KONSTRUKSI SOSIAL GENDER PADA TOKOH WANITA DALAM FILM ( Studi Analisis Semiotik Film Tentang Konstruksi Sosial Gender Pada Tokoh “DR. Kartini” Dalam Film “ 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita” Karya Robby Ertanto ).
KONSTRUKSI SOSIAL GENDER PADA TOKOH WANITA DALAM FILM
( Studi Analisis Semiotik Film Tentang Konstr uksi Sosial Gender Pada Tokoh
“DR. Kar tini” Dalam Film “ 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita” Kar ya Robby Er tanto )
SKRIPSI
Oleh :
CICILIA MEIRISSA VITRI
NPM. 0943010230
YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
SURABAYA
2014
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
KONSTRUKSI SOSIAL GENDER PADA TOKOH WANITA DALAM FILM
( Studi Analisis Semiotik Film Tentang Konstr uksi Sosial Gender Pada Tokoh
“DR. Kar tini” Dalam Film “ 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita” Karya Robby Er tanto )
Disusun Oleh :
Cicilia Meirissa Vitri
NPM. 0943010230
Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skr ipsi
Menyetujui.
Pembimbing
J uwito, S.Sos, M.Si
NPT. 3670 0950 0361
Mengetahui,
DEKAN
Dr a. Ec. Hj. Supar wati, M.Si
NIP. 195507 181983 022001
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
KONSTRUKSI SOSIAL GENDER PADA TOKOH WANITA DALAM FILM
( Studi Analisis Semiotik Film Tentang Konstr uksi Sosial Gender Pada Tokoh
“DR. Kar tini” Dalam Film “ 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita” Karya Robby Er tanto )
Disusun Oleh :
Cicilia Meirissa Vitri
NPM. 0943010230
Telah diper tahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji
J ur usan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Univer sitas
Pembangunan Nasional “Veter an” J awa Timur
Pada Tanggal 18 J uli 2014
Pembimbing
Tim Penguji:
1. Ketua
J uwito, S.Sos, M.Si
NPT. 3 6704 95 00361
J uwito, S.Sos, M.Si
NPT. 385011002981
2. Sekr etar is
Dr a. Sumar djijati, M.Si
NIP. 19620323 199309 2001
3. Anggota
Dr s. Kusnar to, M.Si
NIP. 19580801 198402 1001
Mengetahui.
DEKAN
Dra. Ec. Hj. Supar wati, M.Si
NIP. 19550718 198302 2001
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan berkat dan rahmat-NYA kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi berjudul “KONSTRUKSI SOSIAL GENDER PADA TOKOH WANITA
DALAM FILM” ( Studi Analisis Semiotik Film Tentang Konstruksi Sosial Gender Pada
Tokoh “DR. Kartini” Dalam Film “7 Hati 7 Cinta 7 Wanita” Karya Robby Ertanto )
dapat terselesaikan untuk memenuhi persyaratan penyelesaian Pendidikan Strata Satu (S1),
Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), UPN
“Veteran” Jawa Timur.
Atas semua perhatian dari segala pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan Skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Bapak Prof. DR. Ir. Teguh Soedarto, MP Selaku Rektor UPN “VETERAN” Jatim.
2. Ibu Dra. Hj. Suparwati, M.Si Selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
UPN “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Juwito,S.Sos, M.Si Selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dan Dosen Pembimbing yang selalu memberikan
bimbingan dan dorongan demi terselesaikannya proposal skripsi ini.
4. Bapak Saifuddin Zuhri, M.Si Selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
5. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi maupun Staf Karyawan FISIP UPN
“Veteran” Jawa Timur.
6. Kepada Kedua Orangtua tercinta dan tersayang yang selalu mendoakan saya untuk
kelancaran dan kesuksesan saya sekarang dan masa akan datang serta kedua kakak
saya dan keluarga yang lainnya.
i
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
7. Teman-teman Ilmu Komunikasi angkatan 2009, Debita Ariyanti, Trifia Maulida,
Niken Perwitasari, Nalendra Ayu, Enggar Kusuma, Endah Resmiati, Andy
Firmansyah alias obama dan semua teman-teman saya yang tidak bisa saya sebutkan
satu persatu.
8. Dan Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu-satu oleh penulis, yang telah
membantu dalam pengerjaan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan
saran yang bersifat membangun sangatlah dibutuhkan guna memperbaiki kekurangan yang
ada. Akhir kata semoga Skripsi ini dapat memberikan manfaat sekaligus menambah
pengetahuan bagi semua pembaca, khususnya teman-teman di Jurusan Ilmu Komunikasi.
Surabaya, Juli 2014
Penulis
ii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .............................................................................. 8
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 9
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 9
BAB II KAJ IAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu ............................................................................. 10
2.2 Landasan Teori ..................................................................................... 13
2.2.1 Definisi Film................................................................................ 13
2.2.2 Film Sebagai Komunikasi Massa ................................................. 15
2.3 Konsep Gender ..................................................................................... 21
2.3.1 Ketidakadilan Gender .................................................................. 25
2.3.2 Kontruksi Sosial Gender .............................................................. 28
2.4 Analisis Semiotika ................................................................................ 30
2.4.1 Model Semiotik Charles S. Pierce ................................................ 36
2.4.2 Film Dalam Pendekatan Semiotik ............................................... 41
2.5 Kerangka Berpikir ................................................................................ 43
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian ................................................................................. 46
3.2 Subyek Penelitian ......................................................................................... 47
3.3 Kerangka Konseptual ................................................................................... 47
3.3.1 Corpus Penelitian................................................................................. 47
3.4 Definisi Operasional ..................................................................................... 51
iii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3.4.1 Kontruksi Sosial Gender .............................................................. 51
3.4.2 Film ............................................................................................. 54
3.5 Unit Analisis......................................................................................... 56
3.6 Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 57
3.7 Teknik Analisis Data ............................................................................ 58
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Objek dan Penyajian Data ........................................ 61
4.1.1 Gambaran Umum Objek .............................................................. 61
4.1.2 Penyajian Data ............................................................................. 63
4.2 Analisis Data ........................................................................................ 71
4.2.1 Pada Level Realitas ..................................................................... 71
4.2.1.1 Kostum dan Make Up ....................................................... 71
4.2.1.2 Setting .............................................................................. 73
4.2.2 Level Representasi dan Analisis Kode Pembacaan Menurut
Pierce ........................................................................................... 74
4.2.3 Pada Level Ideologi ..................................................................... 98
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 101
5.2 Saran .................................................................................................... 103
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 105
iv
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Gambar 4.1 : Luka lebam di wajah lili....................................... 75
Gambar 2
Gambar 4.2 : Yanti dan Bambang sedang berkonsultasi dengan
Dr. Kartini................................................................................. 77
Gambar 3
Gambar 4.3 : Rara sedang berkonsultasi kepada Dr. Kartini ...... 80
Gambar 4
Gambar 4.4 : Dr. kartini sedang membolak-balikkan jam
tangan yang dipakainya ............................................................. 82
Gambar 5
Gambar 4.5 : Dr. Kartini memperhatikan foto salah satu
pasiennya .................................................................................. 85
Gambar 6
Gambar 4.6 : Dr. Rohana dengan Dr. Kartini sedang bercakapcakap ........................................................................................ 88
Gambar 7
Gambar 4.7 : Dr. Kartini bersama Hartono mantan pacarnya ..... 91
Gambar 8
Gambar 4.8 : Dr. Anton menyematkan cincin di jari manis
Dr.Kartini ................................................................................. 93
Gambar 9
Gambar 4.9 : Dr. Kartini termenung di ruangannya. .................. 95
v
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
ABSTRAK
Cicilia Meir issa Vitr i, 0943010230, Konstr uksi Sosial Gender Pada Tokoh Wanita Dalam Film
( Studi Analisis Semiotik Film Tentang Konstr uksi Sosial Gender Pada Tokoh “DR. Kar tini”
Dalam Film “ 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita” Karya Robby Er tanto )
Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita merupakan film yang disutradarai oleh Robby Ertanto dan
diproduksi pada tahun 2010 oleh Anak Negeri Film. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya
kontruksi sosial gender melalui Dr. Kartini. Penelitian ini menggunakan teori Semiotika Charless Sanders
Pierce yang membedah tanda melalui segitiga makna (triangle meaning) yaitu representament, object dan
interpretant. Dan makna diperoleh secara detail setelah diklasifikasikan berdasarkan jenis objeknya yaitu
ikon, indeks dan simbol. Metode yang dipakai adalah dengan mengelompokkan tanda menurut teori
semiotik John Fiske berdasarkan scene-scene yang berhubungan dengan konstruksi sosisal gender melalui
tokoh Dr.Kartini, kemudian dibedah menggunakan Semiotika Charles Sanders Pierce.
Dalam Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita ini terdapat beberapa scene yang menggambarkan adanya
ketidakadilan gender yang dialami beberapa pasien dari Dr.Kartini. Kaum perempuan menjadi korban
diskriminasi akibat kontruksi gender yang membagi ciri dan sifat feminitas pada perempuan dan
maskulinitas pada laki-laki. Kaum perempuan juga mengalami penindasan akibat stereotype gender yang
selalu memandang perempuan sebagai objek. Sehingga Dokter Kartini sebagai seorang dokter yang
mendengarkan berbagai keluhan pasiennya beranggapan bahwa laki-laki selalu menindas perempuan. Hal
itu membuat dia semakin ragu untuk menjalin hubungan dengan laki-laki karena ideologinya yang
beranggapan semua laki-laki itu tidak bertanggung jawab. Dokter Kartini merupakan ilustrasi pahlawan
perempuan yang berani mengakui dirinya sebagai seorang perempuan yang menentang kedtikadilan
gender demi mendapatkan hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki.
Kata Kunci : Kontruksi Sosial, Gender, Semiotika, Semiotik Charles Sanders Pierce
ABSTRACT
Cicilia Meirissa Vitri, 0943010230, Social Construction Of Gender Women Leaders In Film (Film
Studies Semiotic Analysis On The Social Construction of Gender In People " DR. Kartini" In the
movie " 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita" directed by Robby Ertanto)
7 Hati 7 Cinta 7 Wanita movie is a film directed by Robby Ertanto and produced in 2010 by
Anak Negeri Film. This study aims to investigate the social construction of gender through Dr. Kartini.
This study uses the theory of Semiotics Charless Sanders Pierce, who dissected the meaning of the sign
through the triangle (triangle meaning) is representament, object and interpretant. And the meaning is
obtained in detail after the object is classified based on the type of icon, index and symbol. The method
used is to classify signs according to John Fiske's semiotic theory is based on scene-scene related to the
construction of gender sosisal through Dr.Kartini figures, then dissected using semiotics Charles Sanders
Pierce.
In the movie of 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita, there are some scenes that depict the existence of gender
inequality experienced by some patients of Dr.Kartini. Women are victims of discrimination due to
gender construction that divides the characteristics and nature of femininity in women and masculinity in
men. Women also experience oppression due to gender stereotypes are always looking at women as
objects. So the doctor Kartini as a doctor who listens to his patients complaints assumed that men always
oppress women. It made him more hesitant to have a relationship with a man because of his ideology
which considers all men were not responsible. Doctors Kartini is a bold illustration recognizes her as a
woman who opposes injustice of gender to get the same rights and obligations as men.
Keywords: Social Construction, Gender, Semiotics, Semiotics of Charles Sanders Pierce
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Media massa adalah media komunikasi dan informasi yang
melakukan penyebaran informasi secara massal dan dapat diakses oleh
masyarakat secara massal pula (Bungin, 2006 : 72). Informasi yang
disebarkan secara massal dan dapat ditangkap oleh masyarakat secara
massal memberikan kemudahan dalam mengkonsumsi media, sehingga
media menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia. Tanpa media
dapat kita bayangkan bagaimana kehidupan manusia yang sangat butuh
akan informasi. Dewasa ini, media massa menjadi kebutuhan bagi
manusia.
Adanya media massa, seseorang dapat mengetahui informasi dari
belahan dunia meski jaraknya sangat jauh. Dalam bukunya Sosiologi
Komunikasi, (Burhan Bungin, 2006 : 86) menjelaskan sebagai agent of
change, media massa juga menjadi institusi budaya, yaitu institusi yang
setiap saat menjadi corong kebudayaan, katalisator perkembangan budaya.
Sebagai agent of change yang dimaksud adalah juga mendorong agar
perkembangan budaya itu bermanfaat bagi manusia bermoral dan
masyarakat sakinah, dengan demikian media massa juga berperan untuk
1
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2
mencegah berkembangnya budaya-budaya yang justru merusak peradaban
manusia dan masyarakatnya.
Keunggulan media massa yang dapat diakses secara massal
berkembang dan bergerak dalam lingkup budaya untuk menyampaikan
pesan kepada masyarakat (massa). Media massa mampu mengubah
kebudayaan dengan budaya baru dan media massa juga mampu mencegah
berkembangnya budaya baru yang tidak sesuai dengan budaya yang sudah
ada dengan membentuk pola pikir masyarakatnya.
Film yang merupakan bagian dari media, seperti yang dikatakan
oleh Mills menjadi pengalaman primer bagi manusia. Film, di dalamnya
kaya akan nilai budaya. Konstruksi dan geraknya tak lepas dari budaya.
Film mempunyai kekuatan dalam memperkenalkan budaya baru,
mensosialisasikan, dan menghilangkan budaya lama. Hal ini dilatar
belakangi oleh power yang dimiliki film. Dalam buku Teori Komunikasi
Massa, yang ditulis oleh John Vivian (2008 : 159) disebutkan bahwa film
bisa membuat orang tertahan, setidaknya saat mereka menontonnya, secara
lebih intens ketimbang medium lainnya. Bukan hal yang aneh jika seorang
pengulas film menyarankan agar calon penonton menyiapkan sapu tangan.
Anda tentu tak pernah mendengar saran seperti itu dari pengulas musik
dan buku.
Oey Hong Lee (dalam Sobur, 2004 : 126) misalnya, menyebutkan,
“film sebagai alat komunikasi massa yang kedua muncul di dunia,
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3
mempunyai massa pertumbuhannya pada akhir abad ke-19, dengan
perkataan lain pada waktu unsur-unsur yang merintangi perkembangan
surat kabar sudah dibikin lenyap. Ini berarti bahwa dari permulaan
sejarahnya film dengan lebih mudah dapat menjadi alat komunikasi yang
sejati, karena ia tidak mengalami unsur-unsur teknik, politik, ekonomi,
sosial dan demografi yang merintangi kemajuan surat kabar pada
pertumbuhannya pada abad ke-18 dan permulaan abad ke 19”.
Pada tanggal 24 April 1894 “The New York Times” memberitakan
dahsyatnya sambutan publik terhadap film layar lebar pertama yang
ditayangkan. Filmnya sendiri sederhana, yakni tentang dua gadis pirang
yang memperagakan tarian payung. Disebutkan bahwa masyarakat sangat
antusias menyambut tontonan baru itu. Teriakan kagum terdengar tanpa
henti. Semua hal mereka soraki, termasuk pencipta film Mr. Edison
(Rivers dan Peterson, 2003 : 60).
Pada awal dipertunjukannya film mendapat sambutan antusias dari
masyarakat. Yang dipertunjukkan adalah tarian dua orang gadis.
Munculnya film pertama, memang menjadikan sosok wanita sebagai objek
tontonan. Dalam perkembangannya film tetap menjadikan wanita sebagai
bagian utama untuk menarik penonton.
Segala kelebihan yang dimiliki oleh wanita, mungkin menjadi
inspirasi pembuat film. Dalam banyak film di dunia termasuk Indonesia,
wanita menjadi objek tontonan adalah hal yang sangat lumrah dan biasa.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
4
Bagian fisik si wanita sering menjadi daya tarik sebuah film. Belum lagi
sisi kehidupannya yang berliku, juga mampu memberi inspirasi bagi
pembuat film. Sederhananya, wanita adalah makhluk penuh sensasi yang
mengundang inspirasi.
Daya tarik film tergantung bagaimana kreatifitas insan film
berkarya. Meski dalam film itu hanya dibutuhkan pemeran laki-laki,
namun kehadiran perempuan dibutuhkan walau hanya sebagai pemeran
pendukung. Dalam perannya, sikap dan perilaku perempuan tersebut selalu
dikonstruksikan dengan tujuan menjadi pemeran yang mempunyai daya
tarik. Tujuannya, agar film mempunyai daya tarik bagi masyarakat.
Stereotype perempuan juga tidak lepas kaitannya dengan seks dan
gender, yaitu suatu konsep sosial yang berhubungan dengan pembedaan
karakter psikologis dan fungsi sosial antara perempuan dan laki-laki yang
dikaitkan dengan anatomi jenis kelaminnya (sex) (Mufid , 2009 : 281).
Stereotype perempuan adalah akibat dari konstruksi budaya. Perempuan
digambarkan sebagai seseorang berkarakter lemah lembut, memikirkan
sesuatu dengan pendekatan perasaan, lebih bodoh dari laki-laki, dan
menjadi ibu rumah tangga yang baik dengan menyelesaikan semua
pekerjaan rumah tangga. Kaum perempuan seakan-akan identik dengan
kelemahan dan ketertindasan. Tidak heran ketika pada umumnya siapa
saja yang bermaksud memotret kehidupan sosial kaum perempuan tidak
pernah lepas dari sisi – sisi yang mencerminkan kelemahan dan
ketertindasan.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
5
Satu hal menarik di tengah perkembangan media informasi dan
komunikasi serta industri perfilman yang kian pesat adalah ketika seorang
Sutradara Robby Ertanto mencoba menyajikan kenyataan sosial tentang
perempuan melalui film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita. Film 7 Hati 7 Cinta 7
Wanita adalah sebuah karya film yang awalnya adalah sebuah film pendek
yang diangkat ceritanya dari kisah nyata kemudian dibuat dalam bentuk
panjang. Film ini sebenarnya telah santer terdengar gaungnya sejak tahun
2010. Bahkan pada gelaran Festival Film Indonesia di tahun yang sama,
film ini memperoleh enam nominasi yakni Pemeran Utama Wanita
Terbaik, Pemeran Pendukung Wanita Terbaik (juara), Aktor Pendatang
Baru Terbaik, Film terbaik, Skenario Cerita Asli Terbaik dan Tata Musik
Terbaik. Dan film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita berhasil menyabet gelar di 2
(dua) nominasi, yakni dalam nominasi Pemeran Pendukung Wanita
Terbaik lewat aktornya Heppy Salma (dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita
sebagai Yanti), dan Aktor Pendatang Baru Terbaik lewat Rangga Djonet
(dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita sebagai Bambang). Selain itu film ini
juga terpilih menjadi film pembuka di ajang Indonesia Film Festival di
Australia.
Film berdurasi 94 menit ini menggambarkan kaum perempuan dari
berbagai karakter dan latar belakang sosial. Ada siswi SMP, ada yang
berprofesi sebagai pelacur, ada sosok wanita soleha dan penurut, ada yang
lemah dan tidak berkarakter, dan ada seorang dokter kandungan yang
sangat blak-blakan. Namun semua tokoh-tokoh itu memiliki kesamaan
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
6
yakni rahim. Dari masalah rahim itulah kisah ini berjalan secara apik dari
peristiwa ke peristiwa.
Dalam Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita, tokoh Dokter Kartini yang
diperankan Jajang C. Noer menjadi tokoh sentral. Sosoknya menjadi
penghubung dalam menghadirkan satu kisah dengan kisah lainnya. Alur
utama dari cerita di film ini adalah sebuah kesibukan rutin yang harus
dijalani seorang dokter kandungan bernama Dokter Kartini. Setiap hari ia
melakukan pemeriksaan kandungan dan masalah kewanitaan terhadap
beragam sosok perempuan yang datang kepadanya. Tidak cuma itu,
Dokter Kartini juga kerap terlibat obrolan yang bermuara pada latar
belakang dari pengalaman yang dihadapi pasiennya.
Dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita penggambaran karakter tokoh
Kartini (Jajang C. Noer) sebagai tokoh sentral yang menghubungkan pada
setiap tokoh yang terdapat dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita, dia juga
menjadi seseorang kaum perempuan yang memainkan peran sebagai
perempuan yang berpandangan bahwa kaum perempuan memiliki drajat
yang sama dengan kaum laki-laki di luar kodrat yang telah di buat oleh
tuhan sebagai seorang perempuan. Selain itu dia juga memperjuangkan
gerakan feminisme dengan caranya sendiri sebagai seorang dokter
kandungan.
Dia berusaha membebaskan kaum perempuan dari belenggu
kekuasaan laki-laki, yang hanya menjadikan perempuan sebagai tempat
reproduksi keturunan semata, sehingga kontrol sosial seutuhnya di pegang
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
7
oleh kaum laki-laki. Dr. Kartini merasa mampu menentukan jalan
hidupnya sendiri tanpa adanya campur tangan kaum lelaki.
Sobur (2006 : 127) mengatakan bahwa kekuatan dan kemampuan
film menjangkau banyak segmen sosial, lantas membuat para ahli
berpendapat
bahwa
film
memiliki
potensi
untuk
mempengaruhi
khalayaknya. Marcel Danesi dalam bukunya Pengantar Memahami
Semiotika Media (2010 : 23) bahkan mengatakan bahwa film telah
menjadi obat yang sempurna untuk melawan kebosanan. Akibatnya
medium film telah menjadi kekuatan besar dalam perkembangan budaya
pop yaitu budaya yang karakteristik pendefinisiannya adalah pembauran
dan percampuran seni serta pengalih perhatian secara beragam.
Berdasarkan pertimbangan itulah penulis ingin mengangkat sebuah film
dalam penelitian.
Film merupakan bidang kajian yang amat relevan bagi analisis
semiotik. Van Zoest dalam Sobur (2004 : 128) mengemukakan bahwa film
dibangun dengan tanda semata-mata. Tanda-tanda itu termasuk berbagai
system tanda yang bekerja sama dengan baik untuk mencapai efek yang
diharapkan.
Dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita ini penulis akan mengupas
berbagai masalah yang erat kaitannya dengan perempuan terutama tentang
adanya konstruksi gender pada tokoh “DR. Kartinii. Film ini menceritakan
tentang realita kaum urban yang sering menjadi korban dan mendukung
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
8
adanya konsep patriarki, konsep yang mengacu pada suatu kondisi bahwa
segala sesuatu diterima secara fundamental dan universal sebagai dominasi
kaum laki-laki. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan
peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran
dan kesempatan tersebut terjadi baik di dalam kehidupan keluarga maupun
masyarakat, yang dikarenakan oleh pencitraan terhadap perempuan dan
lakilaki. Perempuan sering kali dikenal sebagai makluk yang lemah
lembut, cantik, emosional, pasif dan keibuan, sementara laki-laki dianggap
sebagai makhluk yang kuat, agresif, dan perkasa. Sering kali pencitraan
tersebut dapat menimbulkan diskriminasi terhadap perempuan.
Untuk memahami bagaimana perbedaan gender telah melahirkan
ketidakadilan gender, diantaranya dapat dikaji melalui berbagai ekspresi
manifestasi ketidakadilan, terutama terhadap perempuan yang ada di
masyarakat, misalnya : Stereotip feminitas, Domestikisasi (Domestication)
atau Pengiburumahtanggan (Housewifization) perempuan, Marginalisasi,
dan Subordinasi perempuan, beban kerja perempuan yang lebih berat, serta
kekerasan dan pelecehan seksual
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas,
maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimanakah
Konstruksi Sosial Gender Pada Tokoh Dr.Kartini dalam Film “7 Hati 7
Cinta 7 Wanita” karya Robby Ertanto”.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
9
1.3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
Konstruksi Sosial Gender Pada Tokoh Dr.Kartini dalam Film “7 Hati 7
Cinta 7 Wanita” karya Robby Ertanto.
1.4
Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan
kontribusi dalam rangka pengembangan Ilmu Komunikasi khususnya
tentang penelitian mengenai analisis film dengan metode semiotik
film. Dan bisa menjadi bahan rujukan bagi mahasiswa yang ingin
mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai hal ini.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan kepada masyarakat
bahwa Film “7 Hati 7 Cinta 7 Wanita” sebagai salah satu film yang
mengonstruksikan kaum perempuan saat ini sehingga diharapkan dapat
menggugah kesadaran masyarakat khususnya kaum perempuan untuk
mencari penyebab sekaligus solusi masalah-masalah sosial yang kerap
dialami oleh kaum perempuan.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB II
KAJ IAN PUSTAKA
2.1
Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian pertama ini, peneliti memilih film Denias
Senandung di Atas Awan dan Laskar Pelangi . Denias Senandung di Atas
Awan mewakili kisah kehidupan anak-anak di Indonesia bagian timur
yaitu Papua, sementara film Laskar Pelangi mewakili kisah kehidupan
anak-anak di wilayah Indonesia bagian barat yaitu daerah Belitong. Selain
itu, film Denias Senandung di Atas Awan dan Laskar Pelangi
mengisahkan kehidupan anak-anak di daerah terpinggir yang selama ini
jarang ditampilkan oleh media.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan analisis
semiotik yang mengacu pada model Pierce dan kerangka analisis film John
Fiske. Dalam penelitian ini peneliti
melihat keseluruhan scene dan
mengidentifikasi bagian scene yang dianggap relevan untuk menjawab
masalah penelitian dengan menggunakan metode semiotik yang mengacu
pada model Pierce dan kerangka analisis film dari Fiske.
Penelitian ini menggunakan metode analisis semiotik Peirce. Unit
analisisnya adalah sistem tanda, yakni kostum, make up, gesture,
lingkungan, perilaku,ekspresi, ucapan dan dialog, serta cara kerja kamera
yang ada dalam film Denias Senandung di Atas Awan dan Laskar Pelangi.
Data primer diperoleh dengan menelaah tanda, lambang dan simbol yang
10
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
11
ada dan dipergunakan dalam film. Atau dengan mengambil beberapa
cuplikan gambar di film yang dianggap peneliti mengandung representasi
anak-anak film. Data sekunder didapat dari kepustakaan. Dari film Denias
Senandung di Atas Awan dan Laskar Pelangi akan dipilih adegan yang
sesuai dengan masalah yang akan diteliti dan ditandai bagian-bagian
penting dan dapat digunakan untuk analisis data selanjutnya. Data yang
terkumpul kemudian akan dimaknai dan diinterpretasikan oleh peneliti
dengan memasukkan kedalam pembagian level analisis Fiske, yaitu, level
realitas, level representasi dan level ideologi.
Ideologi yang terdapat dalam film ini adalah ideologi mengenai
politik dan ekonomi yang menekankan pentingnya perjuangan kelas
bawah dalam masyarakat. Film ini menceritakan adanya tembok-tembok
birokrasi yang mengkotak-kotak kan kesempatan dan harapan, terutama
kesempatan anak-anak buruh atau anak nelayan untuk bisa bersekolah.
Dengan segala keterbatasan, kemiskinan dan diskriminasi yang dialami,
anak-anak Laskar Pelangi mampu berprestasi. Lebih dari itu, nilai-nilai
tentang agama, akhlak serta budipekerti juga direpresentasikan lewat anakanak Laskar Pelangi. Dimana, kecerdasan tidak hanya dilihat dari nilainilai dan angka-angka saja, melainkan budi pekerti, akhlak serta
agamanya.
Anak-anak dalam film Denias Senandung di Atas Awan dan
Laskar Pelangi digambarkan sama-sama mengalami diskriminasi dan
marjinalisasi. Dalam film Denias Senandung di Atas Awan, anak-anak
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
12
digambarkan mengalami diskriminasi terkait dengan etnisitas, sementara
anak-anak dalam film Laskar Pelangi mengalami diskriminasi karena
perbedaan kelas. Namun digambarkan bahwa prestasi pendidikan anakanak yang sekolah di daerah terpencil juga tidak bisa diabaikan. Lewat
anak-anak ini juga digambarkan diskriminasi-diskriminasi yang dialami
terkait dengan perbedaan suku ataupun golongan yang ada di Indonesia.
Dalam penelitian kedua ini, peneliti mencoba untuk meneliti aspek
semiotik yang terkandung dalam film The Dark Knight melalui penonjolan
tokoh antagonis dari karakter joker. The Dark Knight adalah film genre
dengan tindakan dan karakter antagonis adalah joker. Joker dianggap
sebagai simbol yang mewakili kejahatan, dan simbol ditunjukkan melalui
karakter Joker. Karakter jahat, kejam atau berdarah dingin yang disertai
dengan penampilan khas seorang penjahat melekat pada diri seorang joker.
Penelitian ini menggunakan metode analisis semiotika Roland
Barthes, analisis semiotik dengan dua konsep yaitu denotatif dan konotatif.
Penelitian yang peneliti lakukan ini tetap berpedoman pada pendekatan
kualitatif dan menggunakan analisis semiotik. Penelitian ini membahas
mengenai penonjolan karakter antagonis dalam sebuah film. Dengan
menggunakan metode analisis semiotik Roland Barthes yang didalamnya
terdapat aspek denotasi dan konotasi yang akan menghasilkan mitos lalu
peneliti menambahkan dengan urutan analisis film dari John Fiske yang
mencakup tiga aspek yaitu, Reality, Representation dan Ideologi.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
13
Pada film The Dark Knight, joker ditonjolkan sebagai tokoh
dengan karakter antagonis. Karakter antagonis tersebut dibuktikan dengan
perilaku joker yang jahat. Joker dalam film ini merupakan penjahat yang
digambarkan sebagai seorang psikopat. Analisis semiotik Roland Barthes
dan dilanjutkan dengan analisis tiga level dari John Fiske, dapat
disimpulkan bahwa joker ditonjolkan sebagai tokoh antagonis yang
berbeda dengan kebiasaan Western Film, dimana dalam Shot Size biasanya
ditampilkan Long Shot, namun dalam film The Dark Knight,Joker sering
ditampilkan Close Up. Tidak hanya itu, Joker adalah penjahat yang
berbeda pada umumnya, ia melakukan kejahatan bukan untuk mencari
uang tetapi hanya untuk eksistensi sebagai penjahat sejati dengan melawan
hokum dan menciptakan kekacauan dikota Gotham.
2.2
Landasan Teori
2.2.1 Definisi Film
Film juga dianggap sebagai media massa karena ia merupakan alat
yang digunakan untuk mengomunikasikan suatu muatan yang mempunyai
kepentingan awam. Disamping itu, jumlah audiensnya bersifat massa,
beragam dan luas.
Film hadir sebagai bagian kebudayaan massa yang muncul seiring
dengan perkembangan masyarakat perkotaan dan industri. Sebagai bagian
dari budaya massa yang popular, film adalah sebuah seni yang sering
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
14
dikemas untuk dijadikan sebagai komoditi dagang bagi para pelaku bisnis.
Hal ini tentu sangat beralasan, karena film dikemas untuk dikonsumsi
dalam jumlah yang sangat besar. Karakter film sebagai media massa
mampu membentuk semacam visual public consensus. Hal ini disebabkan
karena isi film tersebut berhubungan langsung dengan nilai-nilaiyang
hidup dimasyarakat dan selera publik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
film merupakan sebuah potret atau gambaran dari masyarakat terhadap
pembuatan film itu sendiri. Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat, dan memproyeksinya ke dalam layar
lebar, Irawanto dalam (Alex Sobur, 2002 : 127).
Film sebagai alat komunikasi massa yang kedua muncul di dunia
mempunyai massa pertumbuhannya pada akhir abad ke 19 dengan
perkataan lain pada waktu unsur-unsur yang merintangi perkembangan
surat kabar yang dibikin lenyap. Ini berarti bahwa dari permulaan
sejarahnya, film lebih mudah dapat menjadi alat komunikasi yang sejati,
karena ia tidak mengalami unsur teknik, politik, ekonomi, sosial, dan
demografi
yang
merintangi
kemajuan
surat
kabar
pada
masa
pertumbuhannya dalam abad ke-18 dan permulaan abad ke-19. Film
mencapai masa puncaknya di antara perang dunia I dan perang dunia II,
namun merosot tajam setelah tahun 1945, seiring dengan munculnya
medium televisi (Oey Hong Lee dalam Sobur, 2003 : 26).
Pengertian film menurut Undang-undang nomor 33 tahun 2009
tentang permasalahan, pasal I. Film adalah karya seni budaya yang
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
15
merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat
berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat
dipertunjukkan.
Film adalah gambar bergerak yang terbuat dari celluloid
transparent dalam jumlah banyak, dan apabila digerakkan melalui cahaya
yang kuat akan tampak seperti gambar yang hidup (Siregar, 1985 : 9),
McQuail menyatakan fungsi hiburan film sebagai berikut :
“Film berperan sebagai sarana baru yang digunakan untuk
menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulunya serta
menyajikan cerita, peristiwa, music, drama, lawak, serta tehnis lain kepada
masyarakat umum. Kehadiran film merupakan respon penemuan waktu
luang diluar jam kerja dan jawaban terhadap kebutuhan menikmati waktu
luang secara hemat dan sehat bagi semua anggota keluarga. (McQuail,
1994 : 13).
Film sebagai media massa memiliki kelebihan antara lain dalam
hal jangkauan, relism, pengaruh emosional, dan popularitas yang hebat.
Film juga memiliki kelebihan dalam segi kemampuannya, yaitu dapat
menjangkau sekian banyak orang dalam waktu singkat, dan mampu
memanipulasi kenyataan tanpa kehilangan kredibilitas (McQuail, 1994 :
14).
2.2.2 Film Sebagai Komunikasi Massa
Komuikasi Massa adalah komunikasi melalui media massa
modern, yang meliputi surat kabar, yang mempunyai sirkulasi yang luas,
siaran radio dan televisi yang ditunjukkan kepada umum, dan film
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
16
dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop. Mengapa hanya dibatasi di
media tersebut? Jawaban terhadap pertanyaan tersebut adalah karena
media itulah yang paling sering menimbulkan masalah dalam semua
bidang
kehidupan
dan
semakin
lama
semakin
canggih
akibat
perkembangan teknologi, sehingga senantiasa melakukan pengkajian yang
seksama (Effendy, 2003 : 79).
Dalam komunikasi massa film dengan televisi mempunyai sifat
yang sama yaitu audio visual, bedanya mekanik atau non elektronik dalam
proses komunikasinya dan rekreatif-edukatif persuasif atau non informatif
dalam fungsinya. Dampak film bagi khalayak sangat kuat dalam
menimbulkan efek afektif, karena medianya berkemampuan untuk
menanamkan kesan, layarnya untuk menayangkan cerita relatif besar,
gambarnya jelas, dan suaranya yang keras dalam ruangan yang gelap
membuat suasana penonton mencekam.
“Film sebagai media massa memiliki kelebihan antara lain dalam
hal jangkauan, realism, pengaruh emosional, dan popularitas yang hebat.
Film juga memiliki kelebihan dalam segi kemampuannya, yaitu dapat
menjangkau sekian banyak orang dalam waktu singkat, dan mampu
memanipulasi kenyataan tanpa kehilangan kredibilitas”. (McQuail, 1994 :
14)
Menurut, Wright komunikasi massa memiliki empat fungsi
(Wiryanto, 2000 : 11) yaitu :
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
17
a. Surveillance, menunjuk pada fungsi pengumpulan dan penyebaran
informasi mengenai kejadian-kejadian dalam lingkungan, baik diluar
maupun didalam masyarakat. Fungsi ini berhubungan dengan apa yang
disebut Handling News.
b. Correlation, meliputi fungsi interpretasi pesan yang menyangkut
lingkungan dan tingkah laku tertentu dalam mereaksi kejadiankejadian, fungsi di identifikasikan sebagai fungsi editorial dan
propaganda.
c. Transmissions, menunjuk pada fungsi mengkomunikasikan informasi,
nilai-nilai dan norma sosial budaya dari satu generasi kegenerasi yang
lain, atau dari anggota-anggota masyarakat kepada pendatang baru.
Fungsi ini di identifikasikan sebagai fungsi pendidikan.
d. Entertainment, menunjuk pada kegiatan-kegiatan komunikatif yang
dimaksudkan untuk member hiburan tanpa mengahrapkan efek-efek
tertentu.
Menurut Joseph V. Maschelli dalam Maarif (2005 : 27), film
secara struktur terbentuk dari sekian banyak shot, scene dan sequence.
Tiap shot membutuhkan penempatan kamera pada posisi yang paling baik
bagi pandangan mata penonton dan bagi setting serta action pada satu saat
tertentu dalam perjalanan cerita, itulah sebabnya seringkali film disebut
gabungan dari gambar-gambar yang dirangkai menjadi satu kesatuan utuh
yang bercerita kepada penontonnya. Rangkaian gambar-gambar ini biasa
dikenal sebagai montase visual (Visual Montage).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
18
Penuturan film adalah sebuah rangkaian kesinambungan cerita
(Image) yang berubah, yang menggambarkan kejadian-kejadian dari
berbagai sudut pandang. Rangkaian yang merupakan penyadapan sebebasbebasnya dari media dan seni yang sudah ada, seni lukis, fotografi, musik,
novel, drama panggung bahkan arsitektur.
Berdasarkan situs Wikipedia Indonesia, menurut Sergei Eisentein,
tanggal kelahiran film secara resmi adalah 20 Desember 1895, yakni
sewaktu Lumiere bersaudara mendemonstrasikan untuk pertama kali
penemuan mereka di muka khalayak ramai di Grand Café, Paris. Saat itu
pula lahirlah sebuah tontonan yang menakjubkan.
Fenomena perkembangan film yang begitu cepat dan tak
terprekdisikan membuat film kini disadari sebagai fenomena budaya yang
progresif. Bukan saja oleh negara-negara yang memiliki industri film
besar, tapi juga oleh negaranegara yang baru akan memulai industri
filmnya.
Dalam sejarah perkembangan film terdapat tiga tema besar dan
satu atau dua tonggak sejarah yang penting (McQuail, 1987 : 13). Tema
pertama ialah pemanfaatan film sebagai alat propaganda. Tema ini penting
terutama dalam kaitannya dengan upaya pencapaian tujuan aslinya dan
masyarakat. Hal tersebut berkenaan dengan pandangan yang menilai
bahwa film memiliki jangkauan, realisme, pengaruh emosional, dan
popularitas yang hebat. Kedua tema lainnya dalam sejarah film ialah
munculnya beberapa aliran seni film (Huaco dalam McQuail, 1987 : 51)
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
19
dan lahirnya aliran film dokumentasi sosial. Kedua kecenderungan
tersebut merupakan suatu penyimpangan dalam pengertian bahwa
keduanya hanya menjangkau minoritas penduduk dan berorientasi ke
realisme. Terlepas dalam hal itu, keduanya mempunyai kaitan dengan
tema “film sebagai alat propaganda”.
Sebagai komunikasi massa, film dimaknai sebagai pesan yang
disampaikan dalam komunikasi filmis yang memahami hakikat, fungsi dan
efeknya. Sedang dalam praktik sosial, film dilihat tidak sekedar ekspresi
seni pembuatnya, tetapi interaksi antar elemen-elemen pendukung, proses
produksi, distribusi maupun eksebisinya, bahkan lebih jauh dari itu,
perspektif ini mengasumsikan interaksi antara film dengan idelogi serta
kebudayaan dimana film diproduksi dan dikonsumsi.
Turner dalam Maarif (2005 : 11) mengatakan bahwa film tidak
mencerminkan atau merekam realitas sebagai medium representasi yang
lain, ia mengkonstruksi dan menghadirkan kembali gambaran dari realitas
melalui kodekode, konvensi-konvensi dan ideologi kebudayaannya.
Seperti halnya media komunikasi massa yang lain, film terlahir
sebagai sesuatu yang tidak bisa lepas dari akar lingkungan sosialnya.
Media massa merupakan sebuah bisnis, sosial, budaya, sekaligus
merupakan sebuah politik. Dalam konteks hubungan media dan publik,
seperti halnya media massa yang lain, film juga menjalankan fungsi utama
media massa seperti yang dikemukakan oleh Laswell dalam Mulyana
(2007 : 37) sebagai berikut:
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
20
1. The Surveillance of the environment. Artinya media massa mempunyai
fungsi sebagai pengamat lingkungan, yaitu sebagai pemberi informasi
tentang hal-hal yang berada di luar jangkauan penglihatan masyarakat
luas.
2. The correction of the parts of society to the environment. Artinya
media massa berfungsi untuk melakukan seleksi, evaluasi dan
interpretasi informasi. Dalam hal ini peranan media adalah melakukan
seleksi mengenai apa yang pantas dan perlu unuk disiarkan.
3. The transmission of the social heritage from one generation to the
next. Artinya media merupakan sarana penyampaian nilai dan warisan
sosial budaya dari satu generasi ke generasi lainnya. Fungsi ini
merupakan fungsi pendidikan oleh media massa.
Disamping itu film sebagai media komunikasi massa mengenal
pula beberapa fungsi komunikasi sebagai berikut:
a. Hiburan, film hiburan adalah film dengan sasaran utamanya adalah
untuk memberikan hiburan kepada khalayaknya dengan isi cerita film,
geraknya, keindahannya, suara dan sebagainya agar penonton
mendapat kepuasan secara psikologis. Film-film seperti inilah yang
biasanya diputar di bisokop dan ditayangkan di televisi.
b. Penerangan,
film penerangan adalah
film
yang
memberikan
penjelasan kepada penonton tentang suatu hal atau permasalahan,
sehingga penonton mendapat kejelasan atau paham tentang hal tersebut
dan dapat melaksanakannya.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
21
c. Propaganda, film propaganda adalah film dengan sasaran utama untuk
mempengaruhi penonton, agar penonton menerima atau menolak ide
atau barang, membuat senang atau tidak senang terhadap sesuatu,
sesuatu dengan keinginan si pembuat film. Film propaganda biasa
digunakan dalam kampanye politik atau promosi barang dagangan.
2.3
Konsep Gender
Gender pertama kali diperkenalkan oleh Robert Stoller (1968)
untuk memisahkan pencirian manusia yang didasarkan pada pendefinisian
yang bersifat sosial budaya dengan ciri-ciri fisik, biologis dan ilmu sosial,
orang yang sangat berjasa dalam mengembangkan istilah dan pengertian
gender adalah Ann Oakley (1972) yang mengartikan gender sebagai
kontruksi sosial atau atribut yang dikenakan pada manusia yang dibangun
oleh kebudayaan manusia.
Gender bukanlah sifat bawaan bersama dengan kelahiran manusia,
atau yang biasa disebut jenis kelamin, tetapi gender dibentuk sesudah
kelahiran, yang kemudian dikembangkan dan diinternalisasikan oleh
masyarakat, oleh karena itu pandangan masyarakat sangatlah menentukan
keberadaan terutama mengenai hubungan antara laki-laki dengan
kelelakiannya dan perempuan dengan keperempuanannya.
Gender adalah interpretasi mental dan cultural terhadap perbedaanperbedaan kelamin dan hubungan laki-laki dan perempuan. Kadangkadang interpretasi mental ini lebih merupakan keadaan ideal daripada apa
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
22
yang sesungguhnya dilakukan dan dapat dilihat. Gender biasanya
digunakan untuk menunjukkan pembagian kerja yang dianggap tepat bagi
para pria dan wanita. Sering kali kegiatan didefinisikan sebagai milik lakilaki atau perempuan yang diorganisasikan dalam hubungan saling
ketergantungan (Ihromi, 1995 : 171)
Gender merupakan konsep sosial, istilah feminine dan maskulin
yang berkaitan dengan istilah Gender sejumlah karakteristik psikologis
dan perilaku yang berkaitan dengan sejumlah karakteristik psikologis dan
perilaku yang secara kompleks telah dipelajari (Ihrom, 1995 : 70)
Konsep Gender, merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum
laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun
cultural. Misalnya perempuan dikenal lemah lembut, emosional, lemah
lembut, keibuan, sementara juga ada perempuan yang kuat, rasional,
perkasa.
Gender terdiri dari beberapa elemen :
a. Peranan Gender, yaitu peranan sosial yang ditentukan oleh perbedaan
kelamin.
b. Pembagian Kerja Gender, yaitu pola pembagian kerja dimana pria dan
wanita
melakukan
jenis
kerja
tertentu
sering
menimbulkan
ketimpangan yang merugikan.
c. Diskriminasi Gender, yaitu system sosial dan budaya, peraturanperaturan serta hukum dalam
masyarakat
yang
berdasarkan jenis kelamin.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
melegitimasi
23
d. Ketimpangan struktural gender, yaitu system diskriminasi gender
dipengaruhi oleh adanya legitimasi oleh adat, peraturan administrasi
ataupun perundang-undangan (Fakih, 1995 : 2-30)
Pemahaman maupun pembedaan antara konsep seks dan konsep
gender sangatlah diperlukan dalam melakukan analisis untuk memahami
persoalan-persoalan ketidakadilan sosial baik yang menimpa kaum lakilaki maupun perempuan. Hal ini disebabkan karena ada kaitan erat antara
perbedaan gender (gender differences) dan ketidakadilan (gender
inequalities) dengan struktur ketidakadilan masyarakat secara lebih luas.
Seringkali gender disama artikan dengan seks. Maka dari itu, untuk
memahami konsep gender perlu mengetahui perbedaan antara Seks dan
Gender. Pengertian seks yaitu perbedaan organ biologis laki-laki dan
perempuan khususnya pada bagian reproduksi. Seks merupakan ciptaan
tuhan, bersifat kodrat, tidak dapat berubah, tidak dapat ditukar, berlaku
sepanjang zaman dan diaman saja. Sedangkan pengertian Gender yaitu
perbedaan peran, fungsi, dan tanggungjawab laki-laki dan perempuan hasil
konstruksi sosial. Gender merupakan “buatan” manusia, tidak bersifat
kodrat, dapat berubah, dapat ditukar, tergantung waktu dan budaya
setempat. (hhtp://www.scribd.com/doc/2591144/-Konsep-Gender)
Atau bisa juga dikatakan, gender adalah kontruksi sosial dan
kodifikasi perbedaan antarseks. Konsep ini merujuk pada hubungan sosial
antara perempuan dan laki-laki. Gender merupakan rekayasa sosial, tidak
bersifat universal dan memiliki identitas yang berbeda-beda yang
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
24
dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya, etnik, adat istiadat, golongan, faktor sejarah, waktu dan tempat
serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. (Subandy, 2007 : 6-7)
Dalam upaya mengubah perilaku seseorang terhadap pemahaman
gender, ada beberapa istilah yang perlu diketahui :
1. Buta Gender (gender blind), yaitu kondisi/keadaan seseorang yang
tidak memahami tentang pengertian/
( Studi Analisis Semiotik Film Tentang Konstr uksi Sosial Gender Pada Tokoh
“DR. Kar tini” Dalam Film “ 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita” Kar ya Robby Er tanto )
SKRIPSI
Oleh :
CICILIA MEIRISSA VITRI
NPM. 0943010230
YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
SURABAYA
2014
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
KONSTRUKSI SOSIAL GENDER PADA TOKOH WANITA DALAM FILM
( Studi Analisis Semiotik Film Tentang Konstr uksi Sosial Gender Pada Tokoh
“DR. Kar tini” Dalam Film “ 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita” Karya Robby Er tanto )
Disusun Oleh :
Cicilia Meirissa Vitri
NPM. 0943010230
Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skr ipsi
Menyetujui.
Pembimbing
J uwito, S.Sos, M.Si
NPT. 3670 0950 0361
Mengetahui,
DEKAN
Dr a. Ec. Hj. Supar wati, M.Si
NIP. 195507 181983 022001
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
KONSTRUKSI SOSIAL GENDER PADA TOKOH WANITA DALAM FILM
( Studi Analisis Semiotik Film Tentang Konstr uksi Sosial Gender Pada Tokoh
“DR. Kar tini” Dalam Film “ 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita” Karya Robby Er tanto )
Disusun Oleh :
Cicilia Meirissa Vitri
NPM. 0943010230
Telah diper tahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji
J ur usan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Univer sitas
Pembangunan Nasional “Veter an” J awa Timur
Pada Tanggal 18 J uli 2014
Pembimbing
Tim Penguji:
1. Ketua
J uwito, S.Sos, M.Si
NPT. 3 6704 95 00361
J uwito, S.Sos, M.Si
NPT. 385011002981
2. Sekr etar is
Dr a. Sumar djijati, M.Si
NIP. 19620323 199309 2001
3. Anggota
Dr s. Kusnar to, M.Si
NIP. 19580801 198402 1001
Mengetahui.
DEKAN
Dra. Ec. Hj. Supar wati, M.Si
NIP. 19550718 198302 2001
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan berkat dan rahmat-NYA kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi berjudul “KONSTRUKSI SOSIAL GENDER PADA TOKOH WANITA
DALAM FILM” ( Studi Analisis Semiotik Film Tentang Konstruksi Sosial Gender Pada
Tokoh “DR. Kartini” Dalam Film “7 Hati 7 Cinta 7 Wanita” Karya Robby Ertanto )
dapat terselesaikan untuk memenuhi persyaratan penyelesaian Pendidikan Strata Satu (S1),
Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), UPN
“Veteran” Jawa Timur.
Atas semua perhatian dari segala pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan Skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Bapak Prof. DR. Ir. Teguh Soedarto, MP Selaku Rektor UPN “VETERAN” Jatim.
2. Ibu Dra. Hj. Suparwati, M.Si Selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
UPN “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Juwito,S.Sos, M.Si Selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dan Dosen Pembimbing yang selalu memberikan
bimbingan dan dorongan demi terselesaikannya proposal skripsi ini.
4. Bapak Saifuddin Zuhri, M.Si Selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
5. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi maupun Staf Karyawan FISIP UPN
“Veteran” Jawa Timur.
6. Kepada Kedua Orangtua tercinta dan tersayang yang selalu mendoakan saya untuk
kelancaran dan kesuksesan saya sekarang dan masa akan datang serta kedua kakak
saya dan keluarga yang lainnya.
i
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
7. Teman-teman Ilmu Komunikasi angkatan 2009, Debita Ariyanti, Trifia Maulida,
Niken Perwitasari, Nalendra Ayu, Enggar Kusuma, Endah Resmiati, Andy
Firmansyah alias obama dan semua teman-teman saya yang tidak bisa saya sebutkan
satu persatu.
8. Dan Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu-satu oleh penulis, yang telah
membantu dalam pengerjaan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan
saran yang bersifat membangun sangatlah dibutuhkan guna memperbaiki kekurangan yang
ada. Akhir kata semoga Skripsi ini dapat memberikan manfaat sekaligus menambah
pengetahuan bagi semua pembaca, khususnya teman-teman di Jurusan Ilmu Komunikasi.
Surabaya, Juli 2014
Penulis
ii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .............................................................................. 8
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 9
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 9
BAB II KAJ IAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu ............................................................................. 10
2.2 Landasan Teori ..................................................................................... 13
2.2.1 Definisi Film................................................................................ 13
2.2.2 Film Sebagai Komunikasi Massa ................................................. 15
2.3 Konsep Gender ..................................................................................... 21
2.3.1 Ketidakadilan Gender .................................................................. 25
2.3.2 Kontruksi Sosial Gender .............................................................. 28
2.4 Analisis Semiotika ................................................................................ 30
2.4.1 Model Semiotik Charles S. Pierce ................................................ 36
2.4.2 Film Dalam Pendekatan Semiotik ............................................... 41
2.5 Kerangka Berpikir ................................................................................ 43
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian ................................................................................. 46
3.2 Subyek Penelitian ......................................................................................... 47
3.3 Kerangka Konseptual ................................................................................... 47
3.3.1 Corpus Penelitian................................................................................. 47
3.4 Definisi Operasional ..................................................................................... 51
iii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3.4.1 Kontruksi Sosial Gender .............................................................. 51
3.4.2 Film ............................................................................................. 54
3.5 Unit Analisis......................................................................................... 56
3.6 Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 57
3.7 Teknik Analisis Data ............................................................................ 58
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Objek dan Penyajian Data ........................................ 61
4.1.1 Gambaran Umum Objek .............................................................. 61
4.1.2 Penyajian Data ............................................................................. 63
4.2 Analisis Data ........................................................................................ 71
4.2.1 Pada Level Realitas ..................................................................... 71
4.2.1.1 Kostum dan Make Up ....................................................... 71
4.2.1.2 Setting .............................................................................. 73
4.2.2 Level Representasi dan Analisis Kode Pembacaan Menurut
Pierce ........................................................................................... 74
4.2.3 Pada Level Ideologi ..................................................................... 98
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 101
5.2 Saran .................................................................................................... 103
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 105
iv
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Gambar 4.1 : Luka lebam di wajah lili....................................... 75
Gambar 2
Gambar 4.2 : Yanti dan Bambang sedang berkonsultasi dengan
Dr. Kartini................................................................................. 77
Gambar 3
Gambar 4.3 : Rara sedang berkonsultasi kepada Dr. Kartini ...... 80
Gambar 4
Gambar 4.4 : Dr. kartini sedang membolak-balikkan jam
tangan yang dipakainya ............................................................. 82
Gambar 5
Gambar 4.5 : Dr. Kartini memperhatikan foto salah satu
pasiennya .................................................................................. 85
Gambar 6
Gambar 4.6 : Dr. Rohana dengan Dr. Kartini sedang bercakapcakap ........................................................................................ 88
Gambar 7
Gambar 4.7 : Dr. Kartini bersama Hartono mantan pacarnya ..... 91
Gambar 8
Gambar 4.8 : Dr. Anton menyematkan cincin di jari manis
Dr.Kartini ................................................................................. 93
Gambar 9
Gambar 4.9 : Dr. Kartini termenung di ruangannya. .................. 95
v
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
ABSTRAK
Cicilia Meir issa Vitr i, 0943010230, Konstr uksi Sosial Gender Pada Tokoh Wanita Dalam Film
( Studi Analisis Semiotik Film Tentang Konstr uksi Sosial Gender Pada Tokoh “DR. Kar tini”
Dalam Film “ 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita” Karya Robby Er tanto )
Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita merupakan film yang disutradarai oleh Robby Ertanto dan
diproduksi pada tahun 2010 oleh Anak Negeri Film. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya
kontruksi sosial gender melalui Dr. Kartini. Penelitian ini menggunakan teori Semiotika Charless Sanders
Pierce yang membedah tanda melalui segitiga makna (triangle meaning) yaitu representament, object dan
interpretant. Dan makna diperoleh secara detail setelah diklasifikasikan berdasarkan jenis objeknya yaitu
ikon, indeks dan simbol. Metode yang dipakai adalah dengan mengelompokkan tanda menurut teori
semiotik John Fiske berdasarkan scene-scene yang berhubungan dengan konstruksi sosisal gender melalui
tokoh Dr.Kartini, kemudian dibedah menggunakan Semiotika Charles Sanders Pierce.
Dalam Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita ini terdapat beberapa scene yang menggambarkan adanya
ketidakadilan gender yang dialami beberapa pasien dari Dr.Kartini. Kaum perempuan menjadi korban
diskriminasi akibat kontruksi gender yang membagi ciri dan sifat feminitas pada perempuan dan
maskulinitas pada laki-laki. Kaum perempuan juga mengalami penindasan akibat stereotype gender yang
selalu memandang perempuan sebagai objek. Sehingga Dokter Kartini sebagai seorang dokter yang
mendengarkan berbagai keluhan pasiennya beranggapan bahwa laki-laki selalu menindas perempuan. Hal
itu membuat dia semakin ragu untuk menjalin hubungan dengan laki-laki karena ideologinya yang
beranggapan semua laki-laki itu tidak bertanggung jawab. Dokter Kartini merupakan ilustrasi pahlawan
perempuan yang berani mengakui dirinya sebagai seorang perempuan yang menentang kedtikadilan
gender demi mendapatkan hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki.
Kata Kunci : Kontruksi Sosial, Gender, Semiotika, Semiotik Charles Sanders Pierce
ABSTRACT
Cicilia Meirissa Vitri, 0943010230, Social Construction Of Gender Women Leaders In Film (Film
Studies Semiotic Analysis On The Social Construction of Gender In People " DR. Kartini" In the
movie " 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita" directed by Robby Ertanto)
7 Hati 7 Cinta 7 Wanita movie is a film directed by Robby Ertanto and produced in 2010 by
Anak Negeri Film. This study aims to investigate the social construction of gender through Dr. Kartini.
This study uses the theory of Semiotics Charless Sanders Pierce, who dissected the meaning of the sign
through the triangle (triangle meaning) is representament, object and interpretant. And the meaning is
obtained in detail after the object is classified based on the type of icon, index and symbol. The method
used is to classify signs according to John Fiske's semiotic theory is based on scene-scene related to the
construction of gender sosisal through Dr.Kartini figures, then dissected using semiotics Charles Sanders
Pierce.
In the movie of 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita, there are some scenes that depict the existence of gender
inequality experienced by some patients of Dr.Kartini. Women are victims of discrimination due to
gender construction that divides the characteristics and nature of femininity in women and masculinity in
men. Women also experience oppression due to gender stereotypes are always looking at women as
objects. So the doctor Kartini as a doctor who listens to his patients complaints assumed that men always
oppress women. It made him more hesitant to have a relationship with a man because of his ideology
which considers all men were not responsible. Doctors Kartini is a bold illustration recognizes her as a
woman who opposes injustice of gender to get the same rights and obligations as men.
Keywords: Social Construction, Gender, Semiotics, Semiotics of Charles Sanders Pierce
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Media massa adalah media komunikasi dan informasi yang
melakukan penyebaran informasi secara massal dan dapat diakses oleh
masyarakat secara massal pula (Bungin, 2006 : 72). Informasi yang
disebarkan secara massal dan dapat ditangkap oleh masyarakat secara
massal memberikan kemudahan dalam mengkonsumsi media, sehingga
media menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia. Tanpa media
dapat kita bayangkan bagaimana kehidupan manusia yang sangat butuh
akan informasi. Dewasa ini, media massa menjadi kebutuhan bagi
manusia.
Adanya media massa, seseorang dapat mengetahui informasi dari
belahan dunia meski jaraknya sangat jauh. Dalam bukunya Sosiologi
Komunikasi, (Burhan Bungin, 2006 : 86) menjelaskan sebagai agent of
change, media massa juga menjadi institusi budaya, yaitu institusi yang
setiap saat menjadi corong kebudayaan, katalisator perkembangan budaya.
Sebagai agent of change yang dimaksud adalah juga mendorong agar
perkembangan budaya itu bermanfaat bagi manusia bermoral dan
masyarakat sakinah, dengan demikian media massa juga berperan untuk
1
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2
mencegah berkembangnya budaya-budaya yang justru merusak peradaban
manusia dan masyarakatnya.
Keunggulan media massa yang dapat diakses secara massal
berkembang dan bergerak dalam lingkup budaya untuk menyampaikan
pesan kepada masyarakat (massa). Media massa mampu mengubah
kebudayaan dengan budaya baru dan media massa juga mampu mencegah
berkembangnya budaya baru yang tidak sesuai dengan budaya yang sudah
ada dengan membentuk pola pikir masyarakatnya.
Film yang merupakan bagian dari media, seperti yang dikatakan
oleh Mills menjadi pengalaman primer bagi manusia. Film, di dalamnya
kaya akan nilai budaya. Konstruksi dan geraknya tak lepas dari budaya.
Film mempunyai kekuatan dalam memperkenalkan budaya baru,
mensosialisasikan, dan menghilangkan budaya lama. Hal ini dilatar
belakangi oleh power yang dimiliki film. Dalam buku Teori Komunikasi
Massa, yang ditulis oleh John Vivian (2008 : 159) disebutkan bahwa film
bisa membuat orang tertahan, setidaknya saat mereka menontonnya, secara
lebih intens ketimbang medium lainnya. Bukan hal yang aneh jika seorang
pengulas film menyarankan agar calon penonton menyiapkan sapu tangan.
Anda tentu tak pernah mendengar saran seperti itu dari pengulas musik
dan buku.
Oey Hong Lee (dalam Sobur, 2004 : 126) misalnya, menyebutkan,
“film sebagai alat komunikasi massa yang kedua muncul di dunia,
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3
mempunyai massa pertumbuhannya pada akhir abad ke-19, dengan
perkataan lain pada waktu unsur-unsur yang merintangi perkembangan
surat kabar sudah dibikin lenyap. Ini berarti bahwa dari permulaan
sejarahnya film dengan lebih mudah dapat menjadi alat komunikasi yang
sejati, karena ia tidak mengalami unsur-unsur teknik, politik, ekonomi,
sosial dan demografi yang merintangi kemajuan surat kabar pada
pertumbuhannya pada abad ke-18 dan permulaan abad ke 19”.
Pada tanggal 24 April 1894 “The New York Times” memberitakan
dahsyatnya sambutan publik terhadap film layar lebar pertama yang
ditayangkan. Filmnya sendiri sederhana, yakni tentang dua gadis pirang
yang memperagakan tarian payung. Disebutkan bahwa masyarakat sangat
antusias menyambut tontonan baru itu. Teriakan kagum terdengar tanpa
henti. Semua hal mereka soraki, termasuk pencipta film Mr. Edison
(Rivers dan Peterson, 2003 : 60).
Pada awal dipertunjukannya film mendapat sambutan antusias dari
masyarakat. Yang dipertunjukkan adalah tarian dua orang gadis.
Munculnya film pertama, memang menjadikan sosok wanita sebagai objek
tontonan. Dalam perkembangannya film tetap menjadikan wanita sebagai
bagian utama untuk menarik penonton.
Segala kelebihan yang dimiliki oleh wanita, mungkin menjadi
inspirasi pembuat film. Dalam banyak film di dunia termasuk Indonesia,
wanita menjadi objek tontonan adalah hal yang sangat lumrah dan biasa.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
4
Bagian fisik si wanita sering menjadi daya tarik sebuah film. Belum lagi
sisi kehidupannya yang berliku, juga mampu memberi inspirasi bagi
pembuat film. Sederhananya, wanita adalah makhluk penuh sensasi yang
mengundang inspirasi.
Daya tarik film tergantung bagaimana kreatifitas insan film
berkarya. Meski dalam film itu hanya dibutuhkan pemeran laki-laki,
namun kehadiran perempuan dibutuhkan walau hanya sebagai pemeran
pendukung. Dalam perannya, sikap dan perilaku perempuan tersebut selalu
dikonstruksikan dengan tujuan menjadi pemeran yang mempunyai daya
tarik. Tujuannya, agar film mempunyai daya tarik bagi masyarakat.
Stereotype perempuan juga tidak lepas kaitannya dengan seks dan
gender, yaitu suatu konsep sosial yang berhubungan dengan pembedaan
karakter psikologis dan fungsi sosial antara perempuan dan laki-laki yang
dikaitkan dengan anatomi jenis kelaminnya (sex) (Mufid , 2009 : 281).
Stereotype perempuan adalah akibat dari konstruksi budaya. Perempuan
digambarkan sebagai seseorang berkarakter lemah lembut, memikirkan
sesuatu dengan pendekatan perasaan, lebih bodoh dari laki-laki, dan
menjadi ibu rumah tangga yang baik dengan menyelesaikan semua
pekerjaan rumah tangga. Kaum perempuan seakan-akan identik dengan
kelemahan dan ketertindasan. Tidak heran ketika pada umumnya siapa
saja yang bermaksud memotret kehidupan sosial kaum perempuan tidak
pernah lepas dari sisi – sisi yang mencerminkan kelemahan dan
ketertindasan.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
5
Satu hal menarik di tengah perkembangan media informasi dan
komunikasi serta industri perfilman yang kian pesat adalah ketika seorang
Sutradara Robby Ertanto mencoba menyajikan kenyataan sosial tentang
perempuan melalui film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita. Film 7 Hati 7 Cinta 7
Wanita adalah sebuah karya film yang awalnya adalah sebuah film pendek
yang diangkat ceritanya dari kisah nyata kemudian dibuat dalam bentuk
panjang. Film ini sebenarnya telah santer terdengar gaungnya sejak tahun
2010. Bahkan pada gelaran Festival Film Indonesia di tahun yang sama,
film ini memperoleh enam nominasi yakni Pemeran Utama Wanita
Terbaik, Pemeran Pendukung Wanita Terbaik (juara), Aktor Pendatang
Baru Terbaik, Film terbaik, Skenario Cerita Asli Terbaik dan Tata Musik
Terbaik. Dan film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita berhasil menyabet gelar di 2
(dua) nominasi, yakni dalam nominasi Pemeran Pendukung Wanita
Terbaik lewat aktornya Heppy Salma (dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita
sebagai Yanti), dan Aktor Pendatang Baru Terbaik lewat Rangga Djonet
(dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita sebagai Bambang). Selain itu film ini
juga terpilih menjadi film pembuka di ajang Indonesia Film Festival di
Australia.
Film berdurasi 94 menit ini menggambarkan kaum perempuan dari
berbagai karakter dan latar belakang sosial. Ada siswi SMP, ada yang
berprofesi sebagai pelacur, ada sosok wanita soleha dan penurut, ada yang
lemah dan tidak berkarakter, dan ada seorang dokter kandungan yang
sangat blak-blakan. Namun semua tokoh-tokoh itu memiliki kesamaan
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
6
yakni rahim. Dari masalah rahim itulah kisah ini berjalan secara apik dari
peristiwa ke peristiwa.
Dalam Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita, tokoh Dokter Kartini yang
diperankan Jajang C. Noer menjadi tokoh sentral. Sosoknya menjadi
penghubung dalam menghadirkan satu kisah dengan kisah lainnya. Alur
utama dari cerita di film ini adalah sebuah kesibukan rutin yang harus
dijalani seorang dokter kandungan bernama Dokter Kartini. Setiap hari ia
melakukan pemeriksaan kandungan dan masalah kewanitaan terhadap
beragam sosok perempuan yang datang kepadanya. Tidak cuma itu,
Dokter Kartini juga kerap terlibat obrolan yang bermuara pada latar
belakang dari pengalaman yang dihadapi pasiennya.
Dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita penggambaran karakter tokoh
Kartini (Jajang C. Noer) sebagai tokoh sentral yang menghubungkan pada
setiap tokoh yang terdapat dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita, dia juga
menjadi seseorang kaum perempuan yang memainkan peran sebagai
perempuan yang berpandangan bahwa kaum perempuan memiliki drajat
yang sama dengan kaum laki-laki di luar kodrat yang telah di buat oleh
tuhan sebagai seorang perempuan. Selain itu dia juga memperjuangkan
gerakan feminisme dengan caranya sendiri sebagai seorang dokter
kandungan.
Dia berusaha membebaskan kaum perempuan dari belenggu
kekuasaan laki-laki, yang hanya menjadikan perempuan sebagai tempat
reproduksi keturunan semata, sehingga kontrol sosial seutuhnya di pegang
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
7
oleh kaum laki-laki. Dr. Kartini merasa mampu menentukan jalan
hidupnya sendiri tanpa adanya campur tangan kaum lelaki.
Sobur (2006 : 127) mengatakan bahwa kekuatan dan kemampuan
film menjangkau banyak segmen sosial, lantas membuat para ahli
berpendapat
bahwa
film
memiliki
potensi
untuk
mempengaruhi
khalayaknya. Marcel Danesi dalam bukunya Pengantar Memahami
Semiotika Media (2010 : 23) bahkan mengatakan bahwa film telah
menjadi obat yang sempurna untuk melawan kebosanan. Akibatnya
medium film telah menjadi kekuatan besar dalam perkembangan budaya
pop yaitu budaya yang karakteristik pendefinisiannya adalah pembauran
dan percampuran seni serta pengalih perhatian secara beragam.
Berdasarkan pertimbangan itulah penulis ingin mengangkat sebuah film
dalam penelitian.
Film merupakan bidang kajian yang amat relevan bagi analisis
semiotik. Van Zoest dalam Sobur (2004 : 128) mengemukakan bahwa film
dibangun dengan tanda semata-mata. Tanda-tanda itu termasuk berbagai
system tanda yang bekerja sama dengan baik untuk mencapai efek yang
diharapkan.
Dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita ini penulis akan mengupas
berbagai masalah yang erat kaitannya dengan perempuan terutama tentang
adanya konstruksi gender pada tokoh “DR. Kartinii. Film ini menceritakan
tentang realita kaum urban yang sering menjadi korban dan mendukung
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
8
adanya konsep patriarki, konsep yang mengacu pada suatu kondisi bahwa
segala sesuatu diterima secara fundamental dan universal sebagai dominasi
kaum laki-laki. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan
peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran
dan kesempatan tersebut terjadi baik di dalam kehidupan keluarga maupun
masyarakat, yang dikarenakan oleh pencitraan terhadap perempuan dan
lakilaki. Perempuan sering kali dikenal sebagai makluk yang lemah
lembut, cantik, emosional, pasif dan keibuan, sementara laki-laki dianggap
sebagai makhluk yang kuat, agresif, dan perkasa. Sering kali pencitraan
tersebut dapat menimbulkan diskriminasi terhadap perempuan.
Untuk memahami bagaimana perbedaan gender telah melahirkan
ketidakadilan gender, diantaranya dapat dikaji melalui berbagai ekspresi
manifestasi ketidakadilan, terutama terhadap perempuan yang ada di
masyarakat, misalnya : Stereotip feminitas, Domestikisasi (Domestication)
atau Pengiburumahtanggan (Housewifization) perempuan, Marginalisasi,
dan Subordinasi perempuan, beban kerja perempuan yang lebih berat, serta
kekerasan dan pelecehan seksual
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas,
maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimanakah
Konstruksi Sosial Gender Pada Tokoh Dr.Kartini dalam Film “7 Hati 7
Cinta 7 Wanita” karya Robby Ertanto”.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
9
1.3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
Konstruksi Sosial Gender Pada Tokoh Dr.Kartini dalam Film “7 Hati 7
Cinta 7 Wanita” karya Robby Ertanto.
1.4
Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan
kontribusi dalam rangka pengembangan Ilmu Komunikasi khususnya
tentang penelitian mengenai analisis film dengan metode semiotik
film. Dan bisa menjadi bahan rujukan bagi mahasiswa yang ingin
mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai hal ini.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan kepada masyarakat
bahwa Film “7 Hati 7 Cinta 7 Wanita” sebagai salah satu film yang
mengonstruksikan kaum perempuan saat ini sehingga diharapkan dapat
menggugah kesadaran masyarakat khususnya kaum perempuan untuk
mencari penyebab sekaligus solusi masalah-masalah sosial yang kerap
dialami oleh kaum perempuan.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB II
KAJ IAN PUSTAKA
2.1
Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian pertama ini, peneliti memilih film Denias
Senandung di Atas Awan dan Laskar Pelangi . Denias Senandung di Atas
Awan mewakili kisah kehidupan anak-anak di Indonesia bagian timur
yaitu Papua, sementara film Laskar Pelangi mewakili kisah kehidupan
anak-anak di wilayah Indonesia bagian barat yaitu daerah Belitong. Selain
itu, film Denias Senandung di Atas Awan dan Laskar Pelangi
mengisahkan kehidupan anak-anak di daerah terpinggir yang selama ini
jarang ditampilkan oleh media.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan analisis
semiotik yang mengacu pada model Pierce dan kerangka analisis film John
Fiske. Dalam penelitian ini peneliti
melihat keseluruhan scene dan
mengidentifikasi bagian scene yang dianggap relevan untuk menjawab
masalah penelitian dengan menggunakan metode semiotik yang mengacu
pada model Pierce dan kerangka analisis film dari Fiske.
Penelitian ini menggunakan metode analisis semiotik Peirce. Unit
analisisnya adalah sistem tanda, yakni kostum, make up, gesture,
lingkungan, perilaku,ekspresi, ucapan dan dialog, serta cara kerja kamera
yang ada dalam film Denias Senandung di Atas Awan dan Laskar Pelangi.
Data primer diperoleh dengan menelaah tanda, lambang dan simbol yang
10
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
11
ada dan dipergunakan dalam film. Atau dengan mengambil beberapa
cuplikan gambar di film yang dianggap peneliti mengandung representasi
anak-anak film. Data sekunder didapat dari kepustakaan. Dari film Denias
Senandung di Atas Awan dan Laskar Pelangi akan dipilih adegan yang
sesuai dengan masalah yang akan diteliti dan ditandai bagian-bagian
penting dan dapat digunakan untuk analisis data selanjutnya. Data yang
terkumpul kemudian akan dimaknai dan diinterpretasikan oleh peneliti
dengan memasukkan kedalam pembagian level analisis Fiske, yaitu, level
realitas, level representasi dan level ideologi.
Ideologi yang terdapat dalam film ini adalah ideologi mengenai
politik dan ekonomi yang menekankan pentingnya perjuangan kelas
bawah dalam masyarakat. Film ini menceritakan adanya tembok-tembok
birokrasi yang mengkotak-kotak kan kesempatan dan harapan, terutama
kesempatan anak-anak buruh atau anak nelayan untuk bisa bersekolah.
Dengan segala keterbatasan, kemiskinan dan diskriminasi yang dialami,
anak-anak Laskar Pelangi mampu berprestasi. Lebih dari itu, nilai-nilai
tentang agama, akhlak serta budipekerti juga direpresentasikan lewat anakanak Laskar Pelangi. Dimana, kecerdasan tidak hanya dilihat dari nilainilai dan angka-angka saja, melainkan budi pekerti, akhlak serta
agamanya.
Anak-anak dalam film Denias Senandung di Atas Awan dan
Laskar Pelangi digambarkan sama-sama mengalami diskriminasi dan
marjinalisasi. Dalam film Denias Senandung di Atas Awan, anak-anak
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
12
digambarkan mengalami diskriminasi terkait dengan etnisitas, sementara
anak-anak dalam film Laskar Pelangi mengalami diskriminasi karena
perbedaan kelas. Namun digambarkan bahwa prestasi pendidikan anakanak yang sekolah di daerah terpencil juga tidak bisa diabaikan. Lewat
anak-anak ini juga digambarkan diskriminasi-diskriminasi yang dialami
terkait dengan perbedaan suku ataupun golongan yang ada di Indonesia.
Dalam penelitian kedua ini, peneliti mencoba untuk meneliti aspek
semiotik yang terkandung dalam film The Dark Knight melalui penonjolan
tokoh antagonis dari karakter joker. The Dark Knight adalah film genre
dengan tindakan dan karakter antagonis adalah joker. Joker dianggap
sebagai simbol yang mewakili kejahatan, dan simbol ditunjukkan melalui
karakter Joker. Karakter jahat, kejam atau berdarah dingin yang disertai
dengan penampilan khas seorang penjahat melekat pada diri seorang joker.
Penelitian ini menggunakan metode analisis semiotika Roland
Barthes, analisis semiotik dengan dua konsep yaitu denotatif dan konotatif.
Penelitian yang peneliti lakukan ini tetap berpedoman pada pendekatan
kualitatif dan menggunakan analisis semiotik. Penelitian ini membahas
mengenai penonjolan karakter antagonis dalam sebuah film. Dengan
menggunakan metode analisis semiotik Roland Barthes yang didalamnya
terdapat aspek denotasi dan konotasi yang akan menghasilkan mitos lalu
peneliti menambahkan dengan urutan analisis film dari John Fiske yang
mencakup tiga aspek yaitu, Reality, Representation dan Ideologi.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
13
Pada film The Dark Knight, joker ditonjolkan sebagai tokoh
dengan karakter antagonis. Karakter antagonis tersebut dibuktikan dengan
perilaku joker yang jahat. Joker dalam film ini merupakan penjahat yang
digambarkan sebagai seorang psikopat. Analisis semiotik Roland Barthes
dan dilanjutkan dengan analisis tiga level dari John Fiske, dapat
disimpulkan bahwa joker ditonjolkan sebagai tokoh antagonis yang
berbeda dengan kebiasaan Western Film, dimana dalam Shot Size biasanya
ditampilkan Long Shot, namun dalam film The Dark Knight,Joker sering
ditampilkan Close Up. Tidak hanya itu, Joker adalah penjahat yang
berbeda pada umumnya, ia melakukan kejahatan bukan untuk mencari
uang tetapi hanya untuk eksistensi sebagai penjahat sejati dengan melawan
hokum dan menciptakan kekacauan dikota Gotham.
2.2
Landasan Teori
2.2.1 Definisi Film
Film juga dianggap sebagai media massa karena ia merupakan alat
yang digunakan untuk mengomunikasikan suatu muatan yang mempunyai
kepentingan awam. Disamping itu, jumlah audiensnya bersifat massa,
beragam dan luas.
Film hadir sebagai bagian kebudayaan massa yang muncul seiring
dengan perkembangan masyarakat perkotaan dan industri. Sebagai bagian
dari budaya massa yang popular, film adalah sebuah seni yang sering
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
14
dikemas untuk dijadikan sebagai komoditi dagang bagi para pelaku bisnis.
Hal ini tentu sangat beralasan, karena film dikemas untuk dikonsumsi
dalam jumlah yang sangat besar. Karakter film sebagai media massa
mampu membentuk semacam visual public consensus. Hal ini disebabkan
karena isi film tersebut berhubungan langsung dengan nilai-nilaiyang
hidup dimasyarakat dan selera publik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
film merupakan sebuah potret atau gambaran dari masyarakat terhadap
pembuatan film itu sendiri. Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat, dan memproyeksinya ke dalam layar
lebar, Irawanto dalam (Alex Sobur, 2002 : 127).
Film sebagai alat komunikasi massa yang kedua muncul di dunia
mempunyai massa pertumbuhannya pada akhir abad ke 19 dengan
perkataan lain pada waktu unsur-unsur yang merintangi perkembangan
surat kabar yang dibikin lenyap. Ini berarti bahwa dari permulaan
sejarahnya, film lebih mudah dapat menjadi alat komunikasi yang sejati,
karena ia tidak mengalami unsur teknik, politik, ekonomi, sosial, dan
demografi
yang
merintangi
kemajuan
surat
kabar
pada
masa
pertumbuhannya dalam abad ke-18 dan permulaan abad ke-19. Film
mencapai masa puncaknya di antara perang dunia I dan perang dunia II,
namun merosot tajam setelah tahun 1945, seiring dengan munculnya
medium televisi (Oey Hong Lee dalam Sobur, 2003 : 26).
Pengertian film menurut Undang-undang nomor 33 tahun 2009
tentang permasalahan, pasal I. Film adalah karya seni budaya yang
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
15
merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat
berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat
dipertunjukkan.
Film adalah gambar bergerak yang terbuat dari celluloid
transparent dalam jumlah banyak, dan apabila digerakkan melalui cahaya
yang kuat akan tampak seperti gambar yang hidup (Siregar, 1985 : 9),
McQuail menyatakan fungsi hiburan film sebagai berikut :
“Film berperan sebagai sarana baru yang digunakan untuk
menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulunya serta
menyajikan cerita, peristiwa, music, drama, lawak, serta tehnis lain kepada
masyarakat umum. Kehadiran film merupakan respon penemuan waktu
luang diluar jam kerja dan jawaban terhadap kebutuhan menikmati waktu
luang secara hemat dan sehat bagi semua anggota keluarga. (McQuail,
1994 : 13).
Film sebagai media massa memiliki kelebihan antara lain dalam
hal jangkauan, relism, pengaruh emosional, dan popularitas yang hebat.
Film juga memiliki kelebihan dalam segi kemampuannya, yaitu dapat
menjangkau sekian banyak orang dalam waktu singkat, dan mampu
memanipulasi kenyataan tanpa kehilangan kredibilitas (McQuail, 1994 :
14).
2.2.2 Film Sebagai Komunikasi Massa
Komuikasi Massa adalah komunikasi melalui media massa
modern, yang meliputi surat kabar, yang mempunyai sirkulasi yang luas,
siaran radio dan televisi yang ditunjukkan kepada umum, dan film
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
16
dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop. Mengapa hanya dibatasi di
media tersebut? Jawaban terhadap pertanyaan tersebut adalah karena
media itulah yang paling sering menimbulkan masalah dalam semua
bidang
kehidupan
dan
semakin
lama
semakin
canggih
akibat
perkembangan teknologi, sehingga senantiasa melakukan pengkajian yang
seksama (Effendy, 2003 : 79).
Dalam komunikasi massa film dengan televisi mempunyai sifat
yang sama yaitu audio visual, bedanya mekanik atau non elektronik dalam
proses komunikasinya dan rekreatif-edukatif persuasif atau non informatif
dalam fungsinya. Dampak film bagi khalayak sangat kuat dalam
menimbulkan efek afektif, karena medianya berkemampuan untuk
menanamkan kesan, layarnya untuk menayangkan cerita relatif besar,
gambarnya jelas, dan suaranya yang keras dalam ruangan yang gelap
membuat suasana penonton mencekam.
“Film sebagai media massa memiliki kelebihan antara lain dalam
hal jangkauan, realism, pengaruh emosional, dan popularitas yang hebat.
Film juga memiliki kelebihan dalam segi kemampuannya, yaitu dapat
menjangkau sekian banyak orang dalam waktu singkat, dan mampu
memanipulasi kenyataan tanpa kehilangan kredibilitas”. (McQuail, 1994 :
14)
Menurut, Wright komunikasi massa memiliki empat fungsi
(Wiryanto, 2000 : 11) yaitu :
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
17
a. Surveillance, menunjuk pada fungsi pengumpulan dan penyebaran
informasi mengenai kejadian-kejadian dalam lingkungan, baik diluar
maupun didalam masyarakat. Fungsi ini berhubungan dengan apa yang
disebut Handling News.
b. Correlation, meliputi fungsi interpretasi pesan yang menyangkut
lingkungan dan tingkah laku tertentu dalam mereaksi kejadiankejadian, fungsi di identifikasikan sebagai fungsi editorial dan
propaganda.
c. Transmissions, menunjuk pada fungsi mengkomunikasikan informasi,
nilai-nilai dan norma sosial budaya dari satu generasi kegenerasi yang
lain, atau dari anggota-anggota masyarakat kepada pendatang baru.
Fungsi ini di identifikasikan sebagai fungsi pendidikan.
d. Entertainment, menunjuk pada kegiatan-kegiatan komunikatif yang
dimaksudkan untuk member hiburan tanpa mengahrapkan efek-efek
tertentu.
Menurut Joseph V. Maschelli dalam Maarif (2005 : 27), film
secara struktur terbentuk dari sekian banyak shot, scene dan sequence.
Tiap shot membutuhkan penempatan kamera pada posisi yang paling baik
bagi pandangan mata penonton dan bagi setting serta action pada satu saat
tertentu dalam perjalanan cerita, itulah sebabnya seringkali film disebut
gabungan dari gambar-gambar yang dirangkai menjadi satu kesatuan utuh
yang bercerita kepada penontonnya. Rangkaian gambar-gambar ini biasa
dikenal sebagai montase visual (Visual Montage).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
18
Penuturan film adalah sebuah rangkaian kesinambungan cerita
(Image) yang berubah, yang menggambarkan kejadian-kejadian dari
berbagai sudut pandang. Rangkaian yang merupakan penyadapan sebebasbebasnya dari media dan seni yang sudah ada, seni lukis, fotografi, musik,
novel, drama panggung bahkan arsitektur.
Berdasarkan situs Wikipedia Indonesia, menurut Sergei Eisentein,
tanggal kelahiran film secara resmi adalah 20 Desember 1895, yakni
sewaktu Lumiere bersaudara mendemonstrasikan untuk pertama kali
penemuan mereka di muka khalayak ramai di Grand Café, Paris. Saat itu
pula lahirlah sebuah tontonan yang menakjubkan.
Fenomena perkembangan film yang begitu cepat dan tak
terprekdisikan membuat film kini disadari sebagai fenomena budaya yang
progresif. Bukan saja oleh negara-negara yang memiliki industri film
besar, tapi juga oleh negaranegara yang baru akan memulai industri
filmnya.
Dalam sejarah perkembangan film terdapat tiga tema besar dan
satu atau dua tonggak sejarah yang penting (McQuail, 1987 : 13). Tema
pertama ialah pemanfaatan film sebagai alat propaganda. Tema ini penting
terutama dalam kaitannya dengan upaya pencapaian tujuan aslinya dan
masyarakat. Hal tersebut berkenaan dengan pandangan yang menilai
bahwa film memiliki jangkauan, realisme, pengaruh emosional, dan
popularitas yang hebat. Kedua tema lainnya dalam sejarah film ialah
munculnya beberapa aliran seni film (Huaco dalam McQuail, 1987 : 51)
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
19
dan lahirnya aliran film dokumentasi sosial. Kedua kecenderungan
tersebut merupakan suatu penyimpangan dalam pengertian bahwa
keduanya hanya menjangkau minoritas penduduk dan berorientasi ke
realisme. Terlepas dalam hal itu, keduanya mempunyai kaitan dengan
tema “film sebagai alat propaganda”.
Sebagai komunikasi massa, film dimaknai sebagai pesan yang
disampaikan dalam komunikasi filmis yang memahami hakikat, fungsi dan
efeknya. Sedang dalam praktik sosial, film dilihat tidak sekedar ekspresi
seni pembuatnya, tetapi interaksi antar elemen-elemen pendukung, proses
produksi, distribusi maupun eksebisinya, bahkan lebih jauh dari itu,
perspektif ini mengasumsikan interaksi antara film dengan idelogi serta
kebudayaan dimana film diproduksi dan dikonsumsi.
Turner dalam Maarif (2005 : 11) mengatakan bahwa film tidak
mencerminkan atau merekam realitas sebagai medium representasi yang
lain, ia mengkonstruksi dan menghadirkan kembali gambaran dari realitas
melalui kodekode, konvensi-konvensi dan ideologi kebudayaannya.
Seperti halnya media komunikasi massa yang lain, film terlahir
sebagai sesuatu yang tidak bisa lepas dari akar lingkungan sosialnya.
Media massa merupakan sebuah bisnis, sosial, budaya, sekaligus
merupakan sebuah politik. Dalam konteks hubungan media dan publik,
seperti halnya media massa yang lain, film juga menjalankan fungsi utama
media massa seperti yang dikemukakan oleh Laswell dalam Mulyana
(2007 : 37) sebagai berikut:
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
20
1. The Surveillance of the environment. Artinya media massa mempunyai
fungsi sebagai pengamat lingkungan, yaitu sebagai pemberi informasi
tentang hal-hal yang berada di luar jangkauan penglihatan masyarakat
luas.
2. The correction of the parts of society to the environment. Artinya
media massa berfungsi untuk melakukan seleksi, evaluasi dan
interpretasi informasi. Dalam hal ini peranan media adalah melakukan
seleksi mengenai apa yang pantas dan perlu unuk disiarkan.
3. The transmission of the social heritage from one generation to the
next. Artinya media merupakan sarana penyampaian nilai dan warisan
sosial budaya dari satu generasi ke generasi lainnya. Fungsi ini
merupakan fungsi pendidikan oleh media massa.
Disamping itu film sebagai media komunikasi massa mengenal
pula beberapa fungsi komunikasi sebagai berikut:
a. Hiburan, film hiburan adalah film dengan sasaran utamanya adalah
untuk memberikan hiburan kepada khalayaknya dengan isi cerita film,
geraknya, keindahannya, suara dan sebagainya agar penonton
mendapat kepuasan secara psikologis. Film-film seperti inilah yang
biasanya diputar di bisokop dan ditayangkan di televisi.
b. Penerangan,
film penerangan adalah
film
yang
memberikan
penjelasan kepada penonton tentang suatu hal atau permasalahan,
sehingga penonton mendapat kejelasan atau paham tentang hal tersebut
dan dapat melaksanakannya.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
21
c. Propaganda, film propaganda adalah film dengan sasaran utama untuk
mempengaruhi penonton, agar penonton menerima atau menolak ide
atau barang, membuat senang atau tidak senang terhadap sesuatu,
sesuatu dengan keinginan si pembuat film. Film propaganda biasa
digunakan dalam kampanye politik atau promosi barang dagangan.
2.3
Konsep Gender
Gender pertama kali diperkenalkan oleh Robert Stoller (1968)
untuk memisahkan pencirian manusia yang didasarkan pada pendefinisian
yang bersifat sosial budaya dengan ciri-ciri fisik, biologis dan ilmu sosial,
orang yang sangat berjasa dalam mengembangkan istilah dan pengertian
gender adalah Ann Oakley (1972) yang mengartikan gender sebagai
kontruksi sosial atau atribut yang dikenakan pada manusia yang dibangun
oleh kebudayaan manusia.
Gender bukanlah sifat bawaan bersama dengan kelahiran manusia,
atau yang biasa disebut jenis kelamin, tetapi gender dibentuk sesudah
kelahiran, yang kemudian dikembangkan dan diinternalisasikan oleh
masyarakat, oleh karena itu pandangan masyarakat sangatlah menentukan
keberadaan terutama mengenai hubungan antara laki-laki dengan
kelelakiannya dan perempuan dengan keperempuanannya.
Gender adalah interpretasi mental dan cultural terhadap perbedaanperbedaan kelamin dan hubungan laki-laki dan perempuan. Kadangkadang interpretasi mental ini lebih merupakan keadaan ideal daripada apa
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
22
yang sesungguhnya dilakukan dan dapat dilihat. Gender biasanya
digunakan untuk menunjukkan pembagian kerja yang dianggap tepat bagi
para pria dan wanita. Sering kali kegiatan didefinisikan sebagai milik lakilaki atau perempuan yang diorganisasikan dalam hubungan saling
ketergantungan (Ihromi, 1995 : 171)
Gender merupakan konsep sosial, istilah feminine dan maskulin
yang berkaitan dengan istilah Gender sejumlah karakteristik psikologis
dan perilaku yang berkaitan dengan sejumlah karakteristik psikologis dan
perilaku yang secara kompleks telah dipelajari (Ihrom, 1995 : 70)
Konsep Gender, merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum
laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun
cultural. Misalnya perempuan dikenal lemah lembut, emosional, lemah
lembut, keibuan, sementara juga ada perempuan yang kuat, rasional,
perkasa.
Gender terdiri dari beberapa elemen :
a. Peranan Gender, yaitu peranan sosial yang ditentukan oleh perbedaan
kelamin.
b. Pembagian Kerja Gender, yaitu pola pembagian kerja dimana pria dan
wanita
melakukan
jenis
kerja
tertentu
sering
menimbulkan
ketimpangan yang merugikan.
c. Diskriminasi Gender, yaitu system sosial dan budaya, peraturanperaturan serta hukum dalam
masyarakat
yang
berdasarkan jenis kelamin.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
melegitimasi
23
d. Ketimpangan struktural gender, yaitu system diskriminasi gender
dipengaruhi oleh adanya legitimasi oleh adat, peraturan administrasi
ataupun perundang-undangan (Fakih, 1995 : 2-30)
Pemahaman maupun pembedaan antara konsep seks dan konsep
gender sangatlah diperlukan dalam melakukan analisis untuk memahami
persoalan-persoalan ketidakadilan sosial baik yang menimpa kaum lakilaki maupun perempuan. Hal ini disebabkan karena ada kaitan erat antara
perbedaan gender (gender differences) dan ketidakadilan (gender
inequalities) dengan struktur ketidakadilan masyarakat secara lebih luas.
Seringkali gender disama artikan dengan seks. Maka dari itu, untuk
memahami konsep gender perlu mengetahui perbedaan antara Seks dan
Gender. Pengertian seks yaitu perbedaan organ biologis laki-laki dan
perempuan khususnya pada bagian reproduksi. Seks merupakan ciptaan
tuhan, bersifat kodrat, tidak dapat berubah, tidak dapat ditukar, berlaku
sepanjang zaman dan diaman saja. Sedangkan pengertian Gender yaitu
perbedaan peran, fungsi, dan tanggungjawab laki-laki dan perempuan hasil
konstruksi sosial. Gender merupakan “buatan” manusia, tidak bersifat
kodrat, dapat berubah, dapat ditukar, tergantung waktu dan budaya
setempat. (hhtp://www.scribd.com/doc/2591144/-Konsep-Gender)
Atau bisa juga dikatakan, gender adalah kontruksi sosial dan
kodifikasi perbedaan antarseks. Konsep ini merujuk pada hubungan sosial
antara perempuan dan laki-laki. Gender merupakan rekayasa sosial, tidak
bersifat universal dan memiliki identitas yang berbeda-beda yang
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
24
dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya, etnik, adat istiadat, golongan, faktor sejarah, waktu dan tempat
serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. (Subandy, 2007 : 6-7)
Dalam upaya mengubah perilaku seseorang terhadap pemahaman
gender, ada beberapa istilah yang perlu diketahui :
1. Buta Gender (gender blind), yaitu kondisi/keadaan seseorang yang
tidak memahami tentang pengertian/