DAKTILITAS ELEMEN STRUKTUR JOINT KOLOM BETON BERTULANG DAN BALOK BAJA PADA GEDUNG BERTINGKAT TINGGI DI SURABAYA.

DAKTILITAS ELEMEN STRUKTUR J OINT KOLOM BETON
BERTULANG DAN BALOK BAJ A PADA GEDUNG
BERTINGKAT TINGGI DI SURABAYA

TUGAS AKHIR
Untuk Memenuhi Sebagai Per syar atan Dalam Memper oleh
Gelar Sar jana Teknik Sipil (S1)

Oleh:
WAHYU LUREKKE PABUARAN
NPM : 0753210062

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
J AWA TIMUR
2012

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS AKHIR
DAKTILITAS ELEMEN STRUKTUR J OINT KOLOM BETON
BERTULANG DAN BALOK BAJ A PADA GEDUNG
BERTINGKAT TINGGI DI SURABAYA
Disusun oleh :
WAHYU LUREKKE PABUARAN
NPM : 0753210062
Telah Diuji,Diper tahankan, dan Diter ima oleh Tim Penguji Tugas Akhir
Pr ogram Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Per encanaan
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veter an” J awa Timur
Pada Hari Selasa 22 Mei 2012
Pembimbing :

Tim Penguji :

1. Pembimbing Utama,

1. Penguji I,


Dr s. Ir . Made Dharma Astawa, MT.
NIP. 19530919 198601 1 00 1

Ir . Ali Ar ifin, MT.

2. Pembimbing Pendamping,

2. Penguji II,

Ir . Wahyu Kartini, MT.
NPT. 3 6304 94 0031 1

Ir. Sardjono H.S

3. Penguji III,

Sumaidi, ST.
NPT. 3 7909 05 0204 1
Mengetahui
Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Per encanaan

Univer sitas Pembangunan Nasional “Veter an” J awa Timur

Ir . NANIEK RATNI J AR., M.Kes.
NIP. 19590729 198603 2 00 1

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAKTILITAS ELEMEN STRUKTUR J OINT KOLOM BETON
BERTULANG DAN BALOK BAJ A PADA GEDUNG BERTINGKAT TINGGI
DI SURABAYA

Oleh :
WAHYU LUREKKE PABUARAN
0753210062

ABSTRAK
Desain hubungan balok kolom yang menggunakan kolom beton balok baja dapat
memberikan kontribusi dalam hal memperkaya materi tentang pembangunan gedung
tinggi. Dengan menggunakan kolom beton dan balok baja dalam sebuah proyek,

memungkinkan pengerjaan di lapangan bisa lebih cepat dan efisinen, dikarenakan
komponen balok yang terbuat dari baja tidak perlu menunggu pengeringan terlebih
dahulu seperti halnya beton. Struktur bangunan berdaktilitas penuh harus memenuhi
persyaratan kolom kuat balok lemah. Penulisan ini memperhitungkan dimensi kolom
beton dan balok baja serta komponen penyambungnya yang berupa plat baja yang
disambungkan oleh las dan mur-baut. Desain ini memperhitungkan kekuatan serta
daktilitas pada hubungan balok kolom yang akan di aplikasikan pada suatu bangunan
yang ada di Surabaya yang mana HBK ( hubungan balok kolom) eksisting pada
bangunan ini merupakan HBK beton bertulang. Menurut SNI 03-1726-2002 pasal 4,
daktilitas adalah kemampuan struktur atau komponennya untuk melakukan
deformasi inelastis bolak-balik berulang di luar batas titik leleh pertama, sambil
mempertahankan sejumlah besar kemampuan daya dukung bebannya.Dimensi balok
yang digunakan adalah WF 400.200.8.13 dengan penambahan haunch pada daerah
tumpuan dengan profil WF 400.200.8.13. Dimensi kolom yang memenuhi syarat
adalah 600 x 600 mm. Hubungan antar kolom beton bertulang dan balok baja melalui
angkur yang terpasang pada balok baja dan tertanam di dalam kolom beton. Diameter
angkur adalah D25 dan diameter baut menggunakan HTB tipe A-325 D19.
Kata kunci : kolom beton balok baja, HBK, daktilitas, deformasi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

i

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur dan sembah kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang
mengaruniakan tenaga,waktu dan pikiran serta tuntunNya yang tiada henti, sehingga
tugas akhir ini dapat terselesaikan. Dengan segala keterbatasan yang dimiliki
penyusun, maka hasil dari laporan tugas akhir ini tentunya jauh dari kesempurnaan,
walaupun demikian penyusun telah berusaha untuk mencapai hasil yang terbaik,
untuk itu penyusun mengharapkan adanya kritik dan saran demi menyempurnakan
tugas akhir ini.
Pada kesempatan ini pula penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada :
1. Ibu Ir.Naniek Ratni, JAR.,M.Kes selaku dekan Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan.
2. Bapak Ibnu Sholichin, ST.,MT. selaku kepala program studi teknik sipil
3. Bapak Ir. Made Dharma Astawa, MT. selaku dosen pembimbing utama yang
senantiasa meluangkan waktu untuk asistensi, memberikan motivasi, dan
memberikan arahan – arahan selama menyelesaikan tugas akhir ini.

4. Ibu Ir.Wahyu Kartini, MT. selaku pembimbing pendamping yang senantiasa
meluangkan waktu untuk asistensi, memberikan motivasi, dan memberikan
arahan – arahan selama menyelesaikan tugas akhir ini.
5. Bapak Ir. Ali Arifin, MT. selaku dosen penguji.
6. Bapak Ir. Sardjono H.S selaku dosen penguji.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

ii

7. Bapak Sumaidi Wijaya, ST.,MT. selaku dosen penguji.
8. Seluruh dosen dan staf pengajar yang telah membantu selama proses perkuliaan,
secara khusus kepada ibu Novie Handajani, ST.,MT. yang selalu membantu
dalam segala hal.
9. Terima kasih yang paling dalam kepada mama dan papa yang selalu mendoakan,
memotivasi dan memberi semangat serta dukungan dalam dana studi yang selalu
tersedia. Dan juga kepada saudara-saudara saya Joel, Pipi, Dian, Eki, yang selalu
memberi motivasi dan semangat.
10. Teman-teman FTSP khususnya program studi teknik sipil, Hadi ,Edo, Pendi,

Glen, Dudun, Maik, Acong, Japra, Cimot, tapir, Damun dan Tamso yang
senantiasa memberikan dukungan dan motivasi selama proses penyelesaian tugas
akhir. Dan juga teman-teman seperjuangan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
11. Teman-teman Kamapraja, Genorus, PPGT dan SMGT untuk dukungan dan doa.
Ripstar yang selalu tersenyum dan memberikan ketenangan serta dorongan moral
pada masa susah selama proses penyelesaian skripsi.

Semoga batuan dan budi baik, mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha
Kuasa. Penyusun berharap tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Surabaya 1 mei 2012

Penyusun

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

ii

DAFTAR ISI

ABSTRAK..................................................................................................................i
KATA PENGANTAR ...............................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................iv
DAFTAR TABEL.....................................................................................................v
BAB I

PENDAHULUAN .............................................................................1
1.1 Latar Belakang ..............................................................................1
1.2 Perumusan Masalah .......................................................................2
1.3 Tujuan ...........................................................................................2
1.4 Batasan Masalah ............................................................................3

BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA ...................................................................4
2.1 Umum ............................................................................................4
2.2 Kolom Beton................... ...................................................……..6
2.3 Balok Baja...............................................………………..…….....8
2.4 Rumusan Hubungan Balok - Kolom (HBK) ………………..…10

2.4.1 Hubungan Balok Kolom (SNI 03-2847-2002 ).........................10
2.4.2 Hubungan Balok Kolom SRPMK (SNI 03-1729-2002 )...........12
2.5 Sistem Sambungan Baut.......…………………………………...13
2.6 Sistem Sambungan Las.........................................…………..…16
2.7 Rumusan Gempa Standar……………………………………......18
2.7.1 Analisa Beban Gempa Statik Ekuivalen....................................18

iii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2.7.2 Ketentuan Khusus Untuk Perencangan Gedung di Surabaya
(Kategori Desain Seismik D)..............................................................20
2.8 Pembebanan dan Kombinasi Pembebanan..................................25
2.8.1 Pembebanan..............................................................................25
2.8.2 Kombinasi Pembebanan............................................................26
2.9 Konsep Desain.............................................................................26

BAB III


METODELOGI………………………………………..……….….28
3.1 Studi Literatur………………………………………..….…..…28
3.2 Pembebanan ……………………………………....……...........28
3.3 Kombinasi Pembebanan …….....………………….………..…..29
3.4 Pemodelan Struktur ……………….….....……….……...…..…29
3.5 Gambar Detail Hubungan Balok Kolom.....................................30
3.6 Daktilitas............... ………………………………………...…..30
3.7 Flow chart.....................................................................................31

BAB IV

ANALISA PERHITUNGAN STRUKTUR……………..….…..32
4.1 Data perencanaan.........................................................................32
4.2 Perencanaan Dimensi Balok.........................................................32
4.3 Perencanaan Dimensi Kolom........................................................32
4.4 Perencanaan Struktur Bangunan...................................................34
4.4.1 Perhitungan Pembebanan Pelat Atap........................................34
4.4.2 Perhitungan Pembebanan Pelat Lantai.......................................39
4.5 Berat tiap lantai.............................................................................45

4.5.1 Berat Lantai Atap.......................................................................45
4.5.2 Berat Lantai................................................................................47
iii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4.6 Analisa Beban Gempa...................................................................57
4.6.1 Waktu getar Alami.....................................................................57
4.6.2 Perhitungan Beban Geser Dasar Nominal (V)........................58
4.6.3 Daktalitas Struktur Bangunan....................................................59
4.6.4 Distribusi Beban Gempa Nominal.............................................59
4.7 Perhitungan Balok.........................................................................59
4.8 Perhitungan Sambungan Kolom Beton Balok Baja......................65
4.8.1 Perhitungan Shear connector Pada Balok Baja..........................70
4.8.2 Perhitungan Angkur...................................................................72
4.8.3 Perhitungan Las Angkur ...........................................................82
4.9 Perhitungan Kolom.......................................................................83
4.9.1 Kekakuan Lentur Komponen Kolom........................................85
4.9.2 Panjang tekuk Kolom................................................................89
4.9.3 Cek Persyaratan Strong Column Weak Beam...........................91
4.9.4. Kontrol Kelangsingan Kolom..................................................93
4.9.5 Perhitungan Kolom Interior.......................................................94
4.9.6 Perhitungan Kolom Exterior.....................................................95
4.9.7 Daerah Sendi Plastis..................................................................97
4.9.8 Perencanaan Pengekangan Kolom.............................................97
4.9.9 Perhitungan Tulangan Transversal Interior...............................99
4.9.10 Perhitungan Tulangan Transversal Eksterior.........................100
4.9.11 Panjang Lewatan Sambungan Kolom....................................102
4.10 Desain HBK..............................................................................105
4.10.1 Kolom Terhimpit Balok.........................................................105
iii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4.10.2 Kolom tepi.............................................................................108
BAB V

KESIMPULAN...............................................................................111

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................
LAMPIRAN

iii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Meningkatnya kebutuhan akan bangunan sebagai tempat untuk berbisnis

bahkan sebagai tempat hunian, membuat lahan di kota Surabaya semakin sempit. Hal
ini mendorong timbulnya pembangunan proyek bangunan tinggi demi memenuhi
peningkatan kebutuhan akan sebuah bangunan sesuai dengan fungsi yang
diharapkan. Struktur bangunan tinggi memiliki tantangan desain untuk pembangunan
struktural dan geoteknis, terutama bila terletak di wilayah seismik atau tanah liat
memiliki faktor resiko geoteknis seperti tekanan tinggi atau tanah lumpur
(Wikipedia,2007). Kemampuan kolom, balok, sistem sambungan balok - kolom dan
pondasi sebagai komponen struktural sangat diperhitungkan. Di dalam SNI-17262002 pasal 4.5, struktur gedung harus memenuhi persyaratan “kolom kuat balok
lemah”, artinya ketika struktur gedung memikul pengaruh gempa rencana, sendisendi plastis di dalam struktur gedung tersebut hanya boleh terjadi pada ujung-ujung
balok dan pada kaki kolom dan kaki dinding geser saja. Implementasi persyaratan ini
di dalam perencanaan struktur beton dan struktur baja ditetapkan dalam standar beton
dan standar baja yang berlaku. Struktur bangunan berdaktilitas penuh harus
memenuhi persyaratan kolom kuat balok lemah. Menurut SNI 03-1726-2002 pasal
4, daktilitas adalah kemampuan struktur atau komponennya untuk melakukan
deformasi inelastis bolak-balik berulang di luar batas titik leleh pertama, sambil
mempertahankan sejumlah besar kemampuan daya dukung bebannya. Pembahasan
daktilitas sistem sambungan kolom-balok dimana kolom menggunakan komponen
beton bertulang sedangkan balok menggunakan komponen baja di dalam tugas akhir
1

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

ini, diharapkan dapat membantu dalam hal memperkaya materi tentang
pembangunan gedung tinggi. Sambungan daktil adalah sambungan dimana terjadi
deformasi inelastis di dalam sambungan dan untuk mencegah pengembangan
deformasi inelastis ke arah manapun, maka digunakan prosedur desain kapasitas. (
Priestley, 1996).

1.2

Per umusan Masalah
Dari latar belakang dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan dibahas,

antara lain :
1. Bagaimana mendimensi kolom beton bertulang dan balok baja yang daktil
dan mampu memikul beban rencana garvitasi dan gempa lateral ?
2. Bagaimana mendesain sistem sambungan kolom beton bertulang dan balok
baja yang daktil?
3. Bagaimana detail hubungan kolom beton bertulang dan balok baja yang
daktil?

1.3

Tujuan
Tujuan penulisan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui dimensi kolom beton bertulang dan balok baja yang daktil dan
mampu memikul beban rencana gravitasi dan gempa lateral.
2. Mengetahui sistem sambungan kolom beton bertulang dan balok baja yang
daktil.
3. Mengetahui detail hubungan kolom beton bertulang dan balok baja yang
daktil.
2

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

1.4

Batasan Masalah
Untuk menghindari adanya penyimpangan pembahasan dalam penyelesaian

tugas akhir ini maka dibuat batasan masalah sebagai berikut :
1. Perencanaan hanya dibatasi pada perhitungan struktur kolom beton bertulang
,balok baja serta sistem sambungannya.
2. Menggunakan Peraturan SNI yang berlaku.
3. Gedung berada pada wilayah kategori desain seismik D.
4. Tipe sambungan kolom beton bertulang dan balok baja yang direncanakan adalah
tipe sambungan baut dan las.
5. Perencanaan ini di aplikasikan pada proyek aparteman Guna Wangsa yang denah
strukturnya telah dimodifikasi .
7. Tidak membahas cara pengerjaan di lapangan maupun biaya yang dibutuhkan.
8. Pemodelan dan analisa struktur dilakukan dengan program bantu SAP 2000 dan
PCAcol.
9. Profil baja yang digunakan sebagai balok adalah profil baja WF (wide flange).
10.Gedung ini direncanakan berdasarkan jenis tanah proyek bangunan Apartemen
Guna Wangsa.
11.Gedung Apartemen Guna Wangsa yang telah dimodifikasi adalah 8 lantai.
12.Tidak menghitung penulangan plat lantai.

3

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB 2
TINJ AUAN PUSTAKA

2.1

Umum
Kegagalan pada sambungan struktur akan mengakibatkan perubahan fungsi

pada bangunan tersebut, sehingga untuk mencegah hal ini tersebut terjadi, kekakuan
sambungan pada struktur

harus baik. Salah satu cara yang digunakan untuk

membuat mekanisme strong column weak beam adalah dimana dimensi penampang
kolom beton bertulang harus memiliki momen inersia yang lebih besar dari momen
inersia balok baja. Menurut SNI-1726-2002, daktilitas adalah kemampuan suatu
struktur gedung untuk mengalami simpangan pasca-elastik yang besar secara
berulang kali dan bolak-balik akibat beban gempa di atas beban gempa yang
menyebabkan terjadinya pelelehan pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan
kekakuan yang cukup, sehingga struktur gedung tersebut tetap berdiri, walaupun
sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan. Struktur yang kaku mempunyai
waktu getar alami T. Kekuatan lateral struktur yang beraneka ragam menyebabkan
waktu getar alami yang berbeda pula. Waktu getar alami yang panjang menunjukkan
struktur berperilaku elastoplastis dan struktur bersifat daktil. Respon elastis struktur
adalah kemampuan struktur untuk berdeformasi elastis yaitu nilai deformasi
maxsimum (Δ max). Faktor pembatas gempa R dan µ disebut daktilitas struktur.
µ =

Δ

max



y

R = √ ( 2 µ - 1)

(2.1)
(2.2)

Keterangan :
4

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

µ
Δ
Δ

: daktilitas struktur
max

: deformasi maximum

y

: deformasi saat leleh
Struktur daktil mampu memencarkan energi gempa dan membatasi beban

gempa yang masuk struktur, kemampuan ini dimiliki sendi plastis. Tidak ada
ketentuan yang baku untuk letak sambungan daktil di balok. Bila respon inelastik
terjadi melalui rotasi maka sambungan dapat diletakkan sedekat mungkin terhadap
kolom, hal ini merupakan cara praktis untuk meminimalkan kebutuhan sambungan
rotasi plastis. Sambungan yang terletak di tengah bentang dapat direncanakan untuk
menimbulkan deformasi rangka inelastik melalui deformasi geser inelastik.
ambungan daktil dalam kolom dapat menimbulkan rotasi inelastik atau
displacement geser. Dengan demikian dalam sistem sambungan daktil deformasi
inelastis dikonsentrasikan di sambungan sedangkan bagian rangka yang menuju ke
sambungan bersifat elastis. In situ “wet”joint diletakkan di ujung balok. Daerah ini
dirancang secara khusus untuk memenuhi daktilitas dan direncanakan sebagai sendi
plastis. Prosedur ini telah luas digunakan di New Zealand tanpa hambatan yang
berarti.

Prosedur konstruksi tersebut secara sungguh-sungguh memenuhi sistem

prosedur dan mempunyai performance sistem beton bertulang monolit, untuk ini
tidak dibutuhkan aturan desain yang khusus.
Daktilitas beton pracetak dengan sambungan “dry” timbul dari variasi
sambungan baut dimana letak respon inelastik direncanakan terjadi. Pengujian pada
beberapa sambungan memperlihatkan kerusakan saat batas drift (simpangan) pada
desain lebih kecil dari pada struktur beton bertulang monolit.(Chatarina Niken,(juli)
:149-161).
5

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Dalam SNI -1726-2002 1,0 ≤ μ =

2.2

δm
≤ µm
δy

(2.3)

Kolom Beton
SK SNI T-15-1991-03 mendefinisikan kolom adalah komponen struktur

bangunan yang tugas utamanya menyangga beban aksial tekan vertikal dengan
bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral terkecil.
Fungsi kolom adalah sebagai penerus beban seluruh bangunan ke pondasi.. Beban
sebuah bangunan dimulai dari atap. Beban atap akan meneruskan beban yang
diterimanya ke kolom. Kolom menerima beban dan meneruskannya ke pondasi.
Struktur dalam kolom dibuat dari besi dan beton. Keduanya merupakan gabungan
antara material yang tahan tarikan dan tekanan. Besi adalah material yang tahan
tarikan, sedangkan beton adalah material yang tahan tekanan. Gabungan kedua
material ini dalam struktur beton memungkinkan kolom atau bagian struktural lain
seperti sloof dan balok bisa menahan gaya tekan dan gaya tarik pada bangunan.
Kolom menggunakan pengikat sengkang lateral. Kolom ini merupakan kolom beton
yang ditulangi dengan batang tulangan pokok memanjang, yang pada jarak spasi
tertentu diikat dengan pengikat sengkang ke arah lateral. Tulangan ini berfungsi
untuk memegang tulangan pokok memanjang agar tetap kokoh pada tempatnya.

sengkang
Tulangan

h
b

variant

b = h (bujur sangkar)

Gambar 2.1 Tipe sengkang Kolom Bujursangkar

6

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Titik leleh (kolom
bertulangan spiral
kulit terkelupas)

Kolom bertulangan spiral
menunjukkan kemampuan
untuk deformasi sebelum
hancur

Kolom bersengkang runtuh secara tiba-tiba
Kolom bersengkang dan berspiral
Grafik 2.1 Perilaku Kolom Dengan Beban Aksial

Dari diagram diatas dapat dibaca :
1. Pada daerah elastis :


kolom bersengkang dan berspiral sama-sama kondisinya masih
normal.

2. Pada daerah titik leleh :


kolom bersengkang runtuh secara tiba-tiba.



Kolom berspiral, hanya selimut beton yang terkelupas.

3. Pada titik batas hancur :


kolom berspiral mampu berdeformasi sebelum hancur.

Karena kolom merupakan komponen tekan, maka keruntuhan pada satu
kolom merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan kolaps (runtuhnya) lantai
yang bersangkutan dan juga runtuhnya batas total (ultimate total collapse) beserta
seluruh strukturnya.
Gaya luar akan ditahan oleh penampang kolom yang secara matematis
dirumuskan dalam persamaan:
Pn = 0,8 x { 0,85. fc’. (Ag – Ast) + Ast.fy } (1)

(2.4)
7

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Keterangan :
fc’ = Kuat tekan beton yang disyaratkan
Ag = Luas penampang kolom
Ast = Luas tulangan
fy = Kuat tarik tulangan baja yangdiijinkan
Apabila beban P bergeser dari sumbu kolom, maka timbul eksentrisitas beban
pada penampang kolom, sehingga kolom harus memikul kombinasi pembebanan
aksial dan momen.

2.3

Balok Baja
Balok baja adalah bagian dari struktur bangunan yang terbuat dari profil baja

yang menopang beban lantai diatasnya. Perencanaan sambungan maupun
perencanaan gelagar kita kenal secara umum dengan cara elastis yang diadopsi dari
system perencanaan AISC ( American Institute Steel Construction) yang dituangkan
dalam system ASD ( Alloable Stress Design). Yang dipopulerkan dan diakui
keberadaannya dalam PBBI (Peraturan Bangunan Baja Indonesia 1982). Peraturan
yang lebih baru dengan metode Plastisitas dengan system lebih popular yaitu LRFD (
Load Resistence Factor Design ).
Dengan System Metode LRFD ( Metode Kekuatan Batas)
Kombinasi Pembebanan:
1.4 D
1.2 D + 1.6 L
Dimana :

D = Beban mati (dead load)
L = Beban hidup (live load)
8

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Design : Fy =

Mu
φW

(2.5)

Dimana :
Fy = Tegangan leleh baja
Φ = 0.9
Kelangsingan penampang (SNI 03-1729-2002)
1. Pasal 8.2.3 Penampang kompak
Untuk penampang-penampang yang memenuhi λ ≤ λ

p , kuat lentur nominal

penampang adalah,
Mn = M p
2. Pasal 8.2.4 Penampang tak-kompak
Untuk penampang yang memenuhi λ p < λ ≤λ

r , kuat lentur nominal penampang

ditentukan sebagai berikut:
Mn =M p – (M p – Mr).

λ − λp
λr − λ p

3. Pasal 8.2.5 Penampang langsing
Untuk pelat sayap yang memenuhi λ r ≤λ , kuat lentur nominal penampang adalah,
Mn = Mr (λ

r

/ λ )2

Untuk pelat badan yang memenuhi λ r ≤ λ , kuat lentur nominal penampang
ditentukan pada Butir 8.4.
Dalam analis LRFD, kuat lentur nominal Struktur Balok Baja dipengaruhi oleh
beberapa kondisi
batas yaitu :
1. Kondisi Batas leleh Penuh (Kondisi Plastis)
9

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Seluruh bagian penampang mencapai leleh dengan tegangan nominal leleh sebesar f y
2. Kondisi Batas tekuk Lokal (Pelat Badan & Sayap) (Local Buckling)
Tekuk terjadi pada bagian pelat badan dan pelat sayap yang tertekan oleh gaya
terkonsentrasi. Pada perletakan dan pada beban terpusat permanent.
3. Kondisi batas tekuk Torsi Lateral (Torsional Buckling)
Kuat tarik rencana (SNI 03-1726-2002)
Nu ≤ ϕ N

(2.6)

n,

ϕ = 0,9 N

u

= Ag . fy

kondisi leleh

ϕ = 0,9 N

n

= A e . fu

kondisi fraktur

terhadap kombinasi geser dan tarik
Mu ≤ ϕ (f y.Ant + 0,6 fy . Ags)

(2.7)

Mu ≤ ϕ (f y.Agt + 0,6 fu . Ans)

(2.8)

2.4

Rumusan Hubungan Balok - Kolom (HBK)

2.4.1 Hubungan Balok Kolom (SNI-03-2847-2002 pasal 23.5)
Ketentuan umum
1. Gaya-gaya pada tulangan longitudinal balok di muka hubungan balok-kolom harus
ditentukan dengan menganggap bahwa tegangan pada tulangan tarik lentur
adalah1,25 fy.
2. Kuat hubungan balok-kolom harus direncanakan menggunakan faktor reduksi
kekuatan.
3. Tulangan longitudinal balok yang berhenti pada suatu kolom harus diteruskan
hinggamencapai sisi jauh dari inti kolom terkekang dan diangkur sesuai dengan
23.5(4) untuktulangantarik dan pasal 14 untuk tulangan tekan.
10

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4. Bila tulangan longitudinal balok diteruskan hingga melewati hubungan balokkolom,dimensi kolom dalam arah paralel terhadap tulangan longitudinal balok
tidak boleh kurangdaripada 20 kali diameter tulangan longitudinal terbesar balok
untuk beton berat normal. Biladigunakan beton ringan maka dimensi tersebut
tidak boleh kurang daripada 26 kali diametertulangan longitudinal terbesar balok.
Kuat geser.
Kuat geser nominal hubungan balok-kolom tidak boleh diambil lebih besar
daripada ketentuan berikut ini untuk beton berat normal. Untuk hubungan balokkolom yang terkekang pada keempat sisinya. 1,7

Aj

Untuk hubungan yang terkekang pada ketiga atau kedua sisi yang berlawanan
1,25

Aj.Untuk hubungan lainnya 1,0

Aj. Komponen struktur yang menerima

kombinasi lentur dan beban aksial pada SRPMK (SNI-03-2847-2002 pasal 23.4.2.2)
Kuat lentur kolom harus memenuhi persamaan :

∑M

e



6
∑ Mg
5

ΣM

e

(2.9)

adalah jumlah momen pada pusat hubungan balok-kolom, sehubungan

dengan kuatlentur nominal kolom yang merangka pada hubungan balok-kolom
tersebut. Kuat lentur kolom harus dihitung untuk gaya aksial terfaktor, yang sesuai
dengan arah gaya-gaya lateralyang ditinjau, yang menghasilkan nilai kuat lentur yang
terkecil. ΣM

g

adalah jumlah momen pada pusat hubungan balok kolom, sehubungan

dengan kuat lentur nominal kolom yang merangka pada hubungan balok kolom
tersebut.

11

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2.4.2 Hubungan Balok Kolom SRPMK (SNI 03-1729-2002 pasal 15.7.2.3)
Gaya geser terfaktor, Vu, sambungan balok-ke-kolom harus ditentukan
menggunakan kombinasi beban 1,2 D + 1,5 L ditambah dengan gaya geser yang
dihasilkan dari bekerjanya momen lentur sebesar 1,1 RyfyZ pada arah yang
berlawanan pada masing-masing ujung balok. Sebagai alternatif,nilai Vu yang lebih
kecil dapat digunakan selama dapat dibuktikan menggunakan analisis yang rasional.
Gaya geser terfaktor tidak perlu lebih besar daripada gaya geser yang dihasilkan oleh
kombinasi pembebanan.
Gambar sambungan kolom beton bertulang dan balok baja

Gambar 2.2 Joint Eksterior

Gambar 2.3 Joint Interior

12

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2.5

Sistem Sambungan Baut
Besarnya tegangan izin baut pada sambungan yang menggunakan baut telah

diatur pada PPBBI pasal. 8.2 yaitu :
Tegangan geser izin : τ = 6,0 . σ
Tegangan Trik izin : σ

tarik =

(2.10)

0,7 . σ

(2.11)


Tegangan (idiil akibat geser dan tarik) izin : σ =
Tegangan tumpuan izin = σ
σ

2

+ 1,56τ 2 ≤ σ )

≥ 2d

ttumpu =

1,5. σ untuk S

ttumpu =

1,2. σ untuk 1,5 ≤ St ≤ 2d

t

( 2.12)

St = Jarak sumbu baut paling luar ke tepi pelat yang disambung.
Tetapi perlu diperhatikan, apabila pelat tidak kuat bila dibandingkan dengan baut,
maka lubang baut pada pelat akan berubah bentuk dari bulat akan berubah menjadi
oval. Karena itu harus dihitung kekuatan tumpuan dengan rumus
Ntp = d ⋅ s ⋅ σ tp

(2.13)

dimana :
Ntp = Kekuatan tumpuan
d = diameter lubang
s = tebal pelat terkecil di antara planet yang disambung dan pelat penyambung.
σ tp = tegangan tumpuan izin.
Mengenai jarak baut pada suatu sambungan, tetap harus berdasarkan PPBBI pasal
8.2, yaitu :
- Banyaknya baut yang dipasang pada satu baris yang sejajar arah gaya, tidak
boleh lebih dari 5 buah.

13

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

-

Jarak antara sumbu buat paling luar ke tepi atau ke ujung bagian yang
disambung, tidak boleh kurang dari 1,2 d dan tidak boleh lebih besar dari 3d atau
6 t (t adalah tebal terkecil bagian yang disambungkan).
Pada sambungan yang terdiri dari satu baris baut, jarak dari sumbu ke sumbu
dari 2 baut yang berurutan tidak boleh kurang dari 2,5 d dan tidak boleh lebih
besar dari 7 d atau 14 t. Jika sambungan terdiri dari lebih satu baris baut yang
tidak berseling, maka jarak antara kedua baris baut itu dan jarak sumbu ke
sumbu dari 2 baut yang berurutan pada satu baris tidak boleh kurang dari 2,5 d
dan tidak boleh lebih besar dari 7 d atau 14 t.
2,5 d < s < 7 d atau 14 t
2,5 d < u < 7 d atau 14 t
1,5 d < s1 < 3 d atau 6 t

- Jika sambungan terdiri dari lebih dari satu baris baut yang dipasang berseling,
jarak antara baris-baris buat (u) tidak bole kurang dari 2,5 d dan tidak boleh
lebih besar dari 7 d atau 14 t, sedangkan jarak antara satu baut dengan baut
terdekat pada baris lainnya (s2) tidak boleh lebih besar dari 7
d – 0,5 u atau 14 t – 0,5 u.
2,5 d < u < 7 d atau 14 t
s2 > 7 d – 0,5 u atau 14 t – 0,5 u
a. Tegangan tarik :
σ = P/ F n

(2.14)

Fn = Fbr – t (d + 0,1 mm) N lubang
b. Tegangan Geser :
τ = P / nFs

(2.15)
14

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Fs = 2 (1/4 π d2)

(2.16)

c. Tegangan tumpu :
σ = P / nFtp
Ftp = d x t

(2.17)
(2.18)

Besarnya gaya yang dapat didukung sambungan adalah :
a. Gaya Tarik : Ptrk = Fn x 0,7σ

(2.19)

b. Gaya geser : Pgr = n x Fs x 0,6σ

(2.20)

c. Kekuatan tumpu : Ptp = n x Ftp xσ tp

(2.21)

Menurut SNI 03-1729-2002
Pasal 13.2.2
Suatu baut yang memikul gaya terfaktor, Ru, harus memenuhi
Ru ≤φ

Rn (13.2-1)

(2.22)

Keterangan:
φ adalah faktor reduksi kekuatan
Rn adalah kuat nominal baut
Pasal 13.2.2.1
Kuat geser rencana dari satu baut dihitung sebagai berikut:
Vd =φ f Vn =φ f r1 fub Ab (13.2-2)

(2.23)

Keterangan:
r1 = 0,5 untuk baut tanpa ulir pada bidang geser
r1 = 0,4 untuk baut dengan ulir pada bidang geser
f φ = 0,75 adalah faktor reduksi kekuatan untuk fraktur
fu b adalah tegangan tarik putus baut
Ab adalah luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir
15

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Kuat geser nominal baut yang mempunyai beberapa bidang geser (bidang geser
majemuk) adalah jumlah kekuatan masing-masing yang dihitung untuk setiap bidang
geser.
Pasal 13.2.2.5
Pada sambungan-sambungan yang tebal pelat pengisinya antara 6 mm sampai
dengan 20 mm, kuat geser nominal satu baut yang ditetapkan pada Butir 13.2.2.1
harus dikurangi dengan 15 persen. Pada sambungan-sambungan dengan bidang geser
majemuk yang lebih dari satu pelat pengisinya dilalui oleh satu baut, reduksinya juga
harus dihitung menggunakan ketebalan pelat pengisi yang terbesar pada bidang geser
yang dilalui oleh baut tersebut.

2.6

Sistem Sambungan las
Untuk menyambung pelat atau profil baja dengan menggunakan las harus

berpedoman kepada Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI) tahun
1983, pasal 8.5, antara lain :
1) Panjang netto las dan tebal las
Ln = Lbruto – 3a

(2.24)

Dimana : a = tebal las

Gambar 2.4 Sambungan Las
16

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2) Panjang netto las tidak boleh kurang dari 40 mm atau 8 a 10 kali tebal las.
3) Panjang netto las tidak boleh lebih dari 40 kali tebal las. Kalau diperlukan panjang
netto las yang lebih dari 40 kali tebal las, sebaiknya dibuat las yang terputusputus.
4) Untuk las terputus pada batang tekan, jarak bagian-bagian las itu tidak boleh
melebihi 16 t atau 30 cm. Sedangkan pada batang tarik, jarak itu tidak boleh
melebihi 24 t atau 30 cm, dimana t adalah tebal terkecil dari elemen yang dilas.
5) Tebal las sudut tidak boleh lebih dari ½ t 2
6) Gaya P yang ditahan oleh las membentuk sudut α dengan bidang retak las, maka
tegangan miring diizinkan adalah :
σ a = 1 / ( (sin^ 2.α + 3 cos^ 2 .α )

(2.25)

Gambar 2.5 Bidang Retak Las
Tegangan miring yang terjadi dihitung dengan :
σ = (P/ A). σ

a

(2.26)

dimana :
P = Gaya yang ditahan oleh las
A = Luas Bidang retak las
Tegangan idiil pada las dapat dihitung dengan :
17

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

σa=

αa
c

c = 1 / ( (sin 2 .α + 3 cos 2 .α )

2.7

Rumusan Gempa Standar

2.7.1 Analisa Beban Gempa statik ekuivalen
-

Struktur gedung beraturan dapat direncanakan terhadap pembebanan gempa
nominal akibat pengaruh Gempa Rencana dalam arah masing-masing sumbu
utama denah struktur tersebut, berupa beban gempa nominal statik ekuivalen.

-

Apabila kategori gedung memiliki factor keutamaan I menurut Tabel 1 (SNI
1726-2002) dan strukturnya untuk suatu arah sumbu utama denah struktur dan
sekaligus arah pembebanan Gempa Rencana memiliki faktor reduksi gempa R
dan waktu getar alami fundamental T1, maka beban geser dasar nominal statik
ekuivalen V yang terjadi ditingkat dasar dapat dihitung menurut persamaan :

(2.27)
Dimana

:

C1 = nilai Faktor Respons Gempa yang didapat dari Sperktrum Respons Gempa
Rencana menurut Gambar 2 untuk waktu getar alami fundamental.
Wt = berat total gedung, termasuk beban hidup yang sesuai.
-

Beban geser dasar nominal V menurut pasal 6.1.2 (SNI 1726-2002) harus
dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung menjadi beban-beban gempa
nominal statik ekuivalen F1 yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat kei menurut persamaan :
18

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

(2.28)
Dimana

:

= berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai
= ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral menurut
Pasal 5.1.2 dan Pasal 5.1.3
I = nomor lantai tingkat paling atas
-

Apabila rasio antara tinggi struktur gedung dan ukuran denahnya dalam arah
pembebanan gempa sama dengan atau melebihi 3, maka 0,1 V harus dianggap
sebagai beban horizontal terpusat yang menangkap pada pusat massa lantai
tingkat paling atas, sedangkan 0,9 V sisanya harus dibagikan sepanjang tinggi
struktur gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekuivalen menurut
Pasal 6.1.3.

- Waktu getar alami fundamental struktur gedung beraturan dalam arah masingmasing sumbu utama dapat ditentukan dengan rumus Rayleigh sebagai berikut :

(2.29)
- Peretakan beton yang berlebihan, di samping untuk mencegah kerusakan nonstruktur dan ketidaknyamanan penghuni. ( ∆s )

0,03
< x tinggi tingkat atau 30
R

mm.
- Kinerja Batas Ultimit (

) struktur gedung ditentukan oleh simpangan dan

simpangan antar-tingkat maksimum struktur gedung akibat pengaruh Gempa
Rencana dalam kondisi struktur gedung di ambang keruntuhan. simpangan dan
19

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

simpangan antar-tingkat ini harus dihitung dari simpangan struktur gedung
akibat pembebanan gempa nominal, dikalikan dengan suatu faktor pengali ξ
sebagai berikut : ξ =

0,7 xR
dan tidak boleh kurang dari 0,02 x tinggi
faktor skala

gedung.
2.7.2 Ketentuan Khusus Untuk Perencangaan Gedung di Surabaya
Menurut RSNI-1729-2002 pasal 4.7,Wilayah gempa dan spektrum respons
Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 Wilayah Gempa di mana Wilayah Gempa 1
adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah dan Wilayah Gempa 6 dengan
kegempaan paling tinggi. Pembagian Wilayah Gempa ini, didasarkan atas percepatan
puncak batuan dasar akibat pengaruh Gempa Rencana dengan perioda ulang 500
tahun, yang nilai rata-ratanya untuk setiap Wilayah Gempa ditetapkan dalam Tabel
Apabila percepatan puncak muka tanah Ao tidak didapat dari hasil analisis
perambatan gelombang, percepatan puncak muka tanah tersebut untuk masingmasing Wilayah. Pada SNI 03-1729-2010 menyatakan bahwa Surabaya berada pada
kategori desain seismik D.
Gempa dan untuk masing-masing jenis tanah ditetapkan dalam Tabel. Menurut SNI
03-1729-2010 :

20

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Tabel 2.1 Klasifikasi Kelas Situs

21

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Tabel 2.2 kofisien situs Fa dan Fv

Tabel 2.3 Kategori Disain Seismik untuk Tanah Keras (SC) SDS = 0.494 g

22

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Tabel 2.4 Kategori Disain Seismik untuk Tanah Keras (SC) SD1 = 0.23 g

Tabel 2.5 Kategori Disain Seismik untuk Tanah Sedang (SD) SDs= 0.555 g

23

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Tabel 2.6 Kategori Disain Seismik untuk Tanah Lunak (SE) SDs= 0.607 g

Tabel 2.7 Kategori Disain Seismik untuk Tanah Lunak (SE) SDs= 0.607 g

24

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Tabel 2.8 Koefisien Situs Fa dan Fv, Koefisien nilai SDS dan SD1 Kota Surabaya

2.8

Pembebanan dan Kombinasi Pembebanan

2.8.1 Pembebanan
Jenis pembebanan yang dipakai dalam perencanaan struktur gedung dalam
tugas akhir ini adalah :
a. Beban Vertikal
1. Beban Mati (PPIUG 1983 ps.1.0.(1))
Beban Mati adalah berat dari semua gedung yang bersifat tetap, termasuk
segala unsur tambahan, penyelesaian–penyelesaian, mesin–mesin serta
peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu.
2. Beban Hidup (PPIUG 1983 ps.1.0.(2))
Beban Hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau
penggunaan suatu gedung dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada lantai
yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta
peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan
dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan
perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut. Khusus pada atap ke
25

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

dalam beban hidup dapat termasuk beban yang berasal dari air hujan, baik
akibat genangan maupun akibat tekanan jatuh (energi kinetik) butiran air.

b. Beban Horisontal
1. Beban Angin (PPIUG 1983 ps.1.0.(3)).
Beban Angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian
gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara.
2. Beban Gempa
Dalam tugas akhir ini, beban gempa dianalisa secara statik dengan metoda
analisis ragam spectrum respons gempa rencana sesuai SNI 03-17262002.

2.8.2 Kombinasi Pembebanan
Kombinasi beban yang digunakan sesuai dengan SNI 03-2847-2002 pasal11.2
:
μ = 1,4 D
μ = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R)
μ = 1,2 D + 1,0 L + 1,6 W + 0,5 (A atau R)
μ = 0,9 D + 1,6 W
μ = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E
μ = 0,9 D ± 1,0 E

2.9

Konsep Desain

1. Menentukan dimensi kolom beton dan balok baja yang kuat untuk menahan
kombinasi pembebanan yang ada.
2. Merencanakan kekuatan baut dan plat pada sambungan balok-kolom.
3. Mendesain dan merencanakan bangunan yang tahan gempa.

26

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Desain gambar menurut Xuemei Liang and Gustavo J. Parra-Montesinos (Februari
,2004)

Gambar 2.6 Desain Hubungan Balok Kolom

Desain gambar menurut Luis B. Fargier-Gabaldón and Gustavo J. Parra-Montesinos
(July ,2006 /1042)

Gambar 2.7 Desain Hubungan Balok Kolom

27

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB 3
METODELOGI

3.1

Studi Literatur
Studi Literatur yang dimaksud dalam penyelesaian tugas akhir ini adalah

sebagai berikut :
a. Mempelajari literatur mengenai Sistem hubungan balok dan kolom.
b. Mempelajari literatur Penjelasan mengenai Tata Cara Perencanaan Ketahanan
Gempa Untuk Bangunan Gedung.
c. Mempelajari literatur Penjelasan mengenai Tata Cara Perhitungan Struktur
Beton untuk Bangunan Gedung.

3.2

Pembebanan
Untuk pembebanan yang diperhitungkan dalam perancangan adalah :

a. Beban mati
b. Beban hidup
c. Beban gempa
Dalam tugas akhir ini, beban gempa dianalisa secara statik ekuivalen dengan metoda
analisis ragam spectrum respons gempa rencana sesuai SNI 03-1726-2002 dan SNI
03-1726-2010

28

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3.3

Kombinasi Pembebanan.
Kombinasi pembebanan didasarkan pada SNI 03-2847-2002 tentang Tata

Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung antara lain :
1. 1,4 D
2. 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R )
3. 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 (A atau R )
4. 0,9 D ± 1,6 W
5. 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E
6. 0,9 D ± 1,0 E
Dimana :

3.4

D

: Beban mati

R

: Beban Hujan

L

: Beban hidup

W

: Beban Angin

A

: Beban Atap

E

: Beban Gempa

Pemodelan Struktur
Sambungan balok dan kolom dimana kolom merupakan komponen struktur

beton bertulang sedangkan balok merupakan komponen struktur dari profil baja WF.
Pemodelan dan analisa perhitungan dari desain gambar dibawah akan digunakan
untuk menghitung daktilitas pada join interior dan eksterior pada bangunan
bertingkat banyak. Penambahan voute pada ujung bawah balok baja adalah
penambahan kekuatan balok untuk menahan momen pada tumpuan akibat beban
gravitasi dan beban lateral gempa.

29

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3.5

Gambar Detail Hubungan Balok Kolom

ANGKUR
END PLATE
BALOK

HAUNCH
PENGEKANG

BAUT

BASE PLATE
TULANGAN
KOLOM

Gambar 3.1 Detail Hubungan Kolom Beton-Balok Baja

3.6

Daktilitas
Daktilitas berbagai jenis struktur di pasal 2.4.4 SNI T-15 dinyatakan dalam

faktor K (tabel 2.2).SNI 1726 sekarang memakai 2 parameter daktalitas struktur
gedung yaitu faktor daktalitas simpangan µ dan faktor reduksi gempa R. Kalau µ
menyatakan rasio simpangan,diambang keruntuhan dan δ m simpangan pada
terjadinya pelehan pertama ,maka R adalah rasio beban rancana dan gempa nominal.
R ini merupakan indikator kemampuan daktalitas struktur gedung. Nilai µ maupun R
tercantum disamping sebagai jenis struktur pada SNI 1726 tabel 3.UBC mencatat
,pemakaian jenis struktur lain dari yang tercantum di tabel 16-N nilai R harus
ditetapkan melalui data percobaan siklik dan analisis yang disepakati (section
1629.9.2)

30

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3.7

flow chart
Mulai

Studi Litaratur

Pemodelan Struktur

Menghitung Pembebanan

Perhitungan Hubungan Balok
Kolom (SNI 03-2847- 2002) SAP
2000 dan PCAcol

Tidak (ok)
Check
-Penulangan
Kolom
-Profil balok
OK !!
- HBK

OK
Gambar Struktur :
-Kolom
-Balok
-HBK

Selesai

31

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB 4
ANALISA PERHITUNGAN STRUKTUR
Perencanaan struktur kolom beton dan balok baja terletak di kota Surabaya
yang berada pada kategori daerah seismik D.
4.1

Data Per encanaan

1. Beton
Fc’ = 35 MPa
fy = 400 MPa
2. Baja : tipe profil WF
fy = 240 Mpa
fu = 370 Mpa
4.2

Per encanaan Dimensi Balok
Direncanakan menggunakan profil balok baja WF 400.200.8.13, Lb = 500 cm

Ib = 23.700 cm4. Apabila momen tumpu pada balok cukup besar diperlukan
penambahan kekuatan pada balok dengan menambahkan haunch (voute) pada ujung
balok yang menerima momen tumpu.
4.3

Per encanaan Dimensi Kolom
Kolom direncanakan memikul balok ,Lb = 500 cm

Tinggi kolom Lk = 4000 cm
32

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Kolom direncanakan berbentuk persegi, sehingga, b/h = 1

I kolom I balok

Lkolom Lbalok
1
⋅ b ⋅ h3
23.700
12

Lkolom
Lbalok
1
⋅ b ⋅ b3
23.700
12

400
500

1 4
⋅b
12
≥ 47,4
400

b 4 ≥ 227.520
b = 21,84 cm
Untuk keperluan pemasangan angkur pada kolom, diperlukan rongga yang cukup
luas sehingga direncanakan b = h = 60 cm.
Jadi dimensi kolom yang digunakan adalah ( 60 x 60) cm2

Ikolom =

1
.60.60 3
12

Ikolom = 1.080.000 cm4
Persayaratan strong column weak beam, Ikolom > Ibalok,
1.080.000 cm4 > 23.700 cm4 ... (ok)
33

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4.4

Per encanaan Str uktur Bangunan

Jumlah lantai

= 8 lantai

Tinggi bangunan

= 28 m

Dimensi kolom persegi

= (60 x 60) cm

Dimensi balok memanjang dan melintang

= WF 400.200.8.13

4.4.1

Per hitungan Pembebanan Pelat Atap

a) Beban mati
Berat sendiri pelat ( 10 cm ) = 0,10 m x 24 kN/m3
Plafon + penggantung

= ( 0,11 + 0,068 ) kN/m2

Pipa + ducting Ac
Aspal ( 1 cm)

= 0,01 m x 0,14 kN/m3

DL

= 2,4

kN/m2

= 0,178

kN/m2

= 0,4

kN/m2+

= 0,0014 kN/m2
= 2.979 kN/m2
= 2,98

kN/m2

b) Beban hidup
Lantai atap ( LL )

= 1 kN/m2

Beban air hujan (0,5 x LL) = 0,5 x 1 kN/m2

= 0,5 kN/m2
= 1,5 kN/m2

34

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

PELAT ATAP TIPE 1
Dimensi 250 x 500 cm
2.50

5.00

1.25

1.25

2.50

5.00

Gambar 4.1 Pembebanan Pelat Atap Tipe 1
Segitiga :
1
q Ekui.D1 = ⋅ q D ⋅ L X
3

q Ekui. D1 =

1
⋅ 2,98 ⋅ 2,50 = 2,48 kN/m
3

1
q Ekui. L1 = ⋅ q L ⋅ L X
3

q Ekui.L1 =

1
⋅ 1,5 ⋅ 2,50 = 1,25 kN/m
3

Trapesium :




q Ekui. D 2

 1 L
1
= ⋅ q D ⋅ L X ⋅ 1 − ⋅  X
2
 3  LY

q Ekui .D 2

 1  2.50  2 
1
= ⋅ 2,98 ⋅ 2.50 ⋅ 1 − ⋅ 
  = 3,41 kN/m
2
 3  5  





2

35

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

q Ekui.L 2

 1 L
1
= ⋅ q L ⋅ L X ⋅ 1 − ⋅  X
2
 3  LY





2





 1  2,50  2 
1
⋅ 1,5 ⋅ 2.50 ⋅ 1 − ⋅ 
  = 1,72 kN/m
2
 3  5  

q Ekui .L 2 =

PELAT ATAP TIPE 2
Dimensi 500 x 500 cm

5.00

5.00

2 .50

2.50

Gambar 4.2 Pembebanan Pelat Atap Tipe 2
Segitiga :

1
q Ekui.D1 = ⋅ q D ⋅ L X
3

q Ekui. D1 =

1
⋅ 2,98 ⋅ 5,00 = 4,97 kN/m
3

q Ekui. L1 =

1
⋅ qL ⋅ LX
3

1
q Ekui.L1 = ⋅1,5 ⋅ 5,00 = 2,5 kN/m
3

36

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

PELAT ATAP TIPE 3
Dimensi 250 x 300 cm

2.50

3.00

1.25

1.25

2.50

3.00

Gambar 4.3 Pembebanan Pelat Atap Tipe 3
Segitiga :
1
q Ekui.D1 = ⋅ q D ⋅ L X
3

q Ekui. D1 =

1
⋅ 2,98 ⋅ 2,50 = 2,48 kN/m
3

1
q Ekui. L1 = ⋅ q L ⋅ L X
3

q Ekui.L1 =

1
⋅ 1,5 ⋅ 2,50 = 1,25 kN/m
3

Trapesium :


