Kajian Sastra Bandingan Sebuah Analisis
Potret Kelam Seorang Pria ketika Hukum Adat Membelenggu Cintanya.
(Sebuah Analisis Karakteristik Tokoh Pria: Sayap-Sayap Patah dan Siti Nurbaya.)
Kajian Sastra Bandingan.
Oleh: Andriansyah Nur Hidayat
NIM: 1112013000024 (PBSI 3A)
Tugas Akhir Mata Kuliah Sastra Bandingan.
Tokoh merupakan unsur yang penting dalam suatu karya sastra. 1 Bagaimana tidak,
tokoh adalah pelaku yang menjalani setiap peristiwa dalam sebuah cerita. Melalui
tindakan, ucapan, dan pikirannyalah pembaca memperoleh gambaran peristiwa dalam
sebuah karya sastra. Dengan kata lain, tokoh merupakan alat yang digunakan pengarang
untuk mejalankan sebuah cerita agar cerita tersebut terasa sedang benar-benar terjadi.
Dilain hal ada kata “penokohan” yang sering digunakan oleh orang awam untuk
memberikan makna yang kurang lebih sama dengan tokoh. Namun tokoh dan penokohan
adalah dua hal yang berbeda. Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam
cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan penokohan adalah
cara sastrawan menampilkan tokoh.2
Dalam setiap karya sastra tentulah seorang tokoh memiliki karakter atau penokohan
yang berbeda bila dibandingkan dengan karakter tokoh dalam karya sastra lainnya,
walaupun peristiwa yang terjadi dalam karya sastra tersebut hampir sama. Ini terjadi
karena karakter tokoh dalam sebuah cerita dipengaruhi banyak faktor. Diantaranya faktor
pendidikan, lingkungan, dan faktor keluarga tokoh yang ada di dalam sebuah cerita atau
karakter ini dipengaruhi oleh kepribadian pengarang dari sebuah karya sastra tersebut.
Namun kelihatannya perbedaan karakter dalam karya sastra yang berbeda ini belumlah
mendapat pembahasan yang lebih dalam. Untuk itu penulis akan membahas hal tersebut.
Apa karakteristik tokoh bisa berbeda walaupun peristiwa yang dialami oleh kedua tokoh
dalam kedua karya sastra tersebut mirip? Karya yang akan saya bahas adalah, Sayap-sayap
Patah karya Kahlil Gibran yang telah diterjemahkan oleh Endah Astuti, dan
membandingkannya dengan Siti Nurbaya karya Marah Rusli. Keduanya memiliki jalan
cerita yang mirip, tentang percintaan yang berujung perpisahan karena tokoh wanita dalam
cerita menikah dengan pria lain dan kemudian meninggal dunia.
1
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau keberlakuan dalam berbagai peristiwa. Menurut
Sudjiman, Lihat Melani Buadianta dkk. Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi),
(Magelang: IndonesiaTera, 2003), . 86.
2
Aminuddin, Pengantar memahami unsur-unsur dalam karya sastra : bagian I (Malang: FPBS IKIP Malang, 1984), h.
85.
Tentang Sayap-sayap Patah dan Siti Nurbaya
Sayap-sayap Patah adalah novel karya Kahlil Gibran, pria yang lahir di Beshari,
Lebanon pada 1883 dengan nama asli Gibran Khalil Gibran. Sastrawan Amerika-Libanon
yang hijrah ke Amerika bersama ibu dan adik perempuannya saat usianya 12 tahun.
Disanalah, tak sengaja namanya berubah menjadi Kahlil Gibran akibat pencatatan yang
salah oleh pihak administrasi sekolah pertama yang diikutinya.
Sempat kembali ke tanah kelahirannya selama tiga tahun untuk memperdalam bahasa
arab, Kahlil Gibran menghabiskan masa remaja bersama seniman bohemian di Boston. Ia
juga pernah tinggal di Paris selama setahun untuk berguru seni rupa pada seniman di
Perancis. Pulang dari Perancis ia pindah ke New York dan menetap di korta ini sampai
akhir hayat. Tulisan-tulisan Gibran dikenal luas karena cita rasa orientalnya yang eksotis,
bahkan mistis.
Dianggap sebagai penyair Arab di perantauan terbesar, Kahlil Gibran meninggal di New
York pada 1931. Kahlil Gibran dikuburkan di Beshari, Lebanon, tempat dia menjalani
masa kanak-kanaknya.3
Sayap-sayap Patah adalah novel terjemahan yang judul aslinya “The Broken Wings”.
Al-Ajnihah al-mutakassirah, itulah judul aslinya yang diterbitkan pertama kali dalam
bahasa Arab tahun 1992. Sebuah karya best seller di antara berbagai karya Kahlil Gibran
lainnya.
Sesuatu yang tak boleh dilupakan dalam membicarakan Sayap-sayap Patah ialah nama
Mary Elizabeth Haskell, putri seorang direktur bank yang menjadi kepala sekolah Haskell
Dean School dan akhirnya menjadi sahabat akrab dan mentor Gibran yang ikut
menentukan kebesarannya. Marylah yang membiayai perjalanan dan studi Gibran ke Paris
untuk kedua kalinya karena yakin akan kecemerlangan Gibran di masa depan. Dalam
suratnya yang ditujukan kepada Gibran tertanggal l6 November l9l3, Mary meramalkan
kebesaran Gibran sebagai berikut:
"Karya nyatamu melampaui apa yang ada pada gene-rasi ini atau bahkan berbagai
generasi yang sempat kau saksikan. Hanya masa depanlah yang dapat
memperlihatkan luasan chanye. Dan pada hari itu ketika manusia sedang menyebut
abad kedua puluh sebagai tahap embriobagi dirinya, ia akan menyebutmu seperti
menyebut dirinya. Tetapi engkau, karena datang hari itu, akan terus menciptakan
hari-hari depan . . . Bagimu kini, apa yang kau tulis dan kau lukis semata-mata
menyatakan fragmen-fragmen pandanganmu. Tetapi pada saatnya nanti seluruh
3
Kahlil Gibran, The Prophet. Penerjemah Sapardi Djoko Damono (Yogyakarta: Bentang, 2011), h. 137-138.
pandanganrnu akan nampak pada karya-karyamu itu. Karena manusia akan
belajar melihat, mendengar, dan membacanya. Dan karyamu bukanlah sekedar
buku dan lukisan. Semua itu hanya sekelumit dari karya-karyamu. Karyamu adalah
engkau, tidak kurang dari engkau, dan tidak bagian dari engkau.... "Suatu hari
kelak diammu akan dibaca lewat tulisan-tulisanmu, kegelapanmu akan menjadi
bagian dari CAHAYA.”
Dan kepada ”M.E.H” inisial dari Mary Elizabeth Haskell. Gibran begitu sering
mempersembahkan karya-karyanya, baik karya sastra maupun karya lukisnya. Salah satu
dari dedikasi itu dipersembahkannya lewat Sayap-sayap Patah.
Gibran menulis dalam dua bahasa: bahasa Arab untuk para pembacanya di Libanon,
Suriah, dan dunia Arab termasuk komunitas-komunitas Arab di Amerika Utara, Amerika
Latin dan lain-lainnya; bahasa Inggris untuk para pembacanya di dunia Barat. Ditambah
karya-karyanya yang merupakan perpaduan unik dari karakteristika filsafat Timur dan
Barat yang biasanya membingungkan pikiran Barat, Gibran benar-benar menjadi jembatan
antara Barat dan Timur yang paling tangguh. Para pengagumnya menerjemahkan karyakarya Inggrisnya ke dalam bahasa Arab, dan karya-karya Arabnya ke dalam bahasa
Inggris.4
Sayap-sayap Patah menuturkan tentang pasang surutnya anak manusia yang dimabuk
cinta. Sebuah kisah cinta yang sederhana, namun di tangan Kahlil Gibran, kisah cinta yang
sederhana itu berhasil menjadi sesuatu yang berbeda. Kisah cinta sepasang kekasih yang
penuh dengan cinta, kasih sayang, pengorbanan, dan kesengsaraan serta duka nestapa.
Bahkan diakhiri secara tragis dengan meninggalnya Selma, perempuan yang sangat
dicintai tokoh utama sekaligus narator dalam cerita ini. Kelincahannya dalam memilih dan
merangkai kata serta menciptakan metafora-metafora membuat karyanya selalu memiliki
ciri khas. Hal inilah yang membuat pembaca merasa kata-katanya tersebut tertinggal di hati
mereka, sehingga karya-karyanya terus dibaca dan diapresiasi sepanjang masa.5
Cinta yang begitu melimpah ruah dan impian tentang sebuah kebahagiaan besar sirna
seketika terkekang oleh aturan masyarakat yang sangat kejam. Ketamakan dan kekayaan
sebagai penghalang bagi kebahagiaan kedua insan yang diceritakan dalam kisah itu.
Awal kisah, Kahlil Gibran berkunjung ke rumah sahabatnya, bertemu dengan sahabat
karib ayahnya, Farris Effandi Karamy. Kemudian lelaki tua itu bercerita tentang semangat
masa mudanya bersama ayah Gibran. Gibran memberikan Farris Effandi Karamy masa
yang telah lama hilang dari dalam dirinya.
4
5
Kahlil Gibran. The Broken Wings. Penerjemah M. Ruslan Shiddieq (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1988) h.xviii-xx.
Kahlil Gibran. The Broken Wings. Penerjemah Endah Astuti (Yogyakarta: Media Preeindo, 2012) h. vi.
Kerena pertemuan dengan sahabat karib ayahnya itulah dia mengenal sosok perempuan
yang mampu mengisi ruang kosong hatinya. Selma Karamy, putri satu-satunya Farris
Effandi Karamy. Perempuan itulah yang membuatnya jatuh cinta setelah hidup dalam
kehampaan. Selma memberikan kasih saying, kerinduan dan kebahagiaan. Namun itulah
awal dari penderitaannya.
Dalam novel ini ada pula masalah nasib perempuan yang hidup di zaman tersebut,
ketidakadilan, penindasan, kesewenang-wenangan, kekuasaan dengan kedok agama yang
menciptakan aturan hukum masyarakat yang sangat membelenggu.
Sementara itu, Siti Nurbaya adalah novel karya Marah Rusli. Novel roman ini
merupakan salah satu ikon sastra Indonesia. Hingga kini roman ini dijadikan salah satu
bacaan para siswa di Indonesia dalam mempelajari kesusasteraan. Begitu populernya novel
ini, sehingga dijadikan idiom oleh masyarakat kini untuk menyatakan ketidaksetujuan
dengan orang tua yang menjodohkan anaknya. Marah Rusli masih termasuk keluarga
bangsawan Pagaruyung. Penulis ini lahir di Padang, Sumatera Barat, 7 Agustus 1889.
Ayahnya, Sutan Abubakar, gelar Sutan Pangeran. Ibunya berasal dari Jawa dan keturunan
Sentot Alibasyah, salah seorang panglima perang Pangeran Diponegoro.
Ia masuk sekolah dasar di Padang yang menggunakan bahasa Belanda sebagai
pengantar. Setelah lulus, ia melanjutkan ke sekolah Raja (Kweekschool) di Bukit Tinggi,
lulus tahun 1910. Ia melanjutkan sekolahnya ke Vee Arstsen School (sekolah Dokter
Hewan) di Bogor dan lulus tahun 1915. Setelah tamat, ia di tempatkan di Sumbawa Besar
sebagai Ajung Dokter Hewan. Tahun 1916 ia menjadi Kepala Peternakan.
Pada Tahun 1920, Marah Rusli diangkat sebagai asisten dosen Dokter Hewan Wittkamp
di Bogor. Karena berselisih dengan atasannya, orang Belanda, ia diskors selama setahun.
Selama menjalani skorsing itulah ia menulis novel Siti Nurbaya pada tahun 1921. Karirnya
sebagai dokter hewan membawanya berpindah-pindah ke berbagai daerah. Tahun 19211924 ia bertugas di Jakarta, kemudian di Balige antara tahun 1925-1929 dan Semarang
antara tahun 1929-1945.
Tahun 1945, Marah Rusli bergabung dengan Angkatan Laut di Tegal dengan pangkat
terakhir Mayor. Ia mengajar di Sekolah Tinggi Dokter Hewan di Klaten tahun 1948 dan
sejak tahun 1951 ia menjalani masa pensiun di Bogor. Novelnya, Siti Nurbaya tahun 1922,
mendapat hadiah dari pemerintah RI tahun 1969. Karyanya yang lain novel La Hami di
tahun 1952, novel Anak dan Kemenakan tahun 1956, dan otobiografi Memang Jodoh. Ia
juga menerjemahkan novel karya Charles Dickens yang berjudul Gadis Yang Malang di
tahun 1922.6
6
Anonim, “Marah Rusli,” artikel diakses pada 21 Desember dari http://www.tamanismailmarzuki.com/
tokoh/marahrusli.html.
Siti Nurbaya diterbitkan pertama-tama pada tahun 1922 oleh penerbit Balai Pustaka.
Meskipun bukan novel pertama yang diterbitkan Balai Pustaka, novel karya Marah Rusli
ini dianggap menonjol dan mengemuka pada zaman Balai Pustaka. Berbagai pendapat
tentang hal itu telah ditunjukkan, antara lain oleh Zuber Usman (1964), Teeuwii (1978),
dan Faruk HT (1999). Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila SN banyak
dibicarakan, baik oleh kritisi sastra dari asing maupun kritikus sastra dari Indonesia.
Banyak aspek dari novel itu yang menjadi sorotan, di antaranya aspek sosiologis, politis,
dan struktur formalnya. 7
“Hari gini dijodohkan?”
Seperti zaman Siti Nurbaya saja, itulah jawaban yang umumnya dikatakan seseorang
ketika mendengar kata dijodohkan atau perjodohan oleh kedua orang tuanya. Hal ini
menunjukkan bahwa novel Siti Nurbaya karya Marah Rusli sangat melekat pada kehidupan
masyarakat Indonesia. Faktanya memang hingga sekarang budaya perjodohan masih
melekat di negeri ini, tentunya dengan berbagai alasan.
Pada masa lalu kita mengenal kisah Siti Nurbaya sebagai suatu penggambaran
perjodohan dimasa lalu sebagai sesuatu yang umum dilakukan. Sekarang mungkin kita
akan mencibir jika ada orangtua yang menjodohkan anak‐anaknya karena sekarang tren
telah berubah. Muda‐mudi jaman sekarang pada umumnya berpacaran sebelum memasuki
jenjang pernikahan.8
Siti Nurbaya menuturkan kisah cinta dua anak manusia yang harus terpisah karena
masalah adat. Novel ini menjadi menarik karena kritik tajamnya terhadap adat masyarakat
yang kolot tentang pernikahan. Latar social dalam Siti Nurbaya sangatlah jelas. Ini juga
bisa dikaitkan dengan emansipasi wanita. Wanita seharusnya berhak memilih dengan siapa
mereka menikah, sama halnya dengan seorang pria yang bebas memilih pendamping
hidupnya. Ketika pria memiliki istri lebih dari satu, namun terasa tidak adil bila wanita
tidak boleh memiliki suami lebih dari satu.
Novel Siti Nurbaya diawali dengan cerita Samsul Bahri mengundang Siti Nurbaya
untuk pergi ke Gunung Padang bersama Zainul Arifin, dan Bachtiar, keduanya merupakan
teman Samsul Bahri. Pada saat itulah Samsul Bahri mengungkapkan cintanya pada Siti
Nurbaya. Siti Nurbaya pun menerima cinta Samsul Bahri, mereka telah berjanji untuk
sehidup semati dalam kehidupan ini.
7
8
Yeni Mulyani Supriatin, “Nasionalisme dalam Siti Nurbaya karya Marah Rusli,” Jurnal Sosioteknologi
Edisi 19 Tahun 9, (April 2010): h. 779.
Iis Ardhianita dan Budi Andayani, “Kepuasan Pernikahan Ditinjau dari Berpacaran dan Tidak Berpacaran,” Jurnal
Psikologi Volume 32, No. 2, 101-111. Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Dalam keindahan cerita cinta mereka berdua, ada hal yang memupuskan harapan
mereka berdua itu. Datuk maringgih, seorang kakek tua yang kikir yang sangat licik datang
dalam kehidupan keduanya, inilah awal dari prahara yang terjadi.
Kisah dalam Sayap-sayap Patah dan Siti Nurbaya
Kisah Sayap-sayap Patah tertuju kepada Tokoh Utama yaitu Kahlil Gibran, seorang
pria di Beirut yang berumur 18. Ia bertemu dengan Farris Effandi Karamy, yang tak lain
adalah sahabat karib dari ayahnya. Setelah obrolannya dengan Farris, beberapa hari
kemudian ia berkunjung ke rumah Farris dan bertemu dengan Selma, putri satu-satunya
Farris Effandy Karamy. Mereka berdua jatuh cinta saat pertama kali bertemu. Namun
kebahagiaan mereka akhirnya terenggut karena Uskup Bulos Galib, seorang kepala agama
yang meminta Farris untuk menikahkan anak perempuannya dengan keponakannya yaitu,
Mansour Bey Galib. Hal ini terjadi karena Uskup ingin menguasai harta dari Fariis yang
dikenal memiliki harta yang banyak. Bila keponakan Uskup dengan Selma menikah,
Uskup berfikir bahwa keponakannya akan mendapatkan kekayaan dan kemakmuran
sehingga ia akan dihormati. Akhirnya Mansour Bey Galib dan Selma pun menikah hingga
menghancurkan kebahagiaan Kahlil Gibran. Kahlil Gibran yang cintanya sangat besar
kepada Selma tetap mencoba untuk melanjutkan hubungannya dengan Selma, walaupun ia
telah menjadi istri Mansour Bey Galib. Ia mengajak Selma untuk pergi dari kota dan hidup
berdua, namun hal ini ditolak oleh Selma. Tak lama setelah itu Selma mengandung anak
dari Mansour Bey Galib. Disaat akan melahirkan masalah pun muncul, Selma dan anak
yang baru dilahirkannya meninggal dunia. Mansour tak sedih dengan adanya kejadian ini,
namun Gibran hatinya hancur. Anak Selma telah menyelamatkannya dari kehidupan yang
tak adil bagi dirinya.
Sayap-sayap Patah dituturkan oleh satu narator yaitu Kahlil Gibran. Ia menceritakan
dari sudut orang pertama di dalam cerita tersebut. Ia menceritakan apa yang ia lihat dan
yang dia alami. Kahlil Gibran sebagai pengarang menempatkan nama dirinya sebagai
tokoh utama. Ini menjadikan cerita begitu menarik, karena dengan begitu akan banyak
kata-kata indah yang ada. Pembaca pun akan merasa hal ini benar-benar terjadi karena
pada kenyataannya Kahlil Gibran memang seorang penyair yang memiliki romantisme
yang tinggi. Pembaca akan merasa wajar apabila tokoh utama memberikan kata-kata indah.
Apabila tokoh utama ini bukan seorang penyair seperti Kahlil Gibran maka pembaca akan
merasa curiga, bagaimana bisa seorang yang biasa bisa memberikan kata-kata yang begitu
indah.
Sementara itu Siti Nurbaya dituturkan oleh orang ketiga diluar cerita yang serba tahu.
Ini menjadikan hal-hal kecil dapat terungkap, seperti pikiran tokoh pun dapat diketahui.
Sayap-sayap patah tak sedetail Siti Nurbaya ini dikarenakan sudut pandang yang
digunakan berbeda.
Siti Nurbaya memiliki banyak tokoh di dalamnya, sudut pandang orang ketiga
memberikan keleluasaan untuk memunculkan tokoh yang relatif banyak. Siti Nurbaya,
Samsulbahri, Datuk Maringgih, dan Sultan Sulaiman adalah tokoh sentral dari cerita.
Banyak tokoh tambahan yang ada di dalam cerita untuk mempertegas cerita. Tokoh
tambahan ini kadang mempersulit pembaca, karena bila terlalu banyak tokoh pembaca bisa
tidak fokus dengan tokoh utama. Kelebihannya, dengan adanya tokoh tambahan maka
cerita akan lebih nyata. Diawali dengan cerita tokoh utama, Samsul Bahri mengundang Siti
Nurbaya untuk pergi ke Gunung Padang bersama Zainul Arifin, dan Bachtiar. Kemudian,
setelah sampai Samsul Bahri mengungkapkan cintanya pada Siti Nurbaya. Cinta itu pun
disambut oleh Siti Nurbaya yang menerima cinta Samsul Bahri. Namun tokoh Datuk
Maringgih merebut kebahagiaan itu dengan berbuat licik kepada ayah Siti Nurbaya
sehingga usahanya bangkrut dan tak bisa membayar hutang-hutangya. Siti Nurbayalah
yang menjadi gantinya. Datuk Maringgih pun menikah dengan Siti Nurbaya. Itulah
kehancuran yang diterima oleh cinta Siti Nurbaya yang tak bisa bersatu dengan
Samsulbahri.
Berbeda dengan Siti Nurbaya, Sayap-sayap Patah lebih fokus dengan tokoh utama, tak
banyak tokoh tambahan di dalam cerita. Tokoh utama menceritakan apa yang mereka lihat
dan rasakan yang membuat cerita lebih terlihat nyata. Tokoh-tokoh yang ada di dalam
cerita semuanya memiliki peran yang penting. Ini sangat berbeda dengan Siti Nurbaya,
dalam Siti nurbaya terdapat tokoh polisi, nakoda kapal, pendekar 5. Yang merupakan
tokoh tambahan di dalam cerita.
Baik Sayap-sayap Patah maupun Siti Nurbaya memiliki konflik yang mirip yaitu kasih
tak sampai. Namun penuturan cerita sangatlah berbeda. Sayap-sayap patah bertutur dengan
ringan dan sederhana. Dengan tokoh-tokoh yang relative sedikit, konflik dimunculkan
dengan cepat dan fokus. Sayap-sayap patah memperlihatkan keserhanaan kata-kata yang
digunakan oleh pengarang, namun kata-kata yang sederhana itu sangatlah bermakna.
Konflik dihiasi dengan kata-kata mutiara yang diucapkan oleh para tokoh ketika
menghadapi konflik tersebut.
Berbeda dengan Sayap sayap Patah yang bercerita secara sederhana dan memiliki fokus
konflik, Siti Nurbaya bercerita dengan cara yang sedikit rumit, dan agak sulit dipahami
oleh pembaca. Dalam beberapa bagian menggunakan gaya epistolaris atau ungkapan suratmenyurat. Ungkapan surat menyurat dari bahasa Inggris epistolary formula: seperangkat
bentuk yang dipakai dalam surat-menyurat menandai bahwa bentuk itu adalah surat;
misalnya ungkapan Dengan hormat, Wasalam.9 Misalnya dalam bagian surat Saman
kepada Siti Nurbaya ketika ia telah di Jakarta.
Sayap sayap Patah bertutur dengan alur campuran. Awal cerita dikisahkan dengan
penyelesaian cerita dengan tokoh utama sebagai naratornya, kemuadian baru menceritakan
mengapa hal itu bisa terjadi. Karena konflik yang diciptakan dalam novel tidak banyak
sepertinya pengarang menggunakan alur campuran supaya cerita menjadi menarik dan
tidak membosankan.
Walaupun yang diceritakan mirip namun pada Siti Nurbaya pengarang menggunakan
alur maju supaya pembaca tidak bingung. Karena konflik yang ditimbulkan sangatlah
banyak, bukan hanya cinta yang dibahas dalam novel ini. dalam Siti Nurbaya dibahas juga
tentang nasionalisme, namun tak banyak mendapat pembahasan. Secara keseluruhan dapat
dipahami mengapa masalah nasionalisme dalam Siti Nurbaya tidak banyak dibicarakan
orang karena novel ini tidak secara eksplisit mengungkapkan masalah nasionalisme seperti
halnya sajak M. Yamin dalam “Indonesia Tumpah Darahku” yang secara gamblang menyuarakan semangat kebangsaan atau, sebagaimana novel Salah Asuhan karya Abdul Muis
yang menggambarkan perendahan martabat orang Indonesia oleh orang Belanda dengan
melakukan politik diskrimanasi ras berupa orang kulit putih merupakan kelas sosial
tertinggi.
Sesungguhnya novel Siti Nurbaya di dalamnya tidak hanya melukiskan masalah kawin
paksa, tetapi mengungkapkan konflik antara pribumi dan Belanda dalam masalah pajak.
Jadi, dalam novel Siti Nurbaya konflik itu hanya berurusan dengan masalah internal
kedaerahan. Meskipun demikian, secara tidak tersirat pemikiran tentang na-sionalisme atau
kebangsaan tetap muncul. Selain itu, latar belakang tahun penciptaan novel ini juga tidak
begitu relevan dengan semangat nasionalisme yang baru menggema sekitar tahun 1928
saat Sumpah Pemuda dikumandangkan. Sementara itu, Siti Nurbaya diciptakan pada tahun
1922, saat konsep kebangsaan itu sendiri belum matang. 10
Akan tetapi, jika dicermati lebih lanjut novel SN sedikit banyak mengungkapkan
masalah nasionalisme yang timbul dari hubungan Pemerintah Kolonial Belanda sebagai
9
Dewan Redaksi Ensiklopedi Kebahasaan Indonesia. Ensiklopedi Kebahasaan Indonesia Jilid IV R-Z.
(Bandung,Angkasa , 2009) h. 1275.
10
Op. Cit. Yeni Mulyani Supriatin.
penguasa dengan masyarakat Minang sebagai suku bangsa terkuasa. Dalam hubungan
tersebut terungkap sesungguhnya ma-syarakat Minang dan protagonis novel, yaitu Samsul
Bahri dan tokoh-tokoh lainnya seperti Siti Nurbaya dan Datuk Meringgih tidak berpihak
kepada Belanda. Bahkan, secara tegas mereka mengkritik dengan pedas dan meng-galang
persatuan akan melawan pemerintah kolonial. Hal itu terungkap dalam novel SN terutama
dalam peristiwa yang menggambarkan konflik Belanda dengan masyarakat Minang-kabau
dalam perang pajak atau dalam novel ini disebut dengan masalah belasting. Dengan
demikian, dapat di-tafsirkan bahwa masalah nasionalisme dalam novel SN lahir sebagai
bentuk perlawanan masyarakat Minang ter-hadap Pemerintah Kolonial.
Bila Siti Nurbaya menyinggung masalah nasionalisme Sayap-sayap Patah adalah novel
kuasi-biografi,11 atau bisa juga disebut otobiografi. Tokoh Selma Karamy dalam novel itu
adalah gambaran Nona Hala Daher, gadis kawan studi Gibran di Libanon yang ditakdirkan
oleh Tuhan memperoleh cinta pertamanya. Gadis itu tak berhasil disuntingnya ke jenjang
perkawinan bukan lantaran ayah sanggadis menolak lamarannya sebagaimana umumnya
dialami pemuda miskin dari segala zaman tetapi karena pendeta kota, dengan senjata
wibawa keagamaannya, merampas keinginan sang gadis dan ayahnya dan memaksakan
perkawinan gadis itu dengan keponakannya, seorang laki-laki yang tak bertanggung jawab
dan gemar berpesta pora. Lebih terkutuk lagi ialah bahwa motif keinginan sang pendeta itu
tak lain untuk mewarisi kekayaan keluarga Daher! Pada dasamya filsafat perkawinan yang
ditawarkan Gibran dalam novel ini adalah kelanjutan dan' filsafatnya dalam Al-Arwah aIMutamzu'ridah. Hanya ia tidak berpolemik berpanjang-panjang selain mencoba
mendeskripsikan bencana cinta manusia yang menjadi topik utama dalam seluruh novel
iniini jarang terjadi dalam penulisan sebuah novel. 12
Tokoh sebagai Penggerak Cerita
Sebelum membahas mengenai karakter tokoh secara mendalam, ada baiknya kita
mengetahui tokoh secara umum terlebih dahulu, supaya mendapat pemahaman yang lebih
baik mengenai hal tersebut.
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami berbagai peristiwa cerita dan berfungsi
sebagai penggerak cerita.13 Dapat dikatakan bahwa peranan tokoh memiliki pengaruh yang
sangat besar dalam perjalanan cerita sebuah karya sastra. Peristiwa yang terjadi dalam
kehidupan selalu diemban oleh tokoh-tokoh tertentu yang diciptakan oleh pengarang.
Tokoh tersebut mengemban peristiwa demi peristiwa sehingga peristiwa tersebut menjadi
cerita yang utuh melalui tokoh-tokoh tersebut.
11
Kuasi dalam KBBI berarti hampir seperti; seolah-olah: kita tidak akan terpengaruh pada alasan yang – ilmiah.
Op. Cit. M. Ruslan Shiddieq.
13
Panuti Sudjiman dalam Kamus Istilah Sastra (Jakarta: Gramedia, 1984) h. 19
12
Tokoh yang ada dalam karya sastra biasanya berupa manusia. Hal ini disebabkan karena
tokoh cerita haruslah hidup secara wajar yang mempunyai fikiran dan perasaan yang
membangun tokoh-tokoh tersebut sehingga pembaca merasa bahwa tokoh tersebut seolaholah nyata.
Dalam Sayap sayap Patah maupun Siti Nurbaya memiliki tokoh-tokoh yang seperti
sebenarnya. Maksudnya, tidak ada tokoh yang tak kasak mata, seperti tokoh gaib dan lain
sebagainya. Kedua novel tersebut bercerita tentang kehidupan sehari-hari yang biasa
dilakukan oleh manusia, hanya saja konflik yang timbul cukup rumit. Baik dalam Sayap
sayap Patah maupun Siti Nurbaya peran tokoh sangat penting sebagai pembawa pesan,
amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan pengarang.
Karakteristik Tokoh Pria dalam Sayap-sayap Patah dan Siti Nurbaya
Sayap-sayap Patah dan Siti Nurbaya memiliki metode yang sedikit berbeda dalam
menunjukkan karakter tokoh pria dalam cerita. Pada Sayap-sayap Patah karakter tokoh
pria banyak ditunjukkan dengan metode (showing). Yaitu metode yang menunjukkan
karakter tokoh dengan menunjukkannya secara tidak langsung melalui perbuatanperbuatan tokoh. Sedangkan dalam Siti Nurbaya pada penggambaran tokoh pria ada yang
ditunjukkan dengan metode (telling). Yaitu penggambaran karakteristik tokoh dengan
eksposisi dari pengarang, ini dapat dilihat dibagian awal, ketika pengarang
memperkenalkan tokoh Samsulbahri.
Selanjutnya karakter tokoh pria dikedua novel ini dipengaruhi pula oleh nama yang
diberikan oleh pengarang. Pada novel Siti Nurbaya nama tokoh pria dalam cerita adalah
Samsul Bahri. Nama Samsul Bahri yang diserap dari bahasa Arab memiliki makna
matahari lautan, hal ini mempengaruhi karakteristik dari tokoh tersebut. Seperti halnya
matahari, Samsul Bahri diharapkan memberi cahaya kepada lautan, yang bisa diartikan
sebagai keluarganya. Dia disekolahkan di Jakarta supaya kelak dapat memberikan cahaya
atau dalam hal ini ilmu dan pengabdian kepada masyarakat. Samsul Bahri memiliki
karakter yang keras dan kadang emosi, ini sejalan dengan matahari yang panas dan berapiapi.
Berbeda dengan Samsul Bahri yang bersifat keras dalam Siti Nurbaya, tokoh Kahlil
Gibran dalam Sayap sayap Patah memiliki karakter yang berbeda. Nama Kahlil Gibran
terkenal sebagai penyair yang jenius dan sering mengkritisi tentang masalah agama, adat,
dan hal-hal yang berhubungan dengan masyarakat. Maka tokoh Kahlil Gibran dalam novel
tersebut memiliki karakter yang sangat romantis, dan penyabar.
Faktor penampilan para tokoh memegang peranan penting sehubungan dengan telaah
karakterisasi. Penampilan tokoh misalnya, pakaian apa yang dikenakannya atau bagaimana
ekspresinya.14 Pada tokoh Samsul Bahri hal ini bisa dilihat dari kutipan berikut:
“….Pakaiannya baju jas tutup putih dan celana pendek hitam, yang berkancing di
ujungnya. Sepatunya sepatu hitam tinggi, yang disambung ke atas dengan kaus
sutra hitam pula dan diikatkan dengan ikatan kaus getah pada betisnya. Topinya
topi rumput putih, yang biasa dipakai bangsa Belanda….” (Siti Nubaya hlm. 1).
Dari kutipan di atas pembaca dapat beranggapan bahwa tokoh Samsul Bahri berasal
dari kalangan yang berada. Pengarang memberikan gambaran tokohnya melalui
eksposisi yang dia berikan.
Kedua tokoh pria dalam Sayap sayap Patah dan Siti Nurbaya memiliki kesamaan
nasib dalam cerita. Kekasih Samsul Bahri dalam Siti Nurbaya dan kekasih Kahlil
Gibran dalam Sayap sayap Patah harus menikah dengan orang yang tak dicintainya
secara terpaksa. Ini dikarenakan masalah ketamakkan dan hukum adat yang berlaku.
Mereka merasakan hal yang hampir sama, kehilangan seseorang yang dicin nahtainya.
Yang menarik adalah karakteristik Samsul Bahri dan Kahlil Gibran dalam cerita
memiliki kesamaan dan perbedaan dalam menghadapi kenyataan yang ada. Persamaan
Samsul Bahri dan Kahlil Gibran dalam cerita yaitu, keduanya mengajak kekasihnya
untuk pergi dari jeratan suaminya. Dalam hal ini, secara psikologis pastilah keduanya
melakukan hal tersebut, karena itulah satu-satunya jalan agar bisa lari dan hidup
bahagia dengan orang yang dicintainya. Seperti pada kutipan berikut:
“….Bangkitlah dan mari kita tinggalkan kuil kecil ini untuk kuil Tuhan yang
lebih besar. Mari kita tinggalkan negeri dan seluruh perbudakannya dan
kebodohannya untuk negeri lain yang jauh dan tak dapat dijangkau oleh
tangan-tangan perampas
(Sayap sayap Patah) hlm. 112
“…. Memang ia (Samsul Bahri) dahulu pernah berkirim surat kepadaku
(Siti Nurbaya), menyuruh aku pergi ke Jakarta, sebab ia kasihan akan daku
dan khawatir, aku membunuh diri. Maksudnya hendak meninggalkan
sekolahnyandan akan mencari pekerjaan, supaya kami dapat hidup
berdua.” (Siti Nurbaya) hlm. 204
Namun ada pula perbedaan karakteristik perilaku tokoh pria tersebut. Ketika
kekasih keduanya meninggal dunia, keduanya memiliki perilaku yang berbeda
walaupun keadaanya hampir sama. Kahlil Gibran dalam cerita lebih memilih
14
Albertine Minderop, Metode Karakteristik Telaan Fiksi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005) 10-11.
untuk mengikhlaskan kekasihnya itu karena menurutnya hal itulah yang bisa
menyelamatkan ia dari ketidakadilan kehidupan. Walaupun ia sangat bersedih
namun ia masih bisa untuk menjalani hidup. Namun Samsul Bahri dalam Siti
Nurbaya lebih memilih mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri, karena
merasa tidak berguna lagi.
Samsul Bahri dan Kahlil Gibran adalah pria yang mengalami kejamnya
kehidupan yang merenggut cinta dari genggamannya, namun keduanya memiliki
karakteristik masing masing dalam menghadapi jalan hidupnya. Kahlil Gibran
yang sabar memilih mengikhlaskan Selma, kekasihnya yang telah meninggal.
Namun Samsul Bahri memilih bunuh diri.
Daftar Pustaka
Aminuddin, Pengantar memahami unsur-unsur dalam karya sastra : bagian I.
Malang: FPBS IKIP Malang, 1984.
Ardhianita, Iis dan Budi Andayani, “Kepuasan Pernikahan Ditinjau dari Berpacaran
dan Tidak Berpacaran,” Jurnal Psikologi Volume 32, No. 2, 101-111. Fakultas
Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Buadianta, Melani dkk. Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra untuk
Perguruan Tinggi). Magelang: IndonesiaTera, 2003.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Kebahasaan Indonesia. Ensiklopedi Kebahasaan
Indonesia Jilid IV R-Z. Bandung: Angkasa. 2009.
Kahlil Gibran. The Broken Wings. Penerjemah Endah Astuti (Yogyakarta: Media
Preeindo, 2012.
Gibran, Kahlil. The Broken Wings. Penerjemah M. Ruslan Shiddieq (Jakarta: Dunia
Pustaka Jaya, 1988.
Gibran, Kahlil. The Prophet. Penerjemah Sapardi Djoko Damono. Yogyakarta:
Bentang, 2011.
Marah Rusli. Anonim.
artikel diakses pada 21
http://www.tamanismailmarzuki.com/ tokoh/marahrusli.html.
Desember
dari
Minderop, Albertine, Metode Karakteristik Telaan Fiksi. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2005.
Mulyani, Yeni Supriatin, “Nasionalisme dalam Siti Nurbaya karya Marah Rusli,”
Jurnal Sosioteknologi. Edisi 19 Tahun 9, April 2010.
Rusli, Marah. Siti Nurbaya. Cet 44. Jakarta: Balai Pustaka, 2008.
Sudjiman, Panuti. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Gramedia, 1984.
(Sebuah Analisis Karakteristik Tokoh Pria: Sayap-Sayap Patah dan Siti Nurbaya.)
Kajian Sastra Bandingan.
Oleh: Andriansyah Nur Hidayat
NIM: 1112013000024 (PBSI 3A)
Tugas Akhir Mata Kuliah Sastra Bandingan.
Tokoh merupakan unsur yang penting dalam suatu karya sastra. 1 Bagaimana tidak,
tokoh adalah pelaku yang menjalani setiap peristiwa dalam sebuah cerita. Melalui
tindakan, ucapan, dan pikirannyalah pembaca memperoleh gambaran peristiwa dalam
sebuah karya sastra. Dengan kata lain, tokoh merupakan alat yang digunakan pengarang
untuk mejalankan sebuah cerita agar cerita tersebut terasa sedang benar-benar terjadi.
Dilain hal ada kata “penokohan” yang sering digunakan oleh orang awam untuk
memberikan makna yang kurang lebih sama dengan tokoh. Namun tokoh dan penokohan
adalah dua hal yang berbeda. Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam
cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan penokohan adalah
cara sastrawan menampilkan tokoh.2
Dalam setiap karya sastra tentulah seorang tokoh memiliki karakter atau penokohan
yang berbeda bila dibandingkan dengan karakter tokoh dalam karya sastra lainnya,
walaupun peristiwa yang terjadi dalam karya sastra tersebut hampir sama. Ini terjadi
karena karakter tokoh dalam sebuah cerita dipengaruhi banyak faktor. Diantaranya faktor
pendidikan, lingkungan, dan faktor keluarga tokoh yang ada di dalam sebuah cerita atau
karakter ini dipengaruhi oleh kepribadian pengarang dari sebuah karya sastra tersebut.
Namun kelihatannya perbedaan karakter dalam karya sastra yang berbeda ini belumlah
mendapat pembahasan yang lebih dalam. Untuk itu penulis akan membahas hal tersebut.
Apa karakteristik tokoh bisa berbeda walaupun peristiwa yang dialami oleh kedua tokoh
dalam kedua karya sastra tersebut mirip? Karya yang akan saya bahas adalah, Sayap-sayap
Patah karya Kahlil Gibran yang telah diterjemahkan oleh Endah Astuti, dan
membandingkannya dengan Siti Nurbaya karya Marah Rusli. Keduanya memiliki jalan
cerita yang mirip, tentang percintaan yang berujung perpisahan karena tokoh wanita dalam
cerita menikah dengan pria lain dan kemudian meninggal dunia.
1
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau keberlakuan dalam berbagai peristiwa. Menurut
Sudjiman, Lihat Melani Buadianta dkk. Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi),
(Magelang: IndonesiaTera, 2003), . 86.
2
Aminuddin, Pengantar memahami unsur-unsur dalam karya sastra : bagian I (Malang: FPBS IKIP Malang, 1984), h.
85.
Tentang Sayap-sayap Patah dan Siti Nurbaya
Sayap-sayap Patah adalah novel karya Kahlil Gibran, pria yang lahir di Beshari,
Lebanon pada 1883 dengan nama asli Gibran Khalil Gibran. Sastrawan Amerika-Libanon
yang hijrah ke Amerika bersama ibu dan adik perempuannya saat usianya 12 tahun.
Disanalah, tak sengaja namanya berubah menjadi Kahlil Gibran akibat pencatatan yang
salah oleh pihak administrasi sekolah pertama yang diikutinya.
Sempat kembali ke tanah kelahirannya selama tiga tahun untuk memperdalam bahasa
arab, Kahlil Gibran menghabiskan masa remaja bersama seniman bohemian di Boston. Ia
juga pernah tinggal di Paris selama setahun untuk berguru seni rupa pada seniman di
Perancis. Pulang dari Perancis ia pindah ke New York dan menetap di korta ini sampai
akhir hayat. Tulisan-tulisan Gibran dikenal luas karena cita rasa orientalnya yang eksotis,
bahkan mistis.
Dianggap sebagai penyair Arab di perantauan terbesar, Kahlil Gibran meninggal di New
York pada 1931. Kahlil Gibran dikuburkan di Beshari, Lebanon, tempat dia menjalani
masa kanak-kanaknya.3
Sayap-sayap Patah adalah novel terjemahan yang judul aslinya “The Broken Wings”.
Al-Ajnihah al-mutakassirah, itulah judul aslinya yang diterbitkan pertama kali dalam
bahasa Arab tahun 1992. Sebuah karya best seller di antara berbagai karya Kahlil Gibran
lainnya.
Sesuatu yang tak boleh dilupakan dalam membicarakan Sayap-sayap Patah ialah nama
Mary Elizabeth Haskell, putri seorang direktur bank yang menjadi kepala sekolah Haskell
Dean School dan akhirnya menjadi sahabat akrab dan mentor Gibran yang ikut
menentukan kebesarannya. Marylah yang membiayai perjalanan dan studi Gibran ke Paris
untuk kedua kalinya karena yakin akan kecemerlangan Gibran di masa depan. Dalam
suratnya yang ditujukan kepada Gibran tertanggal l6 November l9l3, Mary meramalkan
kebesaran Gibran sebagai berikut:
"Karya nyatamu melampaui apa yang ada pada gene-rasi ini atau bahkan berbagai
generasi yang sempat kau saksikan. Hanya masa depanlah yang dapat
memperlihatkan luasan chanye. Dan pada hari itu ketika manusia sedang menyebut
abad kedua puluh sebagai tahap embriobagi dirinya, ia akan menyebutmu seperti
menyebut dirinya. Tetapi engkau, karena datang hari itu, akan terus menciptakan
hari-hari depan . . . Bagimu kini, apa yang kau tulis dan kau lukis semata-mata
menyatakan fragmen-fragmen pandanganmu. Tetapi pada saatnya nanti seluruh
3
Kahlil Gibran, The Prophet. Penerjemah Sapardi Djoko Damono (Yogyakarta: Bentang, 2011), h. 137-138.
pandanganrnu akan nampak pada karya-karyamu itu. Karena manusia akan
belajar melihat, mendengar, dan membacanya. Dan karyamu bukanlah sekedar
buku dan lukisan. Semua itu hanya sekelumit dari karya-karyamu. Karyamu adalah
engkau, tidak kurang dari engkau, dan tidak bagian dari engkau.... "Suatu hari
kelak diammu akan dibaca lewat tulisan-tulisanmu, kegelapanmu akan menjadi
bagian dari CAHAYA.”
Dan kepada ”M.E.H” inisial dari Mary Elizabeth Haskell. Gibran begitu sering
mempersembahkan karya-karyanya, baik karya sastra maupun karya lukisnya. Salah satu
dari dedikasi itu dipersembahkannya lewat Sayap-sayap Patah.
Gibran menulis dalam dua bahasa: bahasa Arab untuk para pembacanya di Libanon,
Suriah, dan dunia Arab termasuk komunitas-komunitas Arab di Amerika Utara, Amerika
Latin dan lain-lainnya; bahasa Inggris untuk para pembacanya di dunia Barat. Ditambah
karya-karyanya yang merupakan perpaduan unik dari karakteristika filsafat Timur dan
Barat yang biasanya membingungkan pikiran Barat, Gibran benar-benar menjadi jembatan
antara Barat dan Timur yang paling tangguh. Para pengagumnya menerjemahkan karyakarya Inggrisnya ke dalam bahasa Arab, dan karya-karya Arabnya ke dalam bahasa
Inggris.4
Sayap-sayap Patah menuturkan tentang pasang surutnya anak manusia yang dimabuk
cinta. Sebuah kisah cinta yang sederhana, namun di tangan Kahlil Gibran, kisah cinta yang
sederhana itu berhasil menjadi sesuatu yang berbeda. Kisah cinta sepasang kekasih yang
penuh dengan cinta, kasih sayang, pengorbanan, dan kesengsaraan serta duka nestapa.
Bahkan diakhiri secara tragis dengan meninggalnya Selma, perempuan yang sangat
dicintai tokoh utama sekaligus narator dalam cerita ini. Kelincahannya dalam memilih dan
merangkai kata serta menciptakan metafora-metafora membuat karyanya selalu memiliki
ciri khas. Hal inilah yang membuat pembaca merasa kata-katanya tersebut tertinggal di hati
mereka, sehingga karya-karyanya terus dibaca dan diapresiasi sepanjang masa.5
Cinta yang begitu melimpah ruah dan impian tentang sebuah kebahagiaan besar sirna
seketika terkekang oleh aturan masyarakat yang sangat kejam. Ketamakan dan kekayaan
sebagai penghalang bagi kebahagiaan kedua insan yang diceritakan dalam kisah itu.
Awal kisah, Kahlil Gibran berkunjung ke rumah sahabatnya, bertemu dengan sahabat
karib ayahnya, Farris Effandi Karamy. Kemudian lelaki tua itu bercerita tentang semangat
masa mudanya bersama ayah Gibran. Gibran memberikan Farris Effandi Karamy masa
yang telah lama hilang dari dalam dirinya.
4
5
Kahlil Gibran. The Broken Wings. Penerjemah M. Ruslan Shiddieq (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1988) h.xviii-xx.
Kahlil Gibran. The Broken Wings. Penerjemah Endah Astuti (Yogyakarta: Media Preeindo, 2012) h. vi.
Kerena pertemuan dengan sahabat karib ayahnya itulah dia mengenal sosok perempuan
yang mampu mengisi ruang kosong hatinya. Selma Karamy, putri satu-satunya Farris
Effandi Karamy. Perempuan itulah yang membuatnya jatuh cinta setelah hidup dalam
kehampaan. Selma memberikan kasih saying, kerinduan dan kebahagiaan. Namun itulah
awal dari penderitaannya.
Dalam novel ini ada pula masalah nasib perempuan yang hidup di zaman tersebut,
ketidakadilan, penindasan, kesewenang-wenangan, kekuasaan dengan kedok agama yang
menciptakan aturan hukum masyarakat yang sangat membelenggu.
Sementara itu, Siti Nurbaya adalah novel karya Marah Rusli. Novel roman ini
merupakan salah satu ikon sastra Indonesia. Hingga kini roman ini dijadikan salah satu
bacaan para siswa di Indonesia dalam mempelajari kesusasteraan. Begitu populernya novel
ini, sehingga dijadikan idiom oleh masyarakat kini untuk menyatakan ketidaksetujuan
dengan orang tua yang menjodohkan anaknya. Marah Rusli masih termasuk keluarga
bangsawan Pagaruyung. Penulis ini lahir di Padang, Sumatera Barat, 7 Agustus 1889.
Ayahnya, Sutan Abubakar, gelar Sutan Pangeran. Ibunya berasal dari Jawa dan keturunan
Sentot Alibasyah, salah seorang panglima perang Pangeran Diponegoro.
Ia masuk sekolah dasar di Padang yang menggunakan bahasa Belanda sebagai
pengantar. Setelah lulus, ia melanjutkan ke sekolah Raja (Kweekschool) di Bukit Tinggi,
lulus tahun 1910. Ia melanjutkan sekolahnya ke Vee Arstsen School (sekolah Dokter
Hewan) di Bogor dan lulus tahun 1915. Setelah tamat, ia di tempatkan di Sumbawa Besar
sebagai Ajung Dokter Hewan. Tahun 1916 ia menjadi Kepala Peternakan.
Pada Tahun 1920, Marah Rusli diangkat sebagai asisten dosen Dokter Hewan Wittkamp
di Bogor. Karena berselisih dengan atasannya, orang Belanda, ia diskors selama setahun.
Selama menjalani skorsing itulah ia menulis novel Siti Nurbaya pada tahun 1921. Karirnya
sebagai dokter hewan membawanya berpindah-pindah ke berbagai daerah. Tahun 19211924 ia bertugas di Jakarta, kemudian di Balige antara tahun 1925-1929 dan Semarang
antara tahun 1929-1945.
Tahun 1945, Marah Rusli bergabung dengan Angkatan Laut di Tegal dengan pangkat
terakhir Mayor. Ia mengajar di Sekolah Tinggi Dokter Hewan di Klaten tahun 1948 dan
sejak tahun 1951 ia menjalani masa pensiun di Bogor. Novelnya, Siti Nurbaya tahun 1922,
mendapat hadiah dari pemerintah RI tahun 1969. Karyanya yang lain novel La Hami di
tahun 1952, novel Anak dan Kemenakan tahun 1956, dan otobiografi Memang Jodoh. Ia
juga menerjemahkan novel karya Charles Dickens yang berjudul Gadis Yang Malang di
tahun 1922.6
6
Anonim, “Marah Rusli,” artikel diakses pada 21 Desember dari http://www.tamanismailmarzuki.com/
tokoh/marahrusli.html.
Siti Nurbaya diterbitkan pertama-tama pada tahun 1922 oleh penerbit Balai Pustaka.
Meskipun bukan novel pertama yang diterbitkan Balai Pustaka, novel karya Marah Rusli
ini dianggap menonjol dan mengemuka pada zaman Balai Pustaka. Berbagai pendapat
tentang hal itu telah ditunjukkan, antara lain oleh Zuber Usman (1964), Teeuwii (1978),
dan Faruk HT (1999). Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila SN banyak
dibicarakan, baik oleh kritisi sastra dari asing maupun kritikus sastra dari Indonesia.
Banyak aspek dari novel itu yang menjadi sorotan, di antaranya aspek sosiologis, politis,
dan struktur formalnya. 7
“Hari gini dijodohkan?”
Seperti zaman Siti Nurbaya saja, itulah jawaban yang umumnya dikatakan seseorang
ketika mendengar kata dijodohkan atau perjodohan oleh kedua orang tuanya. Hal ini
menunjukkan bahwa novel Siti Nurbaya karya Marah Rusli sangat melekat pada kehidupan
masyarakat Indonesia. Faktanya memang hingga sekarang budaya perjodohan masih
melekat di negeri ini, tentunya dengan berbagai alasan.
Pada masa lalu kita mengenal kisah Siti Nurbaya sebagai suatu penggambaran
perjodohan dimasa lalu sebagai sesuatu yang umum dilakukan. Sekarang mungkin kita
akan mencibir jika ada orangtua yang menjodohkan anak‐anaknya karena sekarang tren
telah berubah. Muda‐mudi jaman sekarang pada umumnya berpacaran sebelum memasuki
jenjang pernikahan.8
Siti Nurbaya menuturkan kisah cinta dua anak manusia yang harus terpisah karena
masalah adat. Novel ini menjadi menarik karena kritik tajamnya terhadap adat masyarakat
yang kolot tentang pernikahan. Latar social dalam Siti Nurbaya sangatlah jelas. Ini juga
bisa dikaitkan dengan emansipasi wanita. Wanita seharusnya berhak memilih dengan siapa
mereka menikah, sama halnya dengan seorang pria yang bebas memilih pendamping
hidupnya. Ketika pria memiliki istri lebih dari satu, namun terasa tidak adil bila wanita
tidak boleh memiliki suami lebih dari satu.
Novel Siti Nurbaya diawali dengan cerita Samsul Bahri mengundang Siti Nurbaya
untuk pergi ke Gunung Padang bersama Zainul Arifin, dan Bachtiar, keduanya merupakan
teman Samsul Bahri. Pada saat itulah Samsul Bahri mengungkapkan cintanya pada Siti
Nurbaya. Siti Nurbaya pun menerima cinta Samsul Bahri, mereka telah berjanji untuk
sehidup semati dalam kehidupan ini.
7
8
Yeni Mulyani Supriatin, “Nasionalisme dalam Siti Nurbaya karya Marah Rusli,” Jurnal Sosioteknologi
Edisi 19 Tahun 9, (April 2010): h. 779.
Iis Ardhianita dan Budi Andayani, “Kepuasan Pernikahan Ditinjau dari Berpacaran dan Tidak Berpacaran,” Jurnal
Psikologi Volume 32, No. 2, 101-111. Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Dalam keindahan cerita cinta mereka berdua, ada hal yang memupuskan harapan
mereka berdua itu. Datuk maringgih, seorang kakek tua yang kikir yang sangat licik datang
dalam kehidupan keduanya, inilah awal dari prahara yang terjadi.
Kisah dalam Sayap-sayap Patah dan Siti Nurbaya
Kisah Sayap-sayap Patah tertuju kepada Tokoh Utama yaitu Kahlil Gibran, seorang
pria di Beirut yang berumur 18. Ia bertemu dengan Farris Effandi Karamy, yang tak lain
adalah sahabat karib dari ayahnya. Setelah obrolannya dengan Farris, beberapa hari
kemudian ia berkunjung ke rumah Farris dan bertemu dengan Selma, putri satu-satunya
Farris Effandy Karamy. Mereka berdua jatuh cinta saat pertama kali bertemu. Namun
kebahagiaan mereka akhirnya terenggut karena Uskup Bulos Galib, seorang kepala agama
yang meminta Farris untuk menikahkan anak perempuannya dengan keponakannya yaitu,
Mansour Bey Galib. Hal ini terjadi karena Uskup ingin menguasai harta dari Fariis yang
dikenal memiliki harta yang banyak. Bila keponakan Uskup dengan Selma menikah,
Uskup berfikir bahwa keponakannya akan mendapatkan kekayaan dan kemakmuran
sehingga ia akan dihormati. Akhirnya Mansour Bey Galib dan Selma pun menikah hingga
menghancurkan kebahagiaan Kahlil Gibran. Kahlil Gibran yang cintanya sangat besar
kepada Selma tetap mencoba untuk melanjutkan hubungannya dengan Selma, walaupun ia
telah menjadi istri Mansour Bey Galib. Ia mengajak Selma untuk pergi dari kota dan hidup
berdua, namun hal ini ditolak oleh Selma. Tak lama setelah itu Selma mengandung anak
dari Mansour Bey Galib. Disaat akan melahirkan masalah pun muncul, Selma dan anak
yang baru dilahirkannya meninggal dunia. Mansour tak sedih dengan adanya kejadian ini,
namun Gibran hatinya hancur. Anak Selma telah menyelamatkannya dari kehidupan yang
tak adil bagi dirinya.
Sayap-sayap Patah dituturkan oleh satu narator yaitu Kahlil Gibran. Ia menceritakan
dari sudut orang pertama di dalam cerita tersebut. Ia menceritakan apa yang ia lihat dan
yang dia alami. Kahlil Gibran sebagai pengarang menempatkan nama dirinya sebagai
tokoh utama. Ini menjadikan cerita begitu menarik, karena dengan begitu akan banyak
kata-kata indah yang ada. Pembaca pun akan merasa hal ini benar-benar terjadi karena
pada kenyataannya Kahlil Gibran memang seorang penyair yang memiliki romantisme
yang tinggi. Pembaca akan merasa wajar apabila tokoh utama memberikan kata-kata indah.
Apabila tokoh utama ini bukan seorang penyair seperti Kahlil Gibran maka pembaca akan
merasa curiga, bagaimana bisa seorang yang biasa bisa memberikan kata-kata yang begitu
indah.
Sementara itu Siti Nurbaya dituturkan oleh orang ketiga diluar cerita yang serba tahu.
Ini menjadikan hal-hal kecil dapat terungkap, seperti pikiran tokoh pun dapat diketahui.
Sayap-sayap patah tak sedetail Siti Nurbaya ini dikarenakan sudut pandang yang
digunakan berbeda.
Siti Nurbaya memiliki banyak tokoh di dalamnya, sudut pandang orang ketiga
memberikan keleluasaan untuk memunculkan tokoh yang relatif banyak. Siti Nurbaya,
Samsulbahri, Datuk Maringgih, dan Sultan Sulaiman adalah tokoh sentral dari cerita.
Banyak tokoh tambahan yang ada di dalam cerita untuk mempertegas cerita. Tokoh
tambahan ini kadang mempersulit pembaca, karena bila terlalu banyak tokoh pembaca bisa
tidak fokus dengan tokoh utama. Kelebihannya, dengan adanya tokoh tambahan maka
cerita akan lebih nyata. Diawali dengan cerita tokoh utama, Samsul Bahri mengundang Siti
Nurbaya untuk pergi ke Gunung Padang bersama Zainul Arifin, dan Bachtiar. Kemudian,
setelah sampai Samsul Bahri mengungkapkan cintanya pada Siti Nurbaya. Cinta itu pun
disambut oleh Siti Nurbaya yang menerima cinta Samsul Bahri. Namun tokoh Datuk
Maringgih merebut kebahagiaan itu dengan berbuat licik kepada ayah Siti Nurbaya
sehingga usahanya bangkrut dan tak bisa membayar hutang-hutangya. Siti Nurbayalah
yang menjadi gantinya. Datuk Maringgih pun menikah dengan Siti Nurbaya. Itulah
kehancuran yang diterima oleh cinta Siti Nurbaya yang tak bisa bersatu dengan
Samsulbahri.
Berbeda dengan Siti Nurbaya, Sayap-sayap Patah lebih fokus dengan tokoh utama, tak
banyak tokoh tambahan di dalam cerita. Tokoh utama menceritakan apa yang mereka lihat
dan rasakan yang membuat cerita lebih terlihat nyata. Tokoh-tokoh yang ada di dalam
cerita semuanya memiliki peran yang penting. Ini sangat berbeda dengan Siti Nurbaya,
dalam Siti nurbaya terdapat tokoh polisi, nakoda kapal, pendekar 5. Yang merupakan
tokoh tambahan di dalam cerita.
Baik Sayap-sayap Patah maupun Siti Nurbaya memiliki konflik yang mirip yaitu kasih
tak sampai. Namun penuturan cerita sangatlah berbeda. Sayap-sayap patah bertutur dengan
ringan dan sederhana. Dengan tokoh-tokoh yang relative sedikit, konflik dimunculkan
dengan cepat dan fokus. Sayap-sayap patah memperlihatkan keserhanaan kata-kata yang
digunakan oleh pengarang, namun kata-kata yang sederhana itu sangatlah bermakna.
Konflik dihiasi dengan kata-kata mutiara yang diucapkan oleh para tokoh ketika
menghadapi konflik tersebut.
Berbeda dengan Sayap sayap Patah yang bercerita secara sederhana dan memiliki fokus
konflik, Siti Nurbaya bercerita dengan cara yang sedikit rumit, dan agak sulit dipahami
oleh pembaca. Dalam beberapa bagian menggunakan gaya epistolaris atau ungkapan suratmenyurat. Ungkapan surat menyurat dari bahasa Inggris epistolary formula: seperangkat
bentuk yang dipakai dalam surat-menyurat menandai bahwa bentuk itu adalah surat;
misalnya ungkapan Dengan hormat, Wasalam.9 Misalnya dalam bagian surat Saman
kepada Siti Nurbaya ketika ia telah di Jakarta.
Sayap sayap Patah bertutur dengan alur campuran. Awal cerita dikisahkan dengan
penyelesaian cerita dengan tokoh utama sebagai naratornya, kemuadian baru menceritakan
mengapa hal itu bisa terjadi. Karena konflik yang diciptakan dalam novel tidak banyak
sepertinya pengarang menggunakan alur campuran supaya cerita menjadi menarik dan
tidak membosankan.
Walaupun yang diceritakan mirip namun pada Siti Nurbaya pengarang menggunakan
alur maju supaya pembaca tidak bingung. Karena konflik yang ditimbulkan sangatlah
banyak, bukan hanya cinta yang dibahas dalam novel ini. dalam Siti Nurbaya dibahas juga
tentang nasionalisme, namun tak banyak mendapat pembahasan. Secara keseluruhan dapat
dipahami mengapa masalah nasionalisme dalam Siti Nurbaya tidak banyak dibicarakan
orang karena novel ini tidak secara eksplisit mengungkapkan masalah nasionalisme seperti
halnya sajak M. Yamin dalam “Indonesia Tumpah Darahku” yang secara gamblang menyuarakan semangat kebangsaan atau, sebagaimana novel Salah Asuhan karya Abdul Muis
yang menggambarkan perendahan martabat orang Indonesia oleh orang Belanda dengan
melakukan politik diskrimanasi ras berupa orang kulit putih merupakan kelas sosial
tertinggi.
Sesungguhnya novel Siti Nurbaya di dalamnya tidak hanya melukiskan masalah kawin
paksa, tetapi mengungkapkan konflik antara pribumi dan Belanda dalam masalah pajak.
Jadi, dalam novel Siti Nurbaya konflik itu hanya berurusan dengan masalah internal
kedaerahan. Meskipun demikian, secara tidak tersirat pemikiran tentang na-sionalisme atau
kebangsaan tetap muncul. Selain itu, latar belakang tahun penciptaan novel ini juga tidak
begitu relevan dengan semangat nasionalisme yang baru menggema sekitar tahun 1928
saat Sumpah Pemuda dikumandangkan. Sementara itu, Siti Nurbaya diciptakan pada tahun
1922, saat konsep kebangsaan itu sendiri belum matang. 10
Akan tetapi, jika dicermati lebih lanjut novel SN sedikit banyak mengungkapkan
masalah nasionalisme yang timbul dari hubungan Pemerintah Kolonial Belanda sebagai
9
Dewan Redaksi Ensiklopedi Kebahasaan Indonesia. Ensiklopedi Kebahasaan Indonesia Jilid IV R-Z.
(Bandung,Angkasa , 2009) h. 1275.
10
Op. Cit. Yeni Mulyani Supriatin.
penguasa dengan masyarakat Minang sebagai suku bangsa terkuasa. Dalam hubungan
tersebut terungkap sesungguhnya ma-syarakat Minang dan protagonis novel, yaitu Samsul
Bahri dan tokoh-tokoh lainnya seperti Siti Nurbaya dan Datuk Meringgih tidak berpihak
kepada Belanda. Bahkan, secara tegas mereka mengkritik dengan pedas dan meng-galang
persatuan akan melawan pemerintah kolonial. Hal itu terungkap dalam novel SN terutama
dalam peristiwa yang menggambarkan konflik Belanda dengan masyarakat Minang-kabau
dalam perang pajak atau dalam novel ini disebut dengan masalah belasting. Dengan
demikian, dapat di-tafsirkan bahwa masalah nasionalisme dalam novel SN lahir sebagai
bentuk perlawanan masyarakat Minang ter-hadap Pemerintah Kolonial.
Bila Siti Nurbaya menyinggung masalah nasionalisme Sayap-sayap Patah adalah novel
kuasi-biografi,11 atau bisa juga disebut otobiografi. Tokoh Selma Karamy dalam novel itu
adalah gambaran Nona Hala Daher, gadis kawan studi Gibran di Libanon yang ditakdirkan
oleh Tuhan memperoleh cinta pertamanya. Gadis itu tak berhasil disuntingnya ke jenjang
perkawinan bukan lantaran ayah sanggadis menolak lamarannya sebagaimana umumnya
dialami pemuda miskin dari segala zaman tetapi karena pendeta kota, dengan senjata
wibawa keagamaannya, merampas keinginan sang gadis dan ayahnya dan memaksakan
perkawinan gadis itu dengan keponakannya, seorang laki-laki yang tak bertanggung jawab
dan gemar berpesta pora. Lebih terkutuk lagi ialah bahwa motif keinginan sang pendeta itu
tak lain untuk mewarisi kekayaan keluarga Daher! Pada dasamya filsafat perkawinan yang
ditawarkan Gibran dalam novel ini adalah kelanjutan dan' filsafatnya dalam Al-Arwah aIMutamzu'ridah. Hanya ia tidak berpolemik berpanjang-panjang selain mencoba
mendeskripsikan bencana cinta manusia yang menjadi topik utama dalam seluruh novel
iniini jarang terjadi dalam penulisan sebuah novel. 12
Tokoh sebagai Penggerak Cerita
Sebelum membahas mengenai karakter tokoh secara mendalam, ada baiknya kita
mengetahui tokoh secara umum terlebih dahulu, supaya mendapat pemahaman yang lebih
baik mengenai hal tersebut.
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami berbagai peristiwa cerita dan berfungsi
sebagai penggerak cerita.13 Dapat dikatakan bahwa peranan tokoh memiliki pengaruh yang
sangat besar dalam perjalanan cerita sebuah karya sastra. Peristiwa yang terjadi dalam
kehidupan selalu diemban oleh tokoh-tokoh tertentu yang diciptakan oleh pengarang.
Tokoh tersebut mengemban peristiwa demi peristiwa sehingga peristiwa tersebut menjadi
cerita yang utuh melalui tokoh-tokoh tersebut.
11
Kuasi dalam KBBI berarti hampir seperti; seolah-olah: kita tidak akan terpengaruh pada alasan yang – ilmiah.
Op. Cit. M. Ruslan Shiddieq.
13
Panuti Sudjiman dalam Kamus Istilah Sastra (Jakarta: Gramedia, 1984) h. 19
12
Tokoh yang ada dalam karya sastra biasanya berupa manusia. Hal ini disebabkan karena
tokoh cerita haruslah hidup secara wajar yang mempunyai fikiran dan perasaan yang
membangun tokoh-tokoh tersebut sehingga pembaca merasa bahwa tokoh tersebut seolaholah nyata.
Dalam Sayap sayap Patah maupun Siti Nurbaya memiliki tokoh-tokoh yang seperti
sebenarnya. Maksudnya, tidak ada tokoh yang tak kasak mata, seperti tokoh gaib dan lain
sebagainya. Kedua novel tersebut bercerita tentang kehidupan sehari-hari yang biasa
dilakukan oleh manusia, hanya saja konflik yang timbul cukup rumit. Baik dalam Sayap
sayap Patah maupun Siti Nurbaya peran tokoh sangat penting sebagai pembawa pesan,
amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan pengarang.
Karakteristik Tokoh Pria dalam Sayap-sayap Patah dan Siti Nurbaya
Sayap-sayap Patah dan Siti Nurbaya memiliki metode yang sedikit berbeda dalam
menunjukkan karakter tokoh pria dalam cerita. Pada Sayap-sayap Patah karakter tokoh
pria banyak ditunjukkan dengan metode (showing). Yaitu metode yang menunjukkan
karakter tokoh dengan menunjukkannya secara tidak langsung melalui perbuatanperbuatan tokoh. Sedangkan dalam Siti Nurbaya pada penggambaran tokoh pria ada yang
ditunjukkan dengan metode (telling). Yaitu penggambaran karakteristik tokoh dengan
eksposisi dari pengarang, ini dapat dilihat dibagian awal, ketika pengarang
memperkenalkan tokoh Samsulbahri.
Selanjutnya karakter tokoh pria dikedua novel ini dipengaruhi pula oleh nama yang
diberikan oleh pengarang. Pada novel Siti Nurbaya nama tokoh pria dalam cerita adalah
Samsul Bahri. Nama Samsul Bahri yang diserap dari bahasa Arab memiliki makna
matahari lautan, hal ini mempengaruhi karakteristik dari tokoh tersebut. Seperti halnya
matahari, Samsul Bahri diharapkan memberi cahaya kepada lautan, yang bisa diartikan
sebagai keluarganya. Dia disekolahkan di Jakarta supaya kelak dapat memberikan cahaya
atau dalam hal ini ilmu dan pengabdian kepada masyarakat. Samsul Bahri memiliki
karakter yang keras dan kadang emosi, ini sejalan dengan matahari yang panas dan berapiapi.
Berbeda dengan Samsul Bahri yang bersifat keras dalam Siti Nurbaya, tokoh Kahlil
Gibran dalam Sayap sayap Patah memiliki karakter yang berbeda. Nama Kahlil Gibran
terkenal sebagai penyair yang jenius dan sering mengkritisi tentang masalah agama, adat,
dan hal-hal yang berhubungan dengan masyarakat. Maka tokoh Kahlil Gibran dalam novel
tersebut memiliki karakter yang sangat romantis, dan penyabar.
Faktor penampilan para tokoh memegang peranan penting sehubungan dengan telaah
karakterisasi. Penampilan tokoh misalnya, pakaian apa yang dikenakannya atau bagaimana
ekspresinya.14 Pada tokoh Samsul Bahri hal ini bisa dilihat dari kutipan berikut:
“….Pakaiannya baju jas tutup putih dan celana pendek hitam, yang berkancing di
ujungnya. Sepatunya sepatu hitam tinggi, yang disambung ke atas dengan kaus
sutra hitam pula dan diikatkan dengan ikatan kaus getah pada betisnya. Topinya
topi rumput putih, yang biasa dipakai bangsa Belanda….” (Siti Nubaya hlm. 1).
Dari kutipan di atas pembaca dapat beranggapan bahwa tokoh Samsul Bahri berasal
dari kalangan yang berada. Pengarang memberikan gambaran tokohnya melalui
eksposisi yang dia berikan.
Kedua tokoh pria dalam Sayap sayap Patah dan Siti Nurbaya memiliki kesamaan
nasib dalam cerita. Kekasih Samsul Bahri dalam Siti Nurbaya dan kekasih Kahlil
Gibran dalam Sayap sayap Patah harus menikah dengan orang yang tak dicintainya
secara terpaksa. Ini dikarenakan masalah ketamakkan dan hukum adat yang berlaku.
Mereka merasakan hal yang hampir sama, kehilangan seseorang yang dicin nahtainya.
Yang menarik adalah karakteristik Samsul Bahri dan Kahlil Gibran dalam cerita
memiliki kesamaan dan perbedaan dalam menghadapi kenyataan yang ada. Persamaan
Samsul Bahri dan Kahlil Gibran dalam cerita yaitu, keduanya mengajak kekasihnya
untuk pergi dari jeratan suaminya. Dalam hal ini, secara psikologis pastilah keduanya
melakukan hal tersebut, karena itulah satu-satunya jalan agar bisa lari dan hidup
bahagia dengan orang yang dicintainya. Seperti pada kutipan berikut:
“….Bangkitlah dan mari kita tinggalkan kuil kecil ini untuk kuil Tuhan yang
lebih besar. Mari kita tinggalkan negeri dan seluruh perbudakannya dan
kebodohannya untuk negeri lain yang jauh dan tak dapat dijangkau oleh
tangan-tangan perampas
(Sayap sayap Patah) hlm. 112
“…. Memang ia (Samsul Bahri) dahulu pernah berkirim surat kepadaku
(Siti Nurbaya), menyuruh aku pergi ke Jakarta, sebab ia kasihan akan daku
dan khawatir, aku membunuh diri. Maksudnya hendak meninggalkan
sekolahnyandan akan mencari pekerjaan, supaya kami dapat hidup
berdua.” (Siti Nurbaya) hlm. 204
Namun ada pula perbedaan karakteristik perilaku tokoh pria tersebut. Ketika
kekasih keduanya meninggal dunia, keduanya memiliki perilaku yang berbeda
walaupun keadaanya hampir sama. Kahlil Gibran dalam cerita lebih memilih
14
Albertine Minderop, Metode Karakteristik Telaan Fiksi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005) 10-11.
untuk mengikhlaskan kekasihnya itu karena menurutnya hal itulah yang bisa
menyelamatkan ia dari ketidakadilan kehidupan. Walaupun ia sangat bersedih
namun ia masih bisa untuk menjalani hidup. Namun Samsul Bahri dalam Siti
Nurbaya lebih memilih mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri, karena
merasa tidak berguna lagi.
Samsul Bahri dan Kahlil Gibran adalah pria yang mengalami kejamnya
kehidupan yang merenggut cinta dari genggamannya, namun keduanya memiliki
karakteristik masing masing dalam menghadapi jalan hidupnya. Kahlil Gibran
yang sabar memilih mengikhlaskan Selma, kekasihnya yang telah meninggal.
Namun Samsul Bahri memilih bunuh diri.
Daftar Pustaka
Aminuddin, Pengantar memahami unsur-unsur dalam karya sastra : bagian I.
Malang: FPBS IKIP Malang, 1984.
Ardhianita, Iis dan Budi Andayani, “Kepuasan Pernikahan Ditinjau dari Berpacaran
dan Tidak Berpacaran,” Jurnal Psikologi Volume 32, No. 2, 101-111. Fakultas
Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Buadianta, Melani dkk. Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra untuk
Perguruan Tinggi). Magelang: IndonesiaTera, 2003.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Kebahasaan Indonesia. Ensiklopedi Kebahasaan
Indonesia Jilid IV R-Z. Bandung: Angkasa. 2009.
Kahlil Gibran. The Broken Wings. Penerjemah Endah Astuti (Yogyakarta: Media
Preeindo, 2012.
Gibran, Kahlil. The Broken Wings. Penerjemah M. Ruslan Shiddieq (Jakarta: Dunia
Pustaka Jaya, 1988.
Gibran, Kahlil. The Prophet. Penerjemah Sapardi Djoko Damono. Yogyakarta:
Bentang, 2011.
Marah Rusli. Anonim.
artikel diakses pada 21
http://www.tamanismailmarzuki.com/ tokoh/marahrusli.html.
Desember
dari
Minderop, Albertine, Metode Karakteristik Telaan Fiksi. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2005.
Mulyani, Yeni Supriatin, “Nasionalisme dalam Siti Nurbaya karya Marah Rusli,”
Jurnal Sosioteknologi. Edisi 19 Tahun 9, April 2010.
Rusli, Marah. Siti Nurbaya. Cet 44. Jakarta: Balai Pustaka, 2008.
Sudjiman, Panuti. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Gramedia, 1984.