PENAFSIRAN SOSIOLOGIS TERHADAP KEPEMIMPINAN LELAKI DALAM AL-QURAN

  

PENAFSIRAN SOSIOLOGIS TERHADAP

KEPEMIMPINAN LELAKI DALAM AL-QURAN

Nurjiddin

  Dosen FAI UCY

  

abstract

  The perceived-verses of man leadership of family in the Koran is the main focus of sociological research once the development of interpretation in it had been described. The organization of family led by man in his capacity as a husband is in order to reinforce the basic values of balance that must be held in a Muslim family. The value of balance was implanted through sustainable socializationby using pattern of maintenance with the intention of achieving the harmonious family of sakinah mawaddah wa Rahmah.

  Keywords : man, leadership, family, balance A.

   Pendahuluan

  Keluarga inti merupakan kesatuan sosial yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang belum dewasa. Nuclear family itu sangat berperan dalam meneruskan terbentuknya satu masyarakat. Proses itu berjalan sesuai dengan harapan yang ditentukan oleh peranan masing-masing anggota keluarga dalam menjalankan fungsinya. Karenanya masyarakat merupakan suatu kelompok yang melalui kekerabatan, tempat tinggal, atau hubungan emosional dekat yang menonjolkan interdepensi intim, pemeliharaan batas-batas yang terseleksi, kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan dan memelihara identitas sepanjang waktu, dan melakukan tugas-tugas keluarga.

  Kelompok keluarga kemudian tak berbeda dengan komunitas dan organisasi yang lain. Di dalamnya terdapat struktur, organisasi dan aturan serta yang harus ditaati dan dijalankan oleh masing-masing penghuninya. Pemimpin termasuk unsut penting dalam keluarga. Kartini Kartono dari Fairchild, mendefinisikan pemimpin dalam arti luas yang luas. Seorang yang memimpin, dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, mengarahkan, mengorganisir atau mengontrol usaha orang lain, atau melalui prestise kekuasaan atau posisi. Dalam pengertian yang terbatas, pemimpin ialah seseorang yang membimbing

  1 memimpin dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya.

  Penafsiran ayat pemimpin keluarga pada An-Nisa (4): 43 menjadi sorotan dalam tulisan untuk dideskripsikan secara sosiologis, khususnya bidang keluarga. Ayat itulah yang jelas memperlihatkan ketentuan NURJIDDIN

  normatif bahwa suami memiliki peran berbeda dari istri, sebagai pemimpin keluarga. Penjelasan pertama kemudian berisi tentang deskripsi tentang pengafsiran ayat tersebut yang diikuti dengan analisisnya secara sosiologi keluarga.

A. Kepala Keluarga dalam Al-Quran

  Lelaki sebagai pemimpin dalam keluarga secara sosiologis telah berjalan sejak dulu kala. Perannya sebagai suami berada telah menempatkannya pada posisi yang unik di hadapan istri yang wanita. Al- Quran menguatkan menguatkan kondisi tersebut dalam Ayat Pemimpin keluarga pada An-Nisa’ (4): 34.

  َﻓ ﺎَﻤِﺑ ِءﺎَﺴﱢﻨﻟا ﻰَﻠَﻋ َنﻮُﻣاﱠﻮَﻗ ُلﺎَﺟﱢﺮﻟا ْﻢِﮭِﻟاَﻮْﻣَأ ْﻦِﻣ اﻮُﻘَﻔْﻧَأ ﺎَﻤِﺑَو ٍﺾْﻌَﺑ ﻰَﻠَﻋ ْﻢُﮭَﻀْﻌَﺑ ُ ﱠﷲ َﻞﱠﻀ

ﱠﻦُھﻮُﻈِﻌَﻓ ﱠﻦُھَزﻮُﺸُﻧ َنﻮُﻓﺎَﺨَﺗ ﻲِﺗﻼﻟاَو ُ ﱠﷲ َﻆِﻔَﺣ ﺎَﻤِﺑ ِﺐْﯿَﻐْﻠِﻟ ٌتﺎَﻈِﻓﺎَﺣ ٌتﺎَﺘِﻧﺎَﻗ ُتﺎَﺤِﻟﺎﱠﺼﻟﺎَﻓ

ﺎًّﯿِﻠَﻋ َنﺎَﻛ َ ﱠﷲ ﱠنِإ ﻼﯿِﺒَﺳ ﱠﻦِﮭْﯿَﻠَﻋ اﻮُﻐْﺒَﺗ ﻼَﻓ ْﻢُﻜ

  َﻨْﻌَطَأ ْنِﺈَﻓ ﱠﻦُھﻮُﺑِﺮْﺿاَو ِﻊِﺟﺎَﻀَﻤْﻟا ﻲِﻓ ﱠﻦُھوُﺮُﺠْھاَو ( ٣٤ ) اًﺮﯿِﺒَﻛ

  

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena

Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian

yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan

sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah

yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada,

oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang

kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan

pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.

kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari

jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi

Maha besar.

  Dalam padangan mufassir klasik ada beberapa pendapat tentang ayat pemimpin keluarga. Al-Amin dari Muhammad menjelaskan, laki-laki memiliki kelebihan dalam akal dan pengaturan. Ibnu al-Arabi menyetujui pendapat pendahulunya dengan menyatakan—kesempurnaan akal dan kecerdasan laki-laki, kesempurnaan agamanya, ketaannya dalam jihad, dan amar makruf nahi munkar, serta laki-laki menyerahkan hartanya untuk perempuan, baik mas kawin ataupun nafkah. Sedangkan Ibnu Kasir dalam Tafsir Ibnu Katsirnya, berpendapat bahwa kepemimpinan laki-laki

  2 dari perempuan tersebut adalah dengan sendirinya.

  Kekuatan alamiah suami dalam ayat tersebut menjadi kekuaatan dalam fungsi penafkahan keluarga. oleh karena itu istri harus mentaati dan mendukung dengan berkerja sama secara intens untuk tidak Berlaku curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya. Meski demikian, Suami tetap wajib menggaulis isterinya dengan baik. Sebagian pendapat menyatakan normativitas ayat masih menyisakan Penafsiran demikian disimpulkan oleh Faiqoh karena tidak bisa dipisahkan dengan situasi sosio

  PENAFSIRAN SOSIOLOGIS TERHADAP KEPEMIMPINAN LELAKI DALAM AL-QURAN 3 kultural pada waktu penafsiran itu dilakukan.

  Perkembangan dari waktu waktu ternyata telah memberikan satu dampak penting dalam penafsiran ayat pemimpin keluarga. Al-Amin kemudian menjabarkan bahwa Al-Hibri menyatakan bahwa dalam era perkampungan global ini, segala macam tinjauan hukum mengenai keudukan perempuan dalam Islam harus dibina oleh para intelektual muslim, baik laki-laki maupun perempuan, di seluruh dunia, berdasarkan prinsip-prinsip dasar Islam dan kemaslahatan umat manusia. Islam mengajarkan prinsip persamaan antara sesama manusia, tanpa ada perbedaan derajat atau tingkat yang didasarkan atas kebangsaan, kesukuan dan keturunan. al-Hibri kemudian mengambil penafsiran secara linguistik bahwa perbedaan lelaki dan perempuan dalam itu berarti yang satu lebih disukai dengan yang lain, misalnya mengenai kemampuan seseorang yang tidak dimiliki oleh orang lain. Dengan demikian, kata tersebut tidak serta merta menyatakan bahwa secara esensial laki-laki adalah lebih baik daripada perempuan.

  Munawir Sjadzali menegaskan bahwa ayat tersebut juga mengisyaratkan persamaan kedudukan antara pria dan wanita yang merupakan asal dari umat manusia yang kemudian berkembang menjadi banyak bangsa dan suku, singkatnya menurut Islam kedudukan pria dan wanita itu sama. Amina Wadud juga mengutrakan penafsirannya, kepempinan lelaki atas wanita hanya jika dua syarat terpenuhi. Syarat pertama adalah prefensi (prioritas), dan kedua bahwa mereka membiayai hidup wanita dari harta mereka. Jika salah satu syarat tidak ada, maka laki-laki bukan pemimpin atas wanita. Amin juga menjelaskan pandangan Syamsul Anwar yang menjelaskan kelebihan antara yang satu dengan yang lainnya tersebut adalah merupakan kelebian yang diberikan oleh Allah sebagai sarana yang membantu untuk membentuk keluarga yang sakinah,

  

mawaddah warahmah dengan berdasarkan kepemimpinan setiap pribadi

  4 yang saling melengkapi.

  B.

  

Pemimpin Menuju Pembentukan Keseimbangan Keluarga

  Perbedaan anatara lelaki dan perempuan atau suami dan istri kemudian bukanlah perbedaan mengarah pada kesenjangan. Organisasi keuarga dipimpin oleh lelaki dalam kapasitas suami untuk menunjukkan satu nilai dasar yang harus dipegang dalam keluarga muslim meski dalam bentuk-bentuk praktek yang berbeda-beda, Keseimbangan dalam rangka penciptaan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah.

  Keseimbanganlah yang menjadi perhatian dalam teori struktural fungsional. Masyarakat adalah suatu sistem yang terdiri atas bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada satu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain. Setiap struktur NURJIDDIN

  dalam sistem social memiliki fungsi terhadap yang lain. Posisi yang saling dihubungkan oleh peranan timbal balik yang diharapkan. hal demikian ditunjukkan saling berhubungan antara status suami, istri, dan anak-anak mereka. Hal ini disebabkan oleh penghargaan dan penampilan dari setiap peran tersebut.

  5 (Kustini dari Ritzer dan Poloma).

  Untuk mencapai keseimbangan dalam keluarga, Nurjiddin dan Nugroho menjelaskan struktur keluarga harus mencakup:

  6 Difrensiasi

  peran yaitu alokasi peran/tugas dan aktivitas yang harus dilakukan dalam keluarga,

  1. Alokasi solidaritas yang menyangkut distribusi rela si antar anggota keluarga,

  2. Alokasi ekonomi yang menyangkut distribusi barang dan jasa antar anggota keluarga untuk mencapai tujuan keluarga,

  3. Alokasi politik yang menyangkut distribusi kekuasaan dalam keluarga, dan

  4. Alokasi integrasi dan ekspresi yaitu meliputi cara/ tehnik sosialisasi internalisasi maupun pelestarian nilai-nilai maupun perilaku pada setiap anggota keluarga dalam memenuhi tuntutan norma-norma yang berlaku.

  Keseimbangan dan ketentraman dalam itu telah memberikan ciri umum unit sosial keluarga. Burgest dan Locke ketika mengemukakan 4 (empat) ciri keluarga sebagai berikut;

  

7

  a. Keluarga adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan (pertalian antar suami dan istri), darah (hubungan antara orangtua dan anak) atau adopsi; b. Anggota-anggota keluarga ditandai dengan hidup bersama dibawah satu atap dan merupakan susunan satu rumah tangga. Tempat kos dan rumah penginapan bisa saja menjadi rumahtangga, tetapi tidak akan dapat menjadi keluarga, karena anggota-anggotanya tidak dihubungkan oleh darah, perkawinan atau adopsi,

  c. Keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi yang menciptakan peranan-peranan sosial bagi si suami dan istri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan perempuan, saudara laki-laki dan saudara perempuan; Peranan-peranan tersebut diperkuat oleh kekuatan tradisi dan sebagian lagi emosional yang menghasilkan pengalaman; dan d. Keluarga adalah pemelihara suatu kebudayaan bersama yang diperoleh dari kebudayaan umum. Didalamnya ada pengenalan hak-hak dan tugas orangtua; tempat tinggal suami, istri dan anak-anak; dan kewajiban ekonomi yang bersifat reciprokal antara suami dan istri.

  PENAFSIRAN SOSIOLOGIS TERHADAP KEPEMIMPINAN LELAKI DALAM AL-QURAN

  Oleh karena itu, keluarga memiliki fungsi sebagai pattern

  

maintenance yang membentuk individu untuk memenuhi kebutuhan,

  menanamkan nilai-nilai, motivasi, maupun ketrampilan. Pattern

  

maintenance menjadi salah satu cara mewujudkan keseimbangan dalam

  keluarga secara berkelanjutan. Pemeliharaannya dapat dilakukan antara lain melalui sosialisasi dalam keluarga.

  Sebelum melangkah ruang yang lebih jauh, sosialisasi awal bagi anak-anak secara khas terjadi dalam keluarga. Meskipun proses sosialisasi juga terjadi di sekolah, keluarga tetap menjadi media penting untuk sosialisasi bagi anak-anak dan remaja. Karena itulah proses ini sangat penting untuk mempertahankan pola-pola budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Hal itulah yang diutarakan oleh Kustini dari Johnson dan Seidman.

  Upaya mempertahankan dalam keseimbangan social dalam keluarga dalam pemikiran Comte menjadi titik penting dalam peran keluarga, di samping peran pemerintah dan agama dalam keteraturan social. Stabilitas sosial pada masyarakat modern di tengah-tengah dorongan kuat ke arah individualism sebagai akibat proses industrialisasi, maka peran keluarga sangatlah penting. Lingkungan awal itulah dimana moral seseorang senantiasa dibentuk. Manusia, menurut Comte, lahir dan dibentuk dalam suatu keluarga. Oleh sebab itu berbagai pendapat yang menyatakan bahwa manusia dapat hidup sendiri (self-sufficient) atau independent merupakan suatu mitos belaka. Apabila sebuah keluarga tidak mempengaruhi moral seseorang, maka lembaga lain seperti agama akan mengambil alih peran keluarga

  8 tersebut.

  Nilai ialah gagasan mengenai suatu perbuatan atau pengalaman yang mempunyai arti atau tidak.Seseorang yang telah melakukan interaksi dengan berbagai pengaruhnya akan memberikan kesadaran mengenai adanya nilai-nilai yang ada di sekitarnya. Nilai itu dapat diartikan sebagai sikap dan perasaan yang diperlihatkan oleh seseorang tentang baik- buruk,benar-salah,suka-tidak suak terhadap objek material maupun non material.

  Proses internalisasi moral dalam diri anak berjalan lambat dan bertahap. Setelah mengetahui ada tata nilai disekelilingnya yang positif dan negatif, anak kemudian berfikir untuk bagaimana dikerjakan. Praktek nilai dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai yang sudah dipraktekkan itu lama kelamaan berubah menjadi norma-norma. Norma adalah aturan yang mengandung sanksi untuk mendorong bahkan menekankan orang perongan secara keseluruhan.

C. Penutup

  NURJIDDIN

  Dalam sosialisasinya dengan keluarga hingga lingkup yang lebih besar, anak kemudian mengidentifikasi bahwa selama perjalanan hidupnya adakan ditemukan empat norma moral yang dipertimbangkan dalam pengembailan keputusan. Norma agama, yang berasal dari Tuhan melalui para Nabi dan Rasul-Nya untuk disampaikan kepada umat manusia. Norma Kesusilaan mengacu pada hati nurani manusia yang biasa ditampakkan orang sesuai dengan keyakinan terhadap agama. Norma selanjutnya berupa kesopanan yang berasal dari pergaulan masyarakat. Norma terakhir ialah Norma Hukum yang ditetapkan oleh pemerintah demi terciptanya kehidupan bermasyarakat yang seimbang. Dengan demikian, Keluarga merupakan sumber utama dan pertama dalam proses penanaman nilai dan norma. Penanaman ini dilakukan lewat interaksi social menjadi salah satu alternative dalam menjaga keseimbangan dalam pattern maintenance (pola pemeliharaan).

  Catatan Akhir 1 Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan; Apakah Pemimpin Abnormal Itu?, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1998), hlm. 33. 2 Muhammad Nurkholis Al-Amin, “Konsep Kepala Keluarga Antara Lelaki dan

Perempuan dalam Surat An-Nisa (4) Ayat 43,” Istinbath; Jurnal Hukum, Vol. 12 No. 2

(2015), h. 276-291. 3 Faiqoh, “Kepemimpinan Perempuan dalam Teks Konservatif Agama”, dalam M.

  

Jadul Maulana (ed.), Otonomi Perempuan Menabrak Ortodoksi, (Yogyakarta: LKPSM

dan INPI PACT, 1999), hlm. 83. 4 5 Al-Amin, “Konsep …” Kustini (ed). Keluarga Harmonis Dalam Perspektif Berbagai Komunitas Agama, (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2011), h. 28 6 Nurdjidin dan Taufik Nugroho, “Keluarga Sakinah Dan Kewajiban Mendidik

  

Anak Usia Dini, Analisis Sosiologi Keluarga,” dalam Tim Penyusun, Prosiding Seminar

Nasional Peran Pengasuhan Anak Raudhatul Atfal Dalam Membangun Karakter

Bangsa, (Banten: FTK Banten Press, 2016), h. 65-78. 7 8 Ibid.

  Kustini (ed). Keluarga …, h. 29.

  Daftar Pustaka Kementrian Agama RI. Al-Quran dan Terjemahnya.

  Faiqoh, “Kepemimpinan Perempuan dalam Teks Konservatuf Agama”, dalam M. Jadul Maulana (ed.), Otonomi Perempuan Menabrak

  Ortodoksi, (Yogyakarta: LKPSM dan INPI PACT, 1999), hlm. 83.

  Herien Puspitawati. Pengantar Studi Keluarga. Bogor: Penerbit IPB Press, 2013

  Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan; Apakah Pemimpin Abnormal Itu?, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1998. Kustini (ed). Keluarga Harmonis Dalam Perspektif Berbagai Komunitas

  Agama, Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2011.

  PENAFSIRAN SOSIOLOGIS TERHADAP KEPEMIMPINAN LELAKI DALAM AL-QURAN

  Muhammad Nurkholis Al-Amin, “Konsep Kepala Keluarga Antara Lelaki dan Perempuan dalam Surat An-Nisa (4) Ayat 43,” Istinbath;

  Jurnal Hukum, Vol. 12 No. 2 (2015), h. 276-291.

  Nurdjidin dan Taufik Nugroho, “Keluarga Sakinah Dan Kewajiban Mendidik Anak Usia Dini, Analisis Sosiologi Keluarga,” dalam Tim Penyusun, Prosiding Seminar Nasional Peran Pengasuhan Anak

  Raudhatul Atfal Dalam Membangun Karakter Bangsa, Banten:

  FTK Banten Press, 2016