BAB II SYARAT DAN DASAR PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN PURCHASING ORDER A. Tinjauan Umum Tentang Jaminan - Perlindungan hukum terhadap kreditur dalam pemberian kredit dengan jaminan Purchasing Order, apabila debitur wanprestasi (Studi perjanjian kredit P

BAB II SYARAT DAN DASAR PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN PURCHASING ORDER A. Tinjauan Umum Tentang Jaminan Kredit adalah sebuah kepercayaan (trust). Dengan demikian pemberian

  fasilitas kredit haruslah berdasarkan suatu kepercayaan, yaitu fasilitas yang diberikan tersebut digunakan untuk tujuan yang sesuai dengan permohonan calon debitur. Bagi bank (kreditur), pemberian fasilitas kredit tersebut dapat kembali aman dan menguntungkan. Arus dasar dalam pemberian kredit demikian merupakan suatu keniscayaan dalam dasar-dasar pemberian fasilitas kredit.

  Dalam kaitannya dengan fasilitas pemberian kredit, analisa terhadap fakta dan data yang menyertai debitur dalam mengajukan permohonanya merupakan bagian dari faktor-faktor yang mendukung analisa dan kesimpulan bahwa terdapat “Jaminan” suatu fasilitas kredit yang diberikan dapat kembali dengan menguntungkan. Oleh karena itu, terdapat pendapat bahwa “jaminan” adalah “keyakinan” kreditur bahwa kredit yang diberikan dapat kembali dengan tepat waktu. Dengan kata lain, istilah “jaminan” yang diistilahkan dengan “ jaminan pemberian kredit” diartikan sebagai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.

1. Perkembangan kredit Dalam Dunia Perbankan.

  Dalam dunia perbankan Pemberian suatu fsilitas kredit yang diberikan oleh bank yang satu dengan yang lain nyaris sama. Bukan hanya karena ketentuan yang

  33 dijadikan acuan dalam pemberian kredit adalah sama, tetapi juga karena tradisi pemberian kredit nyaris tidak mengalami perubahan.

  Diakui memang dengan adanya tingkat persaingan usaha perbankan yang semakin ketat telah mendesak “platform” tahapan pemberian kredit kepada suatu keadaan yang menguntungkan kreditur. Ketatnya persaingan antar bank tersebut telah memberikan dorongan keberanian bank untuk “take a risk” atas berbagai resiko termasuk resiko hukum. Hal ini didorong oleh keadaan pasar yang semakin menyudutkan lembaga perbankan pada suatu persaingan yag tidak sehat. Pada satu sisi bank diminta untuk mengedepankan prinsip kehati-hatian / prudential banking, disisi lain terdapat tuntutan pasar yang semakin longgar.

  Longgarnya tuntutan pasar ini antara lain diakibatkan adanya “penjualan informasi” oleh calon debitur atau yang telah menjadi debitur. Debitur yang telah mendapatkan penawaran fasilitas kredit dari bank lain dengan term and condition tertentu, dijual kepada bank lain (pesaing bank yang telah menawarkan fasilitas kredit tersebut), dengan cara meminta fasilitas kredit dari bank lain dengan syarat dan ketentuan yang lebih ringan dari syarat dan ketentuan sebelumnya. Demikian seterusnya, pihak debitur akan menjual informasi-informasi tersebut kepada bank- bank lain dengan permintaan term and condition yang semakin ringan.

  Pada saat tertentu sampailah pada suatu bank “ dengan pertimbangan tertentu” untuk menerima syarat dan ketentuan yang sangat ringan, termasuk menerima permintaan nasabah atas permohonan fasilitas kredit yang diminta dengan persyaratan, antara lain tanpa adanya jaminan yang diikat secara yuridis sempurna. Bank terakhir yang menerima permohonan nasabah tersebut pada hakikatnya telah menerima suatu pemberian fasilitas kredit dengan mengurangi prinsip kehati-hatian /

  prudential banking berarti juga telah memperbesar posisi take a risk.

  Pada sisi lain, ketika funding sedemikian besar, yang artinya rate cost semakin tidak efisien, maka satu2nya cara lembaga perbankan untuk mendapatkan suatu profit adalah penggunaan funding untuk secara efisien disalurkan dalam bentuk kredit. Bagi lembaga2 perbankan yang berfungsi juga sebagai agent of development , juga dituntut tidak hanya melakukan bisnis dengan profit oriented, tetapi sebagai

  

agent of development mewajibkan bank untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang

  41 mendukung program pemerintah.

2. Pengertian Purchasing Order Financing dan Invoice Financing.

  42 Pembiayaan Receivable Financing ini direalisasikan atas dasar : Purchasing Order Financing 1. (PO) Financing. Purchasing Order Financing

  adalah pembiayaan yang dilakukan dengan adanya PO atau dokumen lain yang berfungsi serupa dari daftar pembeli.yang merupakan dokumen komersial yang diterbitkan oleh pembeli kepada penjual yang menunjukkan pemesanan suatu barang maupun jasa.

  Invoice Financing 2. .

  41 Try Widiyono, Agunan Kredit dalam Financial Enggineering, Ghalia Indonesia Jakarta, Mei 2009, hal 1. 42 Wawancara dengan Bapak Ngr, Account Officer bank mandiri, pada tanggal 7-9-2013, pada pukul 10.00 WIB. Merupakan Pembiayaan yang dilakukan oleh bank untuk percepatan pembayaran tagihan oleh daftar pembeli atas penjualan barang/ jasa yang telah dilakukan oleh penjual kepada pembeli. Invoice terbit setelah adanya PO. Invoice Financing merupakan Kredit modal Kerja yang tujuannya untuk percepatan collection/

  43 tagihan/piutang dagang.

  Pada umumnya dalam transaksi jual beli untuk penyerahan dan pembayaran atas barang yang dibeli terjadi dalam waktu yang sama. Hal ini berarti modal kerja atau modal usaha si penjual cepat diperolehnya kembali dan langsung dipakai untuk perputaran bisnis selanjutnya. Namun dalam hal ini tidak jarang pelaksanaan pembayaran dari pembeli itu baru dapat ditunaikan berdasarkan kesepakatan diantara mereka dalam tenggang waktu tertentu, misalnya sekitar dua sampai empat bulan berikutnya.

  Kondisi sebelum dilaksanakannya pembayaran dari pihak pembeli tersebut akan melahirkan konsekuensi timbulnya hak tagih dari pihak penjual sehingga keadaan ini disebut masa penagihan (Collection period). Hak tagih atas piutang ini dalam dunia ekonomi dikenal sebagai piutang dagang (Account Receivable ).

  Lamanya masa penagihan atau tenggang waktu didalam pelaksanaan pembayaran dan besarnya piutang dagang yang terjadi akan mengurangi kemampuan penjual mengembangkan omzetnya, yaitu jumlah total penjualan. Penjual dalam keadaan ini sangat membutuhkan tambahan dana modal kerja, guna mencukupi kebutuhan besarnya perputaran usaha dan akibat lamanya jangka waktu pembayaran 43 Try Widiyono, Op.cit, hal. 288. piutang dagang tersebut. Periode menunggu pembayaran dari pelaksanaan pembayaran dapat menimbulkan permasalahan “cash flow” atau terhambatnya aliran dana dari kas penjual, dengan kata lain si penjual tidak lagi mempunyai uang tunai

  44 untuk membiayai usahanya pada waktu-waktu tertentu .

  Disisi pembeli saat menerima barang atau jasa yang dibeli, maka dia berkewajiban untuk segera memberikan pembayaran atau minimal memberikan janji melakukan pembayaran dalam tenggang waktu tertentu yang telah disepakati. Bentuk dokumen yang melengkapi syarat adanya pembayaran ini umumnya dari pihak pembeli perlu menandatangani bukti penerimaan “ barang yang dibeli “ di atas

  Delivery Order

  ( disingkat DO atau bukti dokumen barang keluar dari gudang) maupun Berita Acara Serah Terima ( BAST) yang ditandatangani oleh pembeli, yang biasanya dilengkapi dengan identitas barang yang termuat dalam Invoice atau

  Facture

  , sekaligus juga menyerahkan janji pelaksanaan pembayaran berjangka dalam wujud piutang atas nama berupa penyerahan Cheque atau bilyet giro yang bertanggal mundur sebesar nilai transaksi yang disepakati sebagai nominal pembayaran.

  Tuntutan dari persaingan bisnis dan kondisi pasar pembeli (buyer’s market) memberi peluang kepada pembeli untuk selalu mendapat kelonggaran jangka waktu pelaksanaan pembayaran. Keadaan ini menyebabkan piutang dagang yang bertanggal mundur makin umum dan lazim terjadi dalam praktek bisnis dewasa ini. Fenomena ini berarti kemudahan bagi pihak pembeli, akan tetapi di sisi lain hal ini akan mengaharuskan penjual menyediakan modal kerja usaha yang cukup memenuhi 44 Wawancara dengan Ibu Roliesca, Komisaris PT. Era Bangun Jaya, pada tanggal 10-09- 2013, pada pukul 10.00. WIB. perputaran usaha yang diakibatkan modal yang tertanam dalam tagihan piutang dagang yang belum jatuh tempo dan mengurangi kemampuan penjual membiayai kegiatan bisnis selanjutnya, dan untuk menambah penyediaan jumlah modal kerjanya penjual dapat menempuh macam-macam cara, diantaranya melalui pembiayaan yang berasal dari pinjaman. Namun prosedur pemberian pinjaman pada umumnya dari pihak pemberi pinjaman selalu mensyaratkan adanya agunan (Collateral) atau jaminan yang dapat dicairkan atau diuangkan, Jikalau terjadi kegagalan dalam pinjaman tersebut.

  Apabila penjual tidak mau ataupun tidak mampu menyerahkan agunan atau jaminan sebagai persyaratan adanya pinjaman. Dalam hal ini yang dipunyai penjual dari transaksi jual beli hanyalah piutang dagang yang dilengkapi dokumen pendukung berupa Invoice/ faktur, Delivery Order ( DO) dan/ atau dilengkapi juga dengan cheque atau bilyet giro dari pembeli. Penjual dalam hal ini mengalami problem cash

  flow

  atau tertundanya aliran dana dari kasnya penjual. Solusi bagi penjual untuk mengatasi hal itu adalah diperlukan suatu fasilitas keuangan dengan tujuan

  45 membiayai Piutang dagang. Juga membiayai Proyek berdasarkan PO dari Pembeli.

3. Kredit Dengan Agunan Receivable Financing ( Purchasing Order Financing dan Invoice financing ).

  Di tengah Krisis ekonomi dunia, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap tumbuh. Pertumbuhan terutama bersumber dari perekonomian domestik dengan peran investasi yang semakin meningkat. Oleh karena itu guna melengkapi produk pembiayaan lokal dengan mempertimbangkan peluang pasar, Bank dalam hal ini 45 Rinus Pantouw, Hak Tagih Factor Atas Piutang Dagang, Kencana Perdana media Group 2006, Jakarta. , hal.1-2. Bank Mandiri memandang perlu meluncurkan suatu produk pembiayaan kredit yang disebut dengan Receivable Financing.

  Receivable Financing

  merupakan kredit modal kerja, yaitu kredit yang diberikan untuk kepentingan kelancaran modal kerja nasabah, jadi kredit ini sasarannya untuk membiayai biaya operasi usaha nasabah, kredit bank digunakan

  46 untuk membeli bahan dasar, alat-alat bantu, maupun membayar biaya lainya.

  Receivable Financing

  adalah pembiayaan perdagangan (trade financing) kepada nasabah yang bertindak sebagai pihak penjual (seller ) dalam pembahasan ini yaitu PT. Era Bagun Jaya, yang mengadakan kerjasama dengan perusahaan pemberi pekerjaan / Bougher sebagai pembeli ( buyer) dalam rangka : a. Persiapan pengiriman barang (Pre Delivery financing atau PO Financing) atas pemesanan barang dari daftar pembeli untuk membiayai antara lain :

  1. Pembelian bahan baku dan/ atau

  2. Pengeluaran ongkos produksi atau persiapan penggiriman barang lainnya, dan/atau

  3. Pengadaan barang untuk dijual kembali.

  Dalam rangka memenuhi suatu pesanan (Order) transaksi perdagangan lokal (diwilayah Indonesia) dan / atau

  b. Percepatan pembayaran tagihan dari Daftar pembeli (post delivery financing atau

  Invoice Financing

  ) atas penjualan barang / jasa transaksi perdagangan lokal (diwilayah Indonesia). 46 Gatot supromono, Perbankan dan Masalah Kredit, Jakarta ; Jambatan, 1995, hal 30.

B. Aplikasi Permohonan Kredit Sebagai Acuan Perjanjian Kredit Dalam Kredit Dengan Purchasing Order Financing dan Invoice Financing.

  Pada Umumnya, suatu failitas kredit dimintakan permohonnanya oleh debitur (calon debitur) terlebih dahulu sebelum analisa dilakukan oleh bank, tetapi dalam kasus-kasus tertentu, analisa kredit dibuat mendahului adanya permohonan dari calon debitur. Hal demikian jika berdasarkan pengamatan dan penilaian bank, calon debitur tersebut mempunyai potensi yang baik untuk diberikan fasilitas kredit. Adapun data- data yang dijadikan dasar analisis pendahuluan ini biasanya diperoleh dari data-data nasabah yang terdapat pada public folder atau internet milik calon debitur. Namun, untuk selanjutnya jika offering latter dari bank dalam permohonan diterima oleh calon debitur, maka kepada yang bersangkutan tetap dimintakan untuk mengajukan fasilitas kredit.

  47 Adapun surat permohonan mendapatkan kredit berisi antara lain :

  1. Identitas nasabah

  2. Bidang usaha nasabah

  3. Jumlah kredit yang dimohonkan

  4. Tujuan Pemakaian kredit Disamping surat permohonan tersebut, masih diperlukan data-data lain yang dapat menunjang permohonan nasabah seperti sebagai berikut ;

  1. Susunan pengurus perusahaan nasabah

  2. Laporan keuangan ( neraca dan perhitungan laba / rugi ) 47 Wawancara dengan Bapak Ngr, Account Officer Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol, pada

  tanggal 7-9-2013, pada pukul 10.00 WIB

  3. Perencanaan proyek yang akan dibiayai dengan kredit

  4. Barang jaminan yang dapat digunakan

  5. Dan lain-lain Permohonan Fasilitas kredit seyogianya ditandatangani oleh calon debitur sesuai kewenangan dari calon debitur tersebut. Dalam hal calon debitur adalah berupa badan, maka calon debitur tersebut sesuai dengan kewenangan badan yang bersangkutan sebagaimana terdapat dalam anggaran dasarnya.

  Dalam praktik perbankan, sebagian besar permohonan kredit yang idealis tersebut (permohonan kredit yang telah ditandatangani oleh calon debitur sesuai kewenangan dalam Anggaran Dasar) belum dapat dipenuhi sehingga untuk meminimalisasi resiko hukum tersebut, maka fungsi SPPK (yang sebelumnya merupakan Surat Pemberitahuan Persetujuan Kredit), maka kini terdapat bank besar yang mengubah fungsi “persetujuan” menjadi “penawaran” sehingga SPPK diartikan sebagai Surat Penawaran Pemberian Kredit, sehingga konotasi hukumnya pada saat SPPK dibuat oleh bank, dapat diartikan sebagai offering.

  Perubahan tersebut secara hukum telah mengubah konstruksi hukum yang luas, antara lain untuk menutup kekurang sempurnaan atas persetujuan kredit dari debitur, dimana persetujuan tersebut dapat diartikan sebagai telah terjadinya kesepakatan karena persetujuan tersebut merupakan tanda persetujuan atas permohonan debitur. Dalam hal demikian, maka permohonan tersebut merupakan dasar adanya persetujuan bank, yang berarti permohonan tersebut harus / wajib ditandatangani oleh calon debitur yang berwenang (jika suatu badan, kewenagan tersebut dapat dilihat dalam anggaran dasar perusahaan yang bersangkutan) Permasalahan juga timbul berkenaan dengan pengertian permohonan kredit. Hal ini penting karena menyangkut tata cara dan prosedur yang harus dipenuhi dalam permohonan kredit sebagaimana diuraikan diatas, termasuk menyangkut kewenangan bertindak.

  Sebagai gambaran, permohonan kredit yang utama meliputi :

  1. Permohonan baru

  2. Permohonan kenaikan Limit

  3. Permohonan Restrukturisasi 4. Permohonan perpanjangan fasilitas kredit.

  Batasan mengenai makna permohonan kredit adalah hal yang sangat esensial. Karena dokumen permohonan kredit tersebut wajib ada dan untuk perseroan, maka perseroan tersebut pada dasarnya harus mendapatkan persetujuan dari komisaris dan/ atau RUPS sesuai anggaran dasar perseroan. Oleh karena itu, jika suatu permohonan diklasifikasikan sebagai permohonan kredit, maka permohonan tersebut wajib memenuhi kewenangan bertindak dari subjek hukum yang bersangkutan.

  Jika kita menganut asas Prudential banking, maka seluruh permohonan yang menyangkut pemberian fasilitas kredit diklasifikasikan sebagai permohonan kredit dan oleh karena itu, harus memenuhi ketentuan kewenangan bertindak dari subyek hukum yang bersangkutan.

  Dalam praktik penggolongan, apakah suatu permintaan oleh debitur termasuk permohonan kredit atau bukan, agak sulit. Penggolongan ini diperlukan karena jika permohonan tersebut harus dianggap sebagai permohonan kredit, maka wajib memperhatikan kewenangan bertindak sesuai dengan anggaran dasarnya. Seperti untuk melengkapi permohonan tersebut wajib memenuhi persyaratan, misalnya adanya persetujuan dari komisaris dan / atau dari RUPS. Pemenuhan persyaratan itu sering menjadi sulit untuk dipenuhi oleh debitur dengan berbagai alasan. Pemenuhan persyaratan itulah sebenarnya yang menjadi permasalahan utama, pengklasifikasian suatu permohonan merupakan permohonan kredit atau bukan. Jika suatu permohonan kredit ternyata tidak memenuhi persyaratan yang diatur dalam ketentuan anggaran dasar dan ketentuan perundang-undangan, maka permohonan tersebut dapat dianggap (ketika atas permohonan tersebut nantinya disetujui oleh kreditur/bank) pihak debitur telah melakukan perjanjian yang belum memenuhi syarat syahnya perjanjian, yang diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata, yaitu syarat subyektif, yang ancamanya dapat dibatalkan (sekalipun hal tersebut terdapat dalam permohonan kredit).

  Jika dicermati, suatu permohonan adalah perbuatan hukum sepihak yang belum mengikat pihak lain. Permohonan tersebut akan mengikat pihak lain jika atas permohonan itu, disetujui oleh kreditur / bank. Dengan konstruksi hukum demikian, maka ketika suatu permohonan kredit ( setelah dianalisa oleh bank ) kemudian diberikan suatu pemberitahuan persetujuan kredit ( SPPK ), maka atas permohonan tersebut, ketika mendapatkan SPPK, telah menjadi kesepakatan antara pihak debitur dan kreditur karena offering yang disampaikan oleh calon debitur telah disetujui oleh

  48 kreditur / bank.

  Sebelum Penyaluran kredit kepada debitur / penjual dilakukan Bank selaku kreditur akan melakukan analisa terlebih dahulu dengan tujuan untuk memperoleh

48 Try widiyono, Op.cit, hal 22-24.

  keyakinan yang didapat berdasarkan data dan fakta. Karena keyakinan tanpa adanya dukungan fakta dan data adalah kecerobohan.

1. Tahapan Prosedur dalam Pembiayaan kredit dengan Jaminan Purchasing Order Financing maupun Invoice Financing.

  Tahapan Prosedur dalam pembiayaan kredit dengan Purchasing Order

  49 financing maupun Invoice financing adalah sebagai berikut :

  Debitur yang akan meminjam dana kepada bank dengan agunan Purchasing

  Order

  , maupun Invoice financing, terlebih dahulu harus menyerahkan Aplikasi

  Receivables Financing

  yang telah ditandatangani beserta seperangkat dokumen dasar yaitu:

  Invoice Financing Purchasing Order Financing

  1. Menyerahkan Aplikasi

  1. Menyerahkan Aplikasi Receivable

  Receipable Financing Financing Accepted Invoice

  2. Menyerahkan Copy Purchase

  2. Bukti atau

  Order

  dari pembeli terpilih atau dokumen komersial lainnya yang

  Copy Salles Contract/ Agreement

  dapat menunjukkan nasabah atau dokumen komersial lain sudah dapat membuka piutang yang dapat berfungsi sebagai (receivables), sementara di sisi pemesanan barang/ layanan pembeli sudah berfungsi sebagai dengan pembeli terpilih yang bukti adanya hutang dagang masuk dalam daftar pembeli kepada penjual. Dalam hal terdapat PO Financing, Invoice atau dokumen yang dipresentasikan mencantumkan instruksi pembayaran ke rekening

  escrow 49 pada bank mandiri.

  Wawancara dengan Bapak Ngr, Account Officer bank Mandiri Cabang Imam Bonjol, pada tanggal 7-9-2013, pada pukul 10.00 WIB.

  3. Khusus bila per transaksi

  3. Copy dokumen lain, yang pemesanan barang nasabah tidak dipersyaratkan oleh penjual dalam

  Purchase Sales Contract / Agreement

  lagi menggunakan (jika

  order

  , maka Copy Sales contract ada) / Agreement cukup diserahkan

  PO

  sekali pada transaksi

  Financing Pertama.

  4. Khusus untuk presentasi Invoice yang belum memperoleh akseptasi (Un-accepted Invoice), Disertai dengan bukti pengiriman

  copy

  barang berupa dokumen

  Goods Receipt

  atau copy delivery

  Order

  atau copy Berita Acara Serah Terima (BAST) barang atau dokumen lainya yang mengandung tanda terima barang oleh pihak Pembeli yang masuk dalam daftar pembeli.

  Lebih Jelas mengenai apa yang dimaksud dengan Accepted Invoice dalam permohonan kredit dengan Invoice Financing adalah merupakan dokumen yang telah di Akseptasi oleh Perusahan pemberi pekerjaan (Bougher). Akseptasi adalah suatu tanda hutang (pengakuan hutang) dari yang mengeluarkan aksep pada sipemegang aksep dimana yang mengeluarkan berjanji akan sanggup membayar suatu jumlah tertentu pada sipemegang aksep pada suatu waktu tertentu. Kewajiban sipenandatangan aksep tidaklah untuk menanggung pembayaran oleh seorang tertarik, melainkan dirinya sendiri wajib membayar sejumlah uang kepada penerima atau pembawa aksep. Jadi berbeda dengan cek, dan wesel yang merupakan perintah untuk membayar sejumlah uang (betalingsopdracht), aksep merupakan suatu surat sanggup yang berisi kesanggupan atau janji untuk membayar sejumlah uang (betalingsbelofte).

  Meskipun demikian ketentuan pada pasal 176 KUHD berlaku juga bagi aksep, yaitu beberapa ketentuan wesel mengenai endosemen, hari bayar, hak regres, kadaluarsa, kehilangan perubahan, dan lain sebagainya berlaku pula bagi surat aksep, hanya tidak termasuk mengenai ketentuan sitertarik menyetujuinya (akseptasi) dan mengenai penyediaan dana ditangan seorang tertarik. Ketentuan ayat 1 pasal 177 KUHD menegaskan, si penandatangan aksep adalah terkait seperti si tertarik dalam wesel itu ( akseptasi).

  50 Menurut ketentuan dalam pasal 174 KUHD, suatu surat sanggup harus berisikan :

  a. keterangan tertunjuk (orderclausule) baik penyebutan surat sanggup, atau promes kepada tertunjuk, yang dimuat dalam teksnya sendiri, dan diistilahkan dalam bahasa yang dipakai surat tersebut.

  b. Kesanggupan tidak bersyarat untuk membayar suatu jumlah tertentu.

  c. Penetapan hari bayar.

  d. Penetapan tempat pembayaran harus dilakukan.

  e. Nama pihak atau pihak lain yang ditunjuk oleh surat promes itu untuk mendapatkan pembayaran.

  f. Tanggal, dan tempat surat itu ditandatangani.

  g. Tanda tangan pihak yang mengeluarkan surat itu.

  Setelah nasabah menyerahkan Aplikasi Receivables Financing yang telah ditandatangani beserta seperangkat dokumen yang telah disebutkan pada tabel diatas 50 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal. 153-154. maka Trade Servicing Unit dari bank akan melakukan pemeriksaan kebenaran atas kelengkapan dan keaslian dokumen (apparent genuineness) yang menjadi dasar pembiayaan dengan Receivables Financing dan mengisi checklist Penarikan Fasilitas

  Receivables Financing

  . Trade Servicing Unit dari pihak bank akan menelusuri kebenaran Atas PO yang didapat oleh Penjual, dengan berdasarkan atas data yang diberikan oleh penjual maupun menghubungi langsung pihak pembeli (pemesan barang / jasa ) apakah PO yang diberikan kepada Penjual benar Adanya.

2. Analisis Kredit terhadap permohonan kredit dengan jaminan Purchasing Order.

  Untuk memperoleh keyakinan dimaksud bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap hal-hal berikut :

  1. Watak (Caracter).

  Watak (Caracter) adalah pribadi, kelakuan, sikap tingkah laku, dan nilai-nilai dari debiturnya yang dapat dilihat dari track record, yaitu sejarah hidup dan

  curriculum vetae

  dari debitur. Data-data dan sumber ini dapat dilihat dari beberapa sumber dan informasi, antara lain informasi tersebut dapat diminta dari Bank Indonesia.

  2. Kemampuan (Capacity).

  Kemampuan adalah kemampuan debitur untuk mengelola fasilitas kredit yang diberikan sehingga dapat memberikan nilai tambah, yang akhirnya dapat mengembalikan fasilitas kredit sesuai dengan waktu yang diperjanjikan. Oleh karena itu, dalam pemberian kredit harus dianalisa, antara lain mengenai kondisi keuangan yang bersangkutan, untuk meyakini tentang jumlah fasilitas yang dibutuhkan dan kondisi perusahaan yang sebenarnya.

  Kemampuan juga menyangkut mengenai kecakapan. Oleh karena itu kecakapan dan profesionalisme Debitur/Pengurus dan karyawan perlu mendapat perhatian.

  3. Modal (Capital).

  Modal adalah modal yang dimiliki oleh debitur yaitu apa yang dijadikan debitur dalam melakukan usahanya. Pengertian modal adalah termasuk juga modal dasar, modal yang ditempatkan dan modal yang disetor. Termasuk dalam cakupan modal adalah Sharing pembiayaan, yaitu jumlah tertentu yang harus disediakan sendiri oleh debitur dalam suatu pembiayaan terhadap objek kredit.

  4. Agunan ( Collateral ).

  Agunan adalah benda bergerak dan benda tidak bergerak yang diserahkan debitur kepada kreditur, untuk menjamin apabila fasilitas kredit tidak dibayar kembali sesuai waktu yang ditetapkan.Jika hal demikian terjadi, maka benda tersebut dapat dijual untuk pelunasan fasilitas kredit tersebut. Jaminan tersebut dapat berupa jaminan umum, dimana kreditur tidak mempunyai hak Preferent dan jaminan khusus, dimana kreditur mempunyai hak preferent.

  5. Prospek usaha ( Condition Of Economy ).

  Prospek usaha adalah dukungan lingkungan, baik keadaan ekonomi maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku serta keadaan daerah setempat yang memungkinkan suatu usaha yang dibiayai dapat berjalan dengan baik dan menguntungkan.

  Apabila berdasarkan penilaian terhadap watak (character), kemampuan (Capacity), modal (Capital), dan prospek usaha (condition of economy) telah diperoleh keyakinan atas kemampuan nasabah debitur mengembalikan utangnya, maka agunan dapat hanya berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Jika mendasarkan pada ketentuan ini, maka dalam pemberian fasilitas kredit hanya dikenal Project financing dan bukan Corporate

  financing

  . Namun demikian, dalam praktik perbankan telah lazim dalam pemberian

  51

  fasilitas kredit dengan pola project financing. Produk Project Financing ini dalam Bank mandiri disebut dengan Receivable Financing.

  Untuk memahami pengertian pembiayaan Proyek (Project Financing) O.P.Simorangkir (1989) berpendapat bahwa :

  “Pembiayaan proyek adalah pembiayaan dari berbagai sumber keuangan yang diperlukan untuk menilai, mendirikan, dan mulai bekerjanya suatu proyek bermodal besar, pinjaman untuk proyek tersebut biasanya diberikan oleh sindikasi bank, dan jaminan keuangan atas pengembalian pinjaman tersebut hanya digantungkan pada arus pemasukan dimasa yang akan datang, dan tidak

  52 digantungkan pada jaminan pihak ketiga”.

  Dalam definisi ini dapat diketahui ciri-ciri pokok pembiayaan proyek yaitu :

  1. Proyek yang dibiayai adalah proyek besar,

  2. Sumber pembiayaan proyek adalah pinjaman yang diberikan oleh sindikasi Bank,

  3. Pengembalian pinjaman diperoleh dari penghasilan proyek tersebut, 4. Dan tidak ada jaminan pihak ketiga.

  51 52 Try Widiono, Op.cit, hal 5,6.

  O.P, Simorangkir,Seluk Beluk Bank Komersial. Aksara Persada Indonesia, Jakarta1989. Berdasarkan definisi yang dikemukakan diatas dapat diinventarisasi ciri-ciri

  53

  khas pembiayaan proyek sebagai berikut :

  1. Hanya disediakan atau diperuntukkan bagi proyek besar 2. Biasanya dilakukan secara sindikasi oleh beberapa sumber pembiayaan .

  3. Tidak menggunakan system kredit konvensional yang didukung oleh jaminan kebendaan atau orang.

  4. Bila memerlukan jaminan hanya terbatas pada aset unit ekonomi yang dibiayai itu.

  5. Pembiayan proyek merupakan hutang / pinjaman yang berisiko tinggi jika dibandingkan dengan kredit konvensional.

  6. Pengembalian pinjaman bersumber dari pendapatan (revenue) proyek yang bersangkutan.

  7. Kelangsungan pendapatan (economic viability) proyek menjadi pertimbangan utama pihak penyandang dana.

  8. Karena menggunakan teknologi canggih, kelayakan teknis (technical feasibility) juga menjadi pertimbangan utama pihak penyandang dana.

  9. Kontrak pembangunan proyek yang memuat bentuk pemborongan pekerjaan

  54 menjadi jaminan pembiayaan proyek dan pengembaliannya.

53 Abdulkadir Muhammad & Rilda Murniati, Segi hukum lembaga Keuangan dan PT. Citra Aditya Bakti,Bandung 2004 hal 170.

  Pembiayaan,

  Untuk memahami pengertian pembiayaan Proyek (Project Financing) O.P.Simorangkir (1989) berpendapat bahwa : “Pembiayaan proyek adalah pembiayaan dari berbagai sumber keuangan yang diperlukan untuk menilai, mendirikan, dan mulai bekerjanya suatu proyek bermodal besar, pinjaman untuk proyek tersebut biasanya diberikan oleh sindikasi bank, dan jaminan keuangan atas pengembalian pinjaman tersebut hanya digantungkan pada arus pemasukan dimasa yang akan datang, dan tidak

  55 digantungkan pada jaminan pihak ketiga”.

  Dalam definisi ini dapat diketahui ciri-ciri pokok pembiayaan proyek yaitu :

  1. Proyek yang dibiayai adalah proyek besar,

  2. Sumber pembiayaan proyek adalah pinjaman yang diberikan oleh sindikasi Bank,

  3. Pengembalian pinjaman diperoleh dari penghasilan proyek tersebut, 4. Dan tidak ada jaminan pihak ketiga.

  Berdasarkan definisi yang dikemukakan diatas dapat diinventarisasi ciri-ciri

  56

  khas pembiayaan proyek sebagai berikut :

  10. Hanya disediakan atau diperuntukkan bagi proyek besar 11. Biasanya dilakukan secara sindikasi oleh beberapa sumber pembiayaan .

  55 56 O.P, Simorangkir,Seluk Beluk Bank Komersial. Aksara Persada Indonesia, Jakarta1989.

  Abdulkadir Muhammad & Rilda Murniati, Segi hukum lembaga Keuangan dan Pembiayaan, PT. Citra Aditya Bakti,Bandung 2004, hal 170.

  12. Tidak menggunakan system kredit konvensional yang didukung oleh jaminan kebendaan atau orang.

  13. Bila memerlukan jaminan hanya terbatas pada aset unit ekonomi yang dibiayai itu.

  14. Pembiayan proyek merupakan hutang / pinjaman yang berisiko tinggi jika dibandingkan dengan kredit konvensional.

  15. Pengembalian pinjaman bersumber dari pendapatan (revenue) proyek yang bersangkutan.

  16. Kelangsungan pendapatan (economic viability) proyek menjadi pertimbangan utama pihak penyandang dana.

  17. Karena menggunakan teknologi canggih, kelayakan teknis (technical feasibility) juga menjadi pertimbangan utama pihak penyandang dana.

  18. Kontrak pembangunan proyek yang memuat bentuk pemborongan pekerjaan menjadi jaminan pembiayaan proyek dan pengembaliannya.

C. Segi Hukum Pembiayaan Proyek 1. Asas Kebebasan berkontrak.

  Ketentuan mengenai perjanjian secara umum diatur dalam Buku III KUHPerdata dan hanya terbatas pada pengaturan kewajiban dan hak pihak-pihak secara perdata baik materil maupun formal. Dalam pasal 1320 KUHPerdata diatur mengenai syarat-syarat sah perjanjian, dan pasal 1338 KUHPerdata mengenai akibat hukum perjanjian yang sah. Dalam pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata ditentukan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi pihak- pihak yang membuatnya. Ketentuan ini mengakui adanya asas kebebasan berkontrak (principle of contract freedom), yaitu kebebasan membuat perjanjian dan kekuatan berlaku/ mengikat perjanjian tersebut disamakan dengan kekuatan berlaku/mengikatnya Undang-undang.

  Ketentuan-ketentuan kontrak mengenai pembiayaan proyek yang dibuat secara bebas oleh pihak-pihak tentunya bersumber dari asas kebebasan berkontrak.

  Keberlakuan asas kebebasan berkontrak menjadi sangat penting dalam hal membuat kontrak-kontrak Pembiayaan proyek karena pembiayaan proyek merupakan sistem pembiayaan yang masih belum banyak pengaturannya, jika dibandingkan dengan sistem pembiayaan konvensional yang sudah ada. Dengan demikian, pengaturan yang dilakukan melalui rumusan kontrak-kontrak yang dibakukan merupakan cara yang paling tepat untuk mengisi kekosongan hukum tertulis bagi pembiayaan proyek.

2. Pinjaman, Pembiayaan, Jaminan.

  Pembiayaan proyek merupakan salah satu bentuk pinjaman (loan), jadi ketentuan hukum yang berlaku bagi pinjaman berlaku juga bagi pembiayaan proyek.

  Sumber hukum utama bagi pembiayaan adalah Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang penyempurnaan Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan. Pinjaman biasanya dikaitkan dengan jaminan benda atau orang. Jaminan benda biasanya bersifat benda bergerak dan benda tak bergerak. Pada pembiayaan proyek jaminan itu dapat berupa aset perusahaan pengelola proyek atau proyek itu sendiri dijadikan jaminan. Sumber hukum utama bagi jaminan adalah undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

  Dalam Hubungan Hukum bidang perkreditan terdapat ketentuan yang berlaku umum dalam setiap jenis kredit, yaitu Syarat Umum Pemberian Kredit (SUPK).

  Syarat Umum Pemberian Kredit (SUPK) ini diperlukan, antara lain untuk mempermudah penyajian-penyajian kredit. Klausula-klausula yang berlaku umum untuk beberapa jenis kredit yang dijadikan satu dalam bentuk SUPK, sedangkan hal- hal yang bersifat khusus diatur dalam perjanjian kredit. Dengan cara demikian, perjanjian kredit mempunyai klausula yang ringkas.

  Adapun jenis formulir perkreditan yang umum berlaku dalam pemberian

  

57

  kredit konvensional adalah sebagai berikut:

  1. Surat permohonan kredit dari nasabah kepada bank 2. Surat pemberitahuan persetujuan kredit.

  3. Syarat-syarat umum perjanjian kredit

  4. Perjanjian fasilitas (biasanya dalam noncash loan) 5. Perjanjian kredit dan adendumnya.

  6. Dokumen agunan/ jaminan 7. Dokumen persyaratan penarikan kredit.

  Dalam pengertian sederhana kredit merupakan penyaluran dana dari pihak pemilik dana kepada pihak yang memerlukan dana. Penyaluran dana tersebut 57 Ibid ., hal. 257 didasarkan pada kepercayaan yang diberikan oleh pemilik dana kepada pengguna

  58 dana.

  Nasabah yang datang ke bank untuk memperoleh kredit, tentu bank tidak langsung memberikan kredit begitu saja. Bank memerlukan informasi tentang data- data yang dimiliki calon penerima kredit, data-data yang dimaksud penting bagi bank untuk menilai keadaan dan kemampun nasabah, sehingga menumbuhkan kepercayaan bank dalam memberikan kreditnya.

  Adapun yang pertama dilakukan adalah menyampaikan surat permohonan mendapatkan kredit yang berisi antara lain : a. Identitas Nasabah

  b. Bidang usaha nasabah

  c. Jumlah kredit yang dimaksudkan d. Tujuan pemakaian kredit.

  Disamping surat permohonan tersebut, masih diperlukan data- data lain yang dapat menunjang permohonan nasabah sebagai berikut : a. susunan pengurus perusahaan nasabah

  b. Laporan keuangan (Neraca dan perhitungan laba/ rugi)

  c. Perencanaan proyek yang akan dibiayai dengan kredit

  d. Barang jaminan yang dapat diagunkan b. dan lain-lain. 58 Ismail, Manajemen Perbankan Dari Teori Menuju Aplikasi, Jakarta : Kencana 2010, hal 93.

  Dengan adanya data-data penunjang, bank dapat menilai kemampuan nasabah dalam mengelola usahanya. Bank juga dapat menilai kemampuan nasabah terhadap kredit yang diminta, apakah nantinya dapat mengembalikannya atau tidak. Peranan bank dalam bidang perkreditan, bukan semata-mata memberikan kredit asal ada jaminanya yang cukup, tetapi bank juga membina usaha nasabah, agar kelancaran

  59 usaha nasabah kredit bank dapat berjalan dengan lancar.

  Sebelum kredit diberikan kepada pengguna dana atau dalam hal ini debitur maka bank terlibih dahulu akan melakukan analisa-analisa yang mendalam terhadap permohonan kredit yang diajukan oleh calon debitur yang mana analisa tersebut bertujuan agar bank memperoleh keyakinan bahwa usaha atau proyek yang dibiayai dengan kredit tersebut memang layak untuk diberikan kepada calon debitur.

  Analisa kredit merupakan salah satu faktor yang dapat digunakan sebagai acuan bank apakah permohonan kredit dari nasabah dapat disetujui atau ditolak. Disamping itu bank perlu melakukan analisa yang mendalam agar bank terhindar dari masalah kredit yang timbul dikemudian hari. Penerapan prinsip dasar dalam pemberian kredit serta analisis yang mendalam terhadap calon debitur, perlu dilakukan oleh bank agar bank tidak salah memilih dalam menyalurkan dananya sehingga dana yang disalurkan tersebut dapat terbayar kembali sesuai dengan jangka waktu yang diperjanjikan.

3. Standard Kelayakan kredit.

  Untuk mengetahui apakah suatu kredit dengan jaminan Purchasing order layak untuk dapat diberikan atau tidak, maka Kreditur dalam analisanya akan 59 Gatot Supramono, Perbankan Dan Masalah Kredit, Jakarta : Djambatan,1995, hal. 31-32. melakukan analisa terhadap hal-hal sebagai berikut yang mana juga merupakan sebagai syarat standard kelayakan dalam memberikan kredit dengan jaminan

  Purchasing order .

  60 Analisa yang dilakukan oleh kreditur adalah sebagai berikut :

  a. Pengalaman dan kemampuan nasabah dalam memenuhi pesanan barang / jasa yang akan dibiayai, termasuk tata kelola produksi (production management) barang / jasa nasabah, tempat produksi yang memadai, prasarana dan kapasitas produksi dan hal-hal lain yang terkait aktivitas produksi barang dan jasa. Hal tersebut dapat dilakukan dengan Laporan On The Spot (dokumentasi pada bank)

  b. Spesifikasi barang / jasa yang dipesan oleh pembeli dan kemampuan serta pengalaman nasabah memenuhi spesifikasi tersebut. Pengecekan tersebut dapat dilakukan dengan cara:

  1. Membandingkan Purchase order dari pembeli, dengan Delivery Order atau

  Goods Receipt

  yang mengandung penerimaan Pembeli selama 6 bulan terakhir

  2. Menanyakan langsung ke Pembeli 3. Dengan cara lainya yang dianggap memadai.

  c. Ketersediaan Supply material Input produksi.

  d. Historis Hubungan bisnis nasabah dengan supplier dan kemampuan (capability)

  supplier 60 . Supplier minimal sudah memiliki hubungan kerja dengan nasabah Wawancara dengan Bapak Ngr, Account Officer Bank Mandiri, Cabang Imam Bonjol, pada tanggal 7-9-2013 pukul 10.00 WIB. minimal 1 (satu) tahun. Apabila supplier memiliki hubungan kerja kurang dari 1 (satu) tahun dengan pembahasan yang spesifik serta mencantumkan pertimbangannya pada Nota Analisa, misalnya pertimbangan nama baik supplier di industrinya dan lain-lain. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara pengecekan transaksi yang dilakukan oleh bank kepada supplier (dokumentasi pada bank) dan/ atau dokumen Delivery Order supplier yang mengandung penerimaan nasabah atau Invoice dari supplier selama 6 (enam) bulan terakhir, dicocokan dengan Purchasing Order dari nasabah kepada supplier, atau dengan cara lainnya yang dianggap memadai.

  e. Nasabah Disyaratkan Berpengalaman dalam menjual barang / jasa yang dibiayai minimal selama 2 (dua) tahun dengan rekam jejak pemenuhan penjualan barang/ jasa masuk dalam kategori baik.

  f. Calon nasabah memang membutuhkan pembiayaan pada tahapan penyediaan stock/persediaan, produksi barang / jasa atau pengiriman barang / jasa dan / atau percepatan penerimaan piutang guna lajur perekonomian perusahaan tetap berjalan dengan baik.

  g. Memiliki pengalaman dalam menjual barang / jasa yang dibiayai minimal selama 2 (dua) tahun.

  h. Memiliki hubungan bisnis selama minimal 1 (satu) tahun dengan supplier guna memenuhi pasokan bahan baku yang antara lain dibuktikan dengan adanya

  supplier agreement

  (khusus untuk nasabah Purchasing Order Financing)

4. Penilaian Kelayakan Kredit ( Study Kelayakan Kredit ).

  Dalam tahap penilaian kelayakan kredit ini, banyak aspek yang akan dinilai,

  61

  yaitu :

  a. Aspek Hukum Yang dimaksud dengan aspek hukum disini adalah penilaian terhadap keaslian dan keabsahan dokumen-dokumen yang diajukan oleh pemohon kredit. Penilaian terhadap dokumen-dokumen tersebut dilakukan oleh pejabat atau lembaga yang berwenang untuk itu.

  b. Aspek pasar dan pemasaran.

  Dalam aspek ini yang akan dinilai adalah prospek usaha yang dijalankan oleh pemohon kredit untuk masa sekarang dan masa yang akan datang.

  c. Aspek Keuangan Dalam aspek ini yang dinilai dengan menggunakan analisis keuangan adalah aspek keuangan perusahaan yang dilihat dari laporan keuangan yang termuat, dalam neraca dan dari laporan keuangan yang termuat dalam neraca dan laporan laba rugi yang dilampirkan dalam aplikasi kredit.

  d. Aspek Teknis / Operasional Selain aspek-aspek yang telah dikemukakan diatas, aspek lain yang juga dilakukan penilaian adalah aspek teknis atau operasional dari perusahaan yang mengajukan aplikasi kredit, misalnya mengenai lokasi tempat usaha, kondisi gedung beserta sarana, dan prasarana pendukuang lainnya. 61 Hermansyah, Op.Cit., hal. 66. e. Aspek Manajemen.

  Penilaian terhadap aspek manajemen ini adalah untuk menilai pengalaman dari perusahan yang memohon kredit dalam mengelola kegiatan usahanya, termasuk sumber daya manusia yang mendukung kegiatan usaha tersebut.

  f. Aspek Sosial Ekonomi.

  Untuk melakukan penilaian terhadap dampak dari kegiatan usaha yang dijalankan oleh perusahaan yang memohon kredit khususnya bagi masyarakat baik secara ekonomi maupun social.

  g. Aspek AMDAL.

  Penilaian terhadap aspek AMDAL ini sangat penting karena merupakan salah satu persyaratan pokok untuk dapat beroperasinya suatu perusahaan. Oleh karena itu kegiatan usaha yang dijalankan oleh suatu perusahaan pasti mempunyai dampak terhadap lingkungan baik darat, air, dan udara.