TINGKAT PENGUASAAN KONSEP KEMAMPUAN PROFESIONAL KONSELING DAN PENERAPANNYA DALAM LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH : Studi Deskriptif-Analitik Terhadap Para Konselor di SMA Negeri Kota Media Padang.

TINGKAT PENGUASAAN KONSEP KEMAMPUAN

PROFESIONAL KONSELING DAN PENERAPANNYA DALAM
LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH
(Studi Deskriptif Analitik Terhadap Para Konselor
di SMA Negwi Kota Madia Padang)

TESIS

Diajukaii Kepada Panitia Ujian Tesis Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikari Bandung gunaMemenuhi SalahSatu Syarat
untuk Menyelesalkan Jei\jang Strata-2 da lam
Bidang Bimbingan dan Konxellng

Oleh

Marjohan
NRP. 9132329

BIDANG STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
PROGRAM PASCA SARJANA

OOP BANDUNG
1994

Disetujui dan disahkan oleh

Prof. Dr. M. Djawad Dahlan

Pembimbing I

Dr. Sunarvo Kartadinata

Pembimbing n

Dr. Dedi Supriadi

Pembimbing in

af/Jwa yang tenang
aBJah ke haribaan Tuhanmu secara ridho dan din'dhoi


khh ke dalamgohngan hamba-hamba-Ku
nasukJah ke daJam syurga-Ku" ,
AlFajr:27-30)

ng siapayang membantu kesulitan orang Islam

va ABah akan meJepaskan kesuBtan-kesuBiannya nantidihari Qiamat,
arang siapa yang menutupi aib seorang Islam

Va ABah akan menutupi aibnya nanti di hari Qiamat"
s Rhvayat Bukhari dan Muslim)

Karya tuBsini dipersembahkan kepada
Ayah dan bunda, isteri dan anak-anak tercinta,

serta kepada siapa saja yang peduB dengan
profesi bimbingan dan konseBng

DAFTAR ISI
halaman


ATA PENGANTAR

i

CAPAN TERIMA KASIH

iv

AFTAR ISI

xi

AFTAR TABEL

xiii

AFTAR GAMBAR
iAB


I

xiv

PENDAHULUAN

1

A.

Latar Belakang Masalah

B.

Masalah,

Wilayah dan Pertanyaan Pene-

1


11

nelitian

3AB

II

C.

Tujuan Penelitian

17

D.

Defenisi Operasional

19


E.

Asumsi

23

Penelitian

KEMAMPUAN
PROFESIONAL
KONSELOR
DALAM
MENYELENGGARAKAN KONSELING DAN BERBAGAI DIMENSINYA

25

A.

Makna dan Pentingnya Layanan Konseling


25

1. Pengertian Konseling

25

2. Pentingnya Layanan Konseling Di Sekolah

32

B. Proses Konseling dan Kemampuan Profesional

34

yang Diperlukan
1. Proses Konseling

34

2.


39

Kemampuan Profesional Konselor Dalam Me-

nyelenggarakan Proses Konseling

C.

Penelitian-penelitian yang Relevan

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

59
64

A.

Metode Penelitian


64

B.

Subyek Penelitian

64

xi

C. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

65

D. Pengembangan Alat Pengumpul Data .

66

1. Alat Ukur Konsep Kemampuan Profesional


66

Konseling

2. Skala Penerapan Kemampuan Profesional

71

Konseling

3. Daftar Pengungkapan Faktor Penunjang dan

75

Penghambat Kemampuan Profesional Konseling

E. Teknik analisis Data

76


AB IV PELAKSANAAN DAN HASIL-HASIL PENELITIAN

AB V

78

A. Pengumpulan Data

78

B. Pengolahan dan Analisis Data

80

C. Hasil-hasil Penelitian dan Tafsirannya

88

PEMBAHASAN HASIL-HASIL PENELITIAN, KESIMPULAN

104

A. Pembahasan Hasil-hasil Penelitian

104

B. Kesimpulan Penelitian

116

C. Implikasi Hasil-hasil Penelitian

119

DAN

IMPLIKASI

AFTAR PUSTAKA

..

126

AMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran A

RANGKUMAN

131

Lampiran

TABEL-TABEL HASIL PENELITIAN

137

Lampiran B.2

RIWAYAT HIDUP

150

Lampiran C

SURAT IZIN PENELITIAN

153

Lampiran D

PENGEMBANGAN ALAT PENGUMPUL

B.1

DATA
Lampiran E

Terpisah

PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA:

Xll

sda

DAFTAR

TABEL

TABEL

1.

2.

3.

halaman

KOEFISIEN RELIABILITAS ANTAR PENIMBANG ALAT UKUR
KONSEP KEMAMPUAN PROFESIONAL KONSELING

68

KOEFISIEN RELIABILITAS ANTAR PENIMBANG ALAT UKUR
PENERAPAN KEMAMPUAN PROFESIONAL KONSELING

73

HASIL PENGUJIAN

NORMALITAS DISTRIBUSI

FREKUENSI

VARIABEL PENELITIAN

83

HASIL PENGUJIAN SIGNIFIKANSI DAN LINIER'.'TAS
REGRESI

85

5. TOLOK UKUR KATEGORI PENGUASAAN KONSEP DAN PENE
RAPAN KEMAMPUAN PROFESIONAL KONSELING

86

6. PERBEDAAN PENGUASAAN KONSEP KEMAMPUAN PROFESIONAL
KONSELING ANTARA KONSELOR S-l DENGAN KONSELOR D-3

92

7. PERBEDAAN PENERAPAN KONSEP KEMAMPUAN PROFESIONAL
KONSELING ANTARA KONSELOR S-l DENGAN KONSELOR D-3

94

8. KORELASI
DAN KONTRIBUSI PENGUASAAN KONSEP
KEMAM
PUAN
PROFESIONAL KONSELING DENGAN
PENERAPAN
KON
SEP TERSEBUT KE DALAM PRAKTEK LAYANAN BIMBINGAN
DAN KONSELING

93

4.

Xll 1

DAFTAR GAMBAR

Jambar

halaman

1. Hubungan Antar Variabel Penelitian

2. Proses Konseling Menurut Pietrofesa,

xiv

16

el al

38

BAB

I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan ysng paling indah

dan tinggi derajatnya. Mereka diciptakan untuk menjadi

kha-

lifah atau pemimpin di permukaan bumi bahkan di seluruh alam

ciptaan Tuhan. Untuk dapat mencapai derajat manusia yang pa

ling

indah dan paling tinggi itu maka setiap individu

lahir

ke

dunia

memerlukan

pengasuhan,

yang

pembinaan

dan

pengembangan melalui upaya-upaya pendidikan sehingga segenap
potensi

yang

dibawanya sejak lahir itu

berkembang

secara

optimal.

Di

negara kita Republik Indonesia tercinta ini

pengasuhan,

pembinaan, dan pengembangan melalui

tugas

pendidikan

tersebut tercermin dalam TAP MPR No. II/MPR/ 1993 yaitu pada
Garis-garis Besar Haluan Negara 1993 sebagai berikut :

Pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan

kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia
yang
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
berbudi pekerti luhur, berkeperibadian, mandiri,

maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional,
bertanggung

jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani.
Dalam

rangka mengembangkan potensi individu

optimal tersebut, layanan bimbingan dan konseling

bagian

yang

pendidikan

tidak

terpisahkan

dalam

secara

merupakan

keseluruhan

khususnya di lembaga-lembaga sekolah mulai

upaya
dari

tingkat Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Tuntutan akan
perlunya

pendidikan

layanan

telah

bimbingan

dan

konseling

banyak dikemukakan

oleh

dalam

beberapa

sistem

ahli.

Dchman Natawidjaja (1990:16) menyatakan sebagai berikut:

Bimbingan dan konseling memiliki fungsi dan
posisi kunci dalam pendidikan di sekolah yaitu
sebagai pendamping fungsi utama sekolah dalam bidang
pengajaran dan perkembangan intelektual siswa
menangani ihwal sisi sosial pribadi siswa.

Lebih
etapa

lanjut

MD.

Dahlan

(1988:26-27)

pentingnya pelayanan bimbingan dan

dalam

mengemukakan

konseling

dalam

istem pendidikan. Beliau mengungkapkan hal tersebut sebagai
erikut.

Ilmu

...bimbingan

Mendidik....

penyuluhan selalu merupakan

ilmu

pendidikan

dan

momen

bimbingan

penyuluhan sebagai hal-hal yang esensial untuk

umat

manusia masa kini dan masa mendatang. Dalam kerangka
pemikiran itulah dapat ditandaskan betapa disiplin

ilmu mendidik dan bimbingan dan penyuluhan

tempat

yang

bukan saja wajar, akan

tetapi

esensial dalam pendidikan.

Sebenarnya jauh sebelum kedua ahli di atas

mendapat

bahkan

mengemuka-

an bagaimana peranan bimbingan dan konseling dalam

endidikan,
akan

Mortensen dan Schmuller (1964:7)

telah

bahwa ada tiga bidang kegiatan proses

ingkungan

idang

persekolahan

yang saling kait

konteks

menya-

pendidikan

mengait.

itu adalah : (1) bidang administrasi dan

di

Ketiga

supervisi;

ang wujud nyatanya dalam bentuk penyelenggaraan dan

penge-

olaan

kepala

administrasi

ekolah,
2)

dan supervisi di sekolah

oleh

guru, pegawai, dan pihak-pihak lain yang

bidang

enggaraan

kurikuler; yang wujud nyatanya
mata-mata pelajaran, dan (3)

terkait,

melalui

bidang

bimbingan;

ang wujud nyatanya berupa pemberian layanan bantuan

iswa-siswa

enyataan

dengan memperhatikan berbagai

penyekepada

kemungkinan

tentang adanya masalah, baik di dalam dua

dan

bidang

egiatan pendidikan di atas atau masalah lain di luar bi-

dang

tersebut. Bahkan Belkin (1975:437) mengemukakan tiga

sumbangan

pelayanan

bimbingan dan konseling

itu

upaya

pendidikan di sekolah. Ketiga sumbangan

sudkan

adalah

terhadap

yang

dimak

:

a.

Memberi kesempatan dalam memperkaya dan

b.

Menyajikan intervensi dengan kekuatan

me-

numbuhkan pengalaman-pengalaman yang memungkinkan
siswa dapat mengembangkan kemampuannya secara penuh.

peutik sehingga dapat
dan kekuatan-kekuatan

tera-

mengatasi gangguan-gangguan
yang melawan produktifitas

serta yang menghambat pendidikan

c. Menyediakan suatu pelayanan kelompok bagi
guru-guru, siswa-siswa, dan para administrator yang
di dalamnya termasuk kegiatan penilaian, pemberian
informasi, referal, dan sebagainya.

Dalam sistem pendidikan di negara kita pelayanan

bim

dan konseling yang bersifat terpadu ke dalam

sistem

bingan

pendidikan

lebih

tersebut telah dirintis dan dikembangkan

dari tiga dasawarsa terakhir ini (Prayitno,

selama

1990:1).

Usaha-usaha yang bersifat rintisan telah dimulai sejak tahun
1960-an,

sewaktu

didirikannya

jurusan

BP

di

FKIP-UNPAD

Bandung, yang kemudian diikuti oleh gerakan memasukkan prog
ram

layanan

jenjang

bimbingan

dan

konseling

ke

sekolah-sekolah

SMA. Selanjutnya usaha yang bersifat

rintisan

itu

secara lebih gencar dikembang kan melalui dimasukkannya

pe

layanan bimbingan dan konseling ke dalam kurikulum 1975

dan

kurikulum 1984.

bimbingan
yang

dan

Pada dua jenis kurikulum tersebut,

konseling telah benar-benar

layanan

menjadi

integral dengan kesemua upaya pendidikan

di

bagian
sekolah,

mulai dari jenjang Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah

Lan-

jutan Atas.

Pada saat sekarang keberadaan bimbingan dan konseling
dalam konteks pendidikan telah dipertegas oleh kekuatan yang

bersifat

didikan

hukum.

UU No. 2 tahun 1989

tentang

Sistem

Pen

Nasional ( pasal 1 ayat 1 ) menyebutkan bahwa

pen

didikan adalah usaha sadar untuk mempersiapkan para
didik

melalui kegiatan. bimbingan. penga.iaran

peserta

dan/atau

tihan bagi peranannya di masa datang. Upaya pendidikan

dasarkan
yang

pengertian Undang-undang tersebut mencakup

amat luas dalam rangka pengembangan manusia

seutuhnya.

laber-

bidang

Indonesia

Dalam cakupannya yang amat luas itu, upaya

pen

didikan secara menyeluruh meliputi tiga bidang kegiatan yang
saling

mengait, yaitu bidang bimbingan, pengajaran dan

la-

tihan. Suatu upaya pendidikan yang menyeluruh, lengkap,

dan

mantap

harus

meliputi secara terpadu

ketiga

bidang

yang

dimaksudkan.

Selanjutnya

berbagai perangkat

peraturan

pemerintah

yang mengatur pelaksanaan undang-undang tersebut, menjadikan

pelayanan bimbingan dan konseling benar-benar merupakan sua
tu

tuntutan yang perlu diwujudkan dalam setiap

upaya

pen

didikan di sekolah-sekolah. Peraturan Pemerintah No.28 tahun

1990

Bab X ayat 1, 2 dan 3 mengemukakan secara

lunya

pelayanan

dikan

Dasar,

1990
soalan

bimbingan dan konseling itu

tegas
untuk

sedangkan Peraturan Pemerintah No.

pada Bab dan ayat yang sama, juga

29

mengungkapkan

serupa untuk Pendidikan Menengah . Bab X dari

perPendi

tahun

perkedua

PP itu berbunyi :

(1). Bimbingan merupakan
kepada siswa dalam

bantuan yang
rangka upaya

pribadi, mengenal lingkungan, dan
masa depart

diberikanmenemukan

merencanakan

(2). Bimbingan diberikan oleh guru pembimbing

(3).

Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud ayat
(1) dan ayat (2) di atas diatur oleh Menteri.

Kekuatan hukum lain yang juga merangsang dilaksanakannya tugas pelayanan bimbingan dan konseling itu secara

man-

tap di sekolah-sekolah adalah keluarnya SK MENPAN No. 26/1989 tentang Angka Kredit Jabatan bagi Guru. Dalam SK yang di
maksudkan, dinyatakan bahwa tugas mengajar setara dengan tu
gas melakukan bimbingan dan penyuluhan. Meskipun di dalam SK

itu tidak dinyatakan secara tegas siapa yang berhak dan ber-

wenang

melakukan tugas bimbingan dan

penyuluhan

tersebut,

namun setidak-tidaknya memberi peluang yang cukup besar ter

hadap

terselenggaranya

proses layanan bimbingan

dan

kon

seling di sekolah-sekolah kita.

Sebagai suatu bagian yang terpadu dengan kegiatan pen

didikan,

pelayanan bimbingan dan konseling memuat

jenis-jenis
pengembangan

layanan

dan

kegiatan

dalam

rangka

bingan

membantu

potensi siswa secara optimal. Jenis-jenis

yanan yang dimaksudkan adalah layanan orientasi,

diagnostik

sejumlah

kesulitan

kelompok,

belajar, pengajaran

dan layanan konseling (

la

informasi,

perbaikan,

bim

Prayitno,

1993,

Moh. Surya, 1988, dan Rochman Natawidjaja, 1984 ).
Layanan konseling merupakan bentuk khusus dari

gai

layanaan bimbingan tersebut di atas. Dia

dengan
yang

pelayanan

berba

juga

disebut

inti dari semua jenis

layanan

bimbingan

dimaksudkan. Sifat khusus dan inti

layanan

konseling

terletak

pada hubungan langsung tatap muka antara

konselor

dengan klien dalam rangka pemngembangan diri dan/atau
entasan

masalah klien yang bersangkutan.

Begitu

peng-

khususnya

layanan

konseling

tersebut, Mortensen dan

Schmuller

(19-

84:30), dan Gibson dan Mitchel (1981:27) menyebutnya

dengan

:"....

Miller

dan
otak

the heart of guidance program",

kawan-kawan
dan

selanjutnya

(1978:15) menyebut konseling

jantung

hatinya

program

itu

bimbingan,

sebagai
sementara

Borders dan Drury (1992:487) menyebutnya sebagai " the

sine

qua non of school counseling programs".

Ungkapan "jantung hati" terhadap layanan konseling

atas menurut penulis mengandung berbagai implikasi

di

terhadap

layanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan. Pertama.

layanan

konseling harus dilakukan secara

tenaga-tenaga
harus

yang berkompeten. Artinya

dilakukan

lenggarakan

profesional

layanan

secara teratur, terarah

dan

secara acak atau apa adanya saja.

oleh

konseling

tidak

dise-

Tujuan

yang

ingin dicapai, kondisi dan suasana yang tercipta, dan

meto-

dologi penyelenggaraan di dalam layanan konseling itu

perlu

mengikuti
(Prayitno,

aturan-aturan

yang

jelas

dan

bersifat

baku

1993:514-515).

Implikasi kejdjia dari label "jantung hati" terhadap la
yanan

konseling di atas adalah bahwa apabila

selor

telah

memahami, menghayati dan

seorang

menerapkan

kon

wawasan,

pengetahuan, dan keterampilan berbagai teknik layanan

seling tersebut, maka dapat diharapkan ia akan dapat

kon

menye-

lenggarakan layanan bimbingan lainnya dengan tidak mengalami
kesulitan. Keadaan ini dapat dimengerti karena layanan

kon

seling yang tuntas telah mencakup semua fungsi-fungsi yang
terdapat dalam bimbingan seperti fungsi pemahaman, pence-

gahan, pemecahan, pemeliharaan, dan pengembangan

(Prayitno,

1993:515).

Tuntutan

kegiatan

akan pentingnya pelayanan konseling

yang terpadu dengan upaya pendidikan

memerlukan

di

naga

kepentingan
kependidikan

bingan

dan

Konselor

telah

layanan yang dimaksudkan.

konseling tersebut

di

dengan Guru Pembimbing).

layanan

sekolah-sekolah

28 dan PP No.

adalah

29 tahun

1990

Para konselor sekolah

ini

menjalani pendidikan pada jenjang D3 dan SI pada

Ju-

bingan

dan

Konseling di Lembaga Pendidikan

didikan (IKIP,

FKIP dan STKIP).

berkenaan

dengan

Tenaga

Bim
Kepen

Dalam lembaga tersebut,

reka telah belajar berbagai konsep,

teori,

layanan konseling itu khususnya

secara teoritis para konselor ini

mampu

dan terampil menyelenggarakan

sebut

kepada siswa-siswa di sekolah.

uraian-uraian di atas

me

dan teknik-teknik

dan

jenis layanan bimbingan lainnya pada umumnya.

demikian

atau

tebim

rusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Program Studi

bagai

be-

tenaganya

Salah satu

yang sangat peduli dengan

Sekolah (dalam PP No.

disebut

sekolah,

tersedianya tenaga-tenaga kependidikan yang

nar-benar dapat mencurahkan segenap perhatian dan

untuk

sebagai

ber

Dengan

harusnya

layanan konseling

Dengan

telah
ter

memperhatikan

, maka dapat dikatakan bahwa

berhasil

tidaknya pelayanan bimbingan dan konseling itu di

se

kolah banyak tergantung kepada tenaga kependidikan yang

di

sebut dengan konselor sekolah tersebut.

Masalahnya sekarang adalah bahwa keberadaan para

kon

selor (sebagaimana tuntutan di atas) belum mendapat sambutan
yang

menggembirakan

(Prayitno,

1989:10). Orang

tua

belum

banyak yang memahami peran layanan bimbingan dan

konseling,

guru-guru juga belum banyak mendukung kegiatan layanan

dimaksudkan,

bahkan kepala sekolah banyak

yang

yang

memberikan

makna terhadap layanan bimbingan dan konseling dalam

bentuk

penegakan disiplin kepada siswa-siswa. Persoalan ini mungkin
disebabkan

oleh karena pelayanan konseling

masih

terbatas

pada pelayanan terhadap kasus-kasus yang "menonjol" saja seperti kenakalan siswa, tidak membayar SPP, mencuri, membolos

dan

sejenisnya. Lebih lanjut Prayitno (1992:8)

mensinyalir

bahwa pelayanan terhadap kasus-kasus tersebut di atas sering
kali masih bersifat "negatif-antagonistic, yaitu suatu

kap yang memandang masalah-masalah yang dialami siswa

gai suatu hal yang tidak boleh ada, harus diberantas

si-

seba

dengan

segera dan jika perlu dengan kekerasan.

Berdasarkan pengamatan penulis selama menjadi

pembim

bing mahasiswa dalam melaksanakan praktek lapangan bimbingan
dan konseling di berbagai SMA Kota madia Padang, dialog
dengan beberapa guru, kepala sekolah dan para siswa diperoleh suatu kesan bahwa pelaksanaan bimbingan dan konseling
itu masih jauh dari apa yang diharapkan oleh warga sekolah.
Kebanyakan guru masih banyak yang menganggap bahwa konselor
sekolah "bernasib baik" karena mereka tidak perlu berada di
sekolah selama jam sekolah, tidak perlu menyiapkan materimateri yang perlu diajarkan kepada siswa, dan memeriksa
tugas-tugas yang mereka kerjakan. Mereka lebih banyak ditu-

gasi mengurus pekerjaan yang mudah-mudah saja seperti mengurus absensi, memungut SPP, atau hanya mengajar Bimbingan

Karir. Para siswa banyak yang menganggap guru BP

(konselor)

mereka sebagai orang yang perlu diwaspadai, karena salah-sa-

lah

sedikit mereka bisa mendapat sanksi, atau

gilan

surat

orang tua dari guru BP. Para siswa di sekolah

pangbanyak

yang telah terlanjur menganggap konselor sekolah sebagai sosok yang menakutkan.

Isu

tentang

ketidakandalan

konselor

sekolah

juga

bergema di tempat-tempat lain, dan dikemukakan oleh para ahli yang berkepentingan dengan profesi tersebut. Konselor se
kolah tidak siap pakai (Munandir, 1986:2), konselor

sekolah

dikatakan "polisi sekolah" (Prayitno,1987:14), Kegiatan kon

selor memberikan "pelajaran bimbingan" (Rochman Natawidjaja,
1989:8), konselor sekolah sebagai petugas acministrasi,

laksana koperasi sekolah, pelaksana presensi, dan
masalah

(Thohari Musnamar, 1991:5), guru

"tidur"

(Prayitno,

1991, dalam Pelita

keranjang

bimbingan
19

pe-

sedang

Nopember

1991,

halaman 5), dan Iain-lain lagi.

Dalam pada itu, berbagai temuan penelitian juga meng-

indikasikan

belum mampunya konselor

menampiikan

kemampuan

profesional mereka. Ambo Enre Abdullah (1991:5) dalam
litiannya

lawesi

pene-

tentang unjuk kerja Guru BP di SMTP dan SMTA

Selatan menemukan bukti bahwa pada umumnya guru

Su

BP

(konselor) cenderung menangani siswa-siswa pembolos, mengurus absensi, dan menangani siswa-siswa yang malas membayar
SPP/BP3. Mereka tampaknya lebih disibuki oleh urusan-urusan
disiplin, dan terbatas dalam melakukan fungsi bimbingan dan

konseling. Studi yang dilakukan oleh Bastiah Radam (1986:72)
di SMA Negeri Samarinda menunjukkan masih baurnya tata kerja

10

konselor

dengan

guru bidang

studi,

sehingga

kerahasiaan

siswa belum dapat terjamin secara utuh. M. Asrori

(1990:80)

melalui penelitiannya terhadap unjuk kerja Petugas Bimbingan
dalam melaksanakan konseling menemukan bahwa unjuk kerja Pe

tugas

Bimbingan baru dapat diklasifikasikan dalam

sedang. dan pada berbagai keterampilan seperti

kategori

mengkonkrit-

kan pembicaraan, membuka konseling, merumuskan tujuan,
berikan

dorongan,

konseling,
dari

wawancara

dan

menutup

b_e_Inm. memiliki kemampuan yang tinggi (garis bawah

penulis).

Murad

merangkum hasil

(1992)

Begitu pula studi yang dilakukan oleh
tentang tingkat unjuk

menyelenggarakan

kerja

wawancara konseling awal

Abdul

konselor

dalam

menemukan

bukti

bahwa sekalipun unjuk kerja para konselor tergolong
namun

tinggi,

penampilan unjuk kerja tersebut tidak berbeda

signifikan

berasal
lalui

dengan

dengan unjuk kerja konselor

dari Jurusan BP.
penelitiannya

bimbing

mem

SMA

secara

yang

bukan

Selanjutnya Dwi Yuwono (1992)

tentang profil unjuk kerja

di Kota madia Semarang menemukan

me

Guru

Pem

bahwa

unjuk

kerja mereka dalam melaksanakan jenis-jenis layanan bimbing
an

masih berada pada taraf sedang.

sanakan

layanan

pada kategori

bahkan dalam hal

penilain program bimbingan masih

isu-isu

di

maka jelas sekali terdapat kesenjangan antara apa yang

diharapkan

dari para konselor sekolah dengan apa

temukan dalam kenyataan.

telah

termasuk

rendah.•

Berdasarkan berbagai temuan penelitian dan

atas,

melak

yang

Mereka (para konselor sekolah

dipersiapkan untuk tugas tersebut)

diharapkan

diyang

dapat

11

menampilkan

unjuk kerja profesionalnya yang

kenyataannya

bagai

mantap,

namun

mereka masih belum dapat membuktikan diri

petugas yang profesional dalam bidangnya yaitu

se

dalam

memberikan layanan bimbingan dan konseling di sekolah.
Berbagai pertanyaan dapat muncul dari keadaan tersebut

di

atas. Misalnya, bagaimana tingkat penguasaan

selor

para

terhadap berbagai konsep yang menyangkut

mampuan

profesioanalnya

itu ? Bagaimana pula

dengan

ke

tingkat

pe

nerapan konsep yang telah mereka miliki itu terhadap
tugas

layanan

bimbingan dan konseling di

kon

tugas-

sekolah

?

terdapat kesenjangan antara tingkat penguasan konsep

Bila

mereka

dengan tingkat penerapan layanan konseling di sekolah,

fak-

tor-faktor apa yang menyebabkan keadaan itu ?

Berdasarkan

pertanyaan-pertanyaan tersebut

di

atas,

kiranya perlu dilakukan suatu penelitian yang mendalam

kenaan

dengan

tingkat penguasaan konselor

tentang

ber-

konsep

kemampuan profesional konseling dan penerapannya di sekolah,
serta

berbagai faktor yang mempengaruhi kesenjangan

antara

kedua faktor tersebut.

B. Masalah, Wilayah

dan Pertanyaan Penelitian

Masalah belum terwujudnya unjuk kerja profesional kon

selor secara baik di sekolah dapat disebabka.i oleh

berbagai

faktor. Achmad Sanusi (1991:77-78) melihat persoalan itu da

lam

di

konteks ekologi perilaku profesional konselor, di

dalamnya tersangkut aspek-aspek (1)

ribadian,

pengetahuan,

pengalaman, keahlian, dan kemauan

konselor,

mana

kepe(2)

karakteristik klien, keluarga, dan masyarakat di sekitarnya,

(3) tuntutan sekolah, (4) organisasi profesi, dan (5) pihakpihak

lain

yang terkait dengan perilaku

profesional

ter

sebut.

Penelitian

ini

ingin mengungkapkan

masalah

penguasaan konselor tentang berbagai konsep yang
kemampuan profesional
sep

tersebut

madia Padang.

lam

konseling dan

dalam praktek

menyangkut

bagaimana penerapan

layanan konseling di

SMA

kon
Kota

Ditetapkannya layanan konseling perorangan da

fokus penelitian

layanan

tingkat

tersebut

ini didasarkan kepada pemikiran

adalah implikasi dari

bahwa

persyaratan

suatu

pekerjaan profesional konselor seperti yang dikemukakan oleh

Mc

Cully (1969:14), yaitu (1) dapat

sosial

yang

kerjaan

unik sehingga jelas

tenaga lain,

menampilkan

perbedaannya

(2) untuk mendapatkan

pelayanan
dengan

kemampuan

pe

ter

sebut diperlukan pendidikan dan latihan dalam periode

waktu

yang

dalam

memadai,

pekerjaan

minimal

serta

itu

dan (3) para anggota yang termasuk

secara

tegas

dituntut

memiliki

melalui prosedur seleksi, pendidikan

lisensi

atau pun sertifikasi.

ke

Lebih

kemampuan

dan

latihan,

lanjut

dinya-

takannya bahwa satu-satunya keunikan pelayanan dari konselor

adalah menyelenggarakan konseling perorangan (Mc Cully,
69:16).

Keadaan ini juga diperkuat oleh

dengan menyatakan

Nugent

19-

(1981:241)

:" when counselors complete their

intern

ships in counseling, they just beginning professional".

Selanjutnya

dipilihnya

konselor SMA

sebagai

subjek

alasan.

Pertama,

siswa-siswa merupakan kelompok remaja yang sedang

mengalami

penelitian

didasarkan

kepada

beberapa

13

masa

transisi

dari masa kanak-kanak ke

masa

dewasa

tidak dapat terhindar dari berbagai masalah (Wren,

1962:5).

Masalah-masalah umum yang dihadapi para remaja seusia
SMA

menurut

Shertzer

dan Stone

adalah : masalah-masalah transisi,

(1981:2-25)

identitas diri,

lain

ekonomis,

seringkali

tak dapat dihindari meski dengan pengajaran yang baik

ini

siswa

antara

sosial, dan pribadi. Masalah-masalah seperti itu

lipun

yang

seka-

(Prayitno, 1993:59). Oleh karenanya siswa-siswa
memerlukan

spesialis (konselor)

yang

dapat

usia

membantu

mereka secara pribadi.

Alasan
Para

konselor

kedua adalah alasan yang
tamatan

LPTK lebih

bersifat

banyak

strategis.

ditempatkan

Sekolah-sekolah Menengah Atas dibandingkan sekolah

sehingga
menjadi

penelitian terhadap kemampuan

di

lainnya,

profesional

mereka

lebih beralasan.

Kemampuan profesional konselor dalam
konseling

perorangan

membangkitkan

menyelenggarakan

terbentang luas mulai

dari

serta membahas perlunya bantuan kepada

klien sampai kepada evaluasi hasil serta pengakhiran
tersebut.

upayanya

Brammer

dan

Shostrom (1982:

99)

pihak
proses

mengemukakan

tu-

juh tahap yang perlu dilalui konselor dalam melakukan proses
konseling

perlunya

tersebut

bantuan,

yaitu (1)

membangkitkan

(2) membina hubungan,

dan

membahas

(3) menetapkan

tu-

juan konseling dan menjelajahi berbagai alternatif yang ada,
(4)

bekerja dengan masalah dan tujuan-tujuan,

dan

mengembangkan kesadaran klien untuk dapat berubah,

merancang

suatu tindakan tertentu, dan

(5)

melakukan

membantu

(6)

evaluasi

14

serta mengakhiri proses konseling. Carckhuf (1977:5)
mukakan

fase-fase bantuan yang perlu ada dalam proses

seling

tersebut adalah (1) involving , (2)

exploring.

understanding, dan (4) ajsiing., di mana setiap fase

diperlukan

Untuk

menge-

kemampuan

dapat

profesional tertentu

membantu klien terlibat dalam

kon

(3)

tersebut

dari

konselor.

proses

bantuan

konselor harus terampil menggunakan kemampuan attending, selanjutnya

untuk membantu klien dapat

menjelajahi

berbagai

pengalamannya konselor harus terampil menggunakan

kemampuan

responding, untuk membantu klien memahami dan mengerti

dan

lingkungannya

akhirnya

dituntut

kemampuan

personalizing,

agar klien dapat melakukan berbagai tindakan

dapat mengatasi masalahnya, konselor harus dapat
kemampuan

garis

membagi proses konseling itu ke

dan

yang

menerapkan

initiating. Selanjutnya Munro, dkk (1979)

besar,

diri

secara

dalam

tahapan

yaitu (1) memulai hubungan konseling,

bangkan

hubungan konseling, (3) melakukan usaha pengubahan

tingkah

laku, dan (4) mengakhiri proses konseling.

Begitu

luasnya

kemampuan

profesional

(2)

empat

yang

mengem-

perlu

diperhatikan konselor dalam menyelenggarakan konseling per
orangan

tersebut maka pertanyan yang ingin dijawab

melalui

penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Sampai pada tingkat mana penguasaan konselor terhadap
berbagai konsep tentang kemampuan profesional konseling
yang

mesti dimilikinya, khususnya dalam hal:

melibatkan

diri sendiri dan klien ke dalam suasana konseling, mem
bantu klien mengeksplorasi dirinya, membantu klien mema
hami dirinya sendiri, membantu klien mengambil tindakan

15

untuk keperluan
proses dan

2.

hasil

pencapaian

tujuan

konselir.g,

dan

menilai

konseling ?

Sampai pada tingkat mana penerapan konselor tentang

ber

bagai konsep kemampuan profesional konseling seperti ter
sebut

pada

butir

bimbingan dan

3. Apakah

1 di atas ke

dalam

praktek

layanan

konseling di sekolah ?

terdapat perbedaan tingkat penguasaan konsep

ke

profesional konseling antara konselor yang

ber-

mampuan

kualifikasi

pendidikan

S-l dengan

konselor

yang

ber-

konsep

ke

mampuan profesional konseling antara konselor

yang

ber-

kualifikasi

yang

ber-

kualifikasi pendidikan D-3 ?

4. Apakah

terdapat perbedaan tingkat penerapan

pendidikan

S-l dengan

konselor

kualifikasi pendidikan D-3 ?

5. Seberapa besar korelasi dan kontribusi penguasaan

konsep

kemampuan profesional konseling terhadap penerapan konsep
tersebut
sekolah

ke

dalam layanan bimbingan

dan

konseling

di

?

6. Faktor-faktor apa saja yang menunjang dan menghambat kon
selor dalam menerapkan konsep kemampuan profesional

seling
kolah

ke dalam layanan bimbingan dan konseling

di

kon

se

?

Dengan

memperhatikan pertanyaan penelitian

di

atas,

maka dapat diidentifikasi dua variabel pokok yang dilibatkan
dalam

penelitian

ini, yaitu variabel

penguasaan

konselor

tentang konsep kemampuan profesional konseling, dan variabel

penerapan

konsep tersebut dalam layanan konseling

terhadap

16

penerapan

konsep tersebut dalam layanan konseling

terhadap

siswa. Variabel pertama terdiri dari lima sub variabel yaitu
konsep konselor tentang (1) pelibatan diri sendiri dan klien

dalam

suasana

konseling, (2) eksplorasi diri klien

, (3)

pemahaman diri kliien, (4) pengambilan tindakan oleh

klien,

dan (5) penilaian serta penutupan konseling. Variabel

juga

berisikan lima sub variabel yaitu

penerapan

kedua

konselor

tentang konsep kemampuan profesional konseling di atas yaitu
kemampuan
ke

dalam hal (1)

dalam

klien

mengeksplorasi dirinya, (3) membantu klien memahami

dirinya

(4)

konseling,

(2)

klien

membantu

sendiri,

suasana

melibatkan diri sendiri dan

membantu klien mengambil

tindakan,

dan

(5)

menilai proses serta menutup konseling. Di samping itu masih
ada

yaitu

satu

variabel pelengkap dari ke dua variabel

variabel

tentang

faktor

penunjang

dan

di

atas

penghambat

penerapan konsep kemampuan profedsional konseling.

Untuk lebih jelasnya bagaimana hubungan antar variabel
tersebut dapat dilihat pada gambar 1 halaman berikut ini.

17

,
Kon

Kon

se

se

lor

lor

S-l

S-l

1. Melibatkan diri sendiri

1. Melibatkan diri sendiri

dan klien ke dalam suasana
konseling

dan klien ke dalam suasana
konseling

2.

2. Membantu klien mengeks
plorasi dirinya

Membantu klien mengeks
plorasi dirinya

3. Membantu klien memahami
dirinya sendiri

3. Membantu klien memahami
dirinya sendiri

4.
5.

PENERAPAN
KONSEP KENAN
PUAN PROF.
KONSELING

Kon

Kon

Membantu klien mengambil

se

se

tindakan

lor

lor

Menilai proses dan menutup konseling

D-3

D-3

4. Membantu klien mengambil
tindakan

5. Menilai proses dan menutup konseling

FAKTORFAKTOR PE
NUNJANG DAN
PENGHAMBAT

Gambar:

C.

1 Hubungan

antar variabel penelitian

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sejalan dengan rumusan dan pertanyaan penelitian

dikemukakan

memberikan

katan

di

atas,

maka penelitian ini

masukan-masukan yang berharga

bertujuan

terhadap

unjuk kerja profesional para konselor di

Kota madia Padang.

yang

SMA

untuk

pening-

Negeri

Untuk maksud tersebut perlu diukur, dide-

skripsikan, dan dianalisis bukti-bukti empirik tentang :

1. Tingkat
tentang

penguasaan

konselor

terhadap

berbagai

kemampuan profesional konseling yang

konsep

mesti

di-

18

milikinya,

khususnya dalam hal:

dan

ke dalam suasana

klien

mengeksplorasi
sendiri,

membantu

luan pencapaian
hasil

dirinya,

melibatkan

konseling,

diri

membantu

nembantu klien memahami

klien mengambil

tujuan konseling,

sendiri
klien
dirinya

tindakan untuk
dan

keper-

tienilai proses

dan

konseling

2. Tingkat

penerapan konselor tentang berbagai

konsep

ke

mampuan profesional konseling seperti tersebut pada butir

1

di

atas ke dalam praktek layanan bimbingan

dan

kon

seling di sekolah.

3. Perbedaan tingkat penguasaan konsep kemampuan profesional
konseling antara konselor yang berkualifikasi

pendidikan

S-l dengan konselor yang berkualifikasi pendidikan D-3.
4. Perbedaan tingkat penerapan konsep kemampuan

konseling antara konselor

profesional

yang berkualifikasi pendidikan

S-l dengan konselor yang berkualifikasi pendidikan D-3.

5. Korelasi dan kontribusi penguasaan konsep kemampuan

pro

fesional konseling terhadap penerapan konsep tersebut

ke

dalam layanan bimbingan dan konseling di sekolah.

6. Faktor-faktor
konsep

yang

menunjang dan

menghambat

penerapan

kemampuan profesional konseling ke dalam

layanan

bimbingan dan konseling di sekolah.

Apabila

terdahulu

bukti-bukti empirik

sebagaimana

dapat terhim'pun melalui penelitian

dikemukakan

ini maka

ha-

sil-hasilnya akan dapat bermanfaat untuk hal-hal berikut.

a. Sebagai
bangan

bahan masukan terhadap penyusunan model
dan

peningkatan kemampuan

profesional

pengem
konselor

19

sekolah yang ada di lapangan dengan menggunakan pola pen
didikan dalam jabatan (in-service training).

). Sebagai bahan masukan bagi Jurusan PPB Program Studi Bim
bingan

selor

dan Konseling dalam menyiapkan

yang profesional di sekolah,

calon-calon

khususnya

kon

konselor-

konselor yang akan bertugas di SMA.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pengelola pendidikan (se
perti Kanwil Depdikbud, Kandep, Kepala Sekolah, dan seba

gainya) dalam upaya peningkatan dan pengembangan

layanan

bimbingan di sekolah.

E. Defenisi Operasional

1. Penguasaan Konsep

Istilah konsep dapat dirujuk kepada teori-teori

jar

seperti dikemukakan oleh Gagne,(1970), dan

bela-

sebagainya.

Pada dasarnya konsep dapat diartikan sebagai suatu golongan,
kategori,

peristiwa

kelas

yang

atau

dapat

kelompok

dipelajari

dari

suatu

oleh

benda

seseorang

atau

(Gagne,

1970:88-89). Konsep merupakan hasil proses kognitif yang ada
pada

setiap

sehingga

Manfaat

dia

individu
dapat

dalam

kerangka

memahami

membedakannya dengan

hal

konsep ini menurut Nasution (1988:84)

sesuatu

yang

lain.

adalah

agar

individu terbebas dari pengaruh stimulus yang spesifik serta
dapat

digunakannya dalam segala macam situasi dan

stimulus

yang mengandung konsep tersebut.

Adapun penguasaan konsep yang dimaksudkan dalam
litian

ini adalah sejumlah pengetahuan dan

pene

pemahaman

selor tentang berbagai fakta, metode dan prosedur,

kon

prinsip

20

;erta

teknik-teknik berkenaan dengan

chususnya
liri

menyangkut kemampuan konselor

sendiri

tlien

dan klien dalam suasana

dalam mengeksplorasi dirinya,

nengambil

konseling

tindakan,

serta kemampuan

proses dan menutup konseling ;

dalam:

perorangan
melibatkan

konseling,

memahami

membantu

dirinya,

konselor dalam

dan

menilai

yang dicerminkan oleh tinggi

rendahnya skor yang diperoleh responden berdasarkan jawaban-

jawaban

yang

diberikannya terhadap

alat

ukur

penguasaan

konsep kemampuan profesional konseling.

2.

Konselor

Istilah
seseorang

berbagai

klien

konselor

menurut

yang mempunyai

ilmu

dalam

perkembangan

latar belakang

(1973:73)

membuat
kehidupan

pilihan-pilihan

untuk

dalam

membantu

berkenaan

dan karirnya sehingga

penelitian

adalah

profesional

perilaku yang dipersiapkan

pada suatu lingkungan masyarakat

Dalam

Cottle

dengan

dapat

hidup

modern.

ini yang dimaksud

dengan

konselor

adalah tenaga kependidikan yang karena keahliannya

diangkat

sebagai tenaga kependidikan atau penyelenggaraan
lainnya

untuk menjadi tenaga yang bertugas

pendidikan

memberikan

layanan bimbingan di sekolah. Kualifikasi pendidikan

adalah

yang telah menyelesaikan Program Diploma 3

pe

mereka

dan/atau

Sarjana dalam bidang bimbingan dan konseling.
3. Penerapan

Istilah
taxonomy

penerapan (appliostinn^ berasal

ranah

dapatkannya

kognitif

Bloom

(1971)

yang

dari
untuk

perlu didahului oleh pengetahuan dan

konsep
men-

pemahaman

21

ikan sesuatu.

nenyatakan

Arends dalam menggambarkan makna aplikasi itu

bahwa individu dapat menerapkan

diketahuinya

lanjutnya

mengacu

kedalam

Gronlund

kepada

bentuk

tindakan

informasi

yang

(1978) juga menyatakan

kemampuan untuk

yang

konkrit.

bahwa

menggunakan

Se-

aplikasi

materi-materi

yang telah dipelajarinya ke dalam situasi baru dan konkrit.
Dalam

adalah

penelitian ini yang dimaksud

dengan

upaya konselor dalam mempraktekkan

penerapan

berbagai

tentang kemampuan profesional konseling khususnya
dalam

melibatkan

konseling,

diri

membantu

memahami

klien

dan

dalam

klien

kemampuan

dalam

mengeksplorasi

dirinya, dan mengambil tindakan, serta

konselor dalam

terungkapkan

suasana

dirinya,
kemampuan

menilai proses dan menutup konseling ;

melalui

responden

terhadap

penerapan

kemampuan

4.

sendiri

konsep

tinggi rendahnya
butir-butir
profesional

skor

yang

pernyataan

yang

dicapai

alat

ukur

konseling.

Kenanpuan Profesional

Kemampuan
tence .

dipandang sebagai ability

Bila kemampuan dipandang sebagai

(Klausmeier,
operation,
puan

dapat

1971:63) mengemukakan
a content,

dipandang

bersifat

dioperasikan
dikerjakan.

ability

integrated

and a product".

complex

Dalam hal
dari

ini

an

kemam
yang

isi (pengetahuan) dari apa yang

akan

Selanjutnya

...

Guilford

hal-hal

tersebut,

sebagai"

ability,

compe

:"ability as union of

sebagai suatu kesatuan

operasional,

dan

dan merupakan hasil dari
Burton

(1962:98)

is generalized

of related

power

activities".

apa

yang

mendefenisikan

to

carry

Lebih

on

lanjut

22

likemukakannya

bahwa

lecuali

hal

dalam

iengan

"

ability

suatu ability

dirinya

sulit

sendiri.

diberi

Dia

to read, ability to

batasan

mencontohkannya

spell,

ability

to

^rite" .

Bila
Pilburd

kemampuan dipandang sebagai masalah

kompetensi,

(1985: 52) mengemukakan bahwa kompetensi

yang telah ada, kemampuan untuk

pengetahuan

merupakan

melakukan

se

suatu, termasuk juga kepada kemampuan seseorang untuk membedakan

mana

masuk

yang

termasuk .... dan mana

yang

tidak

ter

Kompetensi menurut Pilburd itu tampaknya mengan-

dung unsur pemahaman akan sesuatu dan penerapan hal tersebut
ke

dalam

bentuk kegiatan.

Istilah
kamus.

kemampuan juga dapat ditemukan dalam

Dalam

mampuan

itu berarti : (1) kesanggupan,

kekuatan,
berarti
Salim,

Kamus Besar Bahasa Indonesia

dan
(1)

(4) kekayaan.
keahlian,

dan

yaitu (1)

(2)

jaannya
dan

beda

istilah

kecakapan,

(3)

istilah

dan (2)

kompetensi

wewenang

profesional merujuk

pada orang yang menyandang

pada penampilan seseorang dalam

(Peter

kepada

suatu

Dedi Supriadi,

antara

1990:3).

Dalam kaitan

penampilan seseorang yang

didasarkan

pada-

ini

prinsip-pr insip

peker-

1991:

akan

profesional

Kemampuan yang bersifat

dua

profesi,

melakukan

sesuai dengan profesinya ( Achmad Sanusi,

yang bukan profesional.

harus

ke

1990:372).

Selanjutnya
hal,

kemampuan,

(1988:552)

(2)

Sedangkan

kamus-

19

terlihat

dengan

profesional

keilmuan

tertentu

serta pada alasan-alasan mengapa pekerjaan seperti itu perlu

23

dilakukannya untuk kepentingan orang lain.

juga

perlu

konselor
yaitu

ciri-ciri

pekerjaan

(1)

dapat

menampilkan pelayanan

sosial

jelas perbedaannya dengan pekerjaan

untuk

didikan

mendapatkan kemampuan tersebut

(1969:14),
yang

unik

tenaga

lain,

diperlukan

dan latihan dalam periode waktu yang

ini

profesional

seperti yang dikemukakan oleh Mc Cully

sehingga
(2)

diperhatikan

Dalam kaitan

pen

memadai,

dan

(3) para anggota yang termasuk ke dalam pekerjaan itu secara

tegas

dituntut memiliki kemampuan minimal melalui

seleksi,

lanjut

dari

pendidikan dan latihan,

serta

prosedur

sertifikasi.

dinyatakannya bahwa satu-satunya keunikan

konselor adalah menyelenggarakan konseling

(Mc Cully,

Lebih

pelayanan

perorangan

1969:16)

Dalam penelitian ini yang dimaksudkan dengan kemampuan
profesional

konselor

adalah

berkenaan

pemahaman

dan

keterampilan

dengan penyelenggaraan

khusus

konseling

orangan di sekolah sesuai dengan tuntutan profesinya,
dalam

hal melibatkan diri sendiri dan klien

konseling,
membantu
klien

membantu
klien

klien

dalam

dalam memahami

mengeksplorasi

dirinya

dalam mengambil tindakan untuk

tujuan

konseling,

dalam

serta menilai proses

dan

yaitu
suasana

dirinya,

sendiri,

keperluan

per

membantu
pencapaian

menutup

kon

seling.

E.

Asumsi Penelitian

Penelitian

ini

diselenggarakan

berdasarkan

asumsi-

asumsi sebagai berikut. Pertama, Pada SMA Negeri Kota

Padang

diasumsikan

telah

dilaksanakan

kegiatan

madia

layanan

24

onseling.

Asumsi

ini didasarkan

atas

landasan

yuridis-

ormal pelayanan bimbingan dan konseling yang tertuang
urikulum

alah

1984.

satu

Pada kurikulum tersebut

layanan dalam bimbingan dan

pada

dinyatakan

bahwa

konseling

di

SMA

kegiatan

program

dalah layanan konseling.

Kedua,

Konseling

merupakan

inti

imbingan dan konseling. Asumsi ini didasarkan atas
aan-pernyataan

atar

para

ahli seperti dijelaskan

pernya-

pada

belakang di atas. Didasarkan atas beberapa

pandangan

.hli tentang bimbingan dan konseling, tampaknya tak
ang

menolak bahwa layanan konseling merupakan

bagian

satupun

salah

satu

.ayanan yang penting dari program bimbingan di sekolah.

Ketiga,
.enggarakan

lelainkan
?aktu

Kemampuan profesional konselor

dalam

layanan konseling tidak diperoleh secara

memerlukan

tertentu.

pendidikan dan latihan

Asumsi ini diperkuat oleh

dalam
Dyer

menyealami

jangka

(1977:18)

lelalui pernyataannya sebagai berikut.

The counselor cannot
naturally,
according to

merely do what
comes
his own
style".
The
counselor
has
learned
specific
skills
and
competencies which are employed in counseling for
the results they are known to produce.

Keempat,
can

keberhasilan konselor dalam

menyelengara-

layanan konseling secara profesional ditentukan

>anyak faktor yaitu faktor di dalam diri konselor

seperti
/•ang

: penguasaan metode, teknik,

dan

sendiri

keterampilan,
pribadi

kon

selor dan pemaknaan oleh konselor akan tugasnya, dan

ber

bagai

ditunjang oleh sikap, motivasi, nilai

oleh

faktor

(Munandir,

yang

1993:12).

terdapat

di

luar

dirinya

sendiri

BAB

III

RANCANGAN PENELITIAN

Dalam bab ini akan dikemukakan hal-hal yang menyangkut

dengan metode penelitian, subyek penelitian, teknik

pengum

pulan data, pengembangan alat pengumpul data dan teknik ana
lisis data.

A.

Metode Penelitian

Metode

yang

digunakan dalam

penelitian

ini

adalah

deskriptif-analitik. Deskriptif maksudnya adalah bahwa pene

litian ini memeriksakan keadaan yang sedang berlangsung pada
saat penelitian ini dilaksanakan. Keadaan tersebut selanjut

nya dianalisis secara deskriptif, komparatif dan
untuk

korelatif,

kemudian ditarik kesimpulannya. Selanjutnya

maksudnya

adalah bahwa dalam penelitian ini akan

analitik
dilakukan

pembahasan dengan berbagai implikasinya.

Keadaan yang ingin diungkapkan melalui penelitian

adalah berkenaan dengan tingkat penguasaan konselor
konsep

kemampuan profesional dalam bidang

konseling

ini

tentang
serta

penerapan konsep kemampuan tersebut ke dalam praktek layanan
bimbingan dan konseling di sekolah.
B. Subyek Penelitian

Subyek dari penelitian ini adalah para konselor yang
bertugas di berbagai SMA Kota madia Padang. Menurut catatan

Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi
Sumatera Barat jumlah konselor yang bertugas di SMA Kota ma
dia Padang dengan kualifikasi pendidikan D3 dan Sarjana da64

65

lam

bidang

bimbingan dan konseling saat ini

berjumlah

orang. Seluruh konselor tersebut akan diikut-sertakan

41

dalam

penelitian ini. Dengan demikian penelitian ini bersifat sen-

SJiS. karena mengikut-sertakan semua populasi sebagaimana
sebutkan di

di-

atas.

C. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Sesuai

dengan masalah, tujuan dan

asumsi

penelitian

sebagaimana telah dikemukakan pada bagian bab pertama,

maka

jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :
1.

Data yang memuat tingkat penguasaan konselor

ten

tang konsep kemampuan profesional dalam bidang layanan

kon

seling, khususnya dalam hal (1) melibatkan diri sendiri
klien

ke dalam suasana konseling, (2) membantu klien

dan
dalam

hal mengeksplorasi dirinya, (3) membantu klien dalam hal me

mahami

dirinya sendiri, (4) membantu klien dalam

mengambil

tindakan untuk keperluan pencapaian tujuan konseling, dan
(5) menilai proses dan hasil serta mengakhiri konseling.

2.

Data yang memuat tingkat penerapan konsep-konsep

tersebut di atas oleh konselor ke dalam praktek layanan kon
seling di sekolah.

3. Data yang memuat faktor-faktor penunjang dan penghambat terhadap penerapan konsep-konsep kemampuan profe
sional konseling di atas dalam praktek layanan bimbingan dan
konseling mereka di sekolah.

Data yang berisi tingkat penguasan konselor tentang
kemampuan profesionalnya dalam menyelenggarakan konseling
perorangan

akan dikumpulkan dengan menggunakan alat yang

66

lenyerupai

tes.

Selanjutnya data yang mengungkapakan tingkat penerap

an konselor terhadap konsep kemampuan profesional

konseling

/ang

bimbingan

telah dimilikinya ke dalam praktek

layanan

ian konseling di sekolah akan dikumpulkan dengan menggunakan
-eknik self-report, dalam bentuk skala.

Akhirnya

data yang menerangkan faktor-faktor

penun

jang dan penghambat terhadap penerapan berbagai konsep kenampuan

profesional konseling yang telah mereka

railiki

ke

ialam layanan bimbingan dan konseling di sekolah juga dikum
pulkan dengan menggunakan teknik self-renort dalam bentuk
iaftar cek dan isian terbuka.

). Pengembangan Alat Pengumpul Data

L. Alat Ukur Konsep Kemampuan Profesional Konseling

Alat ini berisikan sejumlah konsep yang biasa dihadapi
ionselor sewaktu ia menyelenggarakan layanan konseling ber
sama kliennya. Dalam mengembangkan alat pengumpul data jenis
ini ditempuh langkah-langkah sebagai berikut.
a. Penyusunan Kisi-kisi

Alat Ukur

Untuk menyusun kisi-kisi alat ukur konsep kemampuan
conseling ini didasarkan pada bangun (oonst.mnn variabel
lemampuan profesional konseling. Sebagaimana telah dije-

•askan bahwa kemampuan profesional konseling yang hendaknya
literapkan oleh konselor meliputi kemampuan dalam melibatkan
iiri dan klien ke dalam suasana konseling sampai kepada ke.ampuan dalam hal menilai dan mengakahiri kegiatan konseling
tersebut. Oleh karena itu berikut ini dipaparkan aspek-aspek

67

beserta

indikator dari komponen tersebut yang

berdasarkan

dikembangkan

teori yang dikemukakan oleh Carkhuff (1983:

5)

Brammer dan Shostrom (1982: 99), Munro et al. (1979: 28-75),
dan Culley (1991: 3) seperti tertera pada lampiran D-l.
b.

Perumusan Alat Ukur

Setelah
adalah

kisi-kisi tersusun, maka langkah

selanjutnya

merumuskan butir-butir pernyataan berdasarkan

kisi-

kisi tersebut sehingga menjadi alat ukur yang dapat mengung
kapkan

penguasaan konsep konselor tentang kemampuan

profe

sional

konseling.

hendak

diukur

suatu situasi tentang hubungan konseling

antara

disediakan
konselor

dengan

Untuk setiap aspek

klien. Ke dalam

yang

setiap

situasi

tersebut

disertakan sejumlah pertanyaan tentang konsep-konsep

kemam

puan profesional konseling yang masing-masingnya memuat tiga

alternatif
nantinya
yang

jawaban,

yaitu jawaban a, b, dan

c.

diminta untuk menandai salah satu dari

disediakan

tersebut, sehingga

hasil

Responden
alternatif

jawaban

mereka

dapat diberikan skor 1( satu), 2 (dua) dan 3 (tiga).
Dengan mengikuti prosedur seperti tersebut di atas ma

ka pada tahap ini dapat dirumuskan 35 butir pernyataan

tang

ten

persoalan yang menyangkut dengan konsep kemampuan pro

fesional

konseling yang bersangkutan.

Butir-butir

pernya

taan yang dimaksudkan tertera pada lampiran D-2.
c. Penimbangan butir-butir pernyataan alat ukur

Penimbangan

butir-butir pernyataan

alat ukur yang

telah dirumuskan di atas dilakukan dengan tujuan untuk meli

hat keoocokan antara isi rumusan setiap alat pkur dengan in
dikator nilai yang diukur oleh alat ukur tersebut

berdasar-

68

kan

bangun

variabelnya. Butir-butir pernyataan

alat

ukur

yang telah disusun tersebut selanjutnya ditimbang oleh

tiga

orang penimbang (judge) yang ahli dalam bimbingan dan konse

ling.

Setiap penimbang memberikan penilaian

baik

terhadap

isi maupun redaksi kata-kata dari alat ukur yang bersangkutan.

Setiap butir pernyataan yang dinilai oleh

ketiga

ahli

itu diberi skor 1 jika butir pernyataan tersebut dinilai co

cok

untuk mengungkapkan indikator variabel penelitian

yang

dimaksud, dan skor 0 jika butir pernyataan yang bersangkutan

dinilai tidak cocok untuk mengukur indikator variabel

pene

litian yang dimaksud.

Untuk mengetahui keandalan semua butir pernyataan alat

ukur berdasarkan timbangan para penimbang, maka diuji dengan
menghitung

realiabilitas antar penimbang (interrat.er

reli

ability) dengan menggunakan rumus yang dikembangkan oleh R.L
Ebel (Guilford, 1954:395) sebagai berikut:

11

Vp + ( k-1 ) ve
V

P

-

V

ve

kk

Keterangan rumus:

rn

= reliabilitas timbangan seorang penimbang

rkk

~ reliabilitas timbangan seluruh penimbang

Vp

= variansi pernyataan

ve

= variansi galat

k

- juralah penimbang

69

Dengan mempergunakan cara di atas, diperolah koefisien

reliabilitas seperti tertera pada tabel 1 berikut ini.

Pro

ses perhitungannya tertera pada lampiran D-6.
TABEL

1

KOEFISIEN REALIBILITAS ANTAR PENIMBANG

ALAT UKUR KONSEP KEMAMPUAN PROFESIONAL KONSELING

Koefisien
Realibilitas

Nilai

Signifikan

koefisien

pada p <

rll

0,295

1,77

0,05

rkk

0,556

3,84

0,005

d. Uji Coba Alat Ukur

Uji

coba alat ukur ini dimaksudkan

untuk

mengetahui

kesahihan (validitas) dan keajegan (realibilitas) alat

ukur

yang bersangkutan. Jumlah responden yang digunakan dalam ke

giatan uji oba ini sebanyak 38 orang dengan memnafaatkan se-

mua konselor yang bertugas di SMA Negeri Kotamadya Padang.
11 LLii ooJb_a kesahitmn (validita^ bjitj

pernya-

taaa aJLai \xkax.

Untuk

memguji kesahihan setiap butir pernyataan

alat

ukur konsep kemampuan profesional konseling,
dilakukan
dengan menempuh dua cara yaitu (a) menentukan daya pembeda
(DP) setiap butir pernyataan, dan (b) menentukan korelasi

setiap butir pernyataan dengan keseluruhan butir pernyataan
yang ada.

70

a) Mencari daya pembeda setiap butir pernyataan

Penentuan daya pembeda ini dimaksudkan untuk menguji
signifikansi perbedaan skor rata-rata kelompok tinggi dengan
skor rata-rata kelompok rendah. Dengan kata lain,

penentuan

ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah suatu butir pernya
taan itu dapat membedakan responden kelompok tinggi dengan
responden

kelompok rendah. .Penguj ian ini

dilakukan

dengan

menggunakan uji t dengan menggunakan rumus yang dikembangkan

oleh Edwards (1957:152) dan telah dimodifikasi

lambangnya

oleh Subino (1987:100). Rumus yang dimaksudkan adalah :

t

=

Xu

-

Xa

(su2/nu + sa2/na
Dengan menggunakan rumus uji t di