PERANAN FEEDBACK DALAM MENGOPTIMALKAN PELATIHAN PENUGASAN REVIEW PENGENDALIAN INTERN: EKSPERIMEN DENGAN KERANGKA TEORI KOGNITIF

PERANAN FEEDBACK DALAM MENGOPTIMALKAN PELATIHAN PENUGASAN REVIEW PENGENDALIAN INTERN: EKSPERIMEN DENGAN KERANGKA TEORI KOGNITIF

Yavida Nurim

Universitas Janabadra [email protected]

Indra Wijaya Kusuma

Universitas Gadjah Mada [email protected]

Supriyadi

Universitas Gadjah Mada [email protected]

Ertambang Nahartyo

Universitas Gadjah Mada [email protected]

Abstract

Based on cognitive theory, this study aims to compare between outcome feedback and explanatory feedback in the acquiring of internal control review task knowledge and

performance. Both of feedbacks serve different review mechanism, so it will influence auditor’s judgment process. This study uses experimental method, involving undergraduate accounting

students as participants as a proxy for inexperienced auditors. The result implies that training should enhance the optimum knowledge acquisition because the appropriateness of training method will encourage optimum auditor’s performance in internal control review.

Keywords: internal control knowledge, internal control review task performance, outcome

feedback, explanatory feedback, cognitive theory

Abstrak

Berdasarkan teori kognitif, penelitian ini membandingkan tingkat pemerolehan pengetahuan dan capaian kinerja penugasan review pengendalian intern antara metode outcome feedback dengan explanatory feedback. Kedua jenis feedback tersebut menyediakan mekanisme telaah yang berbeda sehingga keduanya akan memengaruhi proses judgment auditor. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dan melibatkan mahasiswa jurusan akuntansi sebagai proksi auditor tidak berpengalaman. Hasil penelitian mengimplikasikan pelatihan seharusnya berupaya mengoptimalkan pemerolehan pengetahuan sebab ketepatan metode pelatihan akan mengoptimalkan kinerja auditor dalam melaksanakan penugasan review pengendalian intern.

Kata kunci: pengetahuan pengendalian intern, kinerja penugasan review pengendalian internal, outcome feedback, explanatory feedback, teori kognitif

Yavida Nurim, Peranan Feedback dalam Mengoptimalkan Pelatihan Penugasan Review… 56

peningkatan pengetahuan auditor ditunjukkan dengan peningkatan kemampuan akses auditor atas memorinya (Schmidt 2014), maka auditor akan menerapkan proses judgment yang sama terhadap penugasan dengan karakteristik lingkungan yang berbeda (Jeffrey 1992; Schmidt 2014). Dengan demikian, pengalaman tidak signifikan memengaruhi kinerja auditor

(Moeckel 1990; Jeffrey 1992; Libby dan Luft 1993; Anderson dan Malleta 1994; Chung dan Monreo 2000; Wittrock 2010; Moroney dan Carey 2011).

Pelatihan formal di kelas juga memiliki kelemahan sebagai metode pemerolehan pengetahuan. Menurut Earley (2001, 2003), pelatihan formal mensyaratkan kehadiran senior berpengalaman sebagai instruktur atau narasumber. Padahal, narasumber tidak hanya menghadapi keterbatasan waktu, tetapi setiap narasumber juga memiliki pengalaman berbeda-beda (Earley 2001, 2003). Selanjutnya, apabila mengacu pada kelemahan metode pengalaman, maka narasumber dimungkinkan pula menggunakan persepsinya, keyakinannya, dan rasional berbatasnya dalam perannya pada pelatihan penugasan tersebut.

Berbasis pada kedua alasan tersebut, penelitian ini menggunakan metode feedback dalam pemerolehan pengetahuan dan pencapaian kinerja pengendalian intern. Metode feedback merupakan metode learning by doing yaitu pembelajaran melalui pelatihan penugasan audit dan pembelajaran melalui penyediaan telaah atas judgment yang telah dilakukan auditor (Bonner dan Walker 1994; Earley 2001, 2003; Earley et al. 1990; Bakken 2008; Letmathe et al. 2012). Bonner dan Walker (1994) menyatakan bahwa metode tersebut setara dengan pengalaman. Lebih dari itu, penelitian lain menyatakan bahwa feedback meningkatkan penalaran auditor karena auditor belajar memahami penugasan audit melalui telaah tersebut (Bédard 1989; Frederiksen 1984; Seong dan Bisantz 2008; Earley 2003). Selain itu, telaah akan menurunkan kemungkinan auditor menggunakan rasional berbatasnya, persepsinya, dan keyakinannya atas pengalamannya.

PENDAHULUAN

Sarbanes-Oxley Act mewajibkan auditor memiliki kemampuan menelaah (review) efektivitas sistem pengendalian intern klien (PCAOB 2007) sebab keputusan auditor pada

tahapan audit selanjutnya, seperti: identifikasi risiko, tingkat materialitas, dan salah saji pada laporan dipengaruhi oleh kemampuan telaah

tersebut. Menurut Bonner dan Lewis (1990), Libby dan Luft (1993), Libby (1995), Libby dan Tan (1994), Shoommuangpak (2007), serta Schmidt (2014), pengetahuan auditor atas penugasan pengendalian intern menentukan kinerja auditor dalam melaksanakan review atas pengendalian intern kliennya. Pada penelitian ini, pengetahuan tersebut meliputi pengetahuan pengendalian intern secara umum, pengetahuan tentang salah saji, dan pengetahuan tentang kemungkinan ancaman yang terjadi tanpa penerapan pengendalian secara memadai.

Pemerolehan pengetahuan pengendalian intern dapat ditempuh oleh auditor dengan dua metode. Pertama, pengetahuan tersebut dapat diperoleh dari pengalaman atas pelaksanaan penugasan review pengendalian intern (Bédard 1989; Tan 1995; Chung dan Monreo 2000; Moeckel 1990; Anderson dan Malleta 1994; Lehman dan Norman 2006; Wittrock 2010; Moroney dan Carey 2011). Kedua, pengetahuan tersebut juga dapat diperoleh dari pelatihan penugasan pengendalian intern, sebagaimana pendidikan formal di kelas (Bonner dan Walker 1994; Earley 2001, 2003). Namun demikian, kedua metode tersebut memiliki kelemahan sehingga pemerolehan pengetahuan atas penugasan review pengendalian intern dengan kedua metode tersebut tidak optimal bagi auditor.

Metode pemerolehan pengetahuan dari pengalaman memiliki beberapa kelemahan berikut: meningkatkan keyakinan, membatasi persepsi, dan meningkatkan penerapan rasionalitas berbatas (bounded rationality) auditor atas memorinya (Libby 1985; Tan 1995; Chung dan Monreo 2000; Wittrock 2010; Moeckel 1990; Anderson dan Malleta 1994; Lehman dan Norman 2006). Ketika

57 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2015, Vol. 12, No. 1, hal 55 - 74

Meski demikian, penelitian ini bertujuan mengoptimalkan pemerolehan pengetahuan dan pencapaian kinerja atas penugasan pengendalian intern. Tujuan tersebut didasarkan pada teori kognitif (cognitive theory) yang menyatakan bahwa setiap individu memiliki kemampuan mengorganisasi pengetahuan dan hal itu berperan penting terhadap kinerja auditor (Shuell 1986; Bédard 1989; Bonner dan Lewis 1990; Bonner dan Walker 1994).

Berkaitan dengan upaya tersebut, penelitian ini menggunakan dua jenis feedback yaitu outcome feedback dan explanatory feedback. Metode pembelajaran dengan outcome feedback memungkinkan auditor mengetahui jawaban yang benar dari suatu kasus, sedangkan pembelajaran dengan explanatory feedback memungkinkan auditor mengetahui jawaban yang benar dan sekaligus alasan atau rasionalitas atas jawaban tersebut. Dengan demikian, keduanya memiliki karakteristik telaah yang berbeda sehingga keduanya juga mendorong terjadinya perbedaan dalam proses pembelajaran (Bonner dan Walker 1994; Earley 2001, 2003; Hirst et al. 1999; Hirst dan Luckett 1992; Moroney dan Carey 2011). Sebagai konsekuensi, perbedaan proses pembelajaran akan berefek terhadap perbedaan tingkat pemerolehan pengetahuan pengendalian intern dan selanjutnya pencapaian kinerja atas review pengendalian intern.

Berkaitan dengan tujuan tersebut, penelitian ini membandingkan hasil pelatihan penugasan pengendalian intern dari kedua jenis feedback tersebut sebab mengoptimalkan

pemerolehan pengetahuan merefleksikan pemahaman atas karakteristik penugasan review pengendalian intern. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan

partisipan mahasiswa S1 jurusan akuntansi sebagai proksi auditor tidak berpengalaman (Bonner dan Walker 1994; Earley 2001, 2003). Jika partisipan tersebut belum pernah memiliki pengalaman atas penugasan audit, maka pemerolehan pengetahuan dan pencapaian kinerja oleh partisipan tentu saja merupakan efek dari pelatihan feedback. Begitu pula ketika kedua kelompok partisipan

memiliki perbedaan pengetahuan dan kinerja atas penugasan pengendalian intern tersebut, maka perbedaan tersebut sebagai efek dari perbedaan proses pelatihan yang dihasilkan dari jenis feedback yang berbeda.

Hasil penelitian ini diharapkan berkontribusi terhadap dua hal. Pertama, pengayaan literatur teori kognitif berdasarkan perbedaan capaian pengetahuan partisipan dari pelatihan outcome feedback atau explanatory feedback pada penugasan review pengendalian intern. Di satu sisi, penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa pengetahuan berpengaruh terhadap kinerja auditor, seperti Bonner dan Lewis (1990), Libby dan Luft (1993), Libby (1995), Libby dan Tan (1994), Shoommuangpak (2007), serta Schmidt (2014), dan di sisi lain teori kognitif menyatakan kemampuan individu dalam mengorganisasi pengetahuan akan berefek pada kinerja. Hasil penelitian ini telah mengungkapkan bahwa metode pelatihan dapat mengoptimalkan tingkat pemerolehan pengetahuan dan tingkat pencapaian kinerja auditor atas penugasan pengendalian intern.

Kontribusi kedua adalah bukti empiris atas pentingnya memahami karakteristik penugasan review pengendalian intern dalam pelatihan dengan feedback. Penelitian sebelumnya telah mengungkapkan bahwa feedback dapat meningkatkan penalaran dan membentuk kognitif auditor sesuai penugasannya (Bonner dan Walker 1994; Earley 2001, 2003; Earley et al. 1990; Tuttle dan Stock 1998; Moeckel 1990; Tan 1995; Bakken 2008). Selanjutnya, feedback menurunkan kesenjangan antara kognitif auditor dengan persyaratan penugasannya (Sitzmann et al. 2010; Thurlings et al. 2013; Hirst et al. 1999; Hirst dan Luckett 1992; Arunachalam dan Daly 1996). Penelitian ini mengungkapkan bahwa telaah dari setiap jenis feedback menghasilkan proses pembelajaran yang berbeda. Dengan demikian, ketepatan jenis feedback dalam pelatihan penugasan pengendalian intern akan mendorong organisasi kognitif auditor sesuai dengan persyaratan kogitif penugasan pengendalian intern dan selanjutnya ketepatan akan mengoptimumkan kinerja auditor.

Yavida Nurim, Peranan Feedback dalam Mengoptimalkan Pelatihan Penugasan Review… 58

TELAAH LITERATUR DAN

akan berimplikasi pada perbedaan proses

PENGEMBANGAN HIPOTESIS

kognitif (Libby dan Luft 1993). Choo dan Trotman (1991) berpendapat

Telaah Literatur

bahwa kemampuan kognitif auditor akan ditunjukkan dari kemampuannya dalam

Hubungan Teori Kognitif dengan Metode mengingat informasi, memprediksi suatu

Pelatihan Auditor

kejadian, serta memformulasikan opini Teori kognitif (cognitive theory)

atau judgment-nya. Dengan kata lain, mengasumsikan setiap individu berperilaku proses judgment auditor menunjukkan cara

aktif dengan memilih, menyeleksi, dan pengorganisasian pengetahuan dan pemrosesan mengorganisasi informasi (Shuell 1986). informasi sesuai kompetensinya (Bédard Menurut Shuell (1986), perilaku tersebut 1989). Terlebih setiap individu memiliki cara didorong oleh kompleksitas lingkungan subjektif dalam memproses dan menyimpan penugasan audit sehingga proses judgment

informasi sehingga pengetahuan merupakan auditor atau penugasan audit membutuhkan

hasil dari proses eksplorasi subjektif dan kemampuan analisis (Reuber 1997). Bédard

bersifat relatif (Akbar 2003). (1989) juga menyatakan bahwa auditor

Mengacu pada teori kognitif, Shuell dituntut untuk berperilaku profesional, karena

(1986) menyatakan bahwa pelatihan bagi pelaksanaan penugasan audit seharusnya auditor seharusnya mendorong auditor menggunakan pengetahuan dan keahlian.

berpengetahuan atas penugasannya. Byrne Menurut Bédard (1989), pendekatan dan Flood (2004) serta Cano (2005) juga kognitif memiliki dua karakteristik penting yaitu

menyatakan proses pembelajaran dari pelatihan bagaimana auditor mengorganisasi memori bagi auditor seharusnya menggunakan dan bagaimana auditor memproses judgment

pendekatan kedalaman (depth approach) yaitu atau membuat keputusan. Proses dan cara pembelajaran yang bertujuan meningkatkan auditor mengorganisasi memori memengaruhi

pemahaman auditor atas penugasannya melalui proses judgment auditor. Sebaliknya pula, pengetahuannya. struktur memori auditor dapat diketahui

dari proses judgment-nya. Oleh karena itu,

Peran Feedback terhadap Kinerja Auditor

pendekatan kognitif berupaya memahami Menurut Letmathe et al. (2012), secara cara auditor dalam memproses informasi umum pembelajaran dengan feedback akan karena auditor akan mengembangkan struktur

meningkatkan pemahaman atas penugasan. pengetahuannya melalui pengalamannya. Feedback merupakan metode learning by

Dengan demikian, menurut Bédard (1989), doing sebab proses pembelajaran dilakukan teori kognitif memfokuskan pada peran dengan pelaksanaan penugasan dan selanjutnya penting pengetahuan terhadap kinerja auditor.

pembelajar menerima feedback setelah Gibbins (1984) menyatakan pula bahwa

pelaksanaan penugasannya (Bonner dan struktur pengetahuan auditor mendasari Walker 1994). Dengan demikian, auditor akan auditor dalam merespons suatu kejadian karena

menerima telaah atas judgment-nya sehingga penugasan audit mensyaratkan penggunaan auditor mengalami pembelajaran dari petunjuk pengetahuan secara intensif (knowledge

atau informasi yang disediakan oleh feedback intensive) (Bonner dan Lewis 1990). Sebagai

(Hirst dan Luckett 1992; Arunachalam dan implikasi, menurut Shoommuangpak Daly 1996). Sebagai konsekuensi, feedback

(2007), auditor berpengetahuan tentu saja akan menurunkan kesenjangan antara judgment akan terdorong untuk memilih informasi auditor dengan kejadian yang sesungguhnya yang relevan. Dengan demikian, perbedaan

(Sitzmann et al. 2010; Thurlings et al. 2013; pengetahuan auditor berefek pada perbedaan

Hirst et al. 1999; Hirst dan Luckett 1992; kinerja auditor karena perbedaan pengetahuan

Arunachalam dan Daly 1996).

59 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2015, Vol. 12, No. 1, hal 55 - 74

Menurut Tuttle dan Stocks (1997), dengan feedback merupakan metode learning auditor memiliki kecenderungan menggunakan

by doing. Dengan demikian, pembelajaran persepsinya atau rasional berbatasnya ketika

dilakukan secara berulang sehingga auditor melakukan penugasan audit. Namun,

peningkatan pengetahuan akan berefek pada penggunaan feedback sebagai pelatihan peningkatan keakuratan judgment auditor. akan mendorong auditor memilih petunjuk yang relevan karena feedback meningkatkan

Pengembangan Hipotesis

pengetahuan auditor atas penugasannya (Hirst

dan Luckett 1992; Arunachalam dan Daly Outcome Feedback dan Explanatory 1996). Jika kognitif auditor sesuai dengan Feedback dalam Pembelajaran

penugasannya (Hirst dan Luckett 1992), maka Penelitian ini menggunakan dua feedback akan meningkatkan keakuratan macam feedback yaitu outcome feedback prediksi auditor (Bonner dan Walker 1994;

dan explanatory feedback dalam pelatihan Earley 2001, 2003; Hirst et al. 1999).

penugasan pengendalian intern. Outcome Feedback juga meningkatkan penalaran

feedback menyediakan telaah berupa jawaban auditor (Shuell 1986; Bédard 1989; Earley

yang benar atas suatu judgment, sedangkan 2001, 2003). Menurut Bakken (2008) dan explanatory feedback menyediakan telaah Libby (1995), jika auditor tidak memiliki berupa penalaran atau alasan yang mendasari pengalaman atas suatu penugasan, maka suatu judgment (Bonner dan Walker 1994). auditor dapat belajar membuat judgment

Perbedaan karakteristik telaah dari kedua dengan berlatih melaksanakan penugasan jenis feedback mendorong perbedaan proses audit dan diikuti dengan telaah dari feedback.

pembelajaran atas penugasan pengendalian Sebagai implikasi, feedback merupakan metode

intern. Dengan demikian, tingkat pemerolehan pembelajaran yang efektif bagi auditor karena

pengetahuan pengendalian intern antara memori auditor terbentuk sesuai penugasan

auditor yang menerima metode pelatihan melalui telaah berulang dari feedback (Bonner

outcome feedback akan berbeda dengan dan Walker 1994; Hirst et al. 1999; Bédard

auditor yang menerima explanatory feedback 1989; Gibbins 1984).

pada pelatihan penugasan pengendalian intern. Feedback juga merupakan metode

Secara empiris, Bonner dan Walker pelatihan yang efisien. Menurut Earley (2001),

(1994) telah mengungkapkan bahwa auditor junior tidak memerlukan kehadiran explanatory feedback dapat meningkatkan seniornya dalam pelatihan penugasan audit,

pengetahuan prosedural auditor junior. karena feedback menyediakan telaah atas Namun, hasil pembelajaran dengan outcome judgment auditor junior. Auditor junior dapat

feedback tidak berefek terhadap peningkatan belajar dari jawaban dan penjelasan dalam

pengetahuan prosedural. Hasil pengujian feedback apabila auditor tersebut tidak tepat

Bonner dan Walker (1994) tersebut didukung dalam memberikan judgment. Auditor senior

oleh hasil pengujian Earley (2001, 2003) kemungkinan tidak memiliki waktu yang bahwa hanya explanatory feedback yang cukup untuk mendampingi pada saat pelatihan

meningkatkan kemampuan self-explanation serta belum tentu auditor tersebut memiliki

auditor junior. Self-explanation berisi pengalaman atas judgment yang sama (Earley

argumen tentang mengapa suatu tahapan harus 2001).

dilakukan dalam suatu penugasan sehingga Teori kognitif mendasari penggunaan berdasarkan

self-explanation diketahui feedback sebagai metode pelatihan bagi kesesuaian antara rasionalitas auditor dengan auditor junior. Feedback menyediakan telaah

telaah dari feedback.

atas proses judgment auditor sehingga memori Hasil pengujian Earley (2001 dan 2003) auditor terbentuk sesuai persyaratan penugasan

mengungkapkan auditor junior seharusnya melalui pengetahuan dan penalarannya. terlebih dahulu menerima dan memahami Dengan kata lain, metode pembelajaran telaah dari outcome feedback sebelum

Yavida Nurim, Peranan Feedback dalam Mengoptimalkan Pelatihan Penugasan Review… 60

menerima explanatory feedback. Informasi tidak berpengalaman pada penugasan tersebut yang sederhana dari outcome feedback (Abdolmohammadi dan Wright 1987). membantu auditor junior memahami informasi

Tentu saja sebagai konsekuensi dari yang kompleks pada explanatory feedback.

karakteristik penugasan pengendalian intern, Namun, explanatory feedback mensyaratkan

maka penugasan tersebut menyediakan penalaran yang lebih tinggi dari pemakainya

kemungkinan pembelajaran yang lebih tinggi sehingga auditor junior membutuhkan dibandingkan penugasan penilaian real estate, bimbingan untuk memahami informasi dalam

prediksi kebangkrutan, maupun prosedural explanatory feedback.

(Libby dan Tan 1994). Oleh karenanya, Demikian pula dengan Hirst dan Luckett

pengalaman sebagai auditor selama 3 tiga (1992) dan Hirst et al. (1999), pembelajaran

tahun merupakan pelatihan yang cukup dengan outcome feedback mensyaratkan initial

memadai untuk melaksanakan penugasan task knowledge yang lebih rendah dibandingkan

pengendalian intern (Libby dan Tan 1994; pembelajaran dari explanatory feedback.

Chung dan Monroe 2000). Bryant et al. (2009) Namun, sebagai konsekuensi telaah dengan

mengungkapkan pula bahwa kuesioner dapat penalaran pada explanatory mempercepat digunakan sebagai sarana pembelajaran pemahaman auditor atas penugasan prediksi

auditor tidak berpengalaman atas penugasan kebangkrutan dan hasil sebaliknya dengan

review pengendalian intern.

telaah dari outcome feedback. Outcome feedback merupakan metode Pembelajaran explanatory feedback

yang tepat sebagai pembelajaran penugasan memiliki kelebihan dibandingkan outcome

audit dengan karakteristik lingkungan feedback dalam pelatihan pengetahuan penugasan yang tidak kompleks. Earley prosedural (Bonner dan Walker 1994; Earley

(2003), Hirst dan Luckett (1992), serta Hirst 2001, 2003; Hirst dan Luckett 1992; Hirst

et al. (1999) juga menyatakan bahwa outcome et al. 1999) sebab pengujian dilakukan feedback seharusnya digunakan untuk pada penugasan yang mensyaratkan tingkat

pembelajaran penugasan audit yang memiliki kompleksitas pengetahuan yang tinggi, seperti

informasi dengan kemampuprediksian tinggi. penugasan kebangkrutan, penilaian real estate,

Menurut Leung dan Trotman (2005, 2008), dan prosedural (Libby dan Tan 1994). Dengan

outcome feedback seharusnya digunakan untuk kata lain, telaah dari explanatory feedback

pembelajaran penugasan audit sederhana yaitu lebih memadai dibandingkan telaah dari hubungan antarpetunjuk dari lingkungan outcome feedback sebagai metode pelatihan

dengan kriteria sebagai dasar prediksi bersifat atas penugasan yang kompleks (Libby dan Tan

linear dan membutuhkan sedikit petunjuk pada 1994; Chung dan Monroe 2000; Davis 1996;

proses judgment. Dengan demikian, subjek Abdolmohammadi dan Wright 1987).

dapat menelusuri kembali proses judgment- Kebalikan dari karakteristik penugasan

nya melalui telaah dari outcome feedback. real estate atau kebangkrutan, penugasan

Lingkungan pembelajaran yang tinggi pengendalian intern merupakan penugasan

pada penugasan pengendalian intern rutin dan masalah dalam penugasan mendorong kebutuhan terhadap telaah

didefinisikan secara jelas (Abdolmohammadi yang sederhana. Bonner dan Walker (1994) dan Wright 1987; Libby dan Tan 1994). menyatakan bahwa informasi berlebihan Menurut Libby dan Tan (1994), penugasan

dalam pelaksanaan suatu penugasan audit review pengendalian intern hanya yang sederhana justru tidak berefek pada menggunakan sedikit proses judgment

peningkatan pengetahuan karena auditor serta auditor tidak dihadapkan pada banyak

merasa bosan atau merasa overload. Dengan alternatif kemungkinan masalah. Oleh sebab

demikian, telaah outcome feedback lebih tepat itu, capaian kinerja auditor berpengalaman

dibandingkan telaah explanatory feedback sama tingginya dengan capaian kinerja auditor

sebagai metode pelatihan penugasan review

61 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2015, Vol. 12, No. 1, hal 55 - 74

pengendalian intern. Berbasis argumen (1995), Libby dan Tan (1994) juga menyatakan tersebut, hipotesis penelitian ditetapkan pengalaman tidak dapat digunakan untuk sebagai berikut:

mengukur tingkat keahlian auditor.

H 1 : Pada pelatihan penugasan pengen-

Kesesuaian pengetahuan auditor dengan

dalian intern, auditor tidak ber-

penugasan audit akan mengoptimalkan kinerja

pengalaman yang menerima pelatihan

auditor karena kesesuaian dapat mendorong

dengan outcome feedback mengalami

auditor memilih informasi yang relevan peningkatan pengetahuan lebih dengan penugasannya (Shoommuangpak tinggi dibandingkan auditor tidak 2007). Menurut Libby dan Luft (1993), setiap

berpengalaman yang menerima pe-

pengetahuan memiliki perbedaan proses

latihan dengan explanatory feedback.

kognitif sehingga tidak setiap pengetahuan relevan untuk setiap penugasan (Libby dan Luft

Hubungan Pengetahuan dan Kinerja

1993). Bonner (1990) juga menyatakan bahwa

Ide penyertaan pengetahuan sebagai setiap penugasan audit mensyaratkan metode bagian penting dari kinerja auditor dicetuskan

penyeleksian petunjuk dan pembobotan pertama kali oleh Bonner dan Lewis (1990).

petunjuk yang berbeda.

Menurut Bonner dan Lewis (1990), penugasan Hogarth (1980) juga berpendapat audit mensyaratkan penggunaan pengetahuan

bahwa akurasi judgment auditor tergantung secara intensif sehingga peranan pengetahuan

pada kesesuaian kognitif auditor dengan lebih besar dibandingkan pengalaman dalam

penugasannya. Kemampuan kognitif mengoptimalkan kinerja auditor. Sebagai merujuk pada kapasitas penyelesaian konsekuensi, menurut Bonner dan Lewis masalah pengauditan melalui pemerolehan, (1990), jika keahlian auditor diukur dari penyimpanan, penelusuran, dan transformasi lama waktu bekerja sebagai auditor, maka informasi (Ho dan Rodgers 1993). Sebagai pengetahuan auditor dimungkinkan tidak implikasi, kesenjangan kognitif berefek sesuai penugasannya.

pada cara auditor memproses informasi dan

Hasil penelitian Bonner dan Lewis penurunan kinerja auditor (Tuttle dan Stocks (1990) diperluas oleh Libby (1995) dengan

1997; Arunachalam dan Daly 1996; Moeckel menyertakan keahlian sebagai bagian dari 1990). hubungan pengetahuan dan kinerja. Keahlian

Secara empiris, outcome feedback menentukan isi atau kandungan pengetahuan

memberikan proses pembelajaran yang yang tercermin pada struktur pengetahuannya

berbeda dengan explanatory feedback. tersebut. Ketika setiap struktur pengetahuan

Meski begitu, kesesuaian karakteristik memiliki properti fungsional berbeda-beda, outcome feedback dengan penugasan review maka pengetahuan auditor seharusnya sesuai

pengendalian intern dapat mengoptimumkan dengan penugasan auditor.

pemerolehan pengetahuan pengendalian Bukti empiris selanjutnya oleh Libby dan

intern. Dengan demikian, pelatihan outcome Tan (1994) menunjukkan bahwa penugasan

feedback juga mengoptimumkan kinerja audit mensyaratkan pengalaman, pengetahuan,

auditor tidak berpengalaman atas penugasan dan kemampuan untuk mengoptimalkan kinerja

review pengendalian intern. Berbasis argumen auditor. Namun demikian, hubungan keempat

tersebut, hipotesis penelitiannya adalah faktor tersebut tidak dapat digeneralisasi untuk

sebagai berikut:

setiap penugasan audit karena setiap jenis H 2 : Pada penugasan pengendalian intern,

penugasan audit mensyaratkan pengetahuan

kinerja auditor tidak berpengalaman

dan kemampuan yang berbeda. Sebagai

dengan pelatihan dari outcome feedback

implikasi, Libby dan Tan (1994) menyatakan

lebih tinggi dibandingkan kinerja

bahwa pengalaman akan meningkatkan kinerja

auditor tidak berpengalaman dengan

auditor, jika pengalaman tersebut relevan

pelatihan dari explanatory feedback.

dengan penugasannya. Sebagaimana Libby

Yavida Nurim, Peranan Feedback dalam Mengoptimalkan Pelatihan Penugasan Review… 62

METODE PENELITIAN

Eksperimen ini menggunakan partisipan mahasiswa S1 jurusan akuntansi yang telah

Kriteria Partisipan Eksperimen

mengikuti proses belajar-mengajar mata kuliah Penelitian ini menggunakan metode pengauditan. Penggunaan subjek mahasiswa eksperimen sesungguhnya (true experiment)

didasarkan argumen bahwa partisipan yaitu peneliti memiliki kendali penuh terhadap

tidak memiliki pengalaman atas penugasan seluruh perlakuan dalam eksperimen. Kendali

pengendalian intern sehingga perbedaan penuh tersebut ditunjukkan dengan pemberian

pengetahuan dan kinerja pengendalian intern perlakuan sehingga perbedaan pengetahuan hanya disebabkan oleh pelatihan tersebut. dan kinerja antarketiganya merupakan efek

Rose (2005) menggunakan subjek perlakuan tersebut. Partisipan eksperimen mahasiswa dalam pembelajaran kasus dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan yaitu

perpajakan karena mahasiswa tidak memiliki kelompok yang menerima outcome feedback,

pengalaman dalam bidang tersebut. Borthick kelompok yang menerima explanatory

et al. (2006) menyatakan bahwa penelitian feedback, dan kelompok yang tidak menerima

dengan topik pembelajaran sangat ideal feedback sebagai kelompok kontrol. Sebagai

menggunakan auditor tidak berpengalaman pengganti perlakuan feedback, kelompok sebagai partisipan karena partisipan dengan kontrol diberikan bacaan ringan yang tidak

karakteristik tersebut belum pernah dilatih atas mensyaratkan penggunaan kognitif partisipan.

masalah pengendalian intern.

Setiap kelompok tersebut mengerjakan Keterlibatan mahasiswa sebagai penugasan yang sama yaitu penugasan partisipan dalam eksperimen ini bersifat

review pengendalian intern. Selanjutnya, sukarela. Sebagai bentuk penghargaan, setiap setiap kelompok tersebut akan diukur tingkat

partisipan memiliki kemungkinan yang sama pemerolehan pengetahuan dan capaian kinerja

untuk mendapatkan tiga macam penghargaan atas penugasan review pengendalian intern.

yaitu kehadiran, capaian skor, dan capaian Dengan demikian, desain penelitiannya adalah

skor tertinggi. Pemberian penghargaan faktorial penuh 3 x 1 yaitu tiga perlakuan (tanpa

tersebut bertujuan mempertahankan motivasi feedback, outcome feedback, dan explanatory

partisipan sehingga ancaman moralitas feedback) dan satu macam penugasan yaitu

selama eksperimen dapat diturunkan. Dengan review pengendalian intern.

demikian, pemberian penghargaan finansial Pembagian kelompok dilakukan secara

bukan perlakuan.

acak untuk menghindari karakteristik subjek

tertentu secara tidak sengaja berada pada Instrumen dan Prosedur Eskperimen

satu kelompok. Selain itu, pembagian secara Berkaitan dengan penugasan pengen- acak juga meningkatkan sifat apprehensive

dalian intern, penelitian ini menggunakan dari partisipan eksperimen. Perlakuan sistem pembelian kredit dan pengeluaran kas dengan pemberian outcome feedback ataupun

untuk pelunasan utang karena siklus tersebut explanatory feedback merupakan pelatihan paling kompleks dibandingkan dengan siklus

atas penugasan pengendalian intern. Oleh yang lain. Seluruh kasus menggunakan sebab itu, partisipan diukur pengetahuannya

perusahaan hipotetis (hypothetical company) dan kinerjanya sebelum dan setelah menerima

dan menggunakan media kertas dalam setiap perlakuan tersebut.

penugasan. Seluruh penugasan dimasukkan Eksperimen dilakukan oleh peneliti di

pada amplop tertutup agar kode perlakuan dua perguruan tinggi swasta di Yogyakarta.

hanya diketahui oleh partisipan yang menerima Kedua perguruan tinggi tersebut memiliki perlakuan. nilai akreditasi sama dan dosen pengampu

Partisipan eksperimen melaksanakan mata kuliah pengauditan menggunakan buku

lima penugasan dan urutan penugasan mengacu yang sama sebagai acuan dalam pengajaran.

pada konsep learning by doing, sebagaimana dinyatakan oleh Bonner dan Walker (1994).

63 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2015, Vol. 12, No. 1, hal 55 - 74

Berikut ini tahapan-tahapan penugasan dalam juga bertujuan menurunkan kemungkinan eksperimen:

partisipan menerapkan jawaban sama pada

1. Pada penugasan pertama, partisipan penugasan kelima atau meningkatkan eksperimen diukur pemahamannya atas

sifat apprehensive dari partisipan terhadap pengetahuan pengendalian intern secara

eksperimen. Jumlah penugasan keempat dan umum. Materi pada penugasan pertama

kelima masing-masing sebanyak lima soal adalah pengetahuan tentang fungsi-

dengan pilihan ganda serta dilaksanakan fungsi dalam organisasi untuk mencegah

dalam waktu 10 menit.

penggelapan aset, prosedur-prosedur pengendalian yang menjamin tercapainya

Instrumen pada penelitian ini mengacu tujuan khusus organisasi, serta pengetahuan

pada Romney dan Steinbart (2000) serta atas supervisi dan pengawasan yang efektif.

Boockholdt (1999). Formulasi instrumen

2. Pada penugasan kedua, partisipan dilakukan dalam beberapa tahap: (1) peneliti eksperimen diukur kemampuannya atau membuat instrumen atas pelatihan penugasan kinerjanya atas penugasan pengendalian review pengendalian intern, (2) review oleh intern sebelum pembelajaran. Materi pada

auditor berpengalaman melalui FGD (Focus penugasan kedua adalah kasus salah saji

Group Discussion) atas instrumen tersebut,

pada laporan keuangan terkait dengan (3) uji coba instrumen pada mahasiswa setelah sistem pembelian kredit dan pengeluaran

instrumen disetujui dalam FGD. Penelitian ini kas yang tidak memadai. Kedua penugasan

menggunakan hasil cek manipulasi sebagai tersebut terdiri dari lima soal pilihan ganda

dasar keberhasilan uji coba. Dengan demikian,

dengan waktu 10 menit dan dilakukan jika uji coba tidak berhasil memenuhi cek sebelum menerima perlakuan outcome

manipulasi, maka instrumen di-review kembali feedback atau explanatory feedback.

oleh auditor berpengalaman. Dengan kata lain,

3. Penugasan ketiga adalah pemberian uji coba perlakuan dimungkinkan dilakukan perlakuan outcome feedback ataupun

berulang-ulang oleh peneliti. Review yang explanatory feedback sebagai pelatihan dilakukan oleh auditor berpengalaman atas penugasan pengendalian intern meliputi materi pelatihan dan waktu dalam yang dilaksanakan maksimal 10 menit. pelaksanaan penugasan review pengendalian Kelompok kontrol menerima cerita intern. Jika hasil uji coba menunjukkan ringan sebagai pengganti feedback. Cek partisipan memenuhi cek manipulasi, maka manipulasi dilakukan setelah penugasan materi perlakuan atau instrumen layak menjadi ke-3 untuk mengetahui sejauh mana instrumen eksperimen. partisipan memahami perlakuan eksperimen (Nahartyo 2012).

Peubah (Variable) Penelitian

4. Materi penugasan tahap keempat tentang Peubah yang digunakan dalam penelitian kemungkinan ancaman jika perusahaan adalah sebagai berikut: hipotetis tidak melakukan pemisahan

1. Jenis feedback merupakan peubah tugas, misalkan antara fungsi penerimaan

independen yang terdiri dari outcome barang dan penyimpanan barang, atau

feedback dan explanatory feedback. tidak menerapkan prosedur pengendalian

Kedua feedback diberikan setelah subjek pembatasan akses ke dokumen tertentu,

diukur kinerjanya sebelum pelatihan atas misalkan daftar pemasok.

penugasan review pengendalian intern.

5. Pada tahap kelima, partisipan diukur Definisi kedua jenis feedback mengacu kembali kinerjanya, sebagaimana pada

pada Hirst dan Luckett (1992), Bonner dan penugasan kedua. Namun, nomor soal atau

Walker (1994), Hirst et al. (1999), serta nomor pilihan jawaban pada penugasan

Earley (2001, 2003). Outcome feedback kelima diubah, meskipun materi pada

berisi jawaban yang benar dari pertanyaan keduanya sama. Pengubahan tersebut

pada pelatihan penugasan pengendalian

Yavida Nurim, Peranan Feedback dalam Mengoptimalkan Pelatihan Penugasan Review… 64

intern. Explanatory feedback berisi dan 19 partisipan dengan perlakuan menerima jawaban yang benar dan disertai penjelasan

explanatory feedback (kelompok C) (lihat atau alasan dari setiap jawaban tersebut

tabel 1). 65 peserta eksperimen tersebut dari pertanyaan pada pelatihan penugasan

berasal dari perguruan tinggi A sebanyak 25 pengendalian intern.

orang dan sisanya 40 orang mahasiswa adalah

2. Pengetahuan pengendalian intern berasal dari perguruan tinggi B. Jumlah subjek merupakan peubah dependen. Pengetahuan

antar kelompok perlakuan tidak sama sebab partisipan eksperimen diukur dari tingkat

kelompok tersebut direkrut secara acak dan pemahaman partisipan atas kemungkinan

sukarela. Dengan demikian, karakteristik ancaman apabila perusahaan hipotetis tidak

kelompok tidak memengaruhi pelatihan dan

melakukan pemisahan tugas, misalkan hanya perlakuan dalam eksperimen yang antara fungsi penerimaan barang dan memengaruhi perbedaan capaian pengetahuan penyimpanan barang, atau tidak menerapkan

dan kinerja antar kelompok.

prosedur pengendalian pembatasan akses ke Meski demikian, penelitian ini dokumen tertentu, misalkan daftar pemasok.

melakukan uji beda atas data demografi

Pengukuran pengetahuan merupakan antara kelompok yang menerima dengan penugasan keempat dan didasarkan pada

kelompok yang tidak menerima feedback, jumlah jawaban yang benar dari lima soal

sebab karakteristik demografi tersebut dapat pilihan ganda dengan waktu 10 menit.

memengaruhi validitas internal. Keduanya

3. Kinerja atas penugasan pengendalian diharapkan memiliki karakteristik yang intern sebagai peubah dependen. Kinerja

sama dan hanya perlakuan peneliti yang

partisipan diukur dari pemahaman berkontribusi terhadap perbedaan pengetahuan partisipan terhadap kasus-kasus yang dan kinerja antar kelompok perlakuan. kemungkinan terjadi pada sistem pembelian

Hasil uji beda menunjukkan bahwa kredit dan sistem pengeluaran kas yang

rerata umur kelompok yang tidak menerima dapat menyebabkan salah saji pada laporan

feedback (20,09) tidak signifikan berbeda (ρ keuangan. Pengukuran kinerja dilakukan

= 0,88) dengan rerata umur kelompok yang pada penugasan kelima dengan menjawab

menerima feedback (20,17) (lihat tabel 2). lima soal pilihan ganda dan waktu yang

Begitu pula dengan rerata umur partisipan dari disediakan maksimal 10 menit. Dengan

PT A (20,56) juga tidak signifikan berbeda

demikian, kinerja ditentukan dari hasil (ρ = 0,2) dibandingkan dengan rerata umur pembagian jumlah jawaban benar dengan

partisipan dari PT B (19,88) (lihat tabel 3). jumlah waktu yang digunakan partisipan

Data Sekolah Menengah Atas (SMA) untuk menyelesaikan penugasan kelima.

asal partisipan terdiri dari dua, yaitu status SMA partisipan; negeri atau swasta, dan jurusan yang diambil partisipan ketika SMA: Ilmu

HASIL PENELITIAN DAN

Pengetahuan Sosial atau Ilmu Pengetahuan

PEMBAHASAN

Alam. Hasil uji beda (t-test) mengungkapkan bahwa tidak ada dominasi status SMA maupun

Statistik Deskriptif

jurusan yang diambil partisipan sewaktu SMA Seluruh partisipan eksperimen pada kelompok tertentu baik antar perlakuan

memenuhi kriteria cek manipulasi sehingga (ρ = 0,18 dan ρ = 0,6) ataupun antar perguruan total jumlah partisipan eksperimen tinggi (ρ = 0,6 dan ρ = 0,2) (lihat tabel 2 dan

dalam penelitian ini adalah sebanyak 65 3.). Rerata nilai pengauditan tidak signifikan mahasiswa yang terdiri dari 23 partisipan

berbeda antar kelompok perlakuan (ρ = 0,64) dengan perlakuan tidak menerima feedback

ataupun antarkelompok perguruan tinggi (ρ = (kelompok A), 23 partisipan dengan perlakuan

0,68) (lihat tabel 2 dan 3).

menerima outcome feedback (kelompok B),

65 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2015, Vol. 12, No. 1, hal 55 - 74

Tabel 1 Rincian Partisipan

A 23 8 15 Pengendalian

Tanpa Feedback

B 23 8 15 Intern

Outcome Feedback

Explanatory Feedback

Tabel 2 Uji Beda antara 2 Kelompok Perlakuan

N.

IPK Kelompok

Umur Status SMA Jur. SMA

Kelompok

Pengauditan

Rerata Penugasan

2,30 Pengendalian Feedback

(0,92) Catatan: DS = Deviasi Standar, IPK = Indeks Prestasi Akademik Kumulatif

Tabel 3 Uji Beda antara 2 Kelompok Perguruan Tinggi

N.

IPK Kelompok

Umur Status SMA Jur. SMA

Kelompok

Pengauditan

Rerata Penugasan Perlakuan

Catatan: DS = Deviasi Standar, IPK = Indeks Prestasi Akademik Kumulatif, PT. A = Perguruan Tinggi A, PT. B = Perguruan Tinggi B

Rerata prestasi akademik antara eksperimen dinyatakan tidak berhasil. Hasil partisipan yang tidak menerima feedback

cek manipulasi menyatakan bahwa seluruh (2,30) juga tidak signifikan (ρ = 0,73) berbeda

partisipan memahami penugasan review dengan partisipan yang menerima feedback

pengendalian intern dari tahap satu sampai (2,38). Rerata prestasi akademik partisipan tahap tiga serta seluruh partisipan memahami dari PT. A (2,24) juga menunjukkan tidak

perlakuan eksperimen. Berdasarkan hasil cek signifikan (ρ = 0,41) berbeda dengan partisipan

manipulasi, maka tidak ada partisipan yang dari PT. B (2,43).

dieliminasi dari pengujian.

Cek manipulasi pertama mengukur Pengujian pertama pada penelitian tingkat pemahaman oleh subjek dalam ini adalah membandingkan pengetahuan kelompok terhadap jenis penugasan umum dan kinerja sebelum pelatihan antara yang dilaksanakan partisipan, sedangkan kelompok yang menerima feedback dengan cek manipulasi kedua mengukur tingkat kelompok yang tidak menerima feedback pemahaman oleh subjek dalam kelompok (lihat tabel 4 dan tabel 5). Perbandingan atas materi perlakuan. Jika subjek tidak antarkelompok perlakuan feedback bertujuan memahami perlakuan tersebut, maka untuk mengetahui bahwa keduanya memiliki

Yavida Nurim, Peranan Feedback dalam Mengoptimalkan Pelatihan Penugasan Review… 66

Tabel 4

Rerata Pengetahuan Umum dan Kinerja sebelum Pelatihan

Skor Kinerja Penugasan Perlakuan

Skor Pengetahuan Umum

Pengendalian Intern

Pengendalian Intern

1,83 Tidak Menerima Feedback

Rerata

(Deviasi Standar)

2,19 Menerima Feedback

Rerata

(Deviasi Standar)

Hasil Uji Beda Pengetahuan Umum dan Kinerja sebelum Pelatihan Tanpa _ Dengan

Feedback Feedback

Skor Pengetahuan Umum – Pengendalian Intern

Beda Rerata

ρ -0,597 0,07

Kinerja Sebelum Pembelajaran – Pengendalian Intern

Beda Rerata

karakteristik yang sama sehingga perbedaan pengetahuan kelompok yang menerima pengetahuan dan kinerja sebagai efek dari outcome feedback (4,74) signifikan (ρ = 0,05) pelatihan (perlakuan).

lebih tinggi dibandingkan rerata pengetahuan Rerata skor pengetahuan umum kelompok yang menerima explanatory kelompok yang tidak menerima feedback

feedback (4,11) (lihat tabel 6 dan tabel 7). (2,52) tidak signifikan berbeda (0,07) dengan

Kelompok yang menerima outcome rerata skor pengetahuan umum kelompok yang

feedback juga memiliki rerata (4,74) menerima feedback (3,12) (lihat tabel 4 dan

pengetahuan pengendalian intern signifikan tabel 5). Rerata skor kinerja sebelum perlakuan

(ρ = 0,00) lebih tinggi dibandingkan rerata antara kelompok yang tidak menerima pengetahuan kelompok yang tidak menerima

feedback (1,83) juga tidak signifikan berbeda feedback (2,83). Hasil tersebut menunjukkan (0,20) dengan rerata kinerja kelompok yang

hipotesis 1 didukung dan pelatihan dengan menerima feedback (2,19).

outcome feedback lebih optimal dibandingkan dengan

explanatory feedback dalam

Hasil Pengujian Hipotesis

pemerolehan pengetahuan pengendalian Pengujian kedua membandingkan intern. pengetahuan dan kinerja review pengendalian

Pada hipotesis 2 dinyatakan bahwa pada intern antar kelompok perlakuan yang penugasan pengendalian intern, kinerja auditor menerima metode pelatihan berbeda sebagai

tidak berpengalaman dengan pelatihan dari bukti empiris atas pelatihan yang optimum.

outcome feedback lebih tinggi dibandingkan Perbandingan pengetahuan dinyatakan pada

kinerja auditor tidak berpengalaman dengan hipotesis 1, sedangkan perbandingan kinerja

pelatihan dari explanatory feedback. Hasil dinyatakan pada hipotesis 2.

uji beda (Anova) menunjukkan rerata kinerja Pada hipotesis 1 dinyatakan bahwa kelompok yang menerima pelatihan dengan pada pelatihan penugasan pengendalian outcome feedback (2,09) signifikan lebih intern, auditor tidak berpengalaman yang tinggi (ρ = 0,00) dibandingkan kelompok menerima pelatihan dengan outcome feedback

yang menerima pelatihan dengan explanatory mengalami peningkatan pengetahuan feedback (1,12) (lihat tabel 6 dan tabel 8). lebih tinggi dibandingkan auditor tidak Demikian pula rerata kinerja kelompok yang berpengalaman yang menerima pelatihan menerima outcome feedback (2,09) signifikan dengan explanatory feedback. Hasil uji (ρ = 0,00) lebih tinggi dibandingkan kelompok beda (Anova) mengungkapkan bahwa rerata

yang tidak menerima feedback (1,69).

67 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2015, Vol. 12, No. 1, hal 55 - 74

Tabel 6 Rerata Pengetahuan dan Kinerja setelah Pelatihan

(Deviasi Standar)

(Deviasi Standar)

(Deviasi Standar)

Skor Pengetahuan Penugasan

4,11 Pengendalian Intern

(0,93) Kinerja Penugasan Pengendalian

1,12 Intern setelah Pelatihan

Tabel 7 Hasil Uji Beda Pengetahuan Pengendalian Intern setelah Pelatihan

No _ Explanatory Outcome _ Explanatory Feedback Feedback Feedback Feedback Feedback Feedback

No _ Outcome

SP-PI Beda Rerata

0,05* Keterangan: SP: Skor Pengetahuan – PI (Pengendalian Intern)

***) Tingkat signifikansi < 1% *) Tingkat signifikansi < 10%

Tabel 8 Hasil Uji Beda Kinerja Pengendalian Intern Setelah Pelatihan

No _ Explanatory Outcome _ Explanatory Feedback Feedback Feedback Feedback Feedback Feedback

No _ Outcome

K-PI Beda Rerata

0,00*** Keterangan: K: Kinerja – PI (Pengendalian Intern) ***) Tingkat signifikansi < 1%

Dengan demikian, hipotesis 2 didukung metode pelatihan mengoptimalkan kinerja sebab kelompok yang menerima outcome

auditor tidak berpengalaman melalui capaian feedback dengan pengetahuan pengendalian

pengetahuannya yang optimal pula. Semakin intern tertinggi memiliki rerata kinerja review

tinggi pengetahuan atas pengendalian intern pengendalian intern tertinggi pula.

semakin tinggi pula capaian kinerja atas Hasil pengujian hipotesis 2 diperkuat

penugasan review pengendalian intern. dengan hasil regresi yang menyatakan bahwa pengetahuan pengendalian intern berpengaruh

Pembahasan

positif signifikan (ρ = 0,00) terhadap kinerja Penelitian ini mengungkapkan bahwa penugasan review pengendalian intern (lihat

pelatihan penugasan pengendalian intern tabel 9). Capaian tertinggi menunjukkan dengan outcome feedback menghasilkan metode pelatihan yang paling optimal sehingga

pengetahuan dan kinerja atas penugasan review

Tabel 9 Hasi Regresi Penugasan Pengendalian Intern

Peubah

Koefisien

Signifikansi Rsq

VI: Skor Pengetahuan Spesifik VD: Kinerja Setelah Pembelajaran

0,00*** 0,260 Keterangan: VI: Peubah Independen dan VD: Peubah Dependen ***) signifikan < 0,01

Yavida Nurim, Peranan Feedback dalam Mengoptimalkan Pelatihan Penugasan Review… 68

pengendalian intern signifikan lebih tinggi mahasiswa menerima metode pelatihan dibandingkan pelatihan dengan explanatory

yang tepat, maka kinerja mahasiswa akan feedback. Pengujian juga mengungkapkan sama dengan auditor berpengalaman. Telaah bahwa tingkat pengetahuan pengendalian dari feedback meningkatkan penalaran intern berpengaruh signifikan positif terhadap

dan membentuk kognitif auditor sesuai kinerja dalam penugasan pengendalian intern.

penugasannya (Bonner dan Walker 1994; Dengan demikian, hasil pengujian secara Earley 2001, 2003; Earley et al. 1990; Tuttle dan statistik mendukung hipotesis 1 dan 2.

Stock 1998; Moeckel 1990; Tan 1995; Bakken Hasil pengujian tersebut 2008). Selanjutnya, feedback menurunkan mengimplikasikan bahwa pelatihan kesenjangan antara kognitif auditor dengan seharusnya difokuskan pada upaya persyaratan penugasannya (Sitzmann et al. mengoptimalkan pemerolehan pengetahuan, 2010; Thurlings et al. 2013; Hirst et al. 1999; sebagaimana teori kognitif menyatakan Hirst dan Luckett 1992; Arunachalam dan bahwa pengetahuan berperan penting terhadap

Daly 1996). Dengan demikian, mengacu pada kinerja auditor (Shuell 1986; Bédard 1989).

hasil penelitian ini, maka telaah dari feedback Upaya mengoptimalkan pemerolehan dapat meningkatkan penalaran dan membentuk pengetahuan menunjukkan adanya kognitif auditor tidak berpengalaman dalam pemahaman atas karakteristik penugasan penugasan review pengendalian intern. audit sebab pemahaman tersebut berefek terhadap penerapan metode pelatihan yang sesuai dengan karakteristik penugasan audit

SIMPULAN

(Libby dan Tan 1994; Cano 2005). Ketepatan

metode pelatihan akan mendorong auditor Simpulan dan Implikasi Penelitian

memiliki pengetahuan sesuai penugasan Auditor seharusnya memiliki penge- sehingga kognitif auditor diorganisasi sesuai

tahuan yang memadai dalam melaksanakan dengan persyaratan kognitif suatu penugasan.

review atas pengendalian intern. Pengetahuan Kesesuaian struktur kognitif auditor dengan

tersebut dapat diperoleh dari pengalaman atau struktur penugasan akan mengoptimalkan pelatihan secara formal. Namun, kedua metode kinerja auditor (Tubbs 1992; Shoommuangpak

memiliki kelemahan. Pengalaman hanya 2007; Borthick et al. 2006; Fuller dan Kaplan

meningkatkan keyakinan, bukan kinerja (Tan 2004).

1995; Moeckel 1990; Andersen dan Maleta Hasil pengujian memperluas temuan 1994; Chung dan Monroe 2000). Begitu

Libby dan Tan (1994) tentang perbedaan pula pelatihan harus melibatkan narasumber karakteristik penugasan audit berimplikasi berpengalaman sebagai instruktur yang di- pada perbedaan metode pembelajaran. Hasil

mungkinkan memiliki keterbatasan. pengujian juga mengonfirmasi temuan Shuell

Penelitian ini berupaya mengoptimalkan (1986), Wittrock (2010), Batkoska dan kinerja auditor atas penugasan review

Koseska (2012), Moroney dan Carey (2011), pengendalian intern dengan mengoptimalkan Borthick et al. (2006), Tubbs (1992), Wright

pemerolehan pengetahuan pengendalian (2007), serta Bonner et al. (1992) tentang

intern. Upaya tersebut dilakukan dengan pentingnya memahami penugasan audit memberikan metode feedback atau learning by

karena pemahaman akan menentukan strategi doing sebagai metode pelatihan atas penugasan

pelatihan atau pembelajaran.

pengendalian intern.

Hasil pengujian tersebut juga Penelitian ini menggunakan dua macam mengimplikasikan bahwa metode learning feedback: outcome feedback dan explanatory by doing atau feedback dapat digunakan feedback karena keduanya menyediakan sebagai metode pelatihan bagi auditor karakteristik telaah yang berbeda (Leung dan tidak berpengalaman. Hasil tersebut sesuai Trotman 2005 dan 2008; Bonner dan Walker pernyataan Wright (2007) bahwa jika

69 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2015, Vol. 12, No. 1, hal 55 - 74

1994; Hirst dan Luckett 1992; Hirst et al. kognitif auditor sesuai penugasannya (Bonner 1999; Earley 2001, 2003). Perbedaan telaah

dan Walker 1994; Earley 2001, 2003; Earley menunjukkan perbedaan proses pembelajaran

et al. 1990; Tuttle dan Stock 1998; Moeckel sehingga perbedaan tersebut berefek terhadap

1990; Tan 1995; Bakken 2008). Selanjutnya, perbedaan pemerolehan pengetahuan dan feedback menurunkan kesenjangan antara capaian kinerja auditor tidak berpengalaman.

kognitif auditor dengan persyaratan

Penelitian ini menggunakan metode penugasannya (Sitzmann et al. 2010; Thurlings eksperimen dengan partisipan mahasiswa et al. 2013; Hirst et al. 1999; Hirst dan Luckett sebagai proksi auditor tidak berpengalaman.

1992; Arunachalam dan Daly 1996). Hasil pengujian mengungkapkan bahwa pemberian pelatihan dengan metode outcome

Keterbatasan Penelitian

feedback lebih optimal dibandingkan Penelitian ini tidak menyertakan faktor pemberian pelatihan dengan explanatory

kemampuan (ability) dalam pelatihan karena feedback. Hasil tersebut didasarkan pada eksperimen akan sangat kompleks dan sebagai perbandingan capaian kinerja antara subjek

konsekuensi meningkatkan jumlah partisipan. yang menerima outcome feedback dengan

Keikutsertaan peserta eksperimen seharusnya subjek yang menerima explanatory feedback.

secara sukarela sehingga eksperimen yang Hasil penelitian juga mengungkapkan semakin

kompleks kemungkinan menyebabkan tidak tinggi pemerolehan pengetahuan pengendalian

terpenuhinya jumlah partisipan eksperimen. intern, maka semakin tinggi capaian kinerja