BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Nilai Anak terhadap Keikutsertaan Keluarga Berencana pada Ibu PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Tahun 2012

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Indonesia merupakan Negara berkembang merupakan Negara dengan jumlah penduduk yang sangat tinggi dan sangat padat. Di dunia, Indonesia berada pada posisi keempat dengan laju pertumbuhan penduduk tertinggi. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 adalah 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,49. Ini berarti setiap tahunnya terjadi pertumbuhan penduduk sekitar 3,5 juta lebih per-tahunnya. Jika laju pertumbuhan tidak ditekan maka diperkirakan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2045 bisa menjadi sekitar 450 juta jiwa (BKKBN, 2007). Hal ini berarti satu dari duapuluh penduduk dunia adalah orang Indonesia.

  Kondisi Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar, dan pertumbuhan yang tinggi, serta kualitas yang sangat rendah sangat tidak kondusif bagi pembangunan berkelanjutan ditanah air dan berpotensi bagi semakin terpuruknya status sosial dan ekonomi masyarakat sehingga menyulitkan upaya-upaya pengentasan kemiskinan. Itulah sebabnya sejalan dengan upaya-upaya peningkatan kualitas penduduk melalui program pendidikan, kesehatan, dan pembangunan lainnya, tidak kalah pentingnya adalah upaya-upaya untuk melakukan perencanaan keluarga secara sungguh-sungguh sehingga pertambahan penduduk yang tidak terkendali dapat dihindari dan setiap keluarga dapat merencanakan kehidupan keluarganya secara lebih baik dan bertanggung jawab (BKKBN, 2011). Salah satu upaya yang dapat dilaksanakan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk ini adalah dengan program Keluarga Berencana (KB).

  Untuk mengatasi masalah kependudukan yang demikian kompleks, serta sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang No. 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Pemerintah membuat semacam grand design pembangunan kependudukan di Indonesia. Visi dari Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk adalah: Terwujudnya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara jumlah, struktur, dan persebaran penduduk dengan lingkungan hidup baik yang berupa daya dukung alam maupun daya tampung lingkungan, tetapi juga dengan kondisi perkembangan sosial dan budaya masyarakat. Misi dari Grand

  

Design Pengendalian Kuantitas Penduduk adalah: (1). Membangun komitmen para

  pemangku kepentingan dan penentu kebijakan (prime stakeholders) tentang penting dan strategisnya upaya pengendalian kuantitas penduduk bagi pembangunan berkelanjutan; (2). Membentuk atau menyempurnakan peraturan perundang- undangan (regulasi) yang mendukung upaya pengendalian kuantitas penduduk.

  Adapun tujuan grand design adalah : (1). Memberikan arah kebijakan bagi pelaksanaan pengendalian kuantitas penduduk nasional 2010-2035; (2). Menjadi pedoman bagi penyusunan Road Map pengendalian kuantitas penduduk 2010-2014, 2015-2019, 2020-2024, 2025-2029, dan 2030-2034. (3). Menjadi pedoman bagi lembaga serta pemerintah daerah dalam perencanaan pembangunan yang berwawasan kependudukan. (4). Mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan melalui rekayasa kondisi penduduk optimal yang berkaitan dengan jumlah, struktur/komposisi, pertumbuhan, serta persebaran penduduk. (5). Mengendalikan pertumbuhan dan persebaran penduduk sesuai dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan secara nasional melalui pengendalian angka kelahiran, penurunan angka kematian, dan pengarahan mobilitas penduduk (BKKBN, 2011).

  Kebijakan Departemen Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategi “Empat Pilar Safe Motherhood” yaitu keluarga berencana, pelayanan antenatal, per-

  salinan yang aman, dan pelayanan obstetri esensial . Dewasa ini, di antaranya program

  

Keluarga Berencana (KB) sebagai pilar pertama, telah dianggap berhasil (Saifudin,

2002).

  Gerakan Keluarga Berencana Nasional (GKBN) telah berjalan lebih kurang 40 tahun dan sudah begitu banyak memberikan hasil dalam pengelolaanya. Bila dilihat dari banyaknya pasangan Usia Subur (PUS) yang mengikuti GKBN tersebut, yaitu 26 Juta (PUS) dari 34 Juta PUS yang ada di Indonesia. Disamping itu berdasarkan sensus penduduk tahun 1990 telah memberikan dampak pada sisi demografi yang menunjukkan laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,97% pertahun periode 1980-1990. Jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk periode 1971-1990 sebesar 2,34% pertahun, berarti telah berhasil diturunkan sebanyak 0,34%. Kemudian pada tahun 1993 laju pertumbuhan penduduk turun lagi menjadi 1,66% pertahun, dan pada SDKI 2000 sampai dengan 2010 Laju pertumbuhan penduduk menjadi 1,40% (BKKBN, 2011).

  Oleh karena itu usaha-usaha KB yang sudah dimulai sejak Repelita I terus ditingkatkan lagi dalam Repelita selanjutnya. Jumlah akseptor baru KB ditingkatkan setiap tahun. Pembinaan akseptor-akseptor yang ada dipergiat untuk menjaga kelangsungannya. Selanjutnya pelaksanaan KB diperluas ke luar pulau Jawa dan Bali.

  Peningkatan sasaran ini membutuhkan peningkatan kemampuan organisasi dan administrasi pelaksanaan. Selain daripada itu kegiatan-kegiatan pelayanan medis, penerangan dan motivasi, pendidikan dan latihan, serta penelitian ditingkatkan

  Program KB menentukan kualitas keluarga, karena program ini dapat menyelamatkan kehidupan perempuan serta meningkatkan status kesehatan ibu terutama dalam mencegah kehamilan tak diinginkan, menjarangkan jarak kelahiran mengurangi risiko kematian bayi. Selain memberi keuntungan ekonomi pada pasangan suami istri, keluarga dan masyarakat, program KB juga membantu remaja mangambil keputusan untuk memilih kehidupan yang lebih baik dengan merencanakan proses reproduksinya. Selain itu program KB, bisa meningkatkan pria untuk ikut bertanggung jawab dalam kesehatan reproduksi mereka dan keluarganya.

  Ini merupakan keuntungan seseorang mengikuti program KB.

  Menurut hasil sub sistim pencatatan dan pelaporan BKKBN Propinsi Sumatera Utara (BKKBN, 2011) pencapaian peserta KB baru secara propinsi Sumatera Utara sebanyak 189.488 peserta atau 50,88% dari target kontrak Kinerja Propinsi (KKP), Sedangkan jumlah peserta KB aktif di Sumtera Utara pada tahun 2011 adalah sebesar 1.456.460 peserta atau sebesar 96,86% dari perkiraan sebesar 1.503.664 peserta (BKKBN, 2011). Jika dilihat dari angka tersebut pencapaian KB baru dan KB aktif di propinsi Sumatera Utara secara umum adalah baik, namun hal tersebut belum menggambarkan secara utuh bagaimana kondisi di Kota dan Kabupaten yang ada diwilayah Propinsi Sumatera Utara.

  Salah satu kendala pelaksanaan program KB, antara lain masih adanya pemahaman tentang nilai anak yang sempit. Suatu nilai erat berkaitan dengan kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat, dan setiap masyarakat memiliki nilai tertentu mengenai sesuatu yang mereka miliki. Nilai itu umumnya tidak mudah berubah, karena setiap individu telah disosialisasikan dengan nilai-nilai tersebut. Melalui proses sosialisasi, setiap individu anggota masyarakat telah di resapi dengan nilai-nilai budaya yang hidup di dalam masyarakat itu, mulai dari kecil sampai dewasa sehingga konsep-konsep nilai tersebut berakar dalam jiwanya. Itulah sebabnya, mengapa suatu nilai budaya sangat sulit untuk begitu saja digantikan dengan nilai budaya lain.

  Koentjaraningrat melihat sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang mereka anggap bernilai dalam hidup, dan biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi individu dalam bertingkah laku (Koentjaraningrat, 1981).

  Nilai anak adalah bagian perwujudan dari nilai budaya suatu masyarakat. Dalam hal ini, nilai anak merupakan suatu penilaian individu atau masyarakat terhadap arti dan fungsi anak dalam keluarga. Umumnya, anak dianggap sebagai salah satu kebutuhan orang-tua, baik sebagai kebutuhan ekonomi sosial maupun psikologis. Hoffman (1973) mengatakan bahwa nilai anak berkaitan dengan fungsi anak bagi orang-tua. Nilai-nilai tertentu yang kita konsepsikan, tercermin dalam berbagai kebutuhan psikologis tertentu. Nilai-nilai ini juga terikat pada struktur sosial dan dipengaruhi oleh perbedaan budaya dan perubahan sosial. Maksudnya bahwa nilai yang dianut oleh suatu masyarakat akan tercermin dalam kehidupan dan kebiasaan mereka sehari-hari . Begitu juga kebutuhan orang-tua akan perhatian anak (kebutuhan psikologis). Kebutuhan tersebut sudah tentu akan dipengaruhi pula oleh aturan/norma yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

  Freedman (1986), seperti dikutip dalam Robinson dan Sarah (1983), menyatakan bahwa jumlah anak yang dimiliki oleh pasangan suami istri merupakan masalah yang sangat universal dan penting bagi masyarakat. Maka akan terdapat penyimpangan sosiologis, apabila tidak diciptakan budaya penyelesaian yang normatif untuk menyelesaikan masalah ini. Dari segi lain, menurut Easterlin (1977), sebagaimana di kutip dalam Robinson dan Sarah (1983), mengemukakan bahwa permintaan akan anak ditentukan oleh karakteristik latar belakang agama, pendidikan, tempat tinggal, tipe keluarga, serta norma-norma yang mengatur kehidupan pasangan suami istri. Pada masa yang lalu banyak terdapat pandangan masyarakat tentang jumlah anak yang tidak sepenuhnya benar. Pendapat tradisional bahwa "Banyak Anak Banyak Rezeki" dan keluarga besar adalah suatu pelayanan luhur terhadap masyarakat.

  Penelitian Singarimbun (1996) mengenai nilai anak pada masyarakat Jawa dan Sunda, menemukan adanya variasi nilai anak berdasarkan pandangan orang- tuanya, baik dari segi ekonomi, sosial maupun psikologis. Nilai tersebut juga bervariasi menurut tempat tinggal. Orang-tua yang tinggal di desa mempunyai nilai yang berbeda terhadap anak, bila dibandingkan dengan orang-tua yang tinggal di kota.

  Hasil survei mengenai nilai anak di Serpong Jawa Barat oleh Kartoyo dan Munir (1983) memperlihatkan, bahwa penduduk asli di daerah itu (pada umumnya suku Sunda) menganut pandangan "Loba anak loba ganjaran" (banyak anak banyak karunia dari Tuhan Yang Maha Esa), dan anak juga membawa kesejahteraan moral dan meterial bagi orang-tuanya. Tampaknya anak juga mempunyai nilai psiko- sosial bagi orang-tua mereka. Menurut Hasanuddin (1982), menunjukkan bahwa salah satu keuntungan mempunyai anak adalah menghindarkan diri dari kesepian, atau untuk melanjutkan keturunan serta mendapatkan kebahagiaan.

  Semua kebudayaan dipengaruhi oleh perubahan 1ingkungan fisik (Hoffman, 1973). Rogers ( 1988) menegaskan, bahwa setiap kebudayaan pasti akan mengalami perubahan, dan perubahan tersebut berlangsung pada struktur dan fungsi sistem sosial. Perubahan masyarakat pun cenderung mempengaruhi bentuk keluarga. Menurut Goode (1970), dalam masyarakat yang telah mengalami industrialisasi dan urbanisasi, bentuk keluarga pun mengalami perubahan dan penyesuaian, dari tipe keluarga besar menjadi tipe keluarga kecil.

  Pada suku batak khususnya yang menganut paham patrilineal, menganggap nilai anak terutama anak laki-laki lebih tinggi daripada anak perempuan, karena perannya yang begitu besar dalam meneruskan kelangsungan garis keturunan. Anak laki-laki menjadi amat penting dalam kehidupan keluarga batak. Kehadiran anak laki- laki ditengah-tengah keluarga selalu sangat diharapkan. Belum dirasakan lengkap dan bahagia bila keluarga belum memiliki anak laki-laki. Dalam setiap keluarga yang menganut sistem patrilineal, kedudukan laki-laki bersifat dominan, karena peranannya yang begitu besar dalam meneruskan kelangsungan garis keturunan.

  Anak laki-laki menjadi amat penting dalam kehidupan keluarga Batak. Pada masyarakat Angkola, kuatnya nilai dan norma mengenai pentingnya anak laki-laki ini, juga tampak dalam kehidupan sehari-hari.

  Bagi orang Batak, adat memegang peranan penting. J. Sarumpaet-Hutabarat, seperti dikutip Pedersen (1975) menegaskan bahwa "Adat adalah sumber identitas orang Batak, Kami dan adat adalah satu. Begitu dalamnya arti adat dalam hidup Kami". Hal tersebut dapat menjadi salah satu kendala keikutsertaan KB, jika dalam sebuah keluarga belum ada anak laki-laki maka si ibu akan terus melahirkan sampai akhirnya ia mendapatkan anak laki-laki.

  Anak merupakan objek perhatian dan kasih sayang setiap orang-tuanya. Manusia akan mengaktualisasikan dirinya melalui anak. Keluarga mempertahankan keturunannya melalui anak, dan setiap individu akan menurunkan warisan sosialnya melalui anak. Demikian pula, kebudayaan dan agama akan mempertahankan tradisi dan nilai-nilainya melalui anak. Karena itu, nilai pokok seorang anak berada dalam kesinambungan kemanusiaan (Arnold, 1975).

  Di daerah pedesaan anak mempunyai nilai yang tinggi bagi keluarga. Anak dapat memberikan kebahagiaan kepada orang tuanya selain itu akan merupakan jaminan di hari tua dan dapat membantu ekonomi keluarga, banyak masyarakat di desa di Indonesia yang berpandangan bahwa banyak anak banyak rezeki. Dari penelitian Mohamad Koesnoe di daerah Tengger, petani yang mempunyai tanah luas akan mencari anak angkat sebagai tambahan tenaga kerja. Studi lain yang dilakukan oleh proyek VOC (Value Of Children) menemukan bahwa keluarga - keluarga yang tinggal di pedesaan Taiwan, Philipina, Thailand mempunyai anak yang banyak dengan alasan bahwa anak memberikan keuntungan ekonomi dan rasa aman bagi keluarganya. Nilai anak ini merupakan harapan orang tua terhadap anaknya di masa yang akan datang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh anak yang meliputi nilai psikologi, nilai ekonomi dan nilai sosial (Hernawati 2002). Berdasarkan hasil penelitian Kartino (2005), tidak ada perbedaan persepsi pada orangtua antara anak laki-laki dan perempuan dalam mempersepsikan nilai anak, baik nilai ekonomi, nilai psikologi, dan nilai sosial.

  Target utama pelaksanaan program KB adalah pasangan usia subur (PUS), yang secara alamiah potensial dalam kesehatan reproduksi. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran pasangan usia subur terhadap pentingnya program KB untuk menjamin kesehatan ibu dan anak serta kebahagiaan keluarga. Permasalahan utama yang dihadapi dalam pelaksanaan program KB pada umumnya kultur masyarakat yang masih memegang erat nilai-nilai budaya setempat dan nilai agama.

  Kota Padangsidimpuan adalah kota yang letaknya di Propinsi Sumatera Utara, mayoritas penduduknya adalah suku Angkola merupakan salah satu daerah dengan kultur masyarakat yang masih memegang erat nilai-nilai budaya setempat dan nilai agama. Dalam hal ini kultur yang masih dipegang oleh masyarakat yaitu kebudayaan patrilineal yang menganggap nilai anak laki-laki lebih tinggi dari anak perempuan. Pada suku Angkola masih ada anggapan bahwa banyak anak banyak rezeki, dalam keluarga harus ada anak laki-laki, dan nilai agama yang menyatakan bahwa program KB haram. Nilai budaya dan norma agama yang telah lama ada di dalam masyarakat sedikit banyak akan mempengaruhi Keikutsertaan KB ibu pasangan usia subur.

  Akseptor baru dan Pengaruh Persepsi Nilai Anak di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan sejak tahun 2006-2007 dapat dilihat dari hasil pendapatan Keluarga Sejahtera yang dilaksanakan setiap tahunnya. Berdasarkan hasil pendataan dua tahun tersebut dapat dilihat bahwa pencapaian akseptor baru sangat rendah, yaitu hanya 14,25% pada tahun 2009 dan 13,43% tahun 2010 dengan pertumbuhan yang sangat rendah pula, yaitu hanya 0,73%. Pencapaian ini masih dibawah target yang telah ditentukan oleh pemerintah dan tidak sebanding dengan peningkatan jumlah pasangan usia subur yang ada di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara tersebut, yaitu 6,88% (Dinkes Padangsidimpuan, 2010).

  Rendahnya pencapaian realisasi persentase akseptor baru ini berhubungan dengan pengaruh persepsi nilai anak terhadap keikutsertaan keluarga berencana.

  Selain itu, ibu-ibu yang mengikuti program KB khususnya di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara ditinjau dari kultur masyarakat masih memegang erat nilai-nilai budaya yang dikaitkan dengan agama, sehingga program KB tidak mudah diterima oleh masyarakat tersebut. Ditinjau dari segi adat istiadat masyarakat Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara, khususnya dalam masalah program KB sangat sulit untuk disosialisasikan, dimana pada ibu-ibu yang mau program KB umumnya ada rasa malu, takut pada suami, dan sebahagian masyarakat menganggap bahwa program KB itu adalah haram hukumnya (membunuh bibit keturunan). Ada juga sebahagiaan masyarakat beranggapan dan berpendapat bahwa banyak anak banyak rejeki, anak laki-laki lebih “berharga” dari anak perempuan, serta ajaran agama yang berpendapat bahwa program KB haram, merupakan beberapa faktor kultural dan agama yang mempengaruhi persepsi pasangan usia subur terhadap program KB.

  Selain itu salah satu kunci kesuksesan program keluarga berencana nasional adalah adanya keterlibatan semua pihak, baik dari institusi pemerintah, swasta, masyarakat dan dalam lingkup yang lebih kecil adalah keterlibatan seluruh anggota keluarga itu sendiri. Pelayanan keluarga berencana ditujukan kepada pasangan usia subur, yang berarti harus melibatkan kedua belah pihak yakni istri maupun suami. Namun kenyataannya saat ini hanya perempuan saja yang dituntut untuk menggunakan alat kontrasepsi. Hal ini dapat dilihat dari data akseptor KB di Indonesia yang menunjukkan bahwa lebih banyak wanita daripada pria (Siswosudarmo, dkk, 2007).

  Saat ini perlunya peran aktif pria/suami secara tidak langsung harus lebih ditekankan lagi, yaitu dengan cara suami mendukung istri yang sedang mengikuti Program KB, karena peran aktif dan perhatian suami kepada istri yang sedang mengikuti Program KB sangat berpengaruh terhadap keberhasilan Program KB (BKKBN, 2003). Dalam hal ini suami sebagai kepala keluarga memegang peranan penting dalam pengambil keputusan di sebuah keluarga termasuk keputusan memberikan izin dan memberikan perhatian kepada istri dalam mengikuti program KB (Isti, 2007). Dampak negatif bila suami tidak mendukung keluarga berencana dan kesehatan reproduksi wanita yaitu bisa menyebabkan terjadinya ketimpangan antara peran wanita dan pria dalam bidang keluarga berencana. Selain itu perempuan juga cenderung dijadikan sasaran dalam masalah kesehatan reproduksi. Sikap peduli terhadap masalah kesehatan reproduksi perempuan selama masa kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan tidak menjadi tanggung jawab perempuan saja, melainkan menjadi tanggung jawab bersama antara pria dan wanita dalam membina keluarga sejahtera (Aman, dkk, 2004).

  Banyak faktor yang berhubungan dengan dukungan suami terhadap kepesertaan istri dalam program keluarga berencana, faktor tersebut adalah: faktor predisposisi (predisposing factors) terdiri dari pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai anak dan keinginan memilikinya, umur, tingkat pendidikan, jumlah anak, pekerjaan, pendapatan, serta sosial budaya terhadap KB, kemudian yang kedua adalah faktor pemungkin (enabling factors) terdiri dari program pembangunan, ketersediaan KB, akses pelayanan KB, dan yang ketiga adalah faktor pendorong (reinforcing factors) terdiri dari peran tokoh masyarakat, serta peran petugas kesehatan (BKKBN, 2008).

  Berbagai temuan tersebut menunjukkan gejala tingginya pengaruh nilai anak terhadap keinginan keluarga untuk memiliki anak yang disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor agama, sosial, ekonomi, psikologis, budaya, perubahan sosial, dan status sosial ekonomi yang akhirnya berpengaruh terhadap perilaku keluarga dalam mengatur jumlah kelahiran anak dengan mengikuti program KB. Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilakukan suatu penelitian ilmiah untuk mengetahui pengaruh nilai anak terhadap keikutsertaan KB di wilayah kerja Puskesmas Pijorkoling Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara.

  1.2.Permasalahan

  Permasalahan dan penelitian ini adalah bagaimana pengaruh nilai anak dengan keikutsertaan keluarga berencana pasangan usia subur di wilayah kerja Puskesmas Pijorkoling Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan.

  1.3.Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh nilai anak baik dari aspek budaya, agama, ekonomi, sosial dan aspek psikologi dengan keikutsertaan Keluarga Berencana Ibu Pasangan Usia Subur di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan.

  1.4.Hipotesis

  Nilai anak berpengaruh terhadap keikutsertaan keluarga berencana pasangan Usia subur di wilayah kerja Puskesmas Pijorkoling Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan.

1.5.Manfaat Penelitian

  Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Sebagai bahan masukan bagi BKKBN Kota Padangsidimpuan khususnya

  Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara, wilayah kerja Puskesmas Pijorkoling untuk dapat meningkatkan cakupan program KB.

2. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Padangsidimppuan dalam meningkatkan keikutsertaan Ibu PUS dalam program KB.

  3. Memperkaya konsep atau teori yang menyokong perkembangan ilmu pengetahuan tentang program KB, di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara wilayah kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Nilai Anak terhadap Keikutsertaan Keluarga Berencana pada Ibu PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Tahun 2012

3 57 166

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Perilaku Ibu Balita Dan Dukungan Keluarga Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Imunisasi Dasar Di Wilayah Kerja Puskesmas Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2013

0 0 9

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Determinan Pemanfaatan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) pada Ibu Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Balige Kabupaten Toba Samosir Tahun 2013

0 0 12

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Konseling Keluarga Berencana terhadap Pengetahuan dan Niat Pasangan Usia Subur tentang Kontrasepsi IUD di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Mancung Kabupaten Aceh Tengah

0 1 13

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor-faktor yang Memengaruhi Lama Ketidaklangsungan Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) pada Ibu PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013

0 0 14

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Terapi Musik Klasik terhadap Intensitas Nyeri pada Ibu Primigravida Kala I Fase Aktif Persalinan di Klinik Bersalin Wilayah Kerja Puskesmas Delitua Tahun 2013

0 0 13

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Karekteristik Pengetahuan dan Sikap Ibu Menyusui terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Munte Kabupaten Karo Tahun 2013

0 0 8

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Ketepatan Pemberian Imunisasi HB-0 Di Wilayah Kerja Puskesmas Patiluban Mudik Kecamatan Natal Tahun 2012

0 0 12

Pengaruh Nilai Anak terhadap Keikutsertaan Keluarga Berencana pada Ibu PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Tahun 2012

0 0 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan tentang Nilai Anak - Pengaruh Nilai Anak terhadap Keikutsertaan Keluarga Berencana pada Ibu PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Tahun 2012

0 0 43