ESTETIKA BATIK PEDESAAN DI BEKONANG SUKOHARJO

  

ESTETIKA BATIK PEDESAAN DI BEKONANG

SUKOHARJO

Amin Sulistiyowati

  

Akademi Seni dan Desain Indonesia Surakarta

Email : aku@asdi.ac.id

ABSTRAK

  

Batik mengalami perluasan daerah, keberadaan batik juga ditemukan di daerah

Bekonang. Pola batik Bekonang terinspirasi dari lingkungan alam sebagai

sumber ide pembuatannya. Inspirasi ide tersebut tampil dalam bentuk flora dan

fauna. Terdapat beberapa unsur yang menjadi cirikhas pada batik Bekonang.

Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana keberadaan batik

Bekonang, bagaimana jenis dan fungsi batik Bekonang, dan bagaimana batik

Bekonang ditinjau dari estetika. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan

keberadan batik Bekonang, mengetahui jenis dan fungsinya, serta menganalisis

batik Bekonang dari segi estetikanya. Penelitian ini menggunakan pendekatan

estetika Wilfried van Damme untuk menganalisa karya seni batik dengan karakter

kedaerahanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pertama, keberadaan batik

Bekonang dipengaruhi oleh pola keraton. Pada awalnya pola batik Bekonang

hanya berupa pola batik klasik keraton tetapi pada perkembangannya muncul

pola batik petani. Kedua, batik Bekonang terbagi menjadi tiga jenis menurut

periode perkembangan yaitu batik kreasi, batik gabungan, dan batik sugesti alam.

Memiliki tiga jenis menurut tekniknya yaitu batik tulis Bekonang, batik

cap/stempel Bekonang, dan batik kombinasi Bekonang. Dari hasil varian tersebut

batik Bekonang dapat difungsikan sebagai bahan pembuat produk lain, seperti

pelangkap busana pengantin dan asesoris. Ketiga, ditinjau dari estetika batik

Bekonang terdapat pada visual, tekstur, dan aroma seperti malam. Kata kunci: batik, estetika, Bekonang.

  Vol. 4 | No. 1 | Tahun 2017 A.

KEBERADAAN BATIK BEKONANG

  Bekonang merupakan desa yang terletak di timur sungai Bengawan Solo yang memiliki sentra industri gamelan, pembuatan genting, pembuatan CIU/ alkohol dan salah satu yang menarik di Bekonang adalah industri batik. Masyarakat Bekonang memiliki profesi sebagai petani yang memiliki keahlian lain berupa membatik dengan menuangkan ide berupa pola dalam selembar kain batik, yaitu pola pedesaan dan pola keraton serta mengkombinasikan. Pola kehidupan masyarakat yang mengandalkan hasil dari pertanian ini mereka masih mampu mempertahankan keberadaan batik Bekonang yang awalnya bisa membatik karena faktor keturunan. Masyarakat membatik saat tidak bekerja di sawah, hasil batiknya tidak sehalus batik Keraton tetapi mereka mampu membuat pola yang sama dan mampu menafsirkan. Penambahan

  • –penambahan pola bersumber dari para pembatik terinspirasi dengan lingkungan sekitar. Penambahan yang dituangkan ini tidak lepas dari segi keindahan dimana para pengrajin tidak asal menempelkan pola, tetapi mereka juga memikirkan komposisi untuk mencapai nikmat indah. Pola pedesaan berupa pola yang terinspirasi dari lingkungan sekitar, berupa hewan-hewan yang berada di sawah misalkan kupu-kupu, burung kecil, belalang, tanaman, jagung, daun- daun yang merambat. Batik Bekonang memiliki kekhasan yang terlihat dari jenis betik, fungsi batik, maupun sajian visualnya. Karya-karya yang dihasilkan pada suatu daerah memiliki nilai khusus sebagai ciri khasnya. Gerbrands menggunakan istilah etno-estetis sehingga penelitian ini masuk dalam nilai estetika

  1

  (Van Damme, 1991: 171). Etno-estetika memiliki tujuan membahas mengenai karya suatu daerah dengan konteks sejarah, makna dan bentuk, para pengrajin/ pencipta individual yang bersangkutan (Van Damme, 1991: 172). Estetika yang dimaksud adalah memasukkan bakat dalam penyusunan disain yang tidak jauh dari unsur-unsur kedaerahan. Karya disain kedaerahan dapat menunjukan bentuk khusus. Fenomena kebudayaan dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat Bekonang sebagai kawasan industri batik menarik untuk diteliti karena wujud yang ditampilkan merupakan karya kedaerahan. Batik dalam penelitian ini merupakan batik yang berada di daerah Bekonang.

  Dalam penelitian ini peneliti mendiskripsikan mengenai keberadaan batik Bekonang, jenis dan fungsi batik Bekonang, dan batik Bekonang yang ditinjau dari estetikanya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kondisi batik Bekonang diawali dari kemunculan, kejayaan batik Bekonang dengan melewati beberapa proses hingga mengalami kemunduruan serta batik Bekonang berjaya kembali. Kondisi tersebut berhubungan dengan masyrakat 1 Pada tahun 1967, Gerbrands menulis: “istilah ethno-estetika disarankan kepada saya pada

  

tahun 1959 oleh almarhum Melville J. Herskovits, kemudian Profesor Antropologi pada Universitas

Northwestern, Evanston, III., setelah suatu pergantian surat-surat lebih dari satu periode beberapa

tahun tentang bagaimana pendekatan yang mana merupakan jenis seni khusus biasanya disebut

dengan “primitif” (Gerbrands 1967: 7 dalam Van Damme 1991:171).

  Amin Sulistiyowati Estetika Batik Pedesaan di Bekonang Sukoharjo

  Bekonang. Penelitian ini mengkaji pola batik Bekonang serta fungsinya dalam masyarakat desa Bekonang. Selain itu, penelitian ini menganalisis estetika yang digunakan dalam batik Bekonang. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas mengenai batik Bekonang, serta melalui penelitian ini keberadaan batik Bekonang bisa diakui oleh masyarakat luas. meningkatkan derajat sosial masyarakat Bekonang dari sektor industri batik sebagai penunjang kemajuaan perekonomian. Selain itu mampu memperkenalkan batik Bekonang dengan citra prodaknya sehingga lebih dapat dikenal dipasar dalam lingkup yang lebih luas.

  Penelitian ini diawali dengan melakukan prariset sebelum melakukan riset sesuai proposal penelitian. Prariset yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain meninjau lokasi yang akan menjadi tempat penelitian, para pembatik yang masih aktif, melihat karya-karya batik yang sudah siap dipasarkan. Prariset yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain mengumpulkan karya batik Bekonang, mengumpulkan sumber-sumber pustaka yang berkaitan dengan objek penelitian, melakukan wawancara dengan para pembatik dan pengusaha batik serta para informan koperasi batik Sukowati yang berada di Desa Bekonang. Penelitian ini menggunakan pendekatan teori W ilfred Van Damme dalam “Some Notes on Defining Aesthetics in the Antropological Literature” (1991) menyatakan bahwa konsep estetika yang digunakan dalam pembuatan desain, kelokalan dari etnis dapat dilihat dari aroma, rasa, tekstur, iklim. Bisa diartikan dalam mengkonsepsikan pola batik ini tidak lepas dari wujud kebudayaan dan kondisi alam sekitar.

  Batik Desa Bekonang yang diteliti menggunakan sample meliputi batik kreasi, batik gabungan, dan batik sugesti alam. Wilayah Bekonang merupakan daerah yang strategis untuk

  

perindustrian batik. Masyarakat Bekonang rata-rata berprofesi sebagai petani sawah. Disela

  profesinya tersebut, membatik merupakan alternatif selingan pekerjaan yang digeluti oleh masyarakat Bekonang. Karya batik yang dihasilkan di Bekonang dari periode 1960-an hingga 1990-an terus mengalami perkembangan. Perkembangan tersebut, tampak pada perubahan penggunaan pola Keraton menjadi pola petani. Pola petani merupakan pola kreasi yang dibuat oleh para pembatik Bekonang dengan alam sekitar sebagai sumber inspirasinya. Pada tahun 1960-an, pola batik Bekonang masih mengadopsi pola batik Keraton. Tahun 1970- an, Bekonang berhasil menggabungkan pola batik Keraton dan pola batik petani. Tahun 1980- an, Bekonang masih menggunakan pola petani dengan penggunaan teknik baru yaitu granit. Tahun 1990-an hingga sekarang batik Bekonang terus mengembangkan pola petani dengan mengombinasikan warna dari alam dan sintetis. Dalam perkembangannya, batik Bekonang juga mengalami masa pasang surut. Masa kemrosotan terjadi mulai periode 1960-an, kemudian kembali Berjaya mulai periode 1970an.

  Bekonang menjadi sentra batik sejak berdirinya Koperasi Sukowati pada tahun 1962 di Kabupaten Sukoharjo. Berdirinya Koperasi Sukowati dipicu oleh perpecahan yang terjadi pada Koperasi Batik Batari yang saat itu melayani kebutuhan batik di Karisedenan Surakarta.

  Melalui koperasi tersebut, para pengrajin batik diberikan modal produksi berupa kain mori

  Vol. 4 | No. 1 | Tahun 2017

  dan malam. Dengan kompensasi, hasil dari batik yang diproduksi dipasarkan melalui koperasi tersebut. Para pembatik di Bekonang masih di dominasi oleh kaum perempuan atau ibu-ibu rumah tangga.

B. JENIS DAN FUNGSI BATIK DESA BEKONANG

  Badan dari artikel harus tersusun dalam satu kolom. Dokumen ini dipersiapkan dalam format yang harus digunakan oleh setiap penulis dalam artikelnya. Untuk menjaga mutu penampilan jurnal, setiap artikel yang dikirim harus sesuai dengan spesifikasi berikut ini: Batik daerah Bekonang menurut periode perkembangan dibagi menjadi tiga pola kreasi, pola gabungan, dan pola sugesti alam. Pola kreasi merupakan pola yang masih mengacu pada pakem keraton. Pola gabungan merupakan pola yang terdiri dari pola keraton sebagai alas dan pola petanen sebagai selingan. Pola sugesti alam merupakan pola yang penggamabarannya sesuai dengan ide dasar alam sekitar. Menurut teknik dan proses pembuatannya, batik Bekonang terdiri dari tiga jenis, yaitu batik tulis, batik cap, dan batik kombinasi. Batik tulis merupakan batik yang teknik pembuatannya menggunakan canting manual. Batik cap merupakan batik yang dalam pembuatannya menggunakan teknik cap atau stempel. Sedangkan, batik kombinasi merupakan batik yang pembuatannya menggabungkan dua buah teknik, yaitu canting manual dan cap atau stempel. Ketiga jenis batik Bekonang tersebut membutuhkan bahan yang sama, yaitu kain mori bertekstur halus. Kain mori yang sering digunakan sebagai bahan pembuat batik Bekonang adalah jenis kain mori primissima dan prima. Alat yang digunakan untuk membuat batik Bekonang ada dua, yaitu canting dan cap atau stempel. Canting merupakan alat yang digunakan dalam proses pembuatan batik tulis, sedangkan cap atau stempel yang terbuat dari tembaga digunakan untuk memproduksi batik dengan teknik cap. Hasil yang didapatkan dari kedua alat ini berbeda. Jika pada penggunaan canting, didapatkan hasil batik yang tidak rapi, maka pada penggunaan cap, hasil batik yang didapatkan lebih berpola rapi. Namun, dalam segi harga jual batik tulis lebih unggul dari pada batik cap atau kombinasi. Di Bekonang, jenis batik masih didominasi oleh jenis batik tulis dari pada batik cap atau kombinasi.

  

Gambar 1 Canting (Foto Amin, 2014)

  Amin Sulistiyowati Estetika Batik Pedesaan di Bekonang Sukoharjo

  Gambar 2 Alat cap (Download batikwarisanbudaya.blogspot.com, 10 Agustus 2014, 22:05)

  Pada tahun 1960-an, Batik Bekonang masih mengadopsi pola batik keraton. Pada tahun 1975- an, batik Bekonang mulai menggunakan pola selingan. Setelah tahun 1980-an, batik Bekonang menggunakan pola hewan dan tumbuhan. Sumber ide pembuatan pola batik Bekonang adalah lingkungan alam sekitar Bekonang.

  Batik Bekonang memiliki tiga fungsi, yaitu sebagai busana, sebagai aksesoris, dan sebagai pelengkapan dalam upacara. Sebagai busana, batik Bekonang terus mengalami perkembangan. Batik Bekonang yang dulunya hanya dijadikan sebagai kain jarik, sekarang telah berkembang sebagai busana sehari-hari. Batik Bekonang sebagai aksesoris, mulai digunakan sekitar tahun 1990-an, yaitu penggunaan kain jarik sebagai scraf atau tas.

  Gambar 3 Batik Bekonang (Dok. Batik Bekonang tahun1975-an dengan warna khas Bekonang Koleksi “Timlo.net” , repro foto, 2014)

  Vol. 4 | No. 1 | Tahun 2017 Gambar 4 Aksesoris Tas Pola Batik Bekonang

  (Koleksi Owen’s Joe, repro foto 2014) C.

ESTETIKA BATIK DESA BEKONANG

  Estetika batik Bekonang dapat terlihat dari unsur visual, rabaan, aroma, dan naratif. Unsur visual pada batik Bekonang terdiri dari motif, pola, warna, dan komposisi. Motif pada batik Bekonang berupa hewan, tumbuhan, dan bangunan. Pola batik Bekonang berupa pola geometris dan non geometris. Warna pada batik Bekonang yang tergolong pola kreasi tahun 1960-an sampai 1970-an menggunakan warna sogan, hitam dan biru tua. Sementara pada pola gabungan tahun 1980-an hingga 1990-an menggunakan warna modern, seperti: merah, kuning, hijau, biru, ungu dan orange.

  Penggunaan bahan mori primissima dan prima pada keempat periode ini, menghasilkan unsur rabaan atau unsur tekstural halus. Unsur tekstural halus berasal dari adanya benang pakan dan lungsi pada kain mori yang memiliki kerapatan tenunan tinggi. Unsur aroma pada empat periode ini memiliki kesamaan, yaitu aroma dari malam yang merupakan bahan perintang pada proses pembatikan. Batik Bekonang pada pola kreasi tahun 1960-an masih mengacu pada batik keraton, terdapat pola Sido Mukti, Kakrasana, Babon angrem, dan Ceplok Cakar. Unsur naratif pada pola Sido Mukti menceritakan adanya ketenangan dan kemulyaan dalam hidup. Pola Kakrasana menceritakan adanya kobaran semangat untuk menciptakan kehidupan damai dan sejahtera. Pola Babon Angrem menceritakan tentang kesabaran. Ceplok Cakar menceritakan tentang proses kehidupan.

  Amin Sulistiyowati Estetika Batik Pedesaan di Bekonang Sukoharjo

  Gambar 6 Pola Kreasi Pola Sido Mukti, Batik Bekonang tahun 1960-an , koleksi “Adi Busana”.

  (Foto Amin, 2013) Bagan 1 Komposisi Pola Kreasi

  Pola Sido Mukti Gambar 7 Pola Kreasi

  Pola Semen Kakrasana, Batik Bekonang tahun 1960- an, koleksi “Adi Busana”.

  (Foto Amin, 2013) Bagan 2 Komposisi Pola Kreasi

  Pola Semen Kakrasana

  Vol. 4 | No. 1 | Tahun 2017

Gambar 8 Pola Kreasi Bagan 3 Komposisi Pola Kreasi

  Pola Babon Angrem, Batik Bekonang Pola Babon Angrem tahun 1960- an, koleksi “Adi Busana”.

  (Foto Amin, 2013)

Gambar 9 Pola Kreasi Bagan 4 Komposisi Pola Kreasi

  Pola Ceplok Cakar, Batik Bekonang Pola Babon Angrem tahun 1960- an, koleksi “Adi Busana”.

  (Foto Amin, 2013)

  Pola batik gabungan tahun 1970-an merupakan gabungan pola keraton dan petani. Periode ini terdapat pola kopi pecah dan buketan burung; kawung dan buketan burung;kreno dan buketan burung; usus dan buketan burung. Pola kopi pecah dan buketan burung menceritakan adanya kegembiraan atau keceriaan dalam kehidupan. Pola kawung dan buketan burung menceritakan adanya kesedihan yang merupakan bagian dari kehidupan warna dan alur kehidupan. Pola kirno dan buketan burung menceritakan adanya bagian dari kehidupan yang lebih baik. Pola usus dan buketan menceritakan pola kehidupan masyarakat Bekonang.

  Amin Sulistiyowati Estetika Batik Pedesaan di Bekonang Sukoharjo

  Gambar 10 Pola Gabungan Pola Kopi Pecah dan buketan burung, Batik Bekonang tahun 1970- an, koleksi “Adi Busana”.

  (Foto Amin, 2013).

  Bagan 5 Komposisi Pola Gabungan Pola Kopi Pecah dan Buketan Burung

  Gambar 11 Pola Gabungan Pola Kawung dan Buketan Burung, Batik Bekonang tahun 1970-an

  (Foto Amin, 2013).

  Bagan 6 Komposisi Pola Gabungan Pola Kawung dan Buketan Burung

  Bagian alas pola Biji kopi Ranting

  Burung Daun Bagian alas pola kawung Burung

  Sulur

  Vol. 4 | No. 1 | Tahun 2017 Bagian alas pola burung

  Tanama Bb ur Gambar 12 Pola Gabungan Bagan 7 Komposisi Pola Gabungan

  Pola Kirno dan Buketan Burung, Batik Pola Kirno dan Buketan Burung Bekonang tahun 1970-an (Foto Amin, 2013).

  Bagian alas usus ayambur burungTan aman sulur Bb urun g

  Gambar 13 Pola Gabungan Bagan 8 Komposisi Pola Gabungan Pola Usus dan Buketan Burung, Batik Pola Usus dan Buketan Burung Bekonang tahun 1980-an hingga 1990-an, koleksi “Adi Busana” (Foto Amin, 2013).

  Batik pola petanen atau sugesti alam tahun 1980-an hingga tahun 1990-an menggunakan pola petani. Pola yang terdapat pada periode ini terdiri dari pola Kupu-kupu, pola Bunga, pola Godong rambat dan kembang pete. Unsur naratif pada pola Kupu-kupu menceritakan adanya kebebasan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan adanya saling keterbutuhan antar sesama makhluk hidup. Pola Bunga menceritakan adanya kehidupan tanaman pada lingkungan sekitar alam Bekonang. Pola Godong Rambat menceritakan adanya kehidupan tanaman yang berada di sawah desa Bekonang. Pola kembang pete menceritakan kehgidupan yang subur di desa Bekonang.

  Amin Sulistiyowati Estetika Batik Pedesaan di Bekonang Sukoharjo

  Gambar 14 Pola Petanen/Sugesti Alam Pola Kupu-kupu, Batik Bekonang tahun 1980-an hingga 1990- an, koleksi “Supriyati”.

  (Foto Amin, 2014) Bagan 9 Komposisi Pola Petanen/ Sugesti Alam

  Pola Kupu-kupu Gambar 15 Pola Petanen/ Sugesti Alam

  Pola Bunga, Batik Bekonang tahun 1980-an hingga 1990- an, koleksi “Adi Busana”.

  (Foto Amin, 2013).

  Vol. 4 | No. 1 | Tahun 2017 Bagan 10 Komposisi Pola Petanen/ Sugesti Alam

  Batik Bunga Gambar 16 Pola Petanen/ Sugesti Alam

Pola Godong Rambat, Batik Bekonang tahun 1980-an hingga 1990- an, koleksi “Supriyati”.

  

(Foto Amin, 2014).

  Bagan 11 Komposisi Pola Petanen/ Sugesti Alam Pola Godong Rambat

  Amin Sulistiyowati Estetika Batik Pedesaan di Bekonang Sukoharjo

  

Gambar 17 Pola Petanen/ Sugesti Alam

Pola Kembang Pete, Batik Bekonang tahun 1980-an hingga 1990- an, koleksi “Adi Busana”.

  (Foto Amin, 2013).

  

Bagan 12 Komposisi Pola Petanen/ Sugesti Alam

Pola Kembang Pete

D. SIMPULAN

  Batik merupakan ungkapan rasa yang tergambar pada sehelai kain dengan menggunakan perintang malam. Di daerah Bekonang memiliki sentra industri yang beragam, salah satunya adalah batik. Batik Bekonang merupakan hasil karya masyarakat sekitar yang memanfaatkan lingkungan sebagai sumber ide pembuatan batiknya. Alam Bekonang mampu menghasilkan karya-karya batik dengan ciri khasnya, seperti pola petani yang visualnya berisi sulur sebagai peniru bentuk tanaman sawah. Hal ini disebabkan karena Bekonang merupakan daerah agraris yang masih banyak dijumpai sawah. Oleh sebab itu, sebagian besar mata pencaharian masyarakatnya adalah sebagai seorang petani. Namun, keberadaan batik di Bekonang mampu menyerap masyarakat sekitar untuk mau membatik di sela waktu senggangnya. Karya yang dihasilkan di daerah Bekonang masih terpengaruh oleh batik keraton. Dalam perkembangan batik Bekonang diketahui bahwa pada periode 1960-an polanya memiliki kesamaan pola keraton. Kemudian, pada periode 1970-an pola batik Bekonang merupakan gabungan dari pola petani dan pola batik keraton. Pada periode1980-an dan periode 1990-an pola batik petani mengalami perkembangan sehingga menghasilkan pola-pola yang lebih beragam.

  Vol. 4 | No. 1 | Tahun 2017

  Pola batik Bekonang pada prosesnya menggunakan kain mori berkualitas dengan tenunan lungsi dan pakan rapat. Penggunaan pewarna kain mori batik Bekonang pada periode 1960-an dan 1970-an di dominasi dengan penggunaan pewarna sintetis. Namun pada perkembangannya di tahun 1980-an sampai 1990-an selain pewarna sintetis, juga banyak menggunakan pewarna alam. Batik daerah Bekonang menurut periode perkembangan dibagi menjadi tiga pola kreasi, pola gabungan, dan pola sugesti alam. Pola kreasi merupakan pola yang masih mengacu pada pakem keraton. Pola gabungan merupakan pola yang terdiri dari pola keraton sebagai alas dan pola petanen sebagai selingan. Pola sugesti alam merupakan pola yang penggamabarannya sesuai dengan ide dasar alam sekitar. Batik Bekonang memiliki tiga varian menurut teknik pembuatannya, yaitu batik tulis Bekonang, batik cap Bekonang, dan batik kombinasi Bekonang. Batik tulis Bekonang merupakan batik yang menggunakan teknik manual lukis dengan menggunakan canting. Batik cap Bekonang merupakan batik yang menggunakan teknik stempel/ cap. Sementara, batik kombinasi Bekonang merupakan batik dengan gabungan teknik canting manual dan cap/stempel. Hasil dari varian batik Bekonang tersebut dapat difungsikan sebagai bahan untuk membuat berbagai macam barang kebutuhan, seperti: busana dan ragamnya, aksesoris untuk wanita, dan kelengkapan upacara pernikahan. Keindahan visual batik Bekonang terlihat pada penggunaan motif, pola, warna, dan komposisi. Pola pada batik Bekonang berupa hewan, tumbuhan, dan bangunan. Pola batik Bekonang berupa pola geometris dan non geometris. Warna pada batik Bekonang periode 1960-an sampai periode 1970-an menggunakan warna sogan, hitam dan biru tua. Sementara pada periode 1980-an hingga 1990-an menggunakan warna modern, seperti: merah, kuning, hijau, biru, ungu dan orange. Komposisi yang digunakan pada periode 1960-an adalah simetris terpusat; periode 1970-an adalah asimetris; periode 1980-an dan 1990-an adalah asimetris dan simetris. Ditinjau dari estetika, Batik Bekonang memiliki sensasi keindahan yang terlihat pada visual, tekstur dan aroma. Batik Bekonang memiliki tekstur kain mori yang halus dikarenakan penggunaan jenis kain yang berkualitas, yaitu kain mori primissima. Kain tersebut memiliki sifat dan karakter yang sesuai untuk dijadikan bahan baku pembuatan batik Bekonang. Kain mori primissima memiliki daya resap pewarna yang kuat dan dalam proses pencantingan atau pengecapannya tidak mengalami banyak kendala.

  Keindahan lain batik Bekonang terlihat pada unsur aroma. Aroma yang ditimbulkan pada batik Bekonang berasal dari malam. Malam merupakan bahan dasar utama pembuat batik yang berasal dari gajih hewan, damar mata kucing (pohon damar), gondorukem, lilin paraffin, malam tawon, gajih binatang.

  Batik Bekonang memiliki unsur naratif pada masing-masing periode, diantaranya periode 1960-an, periode 1970-an, periode 1980-an dan periode 1990-an. Periode 1960-an menceritakan mengenai ketanangan dan semangat untuk menciptakan kemulyaan hidup.

  Periode 1970-an unsur naratif menceritakan mengenai alur kehidupan yaitu kebahagiaan dan

  Amin Sulistiyowati Estetika Batik Pedesaan di Bekonang Sukoharjo

  kesedihan. Periode 1980-an dan periode 1990-an unsur naratif menceritakan adanya kehidupan tumbuhan dan hewan yang ada di alam desa Bekonang, serta menceritakan adanya ketergantungan antar sesama makhluk hidup.

  

KEPUSTAKAAN

Beardsley, Monroe C dan Herbert M. Sch ueller, “Aesthetic Inquiry: essays on Art Criticsm and the Philosophy of Art”, “The Use of Works Art”, 1967.

Dharsono, Budaya Nusantara: Kajian Konsep Mandala dan Konsep Triloka terhadap Pohon Hayat pada Batik.

  Bandung: Rekayasa Sains, 2007. Dharsono dan Sunarmi, Estetika Seni Rupa Nusantara. Surakarta: ISI Press, 2007. __________ dan Soedarmono, Estetika Seni Rupa Nusantara. Surakarta: ISI Press, 2007. Djumena, Nian S., Ungkapan Seheali Batik: Djambatan, 1986. __________, Batik Dan Mitra: Djambatan, 1990. Doellah, Santosa, Batik: Pengaruh Jaman dan Lingkungannya. Surakarta: Danar Hadi, 2002. Hamzuri, Batik Klasik. Jakarta : Djambatan, 1981. Holloway, Immy. Basic Concepts Of Cualitative Research. Oxfoard: Blackwell, 1997. Haryono, Timbul, Seni Pertunjukan dan Seni Rupa dalam prespektif arkeologi seni, 2008.

Honggopuro, Kalinggo, K.R.T., Batik Sebagi Busana Dalam Tatanan DanTuntunan. Surakarta: Yayasan Peduli

keraton, 2002.

  

Holt, Claire, Melacak Jejak Perkembangan Seni Di Indonesia. Terj. R.M. Soedarsono. Bandung: Art Line, 2000.

Irma, et.al., Kamus Mode Indonesia. Gramedia: Jakarta, 2011. Jasper, J.E. dan M. Pringadi, Seni Kerajinan Pribumi Hindia Beland. III Seni Bathik, Dicetak dengan Ijin Pemerintah dan Diedarkan di Gravenhage oleh De Boek dPan Kunstdrukkerij V/N Mouton & CO, 1916.

  Koentjaraningrat, Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia. Jakarta : Djambatan, 1997. ________________. Kebudayaan Mentalitas Dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia, 1974.

Samroni, Imam, et al. Daerah Istimewa Surakarta: Wacana Pembentukan Propinsi Daerah Istimewa Surakarta

Ditinjau Dari Prespektif Historis, Sosiologis, Filosofis Dan Yuridis . Yogyakarta: Pura pustaka. 2010.

  Setiadi, Elly M.,et al., Ilmu Sosial Budaya. Jakarta: Kencana, 2013. Susanto, Sewan S.K., Kerajinan Batik Indonesia. Yogyakarta: Balai Penelitian Batik dan Kerajinan, 1973. Susanto, Mike, Diksi Rupa. Jogjakarta: Kanisius, 2002. Daftar Jurnal Van Damme, Wilfred, “Some Notes On Defining Aesthetics In The Antropological Literature” , 1991.

  Narasumber Adnan, Koesnaryatmo (47), Ketua Koperasi Batik Sukowati. Jl. Pemuda no.28 Solo 57554. Banto, Ahmad (77), Pengrajin Batik. Tegalan, Sayangan, Kelurahan Wonorejo Polokarto. Dharsono (66), Guru Besar Seni Rupa Institut Seni Indonesia Surakarta. HS, Harsono (63), Sekretaris Koperasi Batik Sukowati. Jl. Pemuda no.28 Solo 57554. Maymunah, Sri Rahayu (54), Pengusaha Batik Bekonang. Mayor Ahmadi no.111 Bekonang Kec. Mojo laban. Sunarto (75), Bendahara Koperasi Batik Sukowati. Jl. Pemuda no.28 Solo 57554. Supriyati (35), Pengrajin Batik. Dawung rt.03 rw.01 Ds. Godok, Kec. Polokarto. Sukiyem (50), Pengrajin Batik. Tegalan, Sayangan, Kelurahan Wonorejo Polokarto.

DAFTAR SUMBER LAIN

  batikwarisanbudaya.blogspot.com rizqy_agung.com owens joe rumah mode timlo.net