MAKALAH SOSIOLOGI EKONOMI id. docx

MAKALAH SOSIOLOGI EKONOMI
“PENDAAN DESA UNTUK PENGEMBANGAN PEMBANGUNAN DAN PENINGKATAN
DAYA BELI MASYARAKAT PEDESAAN”

KELOMPOK :
BELLA ARUM KRISTANTI (135020101111027)
SEFRIDA AYU KURNIA SARI (135020101111023)
ADITYO BUDI RACHMANDA (135020101111025)

JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. bahwa penulis telah
menyelesaikan tugas mata kuliah Sosiologi Ekonomi dengan membahas “PENDAAN DESA
UNTUK

PENGEMBANGAN


PEMBANGUNAN

DAN

PENINGKATAN

DAYA

BELI

MASYARAKAT PEDESAAN”
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi.
Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat
bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua, kerabat dan teman-teman kami, sehingga
kendala-kendala yang kami hadapi teratasi. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Dosen mata kuliah Sosiologi Ekonomi yang telah memberikan tugas, petunjuk,
kepada kelompok kami sehingga kami termotivasi dan menyelesaikan tugas ini.
2. Orang tua, teman dan kerabat yang telah turut membantu, membimbing, dan

mengatasi berbagai kesulitan sehingga tugas ini selesai.
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang
membutuhkan, khususnya bagi kami sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai,
Amin.

Penulis.

DAFTAR ISI

Halaman Judul …………………………………………………………………………...........….. i

Kata Pengantar…………………………………………………………………………….............. ii

Daftar Isi …………………………………………………………………………………................ iii

BAB. I PENDAHULUAN ………………………………………………………………..............… 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................ 1
1.3 Tujuan............................................................................................................................... 2
1.4 Manfaat............................................................................................................................. 2


BAB.II PEMBAHASAN........................................................................................................ ..4
2.1 Pengertian konsumsi dalam prespektif sosiologi........................................................... 4
2.2 Perilaku konsumsi masyarakat pedesaan...................................................................... 8
2.3 Pengertian daya beli masyarakat................................................................................... 9
2.4 Peningkatan daya beli masyarakat................................................................................ 9
2.5 Hubungan kebijakan pendanaan desa dengan pembangunan pedesaan..................... 9
2.6 Pengaruh peningkatan daya beli masyarakat terhadap pembangunan pedesaan........ 11

BAB. III PENUTUP ………………………………………………………………………............. 12
3.1 Kesimpulan .................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………............… 13
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Konsumsi dalam pandangan sosiologi sebagai masalah selera, identitas, atau gaya
hidup maksudnya terkait kepada aspek-aspek sosial budaya. Sosiolog memandang dari segi
selera sebagai sesuatu yang dapat berubah, difokuskan pada kualitas simbolik dari barang

(maksudnya jika di lihat orang menjadi menarik dan modis), dan tergantung dari persepsi
tentang selera orang lain. Konsumsi adalah kegiatan atau tindakan mempergunakan
komoditas barang atau jasa untuk memenuhi keinginan, dengan cara atau sikap yang
umum, yang dipengaruhi oleh struktur dan pranata sosial di sekitarnya.
Dalam sosiologi, konsumsi tidak hanya dipandang bukan sekedar pemenuh kebutuhan
yang bersifat fisik dan biologis manusia, tetapi berkaitan dengan aspek-aspek sosial budaya.
Konsumsi berhubungan dengan masalah selera, identitas, atau gaya hidup. Menurut
ekonom, selera sebagai suatau yang stabil, difokuskan pada nilai guna., dibentuk secara
individu, dan dipandang sebagai suatau yang eksogen. Sedangkan menurut sosiolog, selera
sebagai suatau yang dapat berubah, difokuskan pada suatu kualitas simbolik suatau barang,
dan tergantung persepsi selera orang lain.
Kegiatan konsumsi adalah tindakan atau kegiatan mempergunakan barang/jasa, di
mana tindakan itu didasarkan pada makna subjektif, rasionalitas, emosi dan motif tertentu
dari individu agar di mengerti dan dipahami oleh orang lain. Sosiologi konsumsi sebagai
kajian dapat dilihat bagimana masyarakat mempengaruhi konsumsi dan bagaimana
konsumsi mempengaruhi masyarakat. Masyarakat sebagai realitas eksternal akan
menunutun

individu


dalam

menentukan

apa

akan

dikonsumsi,

bagaimana

cara

mengkonsumsinya dan dimana dapat mengkonsumsi.
Masyarakat desa memiliki tingkat konsumsi yang sangat rendah dibandingkan dengan
masyarakat kota karena adanya keterbatasan pendapatan yang dimiliki masyarakat desa,
karena rendahnya tingkat pendidikan, teknologi, infrastruktur dan kemampuan masyarakat
desa.


Di Indonesia terdapat beberapa kebijakan yang berupaya meningkatkan daya beli
masyarakat yakni dengan kebijakan dana desa. Dana desa diarahkan jadi cash forward,
dana desa diharuskan untuk membangun infrastruktur di level pedesaan, bisa jalan,
jembatan, dan irigasi, tapi yang lebih penting harus dikerjakan secara padat karya, swadaya,
dan tidak terlalu banyak menggunakan bahan atau pekerja dari luar desa tersebut sehingga
bisa langsung berdampak pada daya beli masyarakat pedesaan, ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat desa. Makalah ini akan membahas tentang kebijakan dana desa
akan membangun desa sehingga pendapatan dan pola konsumsi masyarakat desa
meningkat dan adanya peningkatan daya beli masyarakat pedesaan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan konsumsi dalam prespektif sosiologi?
2. Bagaimanakah perilaku konsumsi masyarakat pedesaan?
3. Apakah yang dimaksud dengan daya beli masyarakat?
4. Bagaimanakah cara peningkatan daya beli masyarakat?
5. Bagaimanakah hubungan kebijakan pendanaan desa dengan pembangunan
pedesaan?
6. Akankah

peningkatan


daya

beli

masyarakat

mempengaruhi

pembangunan

pedesaan?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian konsumsi dalam prespektif sosiologi
2. Mengetahui perilaku konsumsi masyarakat pedesaan
3. Mengetahui daya beli masyarakat
4. Mengetahui cara peningkatan daya beli masyarakat
5. Mengetahui hubungan kebijakan pendanaan desa dengan pembangunan pedesaan
6. Mengetahui

kemampuan


peningkatan

daya

beli

masyarakat

yang

akan

mempengaruhi pembangunan pedesaan
1.4 Manfaat Penulisan
Memahami tentang konsep konsumsi dalam prespektif sosiologi kemudian melihat
bagaimana perilaku konsumsi masyarakat pedesaan yang memilki keterbatasan karena
keterbatasan income masyarakat desa. Kemudian memahami tentang kebijakan baru
pemerintah Indonesia mengenai penambahan pendanaan desa untuk peningkatan daya beli
dan pembangunan masyarakat pedesaan.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN KONSUMSI DALAM PRESPEKTIF SOSIOLOGI
Menurut Don Slater (1997), konsumsi adalah bagaimana manusia dan aktor sosial
dengan kebutuhan yang dimilikinya berhubungan dengan sesuatu (dalam hal ini material,
barang simbolik, jasa atau pengalaman) yang dapat memuaskan mereka. Berhubungan
dengan sesuatu yang dapat memuaskan mereka dapat dilakukan dengan berbagai cara
seperti

menikmati,

menonton,

melihat,

menghabiskan,

mendengar,


menghabiskan,

memperhatikan dan lainnya. “Sosiologi konsumsi sebagai kajian dapat dilihat bagimana
masyarakat mempengaruhi konsumsi dan bagaimana konsumsi mempengaruhi masyarakat.
Masyarakat sebagai realitas eksternal akan menunutun individu dalam menentukan apa
yang

boleh

dikonsumsi,

bagaimana

cara

mengkonsumsinya

dan


dimana

dapat

mengkonsumsi” (Sukmandi : 2012).
Karl Marx (1818-1883) membahas komoditas, Marx membedakan membedakan antara
alat-alat produksi (means of production) dan alat-alat konsumsi (means of consumption).
Marx mendefinisikan alat-alat produksi sebagai komoditas yag memiliki suatu bentuk dimana
komoditas memasuki konsumsi produktif, sedangkan alat-alat konsumsi didefinisikan
sebagai kmoditas yang memiliki suatu bentuk dimana komoditas itu memasuki konsumsi
individual dari kelas kapitalis dan pekerja. Konsekuensi logis dari pembagian tersebut
adalah mengklasifikasikan jenis konsumsi, yaitu konsumsi subtensi dan konsumsi mewah.
Konsumsi substensi merupakan alat-alat konsumsi yang diperlukan (necessary means of
consumption) atau yang memasuki konsumsi kelas pekerja. Dengan demikian, semua alatalat konsumsi seperti bahan kebutuhan pokok (sandang, pangan dan papan) dipandang
sebagai konsumsi substensi. Sedangkan konsumsi mewah adalah alat-alat kosumsi mewah
(luxury means of consumption) yang hanya memasuki konsumsi kelas kapitalis yang dapat
dipertukarkan hanya untuk pengeluaran dari nilai surplus, yang tidak diberikan kepada
pekerja.

Emile Durkheim (1858-1917), menurut Durkheim, masyarakat terintegrasi karena
adanya

kesadarn

kolektif

(collective

consciousness),

yaitu

totalitas

kepercayaan-

kepercayaan dan sentiment-sentimen bersama. Ia merupakan suatu solidaritas yang
tergantung pada individu-individu yang memiliki sifat-sifat yang sama dan menganut
kepercayaan-kepercayaan dan pola normative yang sama pula. Durkheim membagi
masyarakat atas dua tipe, yaitu masyarakat yang berlandaskan solidaritas mekanik dan
solidaritas organik. Dalam masyarakat berlandaskan solidaritas mekanik, kesadaran kolektif
meliputi keseluruhan masyarakat beserta anggotanya dan dengan intensitas tinggi seperti
keterlibatan komunitas dalam menghukum orang yang menyimpang dengan menggunakan
hukum represif. Kesadaran kolektif dalam masyarakat berlandaskan solidaritas mekanik
menuntun anggotanya untuk melakukan konsumsi yangtidak berbeda antara satu sama lain,
seragam dalam cara dan pola konsumsi seperti pola pangan, sandang dan papan.
Masyarakat berlandaskan solidaritas organik telah mengalami transformasi ke dalam suatu
solidaritas yang diikat oleh pembagian kerja sehingga intensitas kesadaran kolektif hanya
mencakup kalangan masyarakat terbatas yang berada pada jangkauan ruang kesadaran
kolektif itu saja. Intensitas kesadaran kolektif seperti itu mencerminkan individulitas yang
tinggi, pentingnya konsensus pada nilai-nilai abstrak dan umum seperti hukum pidana dan
hukum perdata, dan dominannya hukum restitutif, yaitu hukum yang bertujuan untuk
mengembalikan keadaan menjadi keadaan seperti semula melalui hukum yang bersifat
memulihkan.
Max Weber (1864-1920) menurut Weber, agama protestan memberikan dorongan
motivasional untuk menjadi seseorang yang memiliki suatu orientasi agama yang bersifat
asketik dalam dunia (inner-Worldly asceticism), yaitu suatu komitmen untuk menolak
kesempatan atau sangat membatasi diri untuk menuruti keinginan jasadi atau inderawi, atau
kenikmatan yang bersifat materialistik, termasuk cara konsumsi tertentu, demi meraih suatu
tujuan spiritual yang tinggi, yaitu keselamatan abadi, melalui pekerjaan di dunia yang
dianggap sebagai suatu panggilan suci. Max Weber dalam Economy and Society
menyatakan bahwa tindakan konsumsi dapat dikatakan sebagai tindkan sosial sejauh
tindakan tersebut memperhatikan tingkah laku dari individu lain dan oleh karena itu
diarahkan pada tujuan tertentu. Sedangkan tindakan sosial itu sendiri menurut Weber terdiri
dari:
1. Zweckrationalitat / instrumentally rational action / tindakan rasional instrumental yaitu
tindakan yang berdasarkan pertimbangan yang sadar terhadap tujuan tindakan dan pilihan
dari alat yang dipergunakan.

2. Wertrationalitat / value rational action / tindakan rasional nilai yaitu suatu tindakan dimana
tujuan telah ada dalam hubungannya dengan nilai absolut dan akhir bagi individu.
3. Affectual type / tindakan afektif, yaitu suatu tindakan yang di dominasi perasaan atau
emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan yang sadar seperti cinta, marah, suka,
atau duka.
4. Traditional action / tindakan tradisional yaitu tindakan yang dikarenakan kebiasaan atau
tradisi.·
Thorstein Veblen (1857-1929) Veblen dalam bukunya “The Theory of the Leisure Class”
melihat kapitalisme industri berkembang secara barbar, karena properti privat tidak lain
merupakan barang rampasan yang diambil melalui kemenangan perang. Kapitalisme seperti
ini memunculkan abseente owner, yaitu para pemilik modal yang tidak mengerjakan apa-apa
tetapi memperoleh hasil yang banyak. Dengan kata lain abseente owner tersebut memiliki
atau menguasai sekelompok perusahaan-perusahaan yang beragam, tetapi idak mengelola
sendiri perusahaan-perusahaan tersebut namun mempekerjakan para profesional dan
teknisi. Selanjutnya mereka tinggal memetik dan menikmati hasil usaha perusahaannya,
tanpa berbuat banyak (Damsar : 2009).

2.2 PERILAKU KONSUMSI MASYARAKAT PEDESAAN

Kemampuan untuk melakukan konsumsi, mendapatkan kesejahteraan hidup atau
pemenuhan hak-hak dasar tergantung dengan kemampuan daya beli setiap masyarakat.
Terdapat beberapa kasus tentang ketidak mampuan masyarakat miskin untuk mengakases
kebutuhan dasar mereka, dikarenakan untuk memperoleh komponen-komponen kebutuhan
dasar mereka dilandaskan atas kemampuan daya beli. Kemampuan daya beli menjadi
simbol yang bekerja secara implisit maupun eksplisit dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat, dan sebagai penanda dan petanda kemampuan seseorang dapat mengakses
kebutuhan dasar masyarakat. Tingkat kemiskinan berkaitan langsung dengan kemampuan
masyarakat di dalam memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari. Di dalam memenuhi
kebutuhannya, individu atau rumahtangga memiliki perilaku atau kebiasaan konsumsi yang
menggambarkan pola konsumsi rumahtangga. Pola konsumsi dari sisi teori ekonomi pada
dasarnya

dipengaruhi

oleh

beberapa

faktor

diantaranya

harga

dan

pendapatan

(pengeluaran). Karakteristik sosial ekonomi seperti tingkat pendidikan, jumlah anggota
rumahtangga diduga juga memiliki keterkaitan terhadap model konsumsi. Masyarakat desa

dapat dikatakan termasuk dalam kategori masyarakat yang minim dengan pendapatan,
pendidikan, teknologi, pengetahuan dan cenderung memiliki gaya hidup sederhana
sehingga pola konsumsi masyarakat desa terbatas karena pendapatan atau income yang
rendah. Dalam penelitian yang dialakukan oleh Stanciu dan Mihailescu (2014) bahwa Di
Romania masyarakat dengan berpendapatan rendah cenderung melakukan kegiatan
konsumsi yang rendah.

2.3 DAYA BELI MASYARAKAT
Daya beli adalah kemampuan masyarakat dalam membelanjakan uangnya, dalam
bentuk barang maupun jasa. Daya beli menggambarkan tingkat kesejahteraan yang
dinikmati oleh penduduk sebagai dampak semakin membaiknya ekonomi (Anggoro : 2015).
Semakin rendah daya beli suatu masyarakat berkaitan erat dengan perekonomian pada saat
itu yang sedang memburuk yang berarti semakin rendah kemampuan masyarakat membeli
suatu barang atau jasa. Pemerintah bisa menyiapkan program-program yang menyentuh
langsung ekonomi masyarakat desa. Program-program itu antara lain bantuan tunai,
pemberian subsidi langsung, dan memperkuat sektor pembiayaan UMKM.
Upaya-upaya ekonomi selanjutnya bisa difokuskan pada peningkatan akses masyarakat
miskin terhadap sumber-sumber pertumbuhan ekonomi, meningkatkan akses masyarakat
terhadap pendidikan dan kesehatan yang berkualitas dan pemberdayaan masyarakat dalam
meningkatkan pendapatan kelompok miskin. Bila ingin meningkatkan daya beli masyarakat,
pemerintah harus menjaga kemampuan masyarakat. Selain harganya dijaga stabil, income
masyarakatnya juga dijaga stabil. Jadi harus juga dijaga penciptaan lapangan kerjanya,
sehingga daya beli dapat terjaga.

2.4 PENINGKATAN DAYA BELI MASYARAKAT PEDESAAN
Pada upaya peningkatan daya beli masyarakat (dorongan peningkatan konsumsi) guna
mencapai pertumbuhan ekonomi. Pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi dengan
didukung dengan kebijakan beberapa kebijakan. Ada dua yang paling kritis yaitu konsumsi
masyarakat dan dorongan investasi. Konsumsi diharapkan memberikan kontribusi sekitar 60
persen dari total peningkatan. Pembangunan desa bisa diwujudkan melalui upaya
peningkatan daya beli masyarakat desa. Dengan meningkatnya daya beli, diharapkan akan
mendorong konsumsi, meningkatkan transaksi perdagangan, dan roda ekonomi berputar
cepat. Untuk mendorong peningkatan konsumsi itu pemerintah sudah menyiapkan berbagai

program yang dapat meningkatkan income riil masyarakat, program pengentasan
kemiskinan.

2.5 HUBUNGAN KEBIJAKAN PENAMBAHAN DANA DESA DENGAN PEMBANGUNAN
PEDESAAN
Pembangunan daerah dan desa menjadi salah satu agenda utama pemerintahan
baru sebagaimana yang tercantum dalam Nawa Cita ketiga ”membangun Indonesia dari
pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan”.
Proses perubahan dan perkembangan yang terjadi pada masyarakat termasuk masyarakat
desa tidak lepas dari campur tangan Pemerintah. Dengan demikian jelas bahwa yang
merencanakan dan merekayasa perubahan adalah negara, campur tangan Negara ini
dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat akselerasi pembangunan agar bangsanya
tidak tertinggal dari negara maju lainnya.
Kebijakan perencanaan pembangunan desa merupakan suatu pedoman-pedoman
dan ketentuan-ketentuan yang dianut atau dipilih dalam perencanaan pelaksanakan
(memanage) pembangunan di desa yang mencakup seluruh aspek kehidupan dan
penghidupan masyarakat sehingga dapat mencapai kesejahteraan bagi masyarakat.
Pembangunan Masyarakat Desa pada dasarnya adalah bertujuan untuk mencapai suatu
keadaan pertumbuhan dan peningkatan untuk jangka panjang. Kebijakan ekonomi dapat
berupa pendorongan peningkatan produktifitas para pekerja pertanian untuk meningkatkan
keberlangsungan pedesaan (Smit dkk : 2015)
Pemerintah Indonesia saat ini memiliki suatu kebijakan untuk menjadikan desa
berkontribusi nyata dalam proses pemulihan ekonomi nasional. Berdasarkan kebijakan
Umum Dana Desa yang didasarkan pada Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 untuk pembangunan desa dan alokasi dana
untuk desa. Oleh karenanya, pemerintah mendorong dana desa agar segera diterima desa
dan langsung digunakan untuk membangun infrastruktur desa. Dalam hal ini desa juga akan
mampu menggerakkan usaha ekonomi desa, sehingga ekonomi desa bergerak cepat dan
berkontribusi dalam pemulihan ekonomi nasional. Kontribusi desa bisa diwujudkan melalui
upaya peningkatan daya beli masyarakat desa, yang merupakan salah satu instrumen untuk
menggairahkan kembali perekonomian yang sedang lesu. Dengan meningkatnya daya beli,
diharapkan akan mendorong konsumsi, meningkatkan transaksi perdagangan, dan roda
ekonomi berputar cepat. Dana desa saat ini mulai direalisasi dengan tujuan memulihkan dan
meningkatkan daya beli masyarakat, dengan dana desa digunakan untuk infrastruktur yang

padat karya maka akan menyerap banyak warga desa yang bekerja, mereka mendapat
upah, bisa membeli kebutuhan pokok, ini akan mendorong konsumsi dan menggerakkan
roda perekonomian desa. Menurut Mendola (2008), teknologi pertanian akan mendorong
produktivitas yang tinggi dan menghindari perangkap kemiskinan.
Sampai dengan awal Oktober dana desa yang telah masuk kas kabupaten/kota
mencapai Rp16,5 triliun atau 80 persen, dan dari kabupaten/kota ke desa penyaluran dana
desa sudah mencapai Rp7,1 trilyun atau 35 persen. Dan sejauh ini diperkitakan lebih dari 45
persen dari dana desa tersebut yang sudah dibelanjakan oleh desa-desa. Pembangunan
desa yang didanai dana desa akan memicu terjadinya pemulihan ekonomi desa untuk
bergerak cepat, daya beli masyarakat meningkat, perdagangan meningkat, industri rumahan
desa berkembang, hal ini secara langsung akan ikut mendorong pemulihan ekonomi di
perkotaan dan selanjutnya berkontribusi pula mempercepat proses pemulihan ekonomi
nasional. “Kebijakan pemerintah berupa pemerataan infrastruktur dan pemerataan aset,
seperti tanah, untuk

kelompok etnis di pedesan akan menyebabkan pemerataan

pendapatan dan perilaku konsumsi semua kalangan masyarakat” (Kang : 2012).
Dengan ini pemerintah terus memantau dan mendorong penyaluran dana desa agar
segera diterima desa, dan langsung digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur
desa maupun usaha produktif desa yang bisa menyerap banyak tenaga kerja dan
meningkatkan daya beli masyarakat desa. Saat ini Pemerintah Kabupaten Padang
Pariaman yang telah berhasil menyalurkan 95 persen dana desa ke desa-desa, dan
langsung digunakan untuk membangun infrastruktur desa, seperti jalan poros tani yang akan
meningkatkan produktifitas pertanian desa, selain itu proyek ini juga menggunakan pasir dan
batu dari desa, banyak tenaga warga desa yang bekerja dan berpenghasilan, bisa
memenuhi kebutuhannya, dan ekonomi desa juga bergerak.

2.6 KEMAMPUAN DAYA BELI DAN PEMBANGUNAN PEDESAAN
Pembangunan

adalah

segala

upaya

yang

dilakukan

untuk

meningkatkan

kesejahteraan masyarakat baik dalam konteks bidang ekonomi maupun sosial yang
bertujuan untuk mengurangi kemiskinan tanpa merusak lingkungan atau kehidupan sosial.
Ekonomi desa yang maju akan menyediakan berbagai peluang usaha dan pekerjaan bagi
masyarakat desa. Majunya ekonomi desa juga akan meningkatkan daya beli desa yang
berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah (Adi : 2010). Keterkaitan
antara desa dan kota dalam hal aktivitas perekonomian semakin kuat. Desa sebagai basis

produksi dan kota sebagai pusat pertumbuhan yang saling membutuhkan. Jadi kalau
ekonomi desa tumbuh cepat dan daya beli desa meningkat, maka transaksi ekonomi di kota
akan meningkat pesat. Ditambah dengan pembangunan infrastruktur dan menggerakkan
ekonomi desa. Dengan pergerakan ekonomi desa, ekonomi daerah juga turut berkembang.

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Sosiologi

konsumsi

sebagai

kajian

dapat

dilihat

bagaimana

masyarakat

mempengaruhi konsumsi dan bagaimana konsumsi mempengaruhi masyarakat. Masyarakat
sebagai realitas eksternal akan menunutun individu dalam menentukan apa yang boleh
dikonsumsi, bagaimana cara mengkonsumsinya dan dimana dapat mengkonsumsi.
Pembanguanan pedesaan merupakan salah satu prasyarat bagi upaya peningkatan
pendapatan masyarakat untuk mencapai kondisi sosial dan ekonomi yang lebih baik dan
tentunya juga diikuti dengan peningkatan pemerataan dan pertumbuhan ekonomi untuk
mencapai kesejahteraan masyarakat di desa tersebut. Kebijakan pendanaan desa akan
mendorong pembangunan desa sehingga dengan ini pendapatan masyarakat desa akan
meningkat dan daya beli masyarakat akan terdorong. Dengan hal ini akan menciptakan
kondisi ekonomi yang baik dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Ekonomi desa yang maju akan menyediakan berbagai peluang usaha dan pekerjaan
bagi masyarakat desa. Majunya ekonomi desa juga akan meningkatkan daya beli desa yang
berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Keterkaitan antara desa dan
kota dalam hal aktivitas perekonomian semakin kuat. Desa sebagai basis produksi dan kota
sebagai pusat pertumbuhan yang saling membutuhkan. Jadi kalau ekonomi desa tumbuh
cepat dan daya beli desa meningkat, maka transaksi ekonomi di kota akan meningkat pesat.

DAFTAR PUSTAKA

Sukmandi, Didik (2012), SOSIOLOGI KONSUMSI, (online),
http://sukmadigaul.blogspot.co.id/2012/11/sosiologi-konsumsi.html,
Diakses pada 23 Oktober 2015

Damsar & Indrayani (2009), PENGANTAR SOSIOLOGI EKONOMI, Edisi Kedua, Kencana :
Yogyakarta Indonesia.
Smit, Martijn J. And Leeuwen, Eveline S. Van (2015), Rural development funding and
agricultural labour productivity, Ecological Indicators No.59 Hal. 618
Stanciu, Mariana and Mihailescu, Adina (2014), Purchasing power of the low income
population from Romania during the crisis, Procedia Economics
and Finance No. 8 Hal. 466 – 473
Anggoro, Tias (2015), UPAYA MENINGKATKAN DAYA BELI, (online),
http://www.rri.co.id/post/editorial/370/editorial/berbagai_upaya_meni
ngkatkan_kemampuan_daya_beli.html, Diakses pada 23 Oktober
2015
Mendola, Mariapia (2008), Migration and technological change in rural households:
Complements or substitutes?, Journal of Development Economics
No.85 Hal.150–175

Adi, Bambang Sukrisno (2010), KEMAMPUAN DAYA BELI, (online)
http://nuansa.persmahasiswa.org/2012/01/kemampuan-dayabeli.html, Diakses pada 23 Oktober 2015
Kang, Woojin and Imai Katsushi S. (2012), Pro-poor growth, poverty and inequality in rural
Vietnam, Journal of Asian Economics No. 23 Hal. 527–539