I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Komparatif Usaha Pembuatan Gula Merah Dan Gula Semut Di Kabupaten Kulon Progo

I. PENDAHULUAN A.

   Latar Belakang

  Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekayaan alam yang salah satunya berupa hasil pertanian yang melimpah. Kekayaan alam dari sektor pertanian ini menjadi salah satu penopang kehidupan ekonomi di Indonesia, untuk itu pengembangan di sektor pertanian harus terus dilakukan. Pengembangan sektor pertanian akan memberikan dampak yang positif bagi sektor lain. Usaha-usaha yang dijalankan dalam pengembangan sektor pertanian tersebut meliputi subsektor tanaman bahan makanan, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan. Subsektor perkebunan, merupakan salah satu subsektor di sektor pertanian yang memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, baik itu dalam usaha peningkatan hasil budidaya dan juga dalam bentuk pengolahan agroindustri.

  Kelapa merupakan salah satu komoditi subsektor perkebunan yang penting bagi Indonesia disamping kakao, vanili, kopi dan lada. Kelapa, selain untuk memenuhi kebutuhan domestik juga merupakan komoditi ekspor penghasil devisa negara. Komoditi ini telah lama dikenal dan sangat berperan bagi kehidupan bangsa Indonesia. Sampai saat ini, kelapa masih memiliki prospek yang cerah untuk dikembangkan hasil olahannya. Berbagai hasil kelapa seperti kopra, air kelapa, sabut, batang dan nira dapat dikembangkan menjadi produk olahan yang bermanfaat dan memiliki nilai jual yang tinggi dibanding hasil mentahnya.

  Pohon kelapa dapat tumbuh hampir di semua wilayah Indonesia. Kelapa tumbuh baik mulai pesisir sampai 600-700 meter di atas permukaan laut. Perkebunan-perkebunan rakyat banyak dijumpai sampai ketinggian 900 meter di atas permukaan air laut, tetapi pertumbuhannya lambat dan hasil buahnya rendah (Setyamidjaja, 1982).

  Kabupaten Kulon Progo merupakan kabupaten dengan luas pohon kelapa terbesar di antara lima kabupaten penghasil kelapa di Propinsi Daerah

  

commit to user Istimewa Yogyakarta. Luas areal pengembangan kelapa tersebut secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1 berikut: Tabel 1. Luas Tanaman Kelapa Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun

  2010

  No Kabupaten/ Kota Luas (ha)

1 Kulon Progo 17.741,46

  2 Bantul 10.397,55

  3 Gunung Kidul 9.556,00

  4 Sleman 5.007,49

  5 Yogyakarta 24,23 Jumlah

  42. 796,73 Sumber: BPS Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2011

  Hamparan wilayah Kabupaten Kulon Progo menurut ketinggian tanahnya adalah 17,58 % berada pada ketinggian <7 m diatas permukaan laut (dpal), 15,20 % berada pada ketinggian 8-25 m dpal, 22,84 % berada pada ketinggian 26-100 m dpal , 33,0 % berada pada ketinggian 101-500 m dpal , dan 11,37 % berada pada ketinggian >500 m dpal (BPS Kulon Progo, 2010). Artinya, dilihat dari ketinggian tanah, lebih dari 88,63% wilayah di Kabupaten Kulon Progo merupakan tempat tumbuh kelapa yang baik.

  Tanaman kelapa di Kabupaten Kulon Progo sudah banyak dimanfaatkan hasilnya dan diolah menjadi berbagai produk walaupun masih dalam skala rumah tangga. Beberapa usaha pengolahan hasil tanaman kelapa di Kabupaten Kulon Progo diantaranya gula kelapa, sabut kelapa, wingko kelapa, dan minyak kelapa. Data unit usaha pengolahan hasil tanaman kelapa di Kabupaten Kulon Progo dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:

  commit to user Tabel 2. Jumlah Unit Usaha Pengolahan Hasil Tanaman Kelapa Di Kabupaten Kulon Progo 2010

  

No Jenis Usaha Unit Usaha (Buah)

1 Gula Kelapa 2.274

  2 Sabut Kelapa

  40

  3 Wingko Kelapa Muda

  1

  4 Minyak Kelapa

  75 Jumlah

  2.390

  Sumber: Dinas Perindustrian Perdagangan dan ESDM Kabupaten Kulon Progo Tahun 2011

  Dari Tabel 2 di atas, jumlah unit usaha pengolahan hasil tanaman kelapa yang paling banyak di Kabupaten Kulon Progo adalah industri pengolahan gula kelapa. Menurut Santoso (1993), gula kelapa adalah gula yang dihasilkan dari penguapan nira kelapa (Cocos nucifera Linn). Gula kelapa atau dalam perdagangan dikenal sebagai “gula Jawa” atau “gula merah”, biasanya dijual dalam bentuk setengah mangkok atau setengah elip. Hasil yang demikian ini dihasilkan dari cetakan yang digunakan berupa setengah tempurung kelapa (Jawa: bathok). Kecuali itu, ada pula menggunakan cetakan dari bambu, sehingga bentuknya bulat silindris.

  Masyarakat di Kabupaten Kulon Progo lebih cenderung memanfaatkan potensi tanaman kelapanya dengan mengambil nira kelapa untuk digunakan sebagai bahan baku gula kelapa. Hal ini dianggap lebih menguntungkan karena nira kelapa bisa diambil setiap hari, berbeda dengan buah kelapa yang musiman, berbuah hanya pada waktu tertentu.

  Awalnya gula kelapa dibuat dalam bentuk padatan yang dicetak dengan tempurung kelapa atau bambu sehingga bentuknya silindris. Gula kelapa padatan ini biasa disebut dengan gula jawa atau gula merah. Seiring dengan perkembangan teknologi, gula kelapa kini tidak hanya hadir dalam bentuk padatan seperti layaknya yang ada di pasaran. Inovasi baru dari gula kelapa adalah gula dalam bentuk serbuk yang sering disebut dengan gula semut atau gula kristal. Bahan baku yang digunakan, selain dapat dibuat dari nira kelapa, gula semut dapat dibuat dengan bahan baku gula merah yang

  commit to user

  kemudian diolah kembali. Bentuk akhir gula semut ini yang berbeda jauh dari gula merah yaitu dalam bentuk serbuk. Bentuk gula semut yang serbuk menjadikan gula semut ini lebih praktis dan bisa digunakan sebagai pengganti gula pasir untuk campuran minum teh, kopi, campuran olahan pangan atau hanya diseduh sebagai mnuman manis. Pengolahan yang lebih panjang dibanding gula merah ini membuat gula semut mempunyai harga jual yang jauh lebih tinggi.

  Nira kelapa yang dimanfaatkan sebagai bahan baku gula merah dan gula semut dapat diperoleh dari pohon sendiri ataupun orang lain dengan sistem sewa bagi hasil. Ada lima kelompok produsen gula merah dan gula semut di Kabupaten Kulon Progo dilihat dari asal perolehan bahan baku pembuatan gula kelapa. Pertama adalah produsen gula kelapa dengan asal bahan baku nira kelapa dari pohon kelapa milik sendiri. Kedua adalah produsen gula merah dan gula semut dengan bahan baku nira kelapa dari pohon kelapa yang disewakan kepada orang lain. Ketiga adalah produsen gula merah dan gula semut dengan asal bahan baku nira kelapa dari pohon kelapa menyewa milik orang lain. Keempat produsen gula merah dan gula semut dengan asal bahan baku nira kelapa dari pohon kelapa milik sendiri dan menyewa milik orang lain. terakhir adalah produsen gula semut dengan asal bahan baku gula merah membeli dari orang lain.

  Produsen gula kelapa di Kabupaten Kulon Progo yang tadinya memproduksi gula merah tidak langsung serta merta beralih memproduksi gula semut meskipun harga jualnya lebih tinggi. Produsen gula merah jauh lebih banyak jumlahnya dibanding produsen gula semut. Hal ini dikarenakan belum banyak dikenalnya gula semut di masyarakat umum, khususnya masyarakat kelas menengah ke bawah.

B. Rumusan Masalah

  Potensi besar hasil perkebunan dari tanaman kelapa belum sepenuhnya digarap. Sebagian besar petani kelapa lebih senang menjual hasil produknya dalam bentuk mentah atau kopra. Industripun belum banyak yang bangkit untuk menarik keuntungan dari nilai tambah produk olahan kelapa

  commit to user salah satunya adalah dengan mengolah nira kelapa menjadi gula kelapa, baik gula merah maupun gula semut.

  Usaha pengolahan nira kelapa menjadi gula kelapa yang berupa padatan atau gula merah di Kabupaten Kulon Progo merupakan industri berskala rumah tangga dan dilakukan secara sederhana dengan peralatan tradisional. Usaha ini sudah ada sejak dahulu dan dilakukan secara turun- menurun dan masih bertahan sampai sekarang.

  Produsen gula kelapa di Kabupaten Kulon Progo sebagian sudah melakukan pengolahan nira kelapanya menjadi gula semut. Namun kebanyakan masih mengolah nira kelapanya menjadi gula merah. Gula semut merupakan diversifikasi dari gula kelapa yang berbentuk serbuk. Kelebihan dari gula semut adalah lebih tahan lama karena kadar air yang lebih sedikit, lebih praktis dalam penggunaannya dan harga jualnya jauh lebih tinggi. Pada bulan September 2012, harga gula semut dijual di tingkat produsen dengan harga antara Rp 16.000,00 sampai Rp 18.000,00 per kilogram, sedang di pasaran gula semut dapat dibeli dengan harga Rp 10.000,00 sampai Rp 16.000,00 per kemasan 200 gram. Gula merah dijual di tingkat produsen dengan harga antara Rp 11.000,00 sampai Rp 14.500,00 per kilogram, sedang di pasaran dijual dengan harga Rp Rp 14.000,00 sampai Rp 16.000,00. Kelemahan gula semut sendiri masih kurang dikenal di masyarakat umum, belum banyak masyarakat dalam negri yang mengetahui produk gula semut. Proses pengolahan gula semut yang lebih lama juga membuat harga gula semut lebih tinggi dan kurang diminati di masyarakat menengah ke bawah sehingga produsen sulit memasarkan.

  Pemasaran gula semut sedikit mengalami kendala yaitu permintaapakah n tingkat lokal terhadap gula semut ini sangat sedikit dikarenakan nilai jual yang sangat tinggi sehingga konsumen lebih memilih gula merah dengan harga yang masih terjangkau. Gula semut umumnya untuk memenuhi kebutuhan ekspor dan masyarakat menengah ke atas. Untuk memenuhi kebutuhan ekspor, dibutuhkan kerja keras dan

  commit to user

  pertambahan penghasil gula semut. Permintaan Amerika Serikat sekitar 10 ton, saat ini baru terpenuhi sekitar 5 ton. Adapun pemenuhan untuk pasar Eropa, Singapura, dan Taiwan juga baru 3 ton dari permintaan lebih dari 7 ton setiap bulan (Suara Merdeka, 12 Januari 2012). Berbeda dengan gula semut, gula merah dari segi harga jual lebih rendah, kurang praktis untuk dipakai dan lebih cepat lumer atau tidak tahan lama, adapun kelebihannya gula merah lebih mudah dipasarkan karena sudah dikenal di masyarakat umum dan harganya lebih terjangkau.

  Dari paparan di atas, gula semut sebenarnya memiliki pangsa pasar sendiri yaitu pasar ekspor yang belum cukup terpenuhi. Meskipun demikian ternyata belum banyak produsen yang mengusahakan gula semut. Melihat adanya pilihan pengolahan nira kelapa tersebut, perumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini yaitu:

  1. Berapa besarnya biaya, penerimaan dan keuntungan,dari usaha pembuatan gula merah dan gula semut di Kabupaten Kulon Progo?

  2. Berapa besarnya profitabilitas dari usaha pembuatan gula merah dan gula semut di Kabupaten Kulon Progo?

  3. Berapa besarnya tingkat efisiensi dari usaha pembuatan gula merah dan gula semut di Kabupaten Kulon Progo?

  4. Apakah ada perbedaan keuntungan dari usaha pembuatan gula merah dan usaha pembuatan gula semut di Kabupaten Kulon Progo ?

  5. Apakah ada perbedaan keuntungan antar kelompok dari usaha pembuatan gula merah dan gula semut di Kabupaten Kulon Progo?

C. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan :

  1. Mengetahui besarnya biaya, penerimaan dan keuntungan dari usaha pembuatan gula merah dan gula semut di Kabupaten Kulon Progo.

  2. Mengetahui besarnya profitabilitas dari usaha pembuatan gula merah dan gula semut di Kabupaten Kulon Progo.

  3. Mengetahui besarnya tingkat efisiensi dari usaha pembuatan gula merah dan gula semut di Kabupaten Kulon Progo.

  

commit to user

  4. Mengetahui ada tidaknya perbedaan keuntungan dari usaha pembuatan gula merah dan gula semut di Kabupaten Kulon Progo.

  5. Mengetahui ada tidaknya perbedaan keuntungan antar kelompok dari usaha pembuatan gula merah dan gula semut di Kabupaten Kulon Progo.

D. Manfaat Penelitian

  1. Bagi peneliti, dapat dijadikan sebagai tambahan pengalaman dan pengetahuan tentang usaha gula merah dan gula semut, disamping sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Universitas Sebelas Maret Surakarta.

  2. Bagi pemerintah dan pihak lembaga yang terkait, diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran dalam menentukan kebijakan terutama dalam pengembangan usaha gula merah dan gula semut.

  3. Bagi produsen gula merah dan gula semut, penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan informasi mengenai analisis usaha yang dijalankannya sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

  

commit to user