Perlindungan hukum terhadap kreditur dalam pemberian kredit dengan jaminan Purchasing Order, apabila debitur wanprestasi (Studi perjanjian kredit PT. Bank mandiri dengan PT. Era Bangun Jaya

(1)

TESIS

Oleh

TAHI HERMAN ORBERT MANURUNG

117011122/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

TAHI HERMAN ORBERT MANURUNG

117011122/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

DENGAN PT. ERA BANGUN JAYA)

Nama Mahasiswa : TAHI HERMAN ORBERT MANURUNG

Nomor Pokok : 117011122

Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum) (Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung, SH, MHum

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum 3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 4. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn


(5)

Nama : TAHI HERMAN ORBERT MANURUNG

Nim : 117011122

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR

DALAM PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN

PURCHASING ORDER, APABILA DEBITUR

WANPRESTASI (STUDI PERJANJIAN KREDIT PT. BANK MANDIRI DENGAN PT. ERA BANGUN JAYA)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :TAHI HERMAN ORBERT MANURUNG


(6)

hubungannya dengan dunia usaha yang dimaksud adalah sulitnya para pelaku usaha, khususnya mereka yang terkendala oleh permodalan yang tidak memadai, untuk dapat mengakses fasilitas pembiayaan atau kredit yang disediakan oleh perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka perbankan belakangan ini memberikan kemudahan dengan memberikan fasilitas kredit dengan menerima Purchasing Order sebagai Jaminan dari kredit yang telah diberikan tersebut. Adapun hal yang menarik untuk diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimana syarat dan prosedur dalam kredit dengan jaminan

Purchasing Order, dan bagaimana pula perlindungan Kreditur sebagai pemberi kredit apabila debitur mengalami wanprestasi.

Metode pendekatan dalam penelitian ini dilakukan melalui metode pendekatan historisdan menggunakan metode penelitian yuridis empiris, Metode pendekatan dengan menggunakan metode pendekatan historis yaitu pendekatan yang dilakukan dalam kerangka pelacakan sejarah lembaga hukum dari waktu ke waktu. Pendekatan ini sangat membantu peneliti untuk memahami filosofi dari aturan hukum dari waktu kewaktu. Disamping itu, melalui pendekatan demikian peneliti juga dapat memahami perubahan dan perkembangan filosofi yang melandasi aturan hukum tersebut. Maksudnya adalah untuk mengetahui apakah perkembangan pemberian Kredit dengan jaminan Purchasing order ini telah sesuai dengan aturan hukum yang ada. Sedangkan metode pendekatan yuridis empiris

dilakukan dengan menjelaskan situasi serta hukum yang berlaku dalam masyarakat secara menyeluruh, sistematis, faktual, akurat mengenai, fakta-fakta dan dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dokumen-dokumen berbagai teori.

Kredit dengan agunanPurchasing Orderdapat menjadi pertimbangan bagi Bank dalam memberikan kredit kepada debitur, didukung dengana analisa atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kredit sesuai yang diperjanjikan. Disamping itu Bank juga dapat mengantisipasi segala kemungkinan resiko yang mungkin saja dapat terjadi, diantaranya dengan menerapkan mitigasi resikonya dan melibatkan asuransi penjamin kredit untuk mengatasi resiko apabila Debitur wanprestasi.


(7)

funding. In terms of the world of business, funding constraint is the difficulty faced by the business practitioners, especially those are constrained by inadequate capital, to be able to access funding facility or credit provided by the banks and other financial institutions. To meet that need, recently the banks provided credit facility by accepting Purchasing Order as the collateral for the credit extended. The questions to be answered by this study with historical and empirical juridical approaches were what the condition and procedure in extending credit with Purchasing Order as the collateral are, and how the Creditor will be protected if the Debtor breached the agreement.

The historical approach which tracks the history of legal institutions from time to time was employed to help researchers understand the philosophy of the rule of law from time to time and the change and development of the philosophy underlying the rule of law, and to find out whether or not the development of credit extension with Purchasing Order as the collateral is in line with the existing law. The empirical juridical approach was employed to systematically, factually, and accurately describe the situation and law existing in the community, the facts, existing regulation of legislation, and the documents of various theories.

Credit with Purchasing Order as the collateral can be taken by the bank as the consideration in extending the credit to the debtor supported by the analysis of the good-will and ability of the customer (debtor) in repaying the credit in accordance with what has been agreed. In addition, the bank can also anticipate all the risks which may occur through risk mitigation and the involvement of the credit guarantee insurance company to settle the risk in case the debtor breaches the agreement.


(8)

tesis ini dengan judul “Perlindungan hukum terhadap kreditur dalam pemberian kredit dengan jaminan Purchasing Order, apabila debitur wanprestasi (Studi perjanjian kredit PT. Bank mandiri dengan PT. Era Bangun Jaya”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Pascasarjana Magister Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Keberhasilan dalam penulisan tesis diperoleh dengan melalui beberapa proses, dimana dalam proses penulisan sampai dengan selesai tidak terlepas dari peran para pihak yang turut serta dalam memberi arahan, bimbingan, saran, kritik dan motivasi. Sehingga pada kesempatan yang berbahagia ini, Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA (K) Rektor Universitas Sumatera Utara atas sarana dan fasilitas kampus yang mendukung Penulis dalam mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Kenotariatan di Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dedikasi dalam memimpin dan memajukan Fakultas Hukum sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik dan sesuai harapan.

3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan (MKn), dan selaku Ketua Komisi pembimbing, dimana selama masa kepemimpinannya telah menciptakan dan menjamin terlaksananya proses belajar mengajar dengan baik, dan juga di tengah-tengah kesibukannya masih dapat meluangkan waktu untuk memberikan arahan serta bimbingan dengan penuh kesabaran dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi A., SH, CN, M.Hum selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan (MKn)


(9)

5. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A., SH., CN., M.Hum dan Notaris Chairani Bustami, SH, SpN sebagai Dosen Penguji, yang telah banyak memberikan arahan, saran dan kritik yang sangat membantu dalam penulisan tesis ini.

6. Serta narasumber lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang dengan kerelaannya meluangkan waktunya untuk memberikan segala informasi penting yang sangat bermanfaat dalam penulisan tesis ini.

Demikian pula kepada orangtua Penulis, Sondaga Manurung dan Dumaria Nababan yang dengan perhatian penuh dan tidak pernah bosan memberikan motivasi, saran dan doanya yang sangat membantu Penulis khususnya pada saat Penulis mengalami kesulitan dan kebuntuan. Kiranya senantiasa diberi kesehatan, umur panjang dan dalam perlindungan Tuhan.

Abang Penulis Ricardo Manurung,SE, Kakak Penulis Reflonika Elisabet Manurung,ST, dan juga Abang Ipar saya Nathanael Nainggolan, ST.MT, serta Adik Penulis Herryanto Manurung, Sip.

Sahaba-sahabat saya Binsar Situmorang. SE dan Rina Purba, Erikson Tarigan.SE, Junita Sijabat SE, Adven Sinaga.SE, Erwin Michael Saragih.SE, Erik Siahaan.SE, Rionetty Sijabat.ST, yang telah memberikan semangat dan bantuannya kepada Penulis. Kiranya keberhasilan dan kesuksesan menghampiri kita semua.

Rekan-rekan Program Studi Magister Kenotariatan sekalian, khususnya Stambuk 2011 yang telah bersama-sama dengan Penulis mengikuti pendidikan sejak awal, kiranya hubungan baik yang sudah terjalin selama ini akan tetap terjalin untuk selanjutnya.


(10)

Hormat saya,


(11)

Nama : Tahi Herman Obert Manurung Tempat/ Tanggal Lahir : Balimbingan/ 18 Juli 1984

Status : Belum Kawin

Alamat : Jl. Jawa No. 4 Kap. Muslim Medan

II. ORANG TUA

Nama Ayah : Sondaga Manurung

Nama Ibu : Dumaria Nababan

III. PENDIDIKAN

SD Negeri VI Tamat Tahun 1994 SLTP Budi Mulia Tamat Tahun 1997

SMU Negeri 1 Tanah Jawa Tamat Tahun 2001

S1 Fakultas Hukum Sekolah Tinggi Hukum Bandung Tamat Tahun 2005 S2 Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum USU Tahun 2014


(12)

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 17

C. Tujuan Penelitian ... 17

D. Manfaat Penelitian ... 17

E. Keaslian Penelitian ... 18

F. Kerangka Teori dan Konsepsional... 21

1. Kerangka Teori ... 21

2. Konsepsional ... 27

G. Metode Penelitian ... 28

BAB II SYARAT DAN DASAR PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINANPURCHASING ORDER ... 33

A. Tinjauan Umum Tentang Jaminan ... 33

B. Aplikasi Permohonan Kredit Sebagai Acuan Perjanjian Kredit Dalam Kredit Dengan Purchasing Order Financing danInvoice Financing ... 40

C. Segi Hukum Pembiayaan Proyek ... 52

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR APABILA KREDIT YANG DIBERIKAN DENGAN JAMINAN PURCHASING ORDER KEPADA DEBITUR MENGALAMI WANPRESTASI ... 61

A. Antisipasi yang dilakukan Kreditur Terhadap kemungkinan Debitur Wanprestasi ... 61


(13)

B. Saran ... 89


(14)

hubungannya dengan dunia usaha yang dimaksud adalah sulitnya para pelaku usaha, khususnya mereka yang terkendala oleh permodalan yang tidak memadai, untuk dapat mengakses fasilitas pembiayaan atau kredit yang disediakan oleh perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka perbankan belakangan ini memberikan kemudahan dengan memberikan fasilitas kredit dengan menerima Purchasing Order sebagai Jaminan dari kredit yang telah diberikan tersebut. Adapun hal yang menarik untuk diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimana syarat dan prosedur dalam kredit dengan jaminan

Purchasing Order, dan bagaimana pula perlindungan Kreditur sebagai pemberi kredit apabila debitur mengalami wanprestasi.

Metode pendekatan dalam penelitian ini dilakukan melalui metode pendekatan historisdan menggunakan metode penelitian yuridis empiris, Metode pendekatan dengan menggunakan metode pendekatan historis yaitu pendekatan yang dilakukan dalam kerangka pelacakan sejarah lembaga hukum dari waktu ke waktu. Pendekatan ini sangat membantu peneliti untuk memahami filosofi dari aturan hukum dari waktu kewaktu. Disamping itu, melalui pendekatan demikian peneliti juga dapat memahami perubahan dan perkembangan filosofi yang melandasi aturan hukum tersebut. Maksudnya adalah untuk mengetahui apakah perkembangan pemberian Kredit dengan jaminan Purchasing order ini telah sesuai dengan aturan hukum yang ada. Sedangkan metode pendekatan yuridis empiris

dilakukan dengan menjelaskan situasi serta hukum yang berlaku dalam masyarakat secara menyeluruh, sistematis, faktual, akurat mengenai, fakta-fakta dan dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dokumen-dokumen berbagai teori.

Kredit dengan agunanPurchasing Orderdapat menjadi pertimbangan bagi Bank dalam memberikan kredit kepada debitur, didukung dengana analisa atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kredit sesuai yang diperjanjikan. Disamping itu Bank juga dapat mengantisipasi segala kemungkinan resiko yang mungkin saja dapat terjadi, diantaranya dengan menerapkan mitigasi resikonya dan melibatkan asuransi penjamin kredit untuk mengatasi resiko apabila Debitur wanprestasi.


(15)

funding. In terms of the world of business, funding constraint is the difficulty faced by the business practitioners, especially those are constrained by inadequate capital, to be able to access funding facility or credit provided by the banks and other financial institutions. To meet that need, recently the banks provided credit facility by accepting Purchasing Order as the collateral for the credit extended. The questions to be answered by this study with historical and empirical juridical approaches were what the condition and procedure in extending credit with Purchasing Order as the collateral are, and how the Creditor will be protected if the Debtor breached the agreement.

The historical approach which tracks the history of legal institutions from time to time was employed to help researchers understand the philosophy of the rule of law from time to time and the change and development of the philosophy underlying the rule of law, and to find out whether or not the development of credit extension with Purchasing Order as the collateral is in line with the existing law. The empirical juridical approach was employed to systematically, factually, and accurately describe the situation and law existing in the community, the facts, existing regulation of legislation, and the documents of various theories.

Credit with Purchasing Order as the collateral can be taken by the bank as the consideration in extending the credit to the debtor supported by the analysis of the good-will and ability of the customer (debtor) in repaying the credit in accordance with what has been agreed. In addition, the bank can also anticipate all the risks which may occur through risk mitigation and the involvement of the credit guarantee insurance company to settle the risk in case the debtor breaches the agreement.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap Negara. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan- badan usaha milik Negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintah menyimpan dana-dana yang dimilikinya melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian.1

Perkembangan ekonomi yang erat kaitannya dengan kesejahteraan masyarakat, pada dasarnya sangat memerlukan peningkatan peran dunia usaha yang umumnya terkendala oleh modal atau pendanaan. Kendala pendanaan dalam hubungannya dengan dunia usaha yang dimaksud adalah sulitnya para pelaku usaha, khususnya mereka yang merupakan kalangan usaha kecil menengah koperasi untuk mengakses fasilitas pembiayaan atau kredit yang disediakan oleh perbankan dan lembaga keuangan lainnya.2

Sektor usaha yang menjadi tulang punggung perkonomian suatu Negara tidak dapat berjalan sendiri, ini untuk dapat memberikan kemanfaatan yang optimal bagi masyarakat dan perekonomian negara tersebut. Sektor usaha memerlukan sarana dan

1Hermansyah ,Hukum Perbankan Nasional Indonesia,Kencana Predana Media, 2008, hal.7 .

2 Nasroen Yasabari dan Nina Kurnia Dewi, Penjaminan Kredit Mengantar UKMK


(17)

prasarana pendukung khususnya dalam memperoleh dukungan modal melalui kredit atau pembiayaan untuk pengembangan usaha dan kemajuan sektor usaha terkait.3

Istilah kredit bukan hal asing lagi dalam kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat. Mereka pada umumnya mengartikan kredit sama dengan hutang karena setelah jangka waktu tertentu mereka wajib membayar dengan lunas. Sebenarnya kata kredit berasal dari bahas Romawi, yaitu credere yang artinya percaya4. Misalkan seorang nasabah debitur yang memperoleh kredit dari bank tentu seorang yang mendapat kepercayaan dari bank. Hal ini menunjukkan bahwa yang menjadi dasar pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur adalah kepercayaan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia salah satu pengertian kredit adalah pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diijinkan oleh bank atau badan lain.

Dalam Pasal 1 butir II Undang-undang No 10 tahun 1998 dirumuskan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Berdasarkan pengertian diatas menunjukkan bahwa prestasi yang wajib dilakukan oleh debitur atas kredit yang

3

Ibid, hal 78.

4 Gatot Supramono, Permankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis,


(18)

diberikan kepadanya adalah tidak semata mata melunasi hutangnya tetapi juga disertai dengan bunga sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.

Sebagaimana diketahui bahwa unsur essential dari kredit bank adalah kepercayaan dari bank sebagai kreditur terhadap nasabah peminjam sebagai debitur. Kepercayaan tersebut timbul karena dipenuhinya segala ketentuan dan persyaratan untuk memperoleh kredit bank oleh debitur antara lain: jelasnya tujuan peruntukan kredit, adanya benda jaminan atau agunan dan lain-lain. Makna dari kepercayaan tersebut adalah adanya keyakinan dari bank sebagai kreditur bahwa kredit yang diberikan akan sungguh-sungguh diterima kembali dalam jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan.5

Sebelum kepercayaan dari suatu bank sebagai kreditur diberikan kepada debitur bank harus menerapkan prinsip kehati-hatian yang mana disebutkan dalam pasal 2 Undang-undang No.10 tahun 1998 bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan kegiatan usahanya berdasarkan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.

Peraturan Bank Indonesia nomor. F/4/PBI/2005 tentang “Prinsip kehati-hatian dalam aktivitas sekuritas aset bagi bank umum”. Dalam Peraturan Bank Indonesia pasal 3 ayat 2 prinsip kehati-hatian adalah sesuai dengan ketentuan yang berlaku antara lain tentang penilaian kualitas aktiva Bank umum, batas maksimum pemberian kredit bank umum, prinsip- prinsip pemberian kredit yang sehat dan penerapan manajemen resiko.


(19)

Salah satu penerapan prinsip kehati-hatian adalah pengaturan syarat-syarat pemberian kredit oleh bank. Pada umumnya syarat-syarat pemberian kredit oleh bank dibagi 2 bagian yaitu6:

1. Syarat-syarat umum pemberian kredit. 2. Perjanjian kredit.

Ad.1. Syarat-syarat umum pemberian kredit.

Di dalam syarat-syarat umum pemberian kredit ini bank menetapkan syarat yang berhubungan dengan kredit yang diberikan kepada debitur. Debitur wajib menyetujui apa saja yang dicantumkan dalam syarat-syarat umum pemberian kredit dan tidak ada tawar menawar.

Ad.2. Perjanjian kredit.

Perjanjian kredit inilah yang sesuai dengan berlandaskan pada KUHPerdata. Dalam hal ini bank membuat standar yang memuat ruang/ bagian kosong yang diisi menurut keperluan sesuai dengan data tentang debitur. Misalnya: dimana debitur, tempat tinggal, besarnya kredit yang diberikan bunga, dan lain-lain. Formulir perjanjian kredit ini di isi dengan syarat yang mantap, dalam rangka mengamankan kepentingan bank. Berdasarkan hal diatas maka landasan pemberian kredit adalah7:

a. Pemberian kredit dibuat dalam bentuk tertulis.

6

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Bandung : PT. Citra Aditya

Bakti,1991, hal 39.


(20)

b. Bank harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah yang antara lain diperoleh dari penilaian bersama terhadap watak, agunan, modal, kemampuan, dan proyek dari nasabah.

c. Kewajiban bank untuk memberikan informasinya yang jelas mengenai prosedur dan persyaratan kredit atau berdasarkan prinsip syariah.

d. Larangan kepada bank untuk memberikan kredit dengan persyaratan yang berbeda kepada nasabah.

e. Penyelesaian sengketa.

Manfaat dari adanya penyaluran kredit yang disalurkan oleh perbankan adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Kredit bagi masyarakat a) Kredit Konsumtif.

Manfaat yang dapat dirasakan debitur kredit konsumtif yang disalurkan kepada pegawai dan pensiun yang membutuhkan adalah :

Pertama, Secara umum mereka menjadi mampu memanfaatkan pendapatannya yang akan diterima pada masa mendatang untuk membeli kebutuhan barang dan jasa mereka.

Kedua, untuk dapat memenuhi kebutuhan dan keperluan yang bersifat mendesak. (Force majeur)

b) Kredit Komersil

Kegiatan usaha sangat tergantung pada tersedianya modal usaha (dana) secara umum pengusaha mengalami kesulitan dana dalam upaya untuk dapat


(21)

memperluas pangsa pasar usaha (ekspansi pasar) sehingga memerlukan dana dalam bentuk kredit bank.

Fasilitas kredit yang diberikan bank kepada nasabahnya untuk kepentingan pembiayaan piutang dan persediaan (inventory), disebut dengan Kredit Modal Kerja (KMK), yang digunakan untuk membiayai keperluan perputaran usaha, yaitu untuk pembelian bahan baku, pembiayaan tenaga kerja,overhead,persediaan, piutang usaha dan lain-lain.

Berdasarkan sektor usaha, maka kredit modal kerja menyesuaikan dengan kebutuhan perputaran usaha masing-masing. Misalnya untuk perdagangan, maka kredit modal kerja tersebut adalah untuk membiayai pembelian barang, distribusi, dan sebagainya. Sementara itu bila untuk sektor perkebunan, maka kredit modal kerja tersebut digunakan untuk membiayai pemeliharaan tanaman menghasilkan dan panen, pengolahan pabrik sampai dengan hasil kebun yang diolah siap dijual. Sedangkan untuk sektor peternakan, maka kredit modal kerja yang digunakan untuk membeli bibit, biaya pemeliharaan termasuk upah tenaga kerja dan upah penjualan.8

Kredit modal kerja ini biasanya digunakan untuk menutup ketidaktepatan ketersediaan uang dalam suatu siklus usaha. Kredit Modal kerja ini biasanya diberikan untuk jangka waktu sampai dengan satu tahun, dan dalam prakteknya dapat terus diperpanjang apabila masih terus diperlukan oleh penerima kredit.

8Veithzal Rivai & Andria Permata Veithzal,Credit Management Handbook, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta,2006. hal. 30.


(22)

Penggunaan kredit modal kerja ini disesuaikan dengan kebutuhan pengusaha, sehingga umumnya diberikan dalam bentukplafond atau limit kredit dengan jumlah nilai tertentu. Dalam hal ini penerima kredit dengan bebas menarik dananya sepanjang tidak melampaui limit dan menyetorkan kembali dana tersebut apabila telah diperoleh pembayaran dari relasi usahanya9. sedangkan fasilitas kredit yang akan dipergunakan untuk memperluas jaringan kerja atau kapasitas produksi perusahaan, diberikan dalam bentuk Kredit Investasi (KI).

2. Manfaat kredit bagi perekonomian Negara.

Peran kredit sangat penting dalam penetapan kebijakan moneter suatu Negara, khususnya dalam pengawasan suku bunga pinjaman. Penetapan kebijakan moneter suatu Negara terhadap perubahanmoney supplydapat dilakukan dengan pengawasan suku bunga pinjaman. Dalam keadaan resesi kebutuhan pengeluaran Negara meningkat oleh karena itumoney supply dibutuhkan lebih banyak lagi. Kebijakan ini dapat dilakukan dengan menurunkan suku bunga perbankan sehingga kredit yang disalurkan kepada masyarakat akan meningkat, akhirnya perekonomian Negara menjadi terbantu. Sebaliknya jika perekonomian berkembang cukup tinggi maka suku bunga pinjaman ditingkatkan sehingga dampak inflasi yang lebih tinggi dapat dikendalikan dan pengeluaran Negara dapat ditekan.

Dalam bukunya yang berjudul dasar-dasar perkreditan Drs.Thomas Suyanto, mengemukakan bahwa unsur-unsur kredit terdiri atas :

9Nasroen yasbari & Nina Kurnia Dewi,Penjaminan Kredit , Mengantar UKMK mengakses Pembiayaan. PT. Alumni Bandung, 2007, hal. 64.


(23)

a) Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikanya baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa akan benar-benar akan diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang. b) Tenggang waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberi prestasi

dengan kontra prestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini terkadang pengertian nilai lain dari uang, yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang.

c) Degree of Risk, yaitu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima kemudian hari, semakin lama kredit diberikan semakin tinggi pula tingkat resikonya, karena sejauh-jauh kemampuan manusia untuk menerobos masa depan itu, maka masih selalu terdapat unsur ketidak tentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan timbulnya unsur resiko. Dengan adanya unsur resiko inilah maka timbullah jaminan dalam pemberian kredit.

d) Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang tetapi juga dalam bentuk barang atau jasa, namun karena kehidupan ekonomi modern sekarang ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit


(24)

yang menyangkut uanglah yang setiap kali kita jumpai dalam praktek perkreditan.10

Untuk memperoleh keyakinan bank sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah debitur. Mengingat bahwa agunan sebagi salah satu unsur pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan nasabah debitur mengembalikan utangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek, atau hak tagih, yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan.11 Bank tidak wajib meminta agunan berupa barang yang tidak berkaitan lansung dengan objek yang dibiayai, yang dikenal dengan agunan tambahan.12

Jaminan adalah sesuatu yang diberikan debitur kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.13

Disamping itu jaminan juga dapat diartikan dengan menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum. Oleh karena itu hukum jaminan erat sekali dengan hukum benda.14

Agunan Kredit bila dilihat dari fungsinya dapat dibedakan menjadi 2 yaitu15: 10Hermansyah,Loc. cit, hal. 56.

11Ibid,, hal. 69.

12 Penjelasan Pasal 8 ayat (1) Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, Republik Indonesia.

13

Hartono Hadisoeprapto : Pokok-pokok hukum perikatan dan hukum jaminan, Liberty

Yogyakarta,1984, hal. 50.

14Mariam Darus Badrulzaman,Bab-bab tentang credit verband, Gadai dan fidusia, Alumni Bandung,1987, hal. 227-265.


(25)

a. Agunan kredit yang didasarkan atas keyakinan Bank terhadap karakter dan kemampuan dari nasabah/ debitur untuk membayar kembali kreditnya dengan dana yang berasal dari hasil usaha yang dibiayai kredit, yang tercermin dalam

cash flow nasabah/ debitur. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, bank harus melakukan analisis dan evaluasi atas watak/ karakter, kemampuan, modal, serta prospek dari debitur.

b. Jaminan yang didasarkan atas Likuidasi agunan atau aset sehingga apabila dikemudian hari usaha debitur bangkrut tidak dapat digunakan sebagai alat pembayaran kembali kredit maka agunan berupa fixed asset akan dilelang untuk memenuhi/ menutup hutang kredit debitur.

Sehubungan pula dengan semakin berkembangnya cara pemberian kredit dalam dunia perekonomian, khususnya perbankan, kredit dapat diberikan oleh kreditur kepada debitur dengan berupa Purchasing Order. Yang mana debitur meminjam sejumlah dana berupa kredit kepada bank untuk mengerjakan sejumlah proyek yang dimiliki oleh debitur. Purchasing order yang dimaksud adalah permintaan dari perusahaan pemberi pekerjaan kepada perusahaan penerima pekerjaan dalam hal ini debitur untuk melaksanakan sejumlah pekerjaan dengan nilai dan jenis pekerjaan tertentu.

15Agunan Kredit, http://carapinjamanbank.blogspot.com/2013/03/agunan-kredit.html. Diakses pada tanggal 26-06-2013 pada pukul 13.00 WIB.


(26)

Purchasing Order dapat dikelompokkan kedalam perjanjian meskipun setiap

Purchasing Order yang diberikan oleh perusahaan pemberi pekerjaan kepada

perusahaan penerima pekerjaan / Kontraktor tidak dibuat perjanjian Kerjasamanya.

Purchasing Order dapat dikelompokkan kedalam perjanjian karena

Purchasing Orderberjalan sesuai dengan perjanjian awal yang merupakan Perjanjian Payung dari setiapPurchasing Order yang diberikan. DanPurchasing Order tunduk kepada perjanjian awal yang telah dibuat.

Menurut Hikmahanto Juwana, Purchase Order (“PO”) bisa saja dianggap sebagai perjanjian, karena pada umumnya ada “perjanjian payungnya” di manaterms and condition (syarat dan ketentuan) dari setiap PO dapat merujuk pada general terms(ketentuan umum) dalam perjanjian payung tersebut.16

Jadi, PO maupuninvoicedapat saja dianggap sebagai perjanjian namun harus ada perjanjian awalnya sebagai “perjanjian payung” yang mengatur ketentuan umumnya dan dokumen aslinya ditandatangani oleh para pihak.17

Kredit dengan jaminan Purchasing Order merupakan salah satu alternatif mendapatkan modal untuk menjalankan usaha Khususnya kredit yang diperuntukkan untuk modal kerja.

Sebab lembaga perbankan pun saat ini sudah menyediakan banyak pilihan kredit. Mulai kredit investasi, modal kerja, atau bahkan factoring. Jenis kredit ini

16

Mempersoalkan Perjanjian Sebagai Senjata Untuk Melegalkan Pengguna valuta Asing di Indonesia. www.Hukumonline.com,, diakses pada tanggal 26-06-2013, pada pukul 13.00 WIB.

17Apakah Purchasing Order (PO) Bisa Dianggap Sebagai


(27)

biasanya diberikan kepada pengusaha dengan jaminan Purchase Order (PO) surat pemesanan dari si pelanggan.18

Manfaat bagi Dunia usaha dengan adanya pinjaman kredit dengan agunanPurchasing orderini :

a. Membantu mengembangkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah. b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Karena itulah Bank melalui Kredit dengan jaminan Purchasing order ini bermaksud memberikan kemudahan akses yang lebih besar bagi para pelaku usaha yang sudah feasible ( layak) tetapi belum bankable mendapatkan modal usaha. Pinjaman modal usaha ini merupakan alternatif yang cocok bagi dunia usaha dalam pelaksanaan pembiayan proyek yang dimiliki.

Dalam Perjanjian kredit dengan jaminan Purchasing order ini tentu juga memiliki tingkat resiko, apabila dikemudian hari usaha debitur tidak berjalan sesuai apa yang direncanakan atau bangkrut sehingga tidak dapat digunakan sebagai alat pembayaran kembali kredit yang telah diberikan.

Berbeda dengan kredit dengan jaminan kebendaan yang mana jaminan secara yuridis mempunyai fungsi untuk mengkover hutang. Oleh karena itu, jaminan di samping faktor-faktor lain (watak, kemampuan, modal, jaminan dan kondisi ekonomi), dapat dijadikan sebagai sarana perlindungan untuk para kreditur dalam

18Cara Mendapatkan Investor, http://irfakdarojatii.blogdetik.com/2012/03/16/cara-mendapatkan-investor, Diakses pada tanggal 26-06-2013 pada pukul 13.00 WIB.


(28)

kepastian atau pelunasan utang calon debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur.19

Menurut Sutarno, Jaminan kredit berfungsi untuk memberikan hak dan

kekuasaan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan barang-barang jaminan tersebut bila debitur tidak melunasi utangnya pada waktu yang ditentukan.

Sementara Suyanto menyatakan bahwa kegunaan jaminan kredit adalah : a. Memberikan hak dan kekuasaan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan

dari agunan apabila debitur mengalami cidra janji, yaitu untuk membayar kembali utangnya pada waktu yang ditetapkan dalam perjanjian.

b. Menjamin agar Debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usahanya atau proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaan dapat dicegah atau sekurang-kurangnya kemungkinan untuk berbuat demikian dapat diperkecil.

c. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya, khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui agar debitur dan/atau pihak ketiga yang ikut menjamin tidak kehilangan kekayaan yang dijaminkan kepada Bank.

Adanya jaminan tersebut memang sangat diinginkan oleh kreditur, karena dalam suatu perikatan antara kreditur dan debitur, pihak kreditur mempunyai

19 Fungsi Jaminan, http://humaam-think.blogspot.com/2010/05/fungsi-jaminan.html. diakses


(29)

kepentingan bahwa debitur dapat memenuhi kewajibannya dalam perikatan tersebut.20

Yang termasuk dalam jaminan kebendaan antara lain adalah hak gadai, hak tanggungan dan hak fidusia. Menurut Stein dalam bukunya J. Satrio menyatakan bahwa pada waktu permulaan KUHPerdata memang lembaga jaminan gadai dan hipotek sudah cukup memenuhi kebutuhan praktek penjaminan pada masa itu, lalu lintas kredit belum berkembang.

Sehubungan terhadap agunan dalam dunia perbankan dewasa ini telah berkembang pula pemberian kredit dengan agunan Purchasing Order, ini diberikan untuk tujuan kepentingan dunia usaha. Apabila kita telusuri perkembangan Kredit dengan jaminanPurchasing order ini didalam masyarakat maka dimasa mendatang, jenis kredit ini akan berkembang dengan lebih pesat dan cepat dalam dunia perekonomian karena merupakan hal yang sangat diperlukan oleh para pelaku usaha kususnya yang memiliki keterbatasan atas modal untuk dapat menjalankan usahanya supaya dapat berjalan dan berkembang.

Walau meskipun pemberian kredit dengan jaminan Purchasing order

memiliki tingkat resiko tetapi kredit dengan agunan Purchasing order ini dapat memberikan banyak manfaat dan keuntungan baik bagi perbankan selaku kreditur, maupun pihak para pelaku usaha dalam hal ini selaku debitur, antara lain :

Manfaat kredit bagi Debitur antara lain :

20 Ocy Hoe Tiong, Fiducia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Ghalia Indonesia,


(30)

a. Dapat memberikan keuntugan usaha dengan adanya tambahan modal dan berkembangnya usaha.

b. Dapat Menjalankan usahanya karena telah mendapatkan dukungan dana dari kredit yang telah diberikan oleh kreditur.

Sedangkan bagi Kreditur yaitu ;

Pemberian kredit tentunya mempunyai tujuan tersendiri dalam pemberian kredit tersebut, namun tentu tujuan utamanya yaitu untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut. Hal tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh Bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah. Keuntungan ini penting untuk kelangsungan hidup bank.21

Dalam Era Undang-undang Nomor 14 tahun 1967 tentang perbankan, industri perbankan Indonesia sangat collateral oriented. Hal ini disebabkan oleh ketentuan dalam Pasal 24 Undang-undang Nomor 14 tahun 1967 secara tegas menentukan bahwa bank umum tidak memberikan kredit tanpa jaminan kepada siapapun juga. Ketentuan Pasal ini telah menciptakan orientasi bank yang bukan lebih mengutamakanfeasibilitydari proyek atau usaha nasabah tetapi lebih mengutamakan kecukupan agunan.

Sering kali proyek atau usaha-usaha yang feasible ditolak permohonan kreditnya hanya karena calon nasabah debitur tidak menyediakan agunan (tambahan) yang cukup. Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan

21Manfaat Pemberian kredit, http://infoperbankan.blogspot.com/2011/07/manfaat-pemberian-kredit.html,Diakses pada tanggal 26-06-2013, pada pukul 13.00 WIB.


(31)

undang-undang Nomor 10 tahun 1998, ingin mengubah orientasi bank ini. Bahkan memberikan kelonggaran kepada nasabah dalam hubungannya dengan kesulitan nasabah untuk dapat menyerahkan agunan .22

Dalam Pasal 8 Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan menyatakan dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan yang dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Jadi kepercayaan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur adalah yang merupakan hal penting, sedangkan agunan hanya unsur pendukung bukan unsur utama dalam pemberian kredit.

Berdasarkan hal diatas maka kredit dengan agunan Purchasing order dapat menjadi pertimbangan bagi bank dalam memberikan kredit kepada debitur, yang mana pertimbangan tersebut disertai dengan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan yang dimaksud. Sehingga bank mempunyai keyakinan terhadap debitur atas kredit yang diberikan.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka perlu diteliti bagaimana Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur dalam pemberian kredit dengan jaminan


(32)

Purchasing Order, apabila Debitur wanprestasi (Studi perjanjian kredit PT.Bank Mandiri dengan PT.Era Bangun Jaya).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang menjadi fokus pengkajian dalam tesis ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana syarat serta dasar dalam pemberian kredit dengan jaminan

Purchasing Order?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur apabila kredit yang diberikan dengan jaminanPurchasing Orderkepada debitur mengalami wanprestasi ?

C. Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan permasalahan tersebut diatas maka tujuan diadakanya penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisa syarat dan dasar dalam pemberian kredit dengan jaminanPurchasing Order .

2. Untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur apabila kredit yang telah diberikan dengan jaminan Purchasing Order

kepada Debitur mengalami wanprestasi.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Secara teoritis : penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum dalam perlindungan


(33)

kreditur terhadap pinjaman kredit yang diberikan dengan jaminan Purchasing Order.

2. Secara praktis: penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran dan wawasan ilmiah bagi semua pihak baik dalam hal ini Debitur, Perbankan mengenai perkembangan Ilmu pengetahuan hukum khususnya mengenai perjanjian kredit perbankan.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti di perpustakaan Universitas Sumatera Utara khususnya dilingkungan sekolah Pasca Sarjana Studi Magister Kenotariatan, terdapat beberapa penelitian yang berkaitan dengan masalah perkreditan, akan tetapi tidak sama dengan penelitian yang akan dilakukan dengan judul “ Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Terhadap Kredit Dalam Perjanjian Kredit dengan Jaminan Purchasing Order Apabila Debitur Wanprestasi (Studi perjanjian kredit PT. Bank mandiri dengan PT. Era Bangun Jaya)” karena Belum pernah dilakukan dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama terhadap Objek yang sama, maka tesis ini dapat dinyatakan keaslianya dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

Dari penelusuran kepustakaan sementara yang dilakukan bahwa penelitian dengan beberapa judul tesis yang berhubungan dengan topic tesis ini antara lain: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Eva Sartika Siregar, mahasiswa Sekolah


(34)

terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan SK Pegawai Oleh PT.BRI (Persero) kantor Cabang Iskandar Muda Medan”.

Pokok permasalahan dari penelitian ini adalah :

a. Bagaimana Pengaturan dan prosedur pengikatan SK Pegawai Negeri Sipil sebagai Jaminan kredit?

b. Apa faktor pendorong dari pegawai untuk mengambil kredit konsumtif yang disalurkan oleh BRI?

c. Mengapa jaminan kredit konsumtif kepada pegawai berupa penghasilan/ gaji tidak diikat dengan lembaga jaminan berupa gadai?

2. Penelitian yang dilakukan oleh Rina Nizardi, mahasiswa Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dengan Judul “ Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan Deposito Pada PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk kantor Cabang lhokseumawe”.

Pokok Permasalahan dari penelitian ini adalah :

a. Bagaimana Lembaga jaminan dalam pengikatan deposito sebagai jaminan kredit?

b. Bagaimana pelaksanaan pengikatan deposito yang dijadikan sebagai jaminan kredit pada PT. Bank Mandiri?

c. Bagaimana Upaya yang dilakukan oleh PT. Bank Mandiri dalam penyelesaian pencairan kredit dengan jaminan Deposito?

3. Penelitian yang dilakukan oleh Larisa Muchdani Batubara, Mahasiswa Fakultas hukum Universitas Sumatera Utara, degan judul “ Perlindungan Hukum


(35)

Terhadap Lembaga Perbankan Sebagai Kreditur penerima Hak Jaminan Resi Gudang.”

Pokok Permasalahan dalam Penelitian ini adalah:

a. Bagaimana Perkembangan Sistem Resi Gudang dalam pemberian kredit dengan jaminan Resi Gudang oleh perbankan Indonesia?

b. Apa saja hambatan yang dihadapi oleh Bank (Kreditur) sebagai pemegang Hak Jaminan Resi Gudang?

c. Bagaimana perlindungan hukum bagi bank sebagai kreditur penerima Hak Jaminan Resi Gudang?

4. Penelitian yang dilakukan oleh Patricia Imelda Hutabarat, Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Analisis Yuridis Terhadap pemberian Kredit Wirausaha Tanpa Agunan pada PT. Bank Artha Graha Internasional, TBK, Cabang Medan.”

Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah :

a. Bagaimana pengaturan pemberian kredit oleh Bank secara umum dan menurut ketentuan PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk?

b. Bagaimana peran Direktur Kepatuhan dan penerapan good corporate

gonernancepada Bank.

c. Bagaimana pelaksanaan pemberian kredit wirausaha tanpa agunan pada PT.Bank Artha Graha Internasional, Tbk ditinjau dari prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit?


(36)

5. Penelitian yang dilakukan oleh Iliana, mahasiswa Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap kreditur Dalam perjanjian kredit Tanpa Agunan (Studi pada Bank-Bank Swasta di Kota medan).”

Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah :

a. Bagaimana kriteria penilaian yang dipergunakan kreditur sebagai syarat pemberian kredit tanpa agunan?

b. Bagaimana tingkat keberhasilan dan kegagalan kreditur dalam memperoleh pengembalian kredit tanpa agunan.

c. Bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur dalam penyelesaian sengketa atas kredit macet yang terjadi dalam perjanjian kredit tanpa agunan?

F. Kerangka Teori dan Konsepsional 1. Kerangka Teori

Setiap penelitian haruslah selalu disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis, hal ini disebabkan karena adanya hubungan timbal balik antara teori dengan kegiatan-kegiatan pengumpulan data, konstruksi data, pengolahan data dan analisis data.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah teori adalah23:

a. Logis dan konsisten, yaitu dapat diterima oleh akal yang sehat dan tidak adanya hal-hal yang saling bertentangan dalam kerangka pemikiran itu.


(37)

b. Teori terdiri dari pernyataan-pernyataan yang mempunyai interrelasi yang serasi mengenai gejala tertentu.

c. Pernyataan didalam sebuah teori mencakup semua unsur-unsur dari gejala yang termasuk ruang lingkupnya.

d. Tidak boleh terjadi duplikasi dalam pernyataan-pernyataan itu e. Teori harus dapat diuji kebenarannya secara emppiris.

Keberadaan teori dalam dunia ilmu pengetahuan sangat penting karena teori merupakan konsep yang akan menjawab suatu masalah. Teori oleh kebanyakan ahli dianggap sebagai sarana yang memberi rangkuman bagaimana memahami suatu masalah dalam setiap bidang ilmu pengetahuan.24

Teori bukanlah pengetahuan yang pasti, tetapi harus dianggap sebagai petunjuk untuk analisis dari hasil penelitian yang dilakukan.25

Beberapa pakar ilmu pengetahuan memberikan definisi tentang teori, yaitu sebagai berikut :

1. Fred N. Kerlinger menguraikan teori adalah sekumpulan konstruksi (konsep, definisi, dan dalil) yang saling terkait yang menghasilkan suatu pandangan secara sistematis tentang fenomena dengan menetapkan hubungan diantara beberapa variable, dengan maksud menjelaskan dan meramalkan fenomena.

2. Brait Waite mengemukakan bahwa teori adalah sekumpulan hipotesis yang membentuk suatu deduktif, yaitu yang disusun sedemikian rupa sehingga dari

24Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia,2004, hal 113.

25 Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 1997, hal 21.


(38)

beberapa hipotesis yang menjadi dasar pemikiran beberapa hipotesis, semua hipotesis lain mengikutinya.

3. Menurut Jack Gibbe, teori adalah sekumpulan pernyataan yang saling berkaitan secara logis dalam bentuk penegasan empiris mengenai sifat-sifat dari kelas-kelas yang tak terbatas dari berbagai kejadian atau benda.

4. S.Nasution mengemukakan teori adalah susunan fakta-fakta yang saling berhubungan dalam bentuk sistematis, sehingga dapat dipahami fungsi dan peranan teori dalam penelitian ilmiah adalah mengarahkan, merangkum pengetahuan dalam system tertentu, serta meramalkan fakta.

5. Kartini Kartono menyatakan bahwa teori adalah suatu prinsip umum yang merumuskan untuk menerangkan sekelompok gejala-gejala yang saling berkaitan.26

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.27

Kerangka teori itu akan digunakan sebagai landasan berfikir untuk menganalisa permasalahan yang dibahas dalam tesis ini. Terutama tentang masalah Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur dalam pemberian kredit dengan jaminan

Purchasing Order, apabila Debitur wanprestasi (Studi perjanjian kredit PT.Bank Mandiri dengan PT.Era Bangun Jaya).

26Marwan Mas.Op,Cit, hal 113.


(39)

Kerangka teori yang akan digunakan dalam pembahasan teori ini adalah berdasarkan teori perlindungan hukum.

Menurut Fitzgerald, dia menjelaskan teori perlindungan hukum Salmond bahwa hukum bertujuan mengintegrasi dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan dilain pihak.28

Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi.29

Philipus M.Hadjon membagi bentuk perlindungan hukum menjadi 2 (dua) bagian, yaitu :

1. Perlindungan hukum yang preventif.

Perlindungan hukum ini memberikan kesempatan kepada rakyat untuk mengajukan keberatan (inspraak) atas pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Sehingga perlindungan hukum ini bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa dan sangat besar artinya bagi tindak pemerintah didasarkan pada kebebasan bertindak. Dengan adanya perlindungan hukum yang preventif ini mendorong pemerintah untuk berhati-hati dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan asas freies ermessen, dan

28Satijipto Raharjo, Ilmu hukum, Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 2000,hal. 53.


(40)

rakyat dapat mengajukan keberatan atau dimintai pendapatnya mengenai rencana keputusan tersebut.

2. Perlindungan hukum yang represif.

Perlindungan Hukum ini berfungsi untuk menyelesaikan apabila terjadi sengketa. Indonesia dewasa ini terdapat berbagai badan yang secara partial menangani perlindungan hukum bagi rakyat, yang dikelompokkan menjadi 3 (tiga) badan, yaitu :

a. Pengadilan dalam lingkup Peradilan Umum.

Dewasa ini dalam prakek telah ditempuh jalan untuk menyerahkan suatu perkara tertentu kepada peradilan umum sebagai perbuatan melawan hukum oleh penguasa.

b. Instansi pemerintah yang merupakan lembaga banding administrasi penanganan perlindungan hukum bagi rakyat melalui instansi pemerintah banding terhadap suatu tindakan pemerintah oleh pihak yang merasa dirugikan oleh tindakan pemerintah tersebut. Instansi pemerintah yang berwenang untuk merubah bahkan dapat membatalkan tindakan pemerintah tersebut.

c. Badan-badan khusus.

Merupakan badan yang terkait dan berwenang untuk menyelesaikan suatu sengketa. Badan-badan khusus tersebut antara lain adalah Kantor urusan


(41)

perumahan, Pengadilan kepegawaian, Badan sensor film, panitia urusan Piutang Negara, serta Peradilan Administrasi Negara.30.

Dalam hal Perlindungan hukum ini, timbul hak dan kewajiban bagi kreditur dan debitur sehingga masing-masing dari para pihak baik debitur maupun kreditur aman dalam pelaksanaan kepentingannya. Karena adanya jaminan perlindungan hukum yang menyebabkan kepastian mendapatkan apa yang menjadi hak dan kewajiban dari masing-masing pihak.

Dalam pemberian pinjaman kredit dengan agunan Purchasing Order, pihak kreditur lebih mengutamakan feasibility dari debitur, yang mana kreditur harus menganalisa kemampuan dari debitur terlebih dahulu baik terhadap kemampuanya, dan kemampuan perusahaan milik debitur dalam menjalankan proyeknya, yang akan berdampak kemampuan debitur dalam mengembalikan kredit yang telah diberikan oleh kreditur.

Terhadap kredit yang telah diberikan, kreditur semestinya mendapat perlindungan hukum dari kredit yang telah diberikannya terhadap debitur. Seperti juga halnya dengan pinjaman kredit yang diberikan dengan pengikatan harta dari debitur sebagai jaminan pada umumnya yang mana kreditur memiliki hak eksekusi terhadap benda yang telah dijaminkan dalam pengikatan kredit seperti Hak Tanggungan, Fidusia, Gadai, Hipotik, dan pembiayaan lainnya.

30

Philipus M.hadjon, Perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia; Sebuah studi tentang prinsip-prinsip, penanganannya oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, Surabaya : PT Bina Ilmu,1987, hal. 2-5.


(42)

2. Konsepsional

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori observasi, antara abstrak dengan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.31

Beberapa definisi operasional dalam penulisan ini perlu dirumuskan antara lain sebagai berikut :

1. Kreditur adalah pihak yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-undang32

2. Debitur adalah pihak yang mempunyai utang karena perjanjian atau Undang-undang.

3. Wanprestasi adalah dapat diartikan sebagaitidak terlaksananya prestasi karena kesalahan debitur baik karena kesengajaan atau kelalaian.

4. Purchasing Order adalah : Sebuah catatan yang berisi rincian pesanan untuk

barang yang telah ditempatkan denganvendor.33

5. Watak adalah kepribadian, moral, dan kejujuran pemohon kredit. Apakah ia dapat memenuhi kewajibanya dengan baik, yang timbul dari persetujuan kredit yang akan diadakan.34

31Samadi Suryabrata,Metodologi Penelitian,Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1998, hal. 31.

32Tan Kamelo, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan

Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara., Disertasi, PPs-USU, Medan, 2002, hal. 32.

33http://id.termwiki.com/ID:purchase_order_%28po%29, Diakses pada tanggal 26-06-2013, pada pukul 13.00 WIB.

34

.Mariam Darus Badrulzaman, Bab-bab Tentang Credit Verband, Gadai dan Fidusia


(43)

6. Kemampuan adalah, kemampuan mengendalikan, memimpin, menguasai bidang usahanya, kesungguhan, dan melihat perspektif masa depan, sehingga usaha pemohon berjalan dengan baik dan memberikan untung (rendabel)

7. Jaminan (Collateral) adalah kekayaan yang dapat diikat sebagai jaminan, guna kepastian pelunasan dibelakang hari, kalau penerima kredit tidak melunasi hutangnya.

8. Bunga adalah kerugian yang dibayar untuk pemakaian Uang. 9. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan.

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat penelitian

Penelitian ini bersifat Preskriptif analisis, Bersifat Preskriptif dengan mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan-aturan, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum35. Karena menggambarkan kajian hukum terhadap perlindungan lembaga perbankan sebagai kreditur penerima jaminan

Purchasing order.

Bersifat analitis maksudnya bahwa penelitian ini tidak hanya memaparkan apa yang telah diteliti, akan tetapi juga dianalisis terhadap aspek hukum berdasarkan Undang-undang perbankan.

2. Metode Pendekatan.

Secara Etimologi metode diartikan sebagai jalan atau cara melakukan atau mengerjakan sesuatu, metode berasal dari bahasa yunani “ Methodos” yang artinya


(44)

“jalan menuju”, bagi kepentingan ilmu pengetahuan, metode merupakan titik awal menuju proposisi-proposisi akhir dalam bidang pengetahuan tertentu.36

Metode pendekatan dalam penelitian ini dilakukan melalui pendekatan Historis yaitu pendekatan yang dilakukan dalam kerangka pelacakan sejarah lembaga hukum dari waktu ke waktu. Pendekatan ini sangat membantu peneliti untuk memahami filosofi dari aturan hukum dari waktu kewaktu. Disamping itu, melalui pendekatan demikian peneliti juga dapat memahami perubahan dan perkembangan filosofi yang melandasi aturan hukum tersebut.37 Maksudnya adalah untuk mengetahui apakah perkembangan pemberian Kredit dengan jaminan Purchasing order ini telah sesuai dengan aturan hukum yang ada.

Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian Yuridis empiris, karena penelitian ini menitik beratkan pada penelitian lapangan yang menjelaskan situasi serta hukum yang berlaku dalam masyarakat secara menyeluruh, sistematis, factual, akurat mengenai, fakta-fakta dan dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dokumen-dokumen berbagai teori.38

3. Sumber Data Penelitian

Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari : a. Bahan Hukum Primer.

36

Bahder Johan Nasution,Metode Penelitian Hukum, Bandung : Mandar maju, 2008, hal 13. 37Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit.,hal 126.

38Ibrahim Johni,Teori dan metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media Publishing, Malang, 2005, hal. 336.


(45)

Yaitu Peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berhubungan dengan Jaminan proyek yang dapat dinilai dengan uang dalam hal ini adalah

Purchasing Order, antara Lain : Undang-undang Nomor 7 tahun 1992

sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang pemberian kredit dalam perbankan nasional, Undang-undang Hak Tanggungan No 4 Tahun 1996, KUH Perdata.

b. Bahan Hukum Sekunder.

Terutama adalah buku teks karena buku teks berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan klasik para sarjana yang mempunyai klasifikasi tinggi.39

Bahan hukum skunder tersebut adalah sebagai berikut :

1. Buku-buku Literatur atau bacaan yang menjelaskan mengenai perlindungan hukum terhadap kreditur.

2. Pendapat ahli yang berkompeten dengan penelitian peneliti. c. Bahan Hukum Tersier

Yaitu bahan yang memberikan informasi lebih lanjut mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum,internet, dan lain-lain.

4. Teknik dan Alat Pengumpulan Data.

Metode Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan :

a. Studi Pustaka (library research)

39 Soerjono Soekanto dan Sri Mulyadi, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tujuan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta,1995, hal.55.


(46)

Metode ini merupakan pengumpulan data yang dilakukan dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisa literature/ sumber bacaan berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen tertulis dan sumber lain yang relevan dengan penulisan tesis ini.

b. Wawancara

Untuk melengkapi data dan memastikanya dengan praktek yang terjadi di lapangan, dalam hal penelitian tesis ini dilakukan dengan wawancara guna memperoleh data dari informan / narasumber mengenai Perlindungan hukum terhadap kreditur dalam pemberian kredit dengan jaminan Purchasing Order, apabila debitur wanprestasi (studi perjanjian kredit PT. Bank Mandiri dengan PT. Era Bangun Jaya) dengan membuat daftar pertanyaan sebagai pedoman wawancara kepada informan. Wawancara dilakukan kepada :

1) Bagian Kredit PT. Bank Mandiri. 2) Komisaris PT Era Bangun Jaya

5. Analisis Data.

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurut data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditentukan tema dan dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.40

Dalam melakukan penelitian ini dilakukan dulu penelitian terhadap data-data primer dan data sekunder yang diperoleh dari penelitian lapangan dan pustaka diklasifikasikan dan disusun secara sistematis sehingga dapat dijadikan acuan dalam


(47)

melakukan analisis. Selanjutnya data primer dan data sekunder yang telah disusun dan digunakan sebagai sumber dalam penyusunan tesis ini kemudian dianalisa secara kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif yaitu mengenai perkembangan dalam pemberian kredit dalam dunia perbankan serta bagaimana perlindungan hukumnya bagi lembaga perbankan sebagai kreditur penerima jaminan berupa


(48)

BAB II

SYARAT DAN DASAR PEMBERIAN KREDIT DENGAN

JAMINANPURCHASING ORDER

A. Tinjauan Umum Tentang Jaminan

Kredit adalah sebuah kepercayaan (trust). Dengan demikian pemberian fasilitas kredit haruslah berdasarkan suatu kepercayaan, yaitu fasilitas yang diberikan tersebut digunakan untuk tujuan yang sesuai dengan permohonan calon debitur. Bagi bank (kreditur), pemberian fasilitas kredit tersebut dapat kembali aman dan menguntungkan. Arus dasar dalam pemberian kredit demikian merupakan suatu keniscayaan dalam dasar-dasar pemberian fasilitas kredit.

Dalam kaitannya dengan fasilitas pemberian kredit, analisa terhadap fakta dan data yang menyertai debitur dalam mengajukan permohonanya merupakan bagian dari faktor-faktor yang mendukung analisa dan kesimpulan bahwa terdapat “Jaminan” suatu fasilitas kredit yang diberikan dapat kembali dengan menguntungkan. Oleh karena itu, terdapat pendapat bahwa “jaminan” adalah “keyakinan” kreditur bahwa kredit yang diberikan dapat kembali dengan tepat waktu. Dengan kata lain, istilah “jaminan” yang diistilahkan dengan “ jaminan pemberian kredit” diartikan sebagai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.

1. Perkembangan kredit Dalam Dunia Perbankan.

Dalam dunia perbankan Pemberian suatu fsilitas kredit yang diberikan oleh bank yang satu dengan yang lain nyaris sama. Bukan hanya karena ketentuan yang


(49)

dijadikan acuan dalam pemberian kredit adalah sama, tetapi juga karena tradisi pemberian kredit nyaris tidak mengalami perubahan.

Diakui memang dengan adanya tingkat persaingan usaha perbankan yang semakin ketat telah mendesak “platform” tahapan pemberian kredit kepada suatu keadaan yang menguntungkan kreditur. Ketatnya persaingan antar bank tersebut telah memberikan dorongan keberanian bank untuk “take a risk” atas berbagai resiko termasuk resiko hukum. Hal ini didorong oleh keadaan pasar yang semakin menyudutkan lembaga perbankan pada suatu persaingan yag tidak sehat. Pada satu sisi bank diminta untuk mengedepankan prinsip kehati-hatian / prudential banking, disisi lain terdapat tuntutan pasar yang semakin longgar.

Longgarnya tuntutan pasar ini antara lain diakibatkan adanya “penjualan informasi” oleh calon debitur atau yang telah menjadi debitur. Debitur yang telah mendapatkan penawaran fasilitas kredit dari bank lain dengan term and condition

tertentu, dijual kepada bank lain (pesaing bank yang telah menawarkan fasilitas kredit tersebut), dengan cara meminta fasilitas kredit dari bank lain dengan syarat dan ketentuan yang lebih ringan dari syarat dan ketentuan sebelumnya. Demikian seterusnya, pihak debitur akan menjual informasi-informasi tersebut kepada bank-bank lain dengan permintaanterm and conditionyang semakin ringan.

Pada saat tertentu sampailah pada suatu bank “ dengan pertimbangan tertentu” untuk menerima syarat dan ketentuan yang sangat ringan, termasuk menerima permintaan nasabah atas permohonan fasilitas kredit yang diminta dengan persyaratan, antara lain tanpa adanya jaminan yang diikat secara yuridis sempurna.


(50)

Bank terakhir yang menerima permohonan nasabah tersebut pada hakikatnya telah menerima suatu pemberian fasilitas kredit dengan mengurangi prinsip kehati-hatian /

prudential bankingberarti juga telah memperbesar posisitake a risk.

Pada sisi lain, ketika funding sedemikian besar, yang artinya rate cost

semakin tidak efisien, maka satu2nya cara lembaga perbankan untuk mendapatkan suatu profit adalah penggunaanfunding untuk secara efisien disalurkan dalam bentuk kredit. Bagi lembaga2 perbankan yang berfungsi juga sebagaiagent of development , juga dituntut tidak hanya melakukan bisnis dengan profit oriented, tetapi sebagai

agent of development mewajibkan bank untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang

mendukung program pemerintah.41

2. PengertianPurchasing Order FinancingdanInvoice Financing.

PembiayaanReceivable Financingini direalisasikan atas dasar42:

1. Purchasing Order Financing(PO)Financing.

Purchasing Order Financing adalah pembiayaan yang dilakukan dengan adanya

PO atau dokumen lain yang berfungsi serupa dari daftar pembeli.yang merupakan dokumen komersial yang diterbitkan oleh pembeli kepada penjual yang menunjukkan pemesanan suatu barang maupun jasa.

2. Invoice Financing.

41

Try Widiyono, Agunan Kredit dalam Financial Enggineering, Ghalia Indonesia Jakarta, Mei 2009, hal 1.

42 Wawancara dengan Bapak Ngr, Account Officer bank mandiri, pada tanggal 7-9-2013, pada pukul 10.00 WIB.


(51)

Merupakan Pembiayaan yang dilakukan oleh bank untuk percepatan pembayaran tagihan oleh daftar pembeli atas penjualan barang/ jasa yang telah dilakukan oleh penjual kepada pembeli. Invoice terbit setelah adanya PO. Invoice Financing

merupakan Kredit modal Kerja yang tujuannya untuk percepatan collection/ tagihan/piutang dagang.43

Pada umumnya dalam transaksi jual beli untuk penyerahan dan pembayaran atas barang yang dibeli terjadi dalam waktu yang sama. Hal ini berarti modal kerja atau modal usaha si penjual cepat diperolehnya kembali dan langsung dipakai untuk perputaran bisnis selanjutnya. Namun dalam hal ini tidak jarang pelaksanaan pembayaran dari pembeli itu baru dapat ditunaikan berdasarkan kesepakatan diantara mereka dalam tenggang waktu tertentu, misalnya sekitar dua sampai empat bulan berikutnya.

Kondisi sebelum dilaksanakannya pembayaran dari pihak pembeli tersebut akan melahirkan konsekuensi timbulnya hak tagih dari pihak penjual sehingga keadaan ini disebut masa penagihan (Collection period). Hak tagih atas piutang ini dalam dunia ekonomi dikenal sebagai piutang dagang (Account Receivable).

Lamanya masa penagihan atau tenggang waktu didalam pelaksanaan pembayaran dan besarnya piutang dagang yang terjadi akan mengurangi kemampuan penjual mengembangkan omzetnya, yaitu jumlah total penjualan. Penjual dalam keadaan ini sangat membutuhkan tambahan dana modal kerja, guna mencukupi kebutuhan besarnya perputaran usaha dan akibat lamanya jangka waktu pembayaran


(52)

piutang dagang tersebut. Periode menunggu pembayaran dari pelaksanaan pembayaran dapat menimbulkan permasalahan “cash flow” atau terhambatnya aliran dana dari kas penjual, dengan kata lain si penjual tidak lagi mempunyai uang tunai untuk membiayai usahanya pada waktu-waktu tertentu44.

Disisi pembeli saat menerima barang atau jasa yang dibeli, maka dia berkewajiban untuk segera memberikan pembayaran atau minimal memberikan janji melakukan pembayaran dalam tenggang waktu tertentu yang telah disepakati. Bentuk dokumen yang melengkapi syarat adanya pembayaran ini umumnya dari pihak pembeli perlu menandatangani bukti penerimaan “ barang yang dibeli “ di atas

Delivery Order ( disingkat DO atau bukti dokumen barang keluar dari gudang)

maupun Berita Acara Serah Terima ( BAST) yang ditandatangani oleh pembeli, yang biasanya dilengkapi dengan identitas barang yang termuat dalam Invoice atau

Facture, sekaligus juga menyerahkan janji pelaksanaan pembayaran berjangka dalam wujud piutang atas nama berupa penyerahanChequeatau bilyet giro yang bertanggal mundur sebesar nilai transaksi yang disepakati sebagai nominal pembayaran.

Tuntutan dari persaingan bisnis dan kondisi pasar pembeli (buyer’s market) memberi peluang kepada pembeli untuk selalu mendapat kelonggaran jangka waktu pelaksanaan pembayaran. Keadaan ini menyebabkan piutang dagang yang bertanggal mundur makin umum dan lazim terjadi dalam praktek bisnis dewasa ini. Fenomena ini berarti kemudahan bagi pihak pembeli, akan tetapi di sisi lain hal ini akan mengaharuskan penjual menyediakan modal kerja usaha yang cukup memenuhi 44 Wawancara dengan Ibu Roliesca, Komisaris PT. Era Bangun Jaya, pada tanggal 10-09-2013, pada pukul 10.00. WIB.


(53)

perputaran usaha yang diakibatkan modal yang tertanam dalam tagihan piutang dagang yang belum jatuh tempo dan mengurangi kemampuan penjual membiayai kegiatan bisnis selanjutnya, dan untuk menambah penyediaan jumlah modal kerjanya penjual dapat menempuh macam-macam cara, diantaranya melalui pembiayaan yang berasal dari pinjaman. Namun prosedur pemberian pinjaman pada umumnya dari pihak pemberi pinjaman selalu mensyaratkan adanya agunan (Collateral) atau jaminan yang dapat dicairkan atau diuangkan, Jikalau terjadi kegagalan dalam pinjaman tersebut.

Apabila penjual tidak mau ataupun tidak mampu menyerahkan agunan atau jaminan sebagai persyaratan adanya pinjaman. Dalam hal ini yang dipunyai penjual dari transaksi jual beli hanyalah piutang dagang yang dilengkapi dokumen pendukung berupa Invoice/ faktur, Delivery Order ( DO) dan/ atau dilengkapi juga dengan cheque atau bilyet giro dari pembeli. Penjual dalam hal ini mengalami problemcash flow atau tertundanya aliran dana dari kasnya penjual. Solusi bagi penjual untuk mengatasi hal itu adalah diperlukan suatu fasilitas keuangan dengan tujuan membiayai Piutang dagang.45Juga membiayai Proyek berdasarkan PO dari Pembeli.

3. Kredit Dengan Agunan Receivable Financing ( Purchasing Order Financing

danInvoice financing ).

Di tengah Krisis ekonomi dunia, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap tumbuh. Pertumbuhan terutama bersumber dari perekonomian domestik dengan peran investasi yang semakin meningkat. Oleh karena itu guna melengkapi produk pembiayaan lokal dengan mempertimbangkan peluang pasar, Bank dalam hal ini

45Rinus Pantouw, Hak Tagih Factor Atas Piutang Dagang, Kencana Perdana media Group


(54)

Bank Mandiri memandang perlu meluncurkan suatu produk pembiayaan kredit yang disebut denganReceivable Financing.

Receivable Financing merupakan kredit modal kerja, yaitu kredit yang

diberikan untuk kepentingan kelancaran modal kerja nasabah, jadi kredit ini sasarannya untuk membiayai biaya operasi usaha nasabah, kredit bank digunakan untuk membeli bahan dasar, alat-alat bantu, maupun membayar biaya lainya.46

Receivable Financing adalah pembiayaan perdagangan (trade financing)

kepada nasabah yang bertindak sebagai pihak penjual (seller) dalam pembahasan ini yaitu PT. Era Bagun Jaya, yang mengadakan kerjasama dengan perusahaan pemberi pekerjaan /Boughersebagai pembeli (buyer) dalam rangka :

a. Persiapan pengiriman barang (Pre Delivery financing atau PO Financing) atas pemesanan barang dari daftar pembeli untuk membiayai antara lain :

1. Pembelian bahan baku dan/ atau

2. Pengeluaran ongkos produksi atau persiapan penggiriman barang lainnya, dan/atau

3. Pengadaan barang untuk dijual kembali.

Dalam rangka memenuhi suatu pesanan (Order) transaksi perdagangan lokal (diwilayah Indonesia) dan / atau

b. Percepatan pembayaran tagihan dari Daftar pembeli (post delivery financingatau

Invoice Financing) atas penjualan barang / jasa transaksi perdagangan lokal (diwilayah Indonesia).


(55)

B. Aplikasi Permohonan Kredit Sebagai Acuan Perjanjian Kredit Dalam Kredit DenganPurchasing Order FinancingdanInvoice Financing.

Pada Umumnya, suatu failitas kredit dimintakan permohonnanya oleh debitur (calon debitur) terlebih dahulu sebelum analisa dilakukan oleh bank, tetapi dalam kasus-kasus tertentu, analisa kredit dibuat mendahului adanya permohonan dari calon debitur. Hal demikian jika berdasarkan pengamatan dan penilaian bank, calon debitur tersebut mempunyai potensi yang baik untuk diberikan fasilitas kredit. Adapun data-data yang dijadikan dasar analisis pendahuluan ini biasanya diperoleh dari data-data-data-data nasabah yang terdapat pada public folder atau internet milik calon debitur. Namun, untuk selanjutnya jika offering latter dari bank dalam permohonan diterima oleh calon debitur, maka kepada yang bersangkutan tetap dimintakan untuk mengajukan fasilitas kredit.

Adapun surat permohonan mendapatkan kredit berisi antara lain47: 1. Identitas nasabah

2. Bidang usaha nasabah

3. Jumlah kredit yang dimohonkan 4. Tujuan Pemakaian kredit

Disamping surat permohonan tersebut, masih diperlukan data-data lain yang dapat menunjang permohonan nasabah seperti sebagai berikut ;

1. Susunan pengurus perusahaan nasabah

2. Laporan keuangan ( neraca dan perhitungan laba / rugi )

47Wawancara dengan Bapak Ngr, Account Officer Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol, pada tanggal 7-9-2013, pada pukul 10.00 WIB


(56)

3. Perencanaan proyek yang akan dibiayai dengan kredit 4. Barang jaminan yang dapat digunakan

5. Dan lain-lain

Permohonan Fasilitas kredit seyogianya ditandatangani oleh calon debitur sesuai kewenangan dari calon debitur tersebut. Dalam hal calon debitur adalah berupa badan, maka calon debitur tersebut sesuai dengan kewenangan badan yang bersangkutan sebagaimana terdapat dalam anggaran dasarnya.

Dalam praktik perbankan, sebagian besar permohonan kredit yang idealis tersebut (permohonan kredit yang telah ditandatangani oleh calon debitur sesuai kewenangan dalam Anggaran Dasar) belum dapat dipenuhi sehingga untuk meminimalisasi resiko hukum tersebut, maka fungsi SPPK (yang sebelumnya merupakan Surat Pemberitahuan Persetujuan Kredit), maka kini terdapat bank besar yang mengubah fungsi “persetujuan” menjadi “penawaran” sehingga SPPK diartikan sebagai Surat Penawaran Pemberian Kredit, sehingga konotasi hukumnya pada saat SPPK dibuat oleh bank, dapat diartikan sebagai offering.

Perubahan tersebut secara hukum telah mengubah konstruksi hukum yang luas, antara lain untuk menutup kekurang sempurnaan atas persetujuan kredit dari debitur, dimana persetujuan tersebut dapat diartikan sebagai telah terjadinya kesepakatan karena persetujuan tersebut merupakan tanda persetujuan atas permohonan debitur. Dalam hal demikian, maka permohonan tersebut merupakan dasar adanya persetujuan bank, yang berarti permohonan tersebut harus / wajib


(57)

ditandatangani oleh calon debitur yang berwenang (jika suatu badan, kewenagan tersebut dapat dilihat dalam anggaran dasar perusahaan yang bersangkutan)

Permasalahan juga timbul berkenaan dengan pengertian permohonan kredit. Hal ini penting karena menyangkut tata cara dan prosedur yang harus dipenuhi dalam permohonan kredit sebagaimana diuraikan diatas, termasuk menyangkut kewenangan bertindak.

Sebagai gambaran, permohonan kredit yang utama meliputi : 1. Permohonan baru

2. Permohonan kenaikan Limit 3. Permohonan Restrukturisasi

4. Permohonan perpanjangan fasilitas kredit.

Batasan mengenai makna permohonan kredit adalah hal yang sangatesensial. Karena dokumen permohonan kredit tersebut wajib ada dan untuk perseroan, maka perseroan tersebut pada dasarnya harus mendapatkan persetujuan dari komisaris dan/ atau RUPS sesuai anggaran dasar perseroan. Oleh karena itu, jika suatu permohonan diklasifikasikan sebagai permohonan kredit, maka permohonan tersebut wajib memenuhi kewenangan bertindak dari subjek hukum yang bersangkutan.

Jika kita menganut asas Prudential banking, maka seluruh permohonan yang menyangkut pemberian fasilitas kredit diklasifikasikan sebagai permohonan kredit dan oleh karena itu, harus memenuhi ketentuan kewenangan bertindak dari subyek hukum yang bersangkutan.

Dalam praktik penggolongan, apakah suatu permintaan oleh debitur termasuk permohonan kredit atau bukan, agak sulit. Penggolongan ini diperlukan karena jika permohonan tersebut harus dianggap sebagai permohonan kredit, maka wajib


(58)

memperhatikan kewenangan bertindak sesuai dengan anggaran dasarnya. Seperti untuk melengkapi permohonan tersebut wajib memenuhi persyaratan, misalnya adanya persetujuan dari komisaris dan / atau dari RUPS. Pemenuhan persyaratan itu sering menjadi sulit untuk dipenuhi oleh debitur dengan berbagai alasan. Pemenuhan persyaratan itulah sebenarnya yang menjadi permasalahan utama, pengklasifikasian suatu permohonan merupakan permohonan kredit atau bukan. Jika suatu permohonan kredit ternyata tidak memenuhi persyaratan yang diatur dalam ketentuan anggaran dasar dan ketentuan perundang-undangan, maka permohonan tersebut dapat dianggap (ketika atas permohonan tersebut nantinya disetujui oleh kreditur/bank) pihak debitur telah melakukan perjanjian yang belum memenuhi syarat syahnya perjanjian, yang diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata, yaitu syarat subyektif, yang ancamanya dapat dibatalkan (sekalipun hal tersebut terdapat dalam permohonan kredit).

Jika dicermati, suatu permohonan adalah perbuatan hukum sepihak yang belum mengikat pihak lain. Permohonan tersebut akan mengikat pihak lain jika atas permohonan itu, disetujui oleh kreditur / bank. Dengan konstruksi hukum demikian, maka ketika suatu permohonan kredit ( setelah dianalisa oleh bank ) kemudian diberikan suatu pemberitahuan persetujuan kredit ( SPPK ), maka atas permohonan tersebut, ketika mendapatkan SPPK, telah menjadi kesepakatan antara pihak debitur dan kreditur karena offering yang disampaikan oleh calon debitur telah disetujui oleh kreditur / bank.48

Sebelum Penyaluran kredit kepada debitur / penjual dilakukan Bank selaku kreditur akan melakukan analisa terlebih dahulu dengan tujuan untuk memperoleh


(59)

keyakinan yang didapat berdasarkan data dan fakta. Karena keyakinan tanpa adanya dukungan fakta dan data adalah kecerobohan.

1. Tahapan Prosedur dalam Pembiayaan kredit dengan Jaminan Purchasing Order FinancingmaupunInvoice Financing.

Tahapan Prosedur dalam pembiayaan kredit dengan Purchasing Order financingmaupunInvoice financingadalah sebagai berikut49:

Debitur yang akan meminjam dana kepada bank dengan agunan Purchasing

Order, maupun Invoice financing, terlebih dahulu harus menyerahkan Aplikasi

Receivables Financingyang telah ditandatangani beserta seperangkat dokumen dasar yaitu:

49Wawancara dengan Bapak Ngr, Account Officer bank Mandiri Cabang Imam Bonjol, pada tanggal 7-9-2013, pada pukul 10.00 WIB.

Purchasing Order Financing Invoice Financing

1. Menyerahkan Aplikasi

Receipable Financing

2. MenyerahkanCopy Purchase Orderdari pembeli terpilih atau

Copy Salles Contract/ Agreement

atau dokumen komersial lain yang dapat berfungsi sebagai pemesanan barang/ layanan dengan pembeli terpilih yang masuk dalam daftar pembeli

1. Menyerahkan AplikasiReceivable Financing

2. Bukti Accepted Invoice atau dokumen komersial lainnya yang dapat menunjukkan nasabah sudah dapat membuka piutang (receivables), sementara di sisi pembeli sudah berfungsi sebagai bukti adanya hutang dagang kepada penjual. Dalam hal terdapat PO Financing, Invoice

atau dokumen yang

dipresentasikan mencantumkan instruksi pembayaran ke rekening


(60)

Lebih Jelas mengenai apa yang dimaksud dengan Accepted Invoice dalam permohonan kredit denganInvoice Financing adalah merupakan dokumen yang telah di Akseptasi oleh Perusahan pemberi pekerjaan (Bougher). Akseptasi adalah suatu tanda hutang (pengakuan hutang) dari yang mengeluarkan aksep pada sipemegang aksep dimana yang mengeluarkan berjanji akan sanggup membayar suatu jumlah tertentu pada sipemegang aksep pada suatu waktu tertentu. Kewajiban sipenandatangan aksep tidaklah untuk menanggung pembayaran oleh seorang tertarik, melainkan dirinya sendiri wajib membayar sejumlah uang kepada penerima atau pembawa aksep. Jadi berbeda dengan cek, dan wesel yang merupakan perintah untuk membayar sejumlah uang (betalingsopdracht), aksep merupakan suatu surat sanggup yang berisi kesanggupan atau janji untuk membayar sejumlah uang (betalingsbelofte).

3. Khusus bila per transaksi pemesanan barang nasabah tidak lagi menggunakan Purchase order, maka Copy Sales contract

/ Agreement cukup diserahkan

sekali pada transaksi PO FinancingPertama.

3. Copy dokumen lain, yang dipersyaratkan oleh penjual dalam

Sales Contract / Agreement (jika ada)

4. Khusus untuk presentasi Invoice

yang belum memperoleh akseptasi (Un-accepted Invoice), Disertai dengan bukti pengiriman barang berupa copy dokumen

Goods Receipt atau copy delivery

Order atau copy Berita Acara

Serah Terima (BAST) barang atau

dokumen lainya yang

mengandung tanda terima barang oleh pihak Pembeli yang masuk dalam daftar pembeli.


(61)

Meskipun demikian ketentuan pada pasal 176 KUHD berlaku juga bagi aksep, yaitu beberapa ketentuan wesel mengenai endosemen, hari bayar, hak regres, kadaluarsa, kehilangan perubahan, dan lain sebagainya berlaku pula bagi surat aksep, hanya tidak termasuk mengenai ketentuan sitertarik menyetujuinya (akseptasi) dan mengenai penyediaan dana ditangan seorang tertarik. Ketentuan ayat 1 pasal 177 KUHD menegaskan, si penandatangan aksep adalah terkait seperti si tertarik dalam wesel itu( akseptasi).

Menurut ketentuan dalam pasal 174 KUHD, suatu surat sanggup harus berisikan50: a. keterangan tertunjuk (orderclausule) baik penyebutan surat sanggup, atau

promes kepada tertunjuk, yang dimuat dalam teksnya sendiri, dan diistilahkan dalam bahasa yang dipakai surat tersebut.

b. Kesanggupan tidak bersyarat untuk membayar suatu jumlah tertentu. c. Penetapan hari bayar.

d. Penetapan tempat pembayaran harus dilakukan.

e. Nama pihak atau pihak lain yang ditunjuk oleh surat promes itu untuk mendapatkan pembayaran.

f. Tanggal, dan tempat surat itu ditandatangani. g. Tanda tangan pihak yang mengeluarkan surat itu.

Setelah nasabah menyerahkan Aplikasi Receivables Financing yang telah ditandatangani beserta seperangkat dokumen yang telah disebutkan pada tabel diatas

50 Muhamad Djumhana,Hukum Perbankan di Indonesia. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,


(1)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Adapun yang menjadi kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Syarat dan dasar dalam kredit yang diberikan dengan jaminan Purchasing Order

ini yaitu debitur harus mempunyai pengalaman dan kemampuan yang baik dalam memenuhi spesifikasi pesanan barang/ jasa minimal selama 2 (dua) tahun, dan disertai dengan analisis yang mendalam atas itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan yang dapat dilihat dari prospek usaha nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan yang dimaksud, sehingga bank mempunyai keyakinan terhadap debitur atas kredit yang diberikan.

2. Untuk memberikan perlindungan hukum terhadap kreditur dalam perjanjian kredit dengan Purchasing Order sebagai jaminan, kreditur dapat mengantisipasi segala kemungkinan yang mungkin dapat terjadi dikemudian hari dengan menerapkan mitigasi resikonya dan menggunakan lembaga asuransi dalam mengatasi resiko yang mungkin dapat terjadi karena terdapatnya bahaya/ resiko yang tidak dapat dijangkau oleh sistem pengawasan perbankan.

B. Saran

1. Kredit yang diberikan dengan jaminan Purchasing Order oleh kreditur diharapkan selalu memperhatikan dan menerapkan prinsip kehati-hatian dan


(2)

melakukan analisis kredit secara cermat, teliti serta mendalam dari berbagai aspek berdasarkan prinsip – prinsip yang berlaku secara universal dalam dunia Perbankan yang mengacu pada Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, yang berlaku di Republik Indonesia, yang bertujuan untuk menghindari, mengantisipasi maupun memperkecil kemungkinan terjadinya kredit bermasalah dikemudian hari.

2. Meskipun Bank Telah mengalihkan Resiko kepada pihak Asuransi dalam menanggung resiko, Bank diharapkan tetap harus menerapkan prinsip kehati-hatianya, disertai dengan analisis yang baik disertai dengan mitigasi resikonya, karena Resiko yang ditanggung oleh pihak asuransi adalah tidak sepenuhnya dari nilai kredit yang diberikan oleh Bank, melainkan maximal adalah sebesar 70% dari nilai kredit yang diberikan dan Bank menanggung sisa persentasi resiko dari pertanggungan yang ditanggung oleh Asuransi atas kredit yang diberikan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku :

Abdulkadir Muhammad & Rilda Murniati, Segi hukum lembaga Keuangan dan Pembiayaan, PT. Citra Aditya Bakti,Bandung 2004.

Badrulzaman, Mariam Darus, Penerbit Alumni, Bandung. 1997.

Djumhana, Muhamad, Hukum Perbankan di Indonesia. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 11 februari 1996.

Gunanto, H, asuransi kebakaran Indonesia, Jakarta,1984.

Hermansyah ,Hukum Perbankan Nasional Indonesia,Kencana Predana Media. H.M.N.Poerwosoetjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Seri Hukum

Pertanggungan, Jilid 6, 1983, Cetakan ke-6,

Hadisoeprapto,Hartono : Pokok-pokok hukum perikatan danhukum jaminan Liberty Yogyakarta,1984.

Harsono, Sony Dwi, Prinsip-prinsip dan praktik asuransi, Yayasan Pengembangan Ilmu Asuransi, Jakarta, 1993.

Ismail, Manajemen Perbankan Dari teori menuju Aplikasi (Jakarta : Kencana 2010) .

Iur,R,Soerjatin, Hukum Dagang I,II, Cetakan VI.

Johni, Ibrahim, Teori dan metodologi Penlitian Hukum Normatif, Bayu Media Publishing Malang, 2005

Kamelo,Tan, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan perjanjian di Sumatera Utara., Disertasi, PPs-USU, Medan, 2002.

Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama. 1997.


(4)

M.hadjon,Philipus, Perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia; Sebuah Studi tentang prinsip-prinsip, penanganannya oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum (Surabaya : PT Bina Ilmu,1987)

Moeloeng, Lexy J, Metodologi Penelitian Kuantitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya,1994)

Mariam Darus Badrulzaman, Bab-bab tentang credit verband, Gadai dan fidusia, Alumni bandung,1987.

---,Perjanjian Kredit Bank,Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,1991, Hal,39.

Mas,Marwan,Pengantar Ilmu Hukum(Jakarta: ghalia Indonesia,2004)

Nasroen yasbari & Nina Kurnia Dewi, Penjaminan Kredit , Mengantar UKMK mengakses Pembiayaan. PT. Alumni Bandung 2007.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, jakarta :kencana 2005. Muis, Abdul, Bunga Rampai Hukum Dagang, Cetakan II, 1990.

Nasution,Bahder Johan,Metode Penelitian Hukum, (Bandung :Mandar maju, 2008) Nasroen Yasabari, & Nina Kurnia Dewi, Penjaminan kredit Mengantar UKMK

mengakses pembiayaan, PT. Alumni Bandung 2007.

Pantouw, Rinus, Hak Tagih Factor Atas Piutang Dagang, Kencana Perdana media Group 2006.

Raharjo,Satijipto, ilmu hukum, (Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 2000)

Suryabrata,Samadi,Metodologi Penelitian,(Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1998). Soekanto, Soerjono, Penelitian hukum Normatif, (PT Raja Grafindo Persada

Jakarta,2001)

Seminar Hukumonline Mempersoalkan Perjanjian SebagaiSenjata Untuk Melegalkan Penggunaan Valuta Asing di Indonesia pada 24 November 2011.


(5)

Soerjono Soekanto dan Sri Mulyadi, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tujuan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta,1995.

Supromono, Gatot, Perbankan dan masalah kredit, Jakarta ; jambatan, 1995.

Simorangkir,O.P,, Seluk Beluk Bank Komersial. Aksara Persada Indonesia, Jakarta 1989.

Subekti,R, Kitab Undang-undang Hukum Dagang, cetakan XX.

Salim, Abbas, Dasar-dasar Asuransi (Principles of Insurance), PT Raja grafindo persada Jakarta.

Satria, Salusra, Pengukuran kinerja keuangan perusahaan asuransi kerugian di Indonesia.

Tiong,Ocy Hoe Fiducia sebagai jaminan unsur-unsur perikatan, Ghalia Indonesia, Jakarta 1984.

Usman, Rachmadi,Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika,2008.

Veithzal Rivai & Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook. Penerbit PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta 2006.

Veithzal Rivai & Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook. Penerbit PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta 2006.

Yasabari, Nasroen dan Nina Kurnia Dewi, Penjaminan Kredit Mengantar UKMK mengakses pembiayaan. (PT. Alumni,2007)

Zaman, Mariam Barus Badrul, Perjanjian Kredit Bank, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,1991.

B. PERUNDANG-UNDANGAN.

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 10, tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, Penjelasan Pasal 8 ayat 1. Undang-undang Hak Tanggungan Nomor 4 tahun 1996.

KUHPerdata.

Surat edaran Bank Indonesia No,26/4/BPPPtanggal 29 mei 1993 Pasal 1 Undang-undang Nomor 2 Tahunn 1992 tentang asuransi. Peraturan Bank Indonesia nomor. F/4/PBI/2005


(6)

SUMBER- SUMBER LAIN : - INTERNET.

http://id.termwiki.com/ID:purchase_order_%28po%29, Diakses pada tanggal 26-06-2013, pada pukul 13.00 WIB

http://infoperbankan.blogspot.com/2011/07/manfaat-pemberian-kredit.html Diakses pada tanggal 26-06-2013 pada pukul 13.00 WIB

http://irfakdarojatii.blogdetik.com/2012/03/16/cara-mendapatkan-investor Diakses pada tanggal 26-06-2013 pada pukul 13.00 WIB.

http://humaam-think.blogspot.com/2010/05/fungsi-jaminan.html. diakses pada tanggal 26-06-2013 pada pukul 13.00 WIB.

http://carapinjamanbank.blogspot.com/2013/03/agunan-kredit.html. Diakses pada tanggal 26-06-2013 pada pukul 13.00 WIB.

www.hukumonline.com. (Apakah Purchase Order (PO) Bisa Dianggap Sebagai Perjanjian) Diakses pada tanggal 26-06-2013 pada pukul 13.00 WIB.

- WAWANCARA:

Account Officer, Bank Mandiri Cabang Imambonjol Medan. Direktur PT.Era Bangun Jaya.


Dokumen yang terkait

Perlindungan hukum terhadap kreditur dalam pemberian kredit dengan jaminan Purchasing Order, apabila debitur wanprestasi (Studi perjanjian kredit PT. Bank mandiri dengan PT. Era Bangun Jaya

0 49 109

Analisis yuridis perjanjian kredit dengan sistem tanggung renteng (hoofdelijkheid) dan akibat hukum apabila debitur wanprestasi

1 5 103

Analisis yuridis perjanjian pemberian kredit Pegawai Negeri Sipil dengan jaminan Surat Putusan pengangkatan dan akibat hukumnya jika terjadi kredit macet di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) cabang Jember

0 5 78

Aspek yuridis perjanjian kredit dengan jaminan cessie pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero)

0 7 67

Pengamanan pemberian kredit bank dengan jaminan hak guna bangunan

0 2 16

Tanggung jawab debitur atas musnahnya benda jaminan fidusia dalam perjanjian kredit : analisis putusan MA nomor 2914K/Pdt/2001.

1 19 101

Mekanisme penyelesaian kredit bermasalah pada perjanjian kredit dengan jaminan (analisis putusan nomor : 73/pdt.g/2013pn.kpg)

0 20 0

mekanisme penyelesaian kredit bermasalah pada perjanjian kredit dengan jaminan (analisis putusan nomor : 73/Pdt.G/2013PN.Kpg)

0 18 155

BAB II SYARAT DAN DASAR PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN PURCHASING ORDER A. Tinjauan Umum Tentang Jaminan - Perlindungan hukum terhadap kreditur dalam pemberian kredit dengan jaminan Purchasing Order, apabila debitur wanprestasi (Studi perjanjian kredit P

0 1 28

Perlindungan hukum terhadap kreditur dalam pemberian kredit dengan jaminan Purchasing Order, apabila debitur wanprestasi (Studi perjanjian kredit PT. Bank mandiri dengan PT. Era Bangun Jaya

0 3 13