PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM MENURUT AL SYAIB

PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM MENURUT AL-SYAIBANI
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah sejarah pemikiran ekonomi
islam

Disusun oleh:
Devi Auliawati
Dian Kurnia Anggita
Nanda Fajar Kurniawan

PRODI MANAJEMEN PERBANKAN SYARIAH
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
FAKULTAS AGAMA ISLAM
2016

DAFTAR ISI

Bab I

Pendahuluan
Latar Belakang Masalah .................................................................1
Rumusan Masalah ...........................................................................2

Tujuan Penulisan Makalah ..............................................................2

Bab II

Pembahasan
A. Pengertian Ekonomi Islam ......................................................
B. Riwayat Hidup Al-Syaibani....................................................
C. Pemikiran Ekonomi Islam Al- Syaibani ...................................
 Al-Kasb (kerja)......................................................
 Kekayaan dan Kekafiran.................................
 Klasifikasi Usaha-Usaha Perekonomian...............
 Kebutuhan - kebutahn Ekonomi.........................
 Spesialisasi dan Distribusi Pekerjaan.................

Bab III

Penutup
I.

Daftar Pustaka


Kesimpulan......................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam

Islam,

segala

aktifitas

apapun

yang

dilakukan


manusia

berlandaskan kepada Al-Quran dan assunnah, baik dalam aspek keagamaan,
pendidikan, maupun perekonomian. Di dalam Al-Quran Allah telah menyebutkan
bahwa manusia sebagai orang-orang yang berfikir, yang memiiki arti bahwa
manusia adalah makhluk yang allah ciptakan secara sempurna dengan dibekali
akal fikiran.
Dengan adanya akal yang allah berikan kepada manusia tersebut, maka
muncullah pemikiran-pemikiran yang hadir dari para ahli, maupun ulama-ulama
besar dalam segala aspek kehidupan. Salah satu pemikiran yang ada pada masa
tersebut yaitu pemikiran ekonomi islam dari al-asyaibani yang akan di bahas
dalam makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Ekonomi Islam ?
2. Bagaimana Riwayat Hidup Al-Syaibani ?
3. Apa Saja Pemikiran Ekonomi Islam Al-Syaibani ?

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Ekonomi Islam
Menurut beberapa ahli ekonomi Islam (Kursyid ahmad) bahwa
pengertian ekonomi Islam adalah “sebuah usaha sistematis untuk memahami
masalah-masalah ekonomi, dan tingkah laku manusia secara relasional dalam
perspektif

Islam”.(1)

Sedangkan

menurut

Muhammad

Abdul

Manan adalah “ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah
ekonomi masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam”.(2)


Menurut Badan Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, bahwa
pengertian dari ekonomi Islam adalah “ilmu yang mempelajari usaha manusia
untuk mengalokasikan dan mengolah sumber daya untuk mencapai falah
berdasarkan pada prinsip-prinsip dan nilai-nilai Alquran dan Sunnah”.(3)

(1)

Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), hal

17.
(2)

Muhammad Abdul Manan,Teori dan Praktek Ekonomi Islam,(Yogyakarta: PT. Dana Bakhti
Prima Yas, 1997), hal 19.

(3)

P3EI, Ekonomi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hal 19.

B. Riwayat Hidup Al-Asyaibani


Nama lengkap Al-Syaibani adalah Abu AbdillahMuhammad bin
al-Hasan bin Farqad al-Syaibani. Beliau lahir pada tahun 132 H (750M) di
kota Wasith, Ibu Kota Iraq pada masa akhir pemerintahan Bani
Umawiyyah. Ayahnya berasal dari negeri Syaiban di wilayah jazirah Arab.
Di kota Kufah ia belajar fikih, sastra, bahasa dan hadits kepada para ulama
setempat, seperti Mus’ar bin Kadam, Sufyuan Tsauri, Umar bin Dzar dan
Malik bin Maghul. Pada periode ini pula, Al-Syaibani yang baru berusia
14 tahun berguru kepada Abu Hanifah selama 4 tahun. Setelah itu ia
berguru kepada Abu yusuf, salah seorang murid terkemuka dan pengganti
Abu Hanifah, hingga keduanya tercatat sebagai penyebar mazhab Hanafi.
Dalam menuntut ilmu, Al-Syaibani tidak hanya berinteraksi
dengan para ulama ahl al-ra’yi, tetapi juga ulama ahl al-hadits. Ia layaknya
para ulama terdahulu, berkelana ke berbagai tempat, seperti Madinah,
Makkah, Syria, Basrah dan Khurasan untuk belajar kepada para ulama
besar, seperti Malik bin Anas, Sufyan bin ‘Uyainah dan Auza;i. ia juga
pernah bertemu dengan Al-Syafi’I ketika belajar al-Muwatta pada Malik
bin Anas. Hal tersebut memberikan nuansa baru dalam pemikiran
fiqihnya.
Setelah memperoleh ilmu yang memadai, Al-Syaibani kembali ke

Baghdad yang pada saat itu telah berada dalam kekuasaan Daulah Bani
Abbasiyah. Di tempat ini ia mempunyai peranan yang penting dalam
majelis ulama dan kerap didatangi para penuntut ilmu. Hal tersebut
semakin mempermudahnya dalam mengembangkan mazhab Hanafi,
apalagi ditunjang kebijakan pemerintah saat itu yang menetapkan mazhab
Hanafi sebagai mazhab Negara.
Akibat

keluasan

ilmunya,

Khalifah

Harun

Al-Rasyid

mengangkatnya sebagai hakim di kota Riqqah, Irak. Namun, tugas ini
hanya berlangsung singkat karena ia kemudian mengundurkan diri untuk

lebih berkonsentrasi pada pengajaran dan penulisan fiqih. Al-Syaibani

meninggal dunia pada tahun 189H (804M) di kota al-Ray, dekat Teheran,
dalam usia 58 tahun.(4)
C. Pemikiran Ekonomi Islam Al-Syaibani
Dalam pemikiran ekonomi Al-Syaibani tertuju dalam kitab al-Kasb, sebuah
kitab yang lahir sebagai respon penulis terhadap sikap zuhud yang tumbuh dan
berkembang pada abad kedua Hijriyah. Kitab ini mengemukakan kajian
mikroekonomi yang berkisar pada teori pendapatan dan sumber-sumbernya dan
pedoman perilaku produksi dan produksi. Kitab tersebut termasuk kitab pertama
didunia islam yang membahas permasalahan ini, banyak ulama menyebutkan
bahwa Imam Al-Syaibani sebagai salah satu perintis Ilmu ekonomi dalam Islam.
1. Al-Kasb (Kerja)
Imam Al-Syaibani mendefinisikan al-Kasb (kerja) sebagai mencari perolehan
harta melalui berbagai cara yang halal. Dalam ilmu ekonomi aktivitas demikian
termasuk dalam aktivitas produksi. Definisi ini mengindikasikan bahwa yang
dimasuk aktivitas produksi dalam eknomi islam adalah berbeda dengan aktivitas
produksi dalam ekonomi konvesional(5). Dalam ekonomi islam tidak semua
aktivitas yang menghasilkan barang atau jasa disebut sebagai aktivitas produksi
karena sangat terkait erat dengan halal haramnya suatu barang atau jasa dan cara

memperolehnya. Dengan kata lain, aktivitas menghasilkan barang dan jasa yang
halal saja yang dapat disebut sebagai aktivitas produksi.
Produksi suatu barang atau jasa seperti dinyatakan dalam ilmu ekonomi,
dilakukan karena barang atau jasa tersebut memiliki utulitas (nilai guna). Islam
memandang bahwa suatu barang atau jasa mempunyai nilai guna dan
mengandung nilai kemaslahatan. Seperti yang diungkap oleh Imam Asy-Syatibi,
kemaslahatan dapat tercapai dengan memelihara lima unsur pokok kehidupan,
yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
(4)

Adi Marwan Karim. Sejarah Pemikiran Ekonomi. (Jakarta: Raya Grafindo Persada, 2006), hal
232
(5)

Ibid., hlm. 234

Dengan demikian seorang muslim memproduksi suatu barang atau jasa yang
memiliki sifat mashlahah tersebut. Hal ini, berarti bahwa konsep mashlahah
merupakan konsep yang objektif terhadap perilaku produsen karena ditentukan
oleh tujuan Syariah, yakni memelihara kemaslahatan manusia didunia dan akhirat.

Dalam pandangan islamaktivitas produksi merupakan bagian dari kewajiban
imarah kaun, yakni menciptakan kemakmuran semesta untuk semua makhluk.
Imam Al-Syaibani menegaskan bahwa kerja yang merupakan unsur utama
produksi mempunyai kedudukan yangg sangat penting dalam kehidupan karena
menunjang pelaksanaan ibadah kepada Allah SWT dan karenanya hukum kerja
adalah wajib. Hal ini didasarkan pada dalil-dalil berikut.
1. Firman Allah SWT

“Apabila telah ditunaikan sholat, maka bertebaranlah kamu dumuka bumi dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu
beruntung”.(Al-Jumu’ah/62:10)

2. Hadis Rasululloh SAW

“Mencari pendapatan adalah wajib bagi setiap muslim”

Imam As-Syaibani menyatakan bahwa sesuatu yang dapat menunjang
terlaksananya yang wajib, sesuatu itu menjadi wajib pula hukumnya. Lebih jauh,
ia menguraikan bahwa untuk menunaikan berbagai kewajiban, seseorang
memerlukan kekuatan jasmani dan kekuatan jasmani itu sendiri merupakan hasil

mengkonsumsi makanan yang diperoleh melalui kerja keras. Dengan demikian,
kerja mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunaikan suatu
kewajiban, karenanya hukum berkerja adalah wajib.
Disamping itu Imam As-Syaibani menyatakan bahwa berkerja merupakan
ajaran para Rasul terdahulu dan kaum muslimin diperintahkan untuk meneladani
cara hidup mereka.(6) Dari uraian tersebut, tampak jelas bahwa orientasi berkerja
dalam pandangan imam As-Syaibani adalah hidup untuk meraih keridhoan Allah
SWT. Disisi lain kerja merupakan usaha untuk mengaktifkan roda perekonomian,
termasuk proses produksi, konsumsi, dan distribusi, yang berimplikasi secara
makro meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dengan demikian,
kerja mempunyai peranan yang sangat penting dalam memenuhi hak Allah SWT,
hak hidup, hak keluarga, dan hak masyarakat.

D. Kekayaan dan Kefakiran
Menurut imam As-Syaibani sekalipun banyak dalil yang menunjukan
keutamaan sifat-sifat kaya, sifat-sifat fakir mempunyai kedudukan yang lebih
tinggi. Ia menyatakan bahwa apabila manusia telah merasa cukup dari apa yang
dibutuhkan kemudian bergegas pada kebajikan, hingga mencurahkan perhatian
pada urusan akhiratnya, adalah lebih baik bagi mereka. Dalam konteks ini, sifatsifat fakir diartikan sebagai kondisi yang cukup (kifayah), bukan kondisi papa dan
meminta-minta (kafafah). Dengan demikian, pada dasarnya imam As-Syaibani
menyerukan agar manusia hidup dalam kecukupan, baik untuk diri sendiri
maupun keluarganya.(7)
(6)

Surahman Hidayat. Etika Produksi Dalam Islam, Rubrik Iqtishad Harian Umum Republika. 28
Oktober 2002
(7)

Adi Marwan Karim. Sejarah Pemikiran Ekonomi. (Jakarta: Raya Grafindo Persada, 2006), hal
237-238

E. Klasifikasi usaha-usaha perekonomian
Imam As-Syaibani menyatakan bahwa usaha-usaha perekonomian terbagi atas
empat macam, yaitu sewa menyewa, perdagangan, pertanian, dan perindustrian
sedangkan para ekonomi kontemporer membagi menjadi tiga yaitu pertanian,
perindustrian dan jasa. Jika ditelaah lebih dalam, usaha jasa meliputi usaha
perdagangan. Diantara keempat usaha perekonomian tersebut, imam As-Syaibani
lebih mengutamakan usaha pertanian dari pada usaha yang lain. Menurutnya,
pertanian memproduksi berbagai kebutuhan dasar manusia yang sangat
menunjang dalam melaksanakan berbagai kewajiban.
Dari segi hukum, imam As-Syaibani membagi usaha-usaha perekonomian
menjadi dua yaitu fardhu khifayah dan fardhu ‘ain berbagai usaha perekonomian
dihukum fardhu khifayah apabila telah ada orang yang mengusahakannya atau
menjalankannya, roda perekonomian akan terus berjalan, dan jika tidak seorang
pun menjalankannya, tatanan roda perekonomian akan hancur dan berdampak
pada semakin banyaknya orang yang hidup dalam kesengsaraan.
Berbagai usaha perekonomian dihukum fardhu ‘ain karenan usaha-usaha
perekonomian itu mutlak dilakukan oleh seseorang untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya dan kebutuhan orang yang ditanggungnya. Bila tidak dilakukan usaha
perekonomian, kebutuhan dirinya tidak akan terpenuhi, begitu pula orang yang
ditanggungny, sehingga akan menimbulkan kebinasaan bagi dirinya dan
tanggungannya.
F. Kebutahan-kebutuhan Ekonomi
Menurut imam As-Syaibani sesungguhnya Allah menciptakan anak-anak
adam sebagai suatu ciptaan yang tubuhnya tidak akan berdiri kecuali dengan
empat perkara yaitu makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal. Para ekonom
yang lain mengatakan bahwa keempat hal ini adalah tema ilmu ekonomi. Jika

keempat hal tersebut tidak pernah diusahakan untuk dipenuhi ia akan masuk
neraka karena manusia tidak akan hidup tanpa keempat tersebut.(8)
(8)

Ibid., hlm. 239

G. Spesialisasi dan Distribusi Pekerjaan

Al-Syaibani

menyatakan

bahwa

manusia

dalam

hidupnya

selalu

membutuhkan orang lain. Seseorang tidak akan menguasai semua hal yang
dibutuhkan sepanjang hidupnya, dan kalaupun manusia berusaha keras, usia
akan membatasi dirinya. Dalam hal ini kemaslahatan hidup manusia sangat
tergantung padanya. Oleh karena itu Allah SWT memberikan kemudahan pada
setiap orang untuk menguasai pengetahuan salah satu diantaranya, sehingga
manusia dapat bekerja sama dalam memenuhi kebutuhannya. Lebih lanjut
Syaibani menyatakan bahwa seorang yang fakir membutuhkan seorang yang kaya,
sedang yang kaya membutuhkan tenaga orang miskin.
Dari hasil tolong-menolong tersebut, manusia akan semakin mudah dalam
menjalankan aktivitas ibadah kepada Allah SWT. Lebih lanjut Syaibani
menyatakan bahwa apabila seseorang bekerja dengan niat melaksanakan ketaatan
kepada Allah atau membantu saudaranya untuk melaksanakan ibadah kepada
Allah, pekerjaan tersebut niscaya akan diberi ganjaran sesuai dengan niatnya.(9)

(9)

Taqiyuddin

Al-Nabhani,

Membangun

Islam, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), hal 46.

Sistem

Ekonomi

Alternatif:

Perspektif

Dalam konteks demikian, Allah SWT berfirman:

\

“Dan saling menolonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan ketakwaan, dan
janganlah menolong didalam berbuat dosa dan pelanggaran, dan bertakwalah
kepada Allah . Sesungguhnya azab Allah sangat pedih”(Al-Maidah/5:2)

Rasululloh SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah SWT selalu menolong hambanya selama hambanya
tersebut menolong saudara muslimnya”

Selain itu Al-syaibani menyatakan bahwa apabila seseorang bekerja dengan
niat melaksanakan ketaatan kepada-Nya atau membantu suadaranya tersebut
niscaya akan diberi ganjaran sesuai dengan niatnya. Dengan demikian, distribusi
pekerjaan seperti di atas merupakan objek ekonomi yang mempunyai dua aspek
secara bersamaan, yaitu aspek religius dan aspek ekonomis.(10)

(10)

Adi Marwan Karim. Sejarah Pemikiran Ekonomi. (Jakarta: Raya Grafindo Persada, 2006), hal
239-240

BAB III
PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat ditarik kesimpulan :
1. Menurut Asy Syaibani, permasalahan ekonomi wajib diketahui oleh umat islam
karena dapat menunjang ibadah wajib.
2. Pemikiran beliau tentang ekonomi terbagi menjadi lima bagian, yaitu: Al-Kasb
(

Kerja

), Kekayaan

dan

Kefakiran, Klasifikasi

Usaha-usaha

Perekonomian,Kebutuhan-Kebutuhan Ekonomi, Spesialisasi dan Distribusi
Pekerjaan.
3. Sektor usaha yang harus lebih diutamakan menurut Asy-syaibani adalah sektor
pertanian, karena pertanian merupakan sektor usaha yang memproduksi berbagai
kebutuhan dasar manusia yang sangat menunjang dalam melaksanakan berbagai
kewajibannya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Abdul Muhammad Manan. 1997. Teori dan Praktek Ekonomi
Islam. Yogyakarta: PT. Dana Bakhti Prima Yas.

2. Al-Nabhani Taqiyuddin. 1996

Membangun Sistem Ekonomi

Alternatif: Perspektif Islam. Surabaya: Risalah Gusti.

3. Amalia Euis. 2010. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Depok :
Gramata Publishing.

4. Azhar Karim, Adiwarman. 2004. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
5. Edwin Mustafa Nasution. 2006. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam,
Jakarta: Kencana.

6.

P3EI. 2008. Ekonomi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.