View of Perbandingan Ketentuan Perpajakan dengan PSAK No. 28 di Bidang Asuransi Kerugian dalam Perhitungan Laba

Perbandingan Ketentuan Perpajakan dengan PSAK No. 28 di Bidang Asuransi Kerugian dalam Perhitungan Laba

Oleh Dyah Purnamasari

ABSTRAK

U pajak dalam perhitung perbedaan-perbedaan tersebut,

mumnya

dicapai karena perbedaan antara antara standar akun

perbedaan

konsep dan tujuan pelaporan tansi dan peraturan

asuransi kerugian. Disamping

an pajak atau pendapatan bersih terdapat kesamaan antara PSAK tidak

28 dan ketentuan perpajakan Harmonisasi dalam akuntansi

dapat

dihindari.

adalah dalam pengakuan premi. dan peraturan pajak tidak dapat

Kata Kunci : tax rules

I. PENDAHULUAN

Asuransi kerugian terdiri dari asuransi untuk harta benda (property), kepentingan keuangan (pecuniary), tanggung jawab hukum (liability) dan asuransi diri (kecelakaan atau kesehatan). Pada dasarnya asuransi kerugian merupakan suatu bentuk usaha jasa yang memberikan sistem proteksi menghadapi resiko kerugian finansial, dengan cara pengalihan resiko kerugian dari satu pihak kepada pihak lain (dalam hal ini pengalihan resiko nasabahnya terhadap pihak asuransi), baik secara perorangan maupun kelompok dalam masyarakat.

Karakteristik khusus usaha asuransi kerugian ini sangat mempengaruhi penyajian laporan keuangan. Hal inilah yang merupakan alasan ditetapkannya PSAK No. 28. dengan adanya PSAK No. 28 ini, perusahaan asuransi diharapkan untuk dapat melaporkan laba atau penghasilan bersih secara wajar. Berbeda dengan PSAK No. 28, ketentuan perpaja kan mempunyai “aturan main” sendiri dalam kaitannya untuk

[Perbandingan Ketentuan Perpajakan …] Hlm : 19 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan …] Hlm : 19

Pada dasarnya standar akuntansi keuangan dengan ketentuan perpajakan sangatlah berbeda, baik secara tujuan pelaporan maupun konsep mengenai laba atau penghasilan bersih. Dari hasil studi literatur yang dilakukan, bagi usaha asuransi kerugian, perbedaan mendasar antara ketentuan akuntansi dengan perpajakan dalam penghitungan laba atau penghasilan bersih adalah :

1. Pengakuan pendapatan diterima lebih dahulu (unearned premium).

2. Pembentukan dana cadangan yang dapat dibebankan sebagai biaya.

3. Penyajian pelaporan laba atau penghasilan bersih. Mengingat modal setoran awal bagi perusahaan asuransi adalah Rp 100 miliar (berdasarkan PP No. 63 Tahun 1999), sehingga dapat disimpulkan bahwa bentuk perusahaan asuransi kerugian adalah Perseroan Terbatas. Pasal 58 UU No. 1 Tahun 1995 mengenai Perseroan Terbatas mensyaratkan perusahaan untuk membuat laporan keuangan berdasarkan standar akuntansi keuangan. Untuk itu perbedaan-perbedaan antara standar akuntansi keuangan dengan ketentuan perpajakan dapat dibuatkan harmonisasinya dengan membuat rekonsiliasilaba secara fiskal.

Asuransi kerugian adalah suatu bentuk usaha jasa yang memberikan sistem proteksi menghadapi resiko kerugian finansial, dengan cara pengalihan resiko kerugian dari satu pihak kepada pihak lain (dalam hal ini pengalihan resiko nasabahnya terhadap pihak asuransi), baik secara perorangan maupun kelompok dalam masyarakat. Diantara cabang sektor asuransi kerugian yang paling dominan selama ini adalah asuransi kebakaran dan asuransi kendaraan bermotor. Memburuknya kondisi perekonomian dan terus memanasnya situasi politik Indonesia dalam tiga tahun terakhir, sering berbuntut pada terjadinya berbagai kerusuhan dan aksi demo oleh massa, yang berakibat kerusakan pada sejumlah harta benda. Kerugian besarbesaran akibat peristiwa peristiwa kerusuhan tersebut sebagian besar terjadi pada kerusakan mobil dan terbakarnya sejumlah gedung dan bangunan. Tingginya tingkat resiko para pemilik

Hlm : 20 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan …] Hlm : 20 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan …]

kebakaran untuk gedung/rumah/bangunan.

Bisnis asuransi kerugian di Indonesia nampaknya masih mampu bertahan dan bahkan memetik “keuntungan” di tengah bergolaknya

situasi politik dan keamanan di dalam negeri selama krisis. Karena beberapa keuntungan yang diperoleh industri asuransi kerugian selama tahun 1998 dan 1999, maka perkembangan konsolidasi laba/rugi industri asuransi kerugian secara keseluruhan akhirnya tetap menunjukkan hasil yang positif dalam lima tahun terakhir, bahkan laba (sebelum pajak) yang berhasil dibukukan asuransi kerugian nasional mengalami lonjakan tajam selama krisis (1997 – 1999). Indocommercial No. 235 tanggal 11 Juli 2000 mencatat laba sebelum pajak pada tahun 1995 yang diperoleh asuransi kerugian nasional baru sebesar Rp 451,2 miliar, maka pada tahun 1997 telah melonjak tajam menjadi Rp 1,19 triliun. Ketika krisis ekonomi menghebat di tahun 1998, laba sebelum pajak tersebut bahkan kembali meningkat tajam menjadi sebesar Rp 1,59 triliun, dan diprediksikan kembali mengalami kenaikan menjadi sebesar Rp 1,75 triliun pada tahun 1999.

Data hasil perhitungan laba atau keuntungan bersih sebelum pajak yang dilaporkan oleh Indocommercial di atas akan berbeda apabila menggunakan ketentuan perpajakan sebagai dasar perhitungannya. Sebagaimana berlaku bagi semua industri, perbedaan pelaporan laba atau penghasilan bersih antara standar akuntansi keuangan dengan ketentuan perundangan perpajakan lebih disebabkan pada adanya perbedaan konsep dan tujuan pelaporan laba atau penghasilan bersih itu sendiri.

Standar Akuntansi Keuangan dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan paragraf 69 menyatakan bahwa penghasilan bersih (laba) merupakan ukuran kinerja dari suatu organisasi usaha. Dan unsur yang langsung berkaitan dengan laba atau penghasilan

[Perbandingan Ketentuan Perpajakan …] Hlm : 21 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan …] Hlm : 21

Ketentuan perundangan perpajakan, menganut konsep worldwide income dalam endefinisikan penghasilan yang merupakan obyek pajak penghasilan sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 4 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2000. Sedangkan beban atau biaya, dalam Pasal 6 UU No. 17 Tahun 2000, yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut.

Tujuan pelaporan laba atau penghasilan bersih menurut standar akuntansi keuangan adalah untuk menghitung laba perusaahaan dan mengukur kinerja manajemen. Sedangkan ketentuan perpajakan bertujuan untuk menghitung besarnya pajak terutang. Perbedaan pembukuan laba atau penghasilan bersih antara standar akuntansi keuangan dengan ketentuan perpajakan ini berlaku di dalam semua jenis industri. Tidak terkecuali industri asuransi kerugian. Asuransi kerugian mempunyai karakteristik khusus yang melekat dalam usaha jasa tersebut yaitu ketidakpastian resiko di masa mendatang. Ini membuat transaksi asuransi kerugian menjadi relatif lebih rumit. Pendapatan diketahui dan terjadi lebih dahulu, sementara beban kalim yang merupakan beban utama, belum terjadi dan diliputi ketidakpastian baik mengenai kejadian maupun jumlahnya. Bagaimana menentukan laba atau penghasilan bersihnya ? Standar akuntansi keuangan dalam pernyataan No. 28 memberikan perlakuan akuntansi secara khusus bagi perusahaan- perusahaan yang bergerak dalam bidang asuransi kerugian. Sedangkan pemerintah, melalui Pasal 9 ayat (1) huruf c UU No. 17 Tahun 2000 memberikan perlakuan khusus bagi industri-industri tertentu – yang salah

Hlm : 22 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan …] Hlm : 22 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan …]

Penentuan laba atau penghasilan bersih dari industri yang memiliki karakteristik khusus ini sangat menarik untuk dikaji baik ditinjau dari sisi komersil (akuntansi) maupun fiskal. Perbandingan standar akuntansi keuangan khususnya pernyataan No. 28 dengan ketentuan perpajakan yang berlaku dalam bidang asuransi kerugian inilah yang akan menjadi pokok pembahasan makalah ini.tidak termasuk dalam pembahasan makalah ini adalah perusahaan asuransi kerugian milik pemerintah yang mempunyai ketentuan perpajakan secara khusus dan juga masalah Pajak Pertambahan Nilai.

II. PERBEDAAN PENENTUAN LABA ATAU PENGHASILAN BERSIH SECARA AKUNTANSI DAN PAJAK

Dalam studi literatur yang dilakukan oleh Yongki Cahyaningrum mengenai perbedaan akuntansi secara fiskal dalam menentukan penghasilan kena pajak dan pajak penghasilan badan memberikan kesimpulan secara umum yang berlaku bagi semua industri yaitu sebagai berikut :

[Perbandingan Ketentuan Perpajakan …] Hlm : 23

Tabel 1. Perbedaan Akuntansi dan Fiskal dalam Penetapan Penghasilan

Kena Pajak

LABA AKUNTANSI LABA FISKAL

Dasar Standar Akuntansi Keuangan Undang-undang Penyusunan

Perpajakan

Tujuan

1. menghitung laba bersih

Menghitung besarnya

2. mengukur kinerja

pajak Terutang

Akibat

Sanksi di bidang Penyimpangan

1. Pengambilan

keputusanyang tidak tepat perpajakan oleh manajemen

berupa :

2. Opini yang buruk terhadap

1. sanksi administrasi

laporan keuangan dari

2. sanksi pidana

stake holder.

Sumber : Yongki Cahyaningrum (2002) Perbedaan konsep maupun tujuan laporan keuangan antara akuntansi dan

fiskal, perbedaan tersebut mengakibatkan perlunya rekonsiliasi laporan keuangan fiskal yaitu koreksi fiskal positif maupun negatif terhadap laba atau penghasilan bersih secara akuntansi sehingga dapat diperoleh penghasilan bersih yang sesuai dengan ketentuan perpajakan.

2.1 Kebijakan Akuntansi untuk Asuransi Kerugian (PSAK No. 28)

2.1.1 Definisi Dari Istilah-Istilah Yang Dipergunakan

Dalam pembukuan asuransi banyak digunakan istilah-istilah yang spesifik dengan industri asuransi. Berikut ini akan sedikit diuraikan pengetian dari masing-masing istilah tersebut sesuai dengan PSAK No. 28 (paragraf 5-16) :

Kontrak Jangka Pendek adalah kontrak yang memberikan proteksi untuk suatu periode yang pasti yang memungkinkan asuradur untuk

Hlm : 24 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan …] Hlm : 24 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan …]

a. Premi Bruto adalah premi yang diperoleh dari penutupan langsung (direct written premium) dan penutupan tidak langsung (indirect written premium). Premi penutupan langsung termasuk termasuk premi yang diperoleh dari penutupan polis bersama.

b. Bersama adalah penutupan terhadap 1 (satu) obyek asuransi yang dilakukan secara bersama oleh beberapa perusahaan asuransi dan dinyatakan dalam satu polis.

c. Premi yang belum merupakan pendapatan adalah bagian dari premi yang belum diakui sebagai pendapatan karena masa pertanggungannya masih berjalan pada akhir periode akuntansi.

d. Polis Premi reasuransi adalah bagian premi bruto yang menjadi hak reasuradur berdasarkan perjanjian asuransi.

e. Reasuransi prospektif adalah ketentuan dalam kontrak reasuransi yang mewajibkan reasuradur untuk membayar kepada asuradur sejumlah kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari peristiwa masa datang yang dipertanggungkan.

f. Reasuransi retroaktif adalah ketentuan dalam kontrak reasuransi yang mewajibkan reasuradur untuk membayar kepada asuradur sejumlah kerugian yang sudah terjadi sebagai akibat dari peristiwa masa lalu yang dipertanggungkan.

g. Klaim bruto adalah klaim yang jumlahnya telah disepakati, termasuk biaya penyelesaian klaim.

h. Klaim reasuransi adalah bagian dari klaim bruto yang menjadi tanggungan reasuradur.

i. Estimasi Klaim retensi sendiri adalah taksiran jumlah kewajiban yang menjadi tanggungan sendiri sehubungan dengan klaim yang masih

[Perbandingan Ketentuan Perpajakan …] Hlm : 25 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan …] Hlm : 25

j. Piutang reasuransi adalah tagihan kepada reasuradur yang timbul dari transaksi reasuransi.

k. Utang reasuransi adalah kewajiban kepada reasuradur yang timbul dari transaksi reasuransi.

2.1.2 Pengakuan Pendapatan Dan Beban

Pengakuan pendapatan dan beban pada perusahaan asuransi diatur berdasarkan pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 28 khususnya dalam paragraf 26 – 36 sebagai berikut :

a. Premi yang diperoleh sehubungan dengan kontrak asuransi dan reasuransi diakui sebagai pendapatan selama periode polis (kontrak) berdasarkan proporsi jumlah proteksi yang diberikan. Dalam hal periode polis berbeda secara signifikan dengan periode resiko (misalnya pada penutupan jenis pertanggungan asuransi konstruksi), maka seluruh premi yang diperoleh diakui sebagai pendapatan selama periode resiko, kecuali sebagaimana diatur dalam butir b berikut.

b. Apabila jumlah premi masih dapat disesuiakan, misalnya premi ditentukan pada akhir kontrak atau premi disesuaikan pada akhir kontrak berdasarkan nilai pertanggungan, maka pendapatan premi diakui sebagai berikut :

 Apabila jumlah premi dapat diestimasi secara layak, maka pendapatan premi diakui selama periode kontrak dan estimasi jumlah premi tersebut disesuaikan setiap periode untuk mencerminkan jumlah premi yang sebenarnya.

 Apabila jumlah premi tidak dapat diestimasi secara layak, maka premi diperlakukan dengan menggunakan metode uang muka (deposit method) sampai jumlah premi dapat diestimasi secara layak.

c Premi dari polis bersama diakui sebesar pangsa premi yang diterima oleh perusahaan.

Hlm : 26 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan …] Hlm : 26 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan …]

e Jumlah premi yang dibayar atau bagian premi atas transaksi reasuransi prospektif diakui sebagai premi reasuransi selama periode kontrak yang jumlahnya proporsional dengan proteksi yang diberikan. Jika bagian premi reasuransi masih dapat disesuaikan dan jumlahnya dapat diestimasi secara layak, maka jumlah premi reasuransi yang diakui selama sisa periode kontrak adalah sebesar estimasi premi yang akan dibayar tersebut.

f Pembayaran atau kewajiban atas transaksi reasuransi retroaktif diakui sebagai piutang reasuransi sebesar jumlah kewajiban yang dicatat sehubungan dengan kontrak reasuransi yang mendasari. Apabila kewajiban yang dicatat melebihi jumlah yang dibayar, maka piutang reasuransi harus dinaikkan untuk mencerminkan perbedaan tersebut dan

menimbulkan keuntungan ditanggunhkan. Keuntungan ditangguhkan diamortisasi selama estimasi sisa periode penyelesaian (settlement period).

g Apabila pembayaran atau kewajiban atas transaksi reasuransi retroaktif melebihi jumlah kewajiban yang dicatat, ceding company harus menaikkan kewajiban yang bersangkutan atau mengurangi piutang reasuransi, atau keduanya pada saat kontrak reasuransi dilakukan. Perbedaan tersebut dibebankan pada laporan laba rugi.

h Perubahan dalam estimasi jumlah kewajiban sehubungan dengan kontrak reasuransi yang mendasari diakui dalam laporan laba rugi pada periode perubahan. Piutang reasuransi harus mencerminkan perubahan yang berhubungan dengan jumlah klaim yang dapat

[Perbandingan Ketentuan Perpajakan …] Hlm : 27 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan …] Hlm : 27

i Apabila kontrak reasuransi mencakup baik reasuransi prospektif maupun

reasuransi tersebut dipertanggungjawabkan secara terpisah.

j Beban klaim sehuibungan dengan terjadinya peristiwa kerugian atas obyek asuransi yang dipertanggungkan, meliputi klaim yang disetujui (settled claims), klaim dalam proses penyelesaian (outstanding claims), klaim yang terjadi namun belum dilaporkan, dan beban penyelesian klaim (claims settlement expenses), diakui sebagai beban klaim pada saat timbulnya kewajiban untuk memenuhi klaim. Hak subrogasi diakui sebagai pengurang beban klaim pada saat realisasi.

k Jumlah klaim dalam proses penyelesaian, termasuk klaim yang terjadi namun belum dilaporkan, ditentukan berdasarkan estimasi kewajiban klaim tersebut. Perubahan jumlah estimasi kewajiban klaim, sebagai akibat proses penelahaan lebih lanjut dan perbedaan antara jumlah estimasi klaim dengan klaim yang dibayarkan diakui dalam laporan laba rugi periode terjadinya perubahan.

2.1.3 Penyajian Laporan Laba Rugi

Paragraf 21 –24, mengatur bentuk penyajian laporan laba rugi. Pendapatan premi disajikan sedemikian rupa, sehingga menunjukkan jumlah premi bruto, premi reasuransi, dan kenaikan (penurunan) premi yang belum merupakan pendapatan. Premi reasuransi disajikan sebagai pengurang premi bruto. Bagian reasuradur atas klaim yang telah disetujui dan atau dibayar dan estimasi bagian reasuradur atas klaim dalam proses penyelesaian, termasuk klaim yang terjadi namun belum dilaporkan, diasjikan sebagai pegurang beban klaim. Komisi yang diperoleh dari transaksi kontrak reasuransi merupakan pengurang beban komisi. Dalam hal jumlah komisi yang diperoleh lebih besar dari jumlah beban komisi,

Hlm : 28 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan …] Hlm : 28 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan …]

2.2 Kebijakan Pajak atas Penentuan Penghasilan Kena Pajak Industri Asuransi Kerugian

2.2.1 Kewajiban Pembukuan

Berdasarkan ketentuan dan penjelasan Pasal 28 ayat (7) Undang- Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pepajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1994, Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat azas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas. Stelsel akrual adalah suatu metoda penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi tidak tergantung kapan penghdilan itu diterima dan kapan biaya itu dibayar tunai. Stelsel kas, yang untuk tujuan perpajakan juga disebut stelsel campuran, adalah suatu metode yang penghitungannya didasarkan atas penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayarkan secara tunai dengan memperhatikan antara lain bahwa penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan.

a. Pengakuan Pendapatan dan Beban

Pendapatan dalam bidang asuransi kerugian mengacu pada Pasal 4 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2000, penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk ….. huruf (n) premi asuransi. Dalam pengertian premi asuransi termasuk premi reasuransi.

SE-03/PJ.42/2000, mengenai Perlakuan Pajak Penghasilan atas Premi Asuransi yang berjangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun memberikan pengertian bahwa diterima atau diperoleh-nya premi

[Perbandingan Ketentuan Perpajakan …] Hlm : 29 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan …] Hlm : 29

 Apabila metode pembukuan yang dipergunakan Wajib Pajak adalah stelsel akrual, maka pengakuan penghasilan atas premi asuransi tersebut dialokasikan secara proporsional ke tahun-tahun yang meliputi periode pertanggungan tersebut.

 Apabila metode pembukuan yang dugunaan Wajib Pajak adalah stelsel kas/stelse campuran maka pengakuan penghasilannya adalah :

– Dalam hal premi asuransi tersebut diterima dimuka, maka diakui pada saat premi tersebut diterima.

– Dalam hal premi asuransi diterima setelah masa pertanggungan

maka premi tersebut dialokasikan selama masa pertanggungan. Dasar penghitungan cadangan premi adalah penghasilan premi asuransi

tanggungan sendiri dari masing-masing tahun. Beban, secara umum dinyatakan dalam Pasal 6 ayat (1) UU No. 17

Tahun 2000, Beban-beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan, yaitu beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun dan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun. Beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji, biaya administrasi dan bunga, biaya rutin pengolahan limbah dan sebagainya. Sedangkan pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau melalui amortisasi. Disamping itu apabila dalam suatu tahun pajak didapat kerugian karena penjualan harta atau karena selisih kurs, maka kerugian-kerugian tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Hlm : 30 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan …]

2.2.2 Dana cadangan kerugian piutang

Dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c UU No. 17 Tahun 2000 pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Sebagai pelaksanaan ketentuan peraturan perundangan tersebut, maka berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 80/KMK.04/1995 tanggal 6 Pebruari 1995 serta Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-20/PJ.4/1995 tanggal 26 April 1995, perusahaan asuransi kerugian dapat membentuk dua macam cadangan yaitu :

a. Cadangan Premi. Cadangan Premi untuk perusahaan kerugian pada prinsipnya merupakan jumlah premi yang diterima lebih dahulu (unearned premium) oleh perusahaan asuransi. Oleh karena itu penghasilan yang diterima lebih dahulu tersebut baru akan merupakan obyek PPh pada tahun pajak berikutnya. Dengan demikian untuk perusahaan asuransi kerugian, seluruh premi asuransi tanggungan sendiri yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak wajib dimasukkan ke dalam penghasilan kena pajak tahun pajak yang bersangkutan. Besarnya cadangan premi adalah 40% dari jumlah premi tanggungan sendiri yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak yang bersangkutan. Cadangan premi tersebut merupakan penghasilan pada tahun pajak berikutnya. Yang dimaksud dengan premi asuransi tanggungan sendiri adalah premi bruto dikurangi dengan premi reasuransi.

b. Cadangan Klaim. Cadangan klaim untuk menutup klaim asuransi yang sudah dilaporkan akan tetapi penghitungan dan/atau pembayaran

[Perbandingan Ketentuan Perpajakan …] Hlm : 31

klaim tersebut masih dalam proses. Besarnya jumlah cadangan klaim tersebut ditetapkan sebesar perkiraan penghitungan klaim yang akan dibayar sesuai dengan penghituungan perusahaan asuransi yang bersangkutan. Untuk klaim-klaim yang kemungkinan akan diajukanttp belum dilaporkan oleh tertanggung (incurred but not reported atau IBNR) tidak dapat dibentuk cadangan klaimnya. Dengan demikian walaupun perusahaan asuransi sudah mengetahui adanya peristiwa yang akan menimbulkan akan tetapi tertanggung belum melaporkan adanya peristiwa tersebut tidak dapat belum dapat dibentuk cadangan klaim. Setiap akhir tahun, perusahaan asuransi kerugian wajib membuat perbandingan besarnya cadangan klaim yang telah dicadangkan sebagai biaya tahun lalu dengan besarnya realisasi pembayaran klaim tahun ini. Dalam hal terdapat selisih lebih cadangan klaim maka jumlah kelebihan tersebut merupakan obyek PPh pada tahun ini, sedangkan apabila jumlah cadangan klaim tersebut tidak mencukupi untuk menutup pembayaran klaim pada tahun ini maka kekurangan tersebut dapat dibebankan sebagai biaya.

2.3 Gambaran Umum Asuransi Kerugian

2.3.1 Prospek Industri Asuransi Kerugian di Indonesia

Dibandingkan dengan sektor keuangan lainnya, bisnis asuransi kerugian di Indonesia termasuk salah satu sektor yang masih mampu bertahan di tengah badai krisis. Kendati juga harus menghadapi situasi sulit akibat melonjaknya beban klaim dalam dua tahun terkahir, namun karena premi yang diterimanya juga mengalami peningkatan tajam selama periode waktu yang sama, maka hal ini membuat kinerja asuransi kerugian masih lebih baik dibandingkan sektor keuangan lainnya.

Struktur, kinerja dan prospek industri asuransi kerugian di Indonesia pada saat ini dapat digambarkan melalui Five Forces Analysis dari Michael Porter, sebagai berikut :

a. Threat of Entry

Hlm : 32 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan …]

Salah satu kebijakan baru yang ditetapkan pemerintah di tahun 1999 lalu di sektor perasuransian adalah diterbitkannya Peraturan pemerintah (PP) No. 63 Tahun 1999 tanggal 2 Juli 1999, yang mencantumkan tentang perubahan modal disetor bagi pendirian usaha asuransi di Indonesia (termasuk asuransi kerugian), menjadi sebesar minimal Rp 100 miliar. Dengan diterapkannya peraturan baru ini, akan mempersulit masuknya perusahaan asuransi baru. Sedangkan bagi perusahaan asuransi yang lama (didirikan sebelum berlakunya PP No.

63 Tahun 1999) tidak diwajibkan mengikuti ketentuan midal disetor yang baru tersebut, namun akan terus didorong untuk memperkuat permodalannya melalui ketentuan kesehatan keuangan.

Sedangkan untuk kepemilikan pihak asing, pemerintah mengambil kebijakan bahwa pada saat pendirian perusahaan, kepemilikan saham pihak asing ditentukan maksimal 80%. Namun demikian dalam pasal lainnya juga disebutkan bahwa perusahaan asuransi juga dimungkinkan untuk melakukan perubahan kepemilikan pihak asing untuk melampaui batass kepemilikan 80%, tetapi dengan ketentuan bahwa jumlah modal yang telah disetor oleh pihak mitra lokal dari Indonesia harus tetap dipertahankan.

Disamping ketentuan baru mengenai persyaratan permodalan bagi pendirian usaha asuransi baru, pemerintah di tahun 1999 lalu juga mengeluarkan ketetapan baru mengenai syarat tingkat kesehatan bagi perusahaan asuransi yang telah ada (termasuk asuransi kerugian). Ketentuan tersebut dapat diterbitkan dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 481/KMK.017/11999 tanggal 7 Oktober 1999 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan-Perusahaan Asuransi dan Reasuransi.

Dalam peraturan baru mengenai tingkat kesehatan perusahaan tersebut akan digunakan Risk Based Capital (RBC) yang merupakan rasio kecukupan modal dibandingkan resiko klaim yang harus ditanggung atau semacam ketentuan CAR (Capital Adequacy Ratio) dalam industri perbankan. RBC ini akan menjadi parameter berstandar internasional untuk mengukur tingkat kesehatan perusahaan asuransi.

[Perbandingan Ketentuan Perpajakan …] Hlm : 33

Dalam peraturan baru tersebut dinyatakan bahwa setiap saat perusahaan asuransi wajib memenuhi tingkat solvabilitas sekurang- kurangnya 120% dari RBC. Ketentuan ini secara bertahap akan diberlakukan pada tahun 2000, dan diharapkan telah diterapkan secara pada tahun 2004 mendatang.

Dengan adanya sejumlah kebijakan baru yang menyangkut diberlakukannya metode RBC ini, maka bagi perusahaan kerugian yang bermodal relatif kecil, tampaknya perlu mengambil langkah-langkah strategis guna menghadapinya. Menurut beberapa pengamat, ada beberapa cara untuk memperkuat permodalan seperti melakukan penggabungan usaha (merger), akuisisi, atau joint venture. Jika perusahaan-perusahaan tersebut tidak melakukan langkah-langkah strategis, maka dikhawatirkan pada saat RBC diterapkan penuh pada tahun 2004 mendatang, perusahaan-perusahaan berskala kecil tersebut akan tergusur oleh perusahaan lain (terutama asing) yang bermodal relatif besar dan kuat.

b. Rivalry between Existing Competitors

Struktur persaingan dalam industri asuransi ini sangat ketat, karena banyaknya pemain dalam industri ini. Sejak Pemerintah menggulirkan deregulasi Pakto’88 (Paket Oktober 1988) dan Pakdes ’88 (Paket Desember 1988) yang memberikan sejumlah kemudahan dalam pendirian usaha asuransi baru, jumlah perusahaan asuransi di Indonesia meningkat pesat, terutama asuransi kerugian. Pesatnya pertambahan jumlah asuransi kerugian tersebut adalah dampak dari adanya kebijaksanaan Pemerintah yang sejak 1988 itu menghapuskan tarif system, yang diharapkan dapat lebih mendinamiskan perusahaan asuransi dalam menerapkan kebijaksanaan underwritting-nya dan dalam berkompetisi memberikan jasa proteksinya kepada masyarakat.

c. Subtitute Product

Barang substitusi atas produk yang ditawarkan oleh industri asuransi kerugian ini terdapat pada lembaga pembiayaan lainnya, seperti

Hlm : 34 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan …] Hlm : 34 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan …]

Adanya pilihan alternatif bagi konsumen ini meyebabkan perusahaan- perusahaan dalam industri asuransi kerugian tidak dapat menaikkan harga semaunya karena berdampak pada menurunnya permintaan terhadap produk/jasa yang ditawarkannya.

c. Bargaining Power of Buyers

Dengan adanya spesifikasi dari produk/jasa yang ditawarkan dalam asuransi kerugian khususnya dengan situasi dan kondisi keamanan negara kita yang masih belum stabil menyebabkan pembeli/customer tidak memiliki power yang secara langsung dapat mempengaruhi harga. Dengan kata lain berapapun premi yang ditawarkan oleh pihak asuransi, maka sepanjang customer itu sangat memerlukannya maka tetap akan dibayar juga. Meskipun demikian, tersedianya barang substitusi yang dapat diperoleh sebagai salah satu alternatif pemilihan seperti yang telah disebutkan diatas dan juga adanya jenis asuransi lainnya seperti asuransi jiwa, meyebabkan industri asuransi kerugian harus berhati-hati, karena konsumen lebih jeli untuk memilih jenis produk/jasa yang akan memberikan keuntungan baginya, minimal dapat mengembalikan nilai assetnya yang tertimpa musibah tersebut.

[Perbandingan Ketentuan Perpajakan …] Hlm : 35

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konsumen industri asuransi kerugian sebenarnya mempunyai power yang cukup kuat dalam menentukan jumlah premi.

e. Bargaining Power of Suppliers

Industri asuransi pada umumnya bersifat jasa, sehingga sangat membutuhkan sumber daya manusia sebagai tenaga kerjanya. Sumber daya manusia di sini peranannya sangat besar sekalidan akan memberikan kontribusi yang tidak sedikit dalam peningkatan jumlah premi dari perusahaan asuransi tersebut. Hal ini menurunkan bargaining power yang dimiliki oleh industri asuransi terhadap tenaga kerjanya. Sebaliknya, bila dilihat dari sisi tenaga kerja, para tenaga kerja tersebut memilki power yang kuat terhadap industri asuransi.

2.3.2 Nature Bisnis Asuransi Kerugian

Untuk dapat mengetahui nature usaha asuransi kerugian, berikut adalah hasil rangkuman informasi dari situs : www.danamas.com dan www.aca.com. Asuransi kerugian merupakan salah satu cara pembayaran ganti rugi kepada pihak yang mengalami musibah, yang dananya diambil dari iuran premi seluruh peserta asuransi. Dengan kata lain asuransi kerugian merupakan suatu mekanisme pemindahan resiko dari tertanggung (nasabah) kepada penanggung (pihak asuransi). Dengan sejumlah premi yang pasti, tertanggung terbebas dari ketidakpastian kerugian yang mungkin akan diderita. Tertanggung adalah orang atau individu atau badan hukum yang memiliki kepentingan keuangan terhadap barang/properti yang dipertanggungkan sehingga ia memiliki hak untuk memberli proteksi asuransi. Penanggung adalah perusahaan asuransi yang akan memberikan ganti rugi kepada Tertanggung atas kerugian yang dideritanya sesuai dengan polis yang diterbitkannya. Polis merupakan dokumen yang berisi kesepakatan antara pihak tertanggung dan penanggung (pihak asuransi) berkenaan dengan resiko yang hendak

Hlm : 36 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan …] Hlm : 36 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan …]

a. Premi Asuransi

Premi asuransi adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan oleh tertanggung guna mendapatkan perlindungan atas obyek yang dipertanggungkan. Besarnya suku premi biasanya ditetapkan dengan memperhatikan komponen di bawah ini :

- Jenis asuransi, misalnya okupasi serta peluang terjadinya resiko; - Resiko yang dijamin, misalnya resiko standar atau resiko perluasan; - Biaya administrasi yang harus dikeluarkan; - Keuntungan yang diharapkan.

Besarnya premi biasanya dihitung dengan mengalikan suku premi (biasanya dalam bentuk prosentase) dengan harga pertanggungan. Perhitungannya adalah :

b. Harga Pertanggungan

Harga Pertanggungan (HP) atau Total Sum Insured (TSI) adalah jumlah uang pertanggungan yang digunakan sebagai dasar untuk menentukan :

- Batas maksimal tanggung jawab pihak penanggung terhadap kerugian

finansial yang tertanggung alami sebagai akibat dari terjadinya musibah atas kepentingan yang diasuransikan.

- Besar premi asuransi yang akan dibayarkan oleh tertanggung.

Bagaimana penentuan besarnya HP?

[Perbandingan Ketentuan Perpajakan …] Hlm : 37

- Ditentukan oleh tertanggung sendiri, mengingat tertanggung lebihmengetahui nilai sebenarnya dari harta benda atau kepentingan yang akan diasuransikan.

- Penanggung (pihak asuransi) tidak berhak menentukan besarnya jumlah pertanggungan karena penanggung (pihak asuransi) bukanlah badan penilai (appraiser). Penanggung dapat memberikan rekomendasi mengenai nilai harta benda tersebut sesuai dengan apa yang diketahui.

Pertanggungan di bawah harga (Under insurance)

Kondisi demikian terjadi bila jumlah uang pertanggungan lebih kecil daripada nilai harta benda yang sebenarnya. Pertanggungan seperti ini akan merugikan tertanggung sendiri, terutama pada saat terjadi klaim. Untuk mengantisipasi pengaruh inflasi, pihak asuransi biasanya menyarankan agar TSI yang normal dinaikkan sebesar 2-5%.

Pertanggungan di atas harga (Over insurance)

Kondisi demikian terjadi bila jumlah uang pertanggungan lebih besar daripada nilai harta benda yang sebenarnya. Bila terjadi kecelakaan sehingga mengalami kerugian total (total loss). Maksimum penggantian yang tertanggung terima dari pihak asuransi adalah sesuai dengan harga pasar yang sebenarnya atau tidak lebih dari 100 juta rupiah. Hal ini sesuai dengan prinsip indemnitas yaitu pemberitaan ganti rugi sesuai dengan kerugian yang benar-benar tertanggung derita.

c. Penggantian Kerugian

Apabila obyek yang diasuransikan terkena musibah sehingga menimbulkan kerugian maka penanggung akan memberi ganti rugi kepada tertanggung sesuai dengan prinsip indemnity (indemnitas). Namun demikian, tertanggung tidak berhak memperoleh ganti rugi lebih

diderita. Metode pembayaran/pengganti kerugian bervariasi tergantung dari kerugian yang diderita oleh tertanggung. Jenisnya antara lain:

besar daripada

kerugian

yang

Hlm : 38 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan …]

- Tunai (cash), misalnya dalam asuransi kecelakaan diri, atau biaya perbaikan

kendaraan yang rusak akibat kecelakaan; - Perbaikan (repair), misalnya bengkel mobil rekanan asuransi; - Reinstate, misalnya membangun kembali bangunan yang rusak akibat

kerugian; - Mengganti (replace), misalnya untuk mesin-mesin, atau berlaku juga pada asuransi mobil.

d. Subrogation

Prinsip subrogation (perwalian) ini berkaitan dengan suatu keadaan dimana kerugian yang dialami tertanggung merupakan akibat dari kesalahan pihak ketiga (orang lain). Prinsip ini memberikan hak perwalian kepada penanggung oleh tertanggung jika melibatkan pihak ketiga. Dengan kata lain, apabila tertanggung menagalami kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pihak ketiga, maka XYZ, setelah memberikan ganti rugi kepada tertanggung, akan mengganti kedudukan tertanggung dalam mengajukan tuntutan kepada pihak ketiga tersebut.

Mekanisme aplikasi subrogasi : - Tertanggung harus memilih salah satu sumber penggantian kerugian,

dari pihak ketiga atau dari asuransi. - Kalau tertanggung sudah menerima penggantian kerugian dari pihak

ketiga, ia tidak akan mendapatkan ganti rugi dari asuransi, kecuali jumlah penggantian dari pihak ketiga tersebut tidak sepenuhnya.

- Kalau tertanggung sudah mendapatkan penggantian dari asuransi ia tidak boleh menuntut pihak ketiga. Karena hak menuntut tersebut sudah dilimpahkan ke perusahaan asuransi.

e. Kontribusi

Prinsip kontribusi berarti bahwa apabila perusahaan asuransi telah membayar ganti rugi yang menjadi hak tertanggung, maka perusahaan berhak menuntut perusahaan asuransi lain yang terlibat dalam obyek

[Perbandingan Ketentuan Perpajakan …] Hlm : 39 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan …] Hlm : 39

f. Proximate Cause

Dalam praktik asuransi, kadang-kadang sangat sulit menetapkan suatu peristiwa yang dianggap sebagai penyebab yang paling dominan atau paling efisien menimbulkan kerugian, karena sering terjadi peristiwanya tidak merupakan peristiwa tunggal (single perils), tetapi merupakan rangkaian peristiwa yang paling berkaitan sehingga sering terjadi kontroversi dan perdebatan dalam menetapkan kejadian utama penyebab kerugian. Prinsip proximate cause (kausa proksimal) dapat menjadi solusi untuk masalah ini.

III. Faktor-faktor yang mendasari perbedaan antara PSAK No. 28 dengan Ketentuan Perpajakan yang Berlaku di Bidang Asuransi Kerugian

3.1 Perbedaan Tujuan Pelaporan Laba atau Penghasilan Bersih

Tujuan pelaporan laba atau penghasilan bersih berdasarkan standar akuntansi keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut kinerja suatu organisasi usaha serta merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban manajemen atas sumberdaya – sumberdaya yang telah dipercayakan kepada mereka.

Sedangkan tujuan pelaporan laba atau penghasilan bersih menurut ketentuan perundangan perpajakan adalah untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak dan Pajak Penghasilan terutang yang terkait dengan penerimaan negara.

3.2 Perbedaan Konsep Laba atau Penghasilan Bersih

Unsur yang berkaitan langsung dengan laba atau penghasilan bersih adalah penghasilan (income) dan beban (expenses)

a. Konsep Penghasilan Dan Beban Menurut PSAK No. 28

Hlm : 40 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan …]

Salah satu karakteristik usaha asuransi kerugian adalah pihak tertanggung (pembeli asuransi) membayar premi asuransi terlebih dulu kepada perusahaan asuransi sebelum peristiwa yang menimbulkan kerugian yang diperjanjikan terjadi. Pembayaran premi tersebut merupakan pendapatan bagi perusahaan asuransi. Pengakuan pendapatan premi yang diterima oleh perusahaan asuransi melalui kontrak asuransi dan atau reasuransi adalah selama periode polis (kontrak) berdasarkan proporsi jumlah proteksi yang diberikan. Termasuk dalam pengertian pendapatan premi adalah ganti rugi atas klaim yang diterima oleh perusahaan asuransi sehubungan dengan kontrak asuransi yang ditutupnya, dan atau dengan melakukan kontrak reasuransi dengan asuradur lain atau reasuradur

Sedangkan yang merupakan beban dalam usaha asuransi kerugian adalah beban klaim yang timbul sehubungan dengan terjadinya peristiwa kerugian atas obyek asuransi yang dipertanggungkan. Klaim meliputi :

1. Klaim yang disetujui (settled claims)

2. Klaim dalam proses penyelesaian (outstanding claims).

3. Klaim yang terjadi namun belum dilaporkan, dan

4. Beban penyelesaian klaim (claim settlement expense). Pengakuan sebagai beban klaim pada saat timbulnya kewajiban

untuk memenuhi klaim. Besarnya jumlah klaim dalam proses penyelesaian, termasuk klaim yang terjadi namun belum dilaporkan, ditentukan berdasarkan estimasi kewajiban klaim. Apabila terjadi perubahan estimasi klaim sehingga berbeda dengan klaim yang dibayarkan, setelah proses penelaahan lebih lanjut, maka diakui dalam laporan laba rugi pada periode terjadinya perubahan. Hak subrogasi diakui sebagai pengurang beban klaim pada saat realisasi. Subrogasi berkaitan dengan suatu keadaan dimana kerugian yang dialami tertanggung merupakan akibat dari kesalahan pihak ketiga (orang lain). Prinsip ini memberikan hak perwalia kepada penanggung oleh tertanggung jika melibatkan pihak ketiga. Dengan kata lain, apabila tertanggung mengalami kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pihak ketiga, maka perusahaan

[Perbandingan Ketentuan Perpajakan …] Hlm : 41 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan …] Hlm : 41

b. Konsep Penghasilan dan Beban menurut Ketentuan Perpajakan

Penghasilan adalah obyek pajak penghasilan. Pasal 4 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2000 memberikan definisi penghasilan secara luas. Hal ini sesuai dengan konsep world wide income yang dianut ketentuan perpajakan dalam mendefinisikan penghasilan. Berkaitan dengan perusahaan asuransi kerugian, ketentuan perpajakan tidak memberikan suatu definisi khusus terhadap pengertian penghasilan dalam industri ini. Secara spesifik Pasal 4 ayat (1) huruf n UU PPh, menebutkan bahwa termasuk dalam pengertian pendapatan premi asuransi adalah premi asuransi dan premi reasuransi.

Dalam hal perusahaan asuransi menerima premi asuransi yang dibayar sekaligus oleh pemegang polis berkenaan dengan peride pertanggungan yang lebih dari 1 (satu) tahun pengakuan penghasilannya dikaitkan dengan metode pembukuan yang dianut Wajib Pajak :

• Apabila metode pembukuan yang digunakan Wajib Pajak adalah stesel akrual, maka pengakuan penghasilan atas premi asuransi tersebut dialokasikan secara proposional ketahun-tahun yang meliputi periode pertanggung tersebut.

• Apabila metode pembukuan yang digunakan Wajib Pajak adalah stelsel kas/stelsel campuran maka pengakuan penghasilannya adalah :

- Dalam hal premi asuransi tersebut diterima dimuka, maka diakui pada saat premi tersebut diterima.

- Dalam hal premi asuransi diterima setelah masa pertanggungan maka premi tersebut dialokasikan selama masa pertanggungan.

Beban atau biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2000. Pasal 9

Hlm : 42 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan …] Hlm : 42 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan …]

Cadangan premi berasal dari jumlah premi yang diterima lebih dahulu atau dalam bahasa akuntansinya merupakan jumlah premi yang belum merupakan pendapatan (unearned premium). Besarnya cadangan premi adalah 40% dari jumlah premi asuransi tanggungan sendiri yang merupakan obyek Pajak Penghasilan dalam tahun pajak berikutnya. Penentuan besaran 40% mungkin karena adanya konsep normal penghitungan penghasilan netto (NPPN). Dalam hal ini 60% dari jumlah premi asuransi tanggungan sendiri merupakan pendapatan premi yang diakui dalam tahun pajak berjalan. Sedangkan pengakuan pendapatan yang merupakan cadangan permi dalam tahun tersebut ditunda pengakuan pendapatannya sampai dengan tahun pajak berikutnya. Untuk lebih jelasnya akan diberikan contoh sebagai berikut :

Pada tahun 2009

Premi asuransi tanggungan sendiri Rp. 40.000.000.000,-

Cadangan premi yang dapat menjadi beban Rp. 16.000.000.000,-

(=40% x Rp. 40.000.000.000,-) Sisanya yang 60% dari Rp. 40.000.000.000,- yaitu sebesar Rp. 24.000.000.000,- merupakan penghasilan kena pajak tahun 1995.

[Perbandingan Ketentuan Perpajakan …] Hlm : 43

Pada tahun 2010

Premi asuransi tanggungan sendiri Rp. 50.000.000.000,-

Cadangan premi yang dapat menjadi beban Rp. 20.000.000.000,-

(= 40% x Rp.50.000.000.000,-) Penghasilan kena pajak adalah : Pendapatan premi (obyek PPh ) ditambah cadangan premi yang dibebankan tahun 95 sebesar

Rp. 60.000.000.000,- Cadangan klaim yang dibentuk oleh perusahaan asuransi kerugian

adalah untuk menutup klaim asuransi yang sudah dilaporkan akan tetapi penghitungan dan atau pembayaran klaim tersebut masih dalam proses. Besarnya jumlah cadangan klaim tersebut ditetapkan sebesar perkiraan penghitungan klaim yang akan dibayar sesuai dengan penghitungan perusahaan asuransi yang bersangkutan. Untuk klaim –klaim yang kemungkinan akan diajukan tetapi belum dilaporkan oleh tertanggung (incurred but not reported atau IBNR) tidak dapat dibentuk cadangan klaimnya. Untuk lebih jelasnya akan diberikan contoh sebagai berikut

Tahun 2009

Cadangan klaim

Rp. 22.500.000.000,-

Dengan perincian sebagai berikut : - Klaim yang sudah selesai diproses ( besarnya kerugian serta Klaim yang

akan dibayarkan telah dihitung dan disetujui oleh Kedua belah pihak ) namun belum dilakukan pembayarannya Rp. 10.000.000.000,-

- Klaim yang belum selesai diproses ( sudah dilaporkan oleh Tertanggung tetapi jumlah klaimnya sedang dalam proses Rp. 5.000.000.000,-

Hlm : 44 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan …]

- Klaim yang berhubungan dengan adanya peristiwa yang telah terjadi dan diumumkan dikoran atau informasi lainnya akan tetapi belum dilaporkan (IBNR) oleh tertanggung Rp. 7..500.000.000,-

Berdasarkan ketentuan diatas, maka perusahaan asuransi kerugian tersebut secara fiskal dapat membebankan cadangan klaim sebagai biaya dalam tahun pajak 1995 sebesar Rp 15 miliar yaitu Rp 10 miliar ditambah Rp 5 miliar.

IV. Perbedaan PSAK No. 28 dengan Ketentuan Perpajakan yang Berlaku di Bidang Asuransi Kerugian

Pembahasan berikut ini lebih merupakan rangkuman dari hal –hal apa saja yang membedakan PSAK No. 28 dengan ketentuan perpajakan yang berlaku dibidang asuransi kerugian .

4.1 Perbedaan Konsep dan Penyajian Pendapatan

Pada dasarnya baik PSAK No. 28 maupun ketentuan perpajakan khususnya pasal 4 ayat (1) huruf n UU No. 17 Tahun 2000 mempunyai persamaan dalam hal pengakuan pendapatan premi asuransi. Dimana Pengakuan pendapatan dilakukan selama periode polis (kontrak) secara konsep dan penyajiannya, terdapat perbedaan antara dua ketentuan tersebut. Yaitu sebagai berikut :

Tabel 3. Perbedaan Konsep dan Penyajian Pendapatan. UNSUR

PSAK 28

Ketentuan perpajakan

Pengertian pendapatan Pendapatan

Konsep

Pendapatan premi adalah

pembayaran premi dari yang diterima lebih pihak tertanggung selama dahulu

(unearned periodepo lis. Sedangkan premium)

mengacu unearned premium atau pada

belum pembukuan yang dianut

merupakan

pendapatan oleh Wajib Pajak, yaitu adalah bagian dari premi stelsel

akrual atau yang belum diakui sebagai stelsel kas.

[Perbandingan Ketentuan Perpajakan …] Hlm : 45 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan …] Hlm : 45

pada

akhir

periode akuntansi

Penyajian

premi Pendapatan premi pendapatan

Pendapatan

disajikan sedemikian rupa adalah premi sehingga

menunjukkan asuransi dan premi jumlah premi bruto, premi reasuransi. reasuransi, dan kenaikan (penurunan) premi yang belum

sebagai pengurang premi bruto

4.2 Perbedaan Konsep Beban

PSAK No. 28 hanya mengatur mengenai klaim asuransi, sedangkan ketentuan perpajakan tidak mengatur cara eksplisit mengenai beban klaim sebagaimana yang diatur secara akuntansi. Ketentuan perpajakan yang khusus berkaitan dengan usaha asuransi kerugian hanya pembentukan dana cadangan kerugian yang boleh dibebankan sebagai biaya. Perbedaan antara dua ketentuan tersebut adalah :

Tabel 3. Perbedaan konsep beban

PSAK No. 28 KETENTUAN PERPAJAKAN

Beban klaim meliputi : Cadangan yang boleh dibebankan

1. Klaim yang disetujui. sebagai biaya adalah :

2. Klaim dalam proses

1. Biaya cadangan premi. penyelesaian.

2. Biaya klaim, tidak termasuk di

3. Klaim yang terjadi namun belum dalamya adalah klaim-klaim yang dilaporkan.

mungkin akan diajukan namun

4. Beban penyelesaian. belum dilaporkan oleh

Hlm : 46 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan …]

Pengakuan beban klaim ini pada tertanggung ( IBNR ). saat timbulnya kewajiban untuk memenuhi klaim. Hak subrogasi diakui sebagai pengurang beban klaim pada saat realisasi.

V. Kesimpulan

Secara umum perbedaan antara standar akuntansi keuangan dengan ketentuan perpajakan dalam menghitung laba atau penghasilan bersih tidak akan terhindarkan. Harmonisasi dua ketentuan tersebut nyaris tidak tercapai, dikarenakan perbedaan mendasar dari dua ketentuan tersebut yaitu : konsep dan tujuan pelaporannya. Secara khusus, perhitungan laba atau penghasilan bersih dalam usaha asuransi kerugian juga berbeda antara PSAK No. 28 dengan ketentuan perpajakan yang terkait. Perbedaan –perbedaan tersebut adalah :

1. Pendapatan premi yang diterima terlebih dahulu (unearned premium). Secara akuntansi, pendapatan premi yang diterima terlebih dahulu belum diakui sebagai pendapatan karena masa pertanggungannya masih berjalan pada akhir periode akuntansi. Sedangkan ketentuan perpajakan, pengertian pendapatan premi yang diterima terlebih dahulu mengacu pada metode pembukuan Wajib Pajak (stelsel kas atau akrual).