, maka Vo yang didapatkan sebesar 3,8Vpp
Gambar 4.26. Output summing R1=100k, R2=100k,R3=100k (volt/div = 1volt)
Tabel 4.17. respon frekuensi penguat penjumlah R1=100k, R2=100k,R3=100k
Frekuensi(Hz)
Vo(Vpp)
1k 1M
3,8 3,8
59
10M
2
Dengan menggunakan R1=100k, R2=100k,R3=200k, maka Vo yang didapatkan sebesar 6,4Vpp
Gambar 4.27. Output summing R1=100k, R2=100k,R3=200k (volt/div = 1volt)
Tabel 4.18. respon frekuensi penguat penjumlah R1=100k, R2=100k,R3=200k
Frekuensi(Hz)
Vo(Vpp)
Dengan
menggunakan
1k 1M
6,4 3,8
R1=R2=R3=1kΩ
10M
2
diinginkan
inputan
sebesar
2Vpp
ditambahkan dengan 2vpp dengan penguatan -1kali sehingga hasil yang didapat menurut
persamaan
= −(
adalah 4Vpp hal ini sesuai dengan hasil praktikum,
)
+
ketika R3 diubah menjadi 2kΩ diharapkan nilai Vo dikuatkan 2kali sehingga Vo=8Vpp.
Ketika R1,R2,R3 diubah menjadi 100kΩ nilai Vo mulai mengalami penurunan
menjadi 3,8Vpp hal ini disebabkan adanya pengaruh transimpedansi pada Current
feedback op-amp sesuai dengan penjabaran persamaan dibawah.
+
=−
−
+
−
=
−
=
(4.9)
(4.10)
(4.11)
Dengan memanfaatkan 3 persamaan diatas maka dapat dilakukan perhitungan
sebagai berikut (ZG1=ZG2)
60
−
+
+
+
−
=
+
+
=
−
−
+
+
+
+
=−
+
=−
−
−
−
1
+
=−
+
=−
+
=−
= −(
= −(
+
+
)
+
+
)
= −(
+
)
)
||(
||
1
−
||(
1
= −(
+
+
1
||
||(
×
)
1
)
||
1
+
||(
||
||
)
||(
||
)
61
⎛
⎜1 +
⎝
+
||(
1
1
1
)
||
)
1
+1 +
1
+1 +
||(
+1
−
+1 +
)
1
−
+1
+
||(
||
)
+1
⎞
⎟
⎠
= −(
+
⎛
)⎜
⎜
||(
1+
||
)
+1
⎞
⎟
⎟
(4.12)
+1
||( || )
⎝
⎠
Karena nilai
sangat kecil maka persamaan diatas dapat di sederhanakan
menjadi persamaan (3.1), sedangan karena nilai transimpedansi Z yang sangat besar
sehingga nilainya dapat diabaikan dan persamaannya menjadi persamaan (3.2).
-
perkiraan nilai transimpedansi
Pada saat nilai R3=200KΩ dan R1,R2=100KΩ nilai penguatannya menurun cukup
drastis dimana Vo menjadi 6,4Vpp, nilai transimpedansinya adalah sebagai berikut.
1
100
)
6,4 = −(2
+2
1
1
+
200
6,4
Sehingga,
+
6,4
6,4
200
=
=
1,6
200
4
100
= 800
4.3. Pembatasan lebar pita pada Op-amp CFA
Pada topik praktikum yang ke-3 ini akan dicari nilai bandwidth/ lebar pita dari current
feedback op-amp dengan menyusun sebuah untai penguat tak membalik seperti pada gambar
4.28.
Gambar 4.28. Penguat tak membalik untuk mencari bandwidth
62
- Ketika Rf=1kΩ, Rg= 100Ω, Vcc/Vee=+15/-15
Gambar 4.29. Bandwidth ketika Rf=1kΩ, Rg= 100Ω, Vcc/Vee=+15/-15
Pada percobaan ini didapatkan nilai bandwidth sebesar 28MHz nilai input yang pada
awalnya diatur sebesar 1Vpp turun menjadi 96mVpp dan outputnya 660mVpp hal ini
dikarenakan function generator yang digunakan dapat menghasilnya sinyal hingga
Frekuensi 150MHz namun amplitudo-nya turun pada frekuensi tinggi.
Nilai GBP-nya
=
= 10 × 28
63
×
≈ 280
- Ketika Rf=1kΩ, Rg= 100Ω, Vcc/Vee=+7/-7
Gambar 4.30. Bandwidth ketika Rf=1kΩ, Rg= 100Ω, Vcc/Vee=+7/-7
Pada percobaan kedua dengan input 98mvpp didapat output sebesar 660mVpp pada
frekuensi 27,52MHz sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai BW-nya menurun ketika
vcc/vee diturunkan.
Nilai Gbp-nya
=
= 10 × 27,52
- Ketika Rf=2kΩ, Rg= 200Ω, Vcc/Vee=+15/-15
×
≈ 275,2
Gambar 4.31. Bandwidth ketika Rf=2kΩ, Rg= 200Ω, Vcc/Vee=+15/-15
64
Pada percobaan ketiga didapat nilai bandwidth sebesar 21,35MHz dengan input 96mvPP
didapatkan output sebesar 720mVpp.
Nilai Gbp-nya
=
= 10 × 21,35
×
- Ketika Rf=2kΩ, Rg= 200Ω, Vcc/Vee=+7/-7
≈ 213,5
Gambar 4.32. Bandwidth ketika Rf=2kΩ, Rg= 200Ω, Vcc/Vee=+7/-7
Dengan input 114mVpp didapatkan output sebesar 720mVpp pada frekuensi 19,8MHz
Nilai Gbp-nya.
=
×
= 10 × 19,8
65
≈ 198
- Ketika Rf=10kΩ, Rg= 1kΩ, Vcc/Vee=+15/-15
Gambar 4.33. Bandwidth ketika Rf=10kΩ, Rg= 1kΩ, Vcc/Vee=+15/-15
Pada percobaan ini nilai bandwidth yang didapat adalah 7MHz, dengan input 1,08Vpp
dan output 7,2Vpp.
Nilai Gbp-nya
=
×
= 10 × 7,2
≈ 70
Dari percobaan topik ke-3 ini dapat diambil kesimpulan bahwa semakin besar nilai Rf
maka nilai bandwidth semakin kecil, sehingga dapat disimpulkan agar op-amp dapat
bekerja pada frekuensi yang tinggi harus diperhatikan penggunaan nilai resistor umpan
balik yang kecil, pada op-amp ini yaitu 1KΩ, selain itu nilai vcc dan vee juga
berpengaruh terhadap nilai bandwidth, semakin kecil nilai Vcc dan Vee bandwidthnya
juga semakin kecil.
66
4.4. Integrator berbasis CFA
4.4.1. Integrator berbasis CFA
Gambar 4.34. Rangkaian integrator berbasis CFA
-
Ketika R1=10kΩ dan C1=10nF dengan nilai masukan sinus 1kHz 1Vpp, outputnya
berupa sinyal cosinus dengan amplitude 1,36Vpp sesuai dengan gambar dibawah:
Gambar 4.35. sinyal Vo dan Vi integrator dengan R1=10kΩ dan C1=10nF
dengan nilai masukan sinus 1kHz 1Vpp, berarti nilai Vin adalah 0,5 sin 2000πt,
sehingga dengan menggunakan persamaan (3.3) analisa matematisnya adalah sbb:
=−
1
10000 × 10 × 10
= 0,796 cos2000
67
0,5 sin 2000 πt
Dilihat dari hasil praktikum yang didapat yaitu didapatkan sinyal keluaran cosinus
dengan amplitude 1,36Vpp/2 yaitu 0,7Volt. Sehingga dapat disimpulkan percobaan
berhasil.
-
Ketika R1=1kΩ dan C1=100pF dengan nilai masukan sinus 1MHz 1Vpp, outputnya
berupa sinyal cosinus dengan amplitude 1,54Vpp sesuai dengan gambar dibawah:
Gambar 4.36. Sinyal Vo dan Vi integrator dengan R1=1kΩ dan C1=100pF
Dengan nilai masukan sinus 1MHz 1Vpp, berarti nilai Vin adalah 0,5 sin 2000000πt,
sehingga dengan menggunakan persamaan (3.3) integrator analisa matematisnya
adalah sebagai berikut.
=−
1
1000 × 100 × 10
0,5 sin20 00000πt
= 0,7961 cos2000000
Dari hasil praktikum didapatkan sinyal keluaran cosinus dengan amplitude 1,54Vpp/2
yaitu 0,77volt. Sehingga dapat disimpulkan percobaan sesuai dengan analisa
matematisnya.
68
-
Ketika R1=100Ω dan C1=100pF dengan nilai masukan sinus 5MHz 1Vpp, outputnya
berupa sinyal cosinus dengan amplitude 2,86Vpp sesuai dengan gambar dibawah:
Gambar 4.37. sinyal Vo dan Vi integrator dengan R1=100Ω dan C1=100pF
Ketika R1=100Ω dan C1=100pF dengan nilai masukan sinus 5MHz 1Vpp, berarti
nilai Vin-nya adalah 0,5 sin 10000000πt, sehingga dengan menggunakan persamaan
(4.28) analisa matematisnya adalah sebagai berikut.
=−
1
100 × 100 × 10
0,5 sin 10000000 πt
= 1,5923 cos10000000
Sedangkan pada percobaan didapatkan Vout berupa sinyal kosinus dengan amplitudo
2,86Vpp/2 yaitu 1,43volt. Sehingga antara percobaan dan praktikum dapat dikatakan
mendekati.
69
4.4.2. Differensiator berbasis CFA
Gambar 4.38. Rangkaian diferensiator berbasis CFA
-
Ketika R1=1kΩ dan C1=100nF, dengan masukan sinyal sinus 1kHz 1Vpp didapatkan
output sinyal –cosinus dengan amplitude 0,74Vpp sesuai dengan gambar dibawah:
Gambar 4.39. sinyal Vo dan Vi integrator dengan R1=1kΩ dan C1=100nF
dengan masukan sinyal sinus 1kHz 1Vpp berarti nilai Vin adalah 0,5 sin 2000πt,
sehingga
dengan
menggunakan
persamaan
diferensiator
matematisnya adalah sbb:
= − 1000 × 100 × 10
= − 0,314 cos2000
70
(0,5 sin20 00πt)
(3.4)
analisa
Sedangkan pada hasil praktikum didapatkan sinyal cosinus dengan amplitude sebesar
-0,74Vpp/2 yaitu 0,37volt sehingga antara percobaan dan analisa matematis dapat
dikatakan sesuai.
-
Ketika R1=1kΩ dan C1=1nF, dengan masukan sinyal sinus 1MHz 1Vpp didapatkan
output sinyal -cosinus dengan amplitude 7,2Vpp sesuai dengan gambar dibawah:
Gambar 4.40. sinyal Vo dan Vi integrator dengan R1=1kΩ dan C1=1nF
dengan masukan sinyal sinus 1MHz 1Vpp berarti nilai Vin adalah 0,5 sin 2000000πt,
sehingga dengan menggunakan persamaan (3.9) analisa matematisnya adalah sbb:
= − 1000 × 1 × 10
(0,5 sin 2000000 πt)
= − 3,14 cos20 00000
Sedangkan pada hasil praktikum didapatkan sinyal cosinus dengan amplitude sebesar
-7,2Vpp/2 yaitu 3,6volt sehingga antara percobaan dan analisa matematis dapat
dikatakan sesuai.
71
-
Ketika R1=1kΩ dan C1=100pF, dengan masukan sinyal sinus 5MHz 1Vpp
didapatkan output sinyal -cosinus dengan amplitude 5,36Vpp sesuai dengan gambar
dibawah:
Gambar 4.41. sinyal Vo dan Vi integrator dengan R1=1kΩ dan C1=100pF
Ketika R1=1kΩ dan C1=100pF, dengan masukan sinyal sinus 5MHz 1Vpp berarti
nilai Vin adalah 0,5 sin 10000000πt, sehingga dengan menggunakan persamaan
(4.29) analisa matematisnya adalah sbb:
= − 1000 × 100 × 10
(0,5 sin10 000000πt)
= − 1,57 cos10000000
Sedangkan pada hasil praktikum didapatkan sinyal cosinus dengan amplitude sebesar
-5,36Vpp/2 yaitu 2,68volt. Adanya perbedaan nilai amplitudo ini dimungkinkan
karena ketidakstabilan op-amp.
Pemasangan resistor R2 pada rangkaian integrator dan diferensiator adalah untuk
mencegah kapasitor melakukan pengosongan secara langsung. Karena jika tidak diberi
resistor R2 kapasitor terhubung langsung dengan output buffer input non- inverting yang
bernilai ground, karena kaki non inverting terhubung pada ground. hal ini sesuai dengan
gambar internal CFA.
72
4.5. Respon Transien pada Op-amp CFA
Gambar 4.42. Untai penguat tak membalik untuk mencari stabilitas CFA
-
Dengan input kotak 15Vpp , R1dan R2=1kΩ
Didapatkan nilai
=
× 100% = 46,6667% ,tp=20ns ,Td=50ns.
Dengan gambar grafik sebagai berikut:
Gambar 4.43. stabilitas saat R1dan R2=1kΩ
- Dengan input kotak 15Vpp, R1dan R2=10kΩ
Hasilnya menyerupai kondisi rangkaian RLC overdamped sehingga dapat dikatakan
lebih stabil. Berikut gambar sinyalnya:
Gambar 4.44. stabilitas saat R1dan R2=10kΩ
73
-
Dengan input kotak 15Vpp , R1dan R2=5kΩ
Didapatkan nilai
=
× 100% = 13.3333% ,tp=10ns ,Td=60ns.
Dengan gambar grafik sebagai berikut:
Gambar 4.45. stabilitas saat R1dan R2=5kΩ
-
Dengan input kotak 15Vpp , R1dan R2=500Ω
Didapatkan nilai
=
× 100% = 53.3333% ,tp=20ns ,Td=50ns.
Dengan gambar grafik sebagai berikut:
Gambar 4.46. stabilitas saat R1dan R2=500Ω
74
-
Dari percobaan pertama dicari persamaan orde dua yang berlaku pada op-amp current
feedback sebagai berikut:
(3.5)
=
46,6666 =
46,666 =
14,76 =
Sehingga didapatkan:
1−
−
1−
= 0,59
Kemudian dengan menggunakan persamaan waktu puncak:
=
⍵
20 × 10
20 × 10
1−
=
=
Sehingga didapatkan:
⍵
(3.6)
3.14
1 − 0,59
3.14
⍵ × 0,63
⍵ = 247,15 × 10
75
Kemudian dengan menggunakan persamaan frekuensi alamiah teredam:
2
=
⍵
2
50 × 10
−
=
(3.8)
(247,15 × 10 ) −
Sehingga didapatkan :
= 214,5 × 10
Dari hasil yang didapatkan, bisa dilihat bahwa nilai α