Studi Deskriptif Mengenai Gratitude pada Lansia yang Tinggal di Panti Wreda di Bandung.

(1)

ABSTRAK

Gratitude adalah penghayatan individu bahwa hal-hal yang baik terjadi dalam hidupnya, dan menyadari bahwa orang lain juga ikut berkontribusi dalam berbagai hal baik yang diterima individu. Penelitian ini menggunakan teori Gratitude dari Watkins (2014) dengan tujuan untuk memeroleh gambaran derajat gratitude pada lansia yang tinggal di Panti Wreda di Bandung.

Responden dalam penelitian ini berjumlah 31 orang lansia dari empat Panti Wreda yang tersebar di kota Bandung. Responden dipilih berdasarkan teknik purposive sampling dan memenuhi kriteria sampel penelitian. Berdasarkan uji validitas dan reliabilitas, terdapat 33 item yang dinyatakan valid (dapat digunakan) dengan koefisien validitas berkisar antara 0,300-0,701, dan dinyatakan reliable dengan koefisien reliabilitas 0,758.

Berdasarkan hasil pengolahan data secara statistik diketahui bahwa sebanyak 16 responden (51,6%) memiliki derajat gratitude yang rendah dan sebanyak 15 responden (48,4%) memiliki derajat gratitude yang tinggi.

Kesimpulan yang diperoleh adalah mayoritas lansia memiliki derajat gratitude yang rendah. Berdasarkan hasil penelitian ini, komponen gratitude secara berturut-turut dari tinggi sampai rendah adalah sense of abundance dan appreciation for others, kemudian appreciate simple pleasures. Peneliti mengajukan saran bagi penelitian berikutnya untuk mencari faktor yang lebih spesifik dengan responden yang berada di Panti Wreda dan melakukan penelitian dalam bentuk korelasi ataupun pengaruh gratitude dengan variabel psikologi positif lainnya.


(2)

ABSTRACT

Gratitude is appreciation of people that good things happen in life and realize that others also contribute to the good things received individual. This research uses the theory of Gratitude from Watkins (2014) with the aim to obtain an overview degree of gratitude to the elderly who live in Hospice in Bandung.

Respondents in this study amounted to 31 elderly people from the four Hospice in Bandung. Respondents were selected by purposive sampling and which meet the criteria of the study sample. Based on validity and reliability, exist 33 items declared valid (usable) with validity coefficients ranged from 0,300-0,701, and otherwise reliable with a reliability coefficient of 0,758.

Based on the results of data processing is statistically known that as many as 16 respondents (51.6%) had a low degree of gratitude and as many as 15 respondents (48.4%) have a high degree of gratitude.

The conclusion is that the majority of elderly have a low degree of gratitude. Based on these results, the components gratitude consecutively from high to low is a sense of abundance and appreciation for others, then appreciate simple pleasures. Researchers propose suggestions for subsequent research to explore factors more specific to respondents in Hospice and conduct research in the form of correlation or the influence of gratitude with other positive psychological variables.


(3)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR BAGAN ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 10

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 10

1.3.1 Maksud Penelitian ... 10

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Kegunaan Penelitian ... 10

1.4.1 Kegunaan Teoretis ... 10

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 11

1.5 Kerangka Pemikiran ... 11

1.6 Asumsi ... 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 20


(4)

2.1.1 Pengertian Gratitude ... 20

2.1.2 Tiga Komponen Dasar Gratitude ... 21

2.1.3 Faktor Gratitude ... 22

2.1.4 Manfaat Gratitude ... 24

2.1.5 Panduan Teori Untuk Memahami Karakteristik Orang yang Bersyukur ... 25

2.1.6 Gender dan Gratitude ... 26

2.1.7 Karakteristik Orang yang Bersyukur ... 27

2.1.8 Faktor yang Menghambat Gratitude ... 28

2.2 Lansia ... 29

2.2.1 Perkembangan Fisik ... 30

2.2.2 Perkembangan Kognitif ... 32

2.2.3 Perkembangan Sosioemosi ... 33

2.2.4 Masa Peralihan Menuju Masa Tua ... 34

2.3 Panti Wreda ... 35

2.3.1 Pengertian Panti Wreda ... 35

2.3.2 Fungsi Panti Wreda ... 36

2.3.3 Tujuan Panti Wreda ... 36

2.3.4 Jenis-jenis Panti Wreda Berdasarkan Kepemilikan ... 36

2.3.5 Klasifikasi Kegiatan Panti ... 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38

3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 38


(5)

3.2.1 Variabel Penelitian ... 39

3.2.2 Definisi Operasional ... 39

3.3 Alat Ukur ... 40

3.3.1 Alat Ukur Gratitude ... 40

3.3.2 Prosedur Pengisian ... 41

3.3.3 Sistem Penilaian ... 41

3.3.4 Data Pribadi dan Data Penunjang ... 43

3.3.5 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 43

3.3.5.1 Validitas Alat Ukur ... 43

3.3.5.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 45

3.4 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 45

3.4.1 Populasi Sasaran ... 45

3.4.2 Karakteristik Sampel ... 45

3.4.3 Teknik Penarikan Sampel ... 45

3.5 Teknik Analisis Data ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 47

4.1 Gambaran Umum Responden ... 47

4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 47

4.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 48

4.1.3 Gambaran Responden Berdasarkan Pekerjaan Terakhir ... 49

4.2 Hasil Penelitian ... 50


(6)

4.2.2 Tabulasi Silang Antara Derajat Gratitude dengan Setiap Komponen Gratitude ... 52

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 54

4.4 Diskusi ... 64

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 67

5.1 Simpulan ... 67

5.2 Saran ... 67

5.2.1 Saran Teoretis ... 67

5.2.2 Saran Praktis ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69


(7)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Kerangka Pemiikiran ... 18 Bagan 3.1 Rancangan Penelitian ... 38


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur Gratitude Sebelum dan Sesudah Validitas ... 40

Tabel 3.2 Kisi-kisi Alat Ukur Gratitude ... 41

Tabel 3.3 Skor Jawaban Alat Ukur Gratitude ... 41

Tabel 3.4 Kategori Gratitude ... 42

Tabel 3.5 Kategori Tinggi dan Rendah untuk Setiap Komponen Dasar ... 43

Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas ... 44

Tabel 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 47

Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 48

Tabel 4.3 Gambaran Responden Berdasarkan Pekerjaan Terakhir ... 49

Tabel 4.4 Derajat Gratitude pada Responden yang Tinggal di Panti Wreda ... 50

Tabel 4.5 Derajat Gratitude Berdasarkan Komponen Dasar ... 51

Tabel 4.6 Tabulasi Silang Antara Gratitude dengan Komponen Dasar Sense of Abundance ... 52

Tabel 4.7 Tabulasi Silang Antara Gratitude dengan Komponen Dasar Appreciated simple Pleasure ... 53

Tabel 4.8 Tabulasi Silang Antara Gratitude dengan Komponen Dasar Appreciations for Others ... 54


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Kuesioner Gratitude ... L-1 Lampiran 2: Alat Ukur Asli dan Alat Ukur Try Out ... L-7 2.1 Alat Ukur Asli ... L-7 2.2 Alat Ukur Try Out ... L-10 Lampiran 3: Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... L-14 3.1 Validitas Alat Ukur ... L-14 3.2 Reliabilitas Alat Ukur ... L-15 Lampiran 4: Tabulasi Silang Gratitude Dengan Faktor-faktor Yang Memengaruhi

Gratitude ... L-16 Lampiran 5: Hasil Skor Mentah ... L-17


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Menjadi tua merupakan suatu fase yang terjadi dalam kehidupan manusia, saat seseorang telah melewati tahap dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa, dan sekarang menjadi tua. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh (Dewi, 2015). Orang yang sudah menjadi tua atau menua biasanya disebut lansia (lanjut usia). Menurut Santrock (2011), masa lansia adalah bagian dari masa dewasa akhir yang dimulai dari usia 60 tahun hingga hampir mencapai 120 atau 125 tahun atau hingga saat kematian. Definisi ini sejalan dengan definisi dari World Health Organization (WHO) menetapkan lansia merupakan orang-orang yang berusia 60 tahun keatas, dan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia (Dewi, 2015).

Pada usia ini, lansia mengalami beberapa perubahan baik fisik maupun psikologis. Perubahan fisik ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut yang mulai memutih, pendengaran dan penglihatan yang kurang jelas, serta gerakan yang melambat. Secara psikologis, lansia mengalami kemunduran dalam daya ingat seperti menjadi sering lupa, atensi yang mulai berkurang, memiliki ketakutan akan menjadi korban dari kejahatan, dan lansia lebih sering berorientasi pada masa lampaunya. Selain perubahan-perubahan tersebut, lansia juga mengalami beberapa masalah dengan keadaan sosial seperti mengurangi partisipasi dalam organisasi, adanya stereotip negatif, dan kepribadian yang penuh kehati-hatian terhadap masyarakat (Santrock, 2011).

Perubahan fisik maupun psikologis yang disebabkan oleh adanya penurunan sistem kekebalan tubuh lansia dapat menjadi pemicu timbulnya berbagai penyakit. Penyakit yang


(11)

2

dialami lansia ini dapat memengaruhi keberfungsian tubuh lansia tersebut misalnya memengaruhi pikiran, perasaan, maupun tingkah laku lansia. Dalam saat yang sama, perasaan yang negatif terhadap dirinya akan mudah muncul ketika melihat kondisinya yang buruk. Selain perubahan fisik, perubahan psikososial juga dapat berakibat pada penarikan diri lansia dari peran sosial di lingkungan sekitarnya. Kemunduran fungsi tubuh dan berkurangnya peran di masyarakat bagi lansia dapat membuat emosi yang labil, mudah tersinggung, gampang merasa dilecehkan, kecewa, tidak bahagia, perasaan kehilangan dan tidak berguna (Akhmadi, dalam Prihastita, 2014).

Menurut Hawari (dalam Cahyawati, dkk, 2008) masyarakat saat ini mengalami pergeseran nilai dan menganggap keberadaan lansia menjadi beban bagi keluarga maupun masyarakat, sehingga tidak ada tempat bagi lansia dalam struktur keluarga inti. Selain itu, menurut Kemensos Indonesia lansia yang tidak terbiayai (yang tidak memiliki pensiun) lebih banyak dibandingkan dengan lansia yang mendapatkan jaminan hari tua. Hal ini membuat lansia yang tidak terbiayai cukup menjadi beban ketika tinggal bersama anaknya yang sudah berkeluarga (www.detik.com). Ketidakmampuan keluarga lansia dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapai para lansia, dapat menyebabkan para lansia dititipkan di Panti Wreda (Erlangga, 2011). Terdapat berbagai macam alasan lain yang mendasari lansia untuk tinggal di panti werda misalnya atas anjuran dari keluarga, teman, ataupun lingkungan sosialnya serta atas keinginannya sendiri.

Pengertian Panti Wreda dalam Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial & Direktorat Bina Pelayanan Sosial Lanjut Usia (2004) adalah unit pelaksanaan teknis kegiatan pelayanan sosial kepada lansia untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka secara layak melalui pemberian penampungan yaitu penempatan lansia di dalamnya, jaminan hidup seperti makanan dan pakaian, pemeliharaan kesehatan, pengisian waktu luang termasuk rekreasi, bimbingan sosial, mental serta agama, sehingga mereka dapat menikmati hari tuanya


(12)

3

dengan diliputi ketentraman lahir dan batin. Lansia yang tinggal di Panti Wreda mendapat pemenuhan kebutuhan dasar (pangan, sandang, dan papan) dari pihak Panti Wreda tersebut, namun mereka tetap merindukan dapat menikmati sisa hidupnya dengan tinggal bersama keluarga. Walaupun adanya perasaan tersebut, namun lansia masih bisa merasa bersyukur dengan kehidupan yang mereka jalani di Panti Wreda.

Terdapat berbagai jenis panti Wreda di Bandung, baik yang didirikan oleh pemerintah, maupun yang didirikan oleh pihak swasta atau yayasan tertentu. Dari beberapa Panti Wreda yang di datangi oleh peneliti, terlihat berbagai karakteristik dari lansia yang tinggal di panti-panti tersebut. Ada panti-panti yang menampung lansia dengan latar belakang ekonomi lemah dan tidak punya tempat tinggal, ada panti yang menerima lansia dengan kondisi yang sehat dan mau tinggal di panti atas kemauan sendiri, ada panti yang menerima lansia dengan syarat ada orang yang bertanggung jawab membiayai lansia tersebut, serta ada panti yang menampung lansia yang ekonomi lemah dan menderita penyakit.

Salah satu Panti Wreda yang ada di Bandung, yaitu Panti Wreda “X” merupakan sebuah organisasi berbadan hukum yang bergerak dalam bidang pelayanan kesejahteraan sosial bagi para lansia. Tugas pokok dari Panti Wreda “X” adalah memberikan pelayanan, bimbingan keagamaan, keterampilan serta pelayanan bimbingan dalam bentuk fisik, mental, dan sosial. Berdasarkan hasil wawancara kepada wakil ketua panti, penghuni Panti Wreda

“X” ini semuanya berjenis kelamin perempuan dan berjumlah 30 orang lansia yang berusia 65

tahun sampai 92 tahun dengan latar belakang yang berbeda-beda, baik pendidikan, pekerjaan, maupun status sosial-ekonomi. Panti Wreda “X” ini cukup terkenal dan sering dikunjungi oleh institusi-institusi lain, misalnya dari sekolah, dari lembaga-lembaga sosial, dan dari

beberapa universitas. Menurut wakil ketua panti, hampir setiap bulan Panti Wreda “X” ini

mendapat kunjungan dari institusi-institusi tersebut, baik untuk kegiatan amal maupun untuk pendidikan.


(13)

4

Lansia yang masuk ke Panti Wreda ini tidak membayar biaya hidupnya selama tinggal

di panti. Sebelum lansia masuk dan tinggal di Panti Wreda “X”, pihak panti menetapkan dua

syarat yaitu lansia berusia minimal 60 tahun dan dalam kondisi sehat artinya tidak lumpuh, tidak memiliki penyakit menular, dan lansia tersebut mandiri. Lansia yang baru masuk menjalani masa percobaan selama satu tahun. Biasanya lansia yang diterima di panti ini adalah lansia-lansia yang datang atas keinginan sendiri, anak-anak tidak mampu mengurus lansia tersebut, keadaan ekonomi yang lemah, tidak punya pensiun, ataupun tidak memiliki keluarga. Kegiatan yang sering dilakukan oleh lansia di panti ini berupa senam yang dilakukan setiap hari Selasa dan Rabu, pengajian setiap hari Senin, Jumat, dan Sabtu, terapi yang dilakukan setiap hari Rabu dan kemudian dilanjutkan bermain angklung, dan terakhir ada pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sekali dalam sebulan. Lansia yang tinggal di panti ini juga mendapatkan uang saku untuk seminggu yang didapatkan dari Dinas Sosial kota Bandung.

Berbeda dengan Panti Wreda “X”, Panti Wreda “Y” dan Panti Wreda “Z” menampung lansia dengan kondisi fisik apapun dan ada orang yang bertanggung jawab terhadap lansia tersebut yang dititipkan di panti. Kedua panti ini melayani setiap kebutuhan lansia mulai dari makan, mencuci pakaian, serta memandikan lansia yang sudah tidak mandiri. Kedua panti ini tidak memiliki kegiatan rutin seperti Panti Wreda “X”. Alasan lansia tinggal di Panti “Y” dan “Z” pun berbeda dari panti “X”. Lansia Panti Wreda “Y” ada yang dengan keinginan sendiri ingin tinggal di panti tersebut, ada juga yang dititipkan oleh anak, dan ada lansia yang dibawa oleh Dinas Sosial ke Panti Wreda “Y”. Lansia yang tinggal di Panti Wreda “Z” ada yang dibawa atau dititipkan oleh pemuka agama, ada yang dititipkan oleh anak, serta ada lansia yang tinggal atas kemauan sendiri.

Latar belakang lansia yang tinggal di Panti berbeda-beda. Dari hasil survei terhadap lansia di ketiga panti, sebagian besar lansia penghuni panti adalah lansia dengan tingkat


(14)

5

pendidikan SD sampai SMK, dan ada beberapa yang tidak bersekolah. Pekerjaan yang ditekuni sebelum tinggal di Panti antara lain sebagai pembantu, petani, guru, dan, serta ada beberapa yang tidak memiliki pekerjaan. Beberapa lansia merasa senang dengan pekerjaannya, tetapi ada juga yang tidak terlalu senang. Dua orang lansia yang bekerja sebagai pembantu merasa senang dengan pekerjaannya dikarenakan selama bekerja lansia diperlakukan dengan baik dan dianggap sebagai keluarga oleh majikan mereka. Beberapa lansia lain merasa tidak senang dengan pekerjaannya karena dari pekerjaan tersebut lansia merasa tidak memeroleh “tunjangan” untuk masa tua sekarang ini. Lansia-lansia yang tinggal di Panti ada yang masih memiliki keluarga, ada juga yang sudah tidak memiliki keluarga inti, maupun sanak saudara lainnya. Lansia yang tidak memiliki keluarga sering merasa kesepian, dan merasa sangat senang ketika ada yang datang menjenguk seperti tamu atau mahasiswa yang sedang melakukan Praktek Kerja Lapangan.

Terdapat beberapa lansia yang tinggal di Panti sangat senang ketika ada orang yang berkunjung dan mengajak lansia bercengkerama. Dari hasil observasi dan wawancara, lansia-lansia tersebut merasa senang dan nyaman ketika ada yang menanyakan kabar mereka, menanyakan bagaimana kisah hidup lansia dan mengapa lansia memilih tinggal di Panti, bahkan lansia dengan sendirinya menceritakan konflik yang dialami lansia ketika tinggal di Panti. Bagi lansia yang tidak memiliki keluarga, perhatian dari orang lain merupakan hal yang penting dan membuat lansia tidak merasa kesepian untuk sementara waktu.

Menurut Parwati Soepangat (dalam Cahyawati, dkk, 2008), lansia yang dititipkan di Panti Wreda memiliki sisi positif tetapi juga sisi negatif. Dilihat dari sisi positif, lingkungan panti dapat memberikan kesenangan tersendiri bagi lansia karena di lingkungan tersebut terdapat lansia yang juga memiliki tingkat usia yang sebaya sehingga kebersamaan ini dapat mengubur rasa kesepian yang biasanya dialami lansia. Sisi negatifnya, jauh di lubuk hati mereka merasa jauh lebih nyaman berada dekat dengan keluarganya. Berdasarkan hasil


(15)

6 wawancara terhadap empat orang lansia di Panti Wreda “X”, keempat orang lansia tersebut mengatakan merasa senang tinggal di panti karena mereka memiliki teman-teman dengan usia yang sebaya dan merasa kebutuhan akan makan, minum, dan pakaian sudah terpenuhi. Tetapi tiga dari empat orang tersebut juga mengatakan bahwa terkadang mereka merindukan anak-anak dan cucu mereka, dan ingin sering dikunjungi oleh keluarga.

Ketika lansia tinggal di Panti Wreda terkadang lansia mengalami beberapa masalah diantaranya adalah kesepian, keterasingan dari lingkungan, ketidakberdayaan, ketergantungan, keterlantaran terutama bagi lansia yang miskin serta kurangnya dukungan dari anggota keluarga. Lansia dengan kondisi fisik yang lemah mengalami ketergantungan pada pengurus panti maupun sesama lansia lainnya dalam hal mengurus diri seperti lansia harus dimandikan, diberi makan, maupun ditopang ketika berjalan. Bagi lansia yang tidak memiliki keluarga maupun jarang dikunjungi oleh keluarga, sering menimbulkan rasa kesepian dan merasa diterlantarkan oleh anak.

Masalah-masalah yang telah dipaparkan pada paragraf sebelumnya dapat mengakibatkan depresi yang dapat menghilangkan kebahagiaan, hasrat, harapan, ketenangan pikiran dan kemampuan untuk merasakan ketenangan hidup, hubungan yang bersahabat dan bahkan menghilangkan keinginan menikmati kehidupan sehari-hari (Partini, dalam Erlangga, 2011). Namun ketika lansia memiliki rasa syukur, maka stres ataupun depresi dapat berkurang. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Krause (2006) yang menunjukkan bahwa efek stres terhadap kesehatan akan berkurang jika lansia merasa lebih bersyukur kepada Tuhan, dan syukur sebenarnya membantu melindungi terhadap gangguan psikologis serta diprediksi menurunkan gejala depresi lansia (Krause, 2009).

Rasa syukur merupakan salah satu bagian dari psikologi positif yang mana dapat membantu lansia dalam mencapai successful aging. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan adanya rasa syukur dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis pada lansia.


(16)

7

Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Sheldon & Lyubomirsky (2006) menunjukkan bahwa rasa syukur yang tinggi dapat meningkatkan kebahagiaan pada individu. Hasil penelitian tersebut juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Seligman dkk. (2005) yang menunjukkan bahwa salah satu indikator yang menyebabkan berkurangnya depresi dan meningkatkan kebahagiaan adalah rasa syukur yang tinggi.

Rasa syukur (gratitude) merupakan kecenderungan seseorang menunjukan respon terhadap segala yang terjadi di sekitarnya dengan adanya rasa terima kasih terhadap orang lain. Menurut Emmons dan Larson (2001) rasa syukur dapat diperoleh berupa saran dari orang lain, organisasi yang diikuti, hadiah, pengakuan dari teman, pemberian bantuan yang dibutuhkan, manfaat dari alam, atau dari kehidupan rohani (dalam Emmons dan McCullough, 2004). Gratitude menurut Watkins (2014) penghayatan individu bahwa hal-hal yang baik terjadi dalam hidupnya, dan mengakui bahwa orang lain juga ikut berkontribusi dalam berbagai hal baik yang diterima individu.

Gratitude penting bagi lansia mengingat perubahan yang dialami oleh lansia dapat mengurangi efektifitas lansia dalam melakukan penyesuaian diri yang mengakibatkan lansia sulit mencapai kesejahteraan psikologis, tetapi ketika lansia memiliki rasa syukur maka dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis. Gratitude pada lansia dapat membantunya untuk menerima perubahan yang terjadi dalam hidupnya dan memberikan mereka rasa bahagia. Bono dan McCullough (dalam Rhodenizer, 2014) mengungkapkan bahwa gratitude sebagai pelindung terhadap gangguan kejiwaan dan gratitude berkorelasi negatif dengan kebencian dan depresi.

Penelitian Isnaeni (2012) mengenai rasa bahagia lansia yang tinggal dipanti wreda ditunjukkan dengan penerimaan diri yang positif terhadap keadaan dengan ikhlas dan bersyukur atas apa yang telah para lansia miliki saat ini. Sebuah hasil penelitian yang dilakukan oleh Ishak (2013) menunjukan bahwa 92% lansia di sebuah institusi sosial


(17)

8

memiliki tingkat gratitude yang tinggi yang ditunjukkan dengan mengikuti kegiatan sosial seperti donor darah, membantu kaum duafa, saling membantu sesama anggota dan kegiatan sosial lainnya. Selain kegiatan sosial, lansia di institusi sosial ini sering melakukan berbagai pertemuan rutin antara lain, menghadiri acara tembang kenangan, menari, pengajian, dan jalan sehat.

Hasil penelitian skripsi yang dilakukan oleh Ishak (2013) sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Emmons dan McCullough (2004) bahwa orang-orang yang bersyukur tidak hanya menunjukkan keadaan mental yang lebih positif misalnya antusias, tekun, dan penuh perhatian, tetapi juga lebih murah hati, peduli, dan membantu orang lain. Individu yang mampu bersyukur atas pengalaman hidupnya, baik pengalaman positif atau negatif lebih menunjukkan perilaku positif daripada mereka yang tidak melakukan hal tersebut (McCullough, Tsang & Emmons, 2004). Selain berguna untuk psikologis lansia, gratitude juga dapat berguna untuk kesehatan tubuh lansia. Studi yang dilakukan oleh Emmons dan McCullough (2004) menunjukkan syukur memperkuat sistem kekebalan tubuh, menurunkan tekanan darah, mengurangi gejala penyakit, dan membuat kurang terganggu oleh rasa sakit dan nyeri.

Penelitian ini menggunakan teori gratitude dari Watkins (dalam Watkins 2014). Gratitude dapat dilihat dari tiga komponen dasar yang dikemukakan oleh Watkins yaitu a) adanya rasa kelimpahan yang kuat dan hanya sedikit merasa kekurangan, yang artinya seseorang merasa sudah berkecukupan dalam hidupnya, (b) menghargai hal-hal sederhana yang membuat seseorang merasa senang, dan (c) menghargai dan mengakui penting untuk mengungkapkan penghargaan terhadap orang lain.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap empat orang yang tinggal di Panti Wreda “X” Bandung, sebanyak tiga dari empat orang lansia merasa kebutuhannya (berupa makanan, pakaian, dan tempat tinggal) sudah terpenuhi, mereka berterima kasih dan merasa senang


(18)

9

menerima pemberian dari pengurus panti, keluarga, maupun tamu-tamu yang datang berkunjung. Sebanyak satu dari empat orang lansia merasa hidupnya belum berkecukupan karena menurutnya hidup berkecukupan adalah ketika ia memiliki rumah, pensiunan, dan masih punya peninggalan yang bisa diberikan kepada anak. Namun ia berterima kasih masih diberikan kesehatan, makanan, pakaian, dan tempat tinggal, serta lansia tersebut menerima setiap pemberian dari orang lain baik pemberian yang sesuai maupun tidak sesuai dengan keinginannya. Kebahagiaan yang dirasakan para lansia yang tinggal di panti wreda meliputi kebutuhan sandang, papan dan pangan yang tercukupi serta adanya kunjungan-kunjungan dari para tamu (dermawan, institusi, pelajar) maupun keluarga. Hal–hal inilah yang membuat lansia bahagia serta merasa senang untuk tinggal di panti.

Selain itu, dari hasil wawancara juga didapatkan bahwa terdapat dua orang lansia yang merasa bahwa beberapa teman di Panti Wreda “X” merasa diperlakukan dengan tidak adil. Lansia yang pertama mengatakan bahwa beberapa kali dituduh oleh temannya melakukan hal yang sebenarnya tidak dilakukan, dan membuat lansia pertama ini ditegur oleh pengurus panti. Lansia yang kedua mengatakan bahwa teman-temannya di Panti Wreda “X” merasa diperlakukan dengan tidak adil karena lansia kedua sering mendapatkan sesuatu yang lebih dari pihak panti, misalnya makanan yang diberikan dalam porsi lebih karena lansia kedua telah membantu membersihkan lingkungan panti. Dari hasil wawancara ini dapat dilihat bahwa walaupun lansia-lansia ini bersyukur, tetapi ada beberapa hal yang membuatnya mengeluh dengan keadaan sekitar.

Berdasarkan fenomena yang telah dipaparkan dan melihat pentingnya gratitude pada lansia, maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai gratitude pada lansia yang tinggal di Panti Wreda di Bandung.


(19)

10

1.2 Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui bagaimana gambaran derajat gratitude pada lansia yang tinggal di Panti Wreda di Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Untuk memperoleh gambaran gratitude pada lansia yang tinggal di Panti Wreda di Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk memperoleh gambaran derajat gratitude pada lansia yang tinggal di Panti Wreda di Bandung yang dilihat dari tiga komponen yaitu sense of abundance, appreciate simple pleasure, dan appreciations for others.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

1.4.1.1 Memberi masukan bagi ilmu Psikologi khususnya pada bidang kajian Psikologi Positif mengenai rasa syukur (gratitude). Selain memberi masukan pada bidang kajian Psikologi Positif, penelitian ini juga dapat memberi masukan bagi kajian Psikologi perkembangan maupun Psikologi Klinis mengenai lansia.

1.4.1.2 Memberi informasi bagi peneliti lain yang ingin meneliti atau melakukan penelitian lebih lanjut tentang gratitude, khususnya pada lansia.


(20)

11

1.4.2 Kegunaan Praktis

1.4.2.1 Memberikan informasi kepada para lansia tentang gratitude agar dapat menerima setiap perubahan yang terjadi pada lansia, dan menghargai setiap pemberian yang diterima dengan cara melakukan sosialisasi pada lansia.

1.4.2.2 Memberikan informasi kepada para pengurus yang berada di Panti Wreda mengenai gratitude sebagai bahan evaluasi panti agar dapat memahami lansia dan untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi para lansia.

1.5 Kerangka Pemikiran

Lansia adalah orang-orang dengan usia 60 tahun ke atas. Pada usia ini, lansia mengalami perubahan fisik seperti rambut yang mulai beruban, penglihatan yang mulai kabur, dan gerakan-gerakan yang mulai melambat misalnya berjalan. Selain fisik terdapat juga perubahan psikologis seperti lansia mulai menjadi sering lupa dan atensinya yang mulai berkurang. Terdapat juga perubahan sosial pada lansia seperti mengurangi partisipasi dalam organisasi, adanya stereotip negatif, dan kepribadian yang penuh kehati-hatian terhadap masyarakat (Santrock, 2011).

Fungsi kognitif lansia mengalami kemunduran pada kecepatan lansia dalam memroses informasi yang lansia terima dan perhatian (atensi) lansia yang berkurang dibandingkan dengan individu pada tahap perkembangan dewasa awal, serta kapasitas working memory menjadi lebih terbatas (Santrock, 2011). Meskipun lansia mengalami penurunan dalam pemrosesan informasi yang lansia terima dan kapasitas working memory yang terbatas, lansia masih mampu mengingat bagian-bagian dari masa lalunya. Lansia mampu mengingat kembali berbagai hal yang pernah lansia alami di dalam hidupnya seperti keluarganya, pekerjaannya, pengalaman-pengalaman yang menyenangkan maupun pemberian-pemberian yang lansia terima.


(21)

12

Kehidupan sosio-emosional lansia juga mengalami penurunan. Adanya perasaan-perasaan keterasingan, kesepian, mudah tersinggung, dan adanya ketakutan akan kematian menjadi tanda penurunan kemampuan fungsi sosio-emosi pada lansia. Namun semakin lansia aktif dan terlibat dalam suatu aktivitas, semakin besar kemungkinan lansia akan merasakan kepuasan dalam kehidupannya seperti puas akan keluarganya, kesehatan, maupun kondisi kehidupannya saat ini. Dalam hal ini, ketersediaan layanan bagi lansia dapat mengubah pandangan lansia terhadap lingkungan disekitar lansia dan lebih memungkinkan lansia untuk berperan aktif, serta membuat lansia menghilangkan pandangan negatif misalnya pandangan bahwa dirinya dianggap sebagai individu yang tidak mampu. Lansia dapat merasakan kepuasan hidup apabila menghayati kondisi kehidupannya baik dan menyenangkan misalnya berupa peristiwa hidup yang dialami, benda/pemberian, maupun sesuatu yang berasal dari orang lain yaitu dukungan atau empati. Adanya dukungan atau dorongan dari orang-orang sekitar lansia dapat menimbulkan kepuasan hidup lansia dan perasaan positif dalam dirinya sendiri. Selain itu, lansia akan lebih menghargai hidupnya dan keberadaan orang lain.

Lansia yang tinggal di Panti Wreda juga mengalami perubahan-perubahan seperti yang telah dipaparkan diatas. Ketika tinggal di Panti Wreda, lansia mendapat pemenuhan kebutuhan fisik (pangan, sandang, dan papan) dari pihak Panti Wreda tersebut. Beberapa masalah yang dapat dialami lansia Panti Wreda adalah kesepian, keterasingan dari lingkungan, ketergantungan, keterlantaran terutama bagi lansia yang miskin serta kurangnya dukungan dari anggota keluarga. Beberapa kondisi lainnya yang dialami lansia terkait dengan tugas perkembangan lansia antara lain kemunduran dan keterbatasan fisik yang memicu penghayatan lansia bahwa dirinya memiliki kerentanan untuk menjadi korban dari kejahatan (Santrock, 2011). Lansia yang seperti ini akan lebih mungkin untuk menutup diri dari orang lain dan tidak mempercayai orang lain.


(22)

13

Hal-hal yang telah dipaparkan diatas dapat menimbulkan depresi pada lansia. Depresi pada lansia dapat menghilangkan kebahagiaan, bahkan menghilangkan keinginan menikmati kehidupan sehari-hari (Partini, dalam Erlangga, 2011). Akan tetapi jika lansia memiliki rasa syukur, maka efek stres akan berkurang (Krause, 2006) dan dapat meningkatkan kesejahteraan subjektif (Watkins, 2014), serta lansia dapat menunjukkan keadaan mental yang lebih positif (Emmons dan McCullough, 2004).

Watkins (2014) berpendapat bahwa rasa syukur (gratitude) dialami ketika seseorang menegaskan bahwa sesuatu yang baik terjadi padanya, dan mengakui bahwa orang lain sebagian besar berkontribusi atas pemberian yang individu terima. Dari definisi ini terdapat dua aspek psikologis yaitu aspek kognitif dan aspek emosi. Aspek kognitif terlihat ketika lansia mengingat kembali, mengevaluasi dan menilai hal-hal apa saja yang pernah lansia terima atau yang pernah lansia alami dalam hidupnya. Setelah lansia mengevaluasi dan menilai berbagai hal yang lansia alami, maka lansia menghayati (aspek emosi) bahwa hal-hal yang lansia alami patut untuk disyukuri baik itu hal-hal yang baik maupun yang buruk, karena lansia memandangnya secara positif.

Gratitude pada lansia Panti Wreda dapat dilihat melalui tiga komponen dasar yang dikemukakan oleh Watkins (2014), yaitu: sense of abundance, appreciate simple pleasures, dan appreciation for others. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa untuk bisa mengalami rasa syukur maka lansia Panti Wreda harus mengingat kembali berbagai hal yang pernah lansia alami di masa yang sudah berlalu, kemudian lansia mengevaluasi bagaimana hal-hal tersebut terjadi dan bagaimana lansia menjalaninya. Dalam proses ini, lansia menggunakan kemampuan berpikirnya yang sudah mulai terbatas dan mengalami beberapa kemunduran daya ingat untuk menggali lagi ingatan-ingatan di masa lampau. Bisa saja lansia tidak bisa mengingat kembali semua kejadian yang dialami, tetapi beberapa bagian dari pengalaman hidupnya dapat diingat dengan baik. Setelah lansia mengingat kembali dan


(23)

14

mengevaluasi, lansia akan menilai hal-hal baik maupun hal-hal yang buruk secara positif sehingga lebih mungkin untuk merasa bersyukur.

Komponen pertama yaitu sense of abundance memperlihatkan bahwa seseorang yang grateful harus mempunyai rasa kelimpahan yang kuat dan sedikit rasa kekurangan. Lansia yang tinggal di Panti Wreda akan Lansia Panti Wreda dikatakan memiliki gratitude apabila lansia memiliki rasa kelimpahan dalam hidup mereka, lansia merasa bahwa kehidupan memperlakukan mereka dengan baik, adil, dan tidak merasa kehilangan sesuatu yang pantas untuk mereka terima. Lansia merasa bahwa hidup mereka berkecukupan walaupun hanya sedikit hal yang mereka miliki. Sense of abundance pada lansia akan ditunjukkan lewat perasaan bahwa hidupnya beruntung sama seperti hidup orang lain, tidak merasa bahwa orang lain seringkali menghalanginya untuk maju, merasa mendapatkan apa yang patut untuk didapatkan, percaya bahwa dirinya adalah orang yang beruntung, dan merasa bahwa hal baik banyak terjadi padanya.

Lansia yang memiliki derajat yang tinggi pada komponen ini tidak memiliki pikiran untuk membandingkan apa yang tidak dimilikinya dengan apa yang dimiliki oleh orang lain. Derajat pada komponen ini akan menjadi rendah ketika lansia hidup dengan pemikiran perbandingan seperti yang dipaparkan sebelumnya, dan ketika lansia mempersepsi diri sebagai korban. Persepsi diri sebagai korban berarti bahwa lansia tidak mampu melihat dan merasakan hidupnya berkelimpahan dan tidak mampu menimbulkan apresiasi dalam pikirannya tentang apa yang sudah lansia peroleh (Emmons, 2007).

Selanjutnya komponen yang kedua yaitu appreciate simple pleasures memperlihatkan bahwa individu yang cenderung memiliki grateful yang tinggi harus mengapresiasi sebuah kesenangan yang sederhana, artinya individu menghargai hal-hal kecil yang dapat membuatnya senang. Lansia Panti Wreda dikatakan memiliki gratitude apabila lansia menghargai setiap kesenangan walaupun itu kecil, dan menghargai setiap manfaat yang lansia


(24)

15

peroleh dari hari ke hari. Appreciate simple pleasure pada lansia panti ditunjukkan lewat menikmati waktu bersama teman-teman sesama penghuni panti, berterima kasih ketika ada yang menjenguk lansia, merasa senang ketika ada yang membantunya, dan menghargai pemberian yang diterima setiap hari baik berupa makanan, minuman, maupun kesehatan.

Lansia dengan komponen appreciate simple pleasures yang tinggi tidak mencari kesenangan dari peristiwa-peristiwa yang besar karena bagi mereka hidup ini adalah tentang bagaimana lansia menghargai dan menikmati hari-hari yang dilalui. Satu hal yang penting dari komponen ini yaitu kesibukan atau aktivitas sehari-hari dapat menjadi faktor penghambat lansia mengalami gratitude apabila lansia terlalu sibuk dan tidak mempunyai waktu untuk mengingat kebaikan atau mengabaikan kebaikan yang ia terima.

Komponen yang terakhir yaitu appreciation for others memperlihatkan bahwa individu yang grateful dapat dikarakteristikan sebagai orang yang menghargai orang lain. Lansia Panti Wreda dikatakan gratitude apabila lansia juga memberikan apresiasi kepada orang lain, yaitu lansia mengakui bahwa orang lain ikut berkontribusi dalam kehidupan mereka, dan mengakui penting untuk mengekspresikan penghargaan mereka terhadap orang lain. Penghargaan lansia Panti Wreda terhadap orang lain dapat dilihat ketika lansia bersyukur atas keluarga dan teman yang dimiliki, berterima kasih atas dukungan yang diberikan oleh keluarga dan teman, bersyukur atas pemberian dari pihak panti, dan merasa penting untuk berterima kasih kepada orang lain disekitarnya yang telah berkontribusi dalam berbagai hal yang telah didapat oleh lansia, serta menghargai setiap pemberian yang diberikan baik itu sesuai maupun tidak sesuai dengan harapannya.

Komponen appreciation for others ini menunjukkan bahwa lansia hidup bukan hanya untuk dirinya sendiri. Artinya, lansia yang sudah menerima kebaikan atau pemberian yang bermanfaat tidak hanya menyimpan kebaikan itu untuk dirinya sendiri, melainkan lansia akan membagikannya kepada orang lain. Inilah bentuk gratitude yang dapat ditunjukkan oleh


(25)

16

lansia. Lansia yang memiliki gratitude akan memiliki perilaku prososial yaitu menolong orang lain karena lansia juga ditolong oleh orang lain, lansia juga memiliki empati terhadap orang lain, serta lansia memiliki rasa percaya kepada orang lain. Hal ini sejalan dengan penjelasa Santrock (2011) yang mengatakan bahwa lebih banyak lansia yang tertarik dan ikut menjadi sukarelawan dalam sebuah kegiatan menunjukkan bahwa mereka lebih sehat dan lebih bahagia.

Gratitude pada lansia Panti Wreda selain dapat dilihat dari tiga komponen yang telah disebutkan, juga dipengaruhi oleh faktor penilaian kognitif yang terdiri dari recognizing the gift, recognizing the goodness of the gift, recognizing the goodnes of the giver, dan recognizing the gratuitousness of the gift. Faktor yang pertama yaitu recognizing the gift berarti bahwa untuk dapat merasakan gratitude lansia Panti Wreda pertama-tama harus mengakui telah merasakan bahwa manfaat memang terjadi dalam kehidupannya. Ketika lansia menyadari dan mengakui bahwa ia menerima hal-hal yang baik dalam hidupnya, hal ini dapat meningkatkan sense of abundance lansia tersebut.

Faktor yang kedua yaitu recognizing the goodness of the gift berarti bahwa lansia Panti Wreda mengakui kebaikan dari pemberian yang mereka terima. Dalam hal ini, ketika lansia merasa menerima manfaat dari pemberian yang mereka terima, maka lansia semakin mengalami gratitude. Faktor yang ketiga yaitu recognizing the goodnes of the giver berarti bahwa lansia Panti Wreda mengakui bahwa menerima kebaikan dari pemberi dan mampu melihat niat baik dari pemberi. Hal penting dari faktor ini yaitu gratitude terlihat ketika lansia panti sebagai penerima pemberian merasa bahwa pemberian diberikan untuk kebaikan mereka. Ketika lansia mampu melihat dan mengakui kebaikan yang ia terima dari sang pemberi, maka akan meningkatkan komponen appreciation for others dan lansia semakin merasa gratitude.


(26)

17

Faktor yang terakhir yaitu recognizing the gratuitousness of the gift berarti bahwa lansia Panti Wreda akan cenderung merasa lebih bersyukur atas manfaat yang diterimanya bila bersifat diluar dugaan, dibandingkan dengan manfaat yang memang diharapkannya. Lansia Panti Wreda akan lebih merasa gratitude ketika menilai manfaat yang diterimanya melampaui harapan mereka maupun melebihi dari harapan sang pemberi.

Lansia dikatakan memiliki gratitude yang tinggi apabila ketiga komponen ini bila ditotalkan menghasilkan skor yang tinggi. Lansia dengan gratitude yang tinggi akan memunculkan perilaku seperti menghargai setiap hal yang lansia terima dari pihak panti, para pengunjung panti, maupun keluarga dan menunjukkan rasa terima kasih terhadap pemberian tersebut. Selain setiap pemberian yang diterima, lansia juga bersyukur atas keluarga, pendidikan, kesehatan, dan tetap merasa berkecukupan walaupun hanya memiliki sedikit hal.

Sebaliknya, lansia Panti Wreda dikatakan memiliki derajat gratitude yang rendah apabila komponen-komponen dasar diatas jika ditotalkan memiliki skor yang rendah. Lansia memiliki gratitude yang rendah menunjukkan perilaku seperti bersungut-sungut, tidak mau menerima pemberian yang tidak sesuai dengan keinginannya, dapat juga berupa tidak menghargai teman sebaya dan pengurus panti yang telah mengurusnya, dan merasa bahwa orang lain sering menghalanginya untuk maju, maupun merasa tidak diperlakukan dengan adil ketika tinggal di Panti Wreda.

Lebih jelas mengenai dinamika dari penelitian ini dapat dilihat melalui bagan pada halaman berikutnya


(27)

18

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran Faktor Penilaian Kognitif: 1. recognizing the gift 2. recognizing the goodness

of the gift

3. recognizing the goodnes of the giver

4. recognizing the

gratuitousness of the gift.

Gratitude Lansia Panti

Wreda di Bandung

Tinggi

Rendah Tiga komponen dasar:

1. Sense of Abundance

2. Appreciate simple Pleasure 3. Appreciation for Others


(28)

19

1.6 Asumsi

Asumsi penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Lansia Panti Wreda di Bandung ada yang memiliki derajat gratitude yang tinggi dan ada juga lansia yang memiliki derajat gratitude yang rendah.

2. Gratitude pada lansia Panti Wreda di Bandung dipengaruhi oleh faktor penilaian kognitif yang terdiri dari recognizing the gift, recognizing the goodness of the gift, recognizing the goodnes of the giver, dan recognizing the gratuitousness of the gift.

3. Gratitude pada lansia Panti Wreda di Bandung dapat dilihat dari 3 komponen dasar yaitu sense of abundance, appreciated simple pleasures, dan appreciation for others.


(29)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data, hasil penelitian, dan pembahasan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Presentase menunjukkan bahwa lansia memiliki derajat gratitude yang cenderung tinggi dan derajat gratitude yang cenderung rendah.

2. Terdapat dua komponen dasar gratitude yang paling tinggi yaitu sense of abundance dan appreciations for others.

3. Komponen dasar gratitude yang paling rendah adalah appreciated simple pleasures. 4. Gratitude pada lansia Panti Wreda di Bandung dipengaruhi oleh faktor penilaian

kognitif yang terdiri dari recognizing the gift, recognizing the goodness of the gift, recognizing the goodnes of the giver, dan recognizing the gratuitousness of the gift. 5. Faktor yang paling memengaruhi gratitude yaitu faktor recognizing the goodness of

the giver.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, beberapa saran yang dapat diberikan bagi peneliti selanjutnya adalah:

1. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam melakukan penelitian tentang gratitude.

2. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk menambah variabel lain seperti faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi maupun yang dapat meningkatkan gratitude.


(30)

68

3. Bagi peneliti selanjutnya disarankan agar meneliti dengan jumlah sampel yang lebih banyak agar dapat lebih menggambarkan gratitude pada lansia yang tinggal di Panti Wreda.

5.2.2 Saran Praktis

Bagi lansia dan pihak Panti Wreda yang ada di Bandung, berikut beberapa saran yang dapat disampaikan terkait penelitian mengenai gratitude pada lansia yang tinggal di Panti Wreda di Bandung:

1. Bagi para lansia yang tinggal di Panti Wreda disarankan untuk selalu mensyukuri setiap hal yang terjadi dalam kehidupannya, dan tidak mengeluh, Lansia juga disarankan untuk lebih sering mengingat atau merenungkan hal-hal yang menyenangkan dalam hidupnya dan tidak memikirkan pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan secara berlebihan ataupun mengkhawatirkan masa yang akan datang. Lansia disarankan lebih berinteraksi dan bekerja sama dengan sesama teman lansia di panti.

2. Bagi pihak panti Panti Wreda, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dan bahan pertimbangan dalam meningkatkan kualitas pelayanan bagi lansia dalam bidang perawatan, kesehatan, maupun keharmonisan antar lansia. Pihak Panti Wreda dapat mengkoordinir tugas-tugas lansia dengan jadwal kegiatan setiap hari dan membuat lansia agar tidak pasif. Pihak Panti Wreda juga dapat membangun kerja sama dengan institusi-institusi tertentu misalnya dengan Universitas dalam program Pengabdian Masyarakat, dengan Apotik dalam penyediaan obat-obatan untuk lansia, maupun Rumah Sakit untuk ketersediaan tenaga dokter dan perawatan medis lainnya.


(31)

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI GRATITUDE PADA LANSIA YANG

TINGGAL DI PANTI WREDA DI BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh sidang sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung

Oleh:

VENSCA GRETHILIA MELATAWUN

NRP: 1130163

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG


(32)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih dan penyertaan-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tujuan pembuatan skripsi ini adalah dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Skripsi semester X tahun akademik 2015-2016 di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, dengan judul: Studi Deskriptif Mengenai Gratitude Pada Lansia Yang Tinggal di Panti Wreda di Bandung.

Dalam menyusun skripsi ini, peneliti banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang berupa dukungan, saran, serta kritik. Untuk itu peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Irene P. Edwina, M.Si., psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

2. Dr. Irene Tarakanita, M.Si., psikolog. selaku dosen pembimbing utama yang telah bersedia memberikan waktu, perhatian, dan bimbingannya selama proses pembuatan skripsi ini.

3. Roseilla Nora Izaach, S.Psi., MA. selaku dosen pembimbing pendamping yang telah meluangkan waktu, perhatian, dan bimbingannya selama proses pembuatan skripsi ini.

4. Keempat Panti Sosial Tresna Wreda di Bandung yang telah mengizinkan dan bekerja sama dengan peneliti dalam menyelesaikan skripsi.

5. Semua lansia yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga menjadi responden dalam penelitian ini.

6. Komisi lansia GKI Pasirkaliki yang dengan senang hati membantu mengisi kuesioner untuk menentukan validitas dan reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini


(33)

7. Kedua orang tua terkasih dan oma Tin yang selalu memberikan doa, Patrick, opa dan oma terkasih, opa Fred yang membantu mencari referensi untuk penelitian ini. Untuk mereka yang selalu mendukung dan mendoakan untuk kelancaran studi dan pembuatan skripsi dari awal sampai akhir.

8. Pak Paulus yang membantu memberikan masukan mengenai alat ukur, dan Ibu Sum yang selalu memberikan nasihat dalam mengerjakan skripsi ini.

9. Agnes, Claudia, Erdita, Fine, Odi, Rosy, Wulan, Caroline, Vicanada dan teman-teman lainnya yang telah memberi banyak bantuan dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

10. Seluruh staff perpustakaan atas bantuan dan pelayanannya untuk menyediakan buku-buku refrensi yang peneliti butuhkan selama mengerjakan skripsi.

11. Pihak-pihak yang telah banyak membantu peneliti yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.

Peneliti menyadari bahwa tugas penelitian ini masih banyak kekurangan. Untuk itu peneliti mengharapkan saran-saran dan masukan dari pembaca. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Bandung, November 2016 Peneliti

Vensca Grethilia Melatawun NRP 1130163


(34)

DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Sofia Rhosma. (2015). Buku ajar keperawatan gerontik. Yogyakarta: Deepublish Emmons, Robert A., McCullough ME. (2004). The Psychology of gratitude. New York:

Oxford University Press.

Emmons, Robert A. (2007). Thanks! How the new science of gratitude can make you happier. New York: Houghton Mifflin Company.

Friedenberg, Lisa. (1995). Psychological testing: design, analysis, and use. United States: Alyn & Bacon.

Kaplan, R. M., & Sacuzzo. (2005). Psychological testing: principles, application, and issues (6th ed). Belmont: Thomson Wadsworth.

Krause, N. (2006). Gratitude toward God, stress, and health in late life. Research on Aging, 28. 163–183.

Krause, N. (2009). Religious involvement, gratitude, and change in depressive symptoms overtime. The International Journal for the Psychology of Religion, 19, 155–172. Lau, R. W. L., & Cheng S. (2011). Gratitude lessens death anxiety. European Jurnal of

Ageing, 8 (3), 169-175

Lerner, Richard M, & Hultsch, David F. (1983). Human development: A life-span Perspective. McGraw-Hill, Inc.

McAdams, D. P., & Bauer, J. J. (2004). Gratitude in modern life. Its manifestation and development. In R. A. Emmons & M. E. McCullough (Eds), The psychology of gratitude. New York: Oxford University Press.

McCullough, M. E., Tsang, J., & Emmons, R. A. (2004). Gratitude in intermediate affective terrain: Links of grateful moods to individual differences and daily emotional experience. Journal of Personality and Social Psychology, 86, 295–309. Ramirez, E., Ortega, A. R., Chamorro, A., & Colmenero, J. M. (2014). A program of

positive intervention in the elderly: memories, gratitude, and forgivness. Aging & mental health, 18 (4), 463-470.

Riduwan. (2012). Belajar mudah penelitian untuk guru-karyawan dan peneliti pemula. Bandung: Alfabetha.

Santrock, John W. (2011). Life span development. perkembangan masa hidup. Edisi ketigabelas. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Seligman, M. E. P., Steen, T. A., Park, N., & Peterson, C. (2005). Positive psychology progress: Empirical validation of interventions. American Psychologist.


(35)

70

Sheldon, K. M., & Lyubomirsky, S. (2006). How to increase and sustain positive emotion: The effects of expressing gratitude and visualizing best possible selves. Journal of Positive Psychology, 1, 73–82.

Siegel, Sidney. (1997). Statistik non parametrik untuk ilmu sosial. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Sugiyono. (2013). Metode penelitian pendidikan (pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan r&d). Bandung: Alfabetha

Watkins, Phillip C., Grimm, Dean L., & Kolts, Russell. (2004). Counting your blessing: positive memories among grateful persons. Eastern Washington University

Watkins, Philip C. (2014). Gratitude and the good life. toward a psychology of appreciation. New York: Springer.


(36)

DAFTAR RUJUKAN

Badan Pusat Statistika Indonesia (2015). Statistik penduduk lanjut usia 2014. (https://www.bps.go.id/index.php/publikasi/1117 diakses pada 04 Juli 2016)

Cahyawati, Ratna., Sukarti, Dr., Indahria, Rr. 2008. Perbedaan makna hidup pada lansia yang tinggal di panti werdha dengan yang tinggal bersama keluarga (Online). (http://psychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi-00320144.pdf diakses pada 10 Agustus 2015)

Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehanilitas Sosial dan Direktorat Bina Pelayanan Sosial

Lanjut Usia. (2004). (Online).

(https://kemsos.go.id/modules.php?name=glosariumkesos dan http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00191-DI%20Bab2001.pdf diakses pada 30 Juni 2015)

Erlangga, Sarvatra Wari. (2011). Jurnal subjective well-being pada lansia penghuni panti jompo (Online).

(http://publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1050/1/10504164.pdf diakses pada 22 November 2015)

Hidayat, Sianiwati, S, dkk. 2015. Panduan penulisan skripsi sarjana. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Ishak, Fivin Fadhliyah J. S. (2013). Hubungan antara rasa syukur dengan kesejahteraan psikologis pada lanjut usia (Online).

(http://psikologi.ub.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/jurnal1.pdf diakses pada 06 April 2015)

Isnaeni, Hilda D. (2012). Kebahagiaan lansia yang tinggal di panti wreda (Online). (http://eprints.ums.ac.id/20299/24/09._NASPUB.pdf diakses pada tanggal 26 April 2016)

Kementrian Sosial: Banyaknya jumlah lansia menambah beban ekonomi dan sosial. http://finance.detik.com/read/2016/05/23/143735/3215598/4/kemensos-banyaknya-jumlah-lansia-menambah-beban-ekonomi-dan-sosial diakses pada 12 Juni 2016) Prihastita. (2014). Elderly health care public health care (Online).

(https://www.academia.edu/9191738/Elderly_Health_care_Public_health_care_servic es_and_nursing_home_ diakses pada 26 November 2015)

Rhodenizer, Z. (2014). Flourishing in later life: a positive psychology training for care-workers. Master of Education- Counseling Psychology.

Watkins, Philip C. (2003). Gratitude Resentment and Appreciation Test (GRAT) (Revised GRAT and Short Form GRAT (Online). (http://www.midss.ie/content/gratitude-resentment-and-appreciation-test-grat-revised-grat-and-short-form-grat diakses pada 12 Oktober 2015)


(37)

72

World Health Organization. Definition of an Older or Elderly Person (Online).

(http://www.who.int/healthinfo/survey/ageingdefnolder/en/ diakses pada 28 November 2015)


(1)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih dan penyertaan-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tujuan pembuatan skripsi ini adalah dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Skripsi semester X tahun akademik 2015-2016 di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, dengan judul: Studi Deskriptif Mengenai Gratitude Pada Lansia Yang Tinggal di Panti Wreda di Bandung.

Dalam menyusun skripsi ini, peneliti banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang berupa dukungan, saran, serta kritik. Untuk itu peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Irene P. Edwina, M.Si., psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

2. Dr. Irene Tarakanita, M.Si., psikolog. selaku dosen pembimbing utama yang telah bersedia memberikan waktu, perhatian, dan bimbingannya selama proses pembuatan skripsi ini.

3. Roseilla Nora Izaach, S.Psi., MA. selaku dosen pembimbing pendamping yang telah meluangkan waktu, perhatian, dan bimbingannya selama proses pembuatan skripsi ini.

4. Keempat Panti Sosial Tresna Wreda di Bandung yang telah mengizinkan dan bekerja sama dengan peneliti dalam menyelesaikan skripsi.

5. Semua lansia yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga menjadi responden dalam penelitian ini.

6. Komisi lansia GKI Pasirkaliki yang dengan senang hati membantu mengisi kuesioner untuk menentukan validitas dan reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini


(2)

7. Kedua orang tua terkasih dan oma Tin yang selalu memberikan doa, Patrick, opa dan oma terkasih, opa Fred yang membantu mencari referensi untuk penelitian ini. Untuk mereka yang selalu mendukung dan mendoakan untuk kelancaran studi dan pembuatan skripsi dari awal sampai akhir.

8. Pak Paulus yang membantu memberikan masukan mengenai alat ukur, dan Ibu Sum yang selalu memberikan nasihat dalam mengerjakan skripsi ini.

9. Agnes, Claudia, Erdita, Fine, Odi, Rosy, Wulan, Caroline, Vicanada dan teman-teman lainnya yang telah memberi banyak bantuan dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

10. Seluruh staff perpustakaan atas bantuan dan pelayanannya untuk menyediakan buku-buku refrensi yang peneliti butuhkan selama mengerjakan skripsi.

11. Pihak-pihak yang telah banyak membantu peneliti yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.

Peneliti menyadari bahwa tugas penelitian ini masih banyak kekurangan. Untuk itu peneliti mengharapkan saran-saran dan masukan dari pembaca. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Bandung, November 2016 Peneliti

Vensca Grethilia Melatawun NRP 1130163


(3)

69

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Sofia Rhosma. (2015). Buku ajar keperawatan gerontik. Yogyakarta: Deepublish Emmons, Robert A., McCullough ME. (2004). The Psychology of gratitude. New York:

Oxford University Press.

Emmons, Robert A. (2007). Thanks! How the new science of gratitude can make you

happier. New York: Houghton Mifflin Company.

Friedenberg, Lisa. (1995). Psychological testing: design, analysis, and use. United States: Alyn & Bacon.

Kaplan, R. M., & Sacuzzo. (2005). Psychological testing: principles, application, and

issues (6th ed). Belmont: Thomson Wadsworth.

Krause, N. (2006). Gratitude toward God, stress, and health in late life. Research on Aging, 28. 163–183.

Krause, N. (2009). Religious involvement, gratitude, and change in depressive symptoms

overtime. The International Journal for the Psychology of Religion, 19, 155–172. Lau, R. W. L., & Cheng S. (2011). Gratitude lessens death anxiety. European Jurnal of

Ageing, 8 (3), 169-175

Lerner, Richard M, & Hultsch, David F. (1983). Human development: A life-span

Perspective. McGraw-Hill, Inc.

McAdams, D. P., & Bauer, J. J. (2004). Gratitude in modern life. Its manifestation and

development. In R. A. Emmons & M. E. McCullough (Eds), The psychology of gratitude. New York: Oxford University Press.

McCullough, M. E., Tsang, J., & Emmons, R. A. (2004). Gratitude in intermediate

affective terrain: Links of grateful moods to individual differences and daily emotional experience. Journal of Personality and Social Psychology, 86, 295–309. Ramirez, E., Ortega, A. R., Chamorro, A., & Colmenero, J. M. (2014). A program of

positive intervention in the elderly: memories, gratitude, and forgivness. Aging &

mental health, 18 (4), 463-470.

Riduwan. (2012). Belajar mudah penelitian untuk guru-karyawan dan peneliti pemula. Bandung: Alfabetha.

Santrock, John W. (2011). Life span development. perkembangan masa hidup. Edisi

ketigabelas. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Seligman, M. E. P., Steen, T. A., Park, N., & Peterson, C. (2005). Positive psychology


(4)

70

Sheldon, K. M., & Lyubomirsky, S. (2006). How to increase and sustain positive

emotion: The effects of expressing gratitude and visualizing best possible selves.

Journal of Positive Psychology, 1, 73–82.

Siegel, Sidney. (1997). Statistik non parametrik untuk ilmu sosial. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Sugiyono. (2013). Metode penelitian pendidikan (pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan r&d). Bandung: Alfabetha

Watkins, Phillip C., Grimm, Dean L., & Kolts, Russell. (2004). Counting your blessing:

positive memories among grateful persons. Eastern Washington University

Watkins, Philip C. (2014). Gratitude and the good life. toward a psychology of


(5)

71

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Badan Pusat Statistika Indonesia (2015). Statistik penduduk lanjut usia 2014. (https://www.bps.go.id/index.php/publikasi/1117 diakses pada 04 Juli 2016)

Cahyawati, Ratna., Sukarti, Dr., Indahria, Rr. 2008. Perbedaan makna hidup pada

lansia yang tinggal di panti werdha dengan yang tinggal bersama keluarga

(Online). (http://psychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi-00320144.pdf diakses pada 10 Agustus 2015)

Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehanilitas Sosial dan Direktorat Bina Pelayanan Sosial

Lanjut Usia. (2004). (Online).

(https://kemsos.go.id/modules.php?name=glosariumkesos dan http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00191-DI%20Bab2001.pdf diakses pada 30 Juni 2015)

Erlangga, Sarvatra Wari. (2011). Jurnal subjective well-being pada lansia penghuni panti

jompo (Online).

(http://publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1050/1/10504164.pdf diakses pada 22 November 2015)

Hidayat, Sianiwati, S, dkk. 2015. Panduan penulisan skripsi sarjana. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Ishak, Fivin Fadhliyah J. S. (2013). Hubungan antara rasa syukur dengan kesejahteraan

psikologis pada lanjut usia (Online).

(http://psikologi.ub.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/jurnal1.pdf diakses pada 06 April 2015)

Isnaeni, Hilda D. (2012). Kebahagiaan lansia yang tinggal di panti wreda (Online). (http://eprints.ums.ac.id/20299/24/09._NASPUB.pdf diakses pada tanggal 26 April 2016)

Kementrian Sosial: Banyaknya jumlah lansia menambah beban ekonomi dan sosial. http://finance.detik.com/read/2016/05/23/143735/3215598/4/kemensos-banyaknya-jumlah-lansia-menambah-beban-ekonomi-dan-sosial diakses pada 12 Juni 2016) Prihastita. (2014). Elderly health care public health care (Online).

(https://www.academia.edu/9191738/Elderly_Health_care_Public_health_care_servic es_and_nursing_home_ diakses pada 26 November 2015)

Rhodenizer, Z. (2014). Flourishing in later life: a positive psychology training for

care-workers. Master of Education- Counseling Psychology.

Watkins, Philip C. (2003). Gratitude Resentment and Appreciation Test (GRAT) (Revised

GRAT and Short Form GRAT (Online).

(http://www.midss.ie/content/gratitude-resentment-and-appreciation-test-grat-revised-grat-and-short-form-grat diakses pada 12 Oktober 2015)


(6)

72

World Health Organization. Definition of an Older or Elderly Person (Online).

(http://www.who.int/healthinfo/survey/ageingdefnolder/en/ diakses pada 28 November 2015)